• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DI MASING-MASING NEGARA ANGGOTA ASEAN 2.1 Sejarah ASEAN - KELEMBAGAAN REGIONAL COMPETITION AUTHORITY DALAM ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DI MASING-MASING NEGARA ANGGOTA ASEAN 2.1 Sejarah ASEAN - KELEMBAGAAN REGIONAL COMPETITION AUTHORITY DALAM ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN

USAHA DI MASING-MASING NEGARA ANGGOTA ASEAN

2.1 Sejarah ASEAN

Secara geopolitik21 dan geoekonomi22, kawasan Asia Tenggara memiliki nilai yang sangat strategis. Namun sebelum ASEAN didirikan, berbagai konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara

seperti “konfrontasi” antara Indonesia dan Malaysia, klaim teritorial antara

Malaysia dan Filipina mengenai Sabah, serta berpisahnya Singapura dari Federasi Malaysia. Dilatarbelakangi oleh hal itu, negara-negara Asia Tenggara menyadari perlunya dibentuk kerjasama untuk meredakan rasa saling curiga dan membangun rasa saling percaya, serta mendorong kerjasama pembangunan kawasan. 23

Sebelum ASEAN terbentuk pada tahun 1967, negara-negara Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya untuk menjalin kerjasama regional baik yang bersifat intra maupun ekstra kawasan seperti Association of Southeast Asia (ASA), Malaya, Philipina, Indonesia (MAPHILINDO), South East Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO), South East Asia Treaty

21 Geopolitik berasal dari kata geo dan politik. “Geo” berarti bumi dan “Politik” berasal

dari bahasa Yunani politeia, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri (negara) dan teia yang berarti urusan. Secara umum geopolitik adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri, lingkungan, yang berwujud Negara kepulauan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

22

Pada hakikatnya geoekonomi adalah cabang dari geopolitik. Sebuah bidang ilmu yang mempelajari aspek spasial, aspek temporal, dan aspek politik yang berkaitan dengan aspek ekonomi dan sumber daya. Ketiga aspek tersebut yaitu aspek tempat, waktu, dan politik membahas dan fokus terhadap aspek ekonomi. Sementara aspek ekonomi sendiri tidak dapat dipisahkan dengan aspek sumber daya, baik alam maupun manusia.

23

(2)

Organization (SEATO) dan Asia and Pacific Council (ASPAC). Namun organisasi-organisasi tersebut dianggap kurang memadai untuk meningkatkan integrasi kawasan.24

Dalam rangka mengatasi perseteruan yang sering terjadi antara negara-negara Asia Tenggara dan membentuk kerjasama regional yang lebih kokoh, maka 5 Menteri Luar Negeri yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand mengadakan pertemuan di Bangkok pada bulan Agustus 1967 yang menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang pada intinya mengatur tentang kerjasama tersebut. Sebagai puncak dari acara tersebut maka pada tanggal 8 Agustus 1967 ditandatangani Deklarasi ASEAN atau dikenal juga sebagai Deklarasi Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan para Menteri Luar Negeri Indonesia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Brunei Darussalam kemudian bergabung pada tanggal 8 Januari 1984, Vietnam pada tanggal 28 Juli 1995, Lao PDR dan Myanmar pada tanggal 23 Juli 1997, dan Kamboja pada tanggal 30 April 1999.25

Deklarasi tersebut menandai berdirinya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of South East Asian Nations/ASEAN). Masa awal pendirian ASEAN lebih diwarnai oleh upaya-upaya membangun rasa saling percaya (confidence building) antar negara anggota guna mengembangkan kerjasama regional yang bersifat kooperatif namun belum bersifat integratif.26

Tujuan dibentuknya ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok adalah untuk :

24 Ibid 25Ibid h.2 26

(3)

1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsa- bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai; 27

2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara negara-negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa; 28

3. Meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalah- masalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang-bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi; 29

4. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, profesi, teknik dan administrasi; 30

5. Bekerjasama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan industri mereka, memperluas perdagangan dan pengkajian masalah- masalah komoditi internasional, memperbaiki sarana-sarana pengangkutan dan komunikasi, serta meningkatkan taraf hidup rakyat mereka; 31

6. Memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara; dan 32

(4)

7. Memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan berbagai organisasi internasional dan regional yang mempunyai tujuan serupa, dan untuk menjajagi segala kemungkinan untuk saling bekerjasama secara erat di antara mereka sendiri.33

Adapun prinsip utama dalam kerjasama ASEAN, seperti yang terdapat dalam Treaty of Amity and Cooperation in SouthEast Asia (TAC) pada tahun 1976 adalah: (i) saling menghormati, (ii) kedaulatan dan kebebasan domestik tanpa adanya campur tangan dari luar, (iii) penyelesaian perbedaan atau sengketa dengan cara damai, (iv) menghindari ancaman dan penggunaaan kekuatan/senjata dan (vi) kerjasama efektif antara anggota.34

2.1.1 Bentuk Awal Kerjasama ASEAN di Bidang Ekonomi

Pada tahun 1975 situasi politik di ASEAN yang relatif baik mendorong negara-negara ASEAN untuk mengambil pendekatan yang lebih aktif untuk melakukan kerjasama ekonomi regional dan dirasakan bahwa kekuatan ekonomi akan membentengi kawasan dari bahaya komunis waktu itu.35 Pada periode tahun 1967 sampai tahun 1980an, kemajuan masing-masing negara anggota ASEAN bukan berdasarkan adanya kaitan ekonomi diantara mereka. Fokus dari kerjasama ekonomi periode ini adalah perdagangan preferensi, joint ventures dan skema pelengkap (complementation scheme). Kerjasama ekonomi ASEAN yang pertama meliputi 4 macam kerjasama :

33 Ibid 34 Ibid 35

(5)

1. kerjasama dalam bidang komoditi dasar terutama pangan dan energi;

2. kerjasama untuk mendirikan proyek industri skala besar ASEAN (large-scale ASEAN industrial project);

3. kerjasama dalam liberalisasi perdagangan intra-regional;

4. melakukan pendekatan bersama atas masalah komoditi internasional dan masalah-masalah ekonomi dunia lainnya.36

Bentuk perjanjian kerjasama pertama ASEAN di bidang ekonomi adalah Preferential Trading Arrangements (selanjutnya disebut PTA). PTA ditandatangani pada tahun 1977. Tujuannya untuk mendorong adanya kerjasama regional yang leboh dekat melalui perluasan perdagangan intra regional. PTA dirancang untuk meningkatkan perdagangan intra-ASEAN melalui pemberian preferensi tariff. Dengan cara ini maka akan ada penurunan hambatan perdagangan pada sejumlah produk yang terpilih.

Hambatan yang dihadapi oleh PTA adalah karena pertukaran preferensi tariff dilakukan dengan negosiasi dengan negara anggota yang lain atau dengan cara ditawarkan secara sepihak dan dilakukan berdasarkan pendekatan produk per produk (product by product approach). Sehingga memakan waktu yang lama dan karena harus dinegosiasikan satu per satu produk tersebut.37

Hasil dari PTA adalah jumlah produk yang benar-benar diberikan margins of preference (MOP) sangat sedikit jumlahnya hanya 2,6 % dari jumlah produk total

36Ibid, h.192 37

(6)

yang ditawarkan. Disamping produk yang ditawarkan adalah produk yang tidak penting, ada sejumlah produk yang ditawarkan merupakan produk negara-negara ASEAN sebagai penghasil, seperti misalnya kayu dan karet. Beberapa produk yang diperdagangkan sudah mempunyai tariff nol. Yang paling ironis adalah masing-masing negara anggota ASEAN mengeluarkan sejumlah besar produk dari skema perjanjian PTA untuk melindungi industri domestik mereka.38

Perkembangan kerjasama ekonomi ASEAN sangat lamban karena alasan utamanya adalah masing-masing negara mempunyai philosophi dan strategi yang berbeda, seperti singapura yang memiliki strategi dagang yang liberal berorientasi pada liberalisasi perdagangan yang berorientasi keluar (liberal outward oriented), sedangkan Indonesia dan Phillipina merupakan negara yang sangat protektif terhadap industri domestik yang memproduksi barang impor. Akibatnya PTA tetap hanya merupakan liberalisasi perdagangan yang parsial, yang terbatas pada produk-produk tertentu yang sudah ditentukan dan hanya menghasilkan perluasan pedagangan yang terbatas.39

ASEAN didirikan pada saat ancaman komunis demikian mencekam terhadap pemerintahan yang ada pada waktu itu. Keinginan untuk membasmi ideologi komunis dijalankan oleh negara-negara ASEAN secara bersama-sama. Sehingga alasan utama terbentuknya ASEAN adalah untuk memelihara perdamaian di kawasan ASEAN. ASEAN dibentuk sebagai forum netral tidak memihak blok manapun sehingga para pemimpin negara-negara anggota ASEAN dapat

38Ibid, h.193 39

(7)

membicarakan dan mendiskusikan perbedaan-perbedaan yang ada. Setelah berjalannya waktu, ASEAN meningkatkan dan memperluas lingkup kerjasama tersebut.40

Tujuan kerjasama ASEAN pada awal tahun berdirinya bentuknya sederhana dan sifatnya simbolik saja. Bentuk kerjasama itu tetap demikian sampai yahun 1992 ketika disetujuinya ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA merupakan bentuk awal kesepakatan negara-negara ASEAN dalam mengintegrasikan ekonomi kawasan dan merupaan langkah progresif dari ASEAN.41

ASEAN menyepakati AFTA didasarkan pada suatu motif atau dorongan kuat yaitu kesadaran negara-negara ASEAN bahwa kawasan Asia Tenggara telah dipinggirkan (being marginalized) atau paling tidak ASEAN pada waktu itu merasa terpinggirkan dengan dibentuknya organisasi regional di belahan dunia yang lain, misalnya di Eropa telah terbentuk European Union (EU).42 Pada tahun 1992 EU mendeklarasikan pembentukan pasar tunggal Eropa (European Single Market) yang dilaksanakan pada awal 1993 merupakan tahapan penting bagi integrasi ekonomi EU pada waktu itu. Sedangkan di Amerika terbentuk North American Free Trade Agreement (NAFTA) yang anggotanya terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, dan Mexico. Dengan terbentuknya dua organisasi regional tersebut maka dikuatirkan sebagian besar porsi perdagangan dan investasi dunia akan mengalir ke Amerika utara dan Eropa barat. Selanjutnya investor dan perusahaan asing akan tidak tertarik lagi untuk menginvestasikan modalnya di

40

Ibid, h.195 41Ibid 42

(8)

Asia Tenggara. Atas dasar tersebut maka negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk mewujudkan suatu kawasan perdagangan bebas di kawasan dengan membentuk AFTA dalam jangka waktu 15 tahun. Pada waktu itu inti dari kesepakatan AFTA adalah meningkatkan daya saing negara-negara ASEAN (competitives of ASEAN members) di perdagangan dunia, daripada peningkatan perdagangan intra ASEAN. Pada waktu itu 80 % produk ekspor ASEAN diperdagangkan di 3 pasar utama dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang dan sisanya dijual ke Hongkong, Taiwan, dan Korea.43

Setelah adanya AFTA, meskipun perdagangan intra ASEAN masih berkisar antara 20-25%, namun tingkat pertumbuhan perdagangan ASEAN secara keseluruhan meningkat mencapai 20-30% per tahun. Kawasan ASEAN merupakan kawasan ekonomi terbuka yang pertumbuhannya tergantung pada pasar global bukan pasar regional. Sehingga dengan adanya AFTA maka kawasan ASEAN menjadi kawasan yang menarik bagi investor asing dan produksi dunia.44

Terbentuknya AFTA merupakan keberhasilan yang dimiliki oleh ASEAN karena itu ASEAN kemudian ingin meningkatkan kerjasama ekonomi tersebut. Mengalirnya investasi asing (foreign direct investment/FDI) ke kawasan ASEAN dengan banyaknya perusahaan multinational yang beroperasi di kawasan membutuhkan penyalur barang (supplier) yang juga harus ada di kawasan sehingga terjadi efisiensi biaya produksi. Pasar ASEAN yang sudah terbuka dan menyatu dengan pasar global ditambah dengan tersedianya barang-barang

43Ibid, h.197 44

(9)

produksi yang dihasilkan oleh supplier dari negara-negara ASEAN maka akan sangat membantu negara-negara anggota ASEAN untuk semakin menarik investor asing masuk ke kawasan. Hal inilah yang menjadi dasar pembentukan AEC (semula tahun 2020, sejak KTT 2008 di Thailand diubah menjadi 2015).45

AEC akan menjadikan ASEAN basis produksi untuk melayani perusahaan-perusahaan dunia yang melakukan bisnis di ASEAN, dengan adanya AEC maka persaingan diantara negara-negara ASEAN akan tumbuh dengan baik sehingga akan memperbaiki iklim investasi dan mengurangi kesenjangan diantara negara-negara anggota. Dengan adanya perdagangan bebas atas barang, jasa, investasi, dan modal (free flow of goods, services, investment, and free flow of capital) pada tahun 2015 maka itu adalah tanda dimulainya AEC. Tujuan akhir AEC adalah menciptakan sebuah kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur, dan kompetitif.46

Lingkup kerjasama AEC meliputi peningkatan sumber daya manusia dan kapasitas building, pengakuan kualifikasi profesi, konsultasi yang lebih intens tentang ekonomi makro dan kebijakan keuangan, kebijakan-kebijakan finansial perdagangan, pengembangan infrastruktur dan koneksitas komunikasi, pengembangan dan pemanfaatan e-ASEAN, pengintegrasian kalangan industri untuk meningkatkan sumber daya kawasan, dan mendorong peran sektor swasta dalam pembentukan AEC. Pada intinya, dengan pembentukan AEC ini akan mengubah kawasan ASEAN sebagai kawasan dengan karakter „a region with free

45Ibid, h.200 46

(10)

movement of goods, services, investment, skilled labour, and free flow of capital‟. Karakteristik kawasan AEC adalah : Pasar tunggal dan basis produksi, Kawasan kompetitif tinggi, Kawasan dengan perkembangan ekonomi yang tinggi, Kawasan yang terintegrasi dalam pasar global.

2.2 Competition Authorities di masing-masing negara anggota ASEAN

Peraturan mengenai Hukum Persaingan Usaha adalah hal yang baru untuk negara-negara di ASEAN. Setelah adanya krisis keuangan pada tahun 1997/1998, dua anggota ASEAN yaitu Indonesia dan Thailand membentuk Hukum Persaingan Usaha mereka tepatnya pada tahun 1999. Setelah itu 3 negara lain anggota ASEAN juga membuat peraturan pelaksana Hukum Persaingan Usaha di negara mereka.

Berikut ini adalah tabel daftar negara-negara ASEAN mengenai Hukum Persaingan Usaha dan Competition Authorities yang ada :

Negara Implementasi Tahun Rincian

Brunei Tidak - Sector provisions – Telecommunications Order 2001 National competition law expected by 2015

Cambodia Tidak - Draft law under consideration – Council of Ministers in 2012

Indonesia Ya 1999 Law No. 5 of 1999

Agency : Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU, Commisions for Supervision of Bussiness Competition)

(11)

not enforced

Agency – Trade Competition Commision Ministry Malaysia Ya 2010 Competition Act 2010

Agency : Malaysia Competition Commision (MyCC) Philippines Tidak - Competition related provisions in the 1987

Constitution, Revides Penal Code and New Civil Code. Agency : Office for Competition (DOJ) established in June 2011. Draft legislations under

Singapore Ya 2005 Competition Act

Agency : Competition Commisions of Singapore (CCS)

Thailand Ya 1999 Trade Competition Act B.E.2542 (1999) Agency : Trade Competition Commisions Vietnam Ya 2005 Competition Law No.27/2004/QH11

Agencies : Viet Nam Competition Authority (investigation) and Viet Nam Competition Council (adjudication)

Sumber : ASEAN Regional Coorperation on Competition Policy, Casey Lee (University of

Wollongong Australia)

(12)

perilaku anti-kompetitif, pada tingkat sektoral atas dasar undang-undang persaingan terkait dalam lingkup mereka. Meskipun dengan adanya perkembangan ini, Filipina tidak dihitung memiliki hukum persaingan nasional yang komprehensif – karena dua draf peraturan yang berbeda saat ini masih dipertimbangkan di parlemen negara itu. Sedangkan dua negara, Brunei dan Myanmar belum menyusun undang-undang persaingan mereka.47

2.1.1 Indonesia

Indonesia telah memiliki ketentuan yang mengatur mengenai hukum persaingan sejak tahun 1999. Latar belakang penyusunan undang-undang ini adalah perjanjian yang dilakukan antara Dana Moneter Internasional (IMF) dengan pemerintah Republik Indonesia, pada tanggal 15 januari 1998. Pada perjanjian itu, IMF menyetujui pemberian dana bantuan keuangan kepada Indonesia sebesar US$ 43 miliar yang bertujuan untuk mengatasi krisis ekonomi, tetapi dengan syarat Indonesia melaksanakan reformasi ekonomi dan hukum ekonomi tertentu. Hal ini menyebabkan diperlukannya undang-undang antimonopoli. Disamping itu adanya konglomerat pelaku usaha yang dikuasai oleh keluarga dan partai tertentu, hal tersebut menyingkirkan pelaku usaha kecil dan menengah melalui praktek usaha yang tidak sehat serta berusaha untuk

47

(13)

mempengaruhi semaksimal mungkin penyusunan undang-undang serta pasar keuangan.48

Setelah ada inisiatif DPR disusun RUU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. RUU tersebut akhirnya disetujui dalam Sidang Paripurna DPR pada tanggal 18 Februari 1989, dalam hal ini pemerintah diwakili oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rahardi Ramelan. UU larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ditandatangani oleh Presiden B.J. Habibie dan diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999 serta baru berlaku satu tahun setelah diundangkan.49

Tujuan dari UU No. 5 tahun 1999 diatur dalam Pasal 3 adalah untuk :

a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;

b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil;

c. mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha, dan

d. terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam pelaku usaha

UU ini diterapkan kepada siapa saja orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan usaha, menurut Pasal 1(5) “Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,

menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.”

48

Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, ROV Creative Media, Jakarta 2009, h. 12

49

(14)

Hal-hal yang dilarang menurut undang-undang ini adalah perjanjian antikompetisi (diskriminasi harga (pasal 6), kartel (pasal 11), trust (pasal 12), jual rugi (pasal 20), penetapan harga (pasal 5)), aktivitas antikompetisi, penyalahgunaan posisi dominan, merger dan akuisisi.

Untuk mengawasi pelaksanaan UU No.5 tahun 1999 dibentuk suatu komisi. Pembentukan ini didasarkan Pasal 34 UU No.5 tahun 1999 yang menginstruksikan bahwa pembentukan susunan organisasi, tugas, dan fungsi komisi ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan Keppres No.75 tahun 1999 dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU.50

KPPU merupakan lembaga negara komplementer (state auxiliary organ) yang mempunyai wewenang berdasarkan UU No.5 tahun 1999 untuk melakukan penegakan hukum persaingan usaha. Secara seederhana state auxiliary organ adalah lembaga negara yang dibentuk diluar konstitusi dan merupakan lembaga yang membantu pelaksanaan tugas lembaga negara pokok (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif).51

KPPU merupakan organ khusus yang mempunyai tugas ganda selain menciptakan ketertiban dalam persaingan usaha juga berperan untuk menciptakan dan memelihara iklim persaingan usaha yang kondusif. Meskipun KPPU mempunyai fungsi penegakan hukum khususnya Hukum Persaingan Usaha,

50 Ibid, h. 311

51

(15)

namun KPPU bukanlah lembaga peradilan khusus persaingan usaha. Dengan demikian KPPU tidak berwenang menjatuhkan sanksi baik pidana maupun perdata. Kedudukan KPPU lebih merupakan lembaga administratif karena kewenangan yang melekat padanya adalah kewenangan administratif, sehingga sanksi yang dijatuhkan merupakan sanksi administratif.52

Selain KPPU ada lembaga lain yang juga berwenang menangani perkara monopoli dan persaingan usaha. Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung juga diberi kewenangan untuk menyelesaikan masalah tersebut. PN diberi kewenangan untuk menangani keberatan terhadap putusan KPPU dan menangani pelanggaran hukum persaingan yang menjadi perkara pidana karena tidak dijalankannya putusan KPPU yang sudah in kracht. MA diberi kewenangan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran hukum persaingan apabila terjadi kasasi terhadap keputusan PN tersebut.53

Menurut Pasal 35 UU No.5 tahun 1999, tugas KPPU terdiri dari :

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya prakter monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat 2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku

usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat

3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha

4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36

52 Ibid, h.313

53

(16)

5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No.5 tahun 1999

7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan DPR.

Dalam menjalankan tugasnya tersebut, Pasal 36 UU No.5 tahun 1999 memberi kewenangan KPPU untuk :

a. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

b. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

c. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha yang ditemukan komisi sebagai hasil penelitiannya

d. Menimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat e. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap ketentuan UU No.5 tahun 1999

f. Memanggil dan menghasilkan saksi, saksi ahli, dan setiap oran.g yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;

g. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi akhli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi.

h. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;

i. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;

j. Memutuskan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;

k. Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; l. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha

(17)

Jadi, KPPU berwenang untuk melakukan penelitian dan penyelidikan dan akhirnya memutuskan bahwa apakah pelaku usaha tertentu telah melanggar UU No.5/1999 atau tidak. Pelaku usaha yang merasa keberatan terhadap Putusan KPPU tersebut diberikan kesempatan selama 14 hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri.

2.2.2 Thailand

Negara Thailand telah memiliki peraturan mengenai hukum persaingan sejak tahun 1999. Undang-undang tersebut adalah Trade Competition Act B.E. 2542

(the “Act”), peraturan ini mengatur tentang posisi dominan dan hal-hal yang tidak

adil dalam praktek bisnis.

The Act tidak membedakan antara pelaku usaha perseorangan dan perusahaan, dalam Section 3 dijelaskan bahwa pelaku usaha didefinisikan sebagai distributor, produsen untuk distributor, pemesan atau importir ke dalam suatu distributor besar atau pembeli untuk produksi dan redistribusi barang atau penyedia layanan dalam perjalanan bisnis. Tetapi dalam section 4 ada beberapa kategori yang dikecualikan dari penerapan undang-undang ini.54

Dalam Chapter III Section 25-34 menjelaskan bahwa kegiatan yang dilarang dalam undang-undang ini adalah kegiatan anti kompetisi (perjanjian anti

54

(18)

kompetisi, penyalahgunaan posisi dominan, dan merger) dan perdagangan yang tidak adil.55

Lembaga yang memiliki kewenangan pelaksanaan the Act adalah Trade Competition Commission (TCC), menurut Chapter II the Act lembaga ini didirikan oleh the Departement of Internal Trade dengan perstujuan Ministry of Commerce. Tugasnya adalah menerapkan dan melaksanakan the Act dan memberikan rekomendasi kepada Ministry of Commerce pada isi peraturan Menteri berdasarkan the Act.56

2.2.3 Singapore

Singapore telah memiliki peraturan mengenai hukum persaingan sejak 2005 yaitu Competition Act berdasarkan Chapter 50B of Singapore Statutes, dan bersama-sama dengan itu juga menerapkan :

a. Competition Regulations;

b. Competition (Notification) Regulations;

c. Competition (Transitional Provisions for the Section 34 Prohibition) Regulations

d. Competition (Fees) Regulations;

e. Competition (Competition of Offences) Regulations; f. Competition (Appeals) Regulation;

g. Competition (Financial Penalties) order 2007; and

55 Ibid 56

(19)

h. Competition (Financial Penalties) (Amandement) Order 2010

Peraturan ini diterapkan kepada pelaku usaha, baik badan hukum maukun orang perseorangan (termasuk pedagang tunggal, perusahaan bisnis, firma, perseroan, masyarakat, koperasi, kamar dagang, asosiasi perdagangan, atau pun organisasi yang tidak mencari keuntungan) yang mampu mempengaruhi keadaan ekonomi, tanpa memandang status hukumnya dan bagaimana ia dibiayai (Sections 2 and 33 of the Acts and CCS Guidelines on the Major Provisions,

Part III of the Act mengatur mengenai hal-hal apa saja yang dilarang yaitu : a.perjanjian anti kompetisi yang meliputi keputusan asosiasi dan praktek bersama (

Section 34 of the Act);

b.penyalahgunaan posisi dominan (Section 47 of the Act); and

c.merger dan akuisisi yang dapat mengurangi persaingan (Section 54 of the Act).

Dalam hal pelaksanaan peraturan diawasi oleh Competition Commision of Singapore (CCS). CCS adalah sebuah lembaga independen yang dibawahi oleh Menteri Industri dan Perdagangan. Tugasnya menyelidiki dan menuntut praktek anti kompetisi, mempromosikan persaingan yang sehat untuk para pelaku usaha, dan memberikan saran-saran terhadap pemerintah mengenai masalah-masalah hukum persaingan yang sedang terjadi (Section 6 of the Act).57

2.2.4 Vietnam

57

(20)

Negara ini membentuk peraturan mengenai hukum persaingan sejak tahun 2005, yaitu Competition Law No. 27/2004/QH11 (the “Law”) dan menerapkan 6 pedoman (5 putusan dan 1 surat edaran), berikut ini adalah ketentuan terkait :

1. Decree No. 116/2005/ND-CP of 15 September 2005, yang mengatur tentang ketentuan untuk menerapkan sejumlah artikel tentang hukum;

2. Decree No. 120/2005/ND-CP of 30 September 2005, tentang tindakan administratif di bidang persaingan;

3. Decree No.110/2005/ND-CP of 24 August 2005 tentang manajemen penjualan multilevel barang;

4. Decree No. 06/2006/ND-CP of 9 January 2006 tentang fungsi, tugas, struktur, kekuasaan, dan struktur organisasi departemen asministrasi kompetisi;

5. Decree No.05/2006/ND-CP of 6 January 2006 tentang fungsi, tugas, kekuasaan, dan struktur organisasi VCC;

6. Cicular No. 19/2005/TT-BTM of 8 November 2005 tentang pedoman pelaksanaan sejumlah ketentuan yang diatur dalam Decree No. 110/2005/ND-CP.

(21)

sektor, sama halnya dengan perusahaan asing, dan asosiasi profesional yang mengoperasikan usahanya di Vietnam.58

Kegiatan yang dilarang menurut undang-undang ini adalah :

1. Tindakan membatasi kompetisi (Chapter II), termasuk perjanjian, penyalahgunaan posisi dominan, dan konsentrasi ekonomi yang mendistorsi atau menahan kompetisi antar pelaku usaha di pasar; dan

2. Tindakan persaingan usaha yang tidak adil (Chapter III), diartikan sebagai praktek bisnis, yang bertentangan dengan standar umum etika bisnis dan menyebabkan kerusakan aktual atau potensial untuk kepentingan negara, hak-hak hukum dan kepentingan perusahaan lain atau konsumen.

Dalam hal kewenangan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang ini menurut Chapter IV of the Law, ada dua lembaga yang berwenang yaitu : the Viet Nam Competition Authority (VCA) dan the Viet Nam Competition Council (VCC).59

The VCA (Article 49 of the Law), didirikan dibawah Ministry of Industry and Trade (MoIT), bertanggungjawab dalam hal menyelidiki tindakan pembatasan kompetisi, penerapan untuk pengecuali60an perjanjian dan merger, dan praktek kompetisi yang tidak adil.

58 Ibid, h. 103

59 Ibid 60

(22)

The VCC (Article 53 of the Law), didirikan oleh Pemerintahan, bertanggungjawab mengadili kasus tindakan pembatasan persaingan. Dalam hal kompetisi, the VCC menetapkan dewan yang menangani kasus persaingan, terdiri dari setidaknya 5 anggota VCC.61

The VCA mengadili kasus mengenai persaingan yang tidak adil dan memutuskan apakah merger yang dilakukan termasuk dalam kategori dilarang. Dalam semua kasus, the VCA akan mengajukan laporan masing-masing kepada the VCC (yang menentukan kasus pembatasan kompetisi),62 kepada the MoIT (yang menentukan pengecualian untuk perjanjian pembatasan persaingan dan konsentrasi ekonomi antara pihak dalam bahaya atau pembubaran atau kebangkrutan) atau kepada Perdana Menteri (yang menentukan pengecualian untuk konsentrasi ekonomi yang mungkin memiliki efek memperluas ekspor atau berkontribusi terhadap pembangunan sosio ekonomi, teknis, dan perkembangan teknologi).63

2.2.5 Malaysia

Malaysia baru saja mensahkan undang-undang mengenai hukum persaingan secara lengkap yaitu Competition Act 2010, dan Competition Commision Act 2010 sebagai pengawas pelaksanaan hukum persaingan.

Ketentuan mengenai hukum persaingan ini berlaku untuk pelaku usaha yang merupakan suatu kesatuan dan melakukan kegiatan komersial berkaitan dengan

61 Ibid 62 Ibid 63

(23)

barang dan jasa, baik diluar maupun dalam negeri, yang mempengaruhi persaingan di pasar malaysia.64

The Competition Act 2010 melarang perjanjian yang memiliki objek atau pengaruh yang signifikan untuk mencegah, membatasi, atau mengubah kompetisi dan penyalahgunaan posisi dominan.65

Ada dua badan pengawas di Malaysia yaitu Competition Commision 2010 dan Competition Commision of Malaysia, namun Competition Commision of Malaysia baru aktif Januari 2012. Jadi kedudukan badan ini menggantikan yang lama yaitu Competition Commision 2010. Tugas dan wewenangnya sama yaitu untuk mengawasi persaingan usaha di Malaysia. 66

Competition Commision 2010 tidak diatur secara langsung didalam Competition Act 2010. Tetapi diatur dalam peraturan lain yaitu Communications and Multimedia Act 1998 Part IV Chapter 2 yaitu mengenai posisi dominan dan berkurangnya substansial persaingan. Peraturan lain yang juga mengatur tentang adanya Competition Commision 2010 adalah Energy Commision Act 2001, the Electricity Supply Act 1990, dan the Gas Supply Act 1993 yang didefinisikan menjadi “Energy Acts”.67

64 Ibid, h. 42

65 Ibid 66 Ibid 67

(24)

Sedangkan di dalam Competition Act 2010 yang diatur mengenai pengawas pelaksananya adalah Competition Commision of Malaysia namun baru dibentuk dan aktif melaksanakan tugasnya 2 tahun setelahnya yaitu pada tahun 2012.

2.2.6 Myanmar

Myanmar adalah salah satu negara di ASEAN yang belum memiliki peraturan mengenai hukum persaingan di negaranya. Berdasarkan The new Constitution Article 36b “protect and prevent acts that injure public interests through monopolization or manipulation of prices by an individual or group with intent endanger fair competition in economic activities”, maksudnya Myanmar seharusnya melindungi dan mencegah tindakan apa pun yang akan merugikan/melukai kepentingan publik yaitu monopoli dan manipulasi harga dari seseorang atau badan dengan maksud membahayakan persaingan yang sehat dalam aktivitas ekonomi.68

Myanmar akan mengadopsi peraturan mengenai hukum persaingan pada tahun 2015, belum ada kewenangan untuk siapa pun dalam melaksanakan peraturan mengenai hukum persaingan.

2.2.7 Phillipines

Peraturan yang mengatur secara khusus mengenai hukum persaingan belum ada. Namun, ada beberapa peraturan terkait yang dapat digunakan sebagai acuan :

68

(25)

1. 1987 Constiution, Article XII, Sections 1, 6, 11, 19, and 22

2. The Revised Penal Code (Act No.3815), Article 186 (further amanded by the Republic Act (R.A.) No. 1956), further intergrated by the Section 1, Paragraph d (5) of Republic Act No. 7080, which defines and penalize the crime of plunder; and

3. The New Civil Code (R.A. No.386), Article 28, and Act No.3427 (“The Act

to Prohibit Monopolies and Combinations in Restraint of Trade”), Section 6,

on the recovery of damages.

Dalam hal hukum dan undang-undang yang lebih spesifik mengenai hukum persaingan, seperti Price Act (R.A. No.7581), Section 5; the Cooperative Code (R.A. 6938), Article 8; and the Downstream Oil Industry Deregulation Act of 1988 (R.A. No.8479), Rule III, Section 9 and Rule IV, Section 15, The Coorporation Code (Act No.68) provides merger control.69

Penal Code tersebut ditujukan untuk setiap orang yang berada di dalam maupun luar Phillipines. Baik dalam ketentuan sipil maupun administrasi, baik orang maupun badan hukum.

Kebijakan ini akan menangani mengenai segala praktek anti kompetisi baik multilateral maupun unilateral. Tidak ada pasal yang mengatur mengenai siapa

69Public Outreach and Civil Society Division, “Handbook on Competition Policy and

(26)

yang berwenang dalam pengawasan namun berdasarkan Penal Code ketentuan-ketentuan terkait akan ditegakkan oleh Jaksa.70

2.2.8 Lao PDR

Laos memiliki undang-undang mengenai persaingan usaha yaitu Decree 15/PMO (4/2/2004) atau bisa juga disebut the “Decree”. The Decree berlaku

untuk penjualan barang dan jasa dalam aktifitas usaha oleh pelaku usaha. Pelaku usaha disini diartikan sebagai orang yang menjual barang, membeli untuk diproses kembali, menjual atau membeli barang untuk dijual kembali atau untuk pelayanan. “a person who sells goods, buys goods for further processing and

sale or buys goods for resale or is service provider”(Article 2 of the Decree). Dalam pasal tersebut tidak dibedakan antara nasional dan asing.71

The Decree melarang adanya monopoli dalam kegiatan usaha antara lain : merger dan akuisisi, menyisihkan pelaku usaha lain, kolusi, kartel dengan pengusaha asing.72

Rencana untuk mengganti the Decree dan mengadopsi peraturan baru mengenai hukum persaingan telah ada, namun hingga saat ini masih dibicarakan oleh Menteri Industri dan Perdagangan.

Pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang ini berdasarkan the Decree Article 5 dilakukan oleh Trade Competition Commision (TCC) dengan Menteri

70 Ibid, h.59

71Ibid

, h. 35 72

(27)

Industri dan Perdagangan, dan diketuai oleh Menteri Industri dan Perdagangan. Tetapi TCC belum ditetapkan anggotanya.73

2.2.9 Kamboja

Pada dasarnya tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai hukum persaingan secara khusus di Kamboja, namun sudah ada rancangan undang-undang yang masih disusun. Rancangan undang-undang tersebut diramalkan akan diberlakukan untuk segala aktifitas yang terkait dengan produksi dan distribusi barang, dan ketentuan mengenai jasa, baik dari perusahaan milik privat (swasta) atau publik, baik orang atau badan hukum. Namun hukum tersebut tidak akan berlaku terhadap beberapa sektor seperti : energi, telekomunikasi, audiovisual, bank, asuransi, dan agrikultur.

Rancangan undang-undang ini nantinya akan menangani masalah perjanjian antikompetisi (kartel), penyalahgunaan posisi dominan dan pemusatan kontrol perusahaan (merger dan akuisisi).74

Berdasarkan rancangan undang-undang, Dewan Nasional untuk Kompetisi akan ditunjuk. Dewan tersebut akan memiliki kewenangan untuk mengenakan denda, mengambil tindakan sementara, dan membatalkan perjanjian antikompetsi. Dewan ini akan mendapatkan saran-saran dari parlemen, pemerintah, dan organisasi profesional yang berkaitan dengan isu kompetisi.75

73 Ibid, h. 36

74 Ibid, h.19 75

(28)

2.2.10 Brunei Darussalam

Brunei Darussalam tidak mempunyai peraturan yang mengatur kompetisi secara umum. Dalam hal ini ketentuan mengenai hukum persaingan telah diimplementasikan dalam sektor telekomunikasi dibawah kewenangan Authority for Info-communications Technology Industry of Brunei Darussalam Order 2001 (The AITI Order) dan The Telecommunications Order 2001 (The Telecommunications Order).

Ketentuan tersebut untuk siapa saja yang memiliki ijin jasa dan/atau infrastruktur di industri telekomunikasi. Peraturan ini berlaku untuk kegiatan apa saja yang menggunakan teknologi telekomunikasi untuk mempromosikan usahanya, tugas The AITI Order adalah untuk mengatur segala sesuatunya agar berjalan secara adil dan efisien antar pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan

komersial sesuai dengan The AITI order “to promote and maintain fair and

efficient market conduct and effective competition between persons engaged in commercial activities, connected with telecommunication technology in Brunei Darussalam” (section 6(1)(c))76 Selanjutnya, dibawah the Telecommunications Order the AITI adalah pihak yang akan memberikan arahan untuk izin telekomunikasi antar satu dan yang lain untuk memastikan tingkah laku pasar agar efisien dan adil (section 27(1)(c)).77

76Ibid

, h.14 77

(29)

Competition Authorities di Brunei Darussalam tidak diatur secara spesifik sejak tidak adanya juga peraturan mengenai hukum persaingan secara spesifik. Tetapi ada sektor yang mengawasi pelaksanaan kompetisi yaitu The AITI of Brunei Darussalam yang bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan kompetisi terkait dibawah The AITI Order dan The Telecommunication Order.

The AITI memberikan arahan untuk telekomunikasi dan izin untuk memastikan keadilan dan efisiensi tingkah laku pasar tetapi the AITI tidak mengatur mengenai perjanjian dan posisi dominan, tetapi the AITI memiliki beberapa kondisi yang tidak boleh dilanggar jika ingin mendapatkan izin pelaksanaan telekomunikasi : (Section 5 (1), part 2 of Telecommunications Order)78

1. Unfair Competitive Practices : Praktek persaingan yang tidak sehat

2. Undue Preference and Undue Discrimination : Preferensi yang tidak semestinya dan Diskriminasi yang tidak semestinya

3. Anti-Competitive Arrangements : Pengaturan anti kompetitif 4. Exclusive Arrangements : Pengaturan eksklusif

5. Contracts with Third Party : Kontrak dengan pihak ketiga

6. Agreements that Restrict Competition Perjanjian yang membatasi kompetisi

7. Pricing Abuse : Penyalahgunaan harga 8. Predatory Network Alteration

78

(30)

Referensi

Dokumen terkait

b. harga penawaran terkoreksi yang melebihi nilai total.. HPS, dinyatakan gugur. Apabila tidak ada penyedia yang lulus dalam evaluasi harga, Pejabat Pengadaan

Dengan VB.NET gambar, teks, dan suara dapat dipadukan ke dalam perangkat komputer untuk kemudian diproses dan diolah sehingga menjadi suatu bentuk informasi yang ditampilkan

Hal ini dapat dilihat dari ucapannya, “Barangsiapa yang mencintai sesuatu tanpa ada kaitannya dengan mahabbah kepada Tuhan adalah suatu kebodohan dan kesalahan

dipilih oleh pihak ketiga yang bertikai, tetapi bisa juga mediator menawarkan diri. Mediator harus dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bertikai. Ketiga,

Untuk pengujian koreksi kontinuitas Cochran-Armitage digunakan nilai selisih pada data AKA tahun ini dengan tahun sebelumnya, dengan nilai koreksi kontinuitas sebesar

Studi Tentang Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Aktifitas Fisik saat Puasa dan Tidak Puasa pada Mahasiswa Putri Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian

Berani mengambil resiko merupakan sikap yang harus dimiliki setiap wirausahawan, karena usaha mereka akan dihadapkan pada berbagai tantangan serta

Hasil penulisan tugas akhir ini menunjukkan bahwa (1) sebelum memberikan kredit kepada calon debitur, terlebih dahulu dilakukan analisa kredit menggunakan prinsip 5 C