• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Finansial Kelapa Sawit Rakyat(Studi Kasus : Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kelayakan Finansial Kelapa Sawit Rakyat(Studi Kasus : Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

KELAPA SAWIT RAKYAT

(Studi Kasus : Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau)

SKRIPSI

MARIA NORA MONICA 090304049

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

KELAPA SAWIT RAKYAT

(

Studi Kasus : Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir,

Provinsi Riau)

SKRIPSI

MARIA NORA MONICA 090304049

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh, Komisi pembimbing

Ketua

(Ir. M. Mozart B. Darus, M.Sc) NIP : 196210051987031005

Anggota

(Ir. Luhut Sihombing, MP) NIP : 196510081992031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

MARIA NORA MONICA (090304049/AGRIBISNIS) dengan judul penelitian

“ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT”. Studi kasus Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. M. Mozart B. Darus, M.Sc. dan Bapak Ir.Luhut Sihombing, MP.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit rakyat, untuk mengidentifikasi tingkat pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun, dan untuk menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakyat di Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Metode analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit rakyat adalah dengan rumus TC=FC+VC, untuk mengidentifikasi tingkat pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun adalah dengan rumus I=TR-TC, dan dan untuk menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakya adalah dengan analisis NPV, IRR, dan B/C. Metode penentuan sampel adalah metode accidental. Besarnya sampel penelitian adalah sebanyak 57 sampel. Metode pengumpulan data adalah dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Penelitian ini dilakukan pada bulan September tahun 2013.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian memiliki biaya rata-rata produksi per hektar selama setahun adalah Rp9.961.585, yang terbesar adalah biaya sarana produksi sebesar Rp 5.488.163, yang kedua ialah biaya tenaga kerja sebesar Rp4.316.511, dan yang terakhir biaya penyusutan hanya sebesar Rp 156.911. Rata-rata pendapatan petani sampel per hektar dalam setahun adalah Rp 8.849.569 dan Rata-rata pendapatan per petani selama setahun adalah sebesar Rp 122.908.612. Secara finansial, usaha Perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian dikatakan layak untuk diusahakan dengan nilai NPV 13.028.717, IRR sebesar 13,88%, dan B/C sebesar 2,82.

(4)

RIWAYAT HIDUP

MARIA NORA MONICA, lahir di Bagansiapi-api pada tanggal 23 Oktober

1991. Anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Bonifasius Sihotang,

Spd dan Ibu Betanita Sihombing, Spd.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1997 masuk Sekolah Dasar di SD Swasta Yosef Arnoldi Bagan Batu

dan tamat tahun 2003.

2. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Swasta Yosef

Arnoldi Bagan Batu dan tamat tahun 2006.

3. Tahun 2006 masuk Sekolah Menengah Atas di SMAN I Plus Matauli

Pandan dan tamat tahun 2009.

4. Tahun 2009 diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bulan Juli 2013 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Tanah Merah,

Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Bulan September 2013

melakukan penelitian skripsi di Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan

Hilir, Provinsi Riau.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan

yaitu menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

KELAPA SAWIT RAKYAT”. Studi kasus Kecamatan Bagan Sinembah,

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk dapat memenuhi sebagian dari

syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. M. Mozart B. Darus, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing

yang telah memberikan waktu untuk membimbing penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

2. Bapak Ir. Luhut sihombing, MP selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan waktu untuk membimbing penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS. selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis, Fakultas

(6)

5. Seluruh instansi dan responden yang terkait dengan penelitian ini yang telah

membantu penulisan dalam memperoleh data-data yang diperlukan.

6. Ayahanda Bonifasius Sihotang, S.Pd dan Ibunda Betanita Sihombing, S.Pd kakak tercinta Clara Gita Ramauli dan adik tercinta Yohannes Tulus Martinez

dan seluruh keluarga besar penulis atas dukungan, doa, serta materi yang

diberikan kepada penulis.

7. Teman-teman di Program Studi Agribisnis Stambuk 2009 yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dalam

penyusunannya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata Penulis

berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 6

Tujuan Penelitian ... 7

Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka ... 8

Landasan Teori ... 12

Kerangka Penelitian ... 18

Hipotesis Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 21

Metode Pengambilan Sampel ... 22

Metode Pengumpulan Data ... 23

Metode Analisis Data ... 23

Defenisi dan Batasan Operasional ... 26

Defenisi ... 26

(8)

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian ... 28

Luas dan Letak Geografis ... 28

Keadaan Penduduk ... 29

Penggunaan Lahan ... 30

Karakteristik Sampel ... 30

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik Budidaya Kelapa Sawit Rakyat ... 33

Biaya Produksi Kelapa Sawit Rakyat ... 36

Penerimaan Kelapa Sawit Rakyat ... 46

Pendapatan kelapa Sawit Rakyat ... 48

Analisis Kelayakan Finansial ... 49

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 51

Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Luas Areal Perkebunan seluruh Indonesia Menurut Status Pengusahan (Ha) 4

2. Luas, Produksi, dan Jumlah Petani Perkebunan Rakyat di Rokan Hilir 21

3. Distribusi Penduduk Kecamatan Bagan Sinembah Berdasarkan Agama 29

4. Distribusi Penduduk Kecamatan Bagan Sinembah Berdasarkan Pekerjaan 30

5. Karakteristik Petani dan Usahatani Sampel 31

6. Biaya Penyusutan Rata-Rata Menurut Umur Tanaman 37

7. Biaya Saprodi Rata-Rata Menurut Umur Tanaman 39

8. Biaya Tenaga Kerja Rata-Rata Menurut Umur Tanaman 42

9. Biaya Produksi Rata-Rata Menurut Umur Tanaman 44

10. Penerimaan Rata-Rata Menurut Umur Tanaman 47

11. Pendapatan Rata-Rata Per Ha Per Tahun 48

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Karakteristik Sampel

2. Jumlah Peralatan Sampel

3. Biaya Penyusutan

(12)

ABSTRAK

MARIA NORA MONICA (090304049/AGRIBISNIS) dengan judul penelitian

“ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT”. Studi kasus Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. M. Mozart B. Darus, M.Sc. dan Bapak Ir.Luhut Sihombing, MP.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit rakyat, untuk mengidentifikasi tingkat pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun, dan untuk menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakyat di Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Metode analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit rakyat adalah dengan rumus TC=FC+VC, untuk mengidentifikasi tingkat pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun adalah dengan rumus I=TR-TC, dan dan untuk menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakya adalah dengan analisis NPV, IRR, dan B/C. Metode penentuan sampel adalah metode accidental. Besarnya sampel penelitian adalah sebanyak 57 sampel. Metode pengumpulan data adalah dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Penelitian ini dilakukan pada bulan September tahun 2013.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian memiliki biaya rata-rata produksi per hektar selama setahun adalah Rp9.961.585, yang terbesar adalah biaya sarana produksi sebesar Rp 5.488.163, yang kedua ialah biaya tenaga kerja sebesar Rp4.316.511, dan yang terakhir biaya penyusutan hanya sebesar Rp 156.911. Rata-rata pendapatan petani sampel per hektar dalam setahun adalah Rp 8.849.569 dan Rata-rata pendapatan per petani selama setahun adalah sebesar Rp 122.908.612. Secara finansial, usaha Perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian dikatakan layak untuk diusahakan dengan nilai NPV 13.028.717, IRR sebesar 13,88%, dan B/C sebesar 2,82.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap

Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sekitar 14,72 persen pada

tahun 2011 atau merupakan urutan kedua setelah sektor industri pengolahan.

Pada waktu krisis ekonomi, sektor pertanian yang cukup kuat menghadapi

goncangan ekonomi dan ternyata dapat diandalkan dalam pemulihan

perekonomian nasional. Dalam sektor pertanian, salah satu subsektor yang cukup

besar potensinya adalah subsektor perkebunan. Meskipun kontribusi subsektor

perkebunan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 2,07

persen pada tahun 2011 atau merupakan urutan ketiga di sektor pertanian setelah

subsektor tanaman bahan makanan dan perikanan, akan tetapi subsektor ini

merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja, dan

penghasil devisa (Badan Pusat Statistik, 2011).

Pembangunan pertanian subsektor perkebunan memiliki arti penting, terutama di

negara berkembang yang selalu berupaya untuk memanfaatkan kekayaan sumber

daya alam secara lestari dan berkelanjutan. Subsektor perkebuan mendorong

pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat, penerimaan devisa negara, penyediaan lapangan kerja,

(14)

negeri, bahan baku industri dalam negeri, serta optimalisasi pengelolaan sumber

daya alam secara berkelanjutan (Anonimous, 2008).

Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan

sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

perkebunan cukup ramai permintaannya, baik di pasar dalam negeri maupun pasar

luar negeri. Selain itu, harga jual yang tinggi juga membuat tanaman perkebunan

menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang tidak sedikit. Saat ini puluhan

jenis komoditas perkebunan yang cukup potensial, antara lain karet, kakao, kelapa

sawit, kopi, tembakau, dan cengkeh (Anonimous, 2008).

Salah satu komoditi dari subsektor perkebunan yang mempunyai peran cukup

penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia adalah kelapa sawit. Kelapa

sawit merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia yang menghasilkan devisa

yang besar untuk negara sesudah minyak dan gas. Indonesia merupakan negara

produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar dunia (Badan Pusat Statistik, 2011).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) berasal dari Nigeria, Afrika Barat.

Namun, ada sebagian pendapat yang justru menyatakan bahwa kelapa sawit

berasal dari kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini dikarenakan lebih

banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan di

Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah

asalnya seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan, mampu

memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi. Indonesia adalah negara

dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia, yaitu sebesar 34,18 persen dari

(15)

produksi. Pencapaian produksi rata-rata kelapa sawit Indonesia tahun 2004-2008

tercatat sebesar 75,54 juta ton tandan buah segar (TBS) atau 40,26 persen dari

total produksi kelapa sawit dunia (Fauzi, 2012).

Dalam dasawarsa terakhir ini, kelapa sawit mengalami tren apresiasi yang positif

karena dinilai prospektif dalam mengoptimalkan pemanfaatan kekayaan alam

yang dimiliki, menghasilkan produk dengan daya saing yang tinggi, serta

memiliki nilai ekonomi yang strategis baik untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri maupun sebagai komoditas ekspor di pasar dunia. Tren ini mendorong

pertumbuhan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Pesatnya pertumbuhan

perkebunan kelapa sawit di Indonesia juga didorong oleh terus meningkatnya

permintaan minyak nabati dan lemak hewani dunia sebagai akibat pertumbuhan

penduduk dan peningkatan pendapatan domestik bruto. Peningkatan konsumsi

minyak nabati dan lemak hewani tersebut berdampak pada meningkatnya

permintaan minyak kelapa sawit (crude palm oil, CPO) yang pada akhirnya ikut

mendorong pertumbuhan areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia

(Pahan, 2007).

Perkembangan pesat perkebunan kelapa sawit dimulai pada akhir tahun 1980an,

ketika perkebunan besar swasta (PBS) mulai masuk ke sektor perkebunan dan

pengolahan minyak kelapa sawit dalam jumlah besar. Sebelumnya perkebunan

kelapa sawit didominasi oleh perkebunan milik negara (PBN). Sejalan dengan

harga crude palm oil yang terus meningkat, maka selain perkebunan besar swasta,

petani kecil pun mulai ikut menanam kelapa sawit. Semula kebun sawit milik

(16)

maupun milik negara sebagai inti, namun kemudian perkebunan rakyat (PR)

semakin berkembang di luar skema inti plasma.

Luas area perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama tujuh tahun terakhir

cenderung menunjukkan peningkatan yakni berkisar 1,92 – 9,05 persen per

tahunnya. Pada tahun 2006 lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia tercatat

seluas 6,28 juta hektar, meningkat menjadi 8,55 juta hektar pada tahun 2010. Pada

tahun 2011, luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar 2,64 persen

dari tahun 2010 menjadi 8,77 juta hektar dan ditahun 2012 meningkat sebesar

1,92 persen menjadi 8,94 juta hektar. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1 di bawah

ini.

Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Status Pengusahaan (Ha) Tahun 2006 – 2012

No. Status

Pengusahaan 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1 P. Rakyat 2.536.508 2.752.173 2.881.899 3.061.412 3.387.258 3.468.552 3.536.487

2 P. Besar Negara 692.204 685.087 626.666 651.216 658.492 675.823 668.957

3 P. Besar Swasta 3.056.248 3.416.656 3.825.142 4.236.761 4.503.078 4.629.319 4.717.989 Total / Jumlah 6.284.960 6.853.916 7.333.707 7.949.389 8.548.828 8.774.694 8.943.433 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar perkebunan kelapa sawit

pada tahun 2012 diusahakan oleh perkebunan besar swasta yakni 52,72 persen

atau 4,71 juta hektar, sementara perkebunan rakyat mengusahakan 39,54 persen

atau 3,53 juta hektar dan hanya 7,70 persen atau 0,69 juta hektar yang diusahakan

oleh perkebunan besar negara.

Selama periode tahun 2006 – 2012 areal perkebunan kelapa sawit Indonesia

(17)

Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,

Sulawesi Barat, Papua dan Papua Barat. Dari ke 22 provinsi tersebut, Provinsi

Riau merupakan provinsi dengan areal perkebunan kelapa sawit yang terluas di

Indonesia yakni 1,78 juta hektar pada tahun 2010 atau 20,82 persen dari total luas

areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan pada tahun 2011 luas kelapa sawit

di Provinsi Riau ialah sebesar 1,79 juta hektar (Badan Pusat Statistik, 2011).

Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa

sawit. Pengembangan perkebunan tidak hanya diarahkan pada sentra-sentra

produksi seperti Sumatera dan Kalimantan, tetapi daerah potensi pengembangan

seperti Sulawesi, Jawa, Papua terus dilakukan. Perkembangan luas areal

perkebunan kelapa sawit Indonesia pada empat dekade terakhir ini meningkat

cukup pesat, yaitu dari 133,30 ribu ha pada tahun 1970 menjadi 7,51 juta ha tahun

2009 atau meningkat rata-rata 11,12% per tahun. Jika dilihat dari status

pengusahaannya maka rata-rata pertumbuhan per tahun pasca krisis ekonomi di

Indonesia (antara tahun 1998 - 2009) yaitu Pekebunan Rakyat sebesar 11,83%,

Perkebunan Besar Negara 1,89%, dan Perkebunan Besar Swasta sebesar 8,34%

(Pusdatin Pertanian, 2010).

Luas perkebunan rakyat yang terus meningkat menunjukkan minat rakyat yang

terus meningkat untuk usaha ini. Namun, peningkatan ini tidak serta merta

didukung dengan kestabilan harga. Atas dasar inilah diperlukan perangkat ukuran

berupa kriteria investasi untuk memberikan verifikasi terkait dengan kelayakan

finansial usaha perkebunan kelapa sawit khususnya perkebunan kelapa sawit

(18)

in-tertentu; dan (2) Perhitungan besaran-besaran terkait dengan kriteria investasi

finansial untuk menunjukkan nilai kelayakan usaha.

Seperti halnya berbagai macam jenis usaha, para pelaku usaha perkebunan kelapa

sawit rakyat tentulah menginginkan agar usaha mereka dapat menguntungkan.

Kiranya dengan dengan dilakukannya analisis finansial untuk tanaman kelapa

sawit rakyat, para petani rakyat dapat melihat layak atau tidak usahatani yang

sedang dikelolanya serta dapat memberikan pencerahan bagi para pelaku

agribisnis perkebunan kelapa sawit rakyat untuk dapat membuat

perhitungan-perhitungan dalam mengelola usahanya sehingga hasil yang diperoleh bisa

optimal dan tentunya bisa memberikan keuntungan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang

didapat antara lain:

1) Berapa besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit rakyat

di daerah penelitian?

2) Berapa besar pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun di daerah

penelitian?

3) Bagaimana tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakyat di daerah

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengidentifikasi besar biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani

kelapa sawit rakyat di daerah penelitian.

2) Untuk mengidentifikasi tingkat pendapatan petani kelapa sawit rakyat per

tahun di daerah penelitian.

3) Untuk menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakyat di daerah

penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1) Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam

mengembangkan usahatani kelapa sawit rakyat.

2) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam

menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan usahatani kelapa sawit rakyat.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kelapa sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman multiguna. Tanaman ini mulai banyak

menggantikan posisi penanaman komoditas perkebunan lain, yaitu tanaman karet.

Tanaman sawit kini tersebar di berbagai daerah di Indonesia (Suwarto, 2010).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Nigeria, Afrika Barat.

Kelapa sawit merupakanan tanaman monokotil. Tanaman ini berakar serabut yang

berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah, respirasi tanaman dan sebagai

penyangga berdirinya tanaman. Batangnya tidak mempunyai kambium dan

umumnya tidak bercabang. batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan

diameter 20-75 cm. pada tanaman muda, batang tidak terlihat karena tertutup oleh

pelepah daun.

Daun kelapa sawit mirip daun kelapa, yaitu membentuk susunan daun majemuk,

bersirip genap, dan bertulang daun sejajar. Daun-daun ini membentuk pelepah

yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9m. Kelapa sawit merupakan tanaman

berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan betina terdapat dalam satu

tanaman serta masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga

jantan dihasilkan dengan siklus yang bergantian dengan bunga betina sehingga

(21)

dihasilkan setelah tanaman berumur 3,5 tahun dan diperlukan waktu 5-6 bulan

dari penyerbukan hingga buah matang dan siap dipanen (Fauzi, 2002).

Luasnya daerah-daerah Indonesia yang berpotensi untuk diusahakan menjadi areal

perkebunan mendukung pertumbuhan bisnis tanaman kelapa sawit di Indonesia.

Selain itu, faktor lain yang mendukung pertumbuhan tanaman perkebunan adalah

faktor agroklimat. Dari sisi agroklimat, tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada

ketinggian 100-1.700 m dpl, curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun, suhu 22-32 °C

dengan kelembapan 80-90 %, serta pH tanah 4,0-6,0 (Anonimous, 2008).

Dilihat dari pengusahaannya, perkebunan kelapa sawit Indonesia dibagi menjadi

tiga, yaitu Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara, dan Perkebunan Besar

Swasta. Perkebunan rakyat adalah perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh

rakyat memilki luas lahan yang terbatas, yaitu 1-10 ha. Dengan luas lahan

tersebut, tentunya menghasilkan produksi TBS yang terbatas pula sehingga

penjualannya sulit dilakukan apabila ingin menjualnya langsung ke prosesor /

industri pengolah (Fauzi, 2012).

2.1.2 Budidaya Kelapa Sawit

Dalam pelaksanaannya budidaya kelapa sawit dimulai dari pembukaan lahan.

Daerah yang akan dijadikan areal perkebunan perlu “dibuka” dahulu dengan cara

menebang pohon yang mengganggu serta membersihkan tunggul-tunggul,

sisa-sisa tanaman rumput, dan alang-alang. Pembersihan ini dilakukan agar sisa-sisa-sisa-sisa

tanaman tidak menjadi sarang hama penyakit yang dapat mengganggu nantinya

(22)

Setelah atau pun beriringan dengan pembukaan lahan dilakukan upaya pengadaan

bibit. Ada tiga cara pengadaan bibit kelapa sawit di Indonesia. Pertama, membeli

benih dan bibit liar. Kedua, membeli biji dari produsen resmi lalu

mengecambahkannya sendiri. Ketiga, membeli bibit hasil kultur jaringan.

Setelah pengadaan bibit telah dilakukan dilanjutkan dengan penanaman. Bibit dari

pembibitan dipilih untuk ditanam di areal perkebunan. Penanaman ini

memperhatikan jarak tanam agar tidak terjadi persaingan dalam penggunaan

lahan, sinar matahari, dan makanan. Kerapatan tanaman merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit. Jarak optimum adalah 9 m

untuk tanah datar dan 8,7 m untuk tanah bergelombang. Setelah hal itu dilakukan

dapat di lakukan penanaman penbutup tanah. Untuk perkebunan rakyat biasanya

tanaman ditanam dengan jarak 8 m antar pokok dengan mengarah pada sistem

mata lima walaupun aktual di lapangan sistem mata lima yang dilakukan

masyarakat belum sempurna (Fauzi, 2012)

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pemeliharan. Pemeliharaan tanaman

merupakan salah satu tindakan yang sangat penting yang menentukan masa

produktif tanaman. Pemeliharaan bukan hanya ditujukan pada tanaman tetapi juga

pada media tumbuh. Meskipun tanaman dirawat dengan baik, namun jika

perawatan tanah diabaikan maka tidak akan banyak memberi manfaat.

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan dan yang sudah

menghasilkan memiliki beberapa perbedaan. Kegiatan yang perlu dilakukan di

dalam pemeliharaan untuk tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman

menghasilkan (TM) berbeda. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang belum

(23)

pembukaan pasar kontrol dan pasar pikul, pemupukan, penyisipan, serta kastrasi.

Sedangkan pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan,

meliputi: pemupukan, pemberantasaan gulma, penunasan, dan penjarangan

tanaman (Suwarto, 2010).

Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2-3

tahun. Buah akan masak pada 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan

buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya. Buah akan

menjadi merah jingga ketika masak. Pada saat buah masak, kandungan minyak

pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan

lepas dan jatuh dari tangkai tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut

membrondol. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit rakyat meliputi

pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut berondolan, dan

mengangkutnya ke tempat pengumpulan hasil (TPH) kemudian menjualnya

kepada pedagang desa atau langsung ke pabrik kelapa sawit (Fauzi, 2002).

Saat ini, kriteria umum yang biasa dipakai untuk pemanenan adalah jumlah

brondolan, yaitu setiap 1kg tandan segar terdapat dua brondolan. Berdasarkan

tinggi tanaman, cara panen di Indonesia ada tiga cara. Untuk tanaman dengan

tinggi 2-5 m, digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos, sedangkan untuk

tanaman dengan tinggi 5-10 m dipanen dengan cara berdiri menggunakan alat

kapak siam. Untuk tanaman yang tingginya lebih dari 10 m, pemanenan dilakukan

menggunakan alat arit bergagang panjang yang disebut egrek. Kriteria lain yang

perlu diperhatikan adalah rotasi dan sistem panen. Rotasi panen dianggap baik

(24)

Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen

berikutnya pada tempat yang sama. Perkebunan besar kelapa sawit di Indonesia

pada umumnya menggunakan rotasi panen tujuh hari, artinya satu areal panen

harus dimasuki oleh pemetik tiap tujuh hari (Fauzi, 2012).

2.2 Landasan Teori

Menurut Pardamean (2008), kelapa sawit merupakan tanaman tahunan dengan

umur ekonomis 25 tahun. Pada 3 tahun pertama tanaman belum menghasilkan.

Sesudahnya, pada umur 4 tahun tanaman telah menghasilkan. Hutabarat (2011)

dan Sutanto (2012), menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit merupakan tanaman

yang cukup tangguh, tidak terlalu membutuhkan perawatan yang intensif, tahan

terhadap hama dan penyakit, penggunaan teknologi produksi yang diterapkan

relatif sederhana, serta tenaga kerja yang diperlukan juga tidak terlalu banyak,

sehingga biaya yang diperlukan dalam pengelolaan tanaman tidak terlalu besar.

Dana untuk membuka 1 ha lahan berisi 136 bibit kelapa sawit sejak awal

pembukaan hingga perawatan TBM selama tiga tahun diperlukan sekitar Rp

18.662.716,00 dan biaya perawatan tanaman menghasilkan (TM) setiap tahunnya

sebesar Rp. 1.649.011,-. Biaya-biaya tersebut sudah dapat tertutupi setelah tahun

ke-6 atau setelah panen (Fauzi, 2012). Prospek pasar dari produk ini cukup tinggi

karena minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri baik industri pangan

maupun non pangan. Walaupun prospek pasarnya cukup tinggi, harga tbs tidak

tetap sepanjang tahun (berfluktuasi). Kenaikan dan penurunan harga TBS

dipengaruhi oleh kenaikan dan penurunan harga CPO di pasar dunia

(25)

2.2.1 Biaya dan Pendapatan

Dalam analisa proyek, tujuan–tujuan analisa harus disertai dengan defenisi

biaya-biaya dan manfaat–manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang

mengurangi suatu tujuan, dan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu

tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat didefenisikan sebagai pengeluaran atau

korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima.

Hernanto (1991) menyatakan, bahwa biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani

dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk disebut biaya produksi. Di

dalam jangka pendek, satu kali produksi kita dapat membedakan biaya tetap dan

biaya berubah (variabel), termasuk didalamnya barang yang dibeli dan jasa yang

dibayar didalam maupun di luar usaha tani. Tetapi dalam jangka panjang, semua

biaya bersifat variabel. Putong (2005) menyatakan, dalam jangka panjang semua

biaya bersifat variabel, artinya perusahaan tidak lagi memiliki beban tetap yang harus

dikeluarkan dalam masa produksi melainkan semua biaya yang dikeluarkan

berhubungan dengan proses dan operasional produksi.

Menurut Antoni (1995), biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi kelapa

sawit mencakup:

1. Biaya investasi awal, seperti: pembukaan lahan, biaya bibit, serta biaya

pemeliharaan sebelum tanaman menghasilkan.

2. Biaya pemeliharaan tanaman, seperti: pemberantasan gulma, pemupukan,

pemberantasan hama dan penyakit, tunas pokok (pruning), konsolidasi,

(26)

3. Biaya panen atau biaya yang dikeluarkan untuk melancarkan segala aktivitas

untuk mengeluarkan produksi (TBS) atau hasil panen dari lapangan (areal) ke

agen pengepul atau ke pabrik seperti biaya tenaga kerja panen, biaya pengadaan

alat kerja dan biaya angkutan

Menurut Soekartawi (2002), biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1. Biaya tetap (fixed cost)

Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relative jumlahnya dan akan terus

dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Contohnya: pajak

dan penyusutan peralatan.

2. Biaya variabel

Biaya variabel ialah biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang

diperoleh. Contohnya: biaya bibit, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja,

dan lain-lain.

Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari

penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau

modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan usahatani

merupakan selisih penerimaan dengan total biaya usahatani, dimana penerimaan

diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi dan harga jual yang diterima petani

(Soekartawi, 2002)

2.2.2 Kelayakan Finansial

Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang

petani sebagai pemilik. Analisis finansial diperhatikan didalamnya adalah dari

(27)

(gross-sales) dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai

sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek.

Hasil finansial sering juga disebut “private returns”. Beberapa hal lain yang harus

diperhatikan dalam analisis finansial ialah waktu didapatkannya returns sebelum

pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan proyek kehabisan modal.

Aspek finansial mencakup pembiayaan proyek pembangunan yang akan atau yang

sedang dilaksanakan dan relevansinya dengan manfaat yang akan diperoleh

(Soekartawi, 1995).

Kelayakan dari suatu kegiatan usaha diperhitungkan atas dasar besarnya laba

finansial yang diharapkan. Kegiatan usaha dikatakan layak jika memberikan

keuntungan finansial, sebaliknya kegiatan usaha dikatakan tidak layak apabila

kegiatan usaha tersebut tidak memberikan keuntungan finansial

(Kasmir dan Jakfar, 2003).

Analisis finansial didasarkan pada keadaan yang sebenarnya dengan

menggunakan data harga yang sebenarnya ditemukan dilapangan (real price).

Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan dapat melihat

apa yang terjadi pada proyek dalam keadaan apa adanya. Dengan mengetahui

hasil analisis finansial, para pembuat keputusan juga dapat segera melakukan

penyesuaian (adjustment), bilamana proyek tersebut berjakan meyimpang dari

rencana semula. Sebaliknya, bila proyek berjalan seperti tujuan semula dan tanpa

halangan maka dapat dilihat seberapa besar manfaat proyek. Dalam analisis

finansial, nilai suatu uang sebagai alat pembayaran adalah berbeda pada waktu

(28)

diterima hari ini akan lebih tinggi nilainya daripada satu rupiah yang dibayar atau

diterima di masa mendatang (Soekartawi, 1995).

Fokus dari suatu analisis adalah menentukan apakah dan sampai berapa jumlah

proyek tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar jika disbanding

dengan biaya dan investasi kepada pemilik (owner) proyek tersebut. Discounting

rate (tingkat diskonto) merupakan suatu teknik perhitungan untuk dapat

menurunkan manfaat (benefit) yang diperoleh investor dimasa sekarang ataupun

nilai biaya dan investasi pada masa yang akan datang. Dalam rangka

mengevaluasi proyek tersebut apakah ditolak atau disetujui. Semua pengorbanan

rupiah untuk suatu proyek merupakan biaya pada saat sekarang dan diharapkan

mendapatkan manfaat untuk masa yang akan datang (Musa, 2012).

Menurut Gray (1999), dalam rangka mencari suatu ukuran yang menyeluruh

sebagai dassar persetujuan atau penolakan terhadap suatu proyek / usaha, telah

dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi. Kriteria investasi

yang umum dikenal ada 6 yaitu : (1) Net Present Value dari arus benefit dan biaya

(NPV) ; (2) Internal Rate of Return (IRR) ; (3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) ;

(4) Gross Benefit- Cost Ratio (Gross B/C) ; (5) Profitability Ratio (PV/C) ; dan

(6) Return on Investment (ROI). Setiap kriteria ini mempergunakan perhitungan

nilai sekarang atas arus benefit dan biaya.

Menurut Soekartawi dalam Analisis Usaha Tani (2002), umumnya ada beberapa

kriteria dalam menentukan kelayakan suatu usaha yang dapat dipilih sesuai

(29)

1. NPV

NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (Present Value) dari selisih

antara benefit (manfaat) dengan cost (biaya) pada discount rate tertentu. NPV (Net

Present Value) menunjukkan kelebihan benefit (manfaat) dibandingkan dengan

cost (biaya). Apabila evaluasi suatu proyek telah dinyatakan “Go” maka nilai

NPV ≥ 0. Bila NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar

sosial opportunity cost of capital, dan apabila NPV < 0, maka proyek tersebut “no

go” atau ditolak. Artinya, ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk

sumber – sumber yang diperlukan proyek.

2. IRR

IRR ialah alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman

dari lembaga internal keuangan yang membiayai proyek tersebut. Pada dasarnya

IRR memperlihatkan bahwa present value (PV) benefit akan sama dengan present

value (PV) cost. Dengan kata lain IRR tersebut menunjukkan NPV = 0.

3. B/C ratio

B/C ratio menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan

investasi untuk memperoleh suatu manfaat. Cara ini banyak dipakai karena

dengan menghitung B/C ratio, maka akan diketahui secara cepat berapa besarnya

manfaat proyek yang dilaksanakan.

Cara perhitungan IRR berbeda dengan cara perhitungan B/C ratio. Pada

perhitungan B/C, maka nilai diskonto yang dipakai adalah tertentu, tetapi pada

perhitungan IRR yang dicari adalah besaran nilai diskonto tersebut (Soekartawi,

(30)

2.4 Kerangka Pemikiran

Usaha perkebunan kelapa sawit rakyat adalah usaha yang dikelola petani rakyat

dengan mengkoordinir faktor produksi berupa alam,tenaga kerja, dan modal untuk

melakukan proses produksi komoditi kelapa sawit sehingga dapat terlaksana dan

menghasilkan output berupa tandan buah segar (TBS).

Pendapatan diperoleh dari selisih penerimaan dengan biaya produksi. Penerimaan

diperoleh dari hasil perkalian penjualan hasil produksi (TBS) dengan harga yang

berlaku, sedangkan biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam

memproduksi kelapa sawit mencakup biaya pemeliharaan tanaman (tenaga kerja

pemeliharaan tanaman, pemberantasan gulma, pemupukan, pemberantasan hama dan

penyakit, tunas pokok (pruning), konsolidasi, pemeliharaan terasan dan tapak kuda,

pemeliharaan prasarana) dan biaya panen (tenaga kerja panen, biaya pengadaan alat

kerja dan biaya angkutan).

Selanjutnya akan dilakukan analisis finansial yang digunakan untuk mengetahui

kelayakan suatu usaha dilihat dari arus kasnya. Adapun kriteria investasi yang

dipakai dalam analisis ini yakni B/C ratio, NPV, dan IRR. Bila kriteria tersebut

terpenuhi maka dapat dikatakan usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Bila usaha dikatakan layak artinya usaha tersebut memberikan keuntungan /

manfaat secara finansial, namun bila dikatakan tidak layak artinya usaha tersebut

tidak memberikan keuntungan / manfaat secara finansial sehingga petani pemilik

dapat melakukan tindakan penyesuaian (adjustment) karena usaha yang

(31)

][[[]]

Keterangan :

: Pengaruh

: Hubungan

Perkebunan Kelapa Sawit

Rakyat

Harga

Biaya Produksi

Produksi

Penerimaan

Layak Tidak Layak

Analisis Finansial:

1. B/C Ratio

2. NPV

3. IRR

(32)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang telah disusun, maka diajukan hipotesis bahwa

usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian secara finansial layak

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu metode

penentuan sampel berdasarkan kriteria atau tujuan tertentu (Hartono, 2004).

Penelitian dilakukan di Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir,

Provinsi Riau. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Provinsi Riau

adalah Provinsi dengan luasan tanaman kelapa sawit terbesar di Indonesia dan

juga merupakan Provinsi dengan luasan areal perkebunan kelapa sawit rakyat

terbesar di Indonesia. Kabupaten Rokan Hilir merupakan salah satu kabupaten

dengan luasan areal sawit rakyat terbesar di Provinsi Riau. Berikut ini tabel luas,

produksi dan jumlah petani Perkebunan Rakyat komoditi kelapa sawit di

Kabupaten Rokan Hilir.

Tabel 2. Luas, Produksi, dan Jumlah Petani Perkebunan Rakyat Komoditi Kelapa Sawit di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2011

No. Kecamatan Luas Areal

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (kg/Ha)

Petani (KK)

1 Bagan Sinembah 33.963 115.967,8 3.570 8.470

2 Bangko 1.345 1.749,0 3.000 685

3 Bangko Pusako 22.536 65.619,0 3.380 6.427

4 Batu hampar 925 1.703,2 3.080 360

5 Kubu 12.958 36.997,5 3.102 3.020

6 P. L. Kapas 8.620 2.972,5 2.900 846

7 Pujud 28.881 91.535,0 3.432 7.231

8 R. Kopar 1.181 2.227,5 3.142 468

9 Rimba Melintang 8.343 24.604,8 3.200 1.995

10 Simpang Kanan 16.258 46.433,6 3.325 3.019

11 Sinaboi 591 607,4 3.099 82

12 Tanah Putih 16.224 39.000,0 3.385 5.370

13 T. P. Tanjung Melawan 4.980 16.438,0 3.333 1.365

14 Pekaitan 2.113 4.201,4 3.060 820

(34)

Kecamatan Bagan Sinembah merupakan kecamatan dengan luasan areal kebun

sawit rakyat terbesar di kabupaten Rokan Hilir dengan luas 33.963 hektar dengan

produktivitas rata-rata 3,57 ton / ha.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Sampel penelitian ditentukan dengan metode accidental yaitu metode penentuan

sampel berdasarkan orang yang ditemui secara kebetulan atau siapa pun yang

dipandang oleh peneliti cocok sebagai sumber data (Hartono, 2004). Dalam

analisis finansial yang dilakukan, diperlukan petani-petani kelapa sawit rakyat

yang memenuhi umur ekonomis tanaman kelapa sawit dari 0-25 tahun.

Menurut Singarimbun dan Sofian (1995), makin seragam populasi maka makin

kecil sampel yang dapat diambil. Apabila populasi itu seragam sempurna maka 1

satuan elementer dari seluruh populasi sudah dianggap cukup representatif untuk

diteliti, sebaliknya apabila populasi secara sempurna tidak seragam maka

pencacahan lengkap yang dapat memberikan gambaran representatif.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden

di daerah penelitian melalui daftar kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih

dahulu. Data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dengan

penelitian ini, seperti Biro Pusat Statistik dan literatur–literatur yang berhubungan

dengan penelitian.

(35)

Untuk tujuan penelitian 1, yaitu mengidentifikasi besar biaya produksi yang

dikeluarkan oleh petani kelapa sawit rakyat di daerah penelitian dianalisis

menggunakan rumus:

TC = FC + VC

Keterangan :

TC = Total Biaya (Rp) FC = Biaya Tetap (Rp) VC = Biaya Variabel (Rp)

(Soekartawi, 1995).

Tujuan penelitian 2, mengenai pendapatan petani kelapa sawit rakyat per tahun

dianalisis dengan memperhitumgkan pendapatan petani yang menjual produk

berupa tandan buah segar (TBS). Adapun rumus yang digunakan:

I = TR – TC dimana, TR = P. Q

Keterangan :

I = Pendapatan Bersih / Benefit per tahun pada tanaman menghasilkan (Rp) TR = Total Penerimaan per tahun pada tanaman menghasilkan (Rp)

P = Harga TBS (Rp)

Q = Jumlah TBS yang dipanen (Ton)

(Soekartawi, 1995).

Untuk tujuan penelitian 3, yaitu menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa

sawit rakyat di daerah penelitian, dianalisis dengan:

a. Net Present value (NPV)

Menurut Musa (2012), NPV merupakan salah satu kriteria perhitungan investasi

untuk menghitung apakah suatu proyek layak atau tidak diusahakan. Bila NPV

(36)

dengan cost (biaya) pada discount rate tertentu. NPV menunjukkan kelebihan

benefit (manfaat) dibandingkan dengan cost (biaya).

NPV = ∑�=0�=� ��−��

(1+� )t atau NPV = ∑ �=0

�=� ( Bt- Ct) (DF)

b. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Musa (2012), IRR ialah alat ukur untuk mengetahui kemapuan proyek

dalam mengembalikan bunga pinjaman dari lembaga internal keuangan yang

membiayai proyek tersebut. Pada dasaranya IRR memperlihatkan bahwa Present

Value (PV) benefit akan sama dengan Present Value (PV) cost. Dengan kata lain,

IRR menunjukkan NPV = 0. Suatu proyek dikatakan menguntungkan apabila

menghasilkan IRR yang lebih besar dari opportunity cost of capital. IRR

diperoleh dengan rumus:

IRR = i’ + ���′

���′���′′ ( i’’ – i’ )

c. Benefit cost ratio (B/C)

Menurut Musa (2012), B/C ialah perbandingan antara jumlah NPV postif dengan

jumlah NPV negatif. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali

besarnya biaya dan investasi untuk memperoleh suatu manfaat. Cara perhitungan

B/C ratio adalah:

Net B/ C Ratio = ∑ �=0

�=� (���)(+) ∑�=0�=� (���)(−)

Menurut Soekartawi (1991), manfaat (benefit) merupakan penjumlahan dari

besarnya nilai manfaat dari berbagai kegiatan dalam suatu proyek. Begitu pula

(37)

kegiatan yang tercakup dalam suatu proyek. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya

benefit berapa kali besarnya biaya dan investasi untuk memperoleh suatu manfaat.

Jika B/C > 1, maka usaha tersebut menguntungkan. Cara perhitungan B/C ratio

adalah:

B/C ratio = ∑ ����=� (1 +�)n / ∑��=1�� (1 +�)n

Keterangan :

B = manfaat C = biaya t = waktu n = waktu ke-n

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Defenisi

1. Analisis Finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut

pandang petani sebagai pemilik dimana kelayakan dari suatu kegiatan

usaha diperhitungkan atas dasar besarnya laba finansial yang diharapkan.

2. Perusahaan perkebunan adalah suatu perusahaan berbentuk badan usaha /

badan hokum yang bergerak dalam kegiatan budidaya tanaman

perkebunan di atas lahan yang dikuasai, dengan tujuan ekonomi /

komersial dan mendapat izin usaha dari instansi yang berwenang dalam

pemberian izin usaha perkebunan.

3. Perkebunan Besar Negara (PBN) adalah perusahaan perkebunan yang

diusahakan oleh pemerintah (BUMN).

4. Perkebunan Besar Swasta (PBS) adalah perusahaan perkebunan yang

(38)

5. Perkebunan Rakyat (PR) adalah usaha budi daya tanaman perkebunan

yang diusahakan oleh rumah tangga dan tidak berbentuk badan usaha /

badan hukum yang dalam hal ini mengusahakan komoditi kelapa sawit.

6. Petani adalah orang yang memiliki dan mengusahakan budidaya kelapa

sawit mulai dari pembukaan lahan hingga memperoleh hasil produksi

untuk dijual.

7. Produksi adalah tandan buah segar (TBS) yang dijual langsung ke

pedagang pengumpul ataupun pedagang besar.

8. Biaya produksi adalah keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan untuk

memperoleh hasil produksi.

9. Penerimaan adalah perkalian antara hasil produksi dengan harga jual.

10.Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan biaya produksi.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Analisis Finansial memperhatikan segi cash-flow yaitu perbandingan

antara hasil penerimaan atau penjualan kotor (gross-sales) dengan jumlah

biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk

mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan usaha.

2. Daerah penelitian adalah Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan

Hilir, Provinsi Riau.

3. Sampel penelitian adalah petani kelapa sawit dengan umur tanaman 0 - 25

tahun.

(39)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, tepatnya di

Kecamatan Bagan Sinembah.

4.2 Luas Daerah Dan Letak Geografis

Kecamatan Bagan Sinembah memiliki luas areal 139.189 Ha. Kondisi geografis

kecamatan Bagan Sinembah terdiri dari ketinggian wilayah 10 m dari permukaan

laut, curah hujan berkisar 198.166 mm/bulan, 2485 mm/tahun. Topografi

kecamatan ini terdiri dari 89% dataran dan 11% bergelombang. Suhu udara

berkisar dari 27°C hingga 32°C.

Jarak kantor kecamatan dengan Desa/Kepenghuluan terjauh adalah ± 30 km, jarak

dengan ibu kota kabupaten/kota adalah ±180 km, dan dengan ibu kota provinsi

adalah ±360 km. Kecamatan ini terdiri dari 33 kelurahan/kepenghuluan.

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Bagan Sinembah adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Simpang Kanan dan

Kecamatan Kubu

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pujud

- Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara

(40)

4.3 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk di Kecamatan Bagan Sinembah adalah 131.846 orang yang

terbagi dalam 30.202 KK, yang terdiri dari 67.958 orang laki-laki dan 65.939

orang perempuan. Penduduk desa ini terdiri dari berbagai agama seperti yang

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Penduduk Kecamatan Bagan Sinembah berdasarkan Agama

Agama Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

Islam 93.418 69,77

Katolik 19.210 14,35

Protestan 20.120 15,03

Hindu 30 0,02

Budha 1.119 0,84

Jumlah 133.897 100,00

Sumber : Kantor Camat Bagan Sinembah, 2012

Dari tabel 4 yang disajikan, penduduk Kecamatan Bagan Sinembah terdiri dari

berbagai agama. Mayoritas penduduk kecamatan ini menganut agama Islam

(69,77%), kemudian diikuti agama Protestan (15,03%), Katolik (14,35%), Budha

(0.84%), dan Hindu (0,02%).

Selain terdiri dari berbagai agama, penduduk Kecamatan Bagan Sinembah juga

terdiri dari berbagai mata pencaharian. Pada Tabel 5 disajikan berbagai jenis

pekerjaan yang menjadi mata pencaharian penduduk di Kecamatan Bagan

(41)

Tabel 5. Distribusi Penduduk Kecamatan Bagan Sinembah berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaaan Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

Petani 21.946 62,34

Pengrajin 100 0,28

Pengusaha 1.411 4,01

Buruh Bangunan 1.623 4,61

Pengangkutan 1.291 3,67

PNS 371 1,05

ABRI 56 0,16

Pensiunan 165 0,47

Peternak 896 2,55

Lain-lain 7.346 20,87

Jumlah 35.205 100,00

Sumber : Kantor Camat Bagan Sinembah, 2012

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa mayoritas mata pencaharian penduduk di

Kecamatan Bagan Sinembah adalah petani (62,34%), kemudian diikuti dengan

lain-lain (20,87%), buruh bangunan (4,61%), pengusaha (4,01%), pengangkutan

(3,67%), peternak (2,55%), PNS (1,05%), pensiunan (0,47%), pengrajin (0,28%),

dan ABRI (0,16%).

4.4 Penggunaan Lahan

Kecamatan Bagan Sinembah memiliki lahan seluas ± 139.189 Ha. Mayoritas

lahan dipergunakan untuk perkebunan kelapa sawit baik perkebunan besar

maupun perkebunan rakyat dengan total luasan 103.695 Ha, perkebunan karet

3.961 Ha, hutan 350 Ha, sawah 67,25 Ha, dan sisanya digunakan untuk keperluan

umum-sosial dan sebagainya.

4.5 Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel dalam penelitian ini meliputi umur petani sampel, tingkat

(42)

Tabel 6. Karakteristik Petani dan Usahatani Sampel

No. Uraian Rentang Rataan

A. Petani

1 Umur Petani Sampel (Tahun) 26 - 61 46,81

2 Tingkat Pendidikan (Tahun) 6 - 18 12,84

3 Jumlah Tanggungan (Jiwa) 1 - 8 4,21

4 Pengalaman Bertani (Tahun) 4 - 47 14,95

B. Usahatani

1 Luas Lahan 2-100 12,66

2 Produksi 1.695.308 – 0 192.937,21

3 Produktivitas 25.967 – 0 14.633,37

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Dari tabel 6 yang disajikan, diketahui bahwa umur petani sampel di daerah

penelitian berkisar antara 26-61 tahun dengan rataan 46,81 tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa rata-rata petani sampel masih berada di umur produktif

sehingga masih mampu mengelola usahataninya dengan baik. Dari hasil penelitian

diketahui bahwa mayoritas petani pemilik mengupahkan tenaga kerja luar

keluarga untuk mengerjakan kegiatan budidaya mulai dari pembibitan hingga

pemanenan. Hal ini dilakukan mengingat pekerjaan tersebut cukup berat jika

dikerjakan sendirian oleh petani sampel tersebut.

Rata-rata tingkat pendidikan petani sampel di daerah penelitian adalah 12,45 atau

setara dengan telah melewati jenjang SMA. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata

tingkat pendidikan petani sampel sudah tergolong cukup baik. Jumlah tanggungan

petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 1- 8 0rang dengan rataan 4,21

orang. Hal ini menunjukkan jumlah tanggungan para petani sampel tergolong

tinggi.

Pengalaman bertani petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 4-47 tahun,

dengan rataan 14,95 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman bertani para

(43)

petani sampel memang telah mengusahakan kelapa sawit sejak lama, namun

sebagian lainnya masih mulai merintis usaha tersebut.

Rata-rata luas lahan petani sampel adalah 12,66 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa

petani sampel termasuk petani yang memiliki lahan cukup luas untuk

mengusahakan kebun kelapa sawit.

Jumlah hasil panen Tandan Buah Segar (TBS) petani sampel bervariasi hal ini

disebabkan oleh luas lahan yang diusahakan bervariasi dan pola pemeliharaan

yang berbeda pada tiap petani sampel. Rataan produksi TBS di daerah penelitian

adalah sekitar 192.795,18 kg/Tahun dengan rata-rata produktivitas

14.633,37kg/Ha/Tahun atau sekitar 1.219,6 kg/Ha/bulan. Jika dibandingkan

dengan data Badan Pusat Statistik 2011 yang disajikan pada tabel 2 yang

menunjukkan bahwa rata – rata produktivitas kelapa sawit rakyat di Kecamatan

Bagan Sinembah sebesar 3.570 kg/Ha/Bulan, maka produktivitas kelapa sawit

(44)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penerapan Teknik Budidaya Kelapa Sawit Rakyat

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sampel di lapangan pembukaan lahan

oleh petani rakyat adalah dengan cara membakar ataupun menebang pohon yang

mengganggu serta membersihkan tunggul-tunggul, sisa-sisa tanaman rumput, dan

alang-alang. Beiringan dengan itu dilakukan upaya pengadaan bibit. Pengadaan

bibit oleh petani rakyat umumnya adalah dengan cara membeli benih dan bibit

liar, walaupun ada pula yang mebeli benih dan bibit yang bersertifikat. Di dalam

pembibitan benih di bibitkan selama 1 tahun sebelum di pindahkan ke lahan milik

petani sampel.

Tahapan selanjutnya adalah penanaman. Awalnya dilakukan pemancangan untuk

menentukan jarak tanam yang sesuai sesuai dengan lahan yang tersedia dan

kemudian di buatlah lubang tanam. Untuk perkebunan rakyat biasanya tanaman

ditanam dengan jarak 8 m antar pokok dengan mengarah pada sistem mata lima

walaupun aktual di lapangan sistem mata lima yang dilakukan masyarakat belum

sempurna.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pemeliharan. Pemeliharaan tanaman

dimaksudkan untuk menciptakan kondisi lingkungan tumbuh optimal bagi

tercapainya pertumbuhan dan produksi optimal tanaman yang dibudidayakan.

Pemeliharaan tanaman sesuai dengan standar merupakan persyaratan mutlak

untuk menjamin tanaman tumbuh dengan baik dan berproduksi optimal dan

(45)

Kegiatan yang perlu dilakukan di dalam pemeliharaan untuk tanaman belum

menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) berbeda. Pemeliharaan

tanaman kelapa sawit rakyat yang belum menghasilkan (TBM) milik petani

sampel umumnya tidak didampingi oleh tanaman penutup tanah. Pemeliharaan

TBM meliputi penyisipan, pemupukan, pembabatan, penyemprotan, perawatan

piringan, pembukaan pasar kontrol dan pasar pikul, serta kastrasi.

Penyisipan dilakukan apabila ada bibit yang mati setelah ditanam di lapangan.

Oleh petani rakyat, penyisipan kadang kala tidak langsung dilakukan mengingat

terbatasnya bibit yang dimiliki dan modal petani yang relatif kecil, sehingga

dalam satu areal lahan kelapa sawit rakyat kadang ditemukan umur tanaman yang

tidak merata.

Pemupukan merupakan salah satu tindakan pemeliharaan tanaman yang

berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemupukan

bertujuan menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah terutama agar

tanaman dapat menyerap sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, agar efisien

dan efektif di perlukan prinsip lima tepat, yaitu tepat waktu, tepat jenis, tepat

dosis, tepat cara, dan tepat tempat. Untuk TBM umumnya petani sampel di daerah

penelitian menggunakan jenis dan dosis pupuk yang beragam. Sedangkan untuk

waktu pemupukan dilakukan 2-3 kali dalam setahun.

Pembabatan untuk TBM oleh petani sampel umumnya dilakukan 2 kali dalam

setahun untuk mencegah tingginya gulma seperti ilalang dan anakan kayu.

Kadang petani sampel juga melakukan penyemprotan untuk mengatasi gulma

(46)

Perawatan piringan, pembukaan pasar kontrol dan pasar pikul, serta kastrasi

umumnya dilakukan oleh tenga kerja luar keluarga. Perawatan piringan dilakukan

sejak umur tanaman 2 tahun. Kastrasi dilakukan ketika tanaman berumur 5 tahun,

TBM dikastrasi sekaligus dengan dilakukannya pembukaan pasar kontrol dan

pasar pikul.

Pemeliharaan yang dilakukan petani sampel untuk tanaman kelapa sawit yang

sudah menghasilkan (TM), meliputi: pemupukan, penunasan/prunning, perawatan

piringan, pembabatan dan penyemprotan. Pemupukan tanaman kelapa sawit oleh

petani sampel relatif beragam baik dosis maupun jenis pupuknya. Beragamnya

jenis, dosis, waktu dan cara pemberian pupuk disebabkan oleh beberapa faktor

antara lain karena harga yang relatif lebih mahal dan pembelian pupuk oleh petani

tergantung pada uang yang dimiliki saat itu.

Keseluruhan kegiatan pemeliharaan umumnya dilakukan oleh tenaga luar

keluarga. Penunasan/pruning dilakukan sekali dalam setahun dengan upah yang

berbeda sesuai dengan lokasi lahan dan umur tanamannya. Perawatan piringan

dilakukan untuk memudahkan dilakukannnya pemupukan dan panen.

Pembabataan dilakukan untuk mengatasi gulma yang ada. Pembabatan dapat

dibantu dengan penyemprotan herbisida. Penyemprotan dilakukan untuk

mengatasi tanaman pengganggu, dan juga hama penyakit. Dosis penyemprotan

tiap petani sampel beragam tergantung dari kondisi di lapangan.

Tanaman kelapa sawit rakyat mulai berbunga dan membentuk buah setelah

tanaman umur 4 tahun. Perkebunan besar kelapa sawit di Indonesia pada

(47)

menggunakan rotasi panen 10 hari dan 14 hari. Proses pemanenan pada tanaman

kelapa sawit rakyat meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut

berondolan, dan mengangkutnya ke tempat pengumpulan hasil (TPH). Proses

penjualan TBS milik petani sampel ada beberapa cara, yaitu: pedagang datang

membeli langsung ke lahan kelapa sawit milik petani sampel, petani sampel yang

menjualnya langsung ke pedagang besar (sering disebut ‘ram’), dan ada pula yang

langsung membawanya ke pabrik kelapa sawit terdekat.

5.2 Biaya Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat

Analisis finansial merupakan analisis kelayakan yang dilihat dari sudut pandang

petani sebagai pemilik, dengan memperhatikan segi cash-flow perbandingan

antara hasil penerimaan atau penjualan kotor (gross-sales) dengan jumlah

biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria

kelayakan atau keuntungan suatu proyek (Soekartawi, 1995).

Analisis finansial didasarkan pada keadaan yang sebenarnya dengan

menggunakan data harga yang sebenarnya ditemukan dilapangan (real price).

Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan di dalam

usaha perkebunan kelapa sawit rakyat, yang akan digunakan untuk menganalisis

kelayakan usaha ini dari sisi finansial dengan menggunakan data harga yang

ditemukan dilapangan. Biaya produksi atau biaya total adalah keseluruhan biaya

yang dikeluarkan petani selama proses produksi berlangsung, baik biaya tetap

maupun biaya variabel. Berikut ini akan dijelaskan tiap komponen biaya produksi

(48)

5.2.1 Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang relatif jumlahnya dan akan terus dikeluarkan

walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap yang

diperhitungkan di usaha perkebunan kelapa sawit rakyat adalah biaya penyusutan.

Biaya penyusutan adalah besar biaya modal yang hilang untuk suatu peralatan

yang disebabkan umur pemakaian. Berikut disajikan biaya penyusutan rata-rata

per tahun menurut umur tanaman.

Tabel 8. Biaya Penyusutan Rata-Rata Menurut Umur Tanaman Per Tahun

Umur Tanaman (Tahun) Biaya Penyusutan Rata-Rata (Rp/Ha)

0 195.691

1 79.889

2 143.875

3 139.089

4 53.497

5 177.706

6 154.597

7 130.154

8 281.810

9 256.079

10 345.003

11 191.200

12 219.700

13 169.291

14 105.861

15 248.629

16 121.631

17 71.049

18 162.977

19 166.667

20 189.378

21 85.490

22 102.686

23 81.435

24 71.761

25 236.139

(49)

Pada tabel 8 yang disajikan di atas, diketahui bahwa biaya penyusutan rata-rata

per umur tanaman bervariasi. Hal ini disebabkan bervariasinya jumlah peralatan

milik petani sampel dan untuk satu jenis alat ada berbagai merk mulai dari dalam

negeri hingga produksi luar negeri sehingga harga beli alat bervariasi.

5.2.2 Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang

diperoleh. Pada usaha perkebunan kelapa sawit rakyat, biaya variabel yang

diperhitungkan adalah total dari biaya penggunaan sarana produksi (saprodi) dan

biaya tenaga kerja. Dimana biaya saprodi merupakan akumulasi dari biaya bibit,

pupuk, dan obat-obatan.

Pada umur tanaman 0-1 tahun biaya saprodi yang dikeluarkan adalah biaya bibit,

pupuk, dan obat-obatan. Pada tanaman umur 2 tahun hingga 25 tahun, biaya saprodi

yang dikeluarkan adalah biaya pupuk dan biaya obat-obatan. Untuk biaya tenaga

kerja akan dibahas selanjutnya. Berikut disajikan biaya saprodi rata-rata per tahun

(50)

Tabel 9. Biaya Saprodi Rata-Rata Menurut Umur Tanaman Per Tahun

Umur Tanaman (Tahun) Biaya Saprodi Rata-Rata (Rp/Ha)

0 862.031

1 3.093.000

2 1.247.583

3 1.955.000

4 2.309.479

5 5.468.333

6 4.251.500

7 5.446.389

8 7.633.224

9 4.449.267

10 8.154.819

11 8.404.467

12 4.766.689

13 5.130.169

14 8.768.583

15 6.729.211

16 7.473.958

17 3.862.813

18 5.187.583

19 6.308.042

20 9.573.083

21 8.874.785

22 5.077.972

23 5.929.945

24 5.485.136

25 6.249.167

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 6

Dari tabel 9 yang disajikan diatas dapat diketahui, bahwa biaya saprodi rata-rata

tanaman 0 tahun lebih kecil dari pada tanaman 1 tahun, hal ini disebabkan karena

sampel petani yang di peroleh pada tanaman 0 tahun mengusahakan tanamannya

mulai dari kecambah, sedangkan petani sampel di umur 1 tahun membeli bibit

siap tanam. Perbedaan harga kecambah dan harga bibit siap tanam yang cukup

tinggi menyebabkan perbedaan rata-rata biaya produksi di umur ini cukup

mencolok.

Selanjutnya, biaya saprodi mulai jauh meningkat sejak umur 5 tahun, hal ini

(51)

intens dilakukan oleh petani sampel karena dirasa sudah mulai memberi

pemasukan, seperti peningkatan dosis pupuk.

Pada umur 22-25 tahun, terjadi penurunan biaya saprodi yang cukup mencolok.

Hal ini disebabkan pemberian perawatan sudah mulai dikurangi mengingat hasil

produksi pada umur tersebut sudah mulai berkurang dan juga penggunaan

obat-obatan seperti herbisida yang sudah sangat minim diaplikasikan mengingat

tanaman kelapa sawit yang sudah tinggi, sehingga jarang ditemui tanaman

pengganggu disekitarnya.

Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan

untuk mengolah suatu produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan

untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut. Biaya tenaga kerja merupakan

salah satu komponen biaya penyusun biaya variabel.

Tenaga kerja yang digunakan di dalam usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di

daerah penelitian umumnya adalah tenaga kerja luar keluarga. Hal ini dikarenakan

kegiatan budidaya tersebut berat untuk dilakukan oleh seorang diri dan juga

dikarenakan kebanyakan petani memiliki areal usaha tani yang berjauhan dari

rumahnya sehingga sulit bagi petani pemilik untuk setiap harinya mengontrol

kebun miliknya.

Ada dua jenis pola penggunaan tenaga kerja di daerah penelitian. Yang pertama,

sistem borongan dimana tenaga kerja luar keluarga itu hanya dibayar ketika ia

melalukan suatu pekerjaan yang dhitung menurut sistem upahan yang berlaku di

(52)

tersebut ditambah dengan upah panen (premi panen) yang diperolehnya per

kilogram hasil panen. Dalam kenyataannya sering sekali petani pemilik

mengeluhkan penggunaan tenaga kerja dengan pola kedua.

Untuk sampel tanaman 0 - 1 tahun, biaya tenaga kerja yang dikeluarkan adalah biaya

pembibitan, persiapan lahan, penanaman, dan biaya perawatan dengan sistem tenaga

kerja borongan yakni biaya pemupukan dan biaya penyemprotan.

Untuk sampel tanaman 2-3 tahun, biaya tenaga kerja yang dikeluarkan adalah biaya

perawatan seperti pemupukan, pemiringan, penyemprotan, dan pembabatan. Untuk

sampel tanaman 4 tahun biaya tenaga yang dikeluarkan mulai ditambah dengan biaya

panen dan pasca panen. Biaya panen yang berlaku di daerah penelitian sekitar

Rp100,- / kg dari total hasil panen. Biaya pasca panen yang dikeluarkan adalah biaya

transportasi yang juga sekitar Rp 60.- sampai dengan 100,- / kg dari total hasil panen.

Namun, adapula petani sampel yang tidak mengeluarkan biaya transportasi ini,

karena pedagang (toke) datang membeli TBS langsung ke lokasi kebun kelapa sawit

petani sampel.

Pada tanaman umur 5 tahun, biaya tenaga kerja untuk pruning/penunasan mulai

ditambahkan ke dalam keseluruhan biaya tenga kerja yang akan dilakukan di setiap

umur tanaman selanjutnya.

Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dari tanaman umur 5-25 tahun adalah biaya

pemupukan, pruning, perawatan piringan, penyemprotran, pembabatan, serta biaya

panen dan pasca panen. Namun tidak semua kegiatan pemeliharaan di atas dilakukan

oleh setiap petani sampel, seperti biaya pemiringan, penyemprotan, dan pembabatan,

(53)

kurangnya modal yang ia miliki. Oleh sebab itu, untuk menghitung biaya tenaga kerja

di dalam biaya variabel digunakanlah biaya tenaga kerja rata-rata. Berikut disajikan

biaya tenaga kerja rata-rata per tahun menurut umur tanaman.

Tabel 10. Biaya Tenaga Kerja Rata-Rata Menurut Umur Tanaman Per Tahun

Umur Tanaman (Tahun) Biaya Tenaga Kerja Rata-Rata (Rp/Ha)

0 2.861.504

1 3.406.490

2 1.463.333

3 1.548.983

4 1.737.489

5 3.303.183

6 3.499.833

7 4.539.444

8 4.490.034

9 6.251.587

10 6.652.167

11 4.704.956

12 6.050.567

13 6.585.369

14 4.753.056

15 4.850.617

16 5.525.333

17 6.249.983

18 4.617.426

19 5.423.650

20 4.327.625

21 3.766.130

22 3.797.131

23 3.960.783

24 4.305.389

25 3.518.833

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 7

Pada tanaman umur ke-0 dan 1 rata-rata biaya tenaga kerja lebih tingggi

dibanding rata-rata biaya tenaga kerja tanaman umur ke-2 hingga 4 tahun,hal ini

disebabkan karena pada tananaman 0 dan 1 tahun terdapat biaya pembibitan,

persiapan lahan dan penanaman yang tidak ada pada tanaman 2 tahun. Pada

Gambar

Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Status Pengusahaan (Ha) Tahun 2006 – 2012
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Luas, Produksi, dan Jumlah Petani Perkebunan Rakyat Komoditi Kelapa Sawit di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2011
Tabel 4. Distribusi Penduduk Kecamatan Bagan Sinembah berdasarkan Agama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saaldi Syukri Hasibuan : Kontribusi Anak Dalam Membantu Ekonomi Keluarga Petani Kelapa Sawit..., 2005... Saaldi Syukri Hasibuan : Kontribusi Anak Dalam Membantu Ekonomi Keluarga

Analisis Sistem Integrasi Sapi – Kebun Kelapa Sawit Dalam Meningkatkan Pendapatan Petani Di Kabupaten Rokan Hulu.. Oleh :

Komponen biaya variabel yang dikeluarkan petani pada dalam usahatani pembibitan pre nursery kelapa sawit antara lain biaya, benih, polybag, pupuk, pestisida, tanah

Biaya terbesar yang dikeluarkan petani pada kegiatan investasi terdapat pada tahun pertama karena petani melakukan pembukaan lahan.untuk underplanting pendapatan kebun

Biaya untuk pembuatan sertifikat yang besar tentunya mempengaruhi biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan perkebunan dalam memproduksi kelapa sawit berbeda dengan biaya

memunculkan pertanyaan penelitian: (1) Bagaimana peran penyuluhan pertanian dalam usaha tani kelapa sawit di Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir, (2)

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah menganalisis besarnya pendapatan petani kelapa sawit rakyat dan mengetahui kelayakan usaha perkebunan kelapa

Pengaruh Variabel Biaya Tenaga Kerja X6 Terhadap Pendapatan Petani Kelapa Sawit Rakyat Berdasarkan hasil regresi linier berganda dapat ditentukan bahwa variabel Biaya Tenaga