• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI KABUPATEN LABUHANBATU (Kasus : Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI KABUPATEN LABUHANBATU (Kasus : Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI KABUPATEN LABUHANBATU

(Kasus : Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu)

SKRIPSI

OLEH:

ATIKA HIDAYATI 140304029 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)
(4)

Finansial Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kabupaten Labuhanbatu (Kasus Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu)”. Penelitian Ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Rulianda P Wibowo, SP, MEC selaku anggota komisi pembimbing.

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian, menganalisis korelasi antara luas lahan dengan pendapatan petani di daerah penelitian, menganalisis korelasi antara biaya produksi kelapa sawit per Ha dengan pendapatan petani di daerah penelitian, dan menganalisis kelayakan finansial perkebunan kelapa sawit di daerah penelitian.

Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis regresi linier berganda, uji korelasi pearson dan uji kelayakan. Dengan metode pengumpulan data metode primer yaitu data diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden (petani kelapa sawit) menggunakan kuesioner dan juga menggunakan metode skunder yaitu data diperloh dari instansi terkait. Metode pengambilan sampel menggunakan metode slovin. Dan penentuan lokasi penelitian dilakukan secara Purposive.

Hasil Penelitian diketahui terjadi hubungan yang kuat antara biaya produksi, luas lahan, tenaga kerja, dan umur tanaman terhadap pendapatan. Dan usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian layak dikembangkan secara finansial.

Kata Kunci : Petani Kelapa Sawit Rakyat, Kelayakan Finansial, Pendapatan

(5)

Financial feasibility of a palm oil plantation in Labuhan Batu Regency (the case of North Labuhan Batu Regency Rantau Subdistrict)". Guided by Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS as the Chairman of the Commission supervisor and Bapak Dr. Rulianda p. Wibowo, SP, MEC as members of the Commission supervising.

The purpose of this research is to analyze the factors which influence the revenues people's palm oil plantations in the area of research, analyzing the correlation between land area with the income of farmers in the area of research, analyzing the correlation between the cost of production of palm oil per hectare with the income of farmers in the area of research, and analyze the financial feasibility of palm oil plantations in the area of research.

Methods of data analysis used is the method of multiple linear regression analysis, correlation pearson test and test of eligibility. With the primary method of data collection methods, namely data obtained from direct interviews with the respondents (oil palm farmers) using the questionnaire and also using the method got of the data i.e. secondary related institutions. Sampling method using the method of slovin. And the determination of the location of the research done on a Purposive.

Results of the study known to occur a strong link between the cost of production, land, labour, and the age of the plant against income. Palm oil plantations and efforts of the people in the area of research worth developed financially.

Key Words: Oil Palm Farmers, Financial Feasibility, Income

(6)

Atika Hidayati anak dari Bapak Misnan Hidayat dan Ibu Jaya Kardia Ningsih, lahir di Rantauprapat, Pada tanggal 24 Juli 1996, anak ke 4 dari 4 bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : 1. Tahun 2000 masuk TK Ummi Fauziah di Rantauprapat.

2. Tahun 2002 masuk SD Negeri 112143 di Rantauprapat dan lulus pada tahun 2008.

3. Tahun 2008 masuk MTs. Negeri Rantauprapat dan lulus pada tahun 2011.

4. Tahun 2011 masuk SMA Negeri 3 Rantau Utara dan lulus pada tahun 2014.

5. Tahun 2014 diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumater Utara melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Kegiatan yang pernah diikuti penulis selama menjalani pendidikan di Program Studi Agribisnis adalah sebagai berikut :

1. Anggota FSSM SEP di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) Universitas Sumatera Utara.

3. Anggota Koperasi Pertanian Agribisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Sei Bejangkar, Kecamatan Sei Balai, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli-Agustus 2017.

5. Melaksanakan penelitian skripsi di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2018.

(7)

telah melimpahkan nikmat, kesehatan dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah " Analisis Kelayakan Finansial Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Di Kabupaten Labuhanbatu". Penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penulisan dalam skripsi ini tentunya tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah membantu dalam prosesnya baik moril maupun materil.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih khususnya kepada Bapak Prof.Dr.Ir. Kelin Tarigan, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Rulianda P Wibowo, SP, MEC selaku anggota ketua komisi pembimbing atas segala motivasi, dorongan dan bimbingan serta memberikan masukan kepada penulis dari awal sampai akhir pengerjaan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik yang terlibat secara langsung maupun secara tidak langsung. Sebagai rasa bersyukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Provinsi Sumatera Utara dan Bapak Ir. Jufri, M.Si selaku sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Provinsi Sumatera Utara.

(8)

dan Ibu Sri Fajar Ayu SP, MM, DBA selaku dosen penguji penulis.

3. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Misnan Hidayat dan Ibunda Almh.

Jaya Kardia Ningsih yang selalu mendoakan penulis dan memberikan bimbingan, dukungan, perhatian, serta materi yang selalu diberikan kepada penulis dari awal masuk pendidikan formal sampai penulis menyelesaikan skripsi ini. Serta untuk saudara kandung penulis Eko Dalem Kamandoko, Alm. Bambang Ari Wijaya, Tri Subowo Hidayat dan Kak Siti yang selalu memotivasi penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian khususnya Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Provinsi Sumatera Utara yang telah membekali ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.

5. Seluruh pegawai di Fakultas Pertanian khususnya Program Studi Agribisnis yang telah membantu seluruh proses administrasi.

6. Teman-teman dan sahabat penulis Ridwansyah Nasution, Dwi Delviyanthi, Indana Zulfa Batubara, Ni’mah Sari Siregar, Siti Khoimah, Devi Usmawati, Lina Jahrona, Diah Ramadhani Sigalingging, Siti Rahmah Putri, Elfira Rahmadani, Rika Ramadani, Putri Asri Wahyu Sari, Sunny Purbawy, Nur Hasnah Parinduri, Siti Aisyah, Ridha Dwi Sinaga, Andri Prasetyo, Andri Suryadi, Riki Kurniawan, Zulfahri Amin, Muhammad Arif Nst dan Ichsan Mustaqim yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis dari awal perkuliahan sampai saat ini.

(9)

8. Semua pihak yang telah ikut berjasa dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak penulis sebutkan satu per satu.

Tiada hal yang lebih indah untuk penulis sampaikan kecuali iringan do’a semoga segala kebaikan yang telah dilakukan mendapat ridha dan balasan yang jauh lebih baik dari Allah SWT. Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Juli 2018

Penulis

(10)

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.1.1 Komoditi Kelapa Sawit ... 6

2.1.2 Budidaya Kelapa Sawit ... 8

2.2. Landasan Teori ... 10

2.2.1 Teori Biaya Produksi,Penerimaan dan Pendapatan, dan Produksi..10

2.2.2 Teori Korelasi ... 13

2.2.3 Teori Kelayakan Finansial ... 13

2.2.4 Karakteristik Sosial Ekonomi ... 16

2.3. Penelitian Terdahulu ... 18

2.4. Kerangka Pemikiran ... 18

2.5. Hipotesis Penelitian ... 21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 22

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 22

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 23

3.4. Metode Analaisis Data ... 24

3.4.1 Uji Asumsi Klasik ... 24

3.4.2 Uji Korelasi Pearson ... 27

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional ... 31

3.5.1 Defenisi ... 31

3.5.2 Batasan Operasional ... 33

(11)

4.1.2 Keadaan Penduduk ... 35

4.1.3 Sarana dan Prasarana ... 36

4.2. Karakteristik Sampel ... 37

4.2.1 Umur Petani ... 38

4.2.2 Pendidikan Petani ... 38

4.2.3 Jumlah Tanggungan Petani ... 39

4.2.4 Pengalaman Bertani ... 39

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Kelapa Sawit ... 41

5.1.1 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 41

5.2 Korelasi Luas Lahan dengan Pendapatan Petani Kelapa Sawit ... 47

5.3 Korelasi Biaya Produksi dengan Pendapatan Petani Kelapa Sawit.. ... 48

5.4 Analisis Kelayakan Finansial Kelapa Sawit ... 50

5.4.1 Biaya Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat ... 50

5.4.2 Penerimaan dan Pendapatan Petani Kelapa Sawit ... 55

5.4.3 Analisis Kelayakan Usaha Perkebunan Sawit Rakyat di Daerah Penelitian ... 55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 58

6.2. Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

1.1 Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia menurut Jenis Pengusahaan, Tahun 2013-2017 (dalam ribu ton)

2 1.2 Luas Lahan dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit

Perkebunan Rakyat menurut Kabupaten di Sumatera Utara pada Tahun 2016

4

3.1 Luas Lahan dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat menurut Kecamatan di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2017

22

3.2 Kriteria Koefisien Korelasi 29

4.1 Luas Wilayah Menurut Tata Guna Tanah di Kecamatan Rantau Utara

35 4.2 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di

Kecamatan Rantau Utara Tahun 2016

35 4.3 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di

Kecamatan Rantau Utara Tahun 2016

35 4.4 Distribusi Penduduk Kecamatan Rantau Utara Berdasarkan

Mata Pencaharian Tahun 2016)

36 4.5 Sarana dan Prasarana di Kecamatan Rantau Utara 37

4.6 Komposisi Petani Berdasarkan Umur Petani 38

4.7 Komposisi Tingkat Pendidikan Petani 38

4.8 Komposisi Jumlah Tanggungan Keluarga Petani 39

4.9 Pengalaman Bertani Kelapa Sawit 40

5.1 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

41

5.2 Hasil Uji Multikoleniaritas 42

5.3 Hasil Uji Koefisien Determinasi 44

5.4 Hasil Uji Serempak (Uji F) 45

5.5 Hasil Uji t Statistik Parsial 45

5.6 Hasil Pengujian Korelasi Luas Lahan dengan Pendapatan Petani Kelapa Sawit Per Tahun

47 5.7 Hasil Pengujian Korelasi Biaya Produksi dengan Pendapatan

Petani Kelapa Sawit Per Tahun

46 5.8 Biaya Tetap Rata-rata Usaha perkebunan Perkebunan Kelapa

Sawit Rakyat Per Ha dan Per Petani Selama 1 Tahun

50 5.9 Rata-rata Biaya Penyusutan Peralatan Petani Kelapa Sawit di

Kecamatan Rantau Utara

52 5.10 Rata-rata Biaya Variabel Usaha perkebunan Perkebunan

Kelapa Sawit Rakyat Per Ha dan Per Petani Selama 1 Tahun

53

(13)

5.11 Total Biaya Produksi Per Ha dan Per Petani di Daerah Penelitian

54 5.12 Persentase Biaya Produksi Per Petani di Daerah Penelitian 54 5.13 Rata-rata Penerimaan dan Pendapatan Petani Kelapa Sawit

Per Ha dan Per Petani Selama Selama 1 Tahun

55 5.14 Nilai R/C Ratio Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Per

Petani

56

(14)

Gambar Judul Halaman

2.1 Skema Kerangka Pemikiran 20

5.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot

43

(15)

Lampiran Judul

1. Karakteristik Petani Sampel di Kecamatan Rantau Utara

2. Jumlah Pohon Kelapa Sawit Per Ha, Jenis Bibit, dan Harga Bibit Kelapa Sawit di Kecamatan Rantau Utara

3. Distribusi Penggunaan dan Biaya Herbisida Pada Tanaman Kelapa Sawit di Kecamatan Rantau Utara

4. Distribusi penggunaan dan biaya pupuk Pada Tanaman Kelapa Sawit di Kecamatan Rantau Utara

5. Curahan Tenaga Kerja Per Periode Pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kecamatan Rantau Utara

6. Curahan Tenaga Kerja Per Tahun Pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kecamatan Rantau Utara

7. Biaya Tenaga Kerja Per Tahun Petani Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Kecamatan Rantau Utara

8. Biaya Penyusutan Alat Pertanian Pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Di Kecamatan Rantau Utara

9. Total Biaya Penyusutan Alat Pertanian

10. Biaya PBB Petani Kelapa Sawit Rakyat di Kecamatan Rantau Utara 11. Total Biaya Produksi Petani Kelapa Sawit pad Perkebunan Kelapa

Sawit Rakyat di Kecamatan Rantau Utara

12. Produksi dan Penerimaan Tanaman Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kecamatan Rantau Utara

13. Nilai R/C Ratio Pada Petani Kelapa Sawit Rakyat di Kecamatan Rantau Utara

14. BEP Produksi dan BEP Harga Petani Kelapa Sawit Rakyat di Kecamatan Rantau Utara

15. Uji Asumsi Klasik

(16)
(17)

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Kelapa sawit juga salah satu komoditas ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan gas. Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar di dunia (BPS, 2015).

Menurut Siradjuddin (2007) Pembangunan subsektor kelapa sawit merupakan penyediaan lapangan kerja yang cukup besar dan sebagai sumber pendapatan petani. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang memiliki andil besar dalam menghasilkan pendapatan asli daerah, produk domestik bruto dan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa faktor yang menjadikan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas unggulan perkebunan yaitu pertama, karena produk turunannya yang luas.

Produk-produk olahan yang dapat dihasilkan dari kelapa sawit diantaranya minyak goreng, detergen, kosmetik, sabun, lilin, dan lain-lain. Banyaknya jenis produk yang dapat dihasilkan dari komoditi kelapa sawit menunjukkan bahwa pasar untuk produk sawit masih terbuka dan memiliki prospek yang cukup baik.

Faktor kedua yaitu, kebutuhan minyak nabati yang tiap tahunnya meningkat.

Faktor-faktor tersebut menunjukkan bahwa prospek pengembangan bisnis kelapa sawit cukup menjanjikan. Program dan proyek pengembangan kelapa sawit di Indonesia sendiri telah dilakukan di beberapa daerah terutama di tujuh provinsi yaitu Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Jambi,

(18)

Kalimantan Barat, dan Sumatera Barat karena kondisi geografis daerah tersebut memang sangat cocok untuk pengembangan kelapa sawit (Ramadhannissa,2013).

Potensial areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa sawit. Data di lapangan menunjukkan kecenderungan peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit khususnya perkebunan rakyat. Pertumbuhan perkebunan rakyat pada periode tiga puluh tahun terakhir mencapai 45,1 % per tahun, sementara areal perkebunan negara tumbuh 6,8 % per tahun, dan areal perkebunan swasta tumbuh 12,8% per tahun (Septianita, 2002).

Luas areal dan produksi kelapa sawit yang dihasilkan di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Untuk 3 tahun terakhir ini luas areal dan produksi terus meningkat. Untuk lebih jelasnya, keadaan ini digambarkan pada tabel 1 berikut :

Tabel 1.1 Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia menurut Jenis Pengusahaan, Tahun 2013-2017 (dalam ribu ton)

Jenis Pengusahaan

2015 2016 2017

Produksi (Ton)

Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton)

Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton)

Luas Areal (Ha) Perkebunan

Rakyat 2.105.558 4.535.400 2.173.137 4.656.648 2.262.348 4.756.272 Perkebunan

Besar Negara

469.364 743.894 487.294 747.948 500.435 752.585 Perkebunan

Besar Swasta 3.639.080 5.980.982 3.985.445 6.509.903 4.309.094 6.798.820 Jumlah 6.214.003 11.260.277 6.645.876 11.914.499 7.071.877 12.307.677

Sumber : Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2013-3017

Luas perkebunan rakyat yang terus meningkat menunjukkan minat rakyat yang terus meningkat untuk usaha ini. Luas areal kelapa sawit Indonesia pada tahun 2017 sebesar 12,3 juta hektar dengan produksi sebesar 7 juta ton.

(19)

Agar memperoleh tingkat pendapatan dan tingkat keuntungan yang tinggi pada usaha perkebunan kelapa sawit maka perlu diperhatikan bagaimana meningkatkan. jumlah produksi dan kualitas buah yang tinggi. Untuk itu diperlukan pengadaan modal bagi petani untuk membuka lahan dan membeli bibit kelapa sawit yang bermutu tinggi agar hasilnya bagus dan pertumbuhannya sempurna. Dalam pengembangan kelapa sawit perlu juga diperhatikan ketersediaan tenaga kerja, tanpa ada tenaga kerja maka perkebunan kelapa sawit tidak akan berjalan dengan baik, baik tenaga kerja dari keluarga petani sendiri maupun dari luar (Hermansyah, 2011).

Berikut ini adalah tabel luas tanaman dan produksi tanaman kelapa sawit perkebunan rakyat menurut kabupaten di Sumatera Utara tahun 2015 disajikan pada tabel 2 berikut:

Tabel 1.2 Luas Lahan dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat menurut Kabupaten di Sumatera Utara pada Tahun 2016.

Kabupaten/Kota Luas Lahan (Ha) Produksi

(Ton)

T.B.M T.M T.T.M Jumlah

1. Nias - - - - -

2. Mandailing Natal 3.140,00 12.530,00 24,00 15.694,00 231.027,27 3. Tapanuli Selatan 2.225,00 2.964,00 33,00 5.222,00 55.136,36 4. Tapanuli Tengah 1.585,00 1.666,00 43,00 3.294,00 29.459,09

5. Tapanuli Utara 14,00 11,00 7,00 32,00 81,82

6. Toba Samosir 138,00 522,00 10,00 670,00 3.800,00

7. Labuhanbatu 2.807,00 31.902,00 83,00 34.795,00 536.909,09 8. Asahan 6.958,00 64.892,00 1.085,00 72.935,00 1.050.159,09

9. Simalungun 3.372,00 25.837,00 7,00 29.216,00 517.218,18

10. Dairi 38,00 127,00 19,00 184,00 1.300,00

11. Karo 580,00 822,00 12,00 1.414,00 9.145,45

12. Deli Serdang 3.014,00 12.397,00 107,00 15.518,00 210.254,55

13. Langkat 6.633,00 39.907,00 291,00 46.831,00 633.472,73

14. Nias Selatan 685,00 67,00 4,00 756,00 272,73

15. Humbang Hasundutan 60,00 212,00 24,00 296,00 1.200,00

16. Pakpak Bharat 191,00 1.117,00 77,00 1.385,00 5.318,82

17. Samosir - - - - -

18. Serdang Bedagai 1.675,00 11.126,00 25,00 12.826,00 173.800,00

19. Batu Bara 2.277,00 6.302,00 381,00 8.960,00 103.459,09

20 Padang Lawas Utara 9.317,00 17.735,00 95,00 27.147,00 295.863,64 21. Padang Lawas 6.877,00 26.046,00 103,00 33.026,00 438.022,73 22. Labuhanbatu Selatan 1.766,00 40.210,00 595,00 42.571,00 619.327,27 23. Labuhanbatu Utara 4.639,00 59.724,00 620,00 64.983,00 860.045,45

(20)

25. Nias Barat - - - - -

77. Padangsidimpuan 7,00 34,00 16,00 57,00 295,45

78. Gunung Sitoli - - - - -

Sumatera Utara 2016 57.998,00 356.150,00 3.661,00 417.809,00 5.775.631,82 2015 63.093,00 328.429,00 3.967,00 395.489,00 5.101.384,09 2014 58.096,03 354.932,90 3.446,18 416.475,11 5.745.235,23 2013 62.271,72 348.646,12 3.998,00 414.915,84 5.612.066,73

Sumber :Sumatera Utara dalam Angka 2017

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa kabupaten Labuhanbatu merupakan salah satu daerah penghasil kelapa sawit terbesar. Kabupaten Labuhanbatu mempunyai luas lahan seluas 34.795 Ha atau 8,3 persen dari seluruh luas tanaman kelapa sawit di Sumatera Utara pada tahun 2016. Kabupaten Labuhanbatu mempunyai jumlah produksi kelapa sawit rakyat sebesar 536.909,09 Ton atau sekitar 9,2 persen dari seluruh produksi kelapa sawit di Sumatera Utara pada tahun 2016.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) produksi kelapa sawit di Kecamatan Rantau Utara mengalami penurunan. Kendala-kendala yang dihadapi petani kelapa sawit adalah umur tanaman kelapa sawit yang sudah tua, dan banyaknya tanaman kelapa sawit yang tidak menghasilkan buah yang baik. Timbulnya berbagai permasalahan pada usahatani kelapa sawit rakyat tersebut tentunya tidak dapat dibiarkan begitu saja, diperlukan berbagai kajian ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut, salah satunya adalah melakukan analisis finansial pada kegiatan usahataninya, apakah kegiatan usahatani yang dilakukan layak untuk tetap dijalankan dan mengalami keuntungan atau kegiatan usahatani ini tidak layak dan tidak mendapatkan keuntungan.

Dalam melakukan usaha perkebunan produksi kelapa sawit haruslah diperhatikan bagaimana besar peningkatan keuntungan produksinya beberapa tahun ke depan.

Dalam hal ini perlu dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui

(21)

apakah usaha tersebut layak atau tidak untuk dikembangkan secara jangka panjang.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Faktor apa yang mempengaruhi pendapatan usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian ?

2. Bagaimana korelasi antara luas lahan dengan pendapatan petani di daerah penelitian ?

3. Bagaimana korelasi antara biaya produksi kelapa sawit per Ha dengan pendapatan petani di daerah penelitian

4. Bagaimana kelayakan finansial perkebunan kelapa sawit di daerah penelitian ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis korelasi antara luas lahan dengan pendapatan petani di daerah penelitian.

3. Untuk menganalisis korelasi antara biaya produksi kelapa sawit per Ha dengan pendapatan petani di daerah penelitian

4. Untuk menganalisis kelayakan finansial perkebunan kelapa sawit di daerah penelitian.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam mengembangkan usaha perkebunan kelapa sawit rakyat.

(22)

2. Sebagai bahan pertimbangan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan usaha perkebunan kelapa sawit rakyat.

3. Sebagai bahan studi, referensi, dan perbandingan untuk peneliti selanjutnya.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Komoditi Kelapa Sawit

Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir dan berkiprah di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik (Perkebunannya dapat ditemukan antara lain di Sumatera Utara dan D.I Aceh) dan produk olahannya minyak sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan yang handal (Tim Penulis, 1997).

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis pada 150LU-150LS dan tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembapan 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil yaitu 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit (Sibuea, 2014).

Perkebunan kelapa sawit merupakan suatu usaha jangka panjang. Dengan demikian, dibutuhkan pengelolaan serta penanganan yang serius bagi pengelolaannya sehingga diharapkan usaha tersebut memperoleh keuntungan yang optimal. Usaha ini baru akan menghasilkan sekitar 2-3 tahun setelah kelapa sawit ditanam di lapangan (Pardamean, 2014).

Menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2008), Taksonomi kelapa sawit yang umum diterima sekarang adalah :

(24)

Divisi : Tracheophyta Anak Divisi (Sub Divisi) : Pteropsida

Kelas : Angiospermae

Anak Kelas (Sub Kelas) : Monocotyledoneae Bangsa (Ordo) : Spadiciflorae (Arecales) Suku (Familia) : Palmae (Aracaceae) Anak Suku (Sub Familia) : Cocoideae

Marga (Genus) : Elaeis

Jenis (Spesies) : Elaeis guineensis Jacq.

Dilihat dari pengusahaannya, perkebunan kelapa sawit Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara, dan Perkebunan Besar Swasta. Perkebunan rakyat adalah perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat memilki luas lahan yang terbatas, yaitu 1-10 ha. Dengan luas lahan tersebut, tentunya menghasilkan produksi TBS yang terbatas pula sehingga penjualannya sulit dilakukan apabila ingin menjualnya langsung ke prosesor / industri pengolah (Fauzi, 2012).

2.1.2 Budidaya Kelapa Sawit

Dalam pelaksanaannya budidaya kelapa sawit dimulai dari pembukaan lahan.

Daerah yang akan dijadikan areal perkebunan perlu “dibuka” dahulu dengan cara menebang pohon yang mengganggu serta membersihkan tunggul-tunggul, sisa-sisa tanaman rumput, dan alang-alang. Pembersihan ini dilakukan agar sisa- sisa tanaman tidak menjadi sarang hama penyakit yang dapat mengganggu nantinya (Suwarto dalam Monica, 2013).

(25)

Setelah atau pun beriringan dengan pembukaan lahan dilakukan upaya pengadaan bibit. Ada tiga cara pengadaan bibit kelapa sawit di Indonesia. Pertama, membeli benih dan bibit liar. Kedua, membeli biji dari produsen resmi lalu mengecambahkannya sendiri. Ketiga, membeli bibit hasil kultur jaringan. Untuk memperoleh bibit yang benar-benar baik, sehat, dan seragam, harus dilakukan sortasi yang ketat. Keberhasilan penanaman kelapa sawit yang dipelihara selama 25 tahun di lapangan tidak luput dari sifat-sifat bahan-bahan atau bibit yang di pakai (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

Ada dua sistem pembibitan kecambah kelapa sawit, yaitu (1) sistem dua tahap dan (2) sistem satu tahap. Pembibitan dua tahap terdiri atas pembibitan pendahuluan (pre-nursery) dalam kantong plastik kecil hingga bibit berumu 3 – 4 bulan baru dilanjutkan dalam pembibitan utama (main-nursery) menggunakan kantong plastik besar hingga bibit berumur 10 – 14 bulan. Sedangkan pembibitan satu tahap, kecambah langsung ditanam dalam kantong plastik besar hingga umur siap dipindahkan ke lapang (Allorerung dkk, 2010)

Setelah pengadaan bibit telah dilakukan dilanjutkan dengan penanaman. Bibit dari pembibitan dipilih untuk ditanam di areal perkebunan. Penanaman ini memperhatikan jarak tanam agar tidak terjadi persaingan dalam penggunaan lahan, sinar matahari, dan makanan. Kerapatan tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit. Jarak optimum adalah 9 m untuk tanah datar dan 8,7 m untuk tanah bergelombang. Setelah hal itu dilakukan dapat dilakukan penanaman penutup tanah. Susunan penanaman dapat berbentuk bujur sangkar, jajaran genjang, atau segitiga sama sisi. Namun susunan bentuk

(26)

segitiga sama sisi merupakan yang paling ekonomis karena populasi tanaman mencapai 143 pohon per hektar (Fauzi dkk, 2004).

Langkah selanjutnya adalah pemeliharaan. Pemeliharaan atau perawatan tanaman merupakan salah satu tindakan yang sangat penting yang menentukan masa produktif tanaman. Pemeliharaan bukan hanya ditujukan pada tanaman tetapi juga pada tanahnya. Walaupun tanaman dirawat dengan baik, jika dari segi perawatan tanah diabaikan, maka hal tersebut tidak akan banyak memberikan manfaat (Tim Penulis, 1997).

Panen dan pengolahan hasil merupakan rangkaian terakhir dari kegiatan budidaya kelapa sawit. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat pemungutan hasil (TPH) serta ke pabrik. Dalam pelaksanaan pemanenan perlu diperhatikan beberapa kriteria tertentu karena tujuan panen kelapa sawit adalah untuk mendapatkan rendemen minyak yang tinggi dengan kualitas minyak yang baik (Fauzi dkk, 2004).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan, Produksi 1. Biaya Produksi

Pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani dalam satu kali masa tanam terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan oleh petani yang tidak tergantung pada besarnya output yang dihasilkan. Biaya variabel diartikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh output yang dihasilkan. Kedua biaya tersebut jika dijumlahkan

(27)

akan menghasilkan biaya total. Untuk menghitung seluruh biaya digunakan rumus:

TC = FC + VC Dimana :

TC = Total cost FC = Fixed Cost VC = Variabel Cost

2. Penerimaan

Pendapatan kotor (Penerimaan) usaha perkebunan adalah nilai produksi total usaha perkebunan dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual, dikonsumsi oleh rumah tangga petani, dan disimpan digudang pada akhir tahun (Soekartawi, 2003). Penerimaan yaitu produksi yang dihasilkan oleh petani dikalikan dengan harga jual hasil produksi. Untuk menghitung penerimaan maka digunakan rumus sebagai berikut :

TR = P . Q Dimana :

TR = Total Penerimaan (Rp) P = Harga produksi (Rp/Kg) Q = Jumlah produksi (Kg)

3. Pendapatan

Soekartawi (2003), mengemukakan bahwa pendapatan bersih usaha perkebunan adalah selisih antara pendapatan kotor usaha perkebunan dengan biaya produksi.

Pendapatan bersih dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(28)

π = TR - TC Dimana:

π = Pendapatan petani TR = Total Revenue TC = Total Cost

4. Produksi

Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output.

Hubungan teknis antara faktor produksi dengan hasil produksi disebut dengan faktor produksi (Nuraini, 2006). Dimana faktor – faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan hasil produksi juga disebut dengan output. Fungsi produksi dinyatakan dalam bentuk rumus, yaitu seperti berikut:

Q = f (K, L, R, T)

Dimana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja, dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawan, R adalah kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor–faktor produksi tersebut (Sukirno, 2016).

Menurut Nicholson (2002) produktivitas fisik marginal atau Marginal Physical Product (MPP) suatu input didefinisikan sebagai tambahan kuantitas output yang dihasilkan dengan menambah satu unit input itu, dengan menganggap konstan

(29)

seluruh input lainnya. Produktifitas fisik marjinal suatu input akan tergantung pada seberapa banyak input tersebut digunakan.

2.2.2 Korelasi

Korelasi adalah pengukuran hubungan antara dua peubah Xdan Y. Analisis korelasi mencoba mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi. Koefisien korelasi linear didefinisikan sebagai ukuran hubungan linear antara dua peubah X dan Y, dan dilambangkan dengan “r” (Hamang, 2005).

Nilai korelasi berada pada rentang 0 sampai 1 atau 0 sampai -1. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah hubungan. Tanda positif menunjukkan arah perubahan yang sama. Jika 1 variabel naik, variabel yang lain juga akan naik. Tanda negatif menunjukkan arah perubahan yang berlawanan. Jika suatu variabel naik, maka variabel yang lain akan turun (Trihendradi, 2005).

Jika nilai yang diperoleh semakin dekat dengan angka 1, itu berarti hubungan semakin kuat dan arah hubungan tersebut adalah searaah. Sebaliknya jika nilai yang diperoleh semakin dekat dengan angka -1, itu berarti hubungan semakin kuat dan arah hubungan tersebut berkebalikan. Jika nilai yang diperoleh adalah nol berarti tidak terdapat hubungan antara dua variabel (Wibowo, 2012).

2.2.3 Kelayakan Finansial

Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang petani sebagai pemilik. Analisis finansial diperhatikan didalamnya adalah dari segi cash-flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor (gross-sales) dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai

(30)

Hasil finansial sering juga disebut “private returns”. Beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam analisis finansial ialah waktu didapatkannya returns sebelum pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan proyek kehabisan modal.

Aspek finansial mencakup pembiayaan proyek pembangunan yang akan atau yang sedang dilaksanakan dan relevansinya dengan manfaat yang akan diperoleh (Soekartawi, 1995).

Studi kelayakan merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan. Pengertian layak dalam studi kelayakan adalah kemungkinan dari gagasan/proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit) baik dalam arti finansial maupun dalam arti sosial benefit (Ibrahim, 2009).

Analisis finansial didasarkan pada keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan data harga yang sebenarnya ditemukan dilapangan (real price).

Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan dapat melihat apa yang terjadi pada proyek dalam keadaan apa adanya. Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan juga dapat segera melakukan penyesuaian (adjustment), bilamana proyek tersebut berjakan meyimpang dari rencana semula. Sebaliknya, bila proyek berjalan seperti tujuan semula dan tanpa halangan maka dapat dilihat seberapa besar manfaat proyek. Dalam analisis finansial, nilai suatu uang sebagai alat pembayaran adalah berbeda pada waktu yang berlainan, maka dalam penilaian suatu proyek sering dipakai cara-cara yang menggunakan prosedur diskonto mengingat bahwa satu rupiah yang dibayar atau diterima hari ini akan lebih tinggi nilainya daripada satu rupiah yang dibayar atau diterima di masa mendatang (Soekartawi, 1995).

(31)

Salah satu tujuan dilakukannya studi kelayakan adalah untuk mencari jalan keluar agar dapat meminimalkan hambatan dan resiko yang mungkin akan timbul di masa yang akan datang. Hal ini dilakukan karena di masa mendatang penuh dengan ketidakpastian. Semua ketidakpastian ini akan mengakibatkan semua yang sudah direncanakan menjadi tidak tercapai. Sehingga resiko kerugian tidak terelakkan. Layak di sini juga diartikan memberikan keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankannya akan tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah dan masyarakat luas (Kasmir dan Jakfar, 2003).

1. R/C Ratio

R/C adalah perbandingan antara penerimaan penjualan dengan total biaya yang di keluarkan selama proses produksi hingga menghasilkan produk (Soekartawi, 2000).

R/C Ratio =

Keterangan:

R = Revenue = Penerimaan C = Biaya (Rp)

Kriteria Penilaian :

Jika R/C > 1 maka usaha perkebunan kelapa sawit layak dilaksanakan.

Jika R/C < 1 maka usaha perkebunan kelapa sawit tidak layak dilaksanakan.

Jika R/C = 1 maka usaha perkebunan kelapa sawit dalam keadaan impas.

(32)

2. BEP (Break Event Point)

Break Even Point (BEP) yang merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui batas nilai produksi atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas yaitu tidak rugi dan tidak untung Break Even Point (BEP) yang akan digunakan yaitu Break Even Point (BEP) Harga dan Break Even Point (BEP) Produksi (Soekartawi, 2002).

2.2.4 Karakteristik Sosial Ekonomi 1. Umur

Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usaha perkebunan, umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja dimana dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006).

2. Pendidikan

Pendidikan dinilai sebagai sarana meningkatkan pengetahuan tentang teknologi pertanian yang baru, karena pendidikan merupakan sarana belajar dimana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju praktek pertanian yang modern (Soekartawi, 1988).

Banyaknya atau lamanya sekolah/pendidikan yang diterima seseorang akan berpengaruh terhadap kecakapannya dalam pekerjaan tertentu. Sudah tentu kecakapan tersebut akan mengakibatkan kemampuan yang lebih besar dalam menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga (Soekartawi, 1999).

(33)

3. Lamanya Berusaha

Lamanya berusaha perkebunan, petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Hal ini dikarenakan pengalaman lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan (Soekartawi dkk, 1989).

Menurut Hasyim (2006) menyatakan lamanya berusaha perkebunan untuk setiap orang berbeda-beda, oleh karena itu lamanya berusaha perkebunan dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal-hal yang baik untuk waktu-waktu berikutnya.

Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluh daripada petani pemula, hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan (Ginting, 2002).

4. Jumlah Tanggungan Keluarga

Menurut Hasyim (2006) jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga, akan mendorong petani untuk melakukan banyak kegiatan/aktivitas terutama dalam upaya mencari dan menambah pendapatan keluarga (Ginting, 2002).

Jumlah tanggungan keluarga semakin banyak (anggota keluarga) akan semakin meningkat pula beban hidup yang harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusaha perkebunan. Keluarga yang memiliki sebidang lahan tetap saja jumlahnya semakin sempit dengan

(34)

bertambahnya anggota keluarga sementara kebutuhan akan produksi terutama pangan sem akin bertambah (Daniel, 2002).

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maria Nora Monica tahun 2013 dengan judul “Analisis Kelayakan Finansial Kelapa Sawit Rakyat Studi Kasus : Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau”. Dalam penelitian ini penliti menggunakan metode analisis NPV, IRR dan Net B/C sehingga data diperoleh yaitu Secara finansial, usaha Perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian dikatakan layak untuk diusahakan dengan nilai NPV 30.113.603, IRR sebesar 24,498% dan B/C sebesar 2,934.

Menurut Budi Kurniawan (2006), pola kemitraan kelapa sawit di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan pada tingkat suku bunga 15%, secara finansial menguntungkan dengan Gross B/C sebesar 1,24, Net B/C sebesar 1,86%, NPV sebesar Rp. 36.002.756, IRR sebesar 19,92% dan Payback Period 9,05 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit pola kemitraan di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan layak dikembangkan.

2.4 Kerangka Pemikiran

Usaha perkebunan kelapa sawit rakyat adalah salah satu usaha yang hasilnya cukup meyakinkan untuk dilaksanakan, usaha ini dikelola petani rakyat dengan mengkoordinir faktor produksi berupa alam, tenaga kerja, dan modal untuk melakukan proses produksi komoditi kelapa sawit sehingga dapat terlaksana dan menghasilkan output berupa tandan buah segar (TBS). Pendapatan diperoleh dari selisih penerimaan dengan biaya produksi. Penerimaan diperoleh dari hasil perkalian penjualan hasil produksi (TBS) dengan harga yang berlaku, sedangkan

(35)

biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi kelapa sawit mencakup biaya pemeliharaan tanaman (tenaga kerja pemeliharaan tanaman, biaya bibit tanaman kelapa sawit, biaya pupuk dan pestisida, serta biaya untuk pembersihan lahan). Selanjutnya analisis finansial yang digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha dilihat dari arus kasnya. Adapun kriteria yang dipakai dalam analisis ini yakni R/C ratio dan BEP (Break Event Point). Bila kriteria tersebut terpenuhi maka dapat dikatakan usaha tersebut layak untuk diusahakan. Bila usaha dikatakan layak artinya usaha tersebut memberikan keuntungan / manfaat secara finansial, namun bila dikatakan tidak layak artinya usaha tersebut tidak memberikan keuntungan/manfaat secara finansial sehingga petani pemilik dapat melakukan tindakan penyesuaian (adjustment) karena usaha yang dikerjakan menyimpang dari tujuan semula.

(36)

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan

: Mempengaruhi : Hubungan

Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat

Produksi

Biaya Produksi

Bibit Pupuk Pestisida

Tenaga Kerja Lahan Penerimaan

Harga

Pendapatan Bersih

Analisis Kelayakan 1. R/C Ratio 2. BEP Produksi 3. BEP Harga

Layak Tidak Layak

(37)

2.5 Hipotesis Penelitian

1. Biaya produksi, luas lahan, tenaga kerja dan Umur tanaman merupakan faktor yang mempengaruhi Pendapatan petani perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian.

2. Terdapat hubungan antara luas lahan kelapa sawit dengan pendapatan petani kelapa sawit di daerah penelitian.

3. Terdapat hubungan antara biaya produksi per Ha dengan pendapatan petani kelapa sawit di daerah penelitian.

4. Usaha perkebunan perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian layak untuk di kembangkan.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive atau dengan tujuan tertentu (sengaja). Penelitian dilakukan di Kabupaten Labuhanbatu dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Labuhanbatu merupakan salah satu kabupaten yang memiliki produksi kelapa sawit rakyat tertinggi di Provinsi Sumatera Utara.

Lokasi yang menjadi daerah penelitian adalah Kecamatan Rantau Utara. Daerah sampel penelitian dipilih karena daerah ini merupakan salah satu penghasil produksi kelapa sawit tertinggi di Kabupaten Labuhanbatu.

Tabel 3.1 Luas Lahan dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat menurut Kecamatan di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2017.

No Kecamatan

Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton)

Produkti vitas (Ton/Ha/

Thn)

KK Petani

TBM TM TTM Jumlah

1 Rantau Utara 121,00 1712,20 728,00 2.561,20 34.971,00 14.331,20 888 2 Rantau Selatan 107,00 708,00 236,00 1.051,00 13.975,00 14.804,03 474 3 Panai Tengah 322,00 4616,69 814,71 5.753,40 82.678,00 15.222,23 151 4 Panai Hilir 327,00 1505,70 167,30 2.000,00 26.468,00 15.820,68 753 5 Panai Hulu 245,00 2239,92 395,28 2.880,20 39.808,00 15.106,25 1.505 6 Bilah Hulu 385,00 1606,70 535,57 2.527,27 31.640,00 14.769,38 928 7 Bilah Hilir 92,00 6507,61 1148,40 7.748,01 116.808,00 15.257,03 4.314 8 Bilah Barat 154,00 3146,87 1228,42 4.529,29 74.240,00 19.968,02 4.198 9 Pangkatan 153,00 8055,02 2685,01 10.893,03 170.210,00 15.848,19 1.237 Jumlah 1.096,00 30.098,72 7.938,68 39.943,40 590.798,00 15.347,45 14.448

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Labuhanbatu 2017 3.2 Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode Simple Random Sampling yaitu mengambil sampel secara acak sederhana. Populasi petani di Kecamatan Rantau Utara sebesar 888 KK, Besar sampel yang diambil dalam penelitian ini dihitung terlebih dahulu agar dapat mewakili populasi. Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel dalam hal ini digunakan rumus Slovin sebagai berikut:

(39)

n =

Dimana :

N = Jumlah populasi n = Besar sampel

e = Kesalahan pengambilan sampel ditetapkan sebesar 10%

n =

n

=

n

= n = 89

Dengan menggunakan rumus diatas maka di peroleh n sebesar 89, sehingga besar sampel di Kecamatan Rantau Utara adalah 89 Sampel.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan para responden berdasarkan daftar kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari berbagai instansi (Lembaga) atau dinas serta literatur yang ada hubungannya dengan penelitian ini, Seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian dan Perkebunan, Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Rantau Utara, Kantor Kecamatan Rantau Utara.

(40)

3.4 Metode Analisis Data

Identifikasi masalah 1 dalam penelitian ini menggunakan Regresi Linear Berganda. Data diolah dengan menggunakan program SPSS dengan meregresikan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kelayakan suatu perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian.

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 Keterangan :

Y = Keuntungan

β0 = Konstanta

β1 β2 β3 β4 = Koefisien regresi (Parameter)

X1 = Biaya Produksi

X2 = Luas Lahan

X3 = Tenaga Kerja

X4 = Umur Tanaman

3.4.1 Uji Asumsi Klasik 1. Uji F

Uji F dilakukan untuk membuktikan hipotesis pertama tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan usaha perkebunan perkebunan kelapa sawit rakyat dengan kelayakan sebagai variabel terikat terhadap biaya produksi, luas lahan, tenaga kerja dan Umur tanaman sebagai variabel bebas.

Pengujian ini dilakukan untuk mem-bandingkan nilai pro-babilitas signifikan F hitung dengan signifikan 0.05, jika probabilitas signifikan Fhitung < 0.05 maka H0 ditolak yang berarti H1 diterima, artinya secara simultan ada pengaruh nyata antara biaya produksi, luas lahan, tenaga kerja, dan Umur Tanaman terhadap

(41)

kelayakan suatu usaha perkebunan. Atau jika probabilitas signifikan Fhitung > 0.05 maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang berarti secara simultan tidak ada pengaruh nyata antara biaya produksi, luas lahan, tenaga kerja, dan Umur Tanaman terhadap kelayakan suatu usaha perkebunan

2. Uji t

Pengujian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara variabel independen (Faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan) terhadap variabel dependen (kelayakan usaha perkebunan). Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai pro-babilitas signifikan dari t-hitung dengan alpha 0.05, jika probabilitas signifikan t-hitung < alpha 0.05 maka H0 ditolak berarti H1 diterima, artinya variabel bebas (X) secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y). Atau jika probabilitas signifikan t-hitung > alpha 0.05 maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya variabel bebas (X) secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y).

3. Koefisien Determinan (R2)

Koefisien determinan (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. Besarnya R square berkisar antara 0-1 yang berarti semakin kecil besar R square, maka hubungan kedua variabel semakin lemah. Sebaliknya jika R square semakin mendekati 1, maka hubungan kedua variabel tersebut semakin kuat.

4. Uji Multikolinieritas

Adanya multikolinearitas dalam model yang dihasilkan artinya antarvariabel independen yang terdapat dalam model memiliki hubungan yang sempurna atau

(42)

mendekati sempurna. Konsekuensi yang sangat penting bagi model regresi yang mengandung multikolinearitas bahwa kesalahan standar estimasi cenderung akan meningkat dengan bertambahnya variabel independen, tingkat signifikansi yang digunakan untuk menolak hipotesis nol akan semakin besar dan probabilitas menerima hipotesis yang salah juga akan semakin besar. Untuk mendeteksi ada tidak adanya multikolinearitas dengan melihat Tolarance dan VIF sebagai berikut:

- Tolerance >0,1 dan VIF < 10 , tidak terjadi multikolinearitas

- Tolerance <0,1 dan VIF > 10 , terjadi multikolinearitas (Priyatno, 2009).

5. Heteroskedastisitas

Adanya heteroskedastisitas artinya varians variabel dalam model tidak sama (konstan). Konsekuensi adanya heteroskedastisitas dalam model regresi adalah penaksir (estimation) yang diperoleh tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun dalam sampel besar, walaupun penaksir yang diperoleh menggambarkan populasinya (tidak bias) dan bertambahnya sampel yang digunakan akan mendekati nilai sebenarnya (konsisten). Ini disebabkan oleh variansnya yan tidak minimum/tidak efisien (Alghifari, 2000).

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah di dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain dalam model regresi. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas (Supriana, 2015).Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat di ketahui dengan melihat penyebaran data pada grafik scatterplot.

(43)

a. Jika penyebaran data pada scatterplot membentuk pola tertentu yang teratur seperti bergelombang, melebar kemudian menyempit maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika penyebaran data pada scatterplot tidak terdapat pola tertentu yang jelas, titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka mengindikasikan tidak terjadi heteroskedastisitas.

6. Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal.Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov.

Kriteria pengujian menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov dengan melihat nilai signifikan pada Kolmorov Smirnov Test, yaitu:

- Jika sig.>0,05 maka data berdistribusi normal - Jika sig.<0,05 maka data tidak berdistribusi normal.

Identifikasi masalah 2 dan 3 dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi Pearson data diolah dengan menggunakan program SPSS dengan mengkorelasikan luas lahan dan biaya produksi per Ha dengan pendapatan perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian. Hasil dan kesimpulan dari analisis dapat diketahui dengan berpedoman pada kriteria sebagai berikut.

3.4.2 Uji Korelasi Pearson 1. Pengujian Hipotesis

Jika sig > 0.05 maka H0 diterima, H1 ditolak.

Jika sig < 0.05 maka H1 diterima, H0 ditolak.

(44)

1) Korelasi variabel luas lahan dengan variabel pendapatan petani kelapa sawit rakyat.

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel luas lahan dengan variabel pendapatan.

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara variabel luas lahan dengan variabel pendapatan.

2) Korelasi variabel biaya produksi per Ha dengan variabel pendapatan petani kelapa sawit rakyat.

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel biaya produksi per Ha dengan variabel pendapatan.

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara variabel biaya produksi per Ha dengan variabel pendapatan.

2. Nilai dari derajat keeratan

Menurut Supranto (1995), koefisien korelasi (r) dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan :

r

=Koefisien Korelasi n = Besar Sampel

X = Luas Lahan Dan Biaya Produksi Per Ha.

Y = Pendapatan Petani

merupakan koefisien korelasi yang nilainya akan senantiasa berkisar antara 1 sampai dengan 1. Bila koefisien korelasi semakin mendekati angka 1 berarti

(45)

korelasi tersebut semakin kuat, tetapi jika koefisien korelasi tersebut mendekati angka 0 berarti korelasi tersebut semakin lemah.

Oleh karena itu, untuk mempermudah pemberian kategori koefisien korelasi maka dibuat kriteria pengukuran berikut :

Tabel 3.2 Kriteria Koefisien Korelasi

Nilai r Kriteria

0,00 s.d 0,29 0,30 s.d 0,49 0,50 s.d 0,69 0,70 s.d 0,79 0,80 s.d 1.00

Korelasi sangat lemah Korelasi lemah Korelasi cukup Korelasi kuat Korelasi sangat kuat Sumber : Suliyanto.2011

Untuk identifikasi masalah ke 4 menganalisis tingkat kelayakan finansial kelapa sawit rakyat di daerah penelitian. menurut Soekartawi (2006) dapat dihitung dengan metode R/C Ratio (Return Cost Ratio) atau dikenal sebagai perbandingan antara Penerimaan dan Total Biaya. Untuk menghitung Penerimaan, dapat digunakan rumus sebagai berikut:

TR = Y. Py Keterangan:

TR = Total Revenue (Rp) Y = Jumlah Produksi (Kg) Py = Harga Produk (Rp)

Untuk menghitung biaya total (TC) yaitu dengan menjumlahkan antara Biaya Variabel (VC) dan Biaya Tetap (FC) (Raharja dan Mandala, 2006).

TC = FC + VC

(46)

Keterangan :

TC = Total Cost (Rp) FC = Fixed Cost (Rp) VC = Variabel Cost (Rp)

Setelah mengetahui jumlah penerimaan dan total biaya, maka dapat dihitung jumlah pendapatan yang dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

π = TR – TC Keterangan:

π = Pendapatan

TR = Total Revenue (Rp) TC = Total Cost (Rp)

Setelah itu dapat dihitung jumlah R/C Ratio yang dirumuskan sebagai berikut:

R/C Ratio =

Keterangan:

R = Revenue = Penerimaan C = Biaya (Rp)

Kriteria Penilaian :

Jika R/C > 1 maka usaha perkebunan kelapa sawit rakyat layak dilaksanakan.

Jika R/C< 1 maka usaha perkebunan kelapa sawit rakyat tidak layak dilaksanakan.

Jika R/C = 1 maka usaha perkebunan kelapa sawit rakyat dalam keadaan impas.

Untuk mengetahui batas nilai produksi atau besarnya volume produksi suatu usaha untuk mencapai titik tidak untung maupun tidak rugi (impas) maka dilakukanlah perhitungan BEP (Break Event Point). Adapun rumus dari BEP harga dan juga BEP produksi menurut Sunarjono (2005) adalah sebagai berikut.

(47)

BEP Produksi =

dan BEP Harga =

Dengan kriteria uji BEP Produksi sebagai berikut:

a. BEP Produksi < Produksi yang dihasilkan, maka usaha perkebunan kelapa sawit rakyat layak dilaksanakan.

b. BEP Produksi = Produksi yang dihasilkan, maka usaha perkebunan kelapa sawit rakyat mencapai titik impas, artinya tidak untung dan tidak rugi.

c. BEP Produksi > Produksi yang dihasilkan, maka usaha perkebunan kelapa sawit rakyat tidak layak dilaksanakan.

Sedangkan untuk BEP Harga kriteria ujinya sebagai berikut

a. BEP Harga < Harga jual produk, maka usaha perkebunan kelapa sawit rakyat layak dilaksanakan.

b. BEP Harga = Harga jual produk, maka usaha perkebunan kelapa sawit rakyat mencapai titik impas, artinya tidak untung dan tidak rugi.

c. BEP Harga

>

Harga jual produk, maka usaha perkebunan kelapa sawit rakyat tidak layak dilaksanakan.

3.5 Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Definisi

1. Analisis Finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang petani sebagai pemilik dimana kelayakan dari suatu kegiatan usaha diperhitungkan atas dasar besarnya laba finansial yang diharapkan.

(48)

2. Petani kelapa sawit adalah petani yang melakukan kegiatan usaha tani kelapa sawit.

3. Produksi adalah hasil panen yang didapatkan petani dari kegiatan usaha tani kelapa sawit, yang dikonversikan per ton per panen.

4. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit selama proses produksi masih berlangsung yang dinyatakan dalam rupiah per tahun. Komponen biaya produksi termasuk biaya bibit, pupuk, herbisida dan tenaga kerja.

5. Faktor produksi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi kelapa sawit untuk menghasilkan output.

6. Luas lahan adalah jumlah keseluruhan luas tanah atau lahan kelapa sawit yang dimiliki petani dan diusahakan untuk usaha perkebunan kelapa sawit yang dikonversikan dalam hektar.

7. Pupuk adalah jumlah bahan atau zat makanan yang diberikan atau ditambahkan pada tanaman kelapa sawit per luas lahan (ha) dengan maksud untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit (ton/tahun).

8. Penerimaan petani kelapa sawit adalah perkalian antara hasil produksi kelapa sawit dengan harga jual/Kg.

9. Pendapatan petani kelapa sawit adalah selisih antara penerimaan dengan biaya produksi kelapa sawit.

(49)

3.5.2 Batasan Operasional

1. Sampel adalah petani yang mengusahakan tanaman kelapa sawit dalam usaha perkebunannya di Kecamatan Rantau Utara.

2. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu.

3. Jumlah sampel sebanyak 89 petani diperoleh melalui metode slovin.

4. Penelitian dilakukan pada tahun 2018.

(50)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan

Kecamatan Rantau Utara merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Labuhanbatu. Kecamatan Rantau Utara memiliki luas wilayah sebesar 112,47 Km2. Secara geografis Kecamatan Rantau Utara terletak pada 02003’40”- 02009’00”LU, 99048’36”- 99054’06”BT. Kecamatan ini berada pada ketinggian 0 - 43 m dpl dengan keadaan tanah 98% datar sampai berombak, dan 2% berombak sampai berbukit. Curah hujan 2000-2500 mm/tahun.

Kecamatan Rantau Utara terdiri dari 10 kelurahan yaitu : Kelurahan Sirandorung, Kelurahan Padang Bulan, Kelurahan Kartini, Kelurahan Rantau Prapat, Kelurahan Cendana, Kelurahan Binaraga, Kelurahan Siringo-ringo, Kelurahan Aek Paing, Kelurahan Padang Matinggi, dan Kelurahan Pulo Padang

Secara administratif, Kecamatan Rantau Utara di sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan Kecamatan Bilah Barat, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tanjung Selamat, di sebelah Timur dan Selatan berbatasan dengaKecamatan Rantau Selatan. Jarak Kecamatan Rantau Utara ke pusat pemerintah kecamatan sekitar 0 km. Jarak Kecamatan ke pusat pemerintah Kabupaten sekitar 10 km, Jarak desa ke Ibukota Provinsi sekitar 288 km.

Luas wilayah di daerah penelitian menurut penggunaannya dibagi atas areal Tanah Kering, Bangunan atau Pekarangan, dan Perkebunan. Penggunaan lahan di Kecamatan Rantau Utara pada tabel 4 sebagai berikut :

(51)

Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Tata Guna Tanah di Kecamatan Rantau Utara

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Tanah Sawah 161 1

2 Tanah Kering/ Perkebunan 4.585 41

3 Bangunan atau Pekarangan 4.101 37

4 Lainnya 2.400 21

Jumlah 11.247 100

Sumber : Kecamatan Rantau Utara Dalam Angka 2017

Pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa Tanah Kering/Perkebunan merupakan wilayah terluas yaitu dengan luas sebesar 4.585 Ha dan diikuti jenis penggunaan lahan bangunan atau pekarangan yaitu dengan luas 4.101 Ha dan Tanah Sawah seluas 161 Ha.

4.1.2 Keadaan Penduduk

Distribusi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Di Kecamatan Rantau Utara pada tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini :

Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kecamatan Rantau Utara Tahun 2016

No Uraian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Laki-Laki 47.184 49,8

2 Perempuan 47.605 50,2

Total 94.789 100

Sumber : Kecamatan Rantau Utara Dalam Angka 2017

Tabel 4.2 Menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kecamatan Rantau Utara sebesar 94.789 Jiwa yang terdiri dari 47.184 jiwa Laki-Laki, dan 47.605 Jiwa Perempuan.

Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Kecamatan Rantau Utara Tahun 2016

No Uraian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Islam 72.371 76,35

2 Kristen Protestan 11.394 12,02

3 Kristen Katholik 7.972 8,41

4 Buddha 1.422 1,50

5 Hindu 1.630 1,72

Total 94.789 100

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Kemampuan Finansial Perkebunan Kelapa Sawit (Kasus di PT Perkebunan Nusantara I1 (Persero), Sumatera Utara).. Kelapa sawit adalah komoditas perkebunan yang penting

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh faktor luas areal, tenaga kerja, dan harga CPO terhadap produksi kelapa sawit pada perkebunan rakyat

Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi produksi kopi pada usaha perkebunan kopi rakyat. Bagaimanakah perbedaan tingkat pendapatan usaha perkebunan kopi rakyat

Penelitian ini berjudul &#34;Analisa Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Pasca Umur Ekonomis (27 Tahun) pada Perkebunan Sawit Inti Rakyat di Kecamatan Luhak Nan Duo

Faktor-faktor sosial ekonomi yang berhubungan secara signifikan dengan tingkat penerimaan petani dari usaha perkebunan kelapa sawit rakyat adalah umur petani,

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan investasi perkebunan rakyat kelapa sawit dengan sistem bagi hasil antara pemilik lahan dan investor di Desa Budi Asih,

mempengaruhi alih fungsi lahan persawahan menjadi perkebunan kelapa sawit. rakyat menunjukkan bahwa faktor pengeluaran keluarga petani,

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh umur tanaman terhadap produksi TBS (Tandan Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di