DAFTAR PUSTAKA
Anonimousa. 2014. kemenperin.go.id/artikel/494/Prospek-Dan-Permasalahan-
Industri-Sawit
Anonimousb. 2014.
http://blog.cifor.org/17819/berkas-fakta-indonesia-pimpin-produksi-minyak-sawit-dunia#.VB9GwRadvIU
Bangun, Wilson. 2007. Teori Ekonomi Mikro. Bandung: Refika Aditama
Buana, L. Siahaan, D dan Adiputra S. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit.
Medan Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Cohen, L. et. al. 2007. Research Methods in Education. Sixth Edition). New York;
Routledge
Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, I. Satyawibawa, dan R. Hartono. 2004. Kelapa Sawit:
Budi Daya, Pemanfaatan, Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan
Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta.
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS,
Edisi Keempat, Penerbit Universitas Diponegoro
Griffin, R.C. 2006. Technical Methode of Analyst. New York : Mc.Graw Hill.
Hartmann, H. T., W. J. Flocker, and A. M. Kofranek. 1981. Plant Science:
Growth, Development, and Utilization of Cultivated Plants. Prentice Hall,
inc., New Jersey.
Kheong, C. K., B. R. Hewitt, H.Y. Chu, K. T. Joseph, and N. Williams. 1969.
Modern Agriculture for Tropical Schools. Oxford University Press,
Singapore.
Nazir, M. 1998. Metode Penelitian. Jakarta : Ghali Indonesia
Rajanaidu, N., M. J. Lawrence, and S. C. Ooi. 1981. International Conference:
The Oil Palm Agriculture Indonesia The Eighies. Palm Oil Research
Institude Of Malaysia, Kuala Lumpur.
Risza, Suyatno. 1994. Kelapa Sawit : Upaya peningkatan produktivitas.
Yogyakarta : Kanisius
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, Penerbit Alfabeta,
Bandung
Sukirno, Sadono. 2005. Mikroekonomi:Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Pahan, I. 2010 Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir.
Penebar Swadaya, Jakarta, Indonesia.
Ponten, M Naibaho.1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit . Medan
Whitney, F. L. 1960. The Elements of Resert Asian Eds. Osaka: Overseas Book
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penentuan daerah penelitian menggunakan metode purposive. Metode
purposive adalah penentuan lokasi dilakukan secara sengaja dengan
mempertimbangkan tujuan dari penelitian. Desa Pegajahan, Kecamatan
Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai dipilih karena memiliki komposisi
kepemilikan perkebunan yang bervariasi, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan
swasta dan juga perkebunan BUMN, sehingga dianggap menarik oleh penulis.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang
berupa hasil dari wawancara kepada responden pemilik perkebunan kelapa sawit
rakyat. Data sekunder didapat dari instansi-instansi pemerintahan yang terkait
dengan penelitian ini seperti, BPS, Dinas Perkebunan Sumateran Utara dan Dinas
Perkebunan dan Kehutanan Serdang Bedagai.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode survey atau
wawancara secara langsung kepada petani pemilik perkebunan kelapa sawit
rakyat. Metode survei adalah pengumpulan data primer dengan melakukan tanya
jawab dengan responden. Jenis pertanyaan ini menggunakan pertanyaan yang
terstruktur. Pertanyaan yang terstruktur adalah pertanyaan yang dibuat dengan
sedemikian rupa sehingga responden dibatasi dalam memberi jawaban kepada
adalah responden yang dianggap memenuhi kebutuhan untuk mencapai tujuan
penelitian.
3.4. Metode Penentuan Sampel
Dalam penentuan besar sampel peneliti menggunakan metode quota
sampling. Teknik quota sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara
menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam
pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak
jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel
secara sembarang asal memenuhi persyaratan sebagai sampel dari populasi
tersebut.
Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan itu hanya sekedar
perkiraan akan relatif memadai untuk mendapatkan data yang diperlukan yang
diperkirakan dapat mencerminkan populasinya, tidak bisa diperhitungkan secara
tegas proporsinya dari populasi, karena jumlah anggota populasi tidak diketahui
secara pasti tadi. Quota sampling pasti, karenanya, nonrandom sampling. Dalam
hal ini peneliti menentukan besarnya sampel sebanyak 30 orang. Menurut Cohen,
et al, (2007) semakin besar sampel dari besarnya populasi yang ada adalah
semakin baik, akan tetapi ada jumlah batas minimal yang harus diambil peneliti
yaitu sebanyak 30 sampel. Setara dengan pernyatan Cohen (2007), Baley dalam
Mahmud (2011) menyatakan bahwa penelitian yang menggunakan analisis data
3.5. Metode Analisis Data
Masalah dalam penelitian iniakan dianalisis menggunakan analisis regresi
linier hal ini dilakukan karena fungsi produksi akan mencapai titik optimum dan
akan mengalami penurunan produksi di waktu tertentu sehingga dibutuhkan
analisis regresi linier.
Analisis Regresi
Analisis ini menurut Sugiyono (200) digunakan oleh peneliti bila peneliti
bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen
(kriterium), bila ada satu variabel independen sebagai prediktor dimanipulasi
(dinaik turunkan nilanya). Persamaan yang diperoleh dari regresi sederhana
adalah
Y = a + b X
Y : Subjek nilai dalam variabel terikat yang diprediksikan
a : Nilai Konstan
b : Angka arah koefisien regresi
X : Subjek pada variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu.
Untuk memperoleh hasil perhitungan Regresi, dapat dilakukan dengan
tiga cari yaitu perhitungan manual, menggunakan fungsi pada MS. Excel, atau
menggunakan Software Statistik dalam penelitian ini akan digunakan SPSS 17.
Asumsi yang diperlukan untuk analisis ini adalah uji normalitas. Uji
normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul dari
setiap variabel dependen dan independen atau keduanya mempunyai distribusi
normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang mendekati normal (Imam
Untuk melihat model regresi normal atau tidak, dilakukan analisis
grafik dengan melihat normal probability report plot´ yang membandingkan
antara distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi normal.
Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data akan
dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang
menggantikan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Imam
Ghozali, 2009).
Menurut Kurniawan (2008) regresi linier adalah metode statistika yang
digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependen;
respon; Y) dengan satu atau lebih variabel bebas (independen, prediktor, X).
Apabila banyaknya variabel bebas hanya ada satu, disebut sebagai regresi linier
sederhana, sedangkan apabila terdapat lebih dari 1 variabel bebas, disebut
sebagai regresi linier berganda. Analisis regresi setidak-tidaknya memiliki 3
kegunaan, yaitu untuk tujuan deskripsi dari fenomena data atau kasus yang
sedang diteliti, untuk tujuan kontrol, serta untuk tujuan prediksi.
Menurut Nawari (2010), analisis regresi adalah suatu metode
sederhana untuk melakukan investigasi tentang hubungan fungsional di antara
beberapa variabel. Hubungan antara beberapa variabel tersebut diwujudkan dalam
suatu model matematis. Model regresi, variabel dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu variabel respons (response) atau biasa juga disebut variabel bergantung
(dependent variable) serta variabel explonary atau bisa juga disebut variabel
penduga (predictor variable) atau disebut juga variabel bebas (independent
Analisis regresi merupakan bagian integral dalam peramalan. Maksud dari
peramalan adalah berdasarkan data yang diolah dengan cara statistik yang
kemudian menarik sebuah kesimpulan. Analisis regresi digunakan untuk
mengetahui sampai sejauh mana suatu variabel berpengaruh pada variabel
lainnya atau beberapa variabel lainnya (Sunyoto, 2007).
Menurut Setyawan (2010), model regresi linier sederhana merupakan
sebuah metode statistika untuk melakukan identifikasi pengaruh satu
variabel (X) bebas terhadap 1 variabel terikat (Y). Konsep dasar regresi
berkenaan dengan dan sebagai upaya menjawab pertanyaan seberapa besar
pengaruh satu variabel X terhadap satu variabel Y. Variabel bebas dan
terikat harus memiliki hubungan yang fungsional atas dasar logika, teori
maupun dugaan terhadap observasi tertentu yang valid dijadikan sebagai acuan.
Persamaan dalam analisis regresi dapat menggambarkan sebuah garis
regresi. Semakin dekat dengan jarak antara data dengan titik yang terletak pada
garis regresi, berarti prediksi kita semakin baik. Jarak antara data sesungguhnya
dengan garis regresi dikuadratkan dan dijumlahkan, itulah sebabnya analisis
regresi juga dikenal dengan analisis Ordinary Least Square (Winarmo, 2007).
3.6 Definisi Dan Batasan Operesional
Untuk menghindari kesalahpahaman atas pengertian dan penafsiran
penelitian ini maka penulis membuat defenisi dan batasan operasional sebagai
3.6.1 Defenisi
1. Tanaman kelapa sawit yang dianalisis adalah seluruh tanaman menghasilkan
kelapa sawit ataupun TBS.
2. Luas areal adalah luas areal tanaman menghasilkan kelapa sawit yang
diusahakan perkebunan selama satu tahun yang dinyatakan dalam hektar.
3. Produktivitas adalah perbandingan antara output (Tanda Buah Segar) dengan
input produksi (Lahan).
4. Fungsi produksi adalah menggambarkan hubungan teknis yang merubah
input (sumber) menjadi output (hasil).
3.6.2 Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Pegajahan.
2. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2014.
4.1. Wilayah Kecamatan Pegajahan
Kecamatan pegajahan merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki luas ± 93,12 Km2,
sebagian besar merupakan daratan rendah. Kecamatan Pegajahan
memiliki 12 Desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Pegajahan mempunyai
batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Perbaungan
Sebelah Selatan : Kecamatan Serba Jadi
Sebelah Timur : Kecamatan Sei Rampah
Sebelah Barat : Kecamatan Galang (Kabupaten Deli Serdang)
Jarak tempuh dari Kecamatan Pegajahan ke pusat Pemerintahan
Kabupaten Serdang Bedagai adalah sekitar 30 Km, sedangkan jarak
tempuh ke Propinsi sekitar 54 Km. Kecamatan Pegajahan terdiri dari
atas 12 desa/kelurahan dengan persebaran luas yang dapat dilihat pada
Tabel 3:
Tabel 3. Luas Kecamatan Pegajahan Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2013
No Desa Luas Desa No Desa Luas
Dapat dilihat Desa Melati Kebun merupakan desa yang paling luas di
Kecamatan Pegajahan dengan luas 19,76 km2 melingkupi 21,22 % luas
Kecamatan Pegajahan sedangkan desa yang memiliki luas paling rendah yakni
Desa Petuaran Hulu dengan luas 0,25 km. Berikut peta Kecamatan Pegajahan :
Gambar 3 Peta Kecamatan Pegajahan
4.2 Keadaan Kependudukan Kecamatan Pegajahan
Jumlah penduduk Kecamatan Pegajahan pada tahun 2013 adalah
sebanyak 29.299 jiwa dan 6.886 Kepala rumah tangga yang tersebar di
seluruh wilayah Kecamatan Pegajahan.
Penduduk Kecamatan Pegajahan Menurut Jumlah Kepala Rumah Tangga
Keadaan penduduk kecamatan Pegajahan terbagi 13 desa / kelurahan,
jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Pegajahan pada tahun 2013 yaitu di
Desa Bingkat dengan jumlah penduduk 6.104 jiwa dan 1.375 Kepala
keluarga yakni 20,8% dari jumlah seluruh penduduk di Kecamatan Pegajahan
sedangkan jumlah penduduk terkecil yaitu Desa Sennah dengan jumlah
Penduduk Kecamatan Pegajahan Menurut Umur
Keadaan penduduk Kecamatan Pegajahan terdiri 5 kelompok
umur, yaitu kelompok umur 17–59 yaitu 16.39 (55,08%) sedangkan
kelompok umur terkecil yaitu kelompok umur 0-5 proporsi 9,06%. Hal
ini menandakan bahwa penduduk di Kecamatan Pegajahan sebagian besar
adalah usia pekerja.
Penduduk Kecamatan Pegajahan Menurut Pekerjaan
Pada paparan sebelumnya dapat dilihat bahwa penduduk
Kecamatan Pegajahan 16.139 Jiwa atau 55,08% Penduduk Kecamatan
Pegajahan merupakan usia angkatan kerja. Dapat dilihat tabel
dibawah ini bahwa penduduk pegajahan paling banyak bermata
pencarian di pertanian yakni sebanyak 3.722 jiwa (25,28%) kemudian
penduduk yang bekerja sebagai buruh sebesar 23,20% dan penduduk
Kecamatan Pegajahan sedikit yang bekerja sebagai ABRI/POLRI yakni
sebesar 0,24%.
4.3 Sarana dan Prasarana di Kecamatan Pegajahan
Sarana dan prasarana merupakan faktor penting yang menunjang
keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Sarana yang merupakan segala
sesuatu yang dipakai sebagai alat untuk mencapai maksud atau tujuan.
Sedangkan prasarana yang merupakan barang atau benda yang tidak
bergerak yang menunjang pelaksanaan pembangunan. Sarana dan
prasarana di Kecamatan Pegajahan di mana sarana dan prasarana di
pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan tabel jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk Kecamatan Pegajahan maka Sarana dan prasarana di Kecamatan
Pegajahan masih belum memadai untuk seluruh penduduk di Kecamatan
Pegajahan, sementara peran sarana dan prasarana sangat memengaruhi
5.1. Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit
Dalam Pembudidayaan Tanaman Kelapa sawit, tanaman ini
memerlukan penyinaran 5-7 jam perhari dengan suhu ideal adalah 22 –
230 (optimum 270). Kelapa Sawit menghendaki curah hujan 1.250
mm/tahun sampai 3000 mm/tahun. Bila terjadi bulan kering, maka
pertumbuhan tanaman akan terganggu. Kekeringan menyebabkan
penurunan produksi yang signifikan karena tanaman akan lebih
banyak memproduksi bunga jantan.
Pengelompokan Kelapa Sawit berdasarkan umur yang berhubungan
dengan Randemen Minyak, Produksi, Perbandingan Bunga Jantan dan
Bunga Betina, dll. Dan adapun pengelompokannya adalah sebagai berikut:
- Muda :3 -8 tahun
- Remaja :9-13 tahun
- Dewasa :14-20 tahun
- Tua : > 20 tahun
Pembengkakan pangkal batang terjadi karena Internodia (ruas
batang) dalam masa pertumbuhan awal tidak memanjang, sehingga
pangkal-pangkal pelepah daun yang tebal berdesakan. Bonggol batang
yang besar ini membantu memperkokoh posisi pohon pada tanah agar
dapat berdiri tegak. Ujung batang (apex) berbentuk kerucut (conical)
diselimuti oleh daun – daun muda yang masih kecil dan lembut dan
Buah kelapa sawit adalah jenis buah keras (drupe) menempel dan
bergerombol pada tandan buah. Jumlah pertandan dapat mencapai 1.600 buah
berbentuk lonjong atau membulat dengan panjang 2-3 cm dan berat per buah
sampai 30-40 gram. Bagian-bagian buah terdiri atas:
- Kulit Buah ( Exocarp)
- Daging Buah ( Mesocarp)
- Cangkang ( Endocarp)
- Inti (Kernel)
Tahapan -tahapan Pematangan Buah Kelapa sawit, adalah sebagai berikut:
delapan minggu setelah penyerbukan, buah kecil-kecil berisi cairan/liquid,
10 minggu setelah itu jadi seperti agar-agar/ gelatineous dan jumlah lemak sangat
sedikit yaitu sebagai minyak protoplasma. Penimbunan minyak yang lambat
sampai 12-13 minggu dan tidak akan mengeras hingga 15 minggu. Penimbunan
terbesar terjadi di minggu 14 – 16. Sebelum pematangan berat kering berkurang
hinga 3-5 kali dan kadar lemak 70-75 %.
Dalam budidaya kelapa sawit panen merupakan salah satu kegiatan penting
dan merupakan saat-saat yang ditunggu oleh pemilik kebun, karena saat panen
adalah indikator akan dimulainya pengembalian inventasi yang telah ditanamkan
dalam budidaya. Melalui pemanenan yang dikelola dengan baik akan diperoleh
produksi yang tinggi dengan mutu yang baik dan tanaman mampu bertahan dalam
umur yang panjang. Berbeda dengan tanaman semusim, pemanenan kelapa sawit
hanya akan mengambil bagian yang paling bernilai ekonomi tinggi yaitu tandan
membiarkan tanaman berproduksi secara terus menerus sampai batas umur
ekonomisnya habis.
Secara umum batas umur ekonomis kelapa sawit berkisar 25
tahun, dan dapat berkurang bergantung dari tingkat pemeliharaan yang
dilakukan termasuk cara pemananen. Pemanen kelapa sawit yang salah
akan mengakibatkan rendahnya produksi dan pendeknya umur ekonomis,
oleh karena itu pemanenan harus dilakukan dengan tepat agar tanaman
tetap berproduksi baik dan diperoleh mutu yang baik. Selain itu setelah
panen harus segera dilakukan penanganan pasca panen menginggat tandan
buah kelapa sawit akan cepat mengalami penurunan mutu dalam waktu
24 jam setelah panen. Pertanyaan yang pertama kali muncul dalam benak
pemilik kebun kepala sawit adalah kapan panen pertama/perdana
dilakukan agar segera diperoleh hasil (baca uang) dan tidak merusak
tanaman kelapa sawit.
Penentuan panen pertama secara umum dilakukan berdasarkan
umur tanaman dan dikoreksi melalui performa tanaman. Hal ini bermakna
meskipun tanaman telah memiliki umur yang cukup untuk menghasilkan
tandan buah sawit, tetapi bilamana performa tanaman, khususnya bonggol
dan ukuran tandan buah terlaku kecil (kurang ari 3 kg) maka umur
pertama panen di tunda dengan membuang bunga dan bakal buah yang
ada. Kelapa Sawit sudah mulai berbunga, tetapi tandan buah segar
yang dihasilkan belum mencapai 3 kg sehingga tanaman belum
dapat dikategorikan sebagai tanaman menghasilkan. Bilamana
berbunga, maka pada tanaman tersebut harus diablasi yaitu pembuangan bunga
untuk membuang tandan kecil (kurang dari 3 kg) pada tanaman baru berbuah
dan untuk mendorong pertumbuhan tanaman agar diperoleh pertumbuhan
tanaman yang seragam.
Secara normal kelapa sawit yang tumbuh subur sudah dapat menghasilkan
buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika dihitung mulai
dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Namun jika dihitung mulai
penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada umur 2,5
tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang
diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang
lebih 5-6 bulan. Saat buah mulai masak, kandungan minyak dalam daging buah
(mesokarp) meningkat cepat. Hal ini disebabkan adanya proses konversi
karbohidrat menjadi lemak dalam buah. Dalam memanen, perlu diperhatikan
beberapa ketentuan umum agar buah yang dihasilkan baik mutunya, sehingga
minyak yang dihasilkan juga bermutu baik.
Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit akan meningkat secara tajam
dari umur 3 – 7 tahun (peridode tanaman muda, young),dan mencapai tingkat
produksi maksimal pada umur sekitar 15 tahun(periode tanaman remaja, prime),
dan mulai menurun secara gradual pada periode tanaman tua (old) sampai saat
menjelang peremajaan (replanting). Pembangunan PKS dan penentuan
kapasitasnya sangat ditentukan oleh profil produksi dan persentase penyebaran
produksi dalam 1 tahun. Dalam perkebunan kelapa sawit dikenal adanya bulan
produksi puncak (peak months), yaitu bulan-bulan pada saat produksi TBS dalam
Suatu areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat disebut
sebagai tanaman menghasilkan (TM) dan dapat dipanen apabila 60% atau
lebih buahnya telah matang panen. Selain itu tanaman telah berumur ± 31
bulan, berat janjangan (tandan) telah mencapai 3 kg atau lebih, penyebaran
panen telah mencapai 1:5 , yaitu setiap 5 pohon terdapat 1 tandan buah
yang matang panen. Kebun yang memenuhi persyaratan tersebut dapat
mulai dipanen dan disebut dengan kebun tanaman menghasilkan atau
TM.
Tabel 4. Produktivitas Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Berdasarkan Umur
Tanaman
Umur Produktivitas Umur Produktivitas
S1 S2 S3 S1 S2 S3
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwasanya pada tanaman kelapa
sawit selain dipengaruhi oleh umur tanaman namun juga dipengaruhi oleh
kesesuaian lahan. Setiap kesesuaian lahan tersebut terbagi dari 3 jenis
kesesuaian lahan. yaitu S1, S2 dan S3 yang dimana lahan yang terbaik
adalah klasifikasi lahan S1. Klasifikasi jenis lahan S1 merupakan suatu hal
terdahulu lahan dengan klasifikasi S1 ini memiliki hasil produktivitas yang
tertinggi.
Produktivitas kelapa sawit akan mengalami penurunan produksi ketika
sudah berumur 13 tahun umur tanam sehingga pada tahun-tahun seperti ini petani
harus lebih memberikan pupuk-pupuk agar kelapa sawit masih tetap dapat
berproduksi secara optimal walaupun mengalami penurunan. Dengan memberikan
pupuk dengan konsentrasi tertentu diharapkan dapat meningkatkan produktivitas
dari kelapa sawit tersebut.
Gambar 4. Rata-rata Produktivitas (Ton/Ha) di Perkebunan Rakyat
Kecamatan Pegajahan
Dari gambar grafik di atas dapat diterangkan bahwasanya produktivitas
tandan buah segar kelapa sawit masih terus meningkat hingga ketitik optimum
yaitu 12 tahun. Pada saat tanaman kelapa sawit berumur 13 tahun sudah terjadi
penurunan produktivitas namun penurunan tersebut kecil sehingga pada umur
tanaman 13 tahun petani sudah harus memberikan treatment lebih kepada
tanaman seperti pemberian pupuk agar mampu menghambat penurunan
Untuk pemaparan mengenai analisis pengaruh umur tanaman
terhadap produktivitas kelapa sawit akan dijelaskan dengan menggunakan
output dari SPSS 23. Data yang diolah melalui SPSS ini merupakan data
primer dari hasil wawancara dengan petani rakyat di Kecamatan
Pegajahan.
Model yang dihasilkan dari regresi linier sederhana adalah sebagai berikut
Y = −7,904 + 7,177 X
Dimana:
Y : Produktivitas kelapa sawit (ton/ha)
X : Umur tanaman (tahun)
Dari model regresi yang disajikan tersebut dapat di interpretasikan
bahwasanya setiap kenaikan satu-satuan tahun akan meningkatkan sebesar
7,177 ton/ha produktivitas dari TBS kelapa sawit.
Dari hasil analisis regresi menggunakan SPSS 23 adalah seperti
tabel dibawah ini :
Tabel 5. Kriteria Uji Analisis Regresi Linier Sederhana.
Kriteria Value Nilai R 0.869
R Square 75%
Sig. 0.001
Data Primer diolah
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwasanya terdapat pengaruh
yang sangat erat diantara umur tanaman kelapa sawit terhadap
produktivitas tandan buah segar kelapa sawit. Hal ini tergambar dari
TBS per hektar suatu kebun tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada di
kebun tersebut. Semakin luas komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut
remaja dan renta, semakin rendah pula produktivitas per hektarnya. Semakin
banyak tanaman yang dewasa dan terruna semakin tinggi pula produktivitas per
hektarnya. Komposisi umur tanaman ini setiap tahun berubah sehingga juga
berpengaruh terhadap pencapaian produktivitas per hektar per tahunnya. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tanaman kelapa sawit biasanya dibagi atas 6 kelompok umur, yakni :
a. TBM 0-3 tahun – muda (belum menghasilkan)
b. TM 3-4 tahun – remaja (produksi/Ha; sangat rendah)
c. TM 5-12 – teruna (produksi/Ha; mengarah naik)
d. TM 12-20 tahun – dewasa (poduksi/Ha; posisi puncak)
e. TM 21-25 tahun – tua (produksi/ha; mengarah turun)
f. TM 26 Tahun – renta (produksi/ha; sangat rendah)
Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi pengaruh umur pada
tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:
a. Untuk mempertahankan posisi produktivitas per hektar yang tinggi
sebaiknya tidak menunda-nunda peremajaan. Jika tanaman sudah mencapai umur
26 tahun tergolong renta produksinya sudah sangat menurun, sulit dipanen, pohon
terlalu tinggi dan varietasnya bukan D x P, maka sebaiknya segera diremajakan.
b. Percepatan peremajaan harus dilakukan apabila kepadatan (populasi)
per hektar sudah jauh berkurang karena pokok sudah banyak yang mati, misalnya
rendah dan secara ekonomis tidak menguntungkan atau telah mencapai
titik impas (BEP) (Risza, 1994)
Dari nilai R square yang dihasilkan menggunakan analisis regresi
linier sederhana tersebut, sebesar 75% variable umur tanaman mampu
menjelaskan pengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit sedangkan
sisanya sebesar 25% dapat dijelaskan dengan menggunakan
variabel-variabel yang tidak tercantum pada model.
Selain itu melihat hasil dari nilai signifikansi ANOVA yang
nilainya lebih kecil dibandingkan tingkat alfa yang digunakan yaitu 0.05
sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasanya pengaruh dari umur
tanaman sangat signifikan terhadap produktivitas TBS kelapa sawit atau
secara statistic dari hasil tersebut dapat disimpulkan tolak H0 yaitu dan
terima H1 yaitu ada pengaruh yang nyata antara umur tanaman kelapa
6.1. Kesimpulan
1. Pengaruh umur tanaman sangat signifikan terhadap produktivitas TBS
(Tandan Buah Segar) kelapa sawit.
2. Tinggi rendahnya produktivitas TBS (Tandan Buah Segar) per hektar
suatu kebun tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada.
3. Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah
pula produktivitas per hektarnya.
4. Semakin banyak tanaman dewasa dan teruna semakin tinggi pula
produktivitas per hektarnya.
6.2. Saran
1. Kepada pemerintah
Pemerintah diharapkan dapat menstabilkan harga TBS (Tandan Buah Segar)
agar para petani kelapa sawit tidak mengalami kerugian yang terlalu
signifikan apabila terjadi penurunan harga di pasaran.
2. Kepada petani
Petani perkebunan kelapa sawit rakyat seharusnya sudah merencanakan
untuk replanting bagi tanaman kelapa sawit yang telah melewati masa
produktifnya. Selain itu, petani juga seharusnya menggunakan pupuk sesuai
3. Kepada peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti tentang daya saing produk
yang dihasilkan perkebunan rakyat dibandingkan dengan yang dihasilkan
2.1. Tinjauan Pustaka
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang
dibawa dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor.
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara
komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien
Hallet (orang Belgia). Bididaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang
menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.
Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan
Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.
Pada tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan
pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada
masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa
menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa
pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan
perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada
sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton
pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor
250.000 ton minyak sawit.
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika barat,
merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai
lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam
di Kebun Raya bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon
(Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda).
Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan
pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911.
Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet
(orang Belgia), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt
yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai
berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur
Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat
sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu.
Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami
kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total
luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya
mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940
Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.
Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia,
pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan).
Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer
di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL
(Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan
politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan
produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak
sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan
dalam rangka menciptakan kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong
pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan
mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar
721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang
pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah
yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR – BUN).
Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di
Indonesia. Hal ini menunjukkan meningkatnya permintaan akan produk
olahannya. Ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia antara lain ke Belanda, India,
Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit (PKO)
lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brasil.
Sumber daya alam yang mendukung, sarana produksi yang tersedia,
kemudahan yang diberikan pemerintah dan harga minyak sawit yang cukup baik
telah terbukti mampu meningkatkan pendapatan perkebunan dibeberapa daerah.
Peningkatan produksi ini juga telah mendorong ekspor untuk menambah
devisa. Sehingga menempatkan Indonesia sebagai Negara penghasil
minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia.
Perkebunan terdiri dari unit kebun yang luasnya bervariasi. Bagi kebun
olah 30 ton TBS /jam atau 12.000 ha tanaman + 1 unit pabrik berkapasitas olah
60 ton TBS/jam. Beberapa kebun tergabung dalam satu grup perusahaan.
Berdasarkan pada hal tersebut maka kebun kelapa sawit di Indonesia akan
memiliki lebih dari 200 kebun yang tersebar pada 16 provinsi. Tiap perusahaan
menerapkan masing-masing sistem manajemen, namun pada dasarnya akan sama
karena kegiatan-kegiatannya hampir serupa. Perkebunan kelapa sawit di
Indonesia dikembangkan dalam program seperti system PTP, PIR (kebun inti +
kebun plasma), PIR transmigrasi, P2WK, Koperasi, PBS dan pemilikan pribadi.
Harapan ini didasarkan atas meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya
pendapatan per kapita serta meningkatnya konsumsi dalam negeri baik untuk
pangan dan industry serta suksesnya penelitian penggunaan minyak sawit
sebagai pengganti industry barang yang masih memakai minyak bumi maupun
sebagai sumber energy. Kita optimis agribisnis kelapa sawit dimasa depan masih
cerah (Adalahin,1994).
Kelapa sawit (Elaeis Guineensis) termasuk golongan tumbuhan
palma. Sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19
yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri
sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh
Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas
Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini
berkembang dan merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia
Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa
dilihat di Kebun Raya Bogor. Kelapa sawit di Indonesia baru diusahakan
dilakukan pada tahun 1919. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di
Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911.
Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai
menghasilkan pada umur 3 tahun dengan umur produktif hingga 25 – 30
tahun dan tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa
tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah
kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung
minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan
lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut
bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam.
Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Kelapa sawit
berkembang biak dengan biji, tumbuh di daerah tropis, pada ketinggian 0-500
meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit menyukai tanah yang subur, di
tempat terbuka dengan kelembaban tinggi. Kelembaban tinggi itu antara lain
ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi, sekitar 2000-2500 mm setahun.
Produksi utama kelapa sawit adalah Tandan buah segar. Tandan
buah segar dapat diolah menjadi biji sawit, daging buah, dan pakan ternak. Biji
sawit diolah kembali menjadi bahan bakar, briket, minyak goreng, salad oil,
pakan ternak dan tempurung arang. Daging buah dapat menjadi minyak sawit,
sebagai bahan baku margarine, minyak kasar (minyak makan), suldge, sabun
dan bahan pakan ternak. Minyak sawit (CPO) dapat juga digunakan sebagai
bahan bakar nabati (biofuel) pengganti bahan bakar minyak fosil, sehingga
ini menunjukan kelapa sawit mempunyai nilai investasi yang baik untuk
dikembangkan (Pahan, 2006).
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Faktor Produksi
Faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah
proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan.
Perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi
seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan
oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical
resources). Selain itu, beberapa ahli juga menganggap sumber daya informasi
sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di
era globalisasi ini.(Griffin R, 2006) .
Faktor produksi fisik ialah semua kekayaan yang terdapat di alam
semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses
produksi. Faktor yang termasuk di dalamnya adalah tanah, air, dan bahan mentah
(raw material). Secara total, saat ini ada 5 hal yang dianggap sebagai faktor
produksi, yaitu tenaga kerja (labor), modal (capital), sumber daya fisik (physical
resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi
(information resources).
Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal
sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam
modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal
yang berupa pinjaman bank.
Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal
abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam
proses produksi. Misalnya mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan yang
dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata,
tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak
merek.Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan
modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari
perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya.
Contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di
bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang
dimiliki oleh pemerintah dan digunakan ukt kepentingan umum dalam proses
produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan,
jembatan, atau pelabuhan.
Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal
lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-
ulang. Misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang
dimaksud dengan modal lancar adalah modal yang habus digunakan dalam satu
kali proses produksi. Misalnya, bahan-bahan baku.
Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung
maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga
produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang
dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan
berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya.
Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja dapat dibagi menjadi tenaga kerja
terdidik, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih.
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu
sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan,
dan ahli hukum.
Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memerlukan kursus atau
latihan bidang-bidang keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya.
Misalnya tukang listrik, montir, tukang las, dan sopir. Sementara itu, tenaga
kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak
membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya.
Misalnya tukang sapu, pemulung, dan lain-lain.
Berdasarkan sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja
rohani dan tenaga kerja jasmani. Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang
menggunakan pikiran, rasa, dan karsa. Misalnya guru, editor, konsultan, dan
pengacara. Sementara itu, tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang
menggunakan kekuatan fisik dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las,
pengayuh becak, dan sopir.
2.2.2. Faktor Produksi Kelapa Sawit
Ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas
tindakan kultur teknis. Tentu saja ketiganya saling terkait dan mempengaruhi
satu sama lain.
Ketiga faktor berikut, yaitu lingkungan, bahan tanaman, dan
tindakan kultur teknis, begitu sangat dominan dalam mempengaruhi kesuksesan
membudidayakan tanaman kelapa sawit yang hasilnya berupa minyak sawit
mentah (CPO) sekarang menjadi andalan ekspor nonmigas Indonesia.
Mengutip buku Seri Budi Daya Kelapa Sawit karangan Suyatno Risza,
bahwa faktor lingkungan itu mencakup iklim, tanah dan topografi. Iklim yang
paling banyak diamati pada tanaman berkaitan dengan curah hujan karena
tanaman sawit memang rakus akan air.
Curah hujan yang dikehendaki adalah 2.000 – 2.500 mm per tahun dan
merata sepanjang tahun tanpa bulan kemarau panjang. Kekurangan atau
kelebihan curah hujan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas
sawit.
Musim kemarau panjang dapat mengancam terjadinya penurunan
produksi. Memang, sinar matahari dapat mendorong pembentukan bunga,
pertumbuhan vegetatif dan produksi buah. Tapi penyinaran matahari yang lama
(kemarau) akan mempengaruhi tingginya suhu dan mempengaruhi pembungaan
dan kematangan buah.Pengetahuan tentang iklim hendaknya dipahami dengan
baik. Hal ini diperlukan untuk mendukung berbagai kegiatan lapangan
seperti pembukaanlahan baru, jadwal penanaman, pemupukan, upaya
pengawetan tanah dan sebagainya.
Adapun tanah berkaitan dengan sifat fisik dan kimia setiap jenis
berbeda. Bagi tanaman sawit sifat fisik tanah lebih penting daripada sifat
kesuburan kimiawinya, karena kekurangan unsur hara dapat diatasi dengan
pemupukan.
Jenis-jenis tanah di mana tanaman sawit dapat tumbuh adalah tanah
Podsolik Coklat, Podsolik Kuning, Podsolik Coklat Kekuningan, Podsolik Merah
Kuning, Hidromorfik Kelabu, Alluvial, Regosol, Gley Humik, Organosol (tanah
gambut). Tanah Podsolik Merah Kuning paling cocok untuk sawit. Sedangkan
Podsolik Kuning kurang bagus karena miskin hara terutama fosfat
dan magnesium.
Kedua, faktor bahan tanaman. Keberhasilan usaha perkebunan sawit
antara lain juga dipengaruhi faktor bahan tanaman yang memiliki sifat-sifat
unggul. Bibit unggul akan menjamin pertumbuhan yang baik dan tingkat
produktivitas tinggi bila dilaksanakan secara optimal.
Pada bahan tanaman sawit ini dibedakan atas dua bagian, yakni Vegetatif
dan Generatif. Bagian vegetatif tanaman sawit meliputi akar, batang dan daun.
Tanaman sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer, sekunder, tertier
dan kuartier. Akar primer umumnya tumbuh ke bawah, sedangkan akar sekunder,
tertier dan kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah.
Produksi Kelapa Sawit banyak petani yang mengeluh karena Produksi
Kelapa sawit yang dimiliki mengalami penurunan dan petani tersebut tidak
mengetahui mengapa hal tersebut terjadi. Produksi kelapa sawit yang
sangat rendah sebenarnya sangat dapat dijelaskan secara agronomi mengapa hal
kenapa penurunan produksi kelapa sawit yang dimilikinya jika peka dengan
sawit yang dimilikinya.
Yan dkk (2002) pertumbuhan dan produktifitas kelapa sawit dipangaruhi
oleh banyak faktor, baik faktor dari luar meupun dari tanaman kelapa sawit itu
sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor
lingkungan, genetis dan faktor teknis agronomis. Dalam menunjang
pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit, faktor tersebut saling terkait dan
mempengaruhi satu sam lain. Untuk mencapai produksi kelapa sawit yang
maksimal, diharapkan ketiga faktor tersebut selalu dalam keadaan optimal.
Menurut Ponten (1998) bahwa tanaman kelapa sawit sudah mulai
menghasilkan pada umur 20-30 bulan. Buah yang pertama keluar
masih dinyatakan dengan buah pasir artinya belum dapat diolah dalam pabrik
karena masih mangandung minyak yang rendah. Buah kelapa sawit yang normal
berukuran 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir berisi sekitar 10-18
bulir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Bulir-bulir ini menyusun
tandan buah yang berbobot rata-rata 20-30 kg/tandan. TBS inilah yang
dipanen dan diolah di PKS.
Menurut Fauzi (2002) bahwa pada dasarnya ada dua macam olahan utama
TBS dipabrik, yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah
dan minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. Minyak nabati
yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah
(CPO) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO) yang tidak berwarna
(jernih). CPO atau KPO banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan
baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik dan sebagai bahan bakar
alternatif ( minyak diesel) (Buana, 2003).
Adapun penyebab produksi kelapa sawit rendah adalah dapat dijelaskan
sebagai berikut ini :
1. Bibit yang digunakan palsu
Bibit adalah salah satu faktor utama penentu produksi kelapa sawit.
Pihak produsen benih sudah menentukan tren produksi dari benih tersebut.
seringkali petani menanam benih kelapa sawit palsu akibatnya petani
mengalami produksi kelapa sawit yang rendah sepanjang tanaman itu
ditanam. Hal inilah salah satu faktor penyebab rendahya produksi kelapa
sawit. Sebagai contoh jika kita menggunakan bibit asli Topaz akan
memperoleh hasil 35,6 Ton per hektar tiga tahun setelah tanam.
2. Pemupukan
Faktor kedua yang sangat menentukan produksi kelapa sawit adalah
pemupukan. Pemupukan ini sangat menentukan produksi kelapa sawit yang
akan diperoleh. Jika pemupukan tidak dilakukan dengan benar maka
produuksi yang dihasilkan akan sangat rendah.
3. Kondisi Gulma
Faktor ketiga yang menentukan produksi kelapa sawit adalah kondisi
gulma. Kondisi gulma yang terkontrol tidak akan mempengaruhi produksi
kelapa sawit karena tingkat persaingan unsur hara dengan tanaman tidak
berpengaruhtetapi jika kondisi gulma kelas A dan B sangat banyak
atau dominan diperkebunan kelapa sawit maka produksi yang dihasilkan
4. Cara Panen
Cara panen juga mempengaruhi produksi kelapa sawit, dimana jika
petani sering memanen buah mentah maka tanaman kelapa sawit akan
mengalami stress akibantya produksi yang dihasilkan akan mengalami
penurunan di tahun berikutnya.
5. Tunasan
Tunasan yang terlambat akan menyebabkan loses buah yang banyak
sehingga produksi kelapa sawit akan menurun, oleh karena itu untuk
mendapatkan produksi kelapa sawit yang maksimal diperlukan penunasan yang
sesuai aturan.
6. Kondisi cuaca
Kelapa sawit adalah tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah yang
banyak oleh karena itu kondisi cuaca sangat menentukan tren produksi kelapa
sawit. Jika curah air rendah maka produksi akan menurun sedangkan jika curah
hujan tinggi maka produksi kelapa sawit akan meningkat.
2.2.3. Teori Produksi
Fungsi produksi adalah hubungan diantara faktor-faktor produksi dan
tingkat produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor
produksi seperti yang telah dijelaskan dapat dibedakan kepada empat golongan
yaitu: tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawaan. Didalam teori
ekonomi, didalam menganalisis mengenai produksi selalu dimisalkan bahwa
tiga faktor produksi yang belakangan dinyatakan (tanah, modal dan
Fungsi produksi menejelaskan hubungan antara faktor-faktor produksi
dengan hasil produksi. Faktor produksi dikenal dengan istilah input, sedangakn
hasil produksi disebut dengan output. Hubungan kedua variabel (input dan
output) tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan, sebagai berikut: Q =
f (K,L,N, dan T) Q adalah output, sedangkan K,L,R, dan Tmerupakan input.
Input K adalah jumlah modal, L adalah jumlah tenaga kerja, N adalah sumber
daya alam, dan T adalahs teknologi. Besernya jumlah output yang dihasilkan
tergantung dari penggunaan input-input tersebut. Jumlah output dapat
ditingkatkan dengan cara meningkatkan penggunaan jumlah input K,L dan N
atau meningkatkan teknologi. Untuk memperoleh hasil yang efisien, produsen
dapat melakukan pilihan penggunaan input yang lebih efisien (Bangun. 2007).
Fungsi produksi dengan satu input menjelaskan hubungan antara jumlah
output dengan satu input. Kalau output itu adalah tenaga kerja, maka fungsi
produksi disini menjelaskan hubungan antara Output dengan jumalh tenaga kerja,
dimisalkan input-input yang lain tetap. Dengan perkataan lain, jumlah
output ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan. Secara sistematis
hubungan kedua variable tersebut adalah sebagai berikut: Q = f (L) Dalam teori
produksi ada beberapa konsep yang perlu diketahui antara lain, produksi totoal
(total product/TP), Produk rata-rata (Average Product/AP), dan produk marjinal
(Marjinal Product/MP) .
1. Produk Total Pruduk total adalah jumlah produk yang dihasilkan
dengan menggunakan input (tenaga kerja)
2. Produk rata-rata Produk rata-ratas (AP) adalah rata-rata produk
rata-rata merupakan hasil bagi antara total produk (TP) dengan jumlah tenaga
kerja (L). Dengan menggunakans rumus produksi rata-rata adalah sebagai
berikut: AP = TP/L
3. Produk Marjinal Produk marjinal (MP) adalah tambahan jumlah produk
yang diakibatkan oleh tambahan satu unit input (tenaga kerja) yang
digunakan. Dengan demikian, produk marjinal merupakan perbandingan
antara perubahan produk total dengan perusahaan jumlah tenaga kerja yang
digunakan. Dengan menggunakan rumus produk marjinal adalah sebagai
berikut: MP= DTP/DL
2.2.4. Law of Diminishing Return
The Law of Diminishing Return dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi
dari Inggris, David Richardo (1772-1823). David mengemukakan bahwa, jika
kita menambah terus-menerus salah satu unit input dalam jumlah yang
sama, sedangkan input yang lain tetap, maka mula-mula akan terjadi tambahan
output yang lebih dari proporsional (increasing return), tapi pada titik tertentu
hasil lebih yang kita peroleh akan semakin berkurang (diminshing return).Law of
diminishing returns adalah sebuah hukum dalam ekonomi yang menjelaskan
tentang proporsi input yang tepat untuk mendapatkan output maksimal. Teori ini
menjelaskan bahwa ketika input yang kita miliki melebihi kapasitas produksi dari
input, maka return (pendapatan) kita akan semakin menurun. Terdapat tiga
tingkat dalam teori ini, yaitu fase increasing return (pendapatan yang
meningkat), fase kedua dimana pendapatan tetap meningkat tapi pada intensitas
Gambar 1. Kurva Law of Diminishing Returns
Keterangan: TP = Total Produksi
AP = Average Product (Produksi Rata-rata)
MP = Marginal Product
2.3. Penelitian Terdahulu
Faktor penentu produksi TBS kelapa sawit yang digunakan untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap produksi TBS meliputi: faktor jumlah pupuk,
komponen-komponen produksi memperlihatkan komponen produksi yang
memiliki pengaruh terhadap produksi TBS adalah antara jumlah bunga betina
per pohon dengan komponen jumlah janjang per pohon yang dilihat dari hasil
uji korelasinya memiliki hubungan yang nyata, searah dan sangat erat.
Faktor penentu produksi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap
produksi TBS kelapa sawit secara berturut-turut adalah faktor tenaga
kerja, kondisi lahan, umur tanaman, pupuk dan curah hujan. Nilai koefisien
determinasi (R2) yang dihasilkan dalam analisis adalah sebesar 98.2% yang
diartikan bahwa 98.2% variasi variabel dependen dapat diterangkan oleh
variabel independen (jumlah pupuk, curah hujan, dan tenaga kerja) yang
terdapat di dalam model.
2.4. Kerangka Pemikiran
Ketersediaan input yang dimiliki oleh sebuah perkebunan akan
mempengaruhi produktivitas dari tanaman kelapa sawit yang dimiliki perkebunan
tersebut. Dimana dalam hal ini jika sebuah perusahaan memiliki kemudahaan
dalam mendapatkan input produksi maka akan memberikan dampak yang positif
bagi produktivitas tanaman kelapa sawit tersebut. Selanjutnya umur
tanaman termasuk dalam suatu hal yang mempengaruhi produktivitas TBS
dari kelapa sawit sehingga perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam agar
mengetahui seberapa besar pengaruh umur tanaman terhadap produktivitas
Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Umur Tanaman Kelapa Sawit
Faktor Input Produksi Kelapa Sawit
Produki Kelapa
Sawit
Produktivitas Kelapa Sawit ( TBS)
Keterangan :
= Menyatakan pengaruh
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, landasan teori,
dan kerangka pemikiran, hipotesis dalam penelitian ini adalah Umur tanaman
1.1. Latar Belakang
Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting
sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai
barat Afrika dari Gambia ke Angola. Kelapa sawit juga ditanami sampai batas
tertentu di tengah daerah hutan hujan di Kongo, Kenya, Indonesia, dan Malaysia.
Ada sedikit penanaman di negara Amerika Tengah dan Selatan (Hartmann,
et. al., 1981).
Penanaman dan pemilihan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) dimulai
sekitar tahun 1920 di Afrika dan Asia (Malaysia dan Sumatera) ketika jenisnya
mulai dimanfaatkan untuk minyak nabati secara komersial. Bagaimanapun, dasar
keturunan berdasarkan populasi penanaman telah diseimbangkan secara lebih
sempit dan memberikan beberapa generasi dalam pembiakannya dan tekanan
yang terpilih. Berbagai populasi mempunyai kemampuan saat ini menjangkau
derajat tinggi keseragaman. Seluruh dunia, keturunannya diperoleh mula-mula
dari empat pohon di Bogor digunakan sebagai induk betina dari material
penanaman komersil dan pada suatu palma yang digunakan sebagai induk jantan
yang menekankan hal keturunan yang sempit dari kelapa sawit yang
sekarang dikembangkan (Rajanaidu, et. al., 1981).
Kelapa sawit tumbuh sebagian besar di pantai barat Malaysia Barat, pada
lahan yang sama untuk kelapa. Kelapa sawit juga tumbuh di beberapa lahan
dapat menguntungkan jika tumbuh di semua lahan tetapi hanya pada lahan yang
subur.
Tanah subur ini termasuk tanah subur di pantai barat. Keuntungan
kelapa sawit yang bertumbuh dapat sangat tinggi lebih banyak dibanding kelapa.
Satu masalah dalam pertumbuhan kelapa sawit adalah bahwa suatu pabrik sangat
mahal diperlukan untuk menyiapkan minyak itu. Kelapa sawit menghasilkan dua
jenis minyak:
1. Minyak berwarna kemerahan yang berasal dari bagian luar dari buah,
umumnya dikenal dengan minyak sawit, dan
2. Minyak tidak berwarna atau pucat yang mirip minyak kelapa sawit yang
berasal dari inti atau bagian pusat dari buah yang dikenal sebagai minyak
biji-bijian (Kheong, et. al., 1969).
Perkembangan perkebunan kelapa sawit berkembang dengan pesat.
Tidak dapat dipungkiri, prospek industri kelapa sawit kini semakin cerah baik di
pasar dalam negeri maupun di pasar dunia. Sektor ini akan semakin strategis
karena berpeluang besar untuk lebih berperan menjadi motor
pertumbuhan ekonomi nasional dan menyerap tenaga.
Di dalam negeri, kebijakan pemerintah mengembangkan bahan bakar
nabati (BBN) sebagai altenatif bahan bakar minyak (BBM) memberi
peluang besar bagi industri kelapa sawit untuk lebih berkembang. Sesuai dengan
target pemerintah, pada 2010 mendatang sekitar 10% dari kebutuhan bahan bakar
dalam negeri akan disuplai dengan BBN, dimana 7% diantara berbasis minyak
sawit atau dikenal sebagai biodiesel. Untuk itu diperlukan tambahan pasokan
Proyek ini mendapat sambutan positif. Beberapa waktu lalu telah
ditandatangani 60 kesepakatan bersama antara berbagai pihak. Sampai
tahun 2010, nilai proyek pengembangan BBN akan mencapai US$ 9
miliar-US$ 10 miliar yang disertai dana perbankan kurang lebih Rp 34 triliun. Tenaga
kerja yang terserap diperkirakan mencapai 3,5 juta orang.
Sementara itu di pasar dunia dalam 10 tahun terakhir, penggunaan atau
konsumsi minyak sawit tumbuh sekitar rata-rata 8%-9% per tahun. Ke depan,
laju pertumbuhan ini diperkirakan akan terus bertahan, bahkan tidak tertutup
kemungkinan meningkat sejalan dengan trend penggunaan bahan bakar alternatif
berbasis minyak nabati atau BBN seperti biodiesel.
Pertumbuhan penggunaan minyak sawit itu dipicu oleh peningkatan
jumlah penduduk dunia dan semakin berkembangnya tren pemakaian bahan
dasar oleochemical pada industri makanan, industri shortening, farmasi
(kosmetik). Trend ini berkembang karena produk yang menggunakan bahan baku
kelapa sawit lebih berdaya saing dibandingkan minyak nabati dengan bahan baku
lainnya.
Berdasarkan data dari Oil World, tren penggunaan komoditi berbasis
minyak kelapa sawit di pasar global terus meningkat dari waktu ke waktu
mengalahkan industri berbasis komoditas vegetable oil lainnya seperti minyak
gandum, minyak jagung, minyak kelapa.
Sejak 2004 penggunaan komoditi minyak kelapa sawit telah menduduki
posisi tertinggi dalam pasar vegetable oil dunia yaitu mencapai sekitar 30 juta
ton dengan pertumbuhan rata-rata 8% per tahun, mengalahkan komoditi minyak
Komoditi lainnya yang banyak digunakan adalah minyak bunga matahari yaitu
sekitar 11,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 2,2% per tahun.
Dengan ketersediaan lahan dan iklim yang mendukung, Indonesia
berpeluang besar untuk memanfaatkan trend tersebut. Sejumlah kalangan
(pengamat dan pelaku dunia usaha) optimis, Indonesia mampu menguasai dan
menjadi pemain nomor satu di pasar industri kelapa sawit dunia yang kini
dikuasasi oleh Malaysia. Saat ini saja Indonesia sudah menguasai 37% pasar
dunia, sementara Malaysia sebesar 42%. Diperkirakan, dalam dua tahun ke
depan pangsa pasar Indonesia akan dapat melampaui pangsa pasar Malaysia.
Namun di sisi lain, banyak kalangan yang meragukan apakah Indonesia
mampu mengoptimalkan daya saingnya untuk memperoleh nilai tambah (added
value) yang maksimal bagi pembangunan ekonomi nasional. Ini tidak terlepas
dari kenyataan, sebagian besar produk kelapa sawit nasional masih
diperdagangkan dalam bentuk CPO atau minyak goreng, belum masuk ke
dalam tahap industri yang mempunyai nilai tambah besar seperti industri bio
surfactant (Anonimousa. 2014).
Tingginya permintaan minyak sawit makan di India, Cina dan di
dalam negeri membuat Indonesia menjadi produsen teratas minyak sawit mentah,
demikian menurut statistik yang digabungkan ilmuwan di Center for
International Forestry Research (CIFOR).
Dalam beberapa tahun terakhir, sektor perkebunan dan pengolahan
minyak sawit memegang peran kunci bagi ekonomi Indonesia. Meningkatnya
permintaan bagi minyak makan secara domestik dan internasional menciptakan
dan produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Pada 2011,
perkebunan minyak sawit mencakup 7,8 juta hektar di Indonesia, termasuk
6,1 juta ha perkebunan produktif yang tengah dipanen. Pada 2010,
perkebunan-perkebunan ini menghasilkan 22 juta ton CPO, sementara pada 2011
menghasilkan 23,5 ton.
Memasuki 2020, Indonesia berencana menggandakan produksi CPO
menjadi 40 juta ton per tahun dan memperluas portfolio perkebunan dengan
menambah 4 juta hektar. Tingginya permintaan minyak makan dari negara
ekonomi berkembang di Asia seperti India dan China serta tingginya
tingkat konsumsi domestik menjadi kekuatan pendorong utama di balik
pertumbuhan ini.. Sekitar separuh produksi CPO Indonesia diekspor dalam
bentuk belum diolah. Sebagian besar sisanya diproses menjadi minyak goreng
dan sekitar separuhnya juga diekspor, demikian menurut Bank Dunia.
Sisanya dikonsumsi di dalam negeri.
Sekitar 75 persen perusahaan perkebunan dan produksi CPO berlokasi di
Sumatera dan Kalimantan, wilayah di Indonesia dengan sejarah panjang
pengembangan minyak sawit, baik perkebunan yang beroperasi dalam skala
besar maupun skala kecil. Hampir separuh dari seluruh wilayah perkebunan
dikelola oleh usaha kecil dan diyakini bahwa operasi usaha kecil
berkontribusi secara signifikan terhadap perluasan perkebunan minyak sawit
beberapa tahun terakhir. (Anonimousb.2014)
Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di wilayah
Sumatera Utara saat ini meningkat dengan sangat cepat. Perkembangan antar
kompetitif antar perusahaan. Secara umum kondisi perkebunan kelapa sawit di
Provinsi Sumatera Utara cukup berkembang dengan baik. Hal ini terbukti dengan
terus bertambahnya areal perkebunan baik perkebunan rakyat, swasta asing,
maupun nasional dan perkebunan negara (PTPN).
Luas tanaman dan produksi kelapa sawit berdasarkan pengelolaan tahun
2008-2012 seperti terlihat pada Tabel 1.
Berdasarkan data yang disajikan di atas, diperoleh gambaran bahwa
terjadi fluktuasi perkembangan areal dan produksi perkebunan kelapa sawit di
Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data tersebut, secara umum terjadi
peningkatan luas areal perkebunan. Perkembangan luas areal perkebunan sawit
yang dikelola oleh rakyat mengalami peningkatan dari 379.853 ha pada
tahun 2008 menjadi 405.921,08 ha pada tahun 2012 (naik 6,86 %), PTPN
ha pada tahun 2012 (naik 3,88 %). Perkebunan Besar Swasta Nasional dari
237.462 ha pada tahun 2008 menjadi 248.500,45 ha pada tahun 2012 (naik
4,65 %), dan Perkebunan Besar Swasta Asing meningkat dari 106.948 ha
pada tahun 2008 menjadi 115.202,57 ha pada tahun 2012 (naik 7,72 %).
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat secara umum produksi kelapa sawit
berupa tandan buah segar (TBS) juga mengalami peningkatan baik perkebunan
rakyat, PTPN, perkebunan besar swasa nasional (PBSN) dan perkebunan besar
swasta asing (PBSA) dari tahun 2008 hingga 2012. Dari data tahun 2008
sampai 2012, peningkatan produksi untuk perkebunan rakyat sebesar 9,8
%, PTPN sebesar 15,3 %, PBSN sebesar 4,14 %, dan PBSA sebesar 6,95 %.
Dengan perkembangan luas lahan dan produktivitas lahan kelapa sawit di
Sumatera Utara ini tidak terlepas dari kualitas tanaman, umur tanaman dan
seluruh faktor input yang digunakan dalam setiap perkebunan kelapa sawit.
Namun pada kenyataanya masih terdapat perkebunan kelapa sawit rakyat yang
kesulitan dalam meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawitnya.
Tabel 2. Luas Tanam dan Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan Kabupaten/ Kota Tahun 2009-2013
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2009-2013
Tinggi rendahnya produktivitas TBS per hektar suatu kebun
tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut.
Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah pula
produktivitas per hektarnya. Semakin banyak tanaman dewasa dan teruna
semakin tinggi pula produktivitas per hektarnya. (Risza, 1994)
1.2. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pengaruh dari umur tanaman terhadap produktivitas TBS
(Tandan Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan
Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pengaruh umur tanaman terhadap produksi TBS (Tandan
Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Pegajahan,
Kabupaten Serdang Bedagai.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan upaya
peningkatan produksi Tandan Buah Segar (TBS).
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait
dalam melaksanakan penelitian yang berkelanjutan.
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang
membutuhkan dalam melakukan penelitian, khususnya penelitian
mengenai perkebunan kelapa sawit.
1.5. Keaslian Penelitian
1. Model Penelitian : Dalam penelitian ini digunakan berbagai macam
metode analisis yaitu, analisis regresi linear untuk
menjelaskan pengaruh umur tanaman terhadap