• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) (Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) (Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimousa. 2014. kemenperin.go.id/artikel/494/Prospek-Dan-Permasalahan-

Industri-Sawit

Anonimousb. 2014.

http://blog.cifor.org/17819/berkas-fakta-indonesia-pimpin-produksi-minyak-sawit-dunia#.VB9GwRadvIU

Bangun, Wilson. 2007. Teori Ekonomi Mikro. Bandung: Refika Aditama

Buana, L. Siahaan, D dan Adiputra S. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit.

Medan Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Cohen, L. et. al. 2007. Research Methods in Education. Sixth Edition). New York;

Routledge

Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, I. Satyawibawa, dan R. Hartono. 2004. Kelapa Sawit:

Budi Daya, Pemanfaatan, Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan

Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS,

Edisi Keempat, Penerbit Universitas Diponegoro

Griffin, R.C. 2006. Technical Methode of Analyst. New York : Mc.Graw Hill.

Hartmann, H. T., W. J. Flocker, and A. M. Kofranek. 1981. Plant Science:

Growth, Development, and Utilization of Cultivated Plants. Prentice Hall,

inc., New Jersey.

Kheong, C. K., B. R. Hewitt, H.Y. Chu, K. T. Joseph, and N. Williams. 1969.

Modern Agriculture for Tropical Schools. Oxford University Press,

Singapore.

(4)

Nazir, M. 1998. Metode Penelitian. Jakarta : Ghali Indonesia

Rajanaidu, N., M. J. Lawrence, and S. C. Ooi. 1981. International Conference:

The Oil Palm Agriculture Indonesia The Eighies. Palm Oil Research

Institude Of Malaysia, Kuala Lumpur.

Risza, Suyatno. 1994. Kelapa Sawit : Upaya peningkatan produktivitas.

Yogyakarta : Kanisius

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, Penerbit Alfabeta,

Bandung

Sukirno, Sadono. 2005. Mikroekonomi:Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta:

Raja Grafindo Persada

Pahan, I. 2010 Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir.

Penebar Swadaya, Jakarta, Indonesia.

Ponten, M Naibaho.1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian

Kelapa Sawit . Medan

Whitney, F. L. 1960. The Elements of Resert Asian Eds. Osaka: Overseas Book

(5)

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian menggunakan metode purposive. Metode

purposive adalah penentuan lokasi dilakukan secara sengaja dengan

mempertimbangkan tujuan dari penelitian. Desa Pegajahan, Kecamatan

Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai dipilih karena memiliki komposisi

kepemilikan perkebunan yang bervariasi, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan

swasta dan juga perkebunan BUMN, sehingga dianggap menarik oleh penulis.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang

berupa hasil dari wawancara kepada responden pemilik perkebunan kelapa sawit

rakyat. Data sekunder didapat dari instansi-instansi pemerintahan yang terkait

dengan penelitian ini seperti, BPS, Dinas Perkebunan Sumateran Utara dan Dinas

Perkebunan dan Kehutanan Serdang Bedagai.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode survey atau

wawancara secara langsung kepada petani pemilik perkebunan kelapa sawit

rakyat. Metode survei adalah pengumpulan data primer dengan melakukan tanya

jawab dengan responden. Jenis pertanyaan ini menggunakan pertanyaan yang

terstruktur. Pertanyaan yang terstruktur adalah pertanyaan yang dibuat dengan

sedemikian rupa sehingga responden dibatasi dalam memberi jawaban kepada

(6)

adalah responden yang dianggap memenuhi kebutuhan untuk mencapai tujuan

penelitian.

3.4. Metode Penentuan Sampel

Dalam penentuan besar sampel peneliti menggunakan metode quota

sampling. Teknik quota sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara

menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam

pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak

jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel

secara sembarang asal memenuhi persyaratan sebagai sampel dari populasi

tersebut.

Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan itu hanya sekedar

perkiraan akan relatif memadai untuk mendapatkan data yang diperlukan yang

diperkirakan dapat mencerminkan populasinya, tidak bisa diperhitungkan secara

tegas proporsinya dari populasi, karena jumlah anggota populasi tidak diketahui

secara pasti tadi. Quota sampling pasti, karenanya, nonrandom sampling. Dalam

hal ini peneliti menentukan besarnya sampel sebanyak 30 orang. Menurut Cohen,

et al, (2007) semakin besar sampel dari besarnya populasi yang ada adalah

semakin baik, akan tetapi ada jumlah batas minimal yang harus diambil peneliti

yaitu sebanyak 30 sampel. Setara dengan pernyatan Cohen (2007), Baley dalam

Mahmud (2011) menyatakan bahwa penelitian yang menggunakan analisis data

(7)

3.5. Metode Analisis Data

Masalah dalam penelitian iniakan dianalisis menggunakan analisis regresi

linier hal ini dilakukan karena fungsi produksi akan mencapai titik optimum dan

akan mengalami penurunan produksi di waktu tertentu sehingga dibutuhkan

analisis regresi linier.

Analisis Regresi

Analisis ini menurut Sugiyono (200) digunakan oleh peneliti bila peneliti

bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen

(kriterium), bila ada satu variabel independen sebagai prediktor dimanipulasi

(dinaik turunkan nilanya). Persamaan yang diperoleh dari regresi sederhana

adalah

Y = a + b X

Y : Subjek nilai dalam variabel terikat yang diprediksikan

a : Nilai Konstan

b : Angka arah koefisien regresi

X : Subjek pada variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu.

Untuk memperoleh hasil perhitungan Regresi, dapat dilakukan dengan

tiga cari yaitu perhitungan manual, menggunakan fungsi pada MS. Excel, atau

menggunakan Software Statistik dalam penelitian ini akan digunakan SPSS 17.

Asumsi yang diperlukan untuk analisis ini adalah uji normalitas. Uji

normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul dari

setiap variabel dependen dan independen atau keduanya mempunyai distribusi

normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang mendekati normal (Imam

(8)

Untuk melihat model regresi normal atau tidak, dilakukan analisis

grafik dengan melihat normal probability report plot´ yang membandingkan

antara distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi normal.

Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data akan

dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang

menggantikan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Imam

Ghozali, 2009).

Menurut Kurniawan (2008) regresi linier adalah metode statistika yang

digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependen;

respon; Y) dengan satu atau lebih variabel bebas (independen, prediktor, X).

Apabila banyaknya variabel bebas hanya ada satu, disebut sebagai regresi linier

sederhana, sedangkan apabila terdapat lebih dari 1 variabel bebas, disebut

sebagai regresi linier berganda. Analisis regresi setidak-tidaknya memiliki 3

kegunaan, yaitu untuk tujuan deskripsi dari fenomena data atau kasus yang

sedang diteliti, untuk tujuan kontrol, serta untuk tujuan prediksi.

Menurut Nawari (2010), analisis regresi adalah suatu metode

sederhana untuk melakukan investigasi tentang hubungan fungsional di antara

beberapa variabel. Hubungan antara beberapa variabel tersebut diwujudkan dalam

suatu model matematis. Model regresi, variabel dibedakan menjadi dua bagian,

yaitu variabel respons (response) atau biasa juga disebut variabel bergantung

(dependent variable) serta variabel explonary atau bisa juga disebut variabel

penduga (predictor variable) atau disebut juga variabel bebas (independent

(9)

Analisis regresi merupakan bagian integral dalam peramalan. Maksud dari

peramalan adalah berdasarkan data yang diolah dengan cara statistik yang

kemudian menarik sebuah kesimpulan. Analisis regresi digunakan untuk

mengetahui sampai sejauh mana suatu variabel berpengaruh pada variabel

lainnya atau beberapa variabel lainnya (Sunyoto, 2007).

Menurut Setyawan (2010), model regresi linier sederhana merupakan

sebuah metode statistika untuk melakukan identifikasi pengaruh satu

variabel (X) bebas terhadap 1 variabel terikat (Y). Konsep dasar regresi

berkenaan dengan dan sebagai upaya menjawab pertanyaan seberapa besar

pengaruh satu variabel X terhadap satu variabel Y. Variabel bebas dan

terikat harus memiliki hubungan yang fungsional atas dasar logika, teori

maupun dugaan terhadap observasi tertentu yang valid dijadikan sebagai acuan.

Persamaan dalam analisis regresi dapat menggambarkan sebuah garis

regresi. Semakin dekat dengan jarak antara data dengan titik yang terletak pada

garis regresi, berarti prediksi kita semakin baik. Jarak antara data sesungguhnya

dengan garis regresi dikuadratkan dan dijumlahkan, itulah sebabnya analisis

regresi juga dikenal dengan analisis Ordinary Least Square (Winarmo, 2007).

3.6 Definisi Dan Batasan Operesional

Untuk menghindari kesalahpahaman atas pengertian dan penafsiran

penelitian ini maka penulis membuat defenisi dan batasan operasional sebagai

(10)

3.6.1 Defenisi

1. Tanaman kelapa sawit yang dianalisis adalah seluruh tanaman menghasilkan

kelapa sawit ataupun TBS.

2. Luas areal adalah luas areal tanaman menghasilkan kelapa sawit yang

diusahakan perkebunan selama satu tahun yang dinyatakan dalam hektar.

3. Produktivitas adalah perbandingan antara output (Tanda Buah Segar) dengan

input produksi (Lahan).

4. Fungsi produksi adalah menggambarkan hubungan teknis yang merubah

input (sumber) menjadi output (hasil).

3.6.2 Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Pegajahan.

2. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2014.

(11)

4.1. Wilayah Kecamatan Pegajahan

Kecamatan pegajahan merupakan salah satu kecamatan di

Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki luas ± 93,12 Km2,

sebagian besar merupakan daratan rendah. Kecamatan Pegajahan

memiliki 12 Desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Pegajahan mempunyai

batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Perbaungan

Sebelah Selatan : Kecamatan Serba Jadi

Sebelah Timur : Kecamatan Sei Rampah

Sebelah Barat : Kecamatan Galang (Kabupaten Deli Serdang)

Jarak tempuh dari Kecamatan Pegajahan ke pusat Pemerintahan

Kabupaten Serdang Bedagai adalah sekitar 30 Km, sedangkan jarak

tempuh ke Propinsi sekitar 54 Km. Kecamatan Pegajahan terdiri dari

atas 12 desa/kelurahan dengan persebaran luas yang dapat dilihat pada

Tabel 3:

Tabel 3. Luas Kecamatan Pegajahan Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2013

No Desa Luas Desa No Desa Luas

(12)

Dapat dilihat Desa Melati Kebun merupakan desa yang paling luas di

Kecamatan Pegajahan dengan luas 19,76 km2 melingkupi 21,22 % luas

Kecamatan Pegajahan sedangkan desa yang memiliki luas paling rendah yakni

Desa Petuaran Hulu dengan luas 0,25 km. Berikut peta Kecamatan Pegajahan :

Gambar 3 Peta Kecamatan Pegajahan

4.2 Keadaan Kependudukan Kecamatan Pegajahan

Jumlah penduduk Kecamatan Pegajahan pada tahun 2013 adalah

sebanyak 29.299 jiwa dan 6.886 Kepala rumah tangga yang tersebar di

seluruh wilayah Kecamatan Pegajahan.

Penduduk Kecamatan Pegajahan Menurut Jumlah Kepala Rumah Tangga

Keadaan penduduk kecamatan Pegajahan terbagi 13 desa / kelurahan,

jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Pegajahan pada tahun 2013 yaitu di

Desa Bingkat dengan jumlah penduduk 6.104 jiwa dan 1.375 Kepala

keluarga yakni 20,8% dari jumlah seluruh penduduk di Kecamatan Pegajahan

sedangkan jumlah penduduk terkecil yaitu Desa Sennah dengan jumlah

(13)

Penduduk Kecamatan Pegajahan Menurut Umur

Keadaan penduduk Kecamatan Pegajahan terdiri 5 kelompok

umur, yaitu kelompok umur 17–59 yaitu 16.39 (55,08%) sedangkan

kelompok umur terkecil yaitu kelompok umur 0-5 proporsi 9,06%. Hal

ini menandakan bahwa penduduk di Kecamatan Pegajahan sebagian besar

adalah usia pekerja.

Penduduk Kecamatan Pegajahan Menurut Pekerjaan

Pada paparan sebelumnya dapat dilihat bahwa penduduk

Kecamatan Pegajahan 16.139 Jiwa atau 55,08% Penduduk Kecamatan

Pegajahan merupakan usia angkatan kerja. Dapat dilihat tabel

dibawah ini bahwa penduduk pegajahan paling banyak bermata

pencarian di pertanian yakni sebanyak 3.722 jiwa (25,28%) kemudian

penduduk yang bekerja sebagai buruh sebesar 23,20% dan penduduk

Kecamatan Pegajahan sedikit yang bekerja sebagai ABRI/POLRI yakni

sebesar 0,24%.

4.3 Sarana dan Prasarana di Kecamatan Pegajahan

Sarana dan prasarana merupakan faktor penting yang menunjang

keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Sarana yang merupakan segala

sesuatu yang dipakai sebagai alat untuk mencapai maksud atau tujuan.

Sedangkan prasarana yang merupakan barang atau benda yang tidak

bergerak yang menunjang pelaksanaan pembangunan. Sarana dan

prasarana di Kecamatan Pegajahan di mana sarana dan prasarana di

(14)

pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan tabel jika dibandingkan dengan jumlah

penduduk Kecamatan Pegajahan maka Sarana dan prasarana di Kecamatan

Pegajahan masih belum memadai untuk seluruh penduduk di Kecamatan

Pegajahan, sementara peran sarana dan prasarana sangat memengaruhi

(15)

5.1. Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit

Dalam Pembudidayaan Tanaman Kelapa sawit, tanaman ini

memerlukan penyinaran 5-7 jam perhari dengan suhu ideal adalah 22 –

230 (optimum 270). Kelapa Sawit menghendaki curah hujan 1.250

mm/tahun sampai 3000 mm/tahun. Bila terjadi bulan kering, maka

pertumbuhan tanaman akan terganggu. Kekeringan menyebabkan

penurunan produksi yang signifikan karena tanaman akan lebih

banyak memproduksi bunga jantan.

Pengelompokan Kelapa Sawit berdasarkan umur yang berhubungan

dengan Randemen Minyak, Produksi, Perbandingan Bunga Jantan dan

Bunga Betina, dll. Dan adapun pengelompokannya adalah sebagai berikut:

- Muda :3 -8 tahun

- Remaja :9-13 tahun

- Dewasa :14-20 tahun

- Tua : > 20 tahun

Pembengkakan pangkal batang terjadi karena Internodia (ruas

batang) dalam masa pertumbuhan awal tidak memanjang, sehingga

pangkal-pangkal pelepah daun yang tebal berdesakan. Bonggol batang

yang besar ini membantu memperkokoh posisi pohon pada tanah agar

dapat berdiri tegak. Ujung batang (apex) berbentuk kerucut (conical)

diselimuti oleh daun – daun muda yang masih kecil dan lembut dan

(16)

Buah kelapa sawit adalah jenis buah keras (drupe) menempel dan

bergerombol pada tandan buah. Jumlah pertandan dapat mencapai 1.600 buah

berbentuk lonjong atau membulat dengan panjang 2-3 cm dan berat per buah

sampai 30-40 gram. Bagian-bagian buah terdiri atas:

- Kulit Buah ( Exocarp)

- Daging Buah ( Mesocarp)

- Cangkang ( Endocarp)

- Inti (Kernel)

Tahapan -tahapan Pematangan Buah Kelapa sawit, adalah sebagai berikut:

delapan minggu setelah penyerbukan, buah kecil-kecil berisi cairan/liquid,

10 minggu setelah itu jadi seperti agar-agar/ gelatineous dan jumlah lemak sangat

sedikit yaitu sebagai minyak protoplasma. Penimbunan minyak yang lambat

sampai 12-13 minggu dan tidak akan mengeras hingga 15 minggu. Penimbunan

terbesar terjadi di minggu 14 – 16. Sebelum pematangan berat kering berkurang

hinga 3-5 kali dan kadar lemak 70-75 %.

Dalam budidaya kelapa sawit panen merupakan salah satu kegiatan penting

dan merupakan saat-saat yang ditunggu oleh pemilik kebun, karena saat panen

adalah indikator akan dimulainya pengembalian inventasi yang telah ditanamkan

dalam budidaya. Melalui pemanenan yang dikelola dengan baik akan diperoleh

produksi yang tinggi dengan mutu yang baik dan tanaman mampu bertahan dalam

umur yang panjang. Berbeda dengan tanaman semusim, pemanenan kelapa sawit

hanya akan mengambil bagian yang paling bernilai ekonomi tinggi yaitu tandan

(17)

membiarkan tanaman berproduksi secara terus menerus sampai batas umur

ekonomisnya habis.

Secara umum batas umur ekonomis kelapa sawit berkisar 25

tahun, dan dapat berkurang bergantung dari tingkat pemeliharaan yang

dilakukan termasuk cara pemananen. Pemanen kelapa sawit yang salah

akan mengakibatkan rendahnya produksi dan pendeknya umur ekonomis,

oleh karena itu pemanenan harus dilakukan dengan tepat agar tanaman

tetap berproduksi baik dan diperoleh mutu yang baik. Selain itu setelah

panen harus segera dilakukan penanganan pasca panen menginggat tandan

buah kelapa sawit akan cepat mengalami penurunan mutu dalam waktu

24 jam setelah panen. Pertanyaan yang pertama kali muncul dalam benak

pemilik kebun kepala sawit adalah kapan panen pertama/perdana

dilakukan agar segera diperoleh hasil (baca uang) dan tidak merusak

tanaman kelapa sawit.

Penentuan panen pertama secara umum dilakukan berdasarkan

umur tanaman dan dikoreksi melalui performa tanaman. Hal ini bermakna

meskipun tanaman telah memiliki umur yang cukup untuk menghasilkan

tandan buah sawit, tetapi bilamana performa tanaman, khususnya bonggol

dan ukuran tandan buah terlaku kecil (kurang ari 3 kg) maka umur

pertama panen di tunda dengan membuang bunga dan bakal buah yang

ada. Kelapa Sawit sudah mulai berbunga, tetapi tandan buah segar

yang dihasilkan belum mencapai 3 kg sehingga tanaman belum

dapat dikategorikan sebagai tanaman menghasilkan. Bilamana

(18)

berbunga, maka pada tanaman tersebut harus diablasi yaitu pembuangan bunga

untuk membuang tandan kecil (kurang dari 3 kg) pada tanaman baru berbuah

dan untuk mendorong pertumbuhan tanaman agar diperoleh pertumbuhan

tanaman yang seragam.

Secara normal kelapa sawit yang tumbuh subur sudah dapat menghasilkan

buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika dihitung mulai

dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Namun jika dihitung mulai

penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada umur 2,5

tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang

diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang

lebih 5-6 bulan. Saat buah mulai masak, kandungan minyak dalam daging buah

(mesokarp) meningkat cepat. Hal ini disebabkan adanya proses konversi

karbohidrat menjadi lemak dalam buah. Dalam memanen, perlu diperhatikan

beberapa ketentuan umum agar buah yang dihasilkan baik mutunya, sehingga

minyak yang dihasilkan juga bermutu baik.

Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit akan meningkat secara tajam

dari umur 3 – 7 tahun (peridode tanaman muda, young),dan mencapai tingkat

produksi maksimal pada umur sekitar 15 tahun(periode tanaman remaja, prime),

dan mulai menurun secara gradual pada periode tanaman tua (old) sampai saat

menjelang peremajaan (replanting). Pembangunan PKS dan penentuan

kapasitasnya sangat ditentukan oleh profil produksi dan persentase penyebaran

produksi dalam 1 tahun. Dalam perkebunan kelapa sawit dikenal adanya bulan

produksi puncak (peak months), yaitu bulan-bulan pada saat produksi TBS dalam

(19)

Suatu areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat disebut

sebagai tanaman menghasilkan (TM) dan dapat dipanen apabila 60% atau

lebih buahnya telah matang panen. Selain itu tanaman telah berumur ± 31

bulan, berat janjangan (tandan) telah mencapai 3 kg atau lebih, penyebaran

panen telah mencapai 1:5 , yaitu setiap 5 pohon terdapat 1 tandan buah

yang matang panen. Kebun yang memenuhi persyaratan tersebut dapat

mulai dipanen dan disebut dengan kebun tanaman menghasilkan atau

TM.

Tabel 4. Produktivitas Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Berdasarkan Umur

Tanaman

Umur Produktivitas Umur Produktivitas

S1 S2 S3 S1 S2 S3

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwasanya pada tanaman kelapa

sawit selain dipengaruhi oleh umur tanaman namun juga dipengaruhi oleh

kesesuaian lahan. Setiap kesesuaian lahan tersebut terbagi dari 3 jenis

kesesuaian lahan. yaitu S1, S2 dan S3 yang dimana lahan yang terbaik

adalah klasifikasi lahan S1. Klasifikasi jenis lahan S1 merupakan suatu hal

(20)

terdahulu lahan dengan klasifikasi S1 ini memiliki hasil produktivitas yang

tertinggi.

Produktivitas kelapa sawit akan mengalami penurunan produksi ketika

sudah berumur 13 tahun umur tanam sehingga pada tahun-tahun seperti ini petani

harus lebih memberikan pupuk-pupuk agar kelapa sawit masih tetap dapat

berproduksi secara optimal walaupun mengalami penurunan. Dengan memberikan

pupuk dengan konsentrasi tertentu diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

dari kelapa sawit tersebut.

Gambar 4. Rata-rata Produktivitas (Ton/Ha) di Perkebunan Rakyat

Kecamatan Pegajahan

Dari gambar grafik di atas dapat diterangkan bahwasanya produktivitas

tandan buah segar kelapa sawit masih terus meningkat hingga ketitik optimum

yaitu 12 tahun. Pada saat tanaman kelapa sawit berumur 13 tahun sudah terjadi

penurunan produktivitas namun penurunan tersebut kecil sehingga pada umur

tanaman 13 tahun petani sudah harus memberikan treatment lebih kepada

tanaman seperti pemberian pupuk agar mampu menghambat penurunan

(21)

Untuk pemaparan mengenai analisis pengaruh umur tanaman

terhadap produktivitas kelapa sawit akan dijelaskan dengan menggunakan

output dari SPSS 23. Data yang diolah melalui SPSS ini merupakan data

primer dari hasil wawancara dengan petani rakyat di Kecamatan

Pegajahan.

Model yang dihasilkan dari regresi linier sederhana adalah sebagai berikut

Y = −7,904 + 7,177 X

Dimana:

Y : Produktivitas kelapa sawit (ton/ha)

X : Umur tanaman (tahun)

Dari model regresi yang disajikan tersebut dapat di interpretasikan

bahwasanya setiap kenaikan satu-satuan tahun akan meningkatkan sebesar

7,177 ton/ha produktivitas dari TBS kelapa sawit.

Dari hasil analisis regresi menggunakan SPSS 23 adalah seperti

tabel dibawah ini :

Tabel 5. Kriteria Uji Analisis Regresi Linier Sederhana.

Kriteria Value Nilai R 0.869

R Square 75%

Sig. 0.001

Data Primer diolah

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwasanya terdapat pengaruh

yang sangat erat diantara umur tanaman kelapa sawit terhadap

produktivitas tandan buah segar kelapa sawit. Hal ini tergambar dari

(22)

TBS per hektar suatu kebun tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada di

kebun tersebut. Semakin luas komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut

remaja dan renta, semakin rendah pula produktivitas per hektarnya. Semakin

banyak tanaman yang dewasa dan terruna semakin tinggi pula produktivitas per

hektarnya. Komposisi umur tanaman ini setiap tahun berubah sehingga juga

berpengaruh terhadap pencapaian produktivitas per hektar per tahunnya. Hal ini

dapat dijelaskan sebagai berikut :

Tanaman kelapa sawit biasanya dibagi atas 6 kelompok umur, yakni :

a. TBM 0-3 tahun – muda (belum menghasilkan)

b. TM 3-4 tahun – remaja (produksi/Ha; sangat rendah)

c. TM 5-12 – teruna (produksi/Ha; mengarah naik)

d. TM 12-20 tahun – dewasa (poduksi/Ha; posisi puncak)

e. TM 21-25 tahun – tua (produksi/ha; mengarah turun)

f. TM 26 Tahun – renta (produksi/ha; sangat rendah)

Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi pengaruh umur pada

tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

a. Untuk mempertahankan posisi produktivitas per hektar yang tinggi

sebaiknya tidak menunda-nunda peremajaan. Jika tanaman sudah mencapai umur

26 tahun tergolong renta produksinya sudah sangat menurun, sulit dipanen, pohon

terlalu tinggi dan varietasnya bukan D x P, maka sebaiknya segera diremajakan.

b. Percepatan peremajaan harus dilakukan apabila kepadatan (populasi)

per hektar sudah jauh berkurang karena pokok sudah banyak yang mati, misalnya

(23)

rendah dan secara ekonomis tidak menguntungkan atau telah mencapai

titik impas (BEP) (Risza, 1994)

Dari nilai R square yang dihasilkan menggunakan analisis regresi

linier sederhana tersebut, sebesar 75% variable umur tanaman mampu

menjelaskan pengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit sedangkan

sisanya sebesar 25% dapat dijelaskan dengan menggunakan

variabel-variabel yang tidak tercantum pada model.

Selain itu melihat hasil dari nilai signifikansi ANOVA yang

nilainya lebih kecil dibandingkan tingkat alfa yang digunakan yaitu 0.05

sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasanya pengaruh dari umur

tanaman sangat signifikan terhadap produktivitas TBS kelapa sawit atau

secara statistic dari hasil tersebut dapat disimpulkan tolak H0 yaitu dan

terima H1 yaitu ada pengaruh yang nyata antara umur tanaman kelapa

(24)

6.1. Kesimpulan

1. Pengaruh umur tanaman sangat signifikan terhadap produktivitas TBS

(Tandan Buah Segar) kelapa sawit.

2. Tinggi rendahnya produktivitas TBS (Tandan Buah Segar) per hektar

suatu kebun tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada.

3. Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah

pula produktivitas per hektarnya.

4. Semakin banyak tanaman dewasa dan teruna semakin tinggi pula

produktivitas per hektarnya.

6.2. Saran

1. Kepada pemerintah

Pemerintah diharapkan dapat menstabilkan harga TBS (Tandan Buah Segar)

agar para petani kelapa sawit tidak mengalami kerugian yang terlalu

signifikan apabila terjadi penurunan harga di pasaran.

2. Kepada petani

Petani perkebunan kelapa sawit rakyat seharusnya sudah merencanakan

untuk replanting bagi tanaman kelapa sawit yang telah melewati masa

produktifnya. Selain itu, petani juga seharusnya menggunakan pupuk sesuai

(25)

3. Kepada peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti tentang daya saing produk

yang dihasilkan perkebunan rakyat dibandingkan dengan yang dihasilkan

(26)

2.1. Tinjauan Pustaka

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah

Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang

dibawa dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor.

Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara

komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien

Hallet (orang Belgia). Bididaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang

menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.

Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan

Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

Pada tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan

pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada

masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa

menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa

pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan

perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada

sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton

pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor

250.000 ton minyak sawit.

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika barat,

merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai

(27)

lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah

Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam

di Kebun Raya bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon

(Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda).

Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan

pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911.

Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet

(orang Belgia), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt

yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai

berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur

Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat

sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu.

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami

kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total

luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya

mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940

Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia,

pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan).

Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer

di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL

(Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan

(28)

politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan

produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak

sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan

dalam rangka menciptakan kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong

pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan

mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar

721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang

pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah

yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR – BUN).

Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di

Indonesia. Hal ini menunjukkan meningkatnya permintaan akan produk

olahannya. Ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia antara lain ke Belanda, India,

Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit (PKO)

lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brasil.

Sumber daya alam yang mendukung, sarana produksi yang tersedia,

kemudahan yang diberikan pemerintah dan harga minyak sawit yang cukup baik

telah terbukti mampu meningkatkan pendapatan perkebunan dibeberapa daerah.

Peningkatan produksi ini juga telah mendorong ekspor untuk menambah

devisa. Sehingga menempatkan Indonesia sebagai Negara penghasil

minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia.

Perkebunan terdiri dari unit kebun yang luasnya bervariasi. Bagi kebun

(29)

olah 30 ton TBS /jam atau 12.000 ha tanaman + 1 unit pabrik berkapasitas olah

60 ton TBS/jam. Beberapa kebun tergabung dalam satu grup perusahaan.

Berdasarkan pada hal tersebut maka kebun kelapa sawit di Indonesia akan

memiliki lebih dari 200 kebun yang tersebar pada 16 provinsi. Tiap perusahaan

menerapkan masing-masing sistem manajemen, namun pada dasarnya akan sama

karena kegiatan-kegiatannya hampir serupa. Perkebunan kelapa sawit di

Indonesia dikembangkan dalam program seperti system PTP, PIR (kebun inti +

kebun plasma), PIR transmigrasi, P2WK, Koperasi, PBS dan pemilikan pribadi.

Harapan ini didasarkan atas meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya

pendapatan per kapita serta meningkatnya konsumsi dalam negeri baik untuk

pangan dan industry serta suksesnya penelitian penggunaan minyak sawit

sebagai pengganti industry barang yang masih memakai minyak bumi maupun

sebagai sumber energy. Kita optimis agribisnis kelapa sawit dimasa depan masih

cerah (Adalahin,1994).

Kelapa sawit (Elaeis Guineensis) termasuk golongan tumbuhan

palma. Sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19

yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri

sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh

Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas

Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini

berkembang dan merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia

Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa

dilihat di Kebun Raya Bogor. Kelapa sawit di Indonesia baru diusahakan

(30)

dilakukan pada tahun 1919. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di

Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911.

Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai

menghasilkan pada umur 3 tahun dengan umur produktif hingga 25 – 30

tahun dan tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa

tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah

kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung

minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan

lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut

bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam.

Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Kelapa sawit

berkembang biak dengan biji, tumbuh di daerah tropis, pada ketinggian 0-500

meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit menyukai tanah yang subur, di

tempat terbuka dengan kelembaban tinggi. Kelembaban tinggi itu antara lain

ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi, sekitar 2000-2500 mm setahun.

Produksi utama kelapa sawit adalah Tandan buah segar. Tandan

buah segar dapat diolah menjadi biji sawit, daging buah, dan pakan ternak. Biji

sawit diolah kembali menjadi bahan bakar, briket, minyak goreng, salad oil,

pakan ternak dan tempurung arang. Daging buah dapat menjadi minyak sawit,

sebagai bahan baku margarine, minyak kasar (minyak makan), suldge, sabun

dan bahan pakan ternak. Minyak sawit (CPO) dapat juga digunakan sebagai

bahan bakar nabati (biofuel) pengganti bahan bakar minyak fosil, sehingga

(31)

ini menunjukan kelapa sawit mempunyai nilai investasi yang baik untuk

dikembangkan (Pahan, 2006).

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Faktor Produksi

Faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah

proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi 4

kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan.

Perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi

seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan

oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical

resources). Selain itu, beberapa ahli juga menganggap sumber daya informasi

sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di

era globalisasi ini.(Griffin R, 2006) .

Faktor produksi fisik ialah semua kekayaan yang terdapat di alam

semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses

produksi. Faktor yang termasuk di dalamnya adalah tanah, air, dan bahan mentah

(raw material). Secara total, saat ini ada 5 hal yang dianggap sebagai faktor

produksi, yaitu tenaga kerja (labor), modal (capital), sumber daya fisik (physical

resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi

(information resources).

Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal

sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam

(32)

modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal

yang berupa pinjaman bank.

Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal

abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam

proses produksi. Misalnya mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan yang

dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata,

tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak

merek.Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan

modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari

perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya.

Contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di

bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang

dimiliki oleh pemerintah dan digunakan ukt kepentingan umum dalam proses

produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan,

jembatan, atau pelabuhan.

Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal

lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-

ulang. Misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang

dimaksud dengan modal lancar adalah modal yang habus digunakan dalam satu

kali proses produksi. Misalnya, bahan-bahan baku.

Tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung

maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga

(33)

produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang

dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan

berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya.

Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja dapat dibagi menjadi tenaga kerja

terdidik, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih.

Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu

sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan,

dan ahli hukum.

Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memerlukan kursus atau

latihan bidang-bidang keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya.

Misalnya tukang listrik, montir, tukang las, dan sopir. Sementara itu, tenaga

kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak

membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya.

Misalnya tukang sapu, pemulung, dan lain-lain.

Berdasarkan sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja

rohani dan tenaga kerja jasmani. Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang

menggunakan pikiran, rasa, dan karsa. Misalnya guru, editor, konsultan, dan

pengacara. Sementara itu, tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang

menggunakan kekuatan fisik dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las,

pengayuh becak, dan sopir.

2.2.2. Faktor Produksi Kelapa Sawit

Ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas

(34)

tindakan kultur teknis. Tentu saja ketiganya saling terkait dan mempengaruhi

satu sama lain.

Ketiga faktor berikut, yaitu lingkungan, bahan tanaman, dan

tindakan kultur teknis, begitu sangat dominan dalam mempengaruhi kesuksesan

membudidayakan tanaman kelapa sawit yang hasilnya berupa minyak sawit

mentah (CPO) sekarang menjadi andalan ekspor nonmigas Indonesia.

Mengutip buku Seri Budi Daya Kelapa Sawit karangan Suyatno Risza,

bahwa faktor lingkungan itu mencakup iklim, tanah dan topografi. Iklim yang

paling banyak diamati pada tanaman berkaitan dengan curah hujan karena

tanaman sawit memang rakus akan air.

Curah hujan yang dikehendaki adalah 2.000 – 2.500 mm per tahun dan

merata sepanjang tahun tanpa bulan kemarau panjang. Kekurangan atau

kelebihan curah hujan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas

sawit.

Musim kemarau panjang dapat mengancam terjadinya penurunan

produksi. Memang, sinar matahari dapat mendorong pembentukan bunga,

pertumbuhan vegetatif dan produksi buah. Tapi penyinaran matahari yang lama

(kemarau) akan mempengaruhi tingginya suhu dan mempengaruhi pembungaan

dan kematangan buah.Pengetahuan tentang iklim hendaknya dipahami dengan

baik. Hal ini diperlukan untuk mendukung berbagai kegiatan lapangan

seperti pembukaanlahan baru, jadwal penanaman, pemupukan, upaya

pengawetan tanah dan sebagainya.

Adapun tanah berkaitan dengan sifat fisik dan kimia setiap jenis

(35)

berbeda. Bagi tanaman sawit sifat fisik tanah lebih penting daripada sifat

kesuburan kimiawinya, karena kekurangan unsur hara dapat diatasi dengan

pemupukan.

Jenis-jenis tanah di mana tanaman sawit dapat tumbuh adalah tanah

Podsolik Coklat, Podsolik Kuning, Podsolik Coklat Kekuningan, Podsolik Merah

Kuning, Hidromorfik Kelabu, Alluvial, Regosol, Gley Humik, Organosol (tanah

gambut). Tanah Podsolik Merah Kuning paling cocok untuk sawit. Sedangkan

Podsolik Kuning kurang bagus karena miskin hara terutama fosfat

dan magnesium.

Kedua, faktor bahan tanaman. Keberhasilan usaha perkebunan sawit

antara lain juga dipengaruhi faktor bahan tanaman yang memiliki sifat-sifat

unggul. Bibit unggul akan menjamin pertumbuhan yang baik dan tingkat

produktivitas tinggi bila dilaksanakan secara optimal.

Pada bahan tanaman sawit ini dibedakan atas dua bagian, yakni Vegetatif

dan Generatif. Bagian vegetatif tanaman sawit meliputi akar, batang dan daun.

Tanaman sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer, sekunder, tertier

dan kuartier. Akar primer umumnya tumbuh ke bawah, sedangkan akar sekunder,

tertier dan kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah.

Produksi Kelapa Sawit banyak petani yang mengeluh karena Produksi

Kelapa sawit yang dimiliki mengalami penurunan dan petani tersebut tidak

mengetahui mengapa hal tersebut terjadi. Produksi kelapa sawit yang

sangat rendah sebenarnya sangat dapat dijelaskan secara agronomi mengapa hal

(36)

kenapa penurunan produksi kelapa sawit yang dimilikinya jika peka dengan

sawit yang dimilikinya.

Yan dkk (2002) pertumbuhan dan produktifitas kelapa sawit dipangaruhi

oleh banyak faktor, baik faktor dari luar meupun dari tanaman kelapa sawit itu

sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor

lingkungan, genetis dan faktor teknis agronomis. Dalam menunjang

pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit, faktor tersebut saling terkait dan

mempengaruhi satu sam lain. Untuk mencapai produksi kelapa sawit yang

maksimal, diharapkan ketiga faktor tersebut selalu dalam keadaan optimal.

Menurut Ponten (1998) bahwa tanaman kelapa sawit sudah mulai

menghasilkan pada umur 20-30 bulan. Buah yang pertama keluar

masih dinyatakan dengan buah pasir artinya belum dapat diolah dalam pabrik

karena masih mangandung minyak yang rendah. Buah kelapa sawit yang normal

berukuran 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir berisi sekitar 10-18

bulir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Bulir-bulir ini menyusun

tandan buah yang berbobot rata-rata 20-30 kg/tandan. TBS inilah yang

dipanen dan diolah di PKS.

Menurut Fauzi (2002) bahwa pada dasarnya ada dua macam olahan utama

TBS dipabrik, yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah

dan minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. Minyak nabati

yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah

(CPO) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO) yang tidak berwarna

(jernih). CPO atau KPO banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan

(37)

baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik dan sebagai bahan bakar

alternatif ( minyak diesel) (Buana, 2003).

Adapun penyebab produksi kelapa sawit rendah adalah dapat dijelaskan

sebagai berikut ini :

1. Bibit yang digunakan palsu

Bibit adalah salah satu faktor utama penentu produksi kelapa sawit.

Pihak produsen benih sudah menentukan tren produksi dari benih tersebut.

seringkali petani menanam benih kelapa sawit palsu akibatnya petani

mengalami produksi kelapa sawit yang rendah sepanjang tanaman itu

ditanam. Hal inilah salah satu faktor penyebab rendahya produksi kelapa

sawit. Sebagai contoh jika kita menggunakan bibit asli Topaz akan

memperoleh hasil 35,6 Ton per hektar tiga tahun setelah tanam.

2. Pemupukan

Faktor kedua yang sangat menentukan produksi kelapa sawit adalah

pemupukan. Pemupukan ini sangat menentukan produksi kelapa sawit yang

akan diperoleh. Jika pemupukan tidak dilakukan dengan benar maka

produuksi yang dihasilkan akan sangat rendah.

3. Kondisi Gulma

Faktor ketiga yang menentukan produksi kelapa sawit adalah kondisi

gulma. Kondisi gulma yang terkontrol tidak akan mempengaruhi produksi

kelapa sawit karena tingkat persaingan unsur hara dengan tanaman tidak

berpengaruhtetapi jika kondisi gulma kelas A dan B sangat banyak

atau dominan diperkebunan kelapa sawit maka produksi yang dihasilkan

(38)

4. Cara Panen

Cara panen juga mempengaruhi produksi kelapa sawit, dimana jika

petani sering memanen buah mentah maka tanaman kelapa sawit akan

mengalami stress akibantya produksi yang dihasilkan akan mengalami

penurunan di tahun berikutnya.

5. Tunasan

Tunasan yang terlambat akan menyebabkan loses buah yang banyak

sehingga produksi kelapa sawit akan menurun, oleh karena itu untuk

mendapatkan produksi kelapa sawit yang maksimal diperlukan penunasan yang

sesuai aturan.

6. Kondisi cuaca

Kelapa sawit adalah tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah yang

banyak oleh karena itu kondisi cuaca sangat menentukan tren produksi kelapa

sawit. Jika curah air rendah maka produksi akan menurun sedangkan jika curah

hujan tinggi maka produksi kelapa sawit akan meningkat.

2.2.3. Teori Produksi

Fungsi produksi adalah hubungan diantara faktor-faktor produksi dan

tingkat produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor

produksi seperti yang telah dijelaskan dapat dibedakan kepada empat golongan

yaitu: tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawaan. Didalam teori

ekonomi, didalam menganalisis mengenai produksi selalu dimisalkan bahwa

tiga faktor produksi yang belakangan dinyatakan (tanah, modal dan

(39)

Fungsi produksi menejelaskan hubungan antara faktor-faktor produksi

dengan hasil produksi. Faktor produksi dikenal dengan istilah input, sedangakn

hasil produksi disebut dengan output. Hubungan kedua variabel (input dan

output) tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan, sebagai berikut: Q =

f (K,L,N, dan T) Q adalah output, sedangkan K,L,R, dan Tmerupakan input.

Input K adalah jumlah modal, L adalah jumlah tenaga kerja, N adalah sumber

daya alam, dan T adalahs teknologi. Besernya jumlah output yang dihasilkan

tergantung dari penggunaan input-input tersebut. Jumlah output dapat

ditingkatkan dengan cara meningkatkan penggunaan jumlah input K,L dan N

atau meningkatkan teknologi. Untuk memperoleh hasil yang efisien, produsen

dapat melakukan pilihan penggunaan input yang lebih efisien (Bangun. 2007).

Fungsi produksi dengan satu input menjelaskan hubungan antara jumlah

output dengan satu input. Kalau output itu adalah tenaga kerja, maka fungsi

produksi disini menjelaskan hubungan antara Output dengan jumalh tenaga kerja,

dimisalkan input-input yang lain tetap. Dengan perkataan lain, jumlah

output ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan. Secara sistematis

hubungan kedua variable tersebut adalah sebagai berikut: Q = f (L) Dalam teori

produksi ada beberapa konsep yang perlu diketahui antara lain, produksi totoal

(total product/TP), Produk rata-rata (Average Product/AP), dan produk marjinal

(Marjinal Product/MP) .

1. Produk Total Pruduk total adalah jumlah produk yang dihasilkan

dengan menggunakan input (tenaga kerja)

2. Produk rata-rata Produk rata-ratas (AP) adalah rata-rata produk

(40)

rata-rata merupakan hasil bagi antara total produk (TP) dengan jumlah tenaga

kerja (L). Dengan menggunakans rumus produksi rata-rata adalah sebagai

berikut: AP = TP/L

3. Produk Marjinal Produk marjinal (MP) adalah tambahan jumlah produk

yang diakibatkan oleh tambahan satu unit input (tenaga kerja) yang

digunakan. Dengan demikian, produk marjinal merupakan perbandingan

antara perubahan produk total dengan perusahaan jumlah tenaga kerja yang

digunakan. Dengan menggunakan rumus produk marjinal adalah sebagai

berikut: MP= DTP/DL

2.2.4. Law of Diminishing Return

The Law of Diminishing Return dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi

dari Inggris, David Richardo (1772-1823). David mengemukakan bahwa, jika

kita menambah terus-menerus salah satu unit input dalam jumlah yang

sama, sedangkan input yang lain tetap, maka mula-mula akan terjadi tambahan

output yang lebih dari proporsional (increasing return), tapi pada titik tertentu

hasil lebih yang kita peroleh akan semakin berkurang (diminshing return).Law of

diminishing returns adalah sebuah hukum dalam ekonomi yang menjelaskan

tentang proporsi input yang tepat untuk mendapatkan output maksimal. Teori ini

menjelaskan bahwa ketika input yang kita miliki melebihi kapasitas produksi dari

input, maka return (pendapatan) kita akan semakin menurun. Terdapat tiga

tingkat dalam teori ini, yaitu fase increasing return (pendapatan yang

meningkat), fase kedua dimana pendapatan tetap meningkat tapi pada intensitas

(41)

Gambar 1. Kurva Law of Diminishing Returns

Keterangan: TP = Total Produksi

AP = Average Product (Produksi Rata-rata)

MP = Marginal Product

2.3. Penelitian Terdahulu

Faktor penentu produksi TBS kelapa sawit yang digunakan untuk

mengetahui pengaruhnya terhadap produksi TBS meliputi: faktor jumlah pupuk,

(42)

komponen-komponen produksi memperlihatkan komponen produksi yang

memiliki pengaruh terhadap produksi TBS adalah antara jumlah bunga betina

per pohon dengan komponen jumlah janjang per pohon yang dilihat dari hasil

uji korelasinya memiliki hubungan yang nyata, searah dan sangat erat.

Faktor penentu produksi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap

produksi TBS kelapa sawit secara berturut-turut adalah faktor tenaga

kerja, kondisi lahan, umur tanaman, pupuk dan curah hujan. Nilai koefisien

determinasi (R2) yang dihasilkan dalam analisis adalah sebesar 98.2% yang

diartikan bahwa 98.2% variasi variabel dependen dapat diterangkan oleh

variabel independen (jumlah pupuk, curah hujan, dan tenaga kerja) yang

terdapat di dalam model.

2.4. Kerangka Pemikiran

Ketersediaan input yang dimiliki oleh sebuah perkebunan akan

mempengaruhi produktivitas dari tanaman kelapa sawit yang dimiliki perkebunan

tersebut. Dimana dalam hal ini jika sebuah perusahaan memiliki kemudahaan

dalam mendapatkan input produksi maka akan memberikan dampak yang positif

bagi produktivitas tanaman kelapa sawit tersebut. Selanjutnya umur

tanaman termasuk dalam suatu hal yang mempengaruhi produktivitas TBS

dari kelapa sawit sehingga perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam agar

mengetahui seberapa besar pengaruh umur tanaman terhadap produktivitas

(43)

Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Umur Tanaman Kelapa Sawit

Faktor Input Produksi Kelapa Sawit

Produki Kelapa

Sawit

Produktivitas Kelapa Sawit ( TBS)

Keterangan :

= Menyatakan pengaruh

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, landasan teori,

dan kerangka pemikiran, hipotesis dalam penelitian ini adalah Umur tanaman

(44)

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai

barat Afrika dari Gambia ke Angola. Kelapa sawit juga ditanami sampai batas

tertentu di tengah daerah hutan hujan di Kongo, Kenya, Indonesia, dan Malaysia.

Ada sedikit penanaman di negara Amerika Tengah dan Selatan (Hartmann,

et. al., 1981).

Penanaman dan pemilihan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) dimulai

sekitar tahun 1920 di Afrika dan Asia (Malaysia dan Sumatera) ketika jenisnya

mulai dimanfaatkan untuk minyak nabati secara komersial. Bagaimanapun, dasar

keturunan berdasarkan populasi penanaman telah diseimbangkan secara lebih

sempit dan memberikan beberapa generasi dalam pembiakannya dan tekanan

yang terpilih. Berbagai populasi mempunyai kemampuan saat ini menjangkau

derajat tinggi keseragaman. Seluruh dunia, keturunannya diperoleh mula-mula

dari empat pohon di Bogor digunakan sebagai induk betina dari material

penanaman komersil dan pada suatu palma yang digunakan sebagai induk jantan

yang menekankan hal keturunan yang sempit dari kelapa sawit yang

sekarang dikembangkan (Rajanaidu, et. al., 1981).

Kelapa sawit tumbuh sebagian besar di pantai barat Malaysia Barat, pada

lahan yang sama untuk kelapa. Kelapa sawit juga tumbuh di beberapa lahan

(45)

dapat menguntungkan jika tumbuh di semua lahan tetapi hanya pada lahan yang

subur.

Tanah subur ini termasuk tanah subur di pantai barat. Keuntungan

kelapa sawit yang bertumbuh dapat sangat tinggi lebih banyak dibanding kelapa.

Satu masalah dalam pertumbuhan kelapa sawit adalah bahwa suatu pabrik sangat

mahal diperlukan untuk menyiapkan minyak itu. Kelapa sawit menghasilkan dua

jenis minyak:

1. Minyak berwarna kemerahan yang berasal dari bagian luar dari buah,

umumnya dikenal dengan minyak sawit, dan

2. Minyak tidak berwarna atau pucat yang mirip minyak kelapa sawit yang

berasal dari inti atau bagian pusat dari buah yang dikenal sebagai minyak

biji-bijian (Kheong, et. al., 1969).

Perkembangan perkebunan kelapa sawit berkembang dengan pesat.

Tidak dapat dipungkiri, prospek industri kelapa sawit kini semakin cerah baik di

pasar dalam negeri maupun di pasar dunia. Sektor ini akan semakin strategis

karena berpeluang besar untuk lebih berperan menjadi motor

pertumbuhan ekonomi nasional dan menyerap tenaga.

Di dalam negeri, kebijakan pemerintah mengembangkan bahan bakar

nabati (BBN) sebagai altenatif bahan bakar minyak (BBM) memberi

peluang besar bagi industri kelapa sawit untuk lebih berkembang. Sesuai dengan

target pemerintah, pada 2010 mendatang sekitar 10% dari kebutuhan bahan bakar

dalam negeri akan disuplai dengan BBN, dimana 7% diantara berbasis minyak

sawit atau dikenal sebagai biodiesel. Untuk itu diperlukan tambahan pasokan

(46)

Proyek ini mendapat sambutan positif. Beberapa waktu lalu telah

ditandatangani 60 kesepakatan bersama antara berbagai pihak. Sampai

tahun 2010, nilai proyek pengembangan BBN akan mencapai US$ 9

miliar-US$ 10 miliar yang disertai dana perbankan kurang lebih Rp 34 triliun. Tenaga

kerja yang terserap diperkirakan mencapai 3,5 juta orang.

Sementara itu di pasar dunia dalam 10 tahun terakhir, penggunaan atau

konsumsi minyak sawit tumbuh sekitar rata-rata 8%-9% per tahun. Ke depan,

laju pertumbuhan ini diperkirakan akan terus bertahan, bahkan tidak tertutup

kemungkinan meningkat sejalan dengan trend penggunaan bahan bakar alternatif

berbasis minyak nabati atau BBN seperti biodiesel.

Pertumbuhan penggunaan minyak sawit itu dipicu oleh peningkatan

jumlah penduduk dunia dan semakin berkembangnya tren pemakaian bahan

dasar oleochemical pada industri makanan, industri shortening, farmasi

(kosmetik). Trend ini berkembang karena produk yang menggunakan bahan baku

kelapa sawit lebih berdaya saing dibandingkan minyak nabati dengan bahan baku

lainnya.

Berdasarkan data dari Oil World, tren penggunaan komoditi berbasis

minyak kelapa sawit di pasar global terus meningkat dari waktu ke waktu

mengalahkan industri berbasis komoditas vegetable oil lainnya seperti minyak

gandum, minyak jagung, minyak kelapa.

Sejak 2004 penggunaan komoditi minyak kelapa sawit telah menduduki

posisi tertinggi dalam pasar vegetable oil dunia yaitu mencapai sekitar 30 juta

ton dengan pertumbuhan rata-rata 8% per tahun, mengalahkan komoditi minyak

(47)

Komoditi lainnya yang banyak digunakan adalah minyak bunga matahari yaitu

sekitar 11,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 2,2% per tahun.

Dengan ketersediaan lahan dan iklim yang mendukung, Indonesia

berpeluang besar untuk memanfaatkan trend tersebut. Sejumlah kalangan

(pengamat dan pelaku dunia usaha) optimis, Indonesia mampu menguasai dan

menjadi pemain nomor satu di pasar industri kelapa sawit dunia yang kini

dikuasasi oleh Malaysia. Saat ini saja Indonesia sudah menguasai 37% pasar

dunia, sementara Malaysia sebesar 42%. Diperkirakan, dalam dua tahun ke

depan pangsa pasar Indonesia akan dapat melampaui pangsa pasar Malaysia.

Namun di sisi lain, banyak kalangan yang meragukan apakah Indonesia

mampu mengoptimalkan daya saingnya untuk memperoleh nilai tambah (added

value) yang maksimal bagi pembangunan ekonomi nasional. Ini tidak terlepas

dari kenyataan, sebagian besar produk kelapa sawit nasional masih

diperdagangkan dalam bentuk CPO atau minyak goreng, belum masuk ke

dalam tahap industri yang mempunyai nilai tambah besar seperti industri bio

surfactant (Anonimousa. 2014).

Tingginya permintaan minyak sawit makan di India, Cina dan di

dalam negeri membuat Indonesia menjadi produsen teratas minyak sawit mentah,

demikian menurut statistik yang digabungkan ilmuwan di Center for

International Forestry Research (CIFOR).

Dalam beberapa tahun terakhir, sektor perkebunan dan pengolahan

minyak sawit memegang peran kunci bagi ekonomi Indonesia. Meningkatnya

permintaan bagi minyak makan secara domestik dan internasional menciptakan

(48)

dan produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Pada 2011,

perkebunan minyak sawit mencakup 7,8 juta hektar di Indonesia, termasuk

6,1 juta ha perkebunan produktif yang tengah dipanen. Pada 2010,

perkebunan-perkebunan ini menghasilkan 22 juta ton CPO, sementara pada 2011

menghasilkan 23,5 ton.

Memasuki 2020, Indonesia berencana menggandakan produksi CPO

menjadi 40 juta ton per tahun dan memperluas portfolio perkebunan dengan

menambah 4 juta hektar. Tingginya permintaan minyak makan dari negara

ekonomi berkembang di Asia seperti India dan China serta tingginya

tingkat konsumsi domestik menjadi kekuatan pendorong utama di balik

pertumbuhan ini.. Sekitar separuh produksi CPO Indonesia diekspor dalam

bentuk belum diolah. Sebagian besar sisanya diproses menjadi minyak goreng

dan sekitar separuhnya juga diekspor, demikian menurut Bank Dunia.

Sisanya dikonsumsi di dalam negeri.

Sekitar 75 persen perusahaan perkebunan dan produksi CPO berlokasi di

Sumatera dan Kalimantan, wilayah di Indonesia dengan sejarah panjang

pengembangan minyak sawit, baik perkebunan yang beroperasi dalam skala

besar maupun skala kecil. Hampir separuh dari seluruh wilayah perkebunan

dikelola oleh usaha kecil dan diyakini bahwa operasi usaha kecil

berkontribusi secara signifikan terhadap perluasan perkebunan minyak sawit

beberapa tahun terakhir. (Anonimousb.2014)

Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di wilayah

Sumatera Utara saat ini meningkat dengan sangat cepat. Perkembangan antar

(49)

kompetitif antar perusahaan. Secara umum kondisi perkebunan kelapa sawit di

Provinsi Sumatera Utara cukup berkembang dengan baik. Hal ini terbukti dengan

terus bertambahnya areal perkebunan baik perkebunan rakyat, swasta asing,

maupun nasional dan perkebunan negara (PTPN).

Luas tanaman dan produksi kelapa sawit berdasarkan pengelolaan tahun

2008-2012 seperti terlihat pada Tabel 1.

Berdasarkan data yang disajikan di atas, diperoleh gambaran bahwa

terjadi fluktuasi perkembangan areal dan produksi perkebunan kelapa sawit di

Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data tersebut, secara umum terjadi

peningkatan luas areal perkebunan. Perkembangan luas areal perkebunan sawit

yang dikelola oleh rakyat mengalami peningkatan dari 379.853 ha pada

tahun 2008 menjadi 405.921,08 ha pada tahun 2012 (naik 6,86 %), PTPN

(50)

ha pada tahun 2012 (naik 3,88 %). Perkebunan Besar Swasta Nasional dari

237.462 ha pada tahun 2008 menjadi 248.500,45 ha pada tahun 2012 (naik

4,65 %), dan Perkebunan Besar Swasta Asing meningkat dari 106.948 ha

pada tahun 2008 menjadi 115.202,57 ha pada tahun 2012 (naik 7,72 %).

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat secara umum produksi kelapa sawit

berupa tandan buah segar (TBS) juga mengalami peningkatan baik perkebunan

rakyat, PTPN, perkebunan besar swasa nasional (PBSN) dan perkebunan besar

swasta asing (PBSA) dari tahun 2008 hingga 2012. Dari data tahun 2008

sampai 2012, peningkatan produksi untuk perkebunan rakyat sebesar 9,8

%, PTPN sebesar 15,3 %, PBSN sebesar 4,14 %, dan PBSA sebesar 6,95 %.

Dengan perkembangan luas lahan dan produktivitas lahan kelapa sawit di

Sumatera Utara ini tidak terlepas dari kualitas tanaman, umur tanaman dan

seluruh faktor input yang digunakan dalam setiap perkebunan kelapa sawit.

Namun pada kenyataanya masih terdapat perkebunan kelapa sawit rakyat yang

kesulitan dalam meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawitnya.

(51)

Tabel 2. Luas Tanam dan Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan Kabupaten/ Kota Tahun 2009-2013

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2009-2013

Tinggi rendahnya produktivitas TBS per hektar suatu kebun

tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut.

Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah pula

produktivitas per hektarnya. Semakin banyak tanaman dewasa dan teruna

semakin tinggi pula produktivitas per hektarnya. (Risza, 1994)

(52)

1.2. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana pengaruh dari umur tanaman terhadap produktivitas TBS

(Tandan Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan

Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh umur tanaman terhadap produksi TBS (Tandan

Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Pegajahan,

Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan upaya

peningkatan produksi Tandan Buah Segar (TBS).

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait

dalam melaksanakan penelitian yang berkelanjutan.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang

membutuhkan dalam melakukan penelitian, khususnya penelitian

mengenai perkebunan kelapa sawit.

1.5. Keaslian Penelitian

1. Model Penelitian : Dalam penelitian ini digunakan berbagai macam

metode analisis yaitu, analisis regresi linear untuk

menjelaskan pengaruh umur tanaman terhadap

Gambar

Tabel 3. Luas Kecamatan Pegajahan Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2013
Gambar 3 Peta Kecamatan Pegajahan
Tabel 4. Produktivitas Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Berdasarkan Umur
Gambar 4. Rata-rata Produktivitas (Ton/Ha) di Perkebunan Rakyat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tarikh mula dikesan

Panitia Pelelangan/Pengadaan Barang dan Jasa Pembangunan Pagar Man Sukamara Tahun Anggaran 2012 mengumumkan Pemenang Lelang untuk Paket Pekerjaan sebagai

Pusat pengurusan krisis untuk operasi kawalan dan pembasmian wabak penyakit haiwan di IPPV, Putrajaya yang bertanggungjawab mentadbir, mengawal, menyelia dan

1. Menurut bahasa adalah berbaik sangka. Menurut istilah adalah berbaik sangka terhadap apa yang terjadi atau dilakukan orang lain. Orang yang mempunyai sifat husnuzzan

[r]

Tata cara pemasukan dokumen penawaran agar dilakukan sesuai dengan tahapan sebagaimana tercantum dalam dokumen pengadaan Bab III Bagian D tentang Pemasukan

Sesuai dengan Berita Acara Evaluasi Penawaran Nomor : 105/PANNllll2O12 tanggal 24 Agustus 241?-, Beritia Acara Hasil Evaluasi Pelelangan Nomor :122 /PANll)fJZAlz tanggal

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepadatan kultur Daphnia carinata King dan fotoperiode yang berbeda terhadap produksi efipium.. Hasil