• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KUALITAS ANGGOTA DEWAN TERHADAP PENGAWASAN APBD DENGAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KUALITAS ANGGOTA DEWAN TERHADAP PENGAWASAN APBD DENGAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KUALITAS ANGGOTA DEWAN TERHADAP

PENGAWASAN APBD DENGAN TATA PEMERINTAHAN YANG

BAIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING

Rosalina Pebrica Mayasari

Universitas Tridinanti Palembang

Abstract

The purpose of this study was to examine the influence of the quality of board of the council and the control board of the council on local finance (APBD) with good governance as the moderating variables. The moderating variables consist of public accountability, public participation and public policy transparency. The moderating variables are used to examine whether they strengthen or weaken the relationship between the quality of board of the council and the control board of the council on local finance (APBD). Sample of research using purposive sampling was a member of the board of the Commission for Economic, Financial of the City and County area of Sumatera Selatan Province. The number of respondents of this study was 63 respondents. The results proved that the relationship between the quality of board of the council with the control board of the council on local finance (APBD) was influenced by accountability and public participation. While the transparency of public policy did not affect the relationship between the quality of board of the council and the control board of the council on local finance (APBD).

Keywords : Accountability, Public Participation, Transparency in Public Policy, The Quality of Board of The Council, Budgeting Control (APBD)

PENDAHULUAN

Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi tersebut adalah desentralisasi keuangan dan otonomi daerah. Undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah. Masing-masing kedua UU ini telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 dan dan UU No. 33 tahun 2004. Selanjutnya, kedua UU ini merupakan tonggak awal pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi penganggaran keuangan daerah di Indonesia.

Dampak positif dari implementasi Undang-Undang tentang otonomi Daerah tersebut berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Anggota Dewan lebih aktif dalam menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian mengadopsinya ke dalam berbagai bentuk kebijakan publik. Dampak lain yang muncul dari implementasi tersebut adalah tuntutan terhadap pemerintah untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) sebagai salah satu

(2)

persyaratan penyelenggaraan pemerintah yang mengedepankan akuntabilitas dan transparansi (Basri, 2008:29).

Penerapan prinsip good governance semakin didukung dengan diterapkan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Implikasi dari Undang-Undang ini sangat besar dalam transparansi kebijakan publik. Semua elemen masyarakat mempunyai hak untuk memperoleh informasi publik dari semua lembaga pemerintahan, seperti lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, LSM, BUMN dan lembaga pemerintahan lainnya. Keterbukaan meliputi semua informasi publik termasuk anggaran sesuai dengan ketetapan Undang-Undang.

Sejumlah fenomena yang berkaitan dengan pengawasan APBD yang terjadi, seperti adanya dorongan dari pihak Indonesia Corruption Watch (ICW) terhadap Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) untuk menindaklanjuti atau mengusut masalah terkait pelaksanaan umroh untuk 50 Camat, Lurah, dan petugas pemungut pajak pada tanggal 20-29 Maret 2009. Kebijakan ini dinilai ICW dan Panwaslu Sumsel bernuansa politis karena dilakukan menjelang pemilihan umum legeslatif. Namun, menurut Anggota Dewan Kota Palembang hal ini dapat saja dilakukan dengan memanfaatkan sisa dana reward tahun 2008 lalu dengan lebih dulu diusulkan ke DPRD agar masuk anggaran tahun 2009 (Putro, 2009). Kasus lain seperti kasus penyimpangan dana retribusi PAD BKPMD Kota Palembang tahun 2006-2009 dengan indikasi kerugian Negara Rp. 4,3 miliar. Fenomena ini mengindikasikan pengawasan APBD oleh DPRD Kota Palembang belum optimal (Safri, 2010:1).

Selain itu, permasalahan kualitas Anggota Dewan turut dipertanyakan, karena partai politik dalam pemilihan anggota untuk bakal calon Anggota Dewan belum mengedepankan kualitas SDM dalam proses penseleksiannya. Dari data yang diperoleh, hanya satu partai yang melakukan uji kompetensi bagi bakal calon anggota DPRD Kota Palembang dan DPRD provinsi Sumatera Selatan (Antarini, 2009). Kualifikasi latar belakang pendidikan, political dan personal background Anggota Dewan yang masih minim menumbuhkan persepsi negatif di masyarakat tentang kualitas Anggota Dewan.

Beberapa hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa pengetahuan Anggota Dewan berpengaruh terhadap pengawasan APBD. Namun, pengaruh partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik terhadap hubungan pengetahuan Anggota Dewan dengan pengawasan APBD masih belum konsisten. Selain itu, timbul fenomena yang berkembang di masyarakat tentang kualitas Anggota Dewan di Sumatera Selatan memotivasi peneliti untuk meneliti pengaruh kualitas Anggota Dewan terhadap pengawasan APBD dengan tata pemerintahan yang baik (akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik) sebagai variabel moderating.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dengan memperluas variabel independennya. Peneliti tidak hanya menggunakan pengetahuan Anggota Dewan tentang anggaran saja tetapi menggunakan variabel kualitas Anggota Dewan (SDM) sebagai variabel yang mempengaruhi pengawasan APBD. Kualitas anggota dewan sendiri diukur dari pendidikan, pengalaman, pelatihan dan pengetahuan tentang anggaran.

Berdasarkan uraian tersebut rumusan masalah yang ingin di jawab dengan penelitian ini adalah :

1. Apakah kualitas Anggota Dewan berpengaruh terhadap pengawasan APBD?

2. Apakah Akuntabilitas Publik berpengaruh terhadap hubungan kualitas Anggota Dewan dengan pengawasan APBD?

(3)

3. Apakah Partisipasi Masyarakat berpengaruh terhadap hubungan kualitas Anggota Dewan dengan pengawasan APBD?

4. Apakah Transparansi Kebijakan Publik berpengaruh terhadap hubungan kualitas Anggota Dewan dengan pengawasan APBD?

TINJAUAN PUSTAKA

Teori keagenan apabila apabila dihubungkan dengan sektor publik berarti masyarakat berperan sebagai pemberi amanah sekaligus sebagai pemilik (owner) dan pelanggan (customer). Pemerintah Daerah dan DPRD dengan peran dan fungsinya sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat (civil service) atau dengan kata lain sebagai manajemen. Dalam organisasi sektor publik, pemerintah daerah/Pemda berperan sebagai agen dan publik/masyarakat berperan sebagai prinsipal yang memberikan otoritas kepada DPRD untuk mengawasi kinerja pemerintah daerah. Akuntabilitas menjadi suatu konsekuensi logis adanya hubungan antara agen dan prinsipal.

Dari sisi teori keagenan, dapat dinyatakan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh legislatif terhadap anggaran yang dilaksanakan oleh eksekutif merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi adanya asimetri informasi atau mengurangi ketidakpastian. Pengawasan diperlukan untuk mengukur dan memprediksi tujuan serta peluang untuk melakukan intervensi terhadap aktivitas yang sesuai dengan yang diharapkan.

Konsep akuntabilitas memegang peranan penting adal penelitian ini. Pada dasarnya, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan pengungkapan atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah baik pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk diberi informasi, didengar aspirasinya dan diberi penjelasan (Mardiasmo, 2004: 226).

Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai uang publik. Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi (Mardiasmo, 2002:61). Pemerintah daerah perlu memiliki komitmen bahwa anggaran daerah adalah perwujudan amanat rakyat kepada pihak eksektutif dan legislatif, dalam rangka mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat agar program-program yang telah ditetapkan dalam APBD dapat tercapai.

Membahas masalah pengawasan, pada Pasal 20 ayat (1) huruf c PP 25/2004 dinyatakan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang : Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, Keputusan Kepala Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan dan kerjasamainternasional di daerah. Sedangkan pada Pasal 293 dan 344 UU 27/09 dinyatakan bahwa DPRD provinsi/kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi/kabupaten/kota.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga legislatif daerah memilki tugas dan fungsinya sebagai penyalur aspirasi masyarakat. Konsekuensinya DPRD harus mengerti fungsinya, mengerti rakyat, mengerti aspirasinya serta masalah dan kepentingan yang dihadapinya. Kualitas pemahaman Anggota Dewan terhadap fungsi dan aspirasi rakyat tersebut menuntut DPRD untuk memiliki pengetahuan, kemampuan,

(4)

kecakapan dan keterampilan yang luas dan mendalam. Pengetahuan, kemampuan, kecakapan dan keterampilan termanifiestasi melalui pengetahuan, pendidikan dan pengalaman (Jimung dkk, 2004: 562).

Komitmen keterlibatan semua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat diperlukan agar good governance dapat terwujud dan berjalan dengan baik. Good governance yang efektif menuntut terciptanya koordinasi yang baik dan integritas, profesionalitas, serta etos kerja dan moral yang tinggi. Tata pemerintahan yang baik (good governance) ditandai dengan tiga pilar utama yang merupakan elemen dasar yang saling berkaitan. Ketiga elemen dasar tersebut adalah akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat, dan transparansi publik (Prayogo, 2001:7).

Beberapa penelitian yang menguji hubungan antara kualitas Anggota Dewan dengan kinerjanya, antara lain dilakukan oleh (Indradi, 2001; Syamsiar, 2001; 2002; Sutarnoto, 2002) dalam Werimon dkk. (2007:2). Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa kualitas Anggota Dewan yang diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan keahlian berpengaruh terhadap kinerja Anggota Dewan yang salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan fungsi pengawasan. Sopanah dan Mardiasmo (2003:19) membuktikan bahwa pengetahuan Anggota Dewan tentang anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD. Interaksi antara pengetahuan Anggota Dewan tentang anggaran dengan Partisipasi Masyarakat berpengaruh signfikan terhadap pengawasan APBD, sedangkan interaksi antara pengetahuan Anggota Dewan dengan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh signfikan terhadap pengawasan APBD. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Werimon dkk. (2007: 23). Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini: 1) pengetahuan Anggota Dewan tentang anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan APBD, 2) interaksi antara pengetahuan Anggota Dewan tentang anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh negatif signifikan terhadap pengawasan APBD, 3) interaksi antara pengetahuan Anggota Dewan tentang anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan APBD, 4) interaksi antara pengetahuan Anggota Dewan tentang anggaran dengan partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan APBD.

Coryanata (2007:18) mendapatkan bukti empiris bahwa pengetahuan anggota dewan yang dimoderasi oleh variabel akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik berpengaruh signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah. Hal Ini menunjukkan bahwa anggota dewan menyadari bahwa pengetahuan tentang anggaran harus mutlak mereka kuasai dalam rangka pengawasan terhadap keuangan daerah nantinya. Basri (2008:38) melakukan menguji pengaruh pengetahuan Anggota Dewan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan Anggota Dewan tentang anggaran berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah. Pramita dan Andriyani (2010:22) menguji tentang pengaruh pengetahuan Dewan tentang anggaran terhadap pengawasan Dewan pada keuangan daerah (APBD). Hasilnya menunjukkan hubungan yang positif signifikan antara kedua variabel tersebut. Pengetahuan Dewan tentang anggaran dengan komitmen organisasi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan Dewan pada keuangan daerah (APBD). Sedangkan interaksi antara pengetahuan Dewan tentang anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan Dewan pada keuangan daerah (APBD).

(5)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif yaitu penelitian yang mengukur hubungan sebab akibat dua variabel atau lebih dan menunjukkan arah hubungan antara variabel bebas dan terikatnya (Kuncoro, 2009:15). Penelitian ini dirancang untuk menguji pengaruh fakta dan fenomena serta mencari keterangan faktual yang dapat menjelaskan pengaruh tata pemerintahan yang baik dalam hubungan antara kualitas Anggota Dewan dengan pengawasan APBD. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode survey dengan cara membagikan kuesioner kepada responden. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur variabel akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik merupakan kuesioner yang dibuat oleh Pramita dan Andriyani (2010), sedangkan untuk mengukur variabel kualitas SDM menggunakan kuesioner yang dibuat oleh Syamsiar (2001).

Populasi dan Pemilihan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) periode 2009-2014 pada sembilan daerah kabupaten/kota di Sumatera Selatan, yaitu Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Lahat, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Kabupaten Muara Enim, Kota Prabumulih, Kota Palembang dan Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan sembilan Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan sebelum pemekaran dengan pertimbangan kesembilan Kabupaten/Kota ini cukup mewakili Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan, selain itu juga dikarenakan keterbatasan waktu, biaya dan tenaga peneliti.

Peneliti menggunakan purposive sampling untuk menentukan sampel penelitian dengan pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan adalah Komisi/bidang yang berkaitan dengan keuangan daerah, sehingga yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah Anggota Dewan yang membidangi perekonomian dan keuangan. Anggota Dewan yang tergabung di komisi perekonomian dan keuangan ikut mengevaluasi laporan pertanggungjawaban dari pemerintah daerah dan mengesahkan anggaran yang diajukan pemerintah daerah serta mengawasi pelaksanaan APBD. Responden Penelitian ini adalah Anggota Dewan yang tergabung dalam Komisi Perekonomian dan Keuangan periode 2009-2014 pada 6 (enam) DPRD kabupaten, 2 (dua) DPRD kota dan 1 (satu) DPRD provinsi.

Teknik Analisis Data

1. Tranformasi Data Ordinal ke Interval dengan Method of Successive Interval (MSI). Dalam penelitian ini dilakukan transformasi data ordinal ke data interval dengan menggunakan Method of Successive Interval (MSI) secara sederhana dengan menggunakan bantuan Program EXCEL for Windows yang dikembangkan oleh Yuriyuda (2010).

2. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan pada semua item pertanyaan untuk memberikan gambaran apakah pertanyaan yang digunakan layak untuk dianalisi lebih lanjut. Dalam penelitian ini digunakan bantuan program SPSS yang mana suatu pertanyaan akan dinyatakan

(6)

valid apabila nilai pearson correlation kurang atau sama dengan nilai standar error/alpha ( ) (Santoso, 2003). Penelitian ini mengunakan standar error/alpha ( ) = 5%, sehingga tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95 %.

3. Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas dilakukan pada semua item pertanyaan untuk memberikan gambaran apakah pertanyaan yang digunakan layak untuk dianalisi lebih lanjut. Pengujian reliabilitas menggunakan koefisien Cronbach’s Alpha. Semakin mendekati angka 1 nilai Cronbach Alpha-nya, semakin reliabel instrumen ukurnya. Nilai Cronbach Alpha 0,6 atau lebih, dinilai cukup sebagai alat ukur yang digunakan dalam penelitian (Nunnally, 1978).

4. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data digunakan rasio skewness dan rasio kurtosis. Apabila rasio kurtosis dan skewness berada di antara -2 hingga +2, maka distribusi data adalah normal (Santoso, 2003:53).

5. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji multikolinieritas yang bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Uji multikolinieritas digunakan nilai tolerance atau VIF (Variance Inflation Factor), apabila nilainya dibawah 10 tidak terjadi multikolinearitas (Santoso, 2003). Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji yang dipakai untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dalam suatu model adalah dengan Uji Glejser. Jika variabel penjelas secara statistik signifikan mempengaruhi residual maka dapat dipastikan model penelitian memiliki masalah heterokedastisitas dan sebaliknya.

6. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis 1 (H1) menggunakan regresi sederhana. Pengujian hipotesis 2, 3, dan 4 menggunakan uji interaksi atau Moderated Regression Analysis (MRA). MRA merupakan aplikasi khusus regresi berganda linier dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi perkalian dua atau lebih variabel independen (Ghozali, 2001:94). Analisis statistik data penelitian menggunakan program SPSS for Windows 18.00. Persamaan regresi untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguji hipotesis 1 (H1)

Y = + 1X+ e ... (1) 2. Untuk menguji hipotesis 2 (H2)

Y = +

1X+ 2Z1 + 3 XZ1 + e ... (2)

3. Untuk menguji hipotesis 3 (H3) Y = +

1X+ 4Z2 + 5 XZ2 + e ... (3)

4. Untuk menguji hipotesis 4 (H4)

(7)

Dimana:

Y = Pengawasan APBD

= Konstanta

1 2 3 4 5 6 7= Koefisien Regresi

X = Kualitas Anggota Dewan

Z1 = Akuntabilitas Publik

Z2 = Partisipasi Masyarakat

Z3 = Transparansi Kebijakan Publik

XZ1 = Interaksi antara Kualitas Anggota Dewan & Akuntabilitas Publik XZ2 = Interaksi antara Kualitas Anggota Dewan dan Partisipasi Masyarakat XZ3 = Interaksi antara Kualitas Anggota Dewan dan Transparansi Kebijakan

Publik

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Responden

Dari 91 kuesioner yang distribusikan kembali sebanyak 65 kuesioner (71,43%) dan 26 kuesioner (28,57%) tidak kembali. Dari 65 kuesioner (71,43%) yang kembali selanjutnya diteliti lagi untuk memastikan apakah jawaban responden sudah lengkap atau belum. Dari total tersebut terdapat 2 kuesioner (3,08%) yang tidak lengkap, sisanya 63 kuesioner (96,92%) dikategorikan lengkap dan dapat diolah lebih lanjut.

Responden dari daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir yang turut berpartisipasi berjumlah 8 responden (12,7%), dari Kabupaten Muara Enim 10 responden (15,87%), dari Kabupaten Ogan Komering Ulu 8 responden (12,7%), dari Kabupaten Musi Banyuasin 5 responden (7,94%), Kabupaten Lahat 7 responden (11,11%), Kabupaten Musi Rawas 6 Responden (9,62%), Kota Palembang 7 responden (11,11%), Kota Prabumulih 4 (6,35%), dan Provinsi Sumatera Selatan 8 responden (12,7%).

Tingkat pendidikan responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini terdiri dari pendidikan terendah SMA dan tertinggi S2. Terdapat 11 responden (17,46%) berpendidikan S2/lebih dari S2, 34 responden (53,97%) berpendidikan S1/D4, 7 responden (11%) berpendidikan D3 dan 11 responden (17,46%) berpendidikan SMA, serta tidak ada responden yang berpendidikan D1/D2.

Berdasarkan frekuensi pelatihan/training tentang keuangan yang diikuti oleh 63 responden, terdapat 31 responden (49,21%) telah mengikuti pelatihan/training sebanyak lebih dari 3 kali, 5 responden (7,94%) mengikuti 3 kali, 15 responden (23,81%) mengikuti 2 kali, 9 responden (14,29%) mengikuti 1 kali dan 3 responden (4,76%) belum pernah mengikuti pelatihan/training tentang keuangan daerah.

Responden penelitian memiliki pengalaman organisasi yang beragam. Responden

yang memiliki pengalaman organisasi > 4 tahun sebanyak 47 responden (74,6%), 5 responden (7,94%) berpengalaman selama 4 tahun, 6 responden (9,52%) berpengalaman

selama 3 tahun, dan sisanya 5 responden (7,94%) berpengalaman selama 2 tahun. Tidak ada responden yang berpengalaman selama 1 tahun.

Gambaran pengalaman politik responden penelitian terdiri dari 41 responden (65,08%) berpengalaman politik lebih dari 4 tahun, 6 responden (9,52%) mempunyai pengalaman 4 tahun, 11 responden (17,46%) berpengalaman 3 tahun, 4 responden (6,35%) berpengalaman 2 tahun, dan 1 responden (1,59%) berpengalaman 1 tahun.

(8)

Berdasarkan jumlah periode responden dalam menjabat sebagai Anggota Dewan, sebanyak 51 responden (80,95%) menduduki jabatan selama 1 periode, sedangkan 12 responden (19,05%) telah menduduki jabatan sebagai aggota dewan selama 2 periode.

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Penelitian

Hasil uji validitas atas variabel kualitas Anggota Dewan yang terdiri dari 19 item pertanyaan, variabel Akuntabilitas Publik 9 item pertanyaan, Partisipasi Masyarakat terdiri dari 9 item pertanyaan, variabel Transparansi Kebijakan Publik terdiri dari 7 item pertanyaan dapat dilihat pada lampiran 2. Dari hasil pengujian dengan mengunakan program SPSS 18.00 dapat diketahui bahwa pertanyaan yang diajukan pada responden untuk variabel tersebut memiliki nilai Pearson Correlation Sig.(2-tailed) kurang atau sama dengan 0,05. Dengan demikian semua pertanyaan untuk masing-masing variabel tersebut dinyatakan valid. Pengujian validitas atas Pengawasan APBD terdiri dari 20 item pertanyaan memperlihatkan bahwa dari 20 item pertanyaan tersebut, item pertanyaan 13 dinyatakan tidak valid karena nilai Pearson Correlation Sig.(2-tailed) di atas 0,05, sehingga item tersebut tidak ikut diolah.

Berdasarkan hasil uji reabilitas dapat dinyatakan bahwa nilai koefisien Cronbach Alpha variabel dependen dan variabel independen yang diperoleh berdasarkan pengolahan data dengan program SPSS versi 18.00. Nilai masing-masing Cronbach Alpha adalah 0,755 untuk Kualitas Anggota Dewan; 0,877 untuk Akuntabilitas Publik; 0,858 untuk Partisipasi

Masyarakat; 0,854 untuk Transparansi Kebijakan Publik; serta 0,728 untuk Pengawasan APBD. Semua variabel memiliki nilai Alpha lebih dari 0,6 sehingga dapat disimpulkan variabel-variabel dalam penelitian ini dinyatakan reliabel.

Tabel 1. Koefisien Cronbach Alpha

Variabel Pertanyaan Jumlah Alpha Keterangan

Kualitas Anggota Dewan (X) 19 0,755 Reliabel Akuntabilitas Publik (Z1) 9 0,877 Reliabel Partisipasi Masyarakat (Z2) 9 0,858 Reliabel Transparansi Kebijakan Publik (Z3) 7 0,854 Reliabel

Pengawasan APBD 19 0,728 Reliabel

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan rasio skewness dan rasio kurtosis, diperoleh rasio skewness sebesar 0,361/0,302 = 1,195 sedangkan rasio kurtosis sebesar -0,464/0,595 = -0,779. Rasio kurtosis dan skewness tersebut berada di antara -2 hingga +2, maka dapat disimpulkan data terdistribusi normal.

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas

Skewness Kurtosis

Statistic Std. Error Statistic Std. Error

Unstandardized Residual ,361 ,302 -,464 ,595

Valid N (listwise)

(9)

Hasil Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif untuk variabel Kualitas Anggota, Akuntabilitas Publik, Partisipasi Masyarakat, Transparansi Kebijakan Publik dan Pengawasan APBD yang diperoleh dari analisis data dengan program SPSS 18.00 disajikan pada Tabel. 3.

Tabel 3. Statistik Deskriptif

Variabel Penelitian PertanyItem

aan Nilai Minim um Nilai Maksi mum Nilai Rata-Rata (Mean) Standar Deviasi Kualitas Anggota Dewan (X) 19 41,850 84,954 57,747 7,277 Akuntabilitas Publik (Z1) 9 9,000 41,303 31,283 5,419 Partisipasi Masyarakat (Z2) 9 9,000 43,181 30,603 5,416 Transparansi Kebijakan

Publik (Z3) 7 7,000 35,395 24,532 4,521

Pengawasan APBD (Y) 19 42,029 79,400 56,014 6,663 Sumber : Hasil Pengolahan Data

Hasil Uji Asumsi Klasik 1. Hasil Uji Multikolinieritas

Dari hasil pengujian multikolinieritas, nilai VIF pada Tabel. 4 memperlihatkan bahwa VIF untuk Kualitas Anggota Dewan adalah 1,227; Akuntabilitas Publik adalah 1,421; Partisipasi Masyarakat sebesar 1,912; Transparansi Kebijakan Publik 1,646; Berdasarkan nilai VIF yang ada pada variabel-variabel penelitian ini, dapat dilihat bahwa semua nilai VIF lebih kecil dari 10. Ini menunjukkan bahwa variabel-variabel dependen dalam penelitian ini bebas dari gejala multikolinearitas.

Tabel 4. Uji Multikolinieritas

Variabel Tolerance Colinearity Statistics VIF Keterangan

Kualitas Anggota Dewan (X) 0,815 1.227 Tidak Terjadi Multikolinieritas Akuntabilitas Publik (Z1) 0,704 1,421 Tidak Terjadi Multikolinieritas Partisipasi Masyarakat (Z2) 0,523 1,912 Tidak Terjadi Multikolinieritas Transparansi Kebijakan Publik (Z3) 0,608 1,646 Tidak Terjadi Multikolinieritas

Sumber : Hasil Pengolahan Data

2. Hasil Uji Heterokedastisitas

Berdasarkan hasil pengujian heterokedastisitas sebagaimana disajikan pada Tabel. 5 diperoleh hasil bahwa nilai statistik dari seluruh variabel penjelas tidak ada yang signifikan secara statistik, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini tidak mengalami masalah heterokedastisitas.

(10)

Tabel. 5 Hasil Uji Heterokedastisitas

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta 1 (Constant) 4,867 3,302 1,474 ,146 X ,054 ,056 ,136 ,952 ,345 Z1 ,000 ,082 -,001 -,003 ,997 Z2 -,030 ,095 -,057 -,319 ,751 Z3 -,107 ,105 -,168 -1,019 ,312

Dependent Variable : abresid Sumber: Hasil Pengolahan Data

Hasil Uji Hipotesis 1 dan Pembahasan

Hipotesis 1 yang menguji pengaruh Kualitas Anggota Dewan dengan pengawasan Anggota Dewan atas APBD. Hasil regresi disajikan pada Tabel. 6 berikut.

Tabel 6. Hasil Uji Hipotesis 1

Keterangan Nilai Koefisien t-value p-value

Konstanta

Kualitas Anggota Dewan (X) 36,573 0,337 5,765 3,088 0,000 0,003 N = 63 R2 = 13,5% F = 9,538 Sig = 0,003

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Hasil regresi terhadap hipotesis pertama dapat dilihat bahwa kualitas Anggota Dewan berpengaruh terhadap pengawasan APBD dengan tingkat signifikansi sebesar 0.003. Hubungan yang ditunjukkan oleh koefisien regresi adalah positif, artinya semakin tinggi kualitas yang dimiliki oleh Anggota Dewan maka pengawasan yang dilakukan akan semakin meningkat. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 3,088 lebih besar dari t tabel (0,05;63) sebesar 1,669, hal ini memberikan makna bahwa hipotesis pertama diterima. Kemudian, dilihat dari F hitung sebesar 9,538 sedangkan F tabel (0,05;2;63) sebesar 3,14, sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai sig sebesar 0,003 adalah < dari 0,05, dengan demikian model regresi dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh variabel kualitas Anggota Dewan terhadap variabel pengawasan APBD.

Hasil penelitian ini mendukung dan/atau sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Indradi, 2001; Syamsiar, 2001; 2002; Sutarnoto, 2002 dalam Werimon dkk. (2007) dimana kualitas Anggota Dewan yang diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan keahlian berpengaruh terhadap kinerja Anggota Dewan yang salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Anggota Dewan salah satunya pengawasan APBD. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Sopanah dan Mardiasmo (2003), Werimon dkk (2007), dan Coryanata (2007) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan Anggota Dewan tentang anggaran yang merupakan salah satu unsur kualitas SDM berpengaruh signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD).

Dilihat dari Koefisien Determinasinya, pengaruh kualitas Anggota Dewan terhadap pengawasan APBD sebesar 13,52%. Artinya kualitas Anggota Dewan memberi pengaruh

(11)

terhadap pengawasan APBD sebesar 13,52%, selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain. Kualitas Anggota Dewan di sini meliputi latar belakang pendidikan formal dan non formal, pelatihan tentang keuangan dan anggaran daerah, pengalaman dalam bidang organisasi dan politik praktis serta pengalaman sebagai Anggota Dewan.

Selain itu, faktor penentu kualitas Anggota Dewan dalam melaksanakan fungsi pengawasan adalah pengetahuan Anggota Dewan tentang anggaran. Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan tentang penyusunan APBD, pengetahuan tentang pelaksanaan APBD, pengetahuan tentang identifikasi kebocoran, pemborosan atau kegagalan pelaksanaan APBD, pengetahuan tentang teknis atau alur penyusunan APBD, serta pengetahuan tentang tahapan pengawasan mulai dari penyusunan, pelaksanaan, pelaporan dan evaluasi APBD.

Dilihat dari teori keagenan yang diterapkan pada organisasi sektor publik, kinerja pemerintah daerah dan kinerja Anggota Dewan ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkungan di luar organisasi. Kinerja Anggota Dewan sendiri dipengaruhi oleh kualitas SDM dari Anggota Dewan. Anggota Dewan yang berkualitas diharapkan akan meningkatkan kinerja khususnya kinerja dalam melaksanakan fungsi pengawasan APBD menjadi lebih baik. Namun, hal ini tidak dapat terwujud jika tidak mendapat dukungan, pengaruh, dan kondisi di luar organisasi berupa prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance).

Anggota Dewan dituntut untuk memiliki kualitas yang memadai baik dari tingkat dan latar belakang pendidikan formal non formal, pengalaman, maupun pengetahuan tentang anggaran. Selain itu, Anggota dewan juga dituntut untuk memiliki komitmen dan integritas yang tinggi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Anggota Dewan yang memiliki komitmen tinggi terhadap lembaga legislatif tempatnya bekerja lebih berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan pengawasan keuangan daerah (APBD) dengan baik dan berusaha untuk selalu meningkatkan kualitasnya. Untuk itu perlu adanya peningkatan kualifikasi dari sistem rekruitmen para Anggota Dewan yang akan dipilih menjadi wakil rakyat serta perlu adanya uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) agar Anggota Dewan benar-benar teruji kemampuan intelektual, integritas dan moralitasnya.

Hasil Uji Hipotesis 2 dan Pembahasan

Hipotesis 2 menguji pengaruh akuntabilitas publik terhadap hubungan kualitas Anggota Dewan dengan pengawasan APBD. Hasil regresi disajikan pada Tabel. 7 berikut.

Tabel 7. Hasil Uji Hipotesis 2

Keterangan Nilai Koefisien t-value p-value

Konstanta

Kualitas Anggota Dewan (X) Akuntabilitas Publik (Z1) Interaksi antara X dan Z1

103,606 -1,225 -1,820 0,044 4,839 -3,045 -2,809 3,675 0,000 0,003 0,007 0,001 N = 63 R2 = 42,3% F = 14,408 Sig = 0,000

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Hasil regresi terhadap hipotesis kedua dapat dilihat bahwa variabel Kualitas Anggota Dewan dan Akuntabilitas Publik berpengaruh terhadap Pengawasan APBD. Variabel Kualitas Anggota Dewan memberikan nilai koefisien parameter -1,225 dengan tingkat signifikansi 0,003 dan variabel Akuntabilitas Publik memberikan nilai koefisien parameter

(12)

sebesar -1,820 dengan tingkat signifikansi 0,007. Hal ini menunjukkan bahwa jika melihat pengaruh variabel Akuntabilitas Publik dan Kualitas Anggota Dewan secara parsial maka pengaruhnya terhadap Pengawasan APBD bernilai negatif.

Hubungan yang ditunjukan oleh koefisien regresi dari interaksi antara Akuntabilitas dengan Kualitas Anggota Dewan adalah positif artinya semakin tinggi Akuntabilitas Publik maka pengawasan APBD yang dilakukan akan semakin meningkat. Akuntabilitas Publik memperkuat hubungan Kualitas Anggota Dewan dengan Pengawasan APBD. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 3,675, dimana t hitung ini lebih besar dari t tabel (0,05;63) sebesar 1,669, artinya hipotesis kedua diterima.

Berdasarkan F hitung sebesar 14,408 sedangkan F tabel (0,05;4;63) sebesar 2,52, sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai sig sebesar 0,000 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh variabel interaksi kualitas Anggota Dewan dengan akuntabilitas publik terhadap variabel pengawasan APBD. Dilihat dari Koefisien Determinasinya, pengaruh akuntabilitas publik akan meningkatkan pengawasan APBD sebesar 29,1% dari 13,5% menjadi 42,3%. Artinya dari 100% faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan APBD, 42,3% dipengaruhi oleh kualitas Anggota Dewan dan diperkuat dengan adanya akuntabilitas publik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Coryanata (2007), Pramita dan Andriyani (2010) yang membuktikan bahwa interaksi antara pengetahuan Anggota Dewan tentang Anggaran dengan akuntabilitas publik berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD). Peneliti membuktikan bahwa tidak hanya interaksi antara pengetahuan Anggota Dewan tentang Anggaran dengan akuntabilitas publik yang dapat mempengaruhi pengawasan APBD, tetapi lebih jauh lagi bahwa kualitas Anggota Dewan yang diukur dari pendidikan, pelatihan, pengalaman dan pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap pengawasan APBD.

Berdasarkan teori keagenan, akuntabilitas publik menjadi konsekuensi logis adanya hubungan agen dan prinsipal. Pemerintah Daerah/Pemda berperan sebagai agen dan publik/masyarakat berperan sebagai prinsipal yang memberikan otoritas kepada DPRD untuk mengawasi kinerja Pemda. Pemda sebagai lembaga yang menyusun APBD dan DPRD sebagai lembaga yang mengesahkan APBD harus mempertanggungjawabkan Anggaran Daerah (APBD) mulai dari tahap pernyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban kepada publik/masyarakat.

Dilihat dari konsep tata pemerintahan yang baik (Good Governanace), prinsip akuntabilitas dapat tercapai apabila adanya dukungan peraturan perundang-undangan, komitmen politik atas akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas. Pada akhirnya, akuntabilitas sebagai salah satu alat pengukuran kinerja dalam rangka implementasi otonomi daerah serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dapat mewujudkan tata pemerintahan yang baik.

Hasil Uji Hipotesis 3 dan Pembahasan

Hipotesis 3 menguji pengaruh partisipasi masyarakat terhadap hubungan kualitas Anggota Dewan dengan pengawasan APBD. Hasil analisis regresinya disajikan pada Tabel 8 berikut.

(13)

Tabel 8. Hasil Uji Hipotesis 3

Keterangan Nilai Koefisien t-value p-value

Konstanta

Kualitas Anggota Dewan (X) Partisipasi Masyarakat (Z2) Interaksi antara X dan Z2

79,912 -0,721 -1,015 0,027 3,613 -1,763 -1,561 2,333 0,001 0,083 0,124 0,023 N = 63 R2 = 31,8% F = 9,175 Sig = 0,000 Sumber: Hasil Pengolahan Data

Hasil regresi hipotesis ketiga menunjukkan bahwa variabel Kualitas Anggota Dewan dan Partisipasi Masyarakat tidak berpengaruh terhadap Pengawasan APBD. Variabel Kualitas Anggota Dewan memberikan nilai koefisien parameter -0,721 dengan tingkat signifikansi 0,083 dan variabel Partisipasi Masyarakat memberikan nilai koefisien parameter sebesar -1,015 dengan tingkat signifikansi 0,124. Hal ini menunjukkan bahwa jika melihat pengaruh variabel Partisipasi Masyarakat dan Kualitas Anggota Dewan secara parsial maka kedua variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap Pengawasan APBD dan koefisiennya bernilai negatif.

Sedangkan, interaksi Partisipasi Masyarakat dengan Kualitas Anggota Dewan berpengaruh terhadap pengawasan APBD dengan melihat tingkat signifikansi sebesar 0.023. Hubungan yang ditunjukan oleh koefisien regresi adalah positif, artinya semakin tinggi partisipasi masyarakat maka pengawasan APBD yang dilakukan akan semakin meningkat. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 2,333, dimana t hitung ini lebih besar dari t tabel (0,05;63) sebesar 1,669, artinya hipotesis ketiga diterima. Dilihat dari F hitung sebesar 9,175 sedangkan F tabel (0,05;4;63) sebesar 2,52, sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai sig sebesar 0,000 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh variabel interaksi partisipasi masyarakat dengan kualitas Anggota Dewan terhadap variabel pengawasan APBD.

Dilihat dari Koefisien Determinasinya, pengaruh partisipasi masyarakat akan meningkatkan pengawasan APBD sebesar 18,3% dari 13,5% menjadi 31,8%. Artinya dari 100% faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan APBD, 31,8% dipengaruhi oleh kualitas Anggota Dewan dan diperkuat dengan adanya partisipasi masyarakat.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Coryanata (2007), Pramita dan Andriyani (2010) yang membuktikan bahwa interaksi antara pengetahuan Anggota Dewan tentang Anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD). Penelitian ini membuktikan bahwa interaksi antara kualitas Anggota Dewan yang diukur dari pendidikan, pelatihan, pengalaman dan pengetahuan dengan partisipasi masyarakat mempunyai pengaruh terhadap pengawasan APBD.

Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Sopanah dan Mardiasmo (2003) yang menggunakan dua sampel yaitu: sampel Anggota Dewan dan sampel masyarakat. Hasil penelitian dengan menggunakan sampel masyarakat menunjukkan bahwa interaksi partisipasi masyarakat dengan kualitas Anggota Dewan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD). Hal ini diduga karena sampel yang digunakan adalah sampel masyarakat. Masyarakat yang diwakili oleh LSM dan praktisi menyatakan bahwa ada tidaknya partisipasi masyarakat tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan yang dilakukan oleh anggota Dewan.

(14)

Dilihat dari teori keagenan, masyarakat bukan sekedar penerima manfaat atau objek saja, melainkan agen (subjek) yang mempunyai porsi penting dalam segala aktivitas pemerintahan. Dengan adanya prinsip partisipasi masyarakat, publik/masyarakat memiliki akses pada setiap tahapan APBD. Partisipasi masyarakat dimaksudkan untuk menjamiin agar APBD yang disusun mencerminkan aspirasi masyarakat. Agar prinsip partisipasi masyarakat dapat terwujud, maka diperlukan adanya peraturan yang menjamin hak untuk menyampaikan pendapat dalam setiap tahapan APBD dan adanya pedoman-pedoman pemerintahan aspiratif yang mengakomodasi hak penyampaian pendapat dalam tahapan penganggaran daerah (APBD).

Saat ini telah terjadi reformasi dalam mekanisme penganggaran (APBD) dimana masyarakat sudah dilibatkan dalam proses penganggaran. Pelibatan masyarakat biasanya melalui public hearing. Masyarakat secara bersama-sama dalam bentuk institusi publik seperti LSM, Ormas, Pers dapat mengoptimalkan peran mereka dalam mekanisme APBD termasuk dalam pengawasan APBD. Masyarakat sudah lebih cerdas, peka dan peduli terhadap permasalah sosial maupun politik yang berkembang di masyarakat.

Peran masyarakat sudah terlihat pada tahap penyusunan APBD dimana masyarakat memberikan masukan berupa aspirasi dan kebutuhannya yang dapat dikoordinir oleh instansi Musyawarah Pembangunan Desa dan Kelurahan. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan negara turut didukung oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara pelaksanaan, peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Negara. Produk hukum daerah berupa Perda tentang Penyampaian Partisipasi oleh Rakyat/Masyarakat di Daerah perlu dibentuk agar proses legislasi dan pengawasan di masing-masing daerah berjalan optimal sehingga tata pemerintahan yang baik dapat terwujud.

Hasil Uji Hipotesis 4 dan Pembahasan

Hipotesis 4 menguji pengaruh transparansi kebijakan publik terhadap hubungan kualitas Anggota Dewan dengan pengawasan APBD yang dilakukan Anggota Dewan. Hasil analisis regresinya disajikan pada Tabel. 9 berikut.

Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis 4

Keterangan Nilai Koefisien t-value p-value

Konstanta

Kualitas Anggota Dewan (X) Transparansi Kebijakan Publik (Z3) Interaksi antara X dan Z3

33,957 0,304 0,128 0,310 4,888 2,610 0,675 1,101 0,000 0,011 0,502 0,276 N = 63 R2 = 15,6,8% F = 3,629 Sig = 0,018 Sumber: Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan Tabel. 9, hasil regresi model keempat menunjukkan variabel Kualitas Anggota Dewan berpengaruh terhadap pengawasan APBD sedangkan Transparansi Kebijakan Publik tidak berpengaruh terhadap Pengawasan APBD. Variabel Kualitas Anggota Dewan memberikan nilai koefisien parameter 0,304 dengan tingkat signifikansi 0,011 dan variabel Transparansi Kebijakan Publik memberikan nilai koefisien parameter sebesar 0,128 dengan tingkat signifikansi 0,502.

(15)

Hasil regresi terhadap hipotesis keempat dapat dilihat bahwa interaksi antara transparansi kebijakan publik dengan kualitas Anggota Dewan tidak berpengaruh terhadap pengawasan APBD dengan melihat taraf signifikansinya sebesar 0.276. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 1,101, dimana t hitung ini lebih kecil dari t tabel (0,05;63) sebesar 1,669. Dengan demikian hipotesis keempat tidak diterima, sehingga asumsi peneliti yang menyatakan dengan adanya transparansi maka pengawasan yang dilakukan Dewan semakin meningkat tidak terbukti. Dilihat dari F hitung sebesar 3,629 sedangkan F tabel (0,05;4;63) sebesar 2,52, sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai sig sebesar 0,018 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh variabel interaksi kualitas Anggota Dewan dengan transparansi kebijakan publik terhadap variabel pengawasan APBD.

Hasil Penelitian ini mendukung hasil penelitian Sopanah dan Mardiasmo (2003) yang membuktikan bahwa interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD). Mereka menyatakan bahwa transparansi kebijakan publik masih dalam taraf retorika dan implementasinya masih dalam formalitas. Akses terhadap kebijakan publik masih sulit dan hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapatkannya.

Sisi teori keagenan, dapat dinyatakan bahwa pengawasan yang dilakukan Anggota Dewan terhadap anggaran daerah (APBD) yang dilaksanakan eksekutif dapat mengurangi adanya asimetris informasi dan mengurangi ketidakpastian. Selain itu, transparansi juga mengurangi tingkat ketidakpastian dalam tahapan APBD dan implementasi kebijakan publik lainnya. Penyebarluasan berbagai informasi yang selama ini aksesnya hanya dimiliki pemerintah, dapat memberikan kesempatan kepada berbagai komponen masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam tahapan APBD dan implementasi kebijakan publik lainnya. Namun, transparansi kebijakan publik di Sumatera Selatan belum terakomodasi dengan baik dan efektif.

Kemajuan pesat teknologi informasi serta potensi pemanfaatannya secara luas dijadikan sarana pendukung transparansi kebijakan publik, hal tersebut membuka peluang bagi berbagai pihak untuk mengakses, mengelola dan mendayagunakan informasi secara cepat dan akurat untuk lebih mendorong terwujudnya pemerintahan yang bersih, transparan, dan serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif. Akan tetapi dalam kenyataannya, Anggota Dewan dalam merespon transparansi kebijakan publik yang dilakukan lembaga eksekutif berbeda-beda, salah satunya disebabkan oleh akses terhadap informasi kebijakan publik masih sulit dan hanya orang-orang tertentu yang mampu mengaksesnya. Akses terhadap informasi sektor publik dipengaruhi oleh Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) masing-masing daerah. Adanya Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang berlaku efektif 30 April 2010 belum diimplementasikan secara optimal. Instrumen-instrumen pendukung transparansi seperti fasilitas database, sarana informasi dan komunikasi, serta prosedur pengaduan dalam penyelenggaraan pemerintahan belum terakomodasi dengan baik. Informasi publik baik berupa rencana pembangunan, kebijakan publik maupun anggaran pembangunan (APBD) belum dapat diakses dengan mudah sehingga belum mendukung terwujudnya transparansi kebijakan publik di Sumatera Selatan.

(16)

PENUTUP

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kualitas Anggota Dewan berpengaruh terhadap pengawasan APBD. Kualitas Anggota Dewan ditunjukkan dengan tingkat pendidikan formal dan non formal, pelatihan tentang keuangan dan anggaran daerah, pengalaman dalam bidang organisasi dan politik praktis serta pengalaman sebagai Anggota Dewan. Akuntabilitas publik berpengaruh terhadap hubungan antara kualitas Anggota Dewan dengan pengawasan APBD. Dapat disimpulkan bahwa dengan adanya akuntabilitas publik dapat meningkatkan pengawasan APBD yang dilakukan oleh Anggota Dewan. Partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap hubungan antara kualitas Anggota Dewan dengan pengawasan APBD. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya partisipasi masyarakat dapat meningkatkan pengawasan APBD yang dilakukan oleh Anggota Dewan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh terhadap hubungan antara kualitas Anggota Dewan dengan pengawasan APBD.

DAFTAR PUSTAKA

Antarini. 2009. PKS Sumsel Tes Kompetensi 650 Bakal Anggota Dewan (www.gatra.com. Diakses 6 Juni 2010).

Basri, Yesi Mutia. 2008. Pengaruh pengetahuan Dewan tentang Anggaran. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. Volume 8, Nomor 1. Januari 2008. pp. 29-39.

Coryanata, Isma. 2007. Akuntabilitas, Partisipasi Masyarakat, dan Transparansi Kebijakan Publik sebagai Pemoderating Hubungan Pengetahuan Dewan tentang Anggaran dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD). Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar.

Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponogoro: Semarang.

Jimung, Martinus, Maschab, Manshuri, dan Karim, Abdul Gaffar. 2004. Kemampuan Anggota Dewan dalam Melaksanakan Fungsi Legislasi dan Pengawasan, Jurnal Sosiosains, 17(3). Juli 2004. pp. 561-581.

Kuncoro, Mudrajad. 2009. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Edisi 3. Erlangga: Jakarta.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik.. Andi: Yogyakarta.

__________. 2004. Otonomi dan Manajemen keuangan Daerah. Andi: Yogyakarta. Nunnally, J.C., 1978, Psycometric Theory, 2nd ed, McGraw-Hill, New York.

(17)

Pramita, Yulinda Devi dan Andriyani, Lilik. 2010. Determinasi Hubungan Pengetahuan Dewan tentang Anggaran dengan Pengawasan Dewan pada Keuangan Daerah (APBD). Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII Purwokerto.

Prayogo. 2001. Perspektif Pemeriksa terhadap Implementasi Standar Akuntansi Keuangan Sektor Publik. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik. Kompartemen Akuntan Sektor Publik Ikatan Akuntan Indonesia. Vol. 02 No. 02. Agustus. pp. 1 – 8. Putro, Dwi. 2009. Walikota Palembang Bermasalah. (www.Infokorupsi.com. Diakses 20

Mei 2010).

Santoso, Singgih. 2003. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. PT Elex Media Komputindo: Jakarta.

Sopanah dan Mardiasmo. 2003. Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik terhadap Hubungan antara Pengetahuan Dewan tentang Anggaran dengan Pengawasan Keuangan Daerah. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI 16-17 Oktober di Surabaya.

Safri. 2010. Kasus Korusi Januari-Mei 2010. Sriwijaya Post, 21 Mei 2010.

Syamsiar, Sjamsudin, 2001, Hubungan Kualitas Anggota DPRD terhadap Partisipasinya dalam Proses Kebijakan Daerah di Kabupaten Malang, Laporan Penelitian dalam Jurnal Ilmiah Sosial, Vol.13, No.2, Malang.

Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Undang-Undang No. 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Werimon, Simson, Ghozali, Imam, dan Nazir, Mohamad. 2007. Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik terhadap Hubungan antara Pengetahuan Dewan tentang Anggaran dan Pengawasan Keuangan Daerah, Artikel, Simposium Nasional Hasil Penelitian Akuntansi 10, Makasar.

Yuriyuda. 2010. MSI (Method of Successive Interval) LAngkah Manual dan Software. www.carabineri.wordpress.com. Diakses tanggal 10 Juni 2011

Gambar

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas
Tabel 3. Statistik Deskriptif  Variabel Penelitian  Item
Tabel 6. Hasil Uji Hipotesis 1
Tabel 7. Hasil Uji Hipotesis 2
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sin δ - Sin φ. Tetapi perhitungan rumus tersebut tidak dapat langsung dilakukan karena data hasil pengukuran yang diperoleh adalah tinggi dan azimuth ke tepi

Keunggulan dari penelitian yang dilakukan penulis yaitu tidak hanya menghitung kerugian ekonomi yang diderita oleh pengguna kendaraan bermotor, namun juga mencari alternatif

tukar euro terhadap rupiah dengan menggunakan data periode 28 Januari 2002 sampai. 24

Tujuan dari penelitian ini adalah untu k m enentu kan pH, suhu dan konsentrasi substrat selob iosa yang optimum untuk aktivitas enzim - Glukosidase serta menentu

Membuat modifikasi motor bensin (genset) sehingga dapat digunakan untuk bahan bakar biogas. Menguji genset berbahan bakar biogas untuk menghasilkan listrik sampai beban

[r]

Memohon kesediaan Mahasiswa/i untuk bersedia mengisi kuesioner yang terkait dengan penyusunan skripsi saya yang berjudul “PENGARUH BYSTANDER EFFECT DAN

[r]