• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Matematika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Matematika"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN EKSPERIMEN DENGAN KARTU VARIABEL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISTEM PERSAMAAN LINIER SATU VARIABEL PADA PESERTA DIDIK SEMESTER I KELAS VII C

MTS. NU NURUL HUDA SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2009-2010

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam

dalam Ilmu Pendidikan Matematika

Oleh :

UNTUNG SETIAWAN NIM. 04 35 11 221

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Semarang, 16 Desember 2009 Lamp. : 4 (Empat) Eksemplar

Hal : Naskah Skripsi Kepada Yth.

An. Sdr. Untung Setiawan Dekan Fakultas

Tarbiyah IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : UNTUNG SETIAWAN NIM : 3104221/043511221

Judul : PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN

EKSPERIMEN DENGAN KARTU VARIABEL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISTEM PERSAMAAN LINIER SATU VARIABEL PADA PESERTA DIDIK SEMESTER I KELAS VII C MTs. NU NURUL HUDA SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2008-2009

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat dimunaqosahkan.

Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pembimbing I Pembimbing II

Hj. Minhayati Saleh, S.Si., M.Sc. Drs. H. Mat Sholikhin, M.Ag. NIP. 19760426 200604 2 001 NIP. 19600524 199203 1 001

(3)

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Tanggal Tanda Tangan

Ahmad Hasmi Hasona, MA. ……… ……….

Ketua Hj. Minhayati Shaleh, M.Sc. ……… ………. Sekretaris Li’anah, M.Pd. ……… ………. Penguji I Saminanto, S.Pd. M.Sc. ……… ………. Penguji II

(4)

iv ABSTRAKSI

UNTUNG SETIAWAN (NIM: 3104221/043511221), Penerapan Metode Pembelajaran Eksperimen dengan Kartu Variabel untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Sistem Persamaan Linier Satu Variabel Pada Peserta Didik Semester I Kelas VII C MTs. NU Nurul Huda Semarang Tahun Pelajaran 2009-2010, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009.

Penelitian ini dilakukan pada Semester I Kelas VII C MTs. NU Nurul Huda Semarang dan bertujuan untuk: (1) menemukan penerapan metode pembelajaran eksperimen dengan kartu variabel pada materi sistem persamaan linier satu variabel (SPLSV) di Kelas VII C MTs. NU Nurul Huda Semarang; dan (2) mengetahui peningkatan pemahaman konsep peserta didik kelas VII C MTs. NU Nurul Huda Semarang pada materi sistem persamaan linier satu variabel (SPLSV) setelah dilakukan pembelajaran dengan metode pembelajaran eksperimen dengan kartu variabel.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes, observasi dan dokumentasi. Dalam menjawab masalah yang diajukan, yaitu peningkatan pemahaman konsep peserta didik pada bahasan sistem persamaan liner satu variabel, peneliti melihat dari hasil evaluasi yang dilakukan pada setiap siklusnya. Hasil penelitian ini adalah setelah diadakan tindakan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran eksperimen dengan kartu variabel, pada siklus I menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Setelah dilakukan evaluasi siklus I, nilai rata-rata peserta didik pada materi sistem pesamaan linier satu variabel (SPLSV) mencapai 6,96, dengan ketuntasan belajar klasikal mencapai 72,97 %. Hasil ini dipandang meningkat pesat dibandingkan dengan hasil tes ulangan harian materi yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai rata-rata 5,14 (dari 5 kelas yang ada) dengan ketuntasan belajar klasikal sebesar 25,25 % (dari 194 peserta didik hanya ada 49 yang lulus KKM). Sedangkan pada siklus II diperoleh hasil evaluasi peserta didik meningkat lagi dengan rata-rata nilai yang diperoleh mencapai 7,72, dengan ketuntasan belajar sebesar 86,49%, atau peserta didik yang lulus KKM mencapai 32 peserta didik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode eksperimen dengan kartu variabel dapat meningkatkan pemahaman konsep sistem persamaan linier satu variabel peserta didik.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, diharapkan akan menjadikan bahan informasi dan masukan bagi seluruh civitas akademika, khususnya para mahasiswa dan terlebih untuk pada pelaku pendidikan agar dapat digunakan metode pembelajaran eksperimen dalam proses pembelajaran selanjutnya.

(5)

v

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain dan atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali

informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, Desember 2009 Deklarator

Untung Setiawan NIM:04 35 11 221

(6)

vi

MOTTO

ﺬﺧ

ﻩاﺮﺗ ﺎﻣ

ﻪﺑ ﺖﻌﲰ ﺎﺌﻴﺷ عدو

)

ﱄاﺰﻐﻟا

بﺎﺘآ ﰱ ؛

ءﺎﻴﺣإ

(

“Ambillah sesuatu yang telah kau lihat

Dan tinggalkan sesuatu yang (hanya) kau

dengar”

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Bahasa seakan tak mampu lagi merepresentasikan rasa. Kebahagiaan telah tersambut lewat karunia agung dari Dzat Maha Agung, Allah SWT. Dengan kerendahan hati, Aku dedikasikan karya ini kepada:

``Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya. Mengiring setiap langkahku

dengan tulus do`a`` Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

• Al-mukarrom, Bapak KH. Ahmad Hadlor Ihsan, tak cukup kata-kata ini mengukir balas atas petuah bijak dan tulus do`a.

• Mbah-Mbah Putri, terimakasih atas ribuan do`a yang terukir disela-sela sholatnya.

• Kakak-kakakku tercinta Fikrima Erawati, beserta suami (Mas Kholis), yang selama ini memberi semangat dan motivasi.

• Adikku tersayang M. Ghofur, rengkuh sejuta asa yang ada. Biarkan anganmu melayang, menembus batas cakrawala.

• Adikku tercinta, Ika Aula Riskiyah binti Khumaidullah, yang selalu ada ketika aku jatuh. Tetaplah selalu menjadi bunga terindah dikehidupanku.

• Temen-Temen TM04, Aunur dan ``Rima``-nya, Oji, ``terima kasih atas segala motivasinya``. Aqil, Aziz, Husen, ``perjuangan kita masih jauh``. Toples dan ``Iim``-nya, terus berkarya, usap peluh demi si mungil ``Wayang``. Juga kepada temen-temen lain yang tak dapat tersebutkan satu-persatu, terimakasih atas segalanya.

• BeGe.com (Pak Ndut & Mas Bowo), Adhina.com (Mas Adhi beserta keluarga).

• Temen-Temen ``Demex University``, Bobo, Lisin, Tamam, Timbul, Faqih, Chepin, Mas Wahib, Mas Mas Dargon, Mas Rois, Mas Brek, Mas Badak.

• Temen-Temen Kos ``Bondet``, Mas Ndon, Mas Tony, Mas Gaboo, Mas Kebo, Kipli, Saycool, Haris, Sahabat, Sukro, Bombom, Imam, Lutfi, Andika, Thorieq, Ganndul, Galih, Kabel, Mughni, Hasan, Sis, Amin, Huri, Ndong.

Dan untuk semua pihak yang telah memeberikan warna kehidupan. Semoga Allah memberikan balasan atas apa yang telah diberikan. Amien.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusun skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S1 dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisogo Semarang.

Shalawat dan salam semoga tetap terhaturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa risalah suci, petunjuk dan jalan lurus menuju keridloan Ilahi Robbi.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa bimbingan dan bantuan dari semua pihak. Dengan teriring rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Ibnu Hajar, M.Ed. selaku dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

2. Saminanto, S.Pd. M.Sc. dan Drs. H. Mat Sholikhin, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang berkenan meluangkan waktu, tenaga dan ilmunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini 3. Para dosen pengajar dan staf karyawan di lingkungan Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo Semarang

4. Drs. Ajmain Yahya, selaku Kepala MTs. NU Nurul Huda Semarang yang telah memberikan izin dalam penelitian ini.

5. Sugeng Mustofa, SE., selaku Guru Mata Pelajaran Matematika Kelas VII MTs. NU Nurul Huda Semarang, yang telah membantu dalam proses penelitian.

6. Ayahanda Wachidin dan Ibunda Wasiah yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan do’a bagi penulis selama menyelesaikan studi serta penyusunan skripsi.

7. Kakakku Fikrima Erawati beserta suami (Nur Kholis Sani), terima kasih atas motivasinya.

(9)

ix

8. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Atas jasa-jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka diterima Allah SWT. Dan mendapat balasan pahala yang lebih baik serta mendapatkan kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Penulis dalam hal ini juga mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca. Berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan untuk para pembaca pada umumnya. Amin.

Semarang, Desember 2009

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAKSI ... iv

DEKLARASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Penegasan Istilah ... 7

C. Identifikasi Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II : LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori ... 11

1. Teori Belajar dan Pembelajaran ... 11

2. Pembelajaran Konsep Matematika ... 21

3. Metode Pembelajaran Eksperimen ... 25

4. Materi Sistem Persamaan Linier Satu Variabel ... 30

5. Penerapan Metode Pembelajaran Eksperimen Pada Pembelajaran Konsep Matematika ... 32

(11)

xi

B. Kerangka Berpikir ... 35

C. Kajian Pustaka ... 37

D. Hipotesis Tindakan ... 38

BAB III : METODE PENELITIAN A. Materi ... 39

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 39

C. Kolaborator ... 39

D. Prosedur Penelitian ... 40

1. Persiapan Penelitian ... 41

2. Siklus I ... 42

3. Siklus II ... 46

E. Metode Penyusunan Instrumen ... 50

F. Metode Pengumpulan Data ... 53

G. Metode Analisis Data ... 54

H. Indikator Keberhasilan ... 56

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 57

1. Hasil Penelitian Siklus I ... 57

2. Hasil Penelitian Siklus II ... 68

B. Pembahasan ... 73

1. Peningkatan Pemahaman Konsep Peserta Didik Siklus I ... 76

2. Peningkatan Pemahaman Konsep Peserta Didik Siklus II ... 77 BAB V : PENUTUP A. Simpulan ... 78 B. Saran ... 78 C. Penutup ... 79 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN BIODATA

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Nama Peserta Didik Kelas VII C MTs. NU Nurul Huda Semarang Tahun Pelajaran 2009/2010

Lampiran 2 : Daftar Kelompok Metode Pembelajaran Eksperimen Kelas VII C MTs. NU Nurul Huda Semarang Tahun Pelajaran 2009/2010 Lampiran 3 : Daftar Nilai Ulangan Umum Semester Gasal Kelas VII MTs. NU

Nurul Huda Semarang Tahun Pelajaran 2008/2009

Lampiran 4 : Daftar Nilai Ulangan Harian Siswa Semester Gasal Tahun Pelajaran 2008/2009 Mata Pelajaran Matematika Kelas VII Materi Sistem Persamaan Linier Satu Variabel

Lampiran 5 : Draft Lembar Observasi Guru

Lampiran 6 : Draft Lembar Observasi Peserta Didik Lampiran 7 : Jadwal Penelitian

Lampiran 8 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I Pertemuan I Lampiran 9 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I Pertemuan II Lampiran 10 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II Pertemuan I Lampiran 11 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II Pertemuan II Lampiran 12 : Lembar Kerja Peserta Didik Siklus I Pertemuan I

Lampiran 13 : Lembar Kerja Peserta Didik Siklus I Pertemuan II Lampiran 14 : Lembar Kerja Peserta Didik Siklus II Pertemuan I

Lampiran 15 : Jawaban Lembar Kerja Peserta Didik Siklus I Pertemuan I Lampiran 16 : Jawaban Lembar Kerja Peserta Didik Siklus I Pertemuan II Lampiran 17 : Jawaban Lembar Kerja Peserta Didik Siklus II Pertemuan I Lampiran 18 : Analisis Uji Instrumen Tes Evaluasi

Lampiran 19 : Soal Evaluasi Siklus I Lampiran 20 : Jawaban Evaluasi Siklus I Lampiran 21 : Soal Evaluasi Siklus II Lampiran 22 : Jawaban Evaluasi Siklus II

Lampiran 23 : Hasil Observasi Guru Siklus I Pertemuan I Lampiran 24 : Hasil Observasi Guru Siklus I Pertemuan II

(13)

xiii

Lampiran 25 : Hasil Observasi Guru Siklus II Pertemuan I

Lampiran 26 : Hasil Observasi Proses Kegiatan Eksperimen Peserta Didik Siklus I Pertemuan I

Lampiran 27 : Hasil Observasi Proses Kegiatan Eksperimen Peserta Didik Siklus I Pertemuan II

Lampiran 28 : Hasil Observasi Proses Kegiatan Eksperimen Peserta Didik Siklus II Pertemuan I

Lampiran 29 : Nilai Evaluasi Siklus I Lampiran 30 : Nilai Evaluasi Siklus II

Lampiran 31 : Tabel Ketuntasan Belajar Peserta Didik Siklus I Lampiran 32 : Tabel Ketuntasan Belajar Peserta Didik Siklus II Lampiran 33 : Prosedur Penggunaan Kartu Variabel

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Nilai Akhir Semester Ganjil Tahun Ajaran 2008/2009

Mata Pelajaran Matematika ... 6

Tabel 1.2 : Nilai Ulangan Harian SPLSV sebelum Remidi Kelas VII Tahun Pelajaran 2008/2009 ... 6

Tabel 3.1 : Kisi-Kisi Soal Evaluasi Siklus I ... 50

Tabel 3.2 : Kisi-Kisi Soal Evaluasi Siklus II ... 50

Tabel 3.3 : Aspek-Aspek Observasi Terhadap Pembelajaran Guru ... 51

Tabel 4.1 : Ketuntasan Klasikal Siklus I ... 67

Tabel 4.2 : Ketuntasan Klasikal Siklus II ... 72

Tabel 4.3 : Tabel Peningkatan Keberhasilan Proses Kegiatan Eksperimen Peserta Didik ... 75

Tabel 4.4 : Peningkatan Ketuntasan Klasikal Siklus I ... 77

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Kerangka Kerucut Pengalaman ... 28

Gambar 3.1 : Skema Model Penelitian Tindakan ... 41

Gambar 4.1 : Model kartu persamaan 2x – 3 = – 3x + 2 ... 60

Gambar 4.2 : Model kartu persamaan 2x + 3x – 3 = 3x – 3x + 2 ... 60

Gambar 4.3 : Model kartu persamaan 5x – 3 = 2 ... 61

Gambar 4.4 : Model Kartu persamaan 5x – 3 + 3 = 5 ... 61

(16)

1 A. Latar Belakang Masalah

Tugas utama pendidik adalah mengelola proses pembelajaran sehingga terjadi interaksi antara pendidik dengan peserta didik, dan sesama peserta didik secara positif. Interaksi tersebut akan mengoptimalkan pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Interaksi dalam pembelajaran merupakan suatu kegiatan komunikatif yang dilakukan pendidik dengan peserta didik dalam memahami, mendiskusikan, tanya jawab, mendemonstrasikan dan mempraktikkan materi pelajaran di dalam kelas.

Demi peningkatan mutu pendidikan, proses pembelajaran perlu ditingkatkan dan ini hanya mungkin bila setiap tenaga pengajar menjadikannya suatu masalah yang dipelajarinya secara terus-menerus serta menerapkannya dalam ranah praktek. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan formula pembelajaran yang tepat, efektif, dan efisien. Di samping itu, karena proses pembelajaran juga berhubungan dengan manusia yang mempunyai rasa dan karsa sendiri sebagai manusia utuh, maka proses pembelajaran juga diharapkan mampu memberikan minat kepada objek pembelajaran (peserta didik). Inilah maksud dan tujuan dari pembelajaran menyenangkan. Menyenangkan diartikan sebagai suasana belajar mengajar yang “hidup”, semarak, terkondisi untuk terus berlanjut, ekspresif, dan mendorong pemusatan perhatian peserta didik terhadap kegiatan belajar.1

Dalam mengembangkan proses pembelajaran, perlu memperhatikan teori-teori pembelajaran yang mendukung sehingga sebuah proses pembelajaran akan berjalan dengan baik.2 Pengelolaan pembelajaran yang diupayakan pendidik agar dapat berjalan sesuai dengan harapan, tentunya

1

Djiwanto, Pembelajaran Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika, IAIN Walisongo Semarang, tanggal 19 Juli 2009, hlm. 3.

2

(17)

mengajar harus memungkinkan peserta didik untuk mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri secara mendalam yang didasarkan pada apa yang mereka telah ketahui.3 kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif membangun sendiri pengetahuannya, dalam arti peserta didik mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Ini merupakan penyesuaian konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka.4

Mengajarkan matematika sesungguhnya tidaklah sekedar bahwa pendidik menyiapkan dan menyampaikan aturan-aturan dan definisi-definisi, serta prosedur bagi para peserta didik untuk mereka hafalkan, akan tetapi termasuk dalam mengajarkan matematika adalah bagaimana pendidik melibatkan peserta didik sebagai peserta-peserta yang aktif dalam proses belajar sebagai upaya untuk mendorong mereka membangun atau mengkonstruksi pengetahuan mereka. Hal yang juga dikembangkan selama berlangsungnya proses belajar mengajar matematika adalah sikap ilmiah seperti jujur, obyektif, rasional, skeptis5, kritis, dan sebagainya.

Nasution berpendapat bahwa tiap jenis belajar menginginkan cara belajar dan metode yang khas.6 Tidak ada satu metode pembelajaran yang serasi bagi semua jenis belajar. Metode pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu tergantung pada kondisi masing-masing unsur yang terlibat dalam proses belajar mengajar secara faktual. Mungkin untuk satu program pembelajaran pada suatu saat dipandang lebih efektif penyampaiannya dengan metode ceramah, pada saat lain mungkin diskusi kelompok, dan pada saat lain mungkin tanya jawab.

3

Mutadi, Pendekatan Efektif dalam Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Balai Diklat Keagamaan Semarang, 2007), hlm. 24-25.

4

Suparno, Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Batara, 1997), hlm. 62. 5

Skeptis merupakan sikap keragu-raguan yang dimiliki seseorang. Tetapi skeptis disini bukan sikap yang hanya pasrah pada keraguan tersebut. Skeptis yang dimaksud disini merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk melihat sesuatu secara menyeluruh sampai mendalam sehingga kita dapat berpikir untuk memperoleh pengetahuan dari hal itu. Seperti halnya yang dilakukan oleh Descartes, dia menggunakan paham skeptisme hanya sebagai sebuah metode (skeptisme metodologis). Lihat : Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1996), hlm. 151.

6

(18)

contoh-latihan. Mutadi mengutip pendapat Groves, berusaha meninjau ulang konsep tersebut, bahwa pengajaran yang didasarkan pada “teori-contoh-latihan” hanya menyajikan suatu pandangan yang sempit tentang matematika, dan tidak pernah mampu untuk menjawab kebutuhan manusia dalam hidup. Seharusnya ungkapan yang sebenarnya adalah mathematics is something done by people and it can be used in our real life. 7

Materi sistem persamaan linier satu variabel merupakan materi ajar yang diperkenalkan di kelas VII pada tingkat satuan pendidikan menengah pertama (SMP/MTs.). Pembelajaran materi tersebut menuntut adanya kreatifitas pendidik dalam penyampaiannya. Hal ini dikarenakan materi SPLSV bukan hanya berhubungan dengan angka-angka saja, melainkan juga berhubungan dengan variabel-variabel, sehingga materi ini tergolong materi yang sangat abstrak. Sehingga dibutuhkan pemahaman konsep yang memadai untuk dapat menjelaskan keabstrakannya. Penyelesaian masalah yang dibutuhkan pada materi ini juga menuntut ketrampilan khusus peserta didik. Ketrampilan penyelesaian masalah tersebut biasa dikenal sebagai pemahaman prosedural yang harus dikuasai peserta didik. Pemahman prosedural berfungsi dalam hal manipulasi yang menjadi proses wajib dalam materi SPLSV. Dan pemaham prosedural ini tidak akan berdaya tanpa didukung adanya pemahaman konsep yang harus dikuasai terlebih dahulu.8 Dengan kata lain, karakteristik dari pembelajaran materi SPLSV membutuhkan ketercapaian pemahaman konsep dan pemahaman prosedural yang memadai.

Idielnya memang, pembelajaran materi SPLSV diajarkan dengan menyampaikan kedua ranah pemahaman di atas (konseptual dan prosedural). Dengan demikian, ketrampilan manipulasi dalam proses prosedur penyelesaian SPLSV akan sangat tertolong dengan adanya pemahaman konseptual. Untuk mencapai kedua pemahman tersebut, dirasa akan lebih mudah tercapai dengan proses pembelajaran aktif. Aktif di sini diartikan

7

Mutadi, op.cit, hlm. 24. 8

John A. Van de Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah: Pengembangan Pengajaran, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 50

(19)

Peserta didik diberikan keluasan untuk mengkonstruksikan pengetahuan mereka dengna cara menjalani proses pencarian sendiri.

Selama ini, antusias peserta didik dalam mengikuti pelajaran matematika di sekolah tergolong masih jauh dari harapan. Bagi peserta didik, konsep matematika menjadi sulit dipahami dan dicerna oleh kebanyakan mereka. Hal ini berdampak pada rendahnya minat peserta didik untuk belajar matematika. Masalah ini merupakan salah satu masalah klasik yang kerap dijumpai para pendidik. Ditambah pula kebiasaan pendidik yang lebih sibuk memfokuskan peserta didik dengan rumus-rumus yang tidak mudah dipahami karena diberikan dalam bentuk jadi. Jika kita umpamakan rumus-rumus itu dengan alat, maka sebenarnya peserta didik bekerja dengan alat yang tidak mereka pahami fungsi dan tujuannya. Mengalir seperti contoh yang diberikan. Ini mengakibatkan ketika peserta didik diberikan masalah yang lebih kompleks yang sedikit berbeda saja dengan contoh yang diberikan, maka peserta didik akan merasakan kesulitan, bahkan bisa jadi tidak dapat menyelesaikannya.

Realita yang berkembang sejauh ini, pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal.9 Kelas masih berfokus pada pendidik sebagai nara sumber utama pengetahuan, yang kemudian menjadikan metode ekspositori menjadi pilihan utama metode pembelajaran. Pandangan tersebut harus diubah, untuk itu diperlukan metode pembelajaran yang lebih memberdayakan peserta didik yaitu metode pembelajaran yang mengharuskan peserta didik tidak menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah metode pembelajaran yang mendorong peserta didik mengkonstrusikan pengetahuan di benak mereka sendiri.10

Penggunaan metode pembelajaran yang tepat, yang bersifat mengajak, akan memberi kesempatan pada peserta didik untuk berperan aktif dalam proses belajar mengajar sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang

9

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008) hlm. 92.

10

(20)

bergantung pada tujuan dan isi proses belajar mengajar dan kegiatan mengajar.11

Metode pembelajaran eksperimen merupakan metode pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai subyek yang aktif.12 Metode ini adalah cara penyajian pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.13 Metode pembelajaran eksperimen melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, logis, analitis, kritis melalui eksperimen.

Pengamatan yang dilakukan peneliti di MTs. NU Nurul Huda Semarang menunjukkan adanya tingkat ketuntasan yang rendah dalam mata pelajaran matematika. Terdapat beberapa sebab internal pada peserta didik, yaitu kurangnya minat peserta didik mengikuti pembelajaran. Seperti yang telah disampaikan di atas, pengelolaan proses pembelajaran yang kurang variatif, mengakibatkan kurangnya minat belajar peserta didik. Minimnya minat belajar peserta didik juga dapat dilihat pada jalannya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang dilakukan masih terdapat banyak peserta didik yang justru bermain sendiri, mengganggu teman yang lain, bahkan kadang mengantuk atau tidak konsentrasi.

Kedua, terdapat indikasi lemahnya pemahaman konsep peserta didik pada materi yang diberikan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, salah satunya dengan menganalisis hasil belajar peserta didik. Peserta didik tentu akan merasa kesulitan jika diberikan masalah yang berbeda dengan contoh yang diberikan pendidik. Selain itu juga dapat dilihat dari bagaimana peserta mengungkapkan kembali materi yang telah diberikan. Berikut ini data

11

Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1989), hlm. 76.

12

E. Mulyasa, Kurikulum Berbasisi Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 234.

13

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 95.

(21)

ganjil tahun ajaran 2008/2009.

Tabel 1.1. Nilai Akhir Semester Ganjil Tahun Ajaran 2008/2009 Mata Pelajaran Matematika

No Kelas

Jumlah Peserta

Didik

Hasil Prestasi Belajar Terendah Tertinggi Rata-Rata 1 2 3 4 5 VII - A VII - B VII - C VII - D VII-E 39 35 39 38 43 5,3 1,8 3,4 2.3 1,0 8,0 8,5 8,8 7,0 7,5 6,6 6,2 6,2 6,1 6,1 Jumlah 194

Dalam pokok bahasan persamaan linier satu variabel setelah diadakan post-tes menunjukkan hasil yang kurang maksimal. Dari 5 kelas yang ada, dengan jumlah peserta didik keseluruhan 194, yang berhasil tuntas sebelum diadakan remidial hanya 25,25% (49 anak), dengan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan adalah 6,0. Berikut tabel nilai pokok bahasan persamaan linier satu variabel sebelum remidi.

Tabel 1.2. Nilai Ulangan Harian SPLSV Sebelum Remidi

No. Kelas

Jumlah Peserta Didik

Hasil Prestasi Belajar Tuntas KKM Sebelum

Remidi Terendah Tertinggi

Rata-Rata 1. 2. 3. 4. 5. VII-A VII-B VII-C VII-D VII-E 39 35 39 38 43 2.5 3,5 2,5 3,0 3,0 8 7,5 7,5 6,5 7,0 5,3 5,4 5,2 4,9 4,9 33,33% 34,29% 20,51% 23,68% 16,28% Rata-Rata Kelas

Beranjak dari hasil prestasi belajar yang sangat rendah di atas maka peneliti berusaha mencari inovasi menggunakan metode pembelajaran yang dapat memotivasi belajar peserta didik agar dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik yang akan sangat berguna ketika mereka dihadapkan kepada berbagai masalah. Jika pemahaman konsep peserta didik dapat ditingkatkan, maka secara linier akan berdampak pada hasil belajar peserta didik.

(22)

eksperimen dengan menggunakan kartu variabel untuk meningkatkan pemahaman konsep sistem persamaan linier satu variabel pada peserta didik Semester Gasal kelas VII C MTs. NU Nurul Huda Semarang. Setelah diadakan penelitian ini, diharapkan akan menghasilkan suatu pilihan metode yang efektif guna meningkatkan pemahaman konsep sistem persamaan liner satu variabel pada peserta didik, yang tentunya juga akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar peserta didik sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan.

B. Penegasan Istilah

Agar diperoleh pengertian dan pemikiran yang sama, penulis perlu menegaskan beberapa istilah atau pengertian dalam judul skripsi ini. Adapun pengertian yang perlu penulis jelaskan sebagai berikut :

1. Metode Pembelajaran

Menurut Akhmad Sudrajat, method is a way in achieving something.14 Jadi metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) eksperimen; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) percobaan/laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.15

2. Metode Pembelajaran Eksperimen

Metode pembelajaran eksperimen diartikan sebagai cara pembelajaran yang melibatkan peserta didik dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil eksperimen tersebut. Eksperimen merupakan situasi pemecahan masalah yang di dalamnya berlangsung

14

Akhmad Sudrajat, “Metode Pembelajaran”, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ diunduh tanggal 9 Desember 2008.

15 Ibid

(23)

dengan hal-hal yang diteliti dalam suatu eksperimen adalah pengaruh tertentu terhadap variabel lain.16

Karena peserta didik belum mengetahui teori dari suatu permasalahan, maka harus melakukan kegiatan mengkaji, menyelidiki, menyusun hipotesis, mencoba, menemukan secara induktif, merumuskan, memeriksa, dan membuat simpulan tentang objek.

3. Kartu Variabel

Kartu Variabel17 adalah istilah yang digunakan untuk menyebut sebuah alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini, yang dibuat dengan tujuan untuk mengeksplorasi materi ajar sistem persamaan linier satu variabel. Alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari. Alat peraga matematika adalah seperangkat benda konkrit yang dirancang, dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika.18

4. Pemahaman Konsep

Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan. Sehingga konsep merupakan sesuatu yang abstrak yang memungkinkan kita untuk mengelompokkan (mengklasifikasikan) objek atau kajian. Konsep adalah himpunan stimulus dengan sifat-sifat yang bertingkat.19 Sehingga pemahaman konsep dapat dipahami sebagai sebuah pola pikir tentang ide abstrak tersebut. Dalam penanaman pemahaman konsep yang abstrak di sini, dibutuhkan model

16

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, hlm. 110.

17

Kartu variabel diperkenalkan oleh Dra. Pujiati, M.Ed., pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMP Jenjang Dasar pada tanggal 10 – 24 Oktober 2004 di PPPG Matematika Yogyakarta. Lihat: Pujiati, ”Penggunaan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika SMP”, www.p4tkmatematika.com, diunduh pada tanggal 9 Desember 2008.

18

Ibid.

19

Amin Suyitno, dkk, Dasar-Dasar dan Proses Pembelajara Matematika I, (Semarang: Prodi SI Pendidikan Matematika Konsentrasi Pendidikan Dasar FMIPA UNNES, 2001), hlm. 16.

(24)

variabel dalam pembahasan Sistem Persamaan Linier Satu Variabel. 5. Sistim Persamaan Linier Satu Variabel

Sistem persamaan linier satu variabel (SPLVS) merupakan materi ajar dalam Standar Kompetensi (SK) “Aljabar” dan Kompetensi Dasar (KD) “Mengenal Persamaan Linier Satu Variabel” (SK/KD nomor 2.3). Materi ini adalah salah satu materi pokok dalam mata pelajaran matematika kelas VII tingkat Menengah Pertama/Tsanawiyah (SMP/MTs.) yang diajarkan pada semester gasal. Pada penelitian ini, peneliti hanya akan memfokuskan materi pada bahasan tentang Menentukan Penyelesaian SPLSV dan Mengenal Bentuk Setara dari SPLVS.

C. Identifikasi Masalah

Masalah yang timbul dalam penelitian ini teridentifikasi sebagai berikut.

1. Penerapan metode pembelajaran terkadang tidak sesuai dengan materi pembelajaran yang akan diajarkan, sehingga diperlukan inovasi pembelajaran yang dapat mendukung materi pembelajaran;

2. Partisipasi dan adaptasi dari peserta didik dalam proses pembelajaran masih kurang;

3. Lemahnya pemahaman konsep peserta didik pada materi pembelajaran yang berdampak pada hasil belajar mereka;

4. Penggunaan metode pembelajaran yang dilakukan guru kurang variatif. D. Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka peneliti menentukan rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana penerapan metode pembelajaran eksperimen dengan kartu variabel pada materi Sistem Persamaan Linier Satu Variabel (SPLSV) di kelas VII C MTs. NU Nurul Huda Semarang?

2. Apakah penerapan metode pembelajaran ekperimen dengan kartu variabel dapat meningkatkan pemahaman konsep Sistem Persamaan Linier Satu Variabel pada peserta didik semester I kelas VII C MTs. NU Nurul Huda Semarang?

(25)

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk menemukan penerapan metode pembelajaran eksperimen dengan kartu pada materi ajar Sistem Persamaan Linier Satu Variabel kelas VII C MTs. NU Nurul Huda Semarang;

b. Untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep yang dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran yang menggunakan metode eksperimen dengan kartu variabel pada materi ajar Sistem Persamaan Linier Satu Variabel di kelas VII C MTs. NU Nurul Huda Semarang.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut. a. Bagi peserta didik

1) Setelah diadakan proses pembelajaran ini diharapkan peserta didik lebih menyukai mata pelajaran matematika.

2) Dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik sehingga dapat mencapai ketuntatasan belajar.

b. Bagi pendidik

Setelah diadakan penelitian ini diharapkan pendidik memperoleh suatu variasi metode pembelajaran yang lebih efektif dalam pembelajaran matematika, dan sebagai bahan peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.

c. Bagi pihak sekolah

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai panduan inovatif metode pembelajaran eksperimen yang nantinya dapat digunakan untuk kelas-kelas lainnya, sebagai upaya peningkatan kualitas pembelajaran guna peningkatan mutu dan kualitas sekolah.

d. Bagi peneliti

Peneliti memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, dan mendapat pengalaman penerapan salah satu pembelajaran inovatif yang diharapkan dapat digunakan ketika menjadi pendidik nanti.

(26)

11 A. Landasan Teori

1. Teori Belajar dan Pembelajaran

Belajar mempunyai pengertian yang kompleks. Sampai saat ini pun istilah ini masih terus dikembangkan para pakar pendidikan. Pendefinisian tentang istilah belajar tidaklah terlepas pada bagaimana paham yang dianutnya. Sholeh Abdul Aziz menegaskan bahwa:

ﻥﺍ

ﺫ ﰱ ﲑﻴﻐﺗ ﻮﻫ ﻢﹼﻠﻌﺘﻟﺍ

ﳌﺍ ﻦﻫ

ﺙﺪﺤﻴﻓ ﺔﻘﺑﺎﺳ ﺓﱪﺧ ﻰﻠﻋ ﺃﺮﻄﻳ ﻢﹼﻠﻌﺘ

ﺍﺪﻳﺪﺟ ﺍﲑﻴﻐﺗ ﺎﻬﻴﻓ

1

Belajar adalah proses perubahan diri pebelajar yang dihasilkan dari pengalaman terdahulu sehingga menyebabkan perubahan yang baru”

Proses pembelajaran sendiri adalah suatu proses yang megandung serangkaian perbuatan pendidik dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.2 Senada dengan definisi tersebut, Suryosubroto menegaskan bahwa proses pembelajaran meliputi kegiatan yang dilakukan pendidik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif.3

Secara garis besar teori pembelajaran dibagi menjadi dua, yaitu teori behavioristik (tingkah laku) dan teori kognitif (tingkat berpikir anak).4 Aliran behavioristik menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya stimulus dan respons.5 Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru

1Sholeh Abdul Aziz & Abdul Aziz Abdul Majid, Al-Tarbiyah wa Al-Turuq Tadris, (Makkah, Darul Ma’arif, tt), hlm. 169.

2Uzer Muhammad Usman, Menjadi Guru Proesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 4.

3Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 19. 4Edi Tri Baskoro, Pembelajaran Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika, IAIN Walisongo Semarang, tanggal 19 Juli 2009, hlm. 5.

(27)

sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Ernest R. Hilgard. Pada bukunya yang berjudul Theories of Learning, menjelaskan definisi belajar sebagai berikut :

“Learning is the process by which an activity originates or is changed through training procedures (whether is the laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by factors not attribute to training”6

Pada definisi di atas dijelaskan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).

Thorndike, sebagai penganut paham ini menjelaskan bahwa stimulus adalah apa saja yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap oleh indera, sedangkan respons yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, dan gerakan atau tindakan.7 Definisi tersebut sejalan dengan Watson. Namun Watson mengartikan berbeda pada pengertian stimulus dan respon. Menurut Watson, stimulus dan respons haruslah merupakan sesuatu yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur.8 Ini memperjelas bahwa teori ini sangat menekankan pada pengukuran-pengukuran nyata, sehingga juga berarti mengesampingkan proses yang terdapat di antara stimulus dan respon karena memang bagi mereka tidak dapat di amati dan diukur.9 Begitu juga halnya yang definisi yang diungkapkan Clark Hull, Edwin Guthrie yang juga menekankan pada adanya punishment (hukuman) sebagai peranan penting dalam proses pembelajaran.10

6Abu Ahmadi, Cara Belajar yang Mandiri dan Sukses, (Solo : CV. Aneka, 1993), hlm. 20. 7C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), hlm. 21 8

Ibid, hlm. 22

9Abu Ahmadi, op. cit., hlm. 30.

(28)

Skinner mengungkapkan bahwa “behaviorism is not the science of human behavior, it is philosophy of that science”11 (aliran behaviorisme bukanlah ilmu pengetahuan tentang tingkah-laku manusia, melainkan adalah filosofi ilmu pengetahuan itu sendiri). Dalam hal ini Skiner mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara komprehensif. Menurutnya, belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah …a process of progressive behavior adaptations.12

Ia menjelaskan bahwa hubungan antara stimulu-respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para pemikir behaviorisme sebelumnya. Dikatakan bahwa stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi satu sama lain, sehingga akan mempengaruhi respon yang terbentuk. Begitu juga dengan respon-respon yang muncul akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi tersebut yang akan menimbulkan pertimbangan-pertimbangan munculnya perilaku.13 Dalam hal ini Skinner tidak begitu melihat pentingnya punishment dalam proses pembelajaran, namun dia menekankan pada adanya reinforcement (penguatan).14

Proses pembelajaran menurut aliran behavioristik yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada bagaimana mereka memahami definisi pengetahuan. Pengetahuan bagi kaum behavioristik dipahamani sebagai sesuatu yang objektif, pasti, tetap dan tidak berubah.15 Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sendangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan. Dengan

11Tan Oon Seng, et. al., Educational Psychology: A Practitioner-Researcher Approach (An

Asian Edition), (Singapura: Thomson Learning Pte. Ltd., 2001), hlm. 202.

12Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 90.

13C. Asri Budiningsih, op. cit., hlm. 24. 14

Ibid, hlm. 23.

15

(29)

demikian fungsi mind (pikiran) peserta didik adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada dan tersusun dengan rapi.

Para behaviorist memandang orang sebagai makhluk reaktif yang memberikan responnya terhadap lingkungannya. Sehingga pengalaman masa lampau dan pemeliharaan akan membentuk tingkah laku mereka.16 Tujuan pembelajaran menurut aliran ini ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktifitas “mimetic”, yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis atau tes.17 Dalam pengungkapan kembali ini dituangkan dalam evaluasi yang lebih menekankan pada repon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi menginginkan suatu jawaban yang benar. Maksudnya, bila peserta didik menjawab secara benar “sesuai keinginan guru”, hal ini dianggap peserta didik telah menyelesaikan tugas belajarnya.18

Aliran/faham lain yang mendefinisikan belajar adalah aliran kognitif, dimana belajar diartikan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi, dan proses internal.19 Dalam arti, proses belajar tidaklah sekedar melibatkan stimulus dan respon, namun belajar lebih pada pembentukan persepsional dalam diri peserta didik terhadap sesuatu, atau dapat dikatakan bahwa belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.

Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri peserta didik, melainkan sebagai pemberian makna oleh peserta didik kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitif. Kegiatan

16Fatah Syukur NC., Teknologi Pendidikan, (Semarang: RoSAIL, 2005), hlm. 19. 17C. Asri Budiningsih, op. cit., hlm. 28.

18

Ibid, hlm. 29.

19

(30)

belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas.20

Proses tersebut terjadi dengan menghasilkan pengetahuan baru yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru. Pandangan ini tidak melihat pada apa yang dapat diungkapkan kembali atau apa yang dapat diulang oleh peserta didik terhadap pelajaran yang telah diajarkan, melainkan pada apa yang dapat dihasilkan peserta didik, didemonstrasikan, dan ditunjukkan.

Proses belajar mengajar harus memungkinkan peserta didik untuk menyusun pemahaman mereka secara mendalam yang didasarkan pada apa yang mereka telah ketahui.21 Dalam arti peserta didik mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Ini merupakan penyesuaian konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka.22

Dengan demikian, Fungsi pendidik berkisar pada tiga hal. Pertama, Pendidik berusaha menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi peserta didik; Kedua, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan Ketiga, pendidik berusaha menyadarkan peserta didik agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Ada beberapa tokoh dalam aliran ini, yaitu antara lain Ausubel dengan teori belajar bermakna, Pieget dengan teori perkembangan, Bruner dengan teori konsep, dan Gagne dengan teori hirarki, yang akan dibahas di bawah ini.

a. Teori Belajar Bermakna Ausubel

Teori Ausubel terkenal dengan teori belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Menurut Ausubel, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi peserta

20

Ibid, hlm. 58.

21Mutadi, Pendekatan Efektif dalam Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Balai Diklat Keagamaan Semarang, 2007), hlm. 24-25.

(31)

didik.23 Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengatahuan yang telah dimiliki peserta didik dalam bentuk struktur kognitif. Struktur kognitif merupakan struktur organisasi yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual.24 Dengan demikian, teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik.

Ausubel juga membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima peserta didik hanya menerima, jadi tinggal menghapalkan, tetapi pada belajar menemukan, peserta didik berusaha menemukan konsep, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja.25 Pada belajar menghapal, peserta didik menghafalkan materi yang sudah diperolehnya, tetapi pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti.

Ausubel mengatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan mempunyai suatu struktur konsep-konsep yang berbentuk dasar dari pada sistem proses informasi tersebut. Ia berpendapat bahwa setiap ilmu pengetahuan terdiri dari sejumlah konsep yang terstruktur secara hirarki.26 Sehingga pengetahuan seharusnya diorganisasikan dalam ingatan seseorang dalam struktur hirarkis. Ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, inklusif dan abstrak membawahi pengetahuan yang lebih sepesifik dan konkrit. Gagasan penyusunan materi ini sering disebut sebagai subsumptive sequence yang diharapkan menjadikan belajar lebih bermakna. Gagasan in juga yang

23C. Asri Budiningsih, op. cit., hlm. 43. 24Ibid, hlm. 43-44.

25Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), hlm. 32.

26Udin S. Winataputra, dkk., Strategi Belajar Mengajar IPA, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001), hlm. 156.

(32)

mengilhami para pakar sesudahnya dalam merumuskan dan menyusun materi pembelajaran.

Selain itu, Ausubel juga mengembangkan organisasi kognitif yang sering disebut sebagai Advance organizers yang merupakan penerapan konsepsi tentang struktur kognitif di dalam merancang pembelajaran. Advance organiziers yang dimaksud adalah kerangka-kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif peserta didik.27 Jika ditata dengan baik, advance organiziers akan memudahkan peserta didik mempelajari materi pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajari.

b. Teori Perkembangan Piaget

Jean Pieget menyebutkan struktur kognitif sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skema ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Dengan demikian, seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil.28

Hal ini berarti, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu sesuatu yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan syaraf.29 Bagaimana seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan mereka ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat terhadap suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan.

27C. Asri Budiningsih, op. cit., hlm. 44. 28Erman Suherman, dkk, op. cit., hlm. 36. 29C. Asri Budiningsih, op. cit., hlm. 35.

(33)

Perkembangan skemata ini berlangsung terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak. Pieget berpendapat bahwa proses belajar (adaptasi skemata) akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi merupakan proses pengintegrasian informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru. Sedangkan ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.30

Lebih lanjut, piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat tahap. Pembagian tahapan ini disusun berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongnan menengah Swiss.31 Pembagian tahapan-tahapan tersebut adalah:32

1) Tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun); tahap pertumbuhan kemampuan tampak dari kegiatan motorik dan persepsi yang sederhana;

2) Tahap preoperasional (umur 2 – 7/8 tahun); ciri tahap perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif; 3) Tahap operasional konkrit (umur 7/8 – 11/12 tahun); ciri pokok

perkembangan tahap ini adalah bawa anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversiable dan kekekalan; dan

30

Ibid, hlm. 35-36; Namun demikian Erman Suherman hanya menuliskan dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi, tanpa mencantumkan istilah ekuilibirasi. Tetapi Erman mensaratkan adanya keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi, dimaksudkan agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi, inilah yang sebenarnya proses ekuilibirasi itu sendiri.

31Erman Suherman, dkk, op. cit., hlm. 37. 32C. Asri Budiningsih, op. cit., hlm. 37-40

(34)

4) Tahap operasional formal (11/12 – 18 tahun); perkembangan pada tahap ini adalah sudah adanya kemampuan berfikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan manarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa.

c. Teori Konsep Bruner

Inti belajar menurut Bruner (Jarome Bruner) adalah bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentranformasikan informasi secara aktif. Dalam hal ini perhatian Bruner tertuju pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya dan apa yang memberikan kemampuan padanya.33

Bruner dalam memandang proses belajar menekankan pada pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learning, ia menegaskan bahwa proses belajar akan berjalan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.34 Asumsi yang mendasarkan teori Bruner adalah pertama, perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan terjadi pada diri individu dan lingkungannya. Kedua, seseorang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang telah dimilikinya.35

Belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam

33 Udin S. Winataputra, dkk., op. cit., hlm. 154. 34

Ibid, hlm. 41

35Djiwanto, Pembelajaran Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika, IAIN Walisongo Semarang, tanggal 19 Juli 2009, hlm. 7

(35)

tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) manusia yang mempelajarinya.36

Bruner memandang bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan demikian dengan metode penemuan membuat pengetahuan peserta didik akan menjadi lebih baik. Akibatnya dari metode ini, bahwa Bruner tidak mengembangkan teori belajar secara sistematis, namun yang penting adalah bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi secara aktif.37

Dalam mengklasifikasikan tahapan-tahapan perkembangan, Bruner membaginya menjadi tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu:38

1) Enaktif; yaitu aktifitas sebagai upaya memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam tahap ini, pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkrit atau situasi yang nyata.39

2) Ikonik; seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.

3) Simbolik; seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.

Selanjutnya, Bruner menjelaskan model pemahaman konsepnya, yaitu bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi, dan menempatkan contoh-contoh

36Hidayat, Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika, (Semarang: FMIPA UNNES, 2004), hlm. 8.

37Ibid, hlm. 6-7.

38Roestiyah, op. cit., hlm. 41-42.

39Lihat: Editor, artikel: “Model Pembelajaran Creative Problem Solving dengan Video Compact Disk dalam Pembelajaran Matematika”, www.mathematic.transdigit.com, diakses tanggal 5 Agustus 2009.

(36)

objek) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada sebelumnya, sedangkan dalam pembentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu tindakan untuk membentuk kategori-kategori baru. Jadi merupakan tindakan penemuan konsep.

Bruner memandang bahwa suatu konsep memiliki 5 unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui unsur dari konsep tersebut, meliputi:

a. nama;

b. contoh-contoh, baik yang positif maupun negatif; c. karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; dan d. kaidah.40

2. Pembelajaran Konsep Matematika

Secara etimologi, istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman), mathematique (Prancis), atau matematicio (Itali), berasal dari perkataan Latin mathematica. Kata ini di ambil dari kata-kata Yunani mathematike, yang berarti relating of learning. Kata ini sebenarnya mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Selain itu kata mathematike juga berhubungan erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, mathanein yang mengandung arti belajar (berfikir).41

Dalam The American Edicator Encyclopedia disebutkan bahwa “mathemtics is an inclusive term for a number of branches of learning that deal with magnitudes, number, quantities, and their relationships. Moeliono mengartikan matematika sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan,dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Sedangkan Fowler berpendapat bahwa

40Roestiyah, op. cit., hlm. 42-43 41Mutadi, op. cit, hlm. 14

(37)

matematika adalah ilmu yang memperlajari pengetahuan ruang dan bilangan.42

Dari berbagai definisi di atas, maka dapat dipahami bahwa matematika setidaknya mempelajari tentang keluasan-keluasan, bilangan-bilangan, ruang dan bagian-bagiannya, besaran dan hubungan-hubungannya, bersifat abstrak, deduktif, terstruktur, dan aksiomatis. Terdapat enam karakteristik dalam matematika, yaitu: (1) Memiliki objek kajian yang abstrak; (2) Bertumpu pada kesepakatan-kesepakatan; (3) Berpola pikir deduktif; (4) Memiliki simbol yang kosong dari arti; (5) Memperhatikan semesta pembicaraan; dan (6) Konsisten dalam sistemnya.43

Johnson dan Rising (1972) berpendapat bahwa matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi.44

Menurut Soejadi yang dikutip Amin Suyitno, dinyatakan bahwa konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan. Sehingga konsep merupakan sesuatu yang abstrak yang memungkinkan kita untuk mengelompokkan (mengklasifikasikan) objek atau kajian. Konsep adalah himpunan stimulus dengan sifat-sifat yang bertingkat.45 Secara ringkas dapat dikatakan bahwa konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan benda-benda (objek) ke dalam contoh dan non contoh.46

Nasution mencoba mendefinisikan belajar konsep melalui penjelasannya yaitu:

42Amin Suyitno, dkk., Dasa-Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I, (Semarang: FMIPA UNNES, 2001) hlm. 1

43R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikam Nasional, 1999), hlm. 13.

44Erman Suherman, dkk, op. cit., hlm. 44 45Amin Suyitno, dkk, op. cit., hlm. 16.

(38)

”Bila seseorang dapat menghadapi benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia telah belajar konsep... yang dinyatakan dengan nama ”warna”, ”bentuk”, ”ukuran” ... Konsep yang konkrit serupa ini dapat ditunjukkan bendanya, jadi diperoleh dengan pengamatan. Pada taraf yang lebih tinggi diperoleh konsep abstrak, yaitu konsep menurut definisi...”47

Belajar konsep sangat berbeda dengan belajar stimulus-respon. Hal ini dikarenakan stimulus-respon lebih berhubungan dengan bentuk fisik tertentu, sedangkan konsep sudah lepas sama sekali dari bentuk atau kesamaan fisik.48 Pengertian ini dapat dipahami bahwa jika seorang anak diberikan konsep sudut, misalnya, maka anak tidak lagi memahami sudut yang terkait dengan benda fisik tertentu (sudut meja, sudut buku, sudut kamar, dsb), melainkan sudah menjadi pemahaman terhadap setiap hal.

Pengetahuan konsep sendiri adalah pengetahuan yang berisi banyak hubungan atau jaringan ide. Jika ide diumpakan dengan titik-titik, maka pengetahuan konsep adalah sebuah kumpulan titik-titik yang menyatu dan hubungan-hubungan diantaranya.49 Pengetahuan konsep lebih dari sekedar ide tunggal, namun terdapat ribuan ide yang menghasilkan pemahaman tertentu. Ini berarti juga bahwa pengetahuan konsep adalah pengetahuan yang dipahami. Jika konsep dilihat sebagai kumpulan ide, maka untuk menjalankan dan menerapkan ide-ide yang terbentuk dibutuhkan sebuah pengetahuan khusus yang mampu mengakomodasi ide-ide tersebut. Maka dalam hal ini munculnya apa yang disebut De Walle dengan pengetahuan prosedural. Dia menjelaskan bahwa:

“pengetahuan prosedural tentang matematika adalah pengetahuan tentang aturan atau cara yang digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika. Pengetahuan prosedural mencakup

47S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 161.

48

Ibid, hlm. 164.

49John A. Van de Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah: Pengembangan

(39)

pengetahuan tentang langkah demi langkah melakukan tugas seperti mengalikan 47 X 68.”50

Pengetahuan prosedural tentang matematika mempunyai peran yang sangat penting baik dalam belajar maupun mengerjakan matematika. Prosedur yang berupa algoritma, misalnya, sangat membantu dalam mengerjakan tugas rutin dengan mudah, dan memberikan kebebasan kepada otak kita untuk berkonsentrasi pada tugas-tugas yang lebih penting. Tetapi ketrampilan dalam penggunaan prosedur tidak akan membantu mengembangkan pengetahuan konsep yang terkait dengan prosedur tersebut.51 Sebagai contoh, mengerjakan pembagian panjang yang tidak berakhir tidak akan membantu peserta didik memahami apa arti pembagian. Kenyataan lain, peserta didik yang terampil dalam prosedur tertentu tidak dapat memberikan arti tentang prosedur tersebut.

Terhadap kenyataan tersebutlah maka pengetahuan yang bersifat prosedural seharusnya jangan diajarkan tanpa disertai konsep52, meskipun hal ini yang banyak dilakukan pendidik dalam mengajarkan matematika. Pendidik cenderung memberikan rumus-rumus jadi, kemudian dilanjutkan dengan contoh yang menjelaskan prosedur menyelesaikan masalah dengan rumus tersebut. Inilah yang menunjukkan pentingnya penanaman konsep kepada peserta didik. Prosedur-prosedur tanpa dasar konsep ini hanyalah merupakan aturan tanpa alasan yang akan membawa kepada kesalahan dan ketidaksukaan terhadap matematika.

Persyaratan pembelajaran untuk mencapai konsep matematika sebagaimana tersebut di atas adalah tersedianya contoh-contoh yang menunjukkan kesamaan-kesamaan dalam beberapa hal dan perbedaan-perbedaannya.53 Pengajaran konsep memberi kesempatan untuk menganalisis proses berfikir peserta didik dan membantu mereka untuk mengembangkan strategi yang lebih efektif.

50Ibid. 51 Ibid. 52 Ibid.

53Mulyani Sumantri dan Johar Permana, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Maulana, 2001), hlm. Hlm. 41.

(40)

Untuk mengajarkan konsep dapat ditunjukkan dengan suatu yang konkrit, misal dengan model (untuk bangun ruang dan bangun datar). Dapat pula cara penyajian dalam bentuk lain yang sesuai, misalnya untuk konsep fungsi, pendidik dapat menyatakan persamaannya dengan diagram yang menunjukkan dan menggambarkan fungsi tersebut. Pendapat ini didukung oleh Nasution bahwa cara mengajarkan konsep adalah menuangkan konsep yang dipelajari dalam bentuk skema atau diagram.54 3. Metode Pembelajaran Eksperimen

Secara umum Mulyasa menyatakan bahwa metode pembelajaran eksperimen adalah suatu bentuk pembelajaran yang melibatkan peserta didik bekerja dengan benda, bahan-bahan dan peralatan laboratorium, baik secara perseorangan maupun kelompok. Eksperimen merupakan situasi pemecahan masalah yang di dalamnya berlangsung pengujian serta hipotesis dan terdapat variabel-variabel yang dikontrol ketat.55 Metode pembelajaran eksperimen merupakan metode pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai subyek yang aktif.56 Hal ini dikarenakan dalam metode pembelajaran eksperimen, peserta didik dihadapkan pada situasi pemecahan masalah yang di dalamnya berlangsung pengujian suatu hipotesis dan terdapat variabel-variabel yang dikontrol dengan hal-hal yang diteliti dalam suatu eksperimen adalah pengaruh tertentu terhadap variabel lain.57

Metode ini mempunya tujuan agar peserta didik mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Juga peserta didik dapat terlatih dalam cara berpikir ilmiah (scientific thinking).58 Dengan

54Noehi Nasution, dkk, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1997), hlm. 29. 55E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional; Menciptakan Pembelajaran Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 110.

56E. Mulyasa, Kurikulum Berbasisi Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 234.

57 E. Mulyasa, “Menjadi Guru Profesional:....” op. cit., hlm. 110 58 Roestiyah, op. cit., hlm. 80.

(41)

demikian, peserta didik akan menemukan sendiri suatu kebenaran dari teori suatu materi yang sedang dipelajarinya.

Senada dengan definisi di atas, Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan metode pembelajaran eksperimen sebagai cara penyajian pembelajaran di mana peserta didik melakukan percobaan dengan menjalani dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.59 Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen ini peserta didik diberi kesempatan untuk menjalani sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses tertentu.60 Dengan demikian, peserta didik dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya. Eksperimen sendiri dilakukan untuk mengetahui kebenaran suatu gejala dan dapat menguji dan mengembangkannya menjadi suatu teori.61 Penggunaan metode pembelajaran eksperimen akan menjadikan proses pembelajaran berjalan secara aktif. Peserta didik akan secara total dilibatkan di dalamnya.62

Jadi metode pembelajaran eksperimen dapat diartikan sebagai cara pembelajaran yang melibatkan peserta dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil eksperimen tersebut. Dalam hal ini peserta didik melakukan kegiatan mengkaji, menyelidiki, menyusun hipotesis, mencoba menemukan secara induktif, merumuskan, memeriksa, dan membuat simpulan tentang objek. Misalkan peserta didik diberikan suatu benda-benda konkrit yang harus digunakan peserta didik untuk memperoleh suatu kesimpulan tertentu dan biasanya sebagai konsep yang harus ditemukan, seperti sifat-sifat dan sebagainya.

59Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 84.

60

Ibid.

61Roestiyah, op. cit., hlm. 80.

(42)

Dalam al-Qur’an metode eksperimen dijelaskan secara implisit yang salah satunya terdapat pada Q.S. al-Hujaraat ayat 6:

ﺔﹶﻟﺎﻬﺠﹺﺑ ﺎﻣﻮﹶﻗ ﺍﻮﺒﻴﺼﺗ ﹾﻥﹶﺃ ﺍﻮﻨﻴﺒﺘﹶﻓ ﹴﺈـﺒﻨﹺﺑ ﻖﺳﺎﹶﻓ ﻢﹸﻛَﺀﺂﺟ ﹾﻥﹺﺇ ﺍﻮﻨﻣﹶﺃ ﻦﻳﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃﺎﻳ

ﻦﻴﻣﺩﺎﻧ ﻢﺘﹾﻠﻌﹶﻓ ﺎﻣ ﻰﹶﻠﻋ ﺍﻮﺤﹺﺒﺼﺘﹶﻓ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. “63

Proses pembelajaran dengan metode eksperimen dapat dilakukan secara individual atau secara kelompok. Jika tujuannya untuk melatih belajar bekerja mandiri, pembelajaran harus dilakukan secara individual. Belajar sendiri memungkinkan peserta didik belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya. Hal ini menguntungkan peserta didik yang lambat belajarnya dalam memahami materi, karena tidak terseret-seret oleh temannya yang cepat belajarnya.

Materi untuk belajar individual harus dipilih yang sesuai dengan kemampuan peserta didik. Penjelasan dan perintah kepada peserta didik kelas rendah sebaiknya diberikan secara lisan. Bagi peserta didik kelas tinggi, informasi dan perintah dapat disampaikan secara tertulis pada lembar kerja peserta didik. Untuk tujuan belajar kerjasama, pembelajaran dilaksanakan secara kelompok.

Kegiatan pembelajaran yang diterapkan berarti pula penyediaan pengalaman belajar bagi peserta didik. Pengalaman yang ditawarkan dalam metode pembelajaran eksperimen tidak hanya sebatas pengalaman visual atau pengalaman audio saja, melainkan lebih pada pengalaman membuktikan dengan jalan mengalami prosesnya sendiri secara nyata. Terkait dengan hal tersebut, guru perlu memahami modus atau pola pengalaman belajar peserta didik dan kemungkinan hasil belajar yang dicapainya, dalam “Kerangka Kerucut Pengalaman” (gambar 2.1).

(43)

Gambar 2.1 : Kerangka Kerucut Pengalaman64

Dari diagram di atas, dapat dipahami bahwa kemampuan kebanyakan orang hanya akan mengingat 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan dingar, 70% dari apa yang diucapkan, dan 90% dari apa yang dilakukan.65

Sedangkan Johnsong dan Rising yang dikutip Ruseffendi menyatakan bahwa peserta didik dapat mengingat 20% dari yang didengar, 50% dari yang dilihat, dan 75% dari yang diperbuatnya.66 Berdasarkan besarnya presentasi dari keadaan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen merupakan metode yang cukup efektif. Belajar melalui berbuat lebih dari pada melalui mata atau telinga.

Selanjutnya Mulyasa merumuskan beberapa hal yang perlu dipersiapkan dan diperhatikan oleh pendidik dalam melakukan pembelajaran dengan metode eksperimen, yaitu:67

a. Pendidik menetapkan tujuan ekperimen

b. Pendidik mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam pembelajaran dengan metode eksperimen

c. Pendidik mempersiapkan tempat untuk melakukan eksperimen

d. Pendidik harus mempertimbangkan jumlah peserta didik dengan alat-alat yang tersedia.

64Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 75.

65

Ibid; lihat juga: Les Giblin, Skill With People, (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), hlm. C.

66Ruseffendi, Pengajaran Matematika, (Bandung: Tarsito, 1997), hlm. 189. 67E. Mulyasa, op. cit., hlm. 110-111.

baca dengar

lihat lihat dan dengar

katakan lakukan Yang diingat 10% 20% 30% 50% 70% 90% Modus Verbal Visual Berbuat

(44)

e. Untuk memperkecil resiko kerja eksperimen, pendidik harus memperhatikan keamanan dan kebersihan dalam melakukan pembelajaran dengan metode eksperimen.

f. Pendidik mengkondisikan peserta didik untuk memperhatikan kedisiplinan dan tata tertib dalam melakukan eksperimen.

g. Pendidik memberikan penjelasan tentang apa yang harus diperhatikan dan tahapan-tahapan yang mesti dilakukan.

Namun demikian, dalam pembelajaran dengan metode eksperimen tentu mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Hal ini sangat wajar karena begitu kompleksnya hal-hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan. Syaiful Bahri Djamarah menuliskan beberapa kelebihan dan kelemahan dari metode pembelajaran eksperimen sebagai berikut:68

a. Kelebihan Metode Eksperimen

1) Membuat peserta didik lebih percaya penemuan atau kesimpulan berdasarkan percobaannya.

2) Metode eksperimen berguna dalam membina peserta didik untuk melakukan terobosan-terobosan baru dengan penemuaannya. Sehingga bisa jadi materi yang peserta didik konstruksikan dalam pikiran mereka akan lebih luas.

3) Hasil dan percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.

b. Kelemahan Metode Eksperimen

1) Metode eksperimen cenderung lebih sesuai pada bidang-bidang sains dan teknologi

2) Memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan mahal

3) Menuntut ketelitian, keuletan dan ketertiban

4) Dalam melakukan eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan.

Gambar

Tabel 1.1. Nilai Akhir Semester Ganjil Tahun Ajaran 2008/2009  Mata Pelajaran Matematika
Gambar 2.1 : Kerangka Kerucut Pengalaman 64
Gambar 3.1. Skema Model Penelitian Tindakan 7 1.  Persiapan Penelitian
Gambar 4.1: Model kartu persamaan 2x – 3 = – 3x + 2
+2

Referensi

Dokumen terkait

1) Air Bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Menteri Kesehatan, Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990

PERANCANGAN INTERIOR RUMAH SAKIT BERSALIN DENGAN METODE WATER BIRTH.. Oleh

Mencermati dari hasil penelitian di atas maka perkembangan city hotel di Kota Denpasar, memang sangat mengkhawatirkan pengusaha hotel melati, bukan saja karena adanya

Data darah diambil melalui vena jugular tiga kali selama percobaan yaitu pada awal (0 bulan), pertengahan (1 bulan) dan akhir percobaan (2 bulan). Rusa sebagai hewan ruminansia

Kegiatan P2M “Pelatihan Pola Pembinaan Cabang Olahraga Bolavoli Usia Dini Bagi Guru Penjasorkes Sekolah Dasar di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng”, telah direncanakan

Jika harga transaksi memberikan bukti terbaik atas nilai wajar pada saat pengakuan awal, maka instrumen keuangan pada awalnya diukur pada harga transaksi dan selisih antara

• Hal inilah yang menyebabkan kebutuhan arus proteksi ICCP spesimen dengan kondisi cacat coating yang sama pada penelitian meningkat seiring dengan naiknya temperatur

Efisiensi yang diterapkan pada perancangan ini adalah penataan ruang dalam kawasan pusat kota dengan ruang terbuka yang dapat difungsikan sebagai tempat parkir (parkir