• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 1992).

Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi: (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibeku (daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap, dan (6) daging olahan. Protein adalah komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang kengkap dan seimbang. Selain protein, otot mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen anorganik. Otot mengandung 75% air, 19% protein, 3,5% substansi non protein yang larut, dan 2,5% lemak (Soeparno, 1992).

Dalam daging segar, sebelum dimasak, bentuk kimia yang paling penting adalah oksimioglobin. Walau itu terjadi di permukaan saja, pigmen ini sangat penting karena menggambarkan warna merah cerah yang dikendaki oleh pembeli (Lawrie, 1987).

2.1.1 Kornet

Kornet berasal dari bahasa Yunani yaitu corned yang berarti diawetkan atau dicuring dengan garam. Kornet didefinisikan sebagai daging yang diawetkan dalam kaleng. Pada mulanya kornet merupakan hasil proses produksi dari pemisahan ekstraksi daging sapi, dengan cara dimasak untuk memperoleh larutan yang berwarna cokelat dan

(2)

mempunyai citarasa yang khas. Residu pemasakan diiris-iris, diberi garam dan nitrit, dicampur dan dimasukkan ke dalam kaleng untuk mengalami proses sterilisasi (Wilson et al., 1981).

Kornet daging sapi didefinisikan sebagai produk makanan semipadat dalam bentuk masa yang kompak yang disiapkan dari daging sapi, kentang, bahan curing, bumbu-bumbu dan bahan pilihan tertentu. Kornet daging sapi harus dimasak setengah matang dalam ketel uap panas hingga hasil masaknya sekitar 30%. Jika diinginkan, daging sapi, kentang dan bawang dapat dipotong dan dicampur dalam rotary cutter. Hasil campuran tersebut diisi dengan mesin ke dalam kaleng yang kemudian dikedapkan dari udara dan ditutup. Proses tersebut harus diproses tanpa adanya penundaan. Dilakukan untuk kaleng 454 gram adalah 75 menit pada 121ºC (Jackson dan Shinn, 1979).

Bahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling. Bahan tambahan yang diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan pengisi, air, lemak gula dan bumbu. Daging sapi yang sudah digiling dimasukkan ke dalam mixer untuk mencampur daging, bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang homogen. Agar emulsi tetap terjaga stabilitasnya, pencampuran harus dilakukan dengan suhu rendah (10º-16ºC). Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng yang sebelumnya telah disterilkan dengan panas. Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara memasukkan kaleng ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120ºC dan tekanan 0,55 kg/cm2, selama 15 menit. Agar daging tidak mengalami pemanasan yang berlebihan, kaleng yang telah disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak pendingin yang berisi air selama 20 - 25 menit. Setelah permukaan kaleng

(3)

dibersihkan dengan lap hingga kering, produk siap untuk diberi label dan dikemas (Anonim, 2012).

2.1.2 Daging Asap

Pengasapan telah dilakukan sejak dulu dengan tujuan mengawetkan produk-produk hewani, serta membentuk warna dan cita rasa yang menarik. Pada saat ini, proses pengasapan digunakan untuk meningkatkan cita rasa dan warna luar, terutama pada daging (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

Pengasapan adalah cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel dan terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh daging, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk (Adawyah, 2008).

Daging asap merupakan irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan banyak terbakar. Daging asap berasal dari daging yang diiris tipis-tipis mengikuti arah jaringan otot. Cara pembuatan daging asap adalah lemari asap sudah disiapkan, diisi dengan kayu keras dan dibakar, setelah kayu terbakar, api dipadamkan sehingga kayu tetap membara dan mengeluarkan asap. Irisan daging berukuran kecil dan sedang diletakkan dianyaman jarang. Irisan berukuran panjang lebih baik digantung. Setelah itu lemari ditutup rapat. Pengasapan ini dilangsungkan selama 48 jam sehingga dihasilkan daging asap kering dengan warna coklat tua. Selama pengasapan, pembakaran kayu harus dijaga agar tidak mengeluarkan api. Jika kayu berapi, kayu lebih cepat habis, kurang berasap, dan suhu terlalu tinggi. Selama pengasapan, suhu perlu diusahakan

(4)

tidak lebih dari 80ºC. Daging asap yang benar-benar kering dapat disimpan ke dalam kantong plastik dan ditutup rapat (Anonim, 2001).

Banyak senyawa kimia telah diisolasi dari asap kayu. Senyawa yang paling penting adalah asam, fenol, dan karbonil. Fenol merupakan senyawa yang paling berperan terhadap cita rasa, sedangkan karbonil berperan terhadap warna. Senyawa-senyawa yang bersifat asam mempercepat reaksi curing dan berperan terhadap pembentukan warna merah muda dari daging yang dicuring (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

2.2 Bahan Tambahan Makanan (BTM)

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau dharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Permenkes RI., 1988).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/1988 membagi golongan bahan tambahan pangan yang diizinkan yaitu: antioksidan; antikempal; pengatur keasaman; pemanis buatan; pemutih dan pematang telur; pengemulsi, pemantap, dan pengental; pengawet; pengeras; pewarna; penyedap rasa dan aroma, penguat rasa; dan sekuestran. Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

(5)

Nitrit dan nitrat adalah senyawa nitrogen alami yang terdapat di dalam air dalam tanah dan air permukaan. Kalium/natrium nitrit dan kalium/natrium nitrat telah digunakan dalam daging olahan (curing) selama berabad-abad di berbagai negara, termasuk Indonesia. Nitrit merupakan senyawa nitrogen yang reaktif. Sumber utama nitrit secara umum adalah makanan, terutama sayuran dan air minum. Hal yang perlu diperhatikan adalah pemakaian pupuk pada sayuran. Jika pupuk urea banyak digunakan, akan menyebabkan paparan pada manusia melalui sayuran, terutama sayuran yang berwarna hijau serta sayuran dari umbi dan air minum (Cassens, 1995). Nitrit dan nitrat terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit. Natrium nitrit berbentuk butiran berwarna putih dan kalium nitrit berwarna kuning atau putih dengan kelarutan dalam air yang cukup tinggi (Pratiwi, 2008).

2.4 Nitrit dan Nitrat dalam Daging

Pengawetan daging menggunakan garam telah menjadi praktik umum yang terjadi di seluruh dunia selama berabad-abad dan dirancang untuk menyediakan pasokan terus pada saat kelangkaan daging (Walters, 1996).

Garam nitrit atau nitrat (diubah oleh mikroba menjadi nitrit dalam pencernaan) yang terdapat di dalam makanan berasal dari pemakaian nitrit sebagai pengawet sekaligus pemberi warna cerah pada daging olahan (bacon) dan daging kaleng (Silalahi, 2006).

Curing adalah suatu proses pengolahan yang dapat menghambat pertumbuhan organisme melalui penggunaan garam nitrit dan nitrat dan juga berfungsi untuk mempertahankan warna daging. Manfaat melakukan curing adalah untuk mempertahankan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk

(6)

mengurangi pengerutan daging selama proses pengolahan, serta memperlama masa simpan produk daging (Soeparno, 1992).

Nitrit dan nitrat terjadi secara alamiah dalam lingkungan dan juga sengaja ditambahkan pada beberapa makanan olahan seperti daging olahan dan awetan dimana nitrit berfungsi sebagai pengawet dan pewarna. Nitrit dan nitrat sebagai pengawet makanan yang diizinkan, tetapi perlu diperhatikan penggunaannya dalam makanan agar tidak melampaui batas, sehingga tidak berdampak negatif bagi kesehatan manusia (Walters, 1996).

Berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/IX/1988, batas maksimum penggunaan nitrit pada kornet daging sapi adalah 50 mg/kg dan pada daging olahan dan daging awetan termasuk daging asap adalah 125 mg/kg. Sedangkan penggunaan nitrat pada daging olahan dan daging awetan termasuk kornet dan daging asap memiliki batas maksimum yakni 500 mg/kg (Permenkes RI., 1988).

Penggunaan nitrit sebagai pengawet memiliki tujuan yaitu pertama untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen, mikroba patogen paling berbahaya yang terdapat di dalam daging adalah Clostridium botulinum. Nitrit dapat menghambat produksi toksin Clostridium botulinum dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora atau dengan cara membentuk senyawa penghambat yang akan terbentuk bila nitrit dalam daging dipanaskan. Kedua membentuk cita rasa, peranan nitrit yang berhubungan dengan cita rasa adalah sifat nitrit sebagai antioksidan yaitu nitrit akan menghambat oksidasi lemak yang akan membentuk senyawa-senyawa karbonil seperti aldehid, asam-asam dan keton yang menyebabkan bau dan rasa tengik. Ketiga memberikan warna yang menarik, penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan untuk memberi warna merah yang menarik. Pigmen dalam otot

(7)

daging terdiri dari protein yang disebut mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin yang berwarna merah terang. Warna merah dari oksimoglobin tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebih akan membentuk methemoglobin yang berwarna coklat (Soeparno, 1992).

2.5 Efek Toksik Nitrit dan Nitrat

Nitrit dapat bereaksi dengan zat-zat yang ada dalam saluran pencernaan. Nitrit juga dapat terbentuk melalui reduksi nitrat oleh bakteri pada infeksi kelenjar kemih. Sintesa nitrit dan nitrat juga terjadi didalam jaringan tubuh mamalia oleh bakteri heterotrop. Jika pH lambung meningkat, bakteri akan berkembang yang kemudian dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Nitrat diabsorbsi dengan cepat pada saluran pencernaan bagian atas, dan sebagian besar dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran melalui urin mempunyai waktu paruh sekitar 5 jam. Sebagian nitrat yang diangkut dalam darah dikeluarkan melalui kelenjar ludah. Nitrat yang berada dalam rongga mulut dapat direduksi menjadi nitrit oleh mikroba rongga mulut dan kemudian tertelan. Sebanyak 25% dari asupan nitrat dikeluarkan melalui kelenjar ludah. Sekitar 20% dari nitrat dalam kelenjar ludah direduksi menjadi nitrit, dengan demikian sekitar 5% dari seluruh asupan nitrat akan direduksi menjadi nitrit dalam ludah dan tertelan kembali (Cassens, 1995).

Methaemoglobin adalah hemoglobin yang di dalamnya ferro (Fe2+) telah diubah menjadi ferri (Fe3+) dan kemampuannya untuk mengangkut oksigen telah berkurang dan menyebabkan warna darah menjadi coklat. Methaemoglobin dapat terjadi jika hemoglobin terpapar terhadap oksidator, termasuk nitrit. Sebenarnya darah manusia secara normal mengandung methaemoglobin pada konsentrasi tidak melebihi 2%. Tetapi, jika kadarnya meningkat menjadi 20% dapat menyebabkan gangguan pada pengangkutan oksigen yang nyata, namun masih dapat ditoleransi. Darah yang

(8)

mengandung methaemoglobin yang tinggi disebut methaemoglobinemia, terjadi gejala kulit biru (sianosis), sesak napas, mual dan muntah, serta shock. Kematian dapat terjadi jika kadar methaemoglobin mencapai 70% (Hill, 1996).

Penggunaan nitrit dan nitrat sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging atau ikan ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik. Nitrosamin merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik, nitrosamin dapat menimbulkan tumor pada bermacam-macam organ, termasuk hati, ginjal, kandung kemih, paru-paru, lambung, saluran pernafasan, pankreas dan lain-lain (Mirvish, 2008).

Senyawa nitrosamin yang dihasilkan dari reaksi nitrit dengan amin sekunder merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik. Nitrosamin terbentuk melalui reaksi kimia antara agen nitrosasi dan senyawa amin yang mudah dinitrosasi. Pada umumnya, prekursor (bahan baku) pembentuk nitrosamin adalah amin sekunder dan tertier. Agen nitrosasi yang paling penting dalam pembentukan nitrosamin adalah N2O3 yang mudah terbentuk dari nitrit dalam suasana asam sebagai berikut:

NO2- + H+ HNO2 HNO2 + H+ H2NO2+

H2NO2+ + NO2- N2O3 + H2O

N2O3 bereaksi dengan pasangan elektron bebas yang ada pada amin sekunder membentuk nitrosamin.

R2NH + N2O3 R2N−N=O + HNO2 (Winarno, 1992).

Reaksi ini terjadi pada suasana asam dalam air. Kondisi pH yang optimum untuk nitrosasi senyawa amin sekunder berkisar antar 2,5 dan 3,5 (Winarno, 1992).

(9)

Amin-amin sekunder yang paling banyak ditemukan dalam daging adalah piperidin, dietil amin, pirolidin, dan dietil amin (Lawrie, 2003). Untuk mencegah terbentuknya nitrosamin maka dianjurkan untuk menambahkan zat yang dapat menghambat proses tersebut misalnya penambahan asam askorbat dan vitamin E (Cassens, 1995).

2.6 Pemeriksaan Kualitatif Nitrit dan Nitrat

Pemeriksaan kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi asam sulfanilat dan N-(1-naftil) etilen dihidroklorida (NED). Larutan yang mengandung nitrit dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan beberapa tetes asam sulfanilat dan NED lalu dikocok, dibiarkan beberapa menit, terbentuk warna ungu merah (Vogel, 1979). Reaksi antara nitrit dengan asam sulfanilat dan NED dapat dilihat pada Gambar 2.1.

HSO3 NH2CH3COOH+HNO2 HSO3 N=N-OOC.CH3 + 2H2O

Asam sulfanilat Garam diazonium

HSO3 N=N-OOC.CH3 +

Garam diazonium NED

HSO3 N = N NH2 + CH3COOH

Senyawa azo (merah)

Gambar 2.1 Reaksi antara nitrit dengan asam sulfanilat dan NED (Vogel, 1979)

Pemeriksaan kualitatif dapat dilakukan dengan mereduksi nitrat menjadi nitrit menggunakan logam Zn, pereaksi asam sulfanilat dan NED. Larutan yang mengandung nitrat direduksi menjadi nitrit dengan cara ke dalam filtrat dimasukkan sedikit logam Zn

(10)

dalam larutan asam asetat. Kemudian nitrat dapat dideteksi memakai pereaksi asam sulfanilat dan NED, warna ungu merah menunjukkan adanya nitrat.

2.7 Penentuan Kadar Nitrit dan Nitrat dengan Metode Spektrofotometri Sinar Tampak

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau serapan suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari spektrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tesebut akan menyerap radiasi elektromagnetik. Interaksi antara molekul dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi (Rohman, 2007).

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal sel dan konsentrasi larutan serta berbanding terbalik dengan transmitan. Cara kerja alat spektrofotometer sinar tampak ini adalah dimana sinar dari sumber radiasi diteruskan menuju monokromator kemudian cahaya dari monokromator diarahkan terpisah melalui blanko dan sampel dengan sebuah cermin berotasi. Kedua cahaya lalu bergantian berubah arah karena pemantulan dari cermin yang berotasi secara kontinyu. Detektor menerima cahaya dari blanko dan sampel secara bergantian secara berulang-ulang. Sinyal listrik dari detektor diproses, diubah ke digital dan dibandingkan antara sampel dengan blanko (Rohman, 2007).

Menurut Harris (1982), apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan yang berwarna maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap secara selektif dan radiasi sinar lainnya akan diteruskan. Absorbansi maksimum dari larutan berwarna terjadi pada daerah warna yang berlawanan dengan warna yang

(11)

diamati, misalnya larutan berwarna merah akan menyerap radiasi maksimum pada daerah warna hijau. Dengan kata lain warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang diamati. Daftar tabel panjang gelombang dan warna komplementernya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Daftar panjang gelombang dan warna komplementer

Panjang Gelombang

Serapan Maksimum (nm) Warna yang Diserap Warna yang Diamati 380−420 Lembayung (violet) Kuning kehijauan

420−440 Biru violet Kuning

440−470 Biru Jingga

470−500 Hijau kebiruan Merah

500−520 Hijau Lembayung (violet)

520−550 Hijau kekuningan Ungu

550−580 Kuning Biru violet

580−620 Jingga Biru

620−680 Merah Hijau kebiruan

680−780 Ungu Hijau

Sumber: Harris, D.C (1982)

Metode spektrofotometri sinar tampak digunakan untuk pemeriksaan kualitatif nitrit dengan pereaksi asam sulfanilat dan NED yang membentuk warna ungu merah dan dapat diukur dengan panjang gelombang maksimum 540 nm (Herlich, 2000). Metode ini berdasarkan atas reaksi diazotasi dimana senyawa amin primer aromatik dikopling dengan NED. Dengan adanya nitrit maka akan menghasilkan senyawa yang berwarna ungu kemerahan yang dapat diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Pada analisis menggunakan alat spektrofotometer sinar tampak dapat dilakukan pemilihan panjang gelombang dan pembuatan kurva kalibrasi. Waktu kerja (operating time) digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna yang bertujuan untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorban larutan. Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang memiliki absorbansi maksimum dari suatu

(12)

larutan baku pada konsentrasi tertentu. Kurva kalibrasi menunjukkan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi baku sehingga diperoleh persamaan regresi linier. Persamaan regresi ini dipakai untuk menghitung kadar analit dalam sampel (Rohman, 2007). Persamaan reaksinya dapat dilihat pada Gambar 2.1 pada Halaman 15.

Logam Zn dapat dipakai untuk mereduksi nitrat menjadi nitrit. Prosedur yang umum dilakukan untuk mereduksi nitrat menjadi nitrit menggunakan reduktor logam Zn dan penentuan hasil nitrit berdasarkan atas reaksi diazotasi dimana senyawa amin primer aromatik dikopling dengan NED. Dengan adanya nitrit akan menghasilkan senyawa berwarna ungu kemerahan yang dapat diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Maka kadar nitrat adalah selisih total nitrit sebelum reduksi dengan nitrit sesudah reduksi (Vogel, 1979).

2.8 Kadar Nitrit dan Nitrat dalam Daging

Penelitian tentang penetapan kadar nitrit dalam daging olahan telah dilakukan sebelumnya. Diantaranya pada sampel kornet daging sapi, daging burger sapi dan sosis daging sapi. Metode yang dipakai pada pemeriksaan kornet daging sapi, daging burger sapi dan sosis daging sapi tersebut adalah spektrofotometri sinar tampak dimana digunakan pereaksi asam sulfanilat dan NED. Hasil pemeriksaan kadar nitrit dan nitrat pada daging olahan secara spektrofotometri sinar tampak dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Hasil pemeriksaan kadar nitrit dan nitrat pada daging olahan secara

spektrofotometri sinar tampak

No Sampel Kadar (mg/kg) Persyaratan

(mg/kg) Rujukan Nitrit Nitrat 1 Kornet daging sapi 70,34-109,75 - 50 Rangkut i, 2008 2 Burger daging sapi 76,65-109,72 - 125 Lestari, 2011 3 Sosis daging sapi 51,96-107,44 - 125 Lusiana, 2013 - 2,00-47,24 500

(13)

Dari Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa pemeriksaan kadar nitrit (daging burger sapi dan sosis daging sapi) dan nitrat (sosis daging sapi) masih memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi karena kadarnya berada di bawah batas maksimum yang diizinkan yaitu 125 mg/kg (nitrit) dan 500 mg/kg (nitrat). Sedangkan pada sampel kornet daging sapi, diperoleh hasil bahwa sampel kornet daging sapi mengandung nitrit yang melebihi batas maksimumyang diizinkan yaitu 50 mg/kg.

2.9 Validasi

Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter validasi adalah kecermatan (accuracy), keseksamaan (precision), selektivitas (spesifitas), linieritas dan rentang, batas deteksi dan batas kuantitasi, ketangguhan metode (rugged-ness), dan kekuatan (robustness) (Harmita, 2004). Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Rohman, 2007).

2.9.1 Perolehan Kembali

Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan. Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni pembanding kimia ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu

(14)

pada sampel yang diperiksa lalu dianalisis lagi dengan metode tersebut.

Menurut Harmita (2004), perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut

% perolehan kembali = CF − CA

CA∗ × 100 %

Keterangan:

CF = Konsentrasi analit dalam sampel setelah penambahan bahan baku CA = Konsentrasi analit dalam sampel sebelum penambahan bahan baku C*A = Konsentrasi bahan baku yang ditambahkan ke dalam sampel

2.9.2 Presisi

Presisi adalah derajat kesesuaian di antara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis ditetapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar relatif (Satiadarma, dkk., 2004).

Parameter-parameter seperti simpangan baku (SB), simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation) dan derajat kepercayaan haruslah dikalkulasi untuk mendapatkan tingkat presisi tertentu. Nilai simpangan baku relatif dinyatakan memenuhi persyaratan jika kurang dari 20% (Ermer dan McB Miller, 2005). Simpangan baku relatif dapat ditentukan dengan rumus:

Simpangan baku relatif (RSD) = ×100% X

SD

(15)

Batas deteksi adalah nilai parameter, yaitu konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko (Harmita, 2004).

Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit yang dianalisis berada di atas atau di bawah nilai tertentu.

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas deteksi (LOD) = slope

SB x

3

Menurut Harmita (2004), batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas kuantitasi (LOQ) =

slope SB x

10

2.9.4 Linearitas

Linieritas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan kisaran konsentrasi analit tertentu. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari beberapa set larutan baku yang telah diketahui konsentrasinya. Persamaan garis yang digunakan pada kurva kalibrasi yang diperoleh dari persamaan y = ax + b. Persamaan garis akan menghasilkan koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi inilah yang digunakan untuk mengetahui linieritas suatu metode analisis. Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara

(16)

matematika, proporsional dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu (Satiadarma, dkk., 2004).

2.9.5 Rentang

Rentang adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup. Rentang suatu prosedur dapat divalidasi lewat pembuktian bahwa prosedur analitik tersebut mampu memberikan presisi, akurasi dan linieritas yang dapat diterima ketika digunakan untuk menganalisis sampel (Ermer dan McB Miller, 2005).

Gambar

Tabel 2.1 Daftar panjang gelombang dan warna komplementer  Panjang Gelombang
Tabel 2.2  Hasil pemeriksaan kadar nitrit dan nitrat pada daging olahan secara  spektrofotometri sinar tampak

Referensi

Dokumen terkait

Melihat banyaknya perkembangbiakan tutut didaerah banjar terdapat peluang besar untuk mengolah tutut menjadi nilai jual ekonomis dibandingkan dengan tidak diolah

Penulisan ilmiah kali ini membahas tentang aplikasi game Fball dengan menggunaka bahasa pemrograman J2ME, Penulis menyajikan aplikasi game ini untuk dimainkan pada sebuah

Aplikasi multimedia pengenalan lagu dan tarian tradisional Indonesia berbasis android dapat menggantikan media buku sebagai sumber dari pembelajaran tarian dan

STUDI PERSEPSI MUTU, SIKAP, DAN PERILAKU KONSUMSI OLEH WANITA DEWASA TERHADAP JERUK KEPROK ( Citrus reticulata ) LOKAL DAN IMPOR DI KOTA UNGARAN.. STUDIES OF MATURE WOMEN

Hal ini didukung pula oleh nilai tengah semester siswa yang rendah yaitu sebagian besar siswa belum mencapai nilai ketuntasan yaitu 7 yang berarti siswa

Tujuan kita berbangsa dan bernegara adalah menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sehingga negra ini dapat terpimpin dan tidak ada lagi perselisihan antar bangsa, karna

Adapun ucapan beliau: "Dia tidak terbatasi oleh enam penjuru arah yang membatasi segala makhluk ciptaan-Nya", tJcapan\ itu benar adanya, kalau dilihatbahwa Dia

Hasil penelitian tentang sikap sebelum diberikan penyuluhan tentang kanker payudara juga didukung oleh hasil penelitian Viviyawati (2014) tentang pengaruh pendidikan