• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Air merupakan salah satu kebutuhan makhluk hidup. Keberadaan air di muka bumi ini mengikuti suatu proses yang disebut daur hidrologi, yaitu proses yang tercakup ke dalam peralihan dari air laut menjadi uap, kemudian dari uap tersebut menjadi hujan. Air hujan yang turun sebagian meresap menjadi airtanah, sebagian lagi mengalir menjadi aliran permukaan dan kembali ke laut (Linsley dkk.,1989). Air merupakan sumberdaya vital dalam dalam menunjang kehidupan di berbagai sektor,baik secara langsung maupun tidak langsung. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memerlukan air dalam jumlah besar, sehingga memerlukan pengelolaan yang baik. Pemenuhan kebutuhan akan kegiatan pertanian umumnya berasal dari pemanfaatan air permukaan, yaitu dengan pembangunan bendung-bendung serta saluran irigasi untuk memperlancar dan mempermudah kegiatan penyaluran dan pengelolaan air.

Irigasi sendiri adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumberdaya manusia (PP No.20 thn 2006). Dengan adanya sistem irigasi ini diharapkan kegiatan pemenuhan kebutuhan air akan terpenuhi, sehingga kegiatan pertanian dapat lebih terjamin. Dengan adanya sistem irigasi ini juga diharapkan dapat menanggulangi kekurangan air pada musim kemarau akibat curah hujan yang menurun.

Disamping arti penting dari irigasi tersebut, terdapat beberapa syarat agar sistem irigasi dapat berjalan lancar yaitu dengan adanya

(2)

2

pendistribusian dan jaringan irigasi yang baik. Beberapa faktor yang mempengaruhi kurang baiknya sistem distribusi irigasi antara lain:

1. Faktor manusia;

2. Faktor dari jaringan irigasinya sendiri;

3. Berkurangnya debit air yang dikandung oleh sumber air irigasi atau reservoir.

Kabupaten Kulon Progo bagian selatan, khususnya daerah irigasi yang memperoleh pasokan air dari sistem irigasi Sapon, merupakan daerah dengan potensi agraris yang tinggi. Dengan luas lahan pertanian mencapai 2.250 Ha (Dinas PU Kab Kulon Progo, 2012) , daerah areal pertanian mencakup 3 kecamatan yaitu Kecamatan Galur, Kecamatan Panjatan, dan Kecamatan Lendah.

Dalam praktek di lapangan, daerah irigasi seringkali terletak pada jarak yang jauh dari sumber air. Untuk itu perlu dibuat suatu sistem penyaluran air sehingga kegiatan distribusi dapat berlangsung. Dengan adanya saluran irigasi, kegiatan penyaluran air dapat berjalan lebih lancar. Permasalahan muncul ketika air sistem irigasi tidak mampu mendistribusikan air untuk daerah-daerah yang memiliki jarak cukup jauh dari lokasi bendung atau reservoir. Sehingga daerah tersebut mengalami kekeringan atau mengalami keterlambatan panen, karena pasokan air yang terlambat atau bahkan tidak sampai.

Banyaknya penemuan saluran irigasi yang retak, pengambilan menggunakan selang air, maupun penemuan lubang-lubang buatan pada bagian bawah saluran, mengindikasikan adanya eksploitasi dan pemanfaatan air pada saluran tanpa memalui prosedur yang benar. Hal ini dikhawatirkan berakibat pada naiknya tingkat kehilangan air pada saluran, yang akhirnya akan menurunkan tingkat efisiensi penyaluran air.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka diperlukan suatu informasi dan penelitian mengenai efisiensi saluran irigasi dalam mendistribusikan air. Karena hal ini akan sangat membantu dalam usaha pemerataan distribusi air yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil

(3)

3

pertanian penduduk. Berdasarkan latarbelakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di daerah tersebut dengan judul “Efisiensi Saluran Irigasi Pada Sistem Irigasi Sapon Kabupaten Kulon Progo”.

1.2

Perumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah yang mendorong dilakukan penelitian :

1. Seberapa besar tingkat efisiensi saluran irigasi pada sistem irigasi Sapon dalam mendistribusikan air irigasi.

2. Faktor –faktor yang menyebabkan menurunnya efisiensi saluran.

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dari pelaksanaan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui besarnya efisiensi saluran primer dan sekunder pada sistem irigasi Sapon.

2. Mengindentifikasi besar kehilangan air dan faktor-faktor penyebabnya. 3. Memetakan tingkat efisiensi saluran pada sistem irigasi Sapon.

1.4

Kegunaan Penelitian

1. Memberikan informasi bagi instansi yang terkait dalam bidang pengairan, sehingga kegiatan distribusi pengairan dapat berjalanlebih baik.

2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Sistem Irigasi

Irigasi merupakan kegiatan penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi kepentingan pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal dari

(4)

4

permukaan dan air tanah. Pengaturan pengairan bagi pertanian tidak hanya tertuju untuk penyediaan air, tetapi juga untuk mengurangi berlimpahnya air hujan di daerah-daerah yang kelebihan air dengan maksud mencegah peluapan air dan kerusakan tanah. Dengan demikian pengaturan irigasi akan menjangkau beberapa teknis sebagai berikut :

1. Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani; 2. Penyaluran air irigasi dari sumbernya ke daerah atau lahan usaha tani; 3. Pembagian dan pemberian air di daerah atau lahan usaha tani ;

4. Pengaliran dan pembuangan air yang melimpah dari daerah pertanian. Keseluruhan di atas mempunyai tujuan utama yaitu membasahi tanah guna menciptakan keadaan lembab disekitar daerah perakaran agar tanaman tumbuh dengan baik (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan tambak (PP no 20 thn 2006). Tindakan intervensi manusia untuk mengubah agihan air dari sumbernya menurut ruang dan waktu serta mengelola sebagian atau seluruh jumlah tersebut untuk menaikkan produksi tanaman (Israelsen dan Hansen, 1986).

Sistem irigasi dapat dibagi menjadi 3 tipe (Sidharta,1997), yaitu : 1. Irigasi Sistem Gravitasi

Dalam sistem irigasi ini, sumber air diambil dari air yang ada di permukaan bumi, yaitu dari sungai, waduk dan danau. Pengaturan dan pembagian air ke petak dilakukan secara gravitasi.

2. Irigasi Sistem Pompa

Sistem ini dilakukan dengan memanfaatkan sumber air dari sungai. Sistem irigasi ini biasa dilakukan jika sistem pengambilan secara gravitasi tidak layak baik secara ekonomi maupun teknik.

3. Irigasi Pasang Surut

Yang dimaksud irigasi pasang surut adalah sistem irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang surut.

(5)

5

Areal yang direncanakan untuk tipe irigasi ini adalah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang surut air laut.

1.5.2 Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi yaitu saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya (Sidharta,1997). Dalam jaringan irigasi ada 4 unsur pokok dari bangunan irigasi yaitu :

1. Bangunan Utama

2. Jaringan Pembawa dan Kelengkapan Bangunannya 3. Saluran Pembuang

4. Petak Tersier

Berdasarkan kelengkapan fasilitas dan cara pengaturan pengukuran aliran, jaringan irigasi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :

1. Jaringan Irigasi Sederhana;

Di dalam irigasi sederhan, pembagian air tidak diukur atau diatur sehingga air akan lebih mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang dan curam. Kelemahan pada irigasi sederhana antara lain :

a) Ada pemborosan air karena padaumumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang subur;

b) Terdapat banyak pengendapan yang memerlukan lebih banyak biaya dari penduduk karena setiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendir-sendiri;

c) Karena bangunan penangkap air bukan bangunan tetap atau permanen, maka umurnya relatif pendek.

Ilustrasi Jaringan irigasi sederhana dapat dilihat pada Gambar 1.1 2. Jaringan Irigasi Semiteknis;

Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendung terletak di sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di

(6)

6

bagian hilirnya. Beberapa bangunan permanen biasanya juga sudah dibangun di jaringan saluran. Bangunan pengambil dipakai untuk melayani atau mengairi daerah yang lebih luas dari pada daerah layanan jaringan sederhana.

Ilustrasi Jaringan irigasi semi teknis dapat dilihat pada Gambar 1.2 3. Jaringan Irigasi Teknis.

Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara saluran irigasi pembawa dan saluran pembuang. Ini menunjukkan permbagian tugas antara saluran pembawa dan pembuang telah berfungsi dengan baik.

Ilustrasi Jaringan irigasi teknis dapat dilihat pada Gambar 1.3

Gambar 1.1. Ilustrasi Jaringan Irigasi Sederhana (Standar KP-01, 1986)

(7)

7

Gambar 1.2. Ilustrasi Jaringan Irigasi Semi Teknis (Standar KP-01, 1986)

Gambar 1.3. Ilustrasi Jaringan Irigasi Teknis (Standar KP-01, 1986)

(8)

8

Secara singkat, klasifikasi jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel 1.1 Tabel 1.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi

Klasifikasi jaringan irigasi

Teknis Semiteknis Sederhana

1 Bangunan Utama

Bangunan permanen

Bangunan permanen

atau semi permanen Bangunan sementara

2 Kemampuan bangunan dalam mengukur dan mengatur debit

Baik Sedang Jelek

3 Jaringan saluran

Saluran irigasi dan pembuangan terpisah

Saluran irigasi dan pembuangan tidak sepenuhnya terpisah

Saluran irigasi dan pembuangan jadi satu

4 Petak tersier Dikembangkan sepenuhnya

Belum dikembangkan atau densitas bangunan tersier jarang

Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan 5 Efisiensi secara keseluruhan

Tinggi 50%-60% Sedang 40%-50% Kurang dari 40%

6 Ukuran Tikda ada batas Sampai 2000Ha Tidak lebih dari 500 Ha 7 Jalan usaha

tani

Ada ke seluruh

areal Hanya sebagian areal Cenderung tidak ada

8 Kondisi O dan P - Ada instansi yang menangani - Dilaksanakan teratur

Belum diatur Tidak ad O dan P

(9)

9

Jaringan irigasi ini terbagi lagi menjadi bagian-bagian yaitu : 1. Jaringan irigasi primer

Adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagisadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya. 2. Jaringan irigasi sekunder

Adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.

3. Jaringan irigasi tersier

Adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya.

(PP no. 20 tahun 2006)

1.5.3 Pengukuran Debit Air

Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatu-satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan cara pengukuran kecepatan aliran, dengan metode-metode sebagai berikut :

1. Pengukur arus

Alat pengukur yang berputar yang dipasang dalam air pada lokasi yang diinginkan, dengan menghubungkan pengukur pada suatu tongkat (untuk air yang dangkal) atau dengan menggantungkan pada suatu kawat, jembatan maupun kapal.

2. Pelampung

Pengukuran global kecepatan aliran dilakukan dengan mengukur waktu pelampung melewati jarak yang terukur. Pelampung digunakan bila

(10)

10

pengukuran dengan pengukur arus tidak dapat dilakukan (karena sampah, banyak tanaman, atau faktor lain).

3. Tabung pitot

Merupakan peralatan untuk mengubah energi kinetik arus menjadi energi tekanan. Kenaikan yang dihasilkan berkaitan dengan kecepatan air. Metode ini sering digunakan pada pipa-pipa, saluran percobaan dan laboratorium.

4. Pengukur aliran ultrasonik

Pengukuran aliran menggunakan dua transduser ultrasonic yang direndam dalam kanal yang terbuka. Pulsa-pulsa energi ultrasonic dari transmitter merambat melalui air dan mencapai si penerima pada sisi yang lain. Perbedaan frekuensi terukur di antara kedua transmisi merupakan kecepatan air. (Seyhan, 1990)

Asdak (1995) mengatakan bahwa pengukuran debit paling sederhana dapat dilakukan dengan metode apung. Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan.

Menurut Soewarno( 1991), pengukuran debit dapat dilaksanakan secara langsung (direct)ataupun tidak langsung (indirect). Pengukuran debit dikatakan secara langsung apabila kecepatan alirannya diukur secara langsung dengan alat ukur kecepatan aliran, antara lain diukur dengan : 1. Alat Ukur Arus (current meter)

2. Pelampung (float), dan 3. Zat warna (dilution).

Pengukuran dikatakan tidak langsung jika kecepatanaliran tidak diukur secara langsung, tetapi melalui perhitungan, yaitu dengan rumus antara lain :

1. Manning 2. Chezy

(11)

11

Kecepatan aliran pada berbagai kedalaman air umumnya berbeda, dengan agihan masing-masing keceatan aliran untuk berbagai kondisi seperti terlihat pada Gambar 1.4 berikut

Gambar 1.4 Profil kecepatan aliran pada suatu penampang sungai (Seyhan, 1990)

1.5.4 Kehilangan Air

Hilangnya air pada suatu saluran irigasi dapat terjadi melalui kegiatan eksploitasi, evaporasi, dan rembesan. Kehilangan air melalui evaporasi dan rembesan umumnya sangat kecil jika dibandingkan dengan kehilangan akibat kegiatan eksploitasi (Standar KP-03, 1986).

1. Evaporasi

Evaporasi adalah penguapan air atau peristiwa berubahnya air menjadi uap air dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara. Berlangsungnya evaporasi sangat dipengaruhi oleh suhu air, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan angin, sinar matahari, lebar permukaan dan panjang saluran. Dalam hal ini, makin lebar dan panjang saluran pengairan, kehilangan air pengairan karena evaporasi akan berlangsung besar (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

(12)

12

Evaporasi adalah penguapan dari seluruh air, tanah, salju, es, tumbuh-tumbuhan, permukaan-permukaan lain ditambah transpirasi. Penggunaan konsumtif adalah penguapan total dari seluruh daerah ditambah air yang digunakan langsung dalam pembangunan jaringan irigasi tanaman (Linsley dkk,. 1989).

2. Rembesan

Rembesan air dari saluran irigasi merupakan persoalan yang serius. Bukan hanya kehilangan air, melainkan juga persoalan drainase adalah kerap kali membebani daerah sekitarnya atau daerah yang lebih rendah. Kadang-kadang air merembes keluar dari saluran masuk kembali ke sungai yang di lembah, dimana air ini dapat diarahkan kembali, atau masuk ke suatu akuifer yang dipakai lagi (Hansen dkk., 1992).

Pada suatu saluran pembawa dengan saluran permanen, rembesan umumnya muncul karena adanya kerusakan fisik pada dinding atau dasar saluran, baik berupa retakan ataupun runtuhan dinding saluran. Faktor yang menyebabkan adanya rembesan dapat berasal dari faktor alam, seperti gempa; dapat pula berasal dari faktor teknis bangunan dan pengelolaannya.

3. Perkolasi

Perkolasi adalah gerakan air ke bawah zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan air tanah (Soemarto, 1995).

Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) menyatakan bahwa perkolasi dapat berlangsung secara vertical dan horizontal. Perkolasi yang berlangsung secara vertikal merupakan kehilangan air ke lapisan tanah yang lebih dalam, sedangkan yang berlangsung secara horizontal merupakan kehilangan air ke arah samping. Perkolasi ini sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah antara lain permeabilitas dan tekstur tanah.

(13)

13

4. Pengambilan Secara Ilegal oleh Masyarakat

Kehilangan air pada saluran irigasi seringkali terjadi bukan dari faktor teknis bangunan, tetapi akibat adanya perilaku masyarakat disekitar saluran yang memanfaatkan air irigasi secara ilegal. Kegiatan pemanfaatan ini dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, diantaranya pengambilan untuk pengairan lahan pertanian menggunakan pompa dan selang pada badan saluran, serta pengambilan air untuk kegiatan sehari-hari seperti mencuci kendaraan, hewan ternak, dan mengairi tanaman yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Kehilangan dari pengambilan untuk kegiatan sehari-hari mungkin tidak terlalu besar, tetapi pengambilan menggunakan pompa dan selang untuk mengairi lahan pertanian dapat menimbulkan efek yang lebih parah.

1.5.5 Efisiensi Irigasi

Kebutuhan air pengairan (irigasi) merupakan banyaknya air pengairan yang diperlukan untuk menambah curah hujan efektif yang ketersediaannya di permukaan dan bawah permukaan terbatas (terutama pada musim kemarau) untuk memenuhi keperluan pertumbuhan atau perkembangan tanaman. Ketepatgunaan pengairan (efisiensi) adalah suatu daya upaya pemakaian yang benar-benar sesuai bagi keperluan budidaya tanaman dengan jumlah debit air yang tersedia atau dialirkan sampai di lahan-lahan pertanaman, sehingga pertumbuhan tanaman dapat terjamin dengan baik, dengan mencukupkan air pengairan yang tersedia itu. Sumardiyono(2012) dalam penelitiannya mengungkapkan kebutuhan terhadap kegiatan peliningan pada dinding saluran untuk meningkatkan efisiensinya. Perhitungan efisiensi dilakukan dengan menggunakan metode inflow-outflow dengan memanfaatkan pengkuran debit langsung dan debit pengukuran BUD. Dalam melakukan pengukuran kehilangan air, sumardiyono memanfaatkan data primer, dengan menghitung kehilangan air sepanjang saluran, dan memasukkan besar debit yang mengalir melalui bangunan sadap dalam perhitungan.

(14)

14

Konsep efisiensi pemberian air irigasi yang paling awal untuk mengevaluasi kehilangan air adalah efisiensi saluran pembawa air. Jumlah air yang masuk dari pintu pengambilan atau sungai biasanya sangat besar. Dan saat penyaluran terjadi kehilangan air pada saluran ( Hansen dkk., 1984).

Menurut Sidharta (1997), berbagai jenis efisiensi yang terdapat pada suatu sistem irigasi dapat dibedakan sebagai berikut

1. Efisiensi Penyaluran

Merupakan konsep paling awal dalam evaluasi kehilangan air. Efisiensi penyaluran diformulasikan untuk mengetahui dan mengevaluasi kehilangan air pada kegiatan penyaluran air. Efisiensi penyaluran menampilkan efisiensi di saluran utama yakni saluran primer dan sekunder, dari bendung sampai ke sadap tersier.

2. Efisiensi Pemakaian

Efisiensi pemakaian dikembangkan untuk mengukur dan memusatkan perhatian terhadap efisiensi dimana air yang disalurkan sedang ditampung pada daerah akar dari tanah, yang dapat dipergunakan oleh tumbuh-tumbuhan dengan jumlah air yang sampai ke suatu inlet. Kehilangan air pada efisiensi pemakaian adalah berupa limpasan permukaan dan perkolasi dalam.

3. Efisiensi Penggunaan

Konsep efisiensi ini mengukur tingkat efisiensi penggunaan air yang menguntungkan, dibandingkan dengan besarnya air yang dialirkan.

4. Efisiensi Distribusi

Efisiensi distribusi adalah nilai efisiensi yang menampilkan nilai efisiensi di petak tersier sampai pada inlet di setiap jalur petakan sawah.

5. Efisiensi Penampungan

Efisiensi penampungan menunjukkan perhatian bagaimana secara lengkap kebutuhan air ditampung pada daerah akar selama pemberian air. Nilai efisiensi ini didapat dengan membandingkan antara air yang ditampung pada akar selama pemberian air, dengan kebutuhan air pada akar sebelum pemberian air irigasi.

(15)

15

6. Efisiensi Kebutuhan air

Konsep efisiensi ini mampu mengevaluasi kehilangan air karena penetrasi yang dalam dan oleh evaporasi permukaan yang berlebihan. Perhitungan nilainya didapat dari membandingkan kebutuhan air normal dengan jumlah netto air yang diambil dari tanah daerah akar.

Suryadi (2006) dalam penelitiannya menyuimpulkan adanya degradasi dalam pengelolaan dan manajemen O dan P pada suatu sistem irigasi akibat adanya faktor luar berupa kurangnya dana operasional untuk pegawai lapangan, sampai pada kurangnya koordinasi antar berbagai lembaga yang terkait dan kurang efektifnya kinerja P3A yang ada. Dyah (1998) dan Nugroho (2009) dalam penelitiannya mengukur debit saluran irigasi menggunakan metode BUD dengan memanfaatkan data sekunder dari dinas terkait. Hasil efisiensi irigasi dilakukan untuk menghitung besarnya nilai kebutuhan air untuk tanaman.

1.6 Kerangka Pemikiran

Indonesia adalah negara agraris, dimana pertanian menjadi salah satu sektor yang sanagt penting. Sebagian besar masyarakat indonesia bermatapencaharian sebagai petani. Dalam bidang pertanian,terutama padai dan palawija, salah satu faktor yang penting adalah kebutuhan akan pasokan air yang baik. Dalam usaha pemenuhan kebutuhan air untuk pertanian, dibutuhkan suatu sistem pengleolaan dan penyaluran air yang baik, sehingga diperlukan suatu sistem irigasi.

Kegiatan penyaluran air terutama pada saluran utama merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang suatu sistem irigasi. Dalam suatu areal pertanian dengan sistem irigasi yang baik, diperlukan sistem penyaluran air yang baik pula. Sistem penyaluran ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya panjang saluran, material saluran dan adanya kehilangan air. Semakin panjang saluran umumnya menjadikan air yang hilang semakin banyak, baik berupa perkolasi, rembesan maupun evapotranspirasi. Jenis saluran irigasi berperan besar dalam mempengaruhi tingkat perkolasi serta

(16)

16

munculnya material penghambat. Kehilangan air pada saluran ini menjadi isu utama sebagai penyebab menurunnya efisiensi penyaluran air irigasi.

Metode penghitungan efisiensi penyaluran biasa dilakukan dengan menggunakan metode inflow-outflow, dimana dengan metode ini dapat diketahui kehilangan yang terjadi sepanjang saluran. Untuk mendapatkan data kehilangan air diperlukan data pengambilan sampel pada beberapa lokasi pada saluran berupa penggal, menggunakan metode random sampling, dengan asumsi lokasi penggal terpilih dapat mewakili kehilangan air yang besar. Dalam melakukan identifikasi kehilangan air, perlu diperhatikan pula kondisi daerah sekitar, kondisi saluran, serta faktor-faktor lain yang nantinya dapat dipergunakan untuk menyimpulkan penyebab kehilangan air pada lokasi pengukuran. Skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.5

Evaluasi Kehilangan Air

Efisiensi Saluran Irigasi

Kehilangan air (Penurunan Debit) 1. Evaporasi 2. Rembesan 3. Perkolasi 4. Eksplorasi Bendung Saluran Irigasi Karakteristik saluran 1. Jenis Saluran 2. Kondisi saluran

Gambar

Ilustrasi Jaringan irigasi semi teknis dapat dilihat pada Gambar 1.2  3.  Jaringan Irigasi Teknis
Gambar  1.2.  Ilustrasi  Jaringan  Irigasi  Semi  Teknis  (Standar  KP-01,  1986)
Gambar 1.4  Profil kecepatan aliran pada suatu penampang sungai (Seyhan,  1990)
Gambar 1.5. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Hasil penelitian kedua jenis PEB dengan fokus pengujian ketebalan kelongsong, porositas dan homogenitas distribusi uranium di dalam PEB diperoleh data uji yang

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, sumber segala kebenaran, sang kekasih tercinta yang tidak terbatas pencahayaan cinta-Nya bagi hamba-Nya, Allah Subhana Wata‟ala

Melalui kegiatan observasi di kelas, mahasiswa praktikan dapat. a) Mengetahui situasi pembelajaran yang sedang berlangsung. b) Mengetahui kesiapan dan kemampuan siswa dalam

Dua hal yang dipelajari penulis dengan pendekatan kemosistematika dalam peng- amatan adalah: (1) ketetapan karakter pada kelompok besar tetumbuhan yang memiliki arti dalam

Penelitian ini berjudul Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali, yang penelitiannya meliputi wawancara pada Masyarakat Suku Bali di Desa Cipta Dharma atau

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana