• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORETIS DAN HIPOTESIS. 1. Hakikat Mengontrol Bola dengan Sepak Sila dalam Permainan Sepak Takraw

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORETIS DAN HIPOTESIS. 1. Hakikat Mengontrol Bola dengan Sepak Sila dalam Permainan Sepak Takraw"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORETIS DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teoretis

1. Hakikat Mengontrol Bola dengan Sepak Sila dalam Permainan Sepak Takraw

Mengontrol bola merupakan salah satu teknik dasar permainan sepak takraw. Teknik mengontrol bola sangat penting dikuasai oleh seorang pemain sepak takraw. Teknik mengontrol bola dalam permainan sepak takraw dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa bagian kaki, di antaranya adalah kaki bagian dalam atau disebut dengan sepak sila. Mengingat permainan sepak takraw lebih didominasi oleh gerakan kaki (sepakan), maka teknik sepak sila berperan penting dalam rangka mengembangkan keterampilan mengontrol bola.

Arti sepak sila dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah tendangan dengan kaki sebelah dalam (http://www.kamusbesar.com/57571/sepak-sila). Sepak sila adalah teknik menyepak bola dengan menggunakan kaki bagian dalam. Sepak sila digunakan untuk menerima dan menimang/menguasai bola, mengumpan antara bola danmenyelamatkan serangan lawan (Mohd dalam http://www.scribd.com/doc/60820701/Kaedah-Latihan-Menimang-Akraw-1).

Selanjutnya, menurut Darwis (dalam Setyawan, 2012 http://sinauolahraga.blogspot.com/2012/08/teknik-bermain-sepak-takraw.html), sepak sila adalah menyepak bola menggunakan kaki bagian dalam yang berguna untuk menerima, menimang, mengumpan, dan menyelamatkan serangan lawan. Senada dengan Sulaiman (2008: 16), ia mengemukakan bahwa teknik mengontrol menggunakan sepak sila merupakan teknik menyepak bola dengan kaki bagian dalam, di mana pada saat menyepak posisi kaki pukul seperti orang bersila dengan perkenaan bola pada kaki bagian dalam. Selanjutnya menurut Ucup, Prawirasaputra, dan Usli (2001: 30), mengontrol bola menggunakan kaki bagian dalam

(2)

digunakan untuk menyelematkan bola dari serangan lawan, menyelamatkan bola dari smes lawan dan untuk mengontrol atau menguasai bola dalam usaha penyelematan. Kemudian menurut Koger (2007: 43), mengontrol bola menggunakan kaki bagian dalam berguna untuk menerima dan menimang bola, mengumpan dan menyelamatkan serangan lawan. Dalam upaya mengontrol bola, pemain harus dalam kondisi siap dengan pengaman yang tepat agar dapat menguasai bola sepenuhnya. Hal senada dikemukakan oleh Mielke (2007: 53) bahwa mengontrol bola adalah salah satu kemampuan seseorang menguasai bola agar terarah pada saat menerima maupun mengumpan.

Adapun teknik melakukan sepak sila menurut Mohd (dalam http://www.scribd.com/doc/60820701/Kaedah-Latihan-Menimang-Akraw-1) adalah sebagai berikut: (a) berdiri dengan dua kaki terbuka berjarak selebar bahu, (b) kaki sepak digerakkan melipat setinggi lutut kaki tumpu, (c) bola dikenai atau bersentuh dengan bagian dalam kaki sepak pada bagian bawah dari bola, (d) kaki tumpuan agak ditekuk sedikit, badan dibungkukkan sedikit, (e) mata melihat mengarah bola, (f) Kedua tangan dibuka dan dibengkokkan pada siku untuk menjaga keseimbangan, (g) pergelangan kaki sepak pada waktu menyepak ditegangkan atau dikencangkan, (h) bola disepak ke atas lurus melewati kepala.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa mengontrol bola dengan menggunakan sepak sila dalam permainan sepak takraw sangant penting dalam rangka penyelamatan bola dari serangan lawan, termasuk upaya menerima, menimang, dan menguasai bola dengan baik yang berasal dari umpanan teman maupun serangan lawan. Untuk meningkatkan kemampuan menyepak sila dapat dilakukan dengan latihan-latihan yang tepat dan teratur.

(3)

2. Hakikat Latihan Juggling a) Konsep Latihan

Setiap atlet atau pelatih suatu cabang olahraga pasti mengharapkan sebuah prestasi yang gemilang, dan mereka yakin bahwa dengan proses latihan yanb baik, harapan tersebut dapat dicapai. Dalam dunia olahraga, prestasi terbaik adalah menjadi hasil dari latihan yang sudah dijalankan atau dilakukan. Latihan-latihan dilakukan untuk mempertajam prestasi yang belum, sedang, dan/atau sudah diraih sebelumnya. Peningkatan ketajaman prestasi biasanya sebagai hasil dari tingkat kebugaran jasmani (fitness) yang lebih tinggi. Kondisi ini timbul sebagai akibat semakin baiknya pengertian pelatih dan atlet tentang latihan dan pengaruhnya.

Pada dasarnya, latihan adalah kegiatan sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang yang intensitasnya makin hari kian bertambah (Sucipto, 2010 dalam http://latihanolahraga.wordpress.com/). Pengertian ini seperti yang tertulis dalam blog Iskandar yang diposkan pada tanggal 13 Desember 2011. Ia menyatakan bahwa latihan atau training adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihannya. Selanjutnya, ia menjelaskan: sistematis; maksudnya berencana, menurut jadwal, menurut pola dan sistem, tertentu, metodis, dari mudah ke sukar, dari sederhana ke yang lebih komplek, latihan teratur, dan sebagainya. Berulang-ulang; maksudnya ialah agar gerakan-gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi semakin mudah, otomatis, dan erflektif pelaksanaannya sehingga menghemat energi. Kian hari ditambah bebannya; maksudnya ialah setiap kali, secara periodik, dan mana kala sudah tiba saatnya untuk ditambah, bebannya harus diperberat, kalau beban tidak pernah bertambah maka prestasipun tidak akan meningkat (http://dendi-iskandar.blogspot.com/2011/12/prinsip-latihan-olahraga.html).

(4)

Hal senada dijelaskan bahwa latihan adalah suatu proses yang sistematis dengan tujuan meningkatkan kebugaran jasmani atlet sesuai dengan aktivitas yang dipilih (Muktamar XIII Tapak Suci Putera Muhammadiyah, 2006: 23). Oleh karena itu, sebelum melakukan pelatihan perlu dimengerti dasar dari latihan itu sendiri. Sehubungan dengan itu, Bompa (dalam Muktamar XIII Tapak Suci Putera Muhammadiyah, 2006: 23) mengatakan bahwa faktor dasar latihan meliputi kesiapan fisik, teknik, taktik, strategi, kejiwaan dan kesiapan teori, akan selalu ada dalam setiap program latihan olahraga.

Dari pendapat di atas diperoleh suatu gambaran bahwa latihan (training) merupakan proses kerja yang sistematis, dan dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang kian meningkat. Latihan yang sistematis adalah program latihan yang direncanakan secara matang, dan dilaksanakan sesuai jadwal menurut pola yang telah ditetapkan, serta dievaluasi sesuai dengan alat yang benar. Yang terpenting adalah memahami faktor dasar latihan itu sendiri seperti kesiapan fisik, teknik, taktik, strategi, kejiwaan dan kesiapan teori, akan selalu ada dalam setiap program latihan olahraga.

Tujuan utama pelatihan olahraga prestasi adalah untuk meningkatkan keterampilan atau prestasi olahraga semaksimal mungkin. Tujuan latihan yang harus dipahami adalah sebagai berikut:

1) Untuk meningkatkan perkembangan fisik secara umum;

2) Untuk mengembangkan fisik khusus yang ditentukan oleh kebutuhan olahraga tersebut; 3) Untuk menyempurnakan teknik olahraga dan koordinasi gerak;

4) Meningkatkan dan menyempurnakan strategi;

5) Meningkatkan kepribadian seperti kemauan keras, kepercayaan diri, ketekunan, semangat, disiplin;

(5)

6) Menjamin dan mengamankan persiapan tim secara optimal; 7) Mempertahankan kesehatan atlit;

8) Untuk mencegah cedera;

9) Memperkaya pengetahuan teori dengan memperhatikan dasar fisiologis, psikologis, dan gizi. Selain itu, Bompa (Muktamar XIII Tapak Suci Putera Muhammadiyah, 2006: 24) mengatakan bahwa latihan yang bertujuan utama untuk persiapan fisik, maka berdasarkan bentuk dan latihannya dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yakni: (a) latihan untuk mengembangkan fisik secara umum; (b) latihan khusus untuk mengembangkan biomotor; dan (c) latihan untuk olahraga pilihan.

b) Prinsip-Prinsip Latihan

Untuk memungkinkan meningkatkan prestasi, latihan haruslah berpedoman pada teoriu-teori seerta prinsip-prinsip latihan tertentu. Tanpa terpedoman pada teoriu-teori serta prinsip-prinsip latihan yang benar, latihan seringkali menjurus ke peraktik mala-latih (mal-practice) dan latihan yang yang tidak sistematik-metodis sehingga peningkatan prestasi pun sukar diperoleh.

Pemahaman seorang pelatih dan atlet terhadap prinsip-prinsip latihan sangat penting agar proses latihan yang dilakukan dapat memberikan manfaat. Berikut prinsip-prinsip latihan yang

dikemukakan oleh Sucipto (dalam

https://docs.google.com/file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/19610612198 7031-SUCIPTO/PRINSIP-_LATIHAN_TAKRAW.pdf), yakni: (1) prinsip kesiapan, (2) prinsip partisipasi aktif berlatih, (3) prinsip multilateral, (4) prinsip kekhususun (spesialisasi), (5) prinsip individualisasi, (6) prinsip beban lebih (overload), (7) prinsip peningkatan, (8) prinsip variasi, (9) prinsip pemanasan dan pendinginan, (10) prinsip latihan jangka panjang, dan (11) prinsip kembali asal (reversibility).

(6)

Untuk memahami prinsip-prinsip latihan, maka perlu dikaji berdasarkan pada kajian Ilmu Faal (Fisiologik), Ilmu Jiwa (Psikologik), dan Ilmu Kependidikan (Pedagogik). Secara struktur prinsip ini tergambar seperti berikut.

IAAF menjelaskan prinsip-prinsip latihan sebagai berikut: (1) tubuh mampu beradaptasi dalam latihan; (2) beban latihan dengan intensitas yang benar dan waktu yang tepat mendatangkan over-kompensansi; (3) beban latihan ditingkatkan secara teratur menyebabkan terjadinya over-kompensasi yang berulang-ulang dan meningkatkan taraf kebugaran/fitness yang lebih tinggi; (4) tidak akan terjadi peningkatan kebugaran jasmani apabila pembebanannya selalu sama atau jarak latihan terlalu lama; dan (5) over-training akan terjadi bila beban latihan terlalu besar atau terlalu dekat. (dalam Muktamar XIII Tapak Suci Putera Muhammadiyah, 2006: 23).

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN

Fisiologi Hukum Beban Lebih

- Individualisasi - Pengembangan

menyeluruh Hukum Kekhususan - Specialisasi

- Model proses latihan Hukum Pulih Asal - Meningkatkan

tuntutan

- Melanjutkan tuntutan beban

- Kemungkinan dapat terjadi dengan mudah - Istirahat Pedagogik - Perencanaan dan pemanfaatan sistem - Periodisisi Visual - Presentasi Psikologi - Aktif, partisipasi sungguh-sungguh - Kesadaran - Variasi - Istirahat psikologi

Freeman yang dikutip oleh Sidik (dalam http://www.scribd.com/doc/43031674/1-Prinsip-Prinsip-Latihan)

(7)

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melaksanakan latihan, yakni menentukan aspek-aspek latihan yang menjadi prioritas atau tujuan utama dilaksanakannya latihan. Secara garis besar, ada empat aspek latihan, yakni aspek latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik, dan latihan mental. Terkait dengan pelaksanaan pelatihan dalam penelitian ini, peneliti hanya akan memfokuskan pada aspek fisik (komponen biomotorik tubuh) dan aspek teknik (teknik dasar cabang olahraga), seperti cabang olahraga sepak takraw. Penulis yakin, dengan pelatihan pada aspek fisik akan dapat mempengaruhi aspek teknik.

Mengingat sampel yang akan dugunakan dalam penelitian ini masih tergolong anak usia SMA, yakni berkisar 15 – 18 tahun, maka dalam memberikan pelatihan, seorang pelatih perlu memahami tahapan-tahapan latihan dari setiap askpek yang akan dilatih. Sehubungan dengan hal dimaksud, Sidik (dalam

http://www.koni.or.id/files/documents/journal/1.Panduan-Pelatihan-Olahraga-Untuk-Usia-Sekolah-(6-18Tahun).pdf), memberikan penjelasana tentang aspek latihan

yang perlu dikembangkan pada anak usia di atas, terutama keterampilan (teknik) gerak dasar yang benar dengan kemampuan fisik dasar yang baik. Dikatakannya bahwa setiap pelatih dituntut untuk memahami tahapan-tahap latihan dari aspek-aspek latihan tersebut sehingga mengetahui kapan dan berapa besar porsi latihan untuk multilateral dan spesialisasi.

Mencermati penjelasan-penjelasan di atas, maka proses pelatihan dalam penelitian ini dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip pelatihan dengan mempertimbangkan karakteristik sampel berdasarkan usia, jenis kelamin, karakter fisik, kepribadian, dan perilaku sosial.

c) Latihan Juggling dalam Permainan Sepak Takraw

Untuk meningkatkan keterampilan dasar cabang olahraga sepak takraw di antaranya dapat dilakukan melalui latihan-latihan yang identik dengan teknik dasar yang akan dikembangkan. Hal ini merupakan prinsip spesifikasi, artinya latihan yang dilakukan mengarah

(8)

pada proses gerak teknik dasar yang sesungguhnya. Contohnya, jika hendak melatih keterampilan menimang/mengontrol bola takraw dengan menggunakan sepak sila, maka latihan yang dilakukan adalah latihan menimang atau mengontrol bola (juggling) tersebut secara berulang-ulang menggunakan kaki bagian dalam, yang makin hari bebannya kian bertambah. Beban dimaksud seperti repetisi (ulangan), durasi atau lama latihan, dan frekuensi latihan (banyaknya latihan dalam seminggu). Juggling merupakan istilah yang dipakai penulis yang berarti menimang/mengontrol bola, dikutip dari buku karangan Mielke (2007: 9), Koger (2007: 59), Luxbacher (2004: 45) di mana mereka sama-sama mengartikan juggling sebagai kegiatan mongontrol atau menimang bola. Dengan demikian, juggling bola takraw adalah aktivitas mengontrol atau menimang-nimang bola takraw dengan menggunakan anggota tubuh, misalnya kaki, paha, kepala, dan lain-lain.

Latihan juggling dengan menggunakan sepak sila akan efektif bila dilakukan sendiri-sendiri (bukan kelompok). Latihannya dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya seperti:

1) Menimang-nimang dengan bola yang diikatkan pada tali. Pada saat siswa melakukan latihan

juggling bola, ujung tali dipegang oleh yang bersangkutan. Tujuannya adalah untuk

menghindari pentulan bola yang tidak terarah saat sepakan tidak tepat.

2) Menimang-nimang dengan bola tanpa diikat dengan tali. Pantulan bola ke atas saat ditimang diawali dengan pantulan rendah, lama kelamaan pantulannya semakin tinggi.

3) Menimang-nimang bola dengan memantulkannya ke dinding. Untuk tingkatan lebih sulit, bentuk latihan ini dapat dilakukan dengan berkelompok, misalnya dua orang.

(9)

4) Pelaksanaan juggling bola ditentukan dengan waktu. Artinya, semakin panjang waktu yang disediakan, semakin banyak pula repetisi juggling, dan secara otomatis semakin berkembang pula kekuatan otot tungkai terutama daya tahan otot tungkai.

3. Analisis Gerak dan Otot-Otot yang Berperan Utama dalam Permainan Sepak Takraw Permainan sepak takraw merupakan permainan olahraga yang unik. Keunikannya dapat dilihat dari karakteristiknya. Unsur gerak permainan sepak takraw merupakan perpaduan dari beberapa jenis olahraga seperti gerak senam, beladiri, sepak bola dan bola basket. Misalnya,

smasher saat melakukan smes ia berlompat dan bersalto, seorang tekong saat melakukan servis

dengan punggung kaki sambil membelakangi net, atau seorang pengumpan saat menahan bola dengan paha, menimang-nimang bola dengan punggung kaki dan melambungkan umpan kepada teman seregunya.

Tidak hanya cabang olahraga lainnya yang memerlukan komponen-komponen fisik. Cabang olahraga permainan sepak takraw pun memerlukan berbagai komponen fisik. Menurut Sulaiman (2008: 73), komponen fisik yang utama diperlukan dalam permainan sepak takraw adalah kekuatan, kecepatan, kelenturan, daya ledak otot, antisipasi dan akselerasi, dan keseimbangan. Di samping itu, komponen aerobik dan anaerobik juga diperlukan karena pemain sepak takraw membutuhkan gerakan cepat dan tiba-tiba dalam waktu yang cukup lama. Selain aspek-aspek yang disebutkan tadi, kapasitas psikologis juga dibutuhkan oleh seorang pemain sepak takraw seperti konsentrasi, kerjasama, percaya diri, keseimbangan emosi, kemampuan antisipasi, dan kemampuan akselerasi gerak.

Otot-otot yang paling dominan digunakan dalam permainan sepak takraw adalah otot bagian bawah seperti pinggul, bagian paha, kaki dan pergelangan kaki; sedangkan otot-otot

(10)

bagian lebih bersifat sebagai penunjang (supporting) karena gerakan-gerakan yang dilakukan pada sepak takraw banyak bertumpu pada otot bagian bawah.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Terkait dengan penelitian ini, ada beberapa kajian yang relevan yang diperoleh dari penelitian-penelitian yang sejenis sebelumnya. Demi memperkuat kajian penelitian ini dan juga demi menghindari pemalsuan data, maka peneliti menyertakan kajian-kajian penelitian yang relevan. Oleh karena itu, berikut disajikan salah satu kajian penelitian yang relevan.

Mursyidan (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Perbedaan pengaruh metode latihan nimang bola secara langsung dan tidak langsung terhadap kemampuan menimang-nimang bola pada SSB Putera Mars Karanganyar” merumuskan suatu simpulan sebagai berikut: (1) Ada perbedaan pengaruh latihan menimang-nimang bola secara langsung dan tidak langsung pada siswa usia 10-12 tahun SSB Putera Mars Karanganyar. Dari hasil penghitungan diperoleh nilai thitung sebesar 2,29129 dan ttabel sebesar 2,145 dengan taraf signifikasi 5%. (t hit < t tabel 5%). Dari hasil penghitungan (K2) diperoleh nilai thitung sebesar 6.39614 dan (K1) diperoleh thitung 5.99595, ttabel sebesar 2,145 dengan taraf signifikasi 5%. (t hit > t tabel 5%). (2) Latihan menimang-nimang bola secara tidak langsung (K2) lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan menimang-nimang bola pada siswa usia 10-12 tahun SSB Putera Mars. Dengan prosentase peningkatan sebesar 60.74%. Sedangkan (K1) dengan persentase peningkatan sebesar 43.13%. Peningkatan kemampuan menimang-nimang bola pada K1 43.13% < K2 60.74%, dengan selisih17.61%. Jadi ada perbedaan antara K1 dan K2 yang signifikan.

Berdasarkan judul penelitian di atas jika dikaitkan dengan judul penelitian atau tulisan ini memiliki hubungan atau terdapat relevansi, yakni terletak pada variabel mengontrol atau menimang bola. Selanjutnya, hasil penelitian di atas memberikan konsep yang mendukung hasil

(11)

penelitian ini, di mana latihan menimang bola memberikan pengaruh signifikan terhadap kemampuan mengontrol atau menimang bola yang sesungguhnya.

C. Kerangka Berfikir

Kemampuan mengontrol bola merupakan keterampilan dasar yang sangat diperlukan bagi seorang pemain sepak takraw. kemampuannya mengontrol bola dengan baik memungkinkan memenangkan suatu permainan atau pertandingan. Bukan hanya bola yang datangnya lamban, bola yang cepat dan keras sekalipun dapat diantisipasi jika memiliki keterampilan mengontrol bola yang baik.

Keterampilan mengontrol bola dapat ditingkatkan melalui proses latihan yang teratur. Latihan yang teratur adalah latihan yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pelatihan. Dan salah satu jenis latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan mengontrol bola adalah latihan juggling (menimang-nimang bola) dengan sistem drill (diulang-ulang). Latihan

juggling ini dapat dilakukan dengan berbagai variasi.

Mengontrol bola dapat dilakukan dengan berbagai teknik seperti teknik sepakan, menyundul, memaha, membahu dan mendada. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan pada kontrol bola menggunakan sepak sila. Sepak sila adalah teknik dasar menyepak, yang mana ketika menyepak bola, kaki bagian kaki yang kontak dengan bola adalah bagian dalam, sehingga terlihat seperti orang yang duduk bersila.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoretis dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Ada pengaruh latihan juggling tarhadap kemampuan

(12)

mengontrol bola menggunakan sepak sila dalam permainan sepak takraw pada siswa putera kelas VIII SMP Negeri 1 Kota Gorontalo”.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Pertamina RU II Dumai yang akan diimplementasikan menggunakan routing protocol RIPv1, RIPv2 dan RIPng.Serta penambahan perangkat menjadi enam router jika pada saat

Bahan pengawet yang sering digunakan dalam saus sambal adalah benzoat, dengan jumlah maksimum benzoat yang boleh digunakan adalah 1g/kg bahan sesuai dengan

Bahan yang digunakan antaralain: kristal Na Sitrat, Na 2 CO 3 anhidrous, akuades, kupri sulfat, ksistal kuprti asetat, laritan reselsinol, HCl

Sedangkan dengan teknik dua titik, apabila sistem bersifat basa digunakan 2 buffer standar yaitu pH 7,00 dan 10,01, dan jika asam berupa pH 4,01 dan 7,00, kalibrasi

Safety google yang lama memiliki desain yang tidak ergonomi karena tidak disesuaikan dengan ukuran anthropometri kelapa sehingga tidak nyaman untuk digunakan dan

[r]

Nyi Murtasiya. Sementara itu, untuk menggali lebih dalam mengenai struktur, koteks, konteks, fungsi cerita, dan nilai moral yang terkandung dalam cerita dilakukan

Persamaan penalaran siswa laki-laki dan perempuan dalam pemecahan masalah terletak pada: (a) subjek tidak memberikan alasan mengapa data-data yang terdapat dalam soal telah