vii
ABSTRAK
Cicilia Ari Susanti, “Peningkatan Pemahaman Materi Pengukuran dengan Metode Pembelajaran Jigsaw II pada Siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”.
Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (2012).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa mengenai materi pengukuran dengan metode pembelajaran Jigsaw II. Untuk menentukan ada tidaknya peningkatan mengenai konsep Pengukuran, peneliti membandingkan pemahaman awal siswa sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran Jigsaw II.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X2 SMA Pangudi Luhur yang berjumlah 33 orang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012.
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis pretes dan postes. Peneliti ini melakukan lima tahap kegiatan dalam pembelajaran yaitu (1) pretes, (2)pemahaman materi dalam kelompok heterogen, (3) diskusi kelompok ahli, (4) siswa saling mengajar temannya di dalam kelompok heterogen, (5) postes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan pemahaman mengenai materi Pengukuran. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t melalui SPSS yang signifikan dimana ρ = .000 < α=0,5 menunjukkan
jika postes lebih baik dari pretes yaitu ada peningkatan. Dari hasil perhitungan uji t didapatkan trel = -9,966 dengan df = 32, tcrit (two tailed test) = 2,042 dengan level signifikan = 0,05, hasil memperlihatkan bahwa ІtrelІ> tcrit sehingga hasil ini signifikan, artinya 2 kondisi dari kelompok ini berbeda di mana ada peningkatan hasil belajar siswa.
viii
ABSTRACT
Susanti, Cicilia Ari. The Rise of Students’Concept Understanding on Subject : Measurement with Jigsaw II Learning Method of Tenth Graders of Pangudi Luhur Yogyakarta Senior High School.
Physics Education, Mathematics and Natural Science Department, Teacher Training and Education Faculty, Sanata Dharma University (2012).
This research is intended to find out the rise of students’ concept understanding about Measurement with Jigsaw II learning method. In order to determine the presence or absence of an increase in the measurement concept, the
researchers compared the students’ initial understanding before and after
participating in learning with jigsaw II learning method.
This research was conducted in Pangudi Luhur Senior High School Yogyakarta. The subjects of this research was students of class X2 of Pangudi Luhur Senior High School which totaling 33 people. This research had been held during August in 2012.
The instrument used in this research is are written test that pretest and posttest. Researchers conducted a five-step learning activities : (1) pretest, (2) understanding of concept in heterogeneous groups, (3) expert group discussions, (4) student teach each other friends in the heterogeneous groups, (5) posttest.
PENINGKATAN PEMAHAMAN MATERI PENGUKURAN DENGAN
METODE PEMBELAJARAN JIGSAW II PADA SISWA KELAS X SMA
PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Cicilia Ari Susanti
NIM : 081424009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
v
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Dan bahwa setiap pengalaman mestilah dimasukkan ke dalam kehidupan, guna memperkaya kehidupan
itu sendiri. Karena tiada kata akhir untuk belajar seperti juga tiada kata akhir untuk kehidupan
(Annemarie S.)
Orang-orang menjadi begitu luar biasa ketika mereka mulai berpikir bahwa mereka bisa melakukan sesuatu. Saat mereka percaya pada diri mereka sendiri, mereka memiliki rahasia kesuksesan yang
pertama (Norman Vincent Peale)
Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka
menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk
menunggu inspirasi (Ernest Newman)
Tak ada rahasia untuk menggapai sukses. Sukses itu dapat terjadi karena persiapan, kerja keras dan
mau belajar dari kegagalan (Gen Collin Powel)
Karya kecilku ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus yang selalu memberkatiku di setiap langkahku
Bapak, Ibu, Adik-adik dan keluarga besarku tercinta
vii
ABSTRAK
Cicilia Ari Susanti, “Peningkatan Pemahaman Materi Pengukuran dengan Metode Pembelajaran Jigsaw II pada Siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”.
Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (2012).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa mengenai materi pengukuran dengan metode pembelajaran Jigsaw II. Untuk menentukan ada tidaknya peningkatan mengenai konsep Pengukuran, peneliti membandingkan pemahaman awal siswa sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran Jigsaw II.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X2 SMA Pangudi Luhur yang berjumlah 33 orang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012.
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis pretes dan postes. Peneliti ini melakukan lima tahap kegiatan dalam pembelajaran yaitu (1) pretes, (2)pemahaman materi dalam kelompok heterogen, (3) diskusi kelompok ahli, (4) siswa saling mengajar temannya di dalam kelompok heterogen, (5) postes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan pemahaman mengenai materi Pengukuran. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t melalui SPSS yang signifikan dimana ρ = .000 < α=0,5 menunjukkan
jika postes lebih baik dari pretes yaitu ada peningkatan. Dari hasil perhitungan uji t didapatkan trel = -9,966 dengan df = 32, tcrit (two tailed test) = 2,042 dengan level signifikan = 0,05, hasil memperlihatkan bahwa ІtrelІ> tcrit sehingga hasil ini signifikan, artinya 2 kondisi dari kelompok ini berbeda di mana ada peningkatan hasil belajar siswa.
viii
ABSTRACT
Susanti, Cicilia Ari. The Rise of Students’Concept Understanding on Subject : Measurement with Jigsaw II Learning Method of Tenth Graders of Pangudi Luhur Yogyakarta Senior High School.
Physics Education, Mathematics and Natural Science Department, Teacher Training and Education Faculty, Sanata Dharma University (2012).
This research is intended to find out the rise of students’ concept understanding about Measurement with Jigsaw II learning method. In order to determine the presence or absence of an increase in the measurement concept, the
researchers compared the students’ initial understanding before and after
participating in learning with jigsaw II learning method.
This research was conducted in Pangudi Luhur Senior High School Yogyakarta. The subjects of this research was students of class X2 of Pangudi Luhur Senior High School which totaling 33 people. This research had been held during August in 2012.
The instrument used in this research is are written test that pretest and posttest. Researchers conducted a five-step learning activities : (1) pretest, (2) understanding of concept in heterogeneous groups, (3) expert group discussions, (4) student teach each other friends in the heterogeneous groups, (5) posttest.
ix
KATA PENGANTAR
Penulis menghaturkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Rahim atas limpahan cinta dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Peningkatan Pemahaman Materi Pengukuran dengan Metode Pembelajaran Jigsaw II pada Siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur
Yogyakarta”.
Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini dapat terselesaikan berkat bantuan, dukungan, saran-saran dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Severinus Domi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan sabar, mengarahkan, membagi ilmu dan pengalaman, atas semua saran, kritik dan keramahannya, semua itu sangat berarti selama proses penyusunan skripsi.
x
3. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Fisika yang telah membimbing, mendidik, membagikan ilmu, pengalaman hidup, dan berbagi kreatifitas kepada penulis selama belajar di Universitas Sanata Dharma.
4. Seluruh staf sekretariat JPMIPA, mbak Heni, pak Sugeng, dan mas Arif yang telah membantu memperlancar studi penulis, atas keramahan dan kesabarannya selama penulis menempuh studi di Universitas Sanata Dharma. 5. Seluruh staf perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah
menyediakan fasilitasnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Bapak Drs. Br Herman Yoseph, FIC selaku kepala sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian skripsi.
7. Bapak Ign. Suroto selaku guru bidang studi fisika kelas X yang telah banyak membantu selama penelitian.
8. Bapak Yb. Sunardi dan Ibu Sri tercinta, orang tua yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan, fasilitas, dan setia menantiku. Terima kasih atas kesabaran dan pengorbanannya.
9. Buat adik-adikku Tika dan Dian, serta seluruh keluarga besarku, terima kasih atas doa, cinta, kasih sayang serta dukungannya.
10. Petrus Mundana yang selalu inside me. Thanks for your love in my tears and laugh.
xi
12. Sahabat-sahabatku Linda, Ratih, Monica, Sisca, Siska, dan Dian, terimakasih atas dukungan kalian selama ini, persahabatan yang indah dari kalian.
13. Untuk teman-teman KKN Jambu tercinta ( Ani, Tito, Lusi, Lana, Baskoro, Sepsi, dan Nofa, terima kasih atas dukungan dan semangatnya.
14. Teman-temanku seangkatan Pendidikan Fisika 2008 dan dari semua angkatan, terima kasih atas kebersamaan, kerja sama, kegembiraan, suka duka, penerimaan dan kesediaan diri untuk bersama saling berbagi ilmu. 15. Teman –teman kost “FM”, khususnya mbak rosa, mbak tina, prima, susan
yang selalu memotivasi saya untuk cepat menyelesaikan skripsi, terima kasih atas kebersamaan dan canda tawanya selama ini.
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun serta menyempurnakan tulisan ini. Supaya dapat berguna bagi perkembangan dan pembelajaran di sekolah.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL...xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1
B. Rumusan Masalah ...4
C. Tujuan Penelitian...4
D. Manfaat Penelitian...4
E. Hipotesis Tindakan...5
BAB II KAJIAN TEORI A. Hakekat Fisika...6
1. Fisika sebagai Produk...6
xiii
3. Fisika sebagai Proses ...10
B. Pembelajaran Aktif...14
C. Pembelajaran Kooperatif...16
D. Metode Jigsaw II ...20
E. Perilaku Siswa Terhadap Suatu Metode...22
F. Materi Pembelajaran ...24
1. Pengukuran ...24
a. Alat Ukur Panjang dan Ketelitiannya...24
1) Mistar...24
2) Jangka Sorong...25
3) Mikrometer Sekrup ...28
b. Alat Ukur Waktu dan Ketelitiannya ...31
c. Angka Penting ...32
1) Notasi Ilmiah ...32
2) Aturan Angka Penting ...33
3) Berhitung dengan Angka Penting...34
a) Pembulatan ...34
b) Penjumlahan dan pengurangan ...34
c) Perkalian dan Pembagian...35
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian...37
B. Tempat dan Waktu Penelitian ...38
xiv
D. Treatment...38
E. Instrumen Penelitian...38
F. Teknik Pengumpulan Data ...39
G. Teknik Analisis Data ...39
1. Teknik Analisis Data Kuantitatif...39
2. Teknik Analisis Data Kualitatif...41
H. Desain Penelitian...43
BAB IV DATA DAN ANALISIS A. Data ...45
B. Perhitungan Statistik Uji t ...46
C. Analisis Variasi Jawaban Siswa...53
D. Pembahasan ...87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...97
B. Saran...98
DAFTAR PUSTAKA...100
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Contoh penggunaan notasi ilmiah...32
Tabel 3.1 Analisis Skor per Soal...42
Tabel 3.2 Analisis Variasi Jawabanpretestdanposttest ...43
Tabel 4.1 HasilPretestdanPosttest ...46
Tabel 4.2 Analisis DataPretestdanPosttest ...47
Tabel 4.3 Hasil analisis uji t melalui SPSS ...48
Tabel 4.4 Analisis Ketuntasan Butir Soal Pretes ...50
Tabel 4.5 Persentase tingkat pemahaman awal ...52
Tabel 4.6 Analisis Ketuntasan Butir Soal Postes ...53
Tabel 4.7 Persentase tingkat pemahaman awal ...55
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mistar ...24
Gambar 2.2 Jangka Sorong dan bagian-bagiannya ...25
Gambar 2.3 Mikrometer sekrup dan bagian-bagiannya ...28
Gambar 2.4 Pengukuran dengan mikrometer sekrup...30
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian...44
Gambar 4.1 Diagram tingkat pemahaman awal siswa ...52
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Permohonan Penelitian...108
Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian...109
Lampiran 3 Rencana Perencanaan Pembelajaran ...110
Lampiran 4 Pembagian Kelompok Heterogen dan Homogen ...118
Lampiran 5 Indikator dan Kisi-kisi Soal Pretes dan Postes...120
Lampiran 6 Lembar Kerja Kelompok Mistar ...122
Lampiran 7 Lembar Kerja Kelompok Jangka Sorong...124
Lampiran 8 Lembar Kerja Kelompok Mikrometer Sekrup ...126
Lampiran 9 Lembar Kerja Kelompok Stopwatch...128
Lampiran 10 Lembar Kerja Kelompok Angka Penting...130
Lampiran 11 Soal Pretes...132
Lampiran 12 Soal Postes ...135
Lampiran 13 Materi ...142
Lampiran 14 Hasil Pretes ...158
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan pengalaman praktek mengajar dalam rangka mata kuliah Program Pengajaran Lapangan di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, terlihat bahwa sebagian siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi pengukuran. Beberapa siswa sering mengeluh karena bingung tentang alat ukur dan penggunaannya. Beberapa siswa terkadang bingung menyelesaikan soal pengukuran yang menggunakan ketidakpastian..
Salah satu faktor penyebabnya adalah metode pembelajaran yang kurang membuat siswa terpacu untuk mengungkapkannya. Berdasarkan pengalaman di sekolah ini, guru sudah mengkombinasikan metode pembelajaran di mana ceramah dibantu dengan media powerpoint. Tetapi hal ini belum memacu siswa untuk lebih berinteraktif. Karena kelas X pada saat pembelajaran materi ini masih berstatus siswa baru yang sedang beradaptasi, terkadang siswa-siswa ini masih sungkan untuk dengan jujur mengungkapkan kesulitannya kepada guru dan mereka cenderung lebih bisa terbuka terhadap temannya.
(Marpaung, 2003, dalam Anastasia Yunita, 2007: 1, dalam Fitri Wulansih, 2009: 1). Terkadang metode ceramah dapat menimbulkan kebosanan bagi siswa. Rasa bosan dapat mengkibatkan konsentrasi siswa berkurang sehingga akan berdampak terhadap pemahaman materi siswa.
Metode pembelajaran yang menarik sangat dibutuhkan dalam pembelajaran fisika di kelas. Salah satu metode pembelajaran tersebut adalah metode pembelajaran kooperatif learning yang memiliki berbagai macam teknik. Salah satu teknik dari metode ini adalah jigsaw II yang merupakan pengembangan dari teknik Jigsaw I. Metode jigsaw II akan membantu siswa untuk meningkatkan pemahamannya bersama dengan teman-temannya. Metode ini bisa memacu siswa berinteraksi bersama teman-temannya terutama dalam proses diskusi. Siswa-siswa ini juga diajarkan untuk bertanggungjawab membantu temannya dalam memahami suatu materi.
Model problem solving membantu siswa dalam mengatasi salah pengertian dan membantu siswa dalam memecahkan persoalan. Siswa dapat mengungkapkan gagasan mereka dalam memecahkan persoalan tersebut (Suparno, 2007: 98). Dalam hal ini, metodeproblem solving juga digunakan untuk fasilitator pelengkap pembelajaran. Dengan latar belakang inilah peneliti ingin mencoba meningkatkan kemampuan pemahaman siswa dengan metode Jigsaw II.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman awal siswa mengenai pengukuran?
2. Bagaimana pemahaman siswa setelah menggunakan metode pembelajaran jigsaw II?
3. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa mengenai pengukuran dengan metode jigsaw II?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian menambah wawasan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran siswa.
2. Secara praktis: a. Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dalam mengevaluasi proses pembelajaran di kelas yang telah dilakukan dan hasil belajar yang telah dicapai dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dan kualitas sumber daya manusia yang ada di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.
Untuk perpustakaan sekolah, laporan penelitiannya dapat menjadi salah satu sumber bacaan bermanfaat bagi rekan guru sebagai contoh penelitian yang bisa dilanjutkan sebagai penelitian tindakan kelas terutama bagi yang ingin melakukan PTK atau yang belum berani memulainya, sedangkan bagi yang sudah pernah atau sudah biasa dapat menjadikan laporan ini sebagai pembanding. b. Bagi Guru
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan sebuah pengalaman yang berharga dalam menerapkan variasi metode pembelajaran dengan salah satu teknik metode cooperative learning yaitu Jigsaw II dalam pembelajaran Fisika. Pengalaman ini dapat menjadi salah satu alternatif mengajar. Diharapkan dengan metode ini juga bisa digunakan untuk materi pokok yang sesuai.
E. Hipotesis Tindakan
6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Hakekat Fisika
Fisika merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahuan alam atau dikenal dengan sains. Sains didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah (Materi Fisika dalam http://dasar-teori.blogspot.com/2012/01/hakekat-fisika.html).
Fisika adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam, maka hakikat fisika adalah sama dengan hakikat ilmu pengetahuan alam yaitu sebagai produk (a body of knowledge), proses (a way of investigating), dan sikap (a way of thinking) (Rudy Fisika dalam http://fisika-dan-pembelajaran.blogspot.com/2010/12/fisika-sebagai-produk-proses-dan sikap.html).
kemudian disebut sebagai produk atau “a body of knowledge”. Pengelompokkan hasil-hasil penemuan itu menurut bidang kajian yang sejenis menghasilkan ilmu pengetahuan yang kemudian disebut sebagai fisika, kimia dan biologi. Untuk fisika, kumpulan pengetahuan itu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori dan model.
a. Fakta
Fakta adalah kejadian atau kenyataan yang sesungguhnya dari segala peristiwa yang terjadi di alam. Fakta merupakan dasar bagi konsep, prinsip, hukum, teori atau model. Sebaliknya dapat juga dinyatakan bahwa keberadaan konsep, prinsip, hukum, teori dan model adalah untuk menjelaskan dan memahami fakta.
b. Konsep
contohnya dapat diamati tetapi atributnya tidak dapat diamati, dan konsep yang baik contoh maupun atributnya tidak dapat diamati.
c. Prinsip dan Hukum
Istilah prinsip dan hukum sering digunakan secara bergantian karena dianggap sebagai sinonim. Prinsip dan hukum dibentuk oleh fakta-fakta dan konsep-konsep. Perlu dipahami bahwa hukum dan prinsip fisika tidaklah mengatur kejadian alam(fakta), melainkan kejadian alam (fakta) yang dijelasakan keberadaannya oleh prinsip dan atau hukum.
d. Rumus
Rumus adalah pernyataan matematis dari suatu fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Pada umumnya prinsip dan hukum dapat dinyatakan secara matematis.
e. Teori
hasilnya tidak akan kontradiksi dengan teori tersebut, sedangkan kita dapat membuktikan ketidakbenaran suatu teori cukup dengan hanya satu bukti yang menyimpang. Jadi, teori memiliki fungsi yang berbeda dengan fakta, konsep maupun hukum”.
f. Model
Model adalah sebuah presentasi yang dibuat untuk sesuatu yang tidak dapat dilihat. Model sangat berguna untuk membantu memahami suatu fenomena alam, juga berguna untuk membantu memahami suatu teori. Sebagai contoh, model atom Bohr membantu untuk memahami teori atom.
B. Pembelajaran Aktif
Menurut Bruner (Indriana, 2011: 199), pembelajaran adalah sebuah proses sosial dan aktif, yang dengannya para siswa mampu mengonstruksi ide-ide atau konsep-konsep baru berdasarkan pada pengetahuan mutakhir mereka. Mayoritas pengajaran yang kini dilaksanakan menggunakan pembelajaran yang konvensional di mana guru mentransfer pengetahuannya kepada siswa dimana pusatnya terfokus pada guru bukan siswa (Indriana, 2011: 85-103).
Unsur yang terpenting dalam pembelajaran yang baik adalah (Suparno, 2007: 2):
3. Bahan pelajaran
4. Hubungan antara guru dan siswa
Dalam belajar fisika yang terpenting adalah siswa yang aktif belajar fisika. Maka semua usaha guru harus diarahkan untuk membantu dan mendorong agar siswa mau mempelajari fisika sendiri. Dari pihak guru diharapkan menguasai bahan yang mau diajarkan, mengerti keadaan siswa sehingga dapat mengajar sesuai dengan keadaan dan perkembangan siswa, dapat menyusun bahan sehingga mudah ditangkap siswa. Komunikasi guru dan siswa sangat penting sehingga mereka dapat saling membantu (Suparno, 2007: 2).
Belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa (Melvin L. Silberman, 2002: dalam Sholeh, 2011: 48). Sebab, pada dasarnya belajar membutuhkan keterlibatan mental, sekaligus tindakan. Pada saat aktif belajar, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Siswa mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Dan inilah sebenarnya yang menjadi dasar dari pembelajaran aktif (Sholeh, 2011: 48).
pembelajaran interaktif, menarik, dan menyenangkan, sehingga para siswa mampu menyerap ilmu dan pengetahuan baru, serta menggunakannya untuk kepentingan diri sendiri maupun lingkungannya. Suatu pembelajaran aktif cenderung membuat siswa lebih mengingat mata pelajaran yang diberikan (Sholeh, 2011: 48-49).
Menurut Bonwell (1995: dalam Sholeh, 2011: 49-50), pembelajaran aktif memiliki beberapa karakteristik, di antaranya:
1. Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar, melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas. 2. Siswa tidak hanya mendengarkan pelajaran secara pasif, tetapi juga
mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pembelajaran. 3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan
dengan materi pembelajaran.
4. Siswa lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa, dan melakukan evaluasi.
5. Umpan balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.
C. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran yang dilakukan adalah cooperative learning. Cooperative Learning atau belajar bersama adalah model pembelajaran di mana siswa dibiarkan belajar dalam kelompok, saling menguatkan, mendalami, dan bekerja sama untuk semakin menguasai bahan (Suparno, 2007: 134).
Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tetapi sebelum masa belakangan ini, metode ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian selama dua puluh tahun terakhir ini telah mengidentifikasikan metode pembelajran kooperatif dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam pelajaran (Slavin, 2005: 4).
Peran guru dalamCooperative Learning (Suparno, 2007:136) yaitu antara lain:
1. Sebagai fasilitator dalam pembentukan kelompok 2. Mengajari konsep dasar dan keterampilan kerja sama
3. Memonitoring kelompok berjalan atau tidak, sehingga guru dapat membantu kelompok yang tidak berjalan lancar
4. Intervensi, membantu bila diperlukan; terlebih yang macet 5. Mengevaluasi kelompok dan siswa-siswa.
Fokus utama dari belajar bersama yaitu kemajuan bidang akademik dan afektif melalui kerja sama. Beberapa hal yang perlu diperhatikan (Kindsvatter dkk, hal.308; dalam Suparno, 2007: 134-135) dalam belajar bersama supaya tujuan tercapai yaitu:
1. Perlu adanya saling ketergantungan antar siswa secara positif yang artinya masing-masing siswa ada kesanggupan untuk saling membantu, saling member dan saling menerima.
2. Perlu dikembangkan interaksi interpersonal antar siswa dan keterampilan berkelompok.
3. Masing-masing siswa perlu dibantu untuk tetap bertanggung jawab pada penguasaan tugas mereka.
4. Perlu dikembangkan keterampilan sosial siswa.
Tujuan belajar bersama (Kindsvatter dkk: 308; dalam Suparno, 2007: 135) ini antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan hasil belajar lewat kerjasama.
2. Alternatif belajar untuk membantu siswa yang lemah untuk maju. 3. Meningkatkan keakraban, hubungan dan kerjasama antar siswa. 4. Membantu siswa dalam membangun pengetahuan lewat kerja sama
dan belajar bersama dengan teman. Yang dikerjakan oleh guru:
1. Dalam persiapan : menjabarkan kurikulum dalam langkah-langkah yang dapat dicapai dengan belajar bersama
2. Membentuk kelompok.
3. Menjelaskan tugas kelompok secara jelas.
4. Monitoring kerja sama efektif atau tidak, membantu,feedback. 5. Evaluasi hasil siswa.
Peran siswa dalam pembelajarancooperative learningyaitu:
1. Siswa berperan sebagai murid dan guru sekaligus karena menerima dari yang lain dan member kepada yang lain. Pada saat mereka menyumbangkan pikiran kepada yang lain, maka mereka seperti guru. Pada saat mereka dijelaskan oleh yang lain, mereka berperan seperti siswa.
3. Siswa dapat merasakan bagaimana mereka sungguh saling mengembangkan dengan saling member dan menerima. Maka peran saling member dan menerima ini perlu dikembangkan.
Dari beberapa metode pembelajaran cooperative learning, metode yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah metode Jigsaw II. Dalam metode jigsaw II, peneliti menggunakan tim-tim kecil yang heterogen dan tim-tim kecil homogen sebagai tim ahli di dalam kelas di mana setiap anggota kelompok mendapatkan informasi atau bagian, lalu membahas di tim ahli dan selanjutnya masing-masing menjelaskan atau mengajarkan kepada kelompok heterogennya. Setelah itu, mereka dites secara individual.
D. Metode Jigsaw II
Metode jigsaw merupakan metode pembelajaran di mana setiap anggota kelompok mendapatkan informasi atau bagian, lalu masing-masing menjelaskan atau mengajarkan kepada kelompoknya. Setelah itu di tes secara individual.(Goor & Schween, 1993, dalam Kindsvatter dkk: hal 301: dalam Suparno, 2007: 137).
ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota saat mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka sekitar 30 menit. Para ahli tersebut kemudian kembali ke tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya tentang topik mereka. Yang terakhir adalah para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik (Slavin, 2005: 237).
Kunci metode jigsaw ini adalah interdependensi yaitu tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja dengan baik pada saat penilaian (Slavin, 2005: 237).
Berikut langkah-langkah yang dilakukan pendidik dalam strategi pembelajaran jigsaw II:
1. Siswa dikelompokkan ke dalam beberapa tim (tergantung jumlah sub bab yang akan dibahas, idealnya 4-5 orang setiap kelompok).
2. Setiap siswa dalam tim diberikan bagian materi dan tugas yang berbeda. Setiap anggota tim fokus pada sub bab yang berbeda-beda. 3. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari sub bab yang
sama, bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan sub bab yang mereka bahas.
tentang sub bab yang mereka kuasai. Sementara, setiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
5. Guru memberi evaluasi. 6. Rekognisi tim.
Berikut beberapa kelemahan dan keunggulan dari metode pembelajaran jigsaw II yaitu:
1. Keunggulan
a. Tidak memakan waktu lama dibandingkan dalam pengajaran biasa di dalam kelas.
b. Memberikan siswa informasi dari bab-bab yang tidak mereka baca.
c. Siswa-siswa akan terbantu oleh rekannya karena siswa lebih terbuka bertanya pada temannya.
d. Kerjasama yang terjalin baik antar anggota kelompok
e. Dapat menambah kepercayaan siswa akan kemampuan berpikir kritis (dalam http://trilestari-sdkanisiusgowongan.blogspot.com/ 2010/04/model-pembelajaran-kooperatif-teknik.html)
f. Setiap siswa akan memiliki tanggung jawab akan tugasnya.
g. Mengembangkan kemampuan siswa mengungkapkan ide atau gagasan dalam memecahkan masalah tanpa takut membuat salah. h. Dapat meningkatkan kemampuan sosial: mengembangkan rasa
2. Kelemahan
Kelemahan metode jigsaw II menurut Roy Killen, 1966 (dalam http://trilestari-sdkanisiusgowongan.blogspot.com/2010/04/model-pembelajaran-kooperatif-teknik.html) diantaranya adalah:
a. Dalam memahami suatu konsep, siswa mendiskusikan bersama dengan siswa lain. Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak diperlukan agar jangan sampai terjadi salah konsep (Misconception).
b. Sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan materi pada teman, jika siswa tidak percaya diri, pendidik harus mampu memainkan perannya dalam memfasilitasi kegiatan belajar. c. Pendidik sebaiknya sudah mengenali tipe-tipe siswa.
d. Awal pembelajaran ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
e. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (> 40 siswa) sangat sulit.
E. Perilaku Siswa Terhadap Suatu Metode
ketegangan, mudah stress, dan tidak mampu memecahkan masalah dalam kehidupannya.
Sudah banyak siswa yang cerdas secara intelektual, tetapi tidak bisa mengendalikan sisi emosionalitas mereka, sehingga kehilangan kesempatan untuk hidup lebih bahagia dan menyenangkan. Maka dari itu, unsure kebahagiaan dalam proses pembelajaran menjadi hal yang penting (Sholeh, 2011: 26). Proses belajar mengajar harus mampu menciptakan interaksi yang baik antara guru dan para siswanya. Dengan begitu, mereka akan merasa dihargai dan dilibatkan, sehingga timbul perasaan senang saat pelajaran berlangsung (Sholeh, 2011: 29).
Sebaiknya pendidik jangan terlalu memaksa para siswa untuk mengikuti kemauan atau buah pikiran orang lain. Perlakuan demikian dapat membuat mereka ibarat kaset yang harus merekam suara-suara, tanpa menghiraukan apakah kaset itu masih peka atau tidak. Akibat yang lebih parah akan tampak pada perilaku intelektual mereka yang tidak lagi memiliki keberanian untuk mengeluarkan ide-ide pribadi.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Thomas(1972: dalam Sholeh, 2011: 51) menunjukkan bahwa setelah 10 menit belajar, siswa cenderung akan kehilangan konsentrasinya untuk mendengat pelajaran yang diberikan secara pasif. Hal ini tentu saja akan semakin membuat pelajaran terus dilanjutkan, tanpa upaya-upaya untuk memperbaikinya.
Pembelajaran siswa sedikit dengan mende kit mengingat. Sementara itu, pembelajaran ndengarkan, melihat, dan mendiskusikan sesuatu
adi paham. Sedangkan, pembelajaran dengan c diskusi, dan melakukan sesuatu, akan m
h pengetahuan dan keterampilan.
belajaran
uran
at ukur panjang dan ketelitiannya
Mistar
Gambar 2.1 Mistar Mistar yang biasa digunakan oleh siswa-sisw yang panjang skalanya 30 cm. jika diperhatika garis-garis hitamnya, jarak anatara dua go adalah 1 mm atau 0,1 cm. Nilai tersebut me terkecil mistar. Ketelitian mistar adalah sete terkecilnya sehingga ketelitian mistar adalah
½ x 1 mm = 0,5 mm
2) Jan
ber a)
b)
c)
d)
Jangka Sorong
Gambar 2.2 Jangka Sorong dan bagian
Bagian-bagian jangka sorong dan fung berikut:
a) Rahang luar
Rahang luar digunakan untuk mengukur suatu benda. Rahang luar terdiri atas ra rahang geser.
b) Rahang dalam
Rahang dalam digunakan untuk mengukur dari suatu benda.
c) Depth probe
Depth probe digunakan untuk mengukur ke benda.
d) Pengunci
Digunakan untuk menahan bagian-bagian ketika pengukuran seperti rahang.
ong dan bagian-bagiannya
ungsinya sebagai
ukur diameter luar rahang tetap dan
ukur diameter dalam
ukur kedalaman suatu
Penggunaan jangka sorong adalah sebagai berikut:
a) Untuk mengukur sisi luar dari suatu benda, misalkan untuk diameter batang besi.
Cara pengukuran:
• Putar pengunci berlawanan arah dengan arah jarum jam.
• Geser rahang kanan.
• Masukan benda yang akan diukur ke antara kedua rahang bawah jangka sorong.
• Geser rahang sampai tepat pada tepi benda.
• Putar pengunci searah jarum jam agar rahang tidak bergeser.
• Baca skala utama dan skala noniusnya.
b) Untuk mengukur sisi dalam suatu benda Cara pengukuran:
• Putar pengunci berlawanan arah dengan arah jarum jam.
• Masukkan rahang bagian atas ke dalam benda yang akan diukur.
• Geser rahang tepat pada benda dan putar pengunci searah jarum jam agar rahang tidak bergeser.
c) Untuk mengukur kedalaman suatu benda. Cara pengukuran:
• Putar pengunci berlawanan arah dengan arah jarum jam.
• Buka rahang jangka sorong hingga ujung lancip menyentuh dasar benda.
• Putar pengunci searah jarum jam agar rahang tidak bergeser.
• Bacalah skala utama dan skala noniusnya.
Jangka sorong umumnya digunakan untuk mengukur diameter dalam dan luar benda. Misalnya diameter cincin, kelereng. Jangka sorong terdiri atas dua bagian: rahang tetap dan rahang geser. Jangka sorong juga terdiri atas dua skala: skala utama dan skala nonius. Sepuluh skala utama panjangnya 1 cm dan sepuluh skala nonius panjangnya 0,9 cm. Jadi, beda satu skala utama dan satu skala nonius:
0,1 cm–0,09 cm = 0,01 cm atau 0,1 mm
Nilai ini merupakan skala terkecil jangka sorong sehingga ketelitian dari jangka sorong:
3) Mi
seba a)
b)
Mikrometer sekrup
Gambar 2.3 Mikrometer sekrup dan bagian Bagian-bagian mikrometer sekrup dan f sebagai berikut:
a) Rangka(Frame)
Bingkai ini berbentuk huruf C, terbuat da panas, tebal dan kuat dengan tujua untuk pemuaian dan pengerutan yang bisa pengukuran. Rangkai juga dilapisi meminimalkan transfer panas dari pengukuran (ketika tangan memegang ran rangka bisa memanas sampai 10 derajat c bisa menyebabkan pemuaian).
b) Landasan(Anvil)
Berfungsi sebagai penahan ketika benda diantara landasan dan batang ulir).
rup dan bagian-bagiannya n fungsinya yaitu
dari logam tahan uk meminimalkan bisa mengganggu si plastik untuk tangan ketika rangka agak lama, t celcius sehingga
c) Batang ulir(spindle)
Spindle merupakan silinder yang dapat digerakkan menuju landasan.
d) Pengunci(lock)
Berfungsi menahan spindle agar tidak bergerak ketika mengukur benda.
e) Selubung(sleeve)
Tempat terteranya skala utama. f) Selongsong(thimble)
Tempat terteranya skala nonius. g) Roda gigi(rachet knob)
Untuk memajukan atau memundurkan spindle agar sisi benda yang akan diukur tepat berada di antara spindle dan anvil.
ter
Ketelitian mikrometer sekrup adalah seten terkecilnya. Jadi, ketelitian mikrometer sekrup a
Cara menggunakan mikrometer sekrup:
a) Membuka pengunci mikrometer skrup kem celah antaraspindledananvilsedikit lebih besa akan diukur dengan cara memutarRatchet Knob b) Masukan benda yang akan diukur diantaraspindl c) Geserkan spindle ke arah benda dengan cara
knob sampai terdengar bunyi klik. Jangan sam cukup sampai benda tidak jatuh saja.
d) Kunci mikrometer skrup agarspindletidak berg e) baca skalanya.
Trik membacanya:
Gambar 2.4 Pengukuran dengan mikrome
a) Pada selubung ada skala utama dengan sa Ada dua baris skala: yang bawah (yang menunjukkan kelipatan 1 mm (0, 1, 2 mm
tengah dari skala up adalah:
emudian membuka
esar dari benda yang
nob
indledananvil. ra memutar ratchet sampai terlalu kuat,
bergerak.
rometer sekrup
yang di sisi atas menunjukkan kelipatan 0,5 mm lebihnya (0,5 mm, 1,5 mm, 2,5 mm dst.).
b) Baca skala yang dapat terlihat pada selubung - pada contoh gambar di atas adalah 2,5 mm.
c) Baca skala pada selongsong. Tiap tanda skala pada selongsong setara dengan 0,01 mm. Pada selongsong ada angka 0 - 49 sehingga satu putaran penuh selongsong setara dengan pergeseran 0,5 mm. Pada contoh di atas terbaca 11 x 0,01 mm = 0,11 cm.
d) Jumlahkan skala selubung dan selongsong: 2,5 mm + 0,11 mm = 2,61 mm
e) Hati-hati membaca skala di perbatasan: dekat dengan kelipatan 0,5 atau 1 mm. Sering terjadi salah baca karena kurang teliti melihat skala pada selubung.
b. Alat ukur waktu dan ketelitiannya
Alat ukur waktu yang umum digunakan dalam percobaan fisika adalah stopwatch. Pada stopwatch analog, jarak antara dua gores panjang yang ada angkanya adalah 2 sekon. Jarak ini dibagi 20 skala. Dengan demikian, skala terkecilnya adalah 2/20 sekon = 0,1 sekon. Ketelitian stopwatch ini adalah:
1
2 =
1
c. Angka Penting
1) Notasi ilmiah
Pengukuran dalam fisika terbentang mulai dari ukuran partikel yang kecil sampai ukuran yang sangat besar. Dalam penulisannya memerlukan tempat yang panjang dan sering salah karena tidak teliti. Untuk mengatasinya, dapat menggunakan notasi ilmiah atau notasi baku.
Penyajian penulisan bilangan sepuluh berpangkat dikenal dengan notasi ilmiah dengan bentuk a x 10n. Perlu diketahui a menyatakan angka penting yang nilainya 1<a<10 dan n menyatakan orde (pangkat).
Contoh penggunaan notasi ilmiah: Tabel 2.1
Contoh penggunaan notasi ilmiah
No.
Tampilan Angka
Biasa (Umum) Notasi Ilmiah
1. 2. 3. 4.
56.000.000.000 m
Rp 1.700.000.000.000,00 0,0000000670 m
0,00000000000000000910905 kg
Aturan penulisan angka penting dengan notasi ilmiah: a) Jika angka tersebut lebih dari 10, maka geserlah koma ke
kiri (depan) sehingga hanya menyisakan satu angka di kiri (depan) koma. Orde menyatakan berapa kali menggeser koma, karena menggeser koma ke kiri orde bernilai positif. b) Jika angka tersebut kurang dari 1, maka geserlah koma ke
kanan (belakang) sehingga hanya menyisakan satu angka di kiri (depan) koma. Orde menyatakan berapa kali menggeser koma, karena ke kanan orde bernilai negatif.
Beberapa keuntungan penulisan dengan notasi ilmiah:
a) Memudahkan menentukan banyak angka penting pada hasil pengukuran
b) Memudahkan menentukan orde besaran yang diukur c) Memudahkan dalam perhitungan
d) Memudahkan dalam menulis (tidak memakan tempat) e) Memudahkan dalam mengingat nilai besaran.
2) Aturan angka penting
a) Semua angka bukan nol adalah angka penting Contoh: 256,56 => terdapat lima angka penting
b) Angka nol yang terletak di antara angka bukan nol adalah angka penting
c) Angka nol di sebelah kanan angka bukan nol termasuk angka penting, kecuali ada penjelasan khusus, misalnya, berupa garis di bawah angka terakhir yang masih dianggap penting.
Contoh : 78,0 => terdapat tiga angka penting
d) Semua angka nol yang hanya terletak di sebelah kiri angka bukan nol, baik yang terletak di sebelah kiri maupun sebelah kanan koma decimal, bukan angka penting.
Contoh : 0,0000278 => terdapat tiga angka penting
3) Berhitung dengan angka penting
a) Pembulatan
Angka lebih dari 5 dibulatkan ke atas, kurang dari 5 dibulatkan ke bawah. Apabila angka tepat 5, dibulatkan ke atas jika angka sebelumnya angka gasal dan dibulatkan ke bawah jika angka sebelumnya angka genap.
Contoh:
2,89 mm=>3 mm 65,675 mm => 65,68 mm
b) Penjumlahan dan Pengurangan
Contoh:
252,8 +2,37 = 255,17,
karena hanya diperbolehkan mengandung 1 angka taksiran, maka hasil penjumlahan tersebut dituliskan
255,2.
570–362 = 208,
dilakukan pembulatan sehingga dituliskan menjadi210.
c) Perkalian dan Pembagian
Hasil operasi perkalian dan pembagian bilangan dengan memerhatikan aturan angka penting akan menghasilkan bilangan dengan angka penting yang sama banyaknya dengan bilangan yang mempunyai angka penting paling sedikit.
Contoh:
2,37 => mempunyai 3 angka penting 1,4 => mempunyai 2 angka penting 3,318 => angka 3 adalah angka taksiran
Angka penting yang paling sedikit dalam operasi perkalian adalah 2 sehingga hasil operasi perkaliannya adalah3,3.
bilangan yang hanya mempunyai angka pasti akan menghasilkan bilangan dengan banyak angka penting sama dengan bilangan yang dikalikan atau dibagi. Contoh:
5,10 => mempunyai 3 angka penting 5 => angka pasti
25,50 = 25,5 => tiga angka penting
Hasil operasi akar dan pemangkatan sebuah bilangan yang mempunyai angka penting tertentu akan menghasilkan bilangan dengan banyak angka penting yang sama dengan banyak angka penting yang diakarkan atau dipangkatkan.
Contoh:
G. Hubungan Dasar Teori dengan Penelitian
Dalam penelitian ini, teori digunakan sebagai dasar untuk:
1. Membuat treatment penelitian yaitu model pembelajaran fisika dengan metode Jigsaw II pada pokok bahasan Pengukuran.
2. Membuat instrument penelitian untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa melalui pembelajaran fisika dengan metode Jigsaw II.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen karena menggunakan kelompok eksperimen di mana pada awalnya kelompok ini diuji keadaan awalnya untuk mengetahui pemahaman awalnya. Selanjutnya kelompok ini diberikan treatment yaitu pembelajaran menggunakan metode jigsaw II untuk materi yang sudah ditentukan. Setelah memberikan treatment, kelompok diuji kembali pengetahuannya untuk melihat hubungan sebab dan akibat yang timbul dan sebagai pengujian hipotesis.
Penelitian ini bersifat kuantitatif karena data hasil penelitian akan diolah dengan metode statistik yaitu dengan analisis Uji T- Dependent. Uji ini untuk melihat seberapa signifikan hasil belajar siswa ketika pretest dan posttest.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tanggal, bulan penelitian: Agustus–September 2012 Tempat penelitian : SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah 30 siswa SMA Pangudi Luhur Yogyakarta kelas X.
D. Treatment
Dalam penelitian ini, treatment yang akan diberikan yaitu siswa diberikan pengajaran dengan metode jigsaw II. Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok heterogen. Setiap siswa per kelompok akan diberikan modul yang berbeda untuk dipelajari. Selanjutnya, siswa berkumpul bersama teman-teman yang membahas modul yang sama. Kemompok homogen tersebut kemudian diberikan masalah yang harus diselesaikan bersama di dalam diskusi kelompok. Guru berperan sebagai fasilitator.
E. Instrumen Penelitian
Instrumentasi yang digunakan untuk pengambilan data yaitu: 1. soal essay untuk Pretes ( Lampiran 7 ).
2. soal essay untuk Postes ( Lampiran 8).
2. RPP (Lampiran 3) 3. LKS (Lampiran 6)
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan tes pemahaman konsep. Tes ini diberikan sebelum memulai pemberian materi dan sesudah materi serta treatment sudah diberikan. Pengumpulan data dengan memberikan soal pretest kepada siswa. Skor pretest sebagai skor awal siswa dan jawaban pretest siswa sebagai pemahaman awal. Selanjutnya, peneliti memberikan treatment dengan metode jigsaw II. Setelah pemberian treatment, diadakanposttest sebagai tes akhir. Skor posttest siswa sebagai skor akhir siswa dan jawaban soal siswa sebagai pemahaman akhir siswa. Model tes pemahaman konsep yang digunakan berupa soal esai.
G. Teknik Analisis Data
1. Teknik Analisis Data Kuantitatif
Data kuantitatif yang terkumpul yaitu nilai pretest dan posttest akan dianalisa menggunakan analisis statistik korelatif. Tujuan analisis ini untuk mengetahui pengaruh metode jigsaw II terhadap tingkat pemahaman siswa.
kelompok dependen. Uji T ini digunakan untuk mengetes dua kelompok yang dependent atau satu kelompok yang di test dua kali, yaitu pada pretest dan posttest. Kelompok dependent adalah kelompok yang saling bergantung, berkaitan, atau bahkan sama.
Cara perhitungannya:
= −
(∑ −(∑ ) )
( − 1)
Keterangan :
D: perbedaan antara score tiap subyek = Xrata-rata pretest–Xrata-rata posttes N: jumlah pasang score (jumlah pasangan)
Df: N-1
Tabel 3.1 Analisis Skor per Soal
No.
Nama
siswa
Nomor Soal dan Poin Total
poin
kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1. aaa Paham
/kurang
paham /
tidak
paham
2
…
dst
Setelah terdapat data-data pretest dan posttest yang sudah dikelompokkan sesuai kategori dan dipersentasekan, dilakukan pembandingan data pretest dan posttest tersebut untuk melihat tingkat keberhasilan treatment yang sudah diberikan dan tingkat pemahaman siswa ada atau tidak.
Rentang nilai untuk masing-masing kategori yaitu: Tidak Paham : 0–35
Kurang Paham : 36–71
Cara membuat persentase per kategori:
% = ℎ
ℎ 100 %
2. Teknik Analisis Data Kualitatif
Untuk mengetahui tingkat pemahaman awal siswa, maka dilakukan analisis terhadap hasil pengerjaan soal pretest oleh siswa terhadap setiap soal yang diberikan. Sebelumnya, peneliti telah menyiapkan jawaban-jawaban soal sebagai standar untuk menganalisis jawaban siswa. Selanjutnya, jawaban-jawaban siswa tersebut dikelompokkan menjadi satu dan dibandingkan dengan standar jawaban dari peneliti. Demikian pun pada data posttest jawaban siswa diberi perlakuan yang sama dengan perlakuan datapretest.
Tabel 3.2
Analisis Variasi JawabanPretestdanPosttest No.
soal
Standar Jawaban PreTest
Jawaban PreTest Siswa
Standar Jawaban Posttest
Jawaban Posttest Siswa
1.
2.
…
dst
ini per materi dan indikator yang akan dicapai. Analisis ini dilakukan untuk data pretest dan posttest. Selanjutnya hasil analisis pretest dan posttest dibandingkan untuk melihat dimana tingkat pemahaman siswa berubah meningkat atau sama saja.
H. Desain Penelitian
Diagram alir untuk desain penelitian ini yaitu:
Gambar 3.1 diagram alir penelitian
Desain penelitian ini terdiri dari kelompok yang dipilih dengan cara membagi jumlah siswa dan siswi sama di setiap kelompok. Kelompok diberikan treatment dengan metode jigsaw II. Sebelum diberikan treatment, kelompok diberikan pretest. Skor awal siswa digunakan sebagai variabel pertama. Jawaban siswa dari setiap soal dikelompokkan dalam kategori-kategori yang ada dan dipersentasekan dari setiap kategori-kategori. Pretest bertujuan untuk mengetahui apakah sejauh mana tingkat pemahaman awal siswa.
Pretest
Analisis jawaban Treatment dengan
metode jigsaw II
Posttest
Analisis jawaban
Uji T-dependen t
Setelah diadakan pretest, maka kelompok siswa akan diberikan treatment pengajaran dengan metode jigsaw II. Tujuan metode ini untuk membantu siswa agar bisa lebih tertarik mengikuti pembelajaran dan bisa membantu siswa dalam memahami materi. Treatment ini juga bertujuan memacu siswa untuk mau berusaha aktif dalam pembelajaran.
Treatment selesai dilaksanakan maka diadakan posttest sebagai tes akhir pemahaman siswa. Skor posttest digunakan sebagai variabel kedua dalam analisis kuantitatif. Jawaban siswa di setiap soal dianalisis dengan mengkategorikan ke dalam kategori yang sudah ditentukan dan dipersentasekan dari setiap kategori. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman akhir siswa setelah diberikantreatment.
42
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
A. DATA
Tabel 4.1
Hasil Pretest dan Posttest
B. PERHITUNGAN STATISTIK UJI T
Tabel 4.2
Analisis Data Pretest dan Posttest
Subyek Pretest Posttest D D2
A 14,25 20,25 -6 36
B 23 37 -14 196
C 9 26,75 -17,75 315,0625
D 17,5 24,75 -7,25 52,5625
E 15,75 47,25 -31,5 992,25
F 18,5 39,5 -21 441
G 22,75 34 -11,25 126,5625
H 15 20,5 -5,5 30,25
I 15 50,75 -35,75 1278,0625
J 5,25 12,5 -7,25 52,5625
K 15,5 30,25 -14,75 217,5625
L 23 34 -11 121
M 18,5 50,25 -31,75 1008,0625
N 9,75 21,75 -12 144
O 19,5 40,5 -21 441
P 15,75 38,75 -23 529
Q 5,25 3,25 2 4
R 17 42,75 -25,75 663,0625
S 9,5 20,75 -11,25 126,5625
T 15 17 -2 4
U 7,5 18 -10,5 110,25
V 11,25 20,75 -9,5 90,25
W 18,75 35,5 -16,75 280,5625
X 15 37,75 -22,75 517,5625
Y 10,5 35,5 -25 625
Z 4 8 -4 16
AA 3,5 25,5 -22 484
BB 12,75 35,5 -22,75 517,5625
CC 10,25 30 -19,75 390,0625
DD 11 30,25 -19,25 370,5625
EE 9,5 30,5 -21 441
FF 9,5 15,75 -6,25 39,0625
GG 22,5 52,75 -30,25 915,0625
Jumlah 450,75 988,25 -537,5 11575,5
Xrata-rata pretest= ,
= 13,66
Xrata-rata posttest= ,
= 29,95
= −
(∑ (∑ ) ) ( )
= 13,66 − 29,95 ( , ( , ) )
= −16,29
( , , )
= −16,29 √2,6712
= −16,29 1,634 = −9,969
Tabel 4.3
Hasil Analisis Uji T melalui SPSS
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 pretest 13.6591 33 5.55611 .96719
posttest 29.9470 33 12.28849 2.13915
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig.
(2-tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1
pretest - posttest -1.62879E1 9.38877 1.63437 -19.61699 -12.95877 -9.966 32 .000
trel = -9,966 df = 32
tcrit(two tailed test) = 2,042 dengan level signifikan = 0,05
ІtrelІ> tcrit sehingga hasil ini signifikan artinya 2 kondisi dari kelompok ini berbeda di mana ada peningkatan hasil belajar siswa terlihat dari Xrata-rata posttest> Xrata-rata pretest.
ρ = .000 < α=0,5 sehingga dari hasil uji T menunjukkan jika posttest lebih
46 Analisis Ketuntasan Butir Soal PreTes
nomor soal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
No.
Nama Lengkap/skor
maksimal
8 12 8 3 6 8 10 2 6 4 4 6 4 4 8 6 nilai Keterangan
1 A 3 0 0 0 0,25 0 0 0 0,5 0 2 0 0 2,5 5 0 14,25 tidak paham
2 B 2 7 2,25 3 0,25 0 2 0 2 0 1 0 0 2,5 0 0 23 tidak paham
3 C 1,25 0 0 1 0 0 0 0 0,25 0 1,5 0 0 2,5 1,5 0 9 tidak paham
4 D 2 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3,5 0 2,5 3,5 2 17,5 tidak paham
5 E 1,75 0 1 0,5 0 0 0 0 0 0 1,5 2,5 0 2,5 3 2 15,75 tidak paham
6 F 2 0 2 1 0 0 0 1 0,25 0 1,25 2,5 0 2,5 4 1 18,5 tidak paham
7 G 3,25 8 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 2,5 4 1 22,75 tidak paham
8 H 2,25 0 2 1 0 0 0 0 0,25 0 1,5 2 0 0 4 1 15 tidak paham
9 I 3 0,5 0 1 0,75 2 0 0,25 1,5 0,25 0 4,5 0 0 0 0,25 15 tidak paham
10 J 1 0 1 0,5 0,5 0 0 0 0,25 0 1 0 0 0 0 0 5,25 tidak paham
11 K 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 4 0 2,5 3 2 15,5 tidak paham
12 L 1,5 6 1 1 0,5 0 0 0 0,25 0 1 2 0 1,75 4 3 23 tidak paham
13 M 2 0 0 0 0,25 0 0 0 1,5 0 1 5,5 0,25 1 4 2 18,5 tidak paham
14 N 1 0 0 0 0 0 0 1 0,25 0 0 2,5 0 4 0 0 9,75 tidak paham
15 O 2 0 2 1 0 0 0 1 0 0 1,5 2,5 0 2,5 4 2 19,5 tidak paham
16 P 2 0 1 1 0 0 0 2 0 0 0,75 2,5 0 2,5 3 0 15,75 tidak paham
17 Q 3,5 0,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5,25 tidak paham
18 R 2,75 7 0,25 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 4 0 17 tidak paham
19 S 1 0 1 1 0,25 0 0 0,25 2 0 0 0 0,25 2,5 0,25 0 9,5 tidak paham
20 T 2 0 1 1 0 0 0 0,5 0,25 0 1,5 2,75 0 0 3 2 15 tidak paham
47
22 V 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0,75 2,5 0 0 3 1 11,25 tidak paham
23 W 2 0 1 2 0 0 0 0,75 0 0 1 2 0 2,5 4 2,5 18,75 tidak paham
24 X 3 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 4 15 tidak paham
25 Y 2,5 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 10,5 tidak paham
26 Z 1,75 0,75 0,25 0,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 tidak paham
27 AA 2,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3,5 tidak paham
28 BB 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2,5 0,75 0 2,5 4 0 12,75 tidak paham
29 CC 2 2 0 1 0 0 0 0 0,25 0 1,5 0 0 2,5 0 0 10,25 tidak paham
30 DD 2,5 0,25 3 1 0,5 0 0 0 0,75 1 1 0 0 0 0 0 11 tidak paham
31 EE 2,5 0 2 0,25 0 0 3,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9,5 tidak paham
32 FF 1,75 0 0,5 1 0,75 0 0 0,25 0,5 0 0 0 0,25 2,5 1 0 9,5 tidak paham
48
Tabel 4.5
Persentase tingkat pemahaman awal:
kategori Jumlah Siswa Persentase
Tidak paham 33 100 %
Kurang paham 0 0 %
paham 0 0 %
Pada kondisi awal, seluruh siswa dalam satu kelas berada dalam kondisi tidak memahami materi yang akan di ajarkan. Tingkat pemahaman siswa ini dapat dilihat dalam diagram di bawah ini:
Gambar 4.1 Diagram tingkat pemahaman awal siswa
0 5 10 15 20 25 30 35
Tidak paham
Kurang paham
49 Tabel 4.6
Analisis Ketuntasan Butir Soal PosTes
nomor soal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
No.
Nama Lengkap/skor
maksimal
8 12 8 3 12 8 8 2 6 4 2 6 4 4 8 4 Nilai Keterangan
1 A 2,75 0 0 3 5,5 0 4 1 0 0 0 3 0 0 0 0 20,25 tidak paham
2 B 5,25 4 6 2 4,25 0 1 0 2 0 1,5 6 0 4 0 0 37 kurang paham
3 C 4 0 0 0 0 0 8 0 1,25 0 0 3,5 4 4 1 0 26,75 tidak paham
4 D 0 0 2 1,5 2 0 2,5 1 1 0 0,5 5 2 4 1,75 0,5 24,75 tidak paham
5 E 2,25 8 8 3 1,5 0 8 0,25 1,75 3 0 5,5 0 4 1 0 47,25 kurang paham
6 F 2 2 6 2 0,25 0 5 2 1,25 4 0,5 2 1,5 4 4 2 39,5 kurang paham
7 G 5 10 5 3 2,5 0 0 0 0 0 0 2,5 0 4 1 0 34 tidak paham
8 H 3,25 0 6 0,8 0 0 7 0 0 0 0,5 0 0 0 2 0 20,5 tidak paham
9 I 8 4 8 2 3,75 0 0 0 2,5 0 0,5 6 4 4 4 3 50,75 kurang paham
10 J 1,25 1 4 1,5 1,75 0 0 0 0,25 0 0,25 0 1 0,5 0 0 12,5 tidak paham
11 K 3,75 4 6 3 6 3 1 0,25 0,25 0 2 0 0 0 0 0 30,25 tidak paham
12 L 5,25 3 4 1 3 0 0 0 0 0 0,5 6 0,25 4 4 2 34 tidak paham
13 M 5 10 8 3 4,75 6 2,5 0 2 0 0 4 0 4 0 0 50,25 kurang paham
14 N 3,5 0 2,5 2,5 0 0 0 0 0,25 0 0,5 2,5 0 2,5 5 1,5 21,75 tidak paham
15 O 1,5 8 8 2 0 0 8 2 0 0 0 0 0 4 4 2 40,5 kurang paham
16 P 1,25 6 6 3 1,5 0 8 2 0 0 0 0 0 4 4 2 38,75 kurang paham
17 Q 2,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3,25 tidak paham
18 R 5 2 5,5 3 2,5 0 2,5 1 0,75 0 0,5 6 2 4 4 3 42,75 kurang paham
19 S 2 0 7 1 2,25 0 5 0,25 0 0 0 1,5 0,5 0,25 0 0 20,75 tidak paham
20 T 4 0 4 1 5 0 0 0 0,5 0 0,5 0 0 0 1 0 17 tidak paham
50
22 V 1,75 2 6 3 0 0 0 0,25 0 0 2,5 0 2,5 0,5 1 0 20,5 tidak paham
23 W 5 0 6 3 0 0 8 0 0 0 0 2,5 0 4 4 2 35,5 kurang paham
24 X 5,25 8 6 1,5 3,25 0 0 0 2,25 0 0,5 5 0 4 0 1 37,75 kurang paham
25 Y 4,75 4 7 1,5 1,25 0 0 0 0 0 0,5 3,5 4 4 3 1 35,5 kurang paham
26 Z 1 0,5 2 1 0,75 0 0 0 0 0 0 0 0,25 0 1,5 0 8 tidak paham
27 AA 3,75 6 6 0,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 4 0 25,5 tidak paham
28 BB 5 0 6 3 0 0 8 1 1 0 0 2,5 0 4 2 2 35,5 kurang paham
29 CC 4,75 0 4,75 2 0 0 3,5 0 0 0 0,5 2,5 0 4 5 2 30 tidak paham
30 DD 5 4,5 7,5 3 2,75 0 0 0 0 0 0 2,5 0 4 0 0 30,25 tidak paham
31 EE 3 0 0,25 1 4,5 0 8 0,5 0,75 0 0 3,5 4 4 0 0 30,5 tidak paham
32 FF 2 2 8 1,5 0 0 0 0 1,25 0 0 0 0 0 0 0 15,75 tidak paham
51
Tabel 4.7
Persentase tingkat pemahaman akhir:
kategori Jumlah Siswa Persentase
Tidak paham 20 60,61 %
Kurang paham 13 39,4 %
paham 0 0 %
Setelah diberikan treatmen terjadi peningkatan untuk tingkat pemahaman siswa yaitu 39,4 % dari jumlah siswa berhasil naik pemahamannya dari tidak paham menjadi kurang paham. Jumlah siswa dengan pemahaman tidak paham berkurang menjadi 60,61 %. Tingkat pemahaman siswa ini dapat dilihat dalam diagram di bawah ini:
Gambar 4.2 diagram tingkat pemahaman akhir siswa Tidak
paham; 20
Kurang paham; 13
paham; 0 0
5 10 15 20 25
52
C. Analisis Variasi Jawaban Siswa
Tabel 4.8
Analisis Variasi Jawaban Siswa
No. Standar Jawaban Pretest Variasi Jawaban Pretest Siswa
No. Standar jawaban Posttest Variasi Jawaban Posttest Siswa
1. a. Hasil pembacaan pengukuran menggunakan penggaris: 1) Mistar 1 = 2,5 cm 2) Mistar 2 = 11 cm
b. Ketidakpastian masing-masing mistar 1) Mistar 1
Skala terkecil = 1 cm/10 grs = 0,1 cm Ketidakpastian = ½ x skala terkecil
= ½ x 0,1 cm = 0,05 cm 2) Mistar 2
Skala terkecil = 1 cm/2 grs = 0,5cm Ketidakpastian = ½ x skala terkecil
= ½ x 0,5 cm
1. a. Hasil pembacaan pengukuran menggunakan penggaris: 1) Mistar 1 = 5,6 cm 2) Mistar 2 = 8 cm
b. Ketidakpastian masing-masing mistar 1) Mistar 1
Skala terkecil = 1 cm/10 grs = 0,1 cm Ketidakpastian = ½ x skala terkecil
= ½ x 0,1 cm = 0,05 cm 2) Mistar 2
Skala terkecil = 10 cm/10 grs = 1cm Ketidakpastian = ½ x skala terkecil
53 No. Standar Jawaban Pretest Variasi Jawaban Pretest
Siswa
No. Standar jawaban Posttest Variasi Jawaban Posttest Siswa
c. Laporan hasil pengukuran 1) Mistar 1 => (2,5 ± 0,05) cm
c. laporan hasil pengukuran
c. Laporan hasil pengukuran 1) Mistar 1 => (5,6 ± 0,05) cm
Skala terkecil= 1 mm Ketidakpastian = ½ x 1 mm = 0,5 mm
54 No. Standar Jawaban Pretest Variasi Jawaban Pretest
Siswa
No. Standar jawaban Posttest Variasi Jawaban Posttest Siswa
55 No. Standar Jawaban Pretest Variasi Jawaban Pretest
Siswa
No. Standar jawaban Posttest Variasi Jawaban Posttest Siswa
2. Melukiskan hasil pengukuran dengan mistar a. (7,5 ±0,25) cm
Ketidakpastian = 0,25 cm
Skala terkecil = 2 x ketidakpastian = 2 x 0,25 cm = 0,5 cm
Hasil pengukuran benda sepanjang 7,5 cm dilukiskan menggunakan mistar yang skala terkecilnya 0,5 cm
b. (5,8 ± 0,05) cm
Ketidakpastian = 0,05 cm
Skala terkecil = 2 x ketidakpastian = 2 x 0,05 cm = 0,1 cm
Hasil pengukuran benda sepanjang 5,8 cm dilukiskan menggunakan mistar yang skala terkecilnya 0,1 cm
c. (4,4 ± 0,1) cm
Melukiskan hasil pengukuran dengan mistar
a. (7,5 ± 0,25) cm
Siswa melukiskan benda dengan panjang 7,5 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,05 cm
Siswa melukiskan benda
dengan panjang 7,5 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,5 cm
Siswa melukiskan benda dengan panjang 7,75 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,05 cm
Siswa tidak melukiskan
tetapi menjumlahkan hasil pengukuran yaitu 7,5 cm + 0,25 cm = 7,75 cm
Siswa melukiskan benda
2. Melukiskan hasil pengukuran dengan mistar a. (7,5 ±0,25) cm
Ketidakpastian = 0,25 cm
Skala terkecil = 2 x ketidakpastian = 2 x 0,25 cm = 0,5 cm
Hasil pengukuran benda sepanjang 7,5 cm dilukiskan menggunakan mistar yang skala terkecilnya 0,5 cm
b. (5,8 ± 0,05) cm
Ketidakpastian = 0,05 cm
Skala terkecil = 2 x ketidakpastian = 2 x 0,05 cm = 0,1 cm
Hasil pengukuran benda sepanjang 5,8 cm dilukiskan menggunakan mistar yang skala terkecilnya 0,1 cm
c. (4,4 ± 0,1) cm
Melukiskan hasil pengukuran dengan mistar
a. (7,5 ± 0,25) cm
Siswa melukiskan benda dengan panjang 7,1 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,1 cm
Siswa melukiskan benda
dengan panjang 7,5 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,1 cm
Siswa melukiskan benda dengan panjang 7 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,1 cm
Siswa melukiskan benda
dengan panjang 7,2 cm tetapi dengan mistar yang skala terkecilnya 0,2 cm
56 No. Standar Jawaban Pretest Variasi Jawaban Pretest
Siswa
No. Standar jawaban Posttest Variasi Jawaban Posttest Siswa
Ketidakpastian = 0,1 cm
Skala terkecil = 2 x ketidakpastian = 2 x 0,1 cm = 0,2 cm
Hasil pengukuran benda sepanjang 4,4 cm dilukiskan menggunakan mistar yang skala terkecilnya 0,2 cm
dengan panjang 7,5 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,25 cm
b. ( 5,8 ± 0,05) cm
Siswa dengan benar melukiskan benda sepanjang 5,8 cm dan dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,05 cm.
Siswa tidak melukiskan tetapi menjumlahkan hasil pengukuran yaitu 5,8 cm + 0,05 cm = 5,85 cm
Siswa melukiskan benda
dengan panjang 5,8 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,5 cm
Siswa melukiskan benda
Ketidakpastian = 0,1 cm
Skala terkecil = 2 x ketidakpastian = 2 x 0,1 cm = 0,2 cm
Hasil pengukuran benda sepanjang 4,4 cm dilukiskan menggunakan mistar yang skala terkecilnya 0,2 cm
dengan panjang 7,5 cm dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,25 cm
Skala terkecil = 2x ketidakpastian = 2 x 0,25 cm = 0,5 cm
Siswa melukiskan benda dengan panjang 7,5 cm tetapi dengan mistar yang skala terkecil 1 cm
b. ( 5,8 ± 0,05) cm
Siswa dengan benar melukiskan benda sepanjang 5,8 cm dan dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,05 cm
Siswa melukiskan benda