• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan pemahaman materi pengukuran dengan metode pembelajaran jigsaw II pada siswa kelas X SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan pemahaman materi pengukuran dengan metode pembelajaran jigsaw II pada siswa kelas X SMA Pangudi Luhur Yogyakarta."

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

vii

ABSTRAK

Cicilia Ari Susanti, “Peningkatan Pemahaman Materi Pengukuran dengan Metode Pembelajaran Jigsaw II pada Siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”.

Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (2012).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa mengenai materi pengukuran dengan metode pembelajaran Jigsaw II. Untuk menentukan ada tidaknya peningkatan mengenai konsep Pengukuran, peneliti membandingkan pemahaman awal siswa sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran Jigsaw II.

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X2 SMA Pangudi Luhur yang berjumlah 33 orang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012.

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis pretes dan postes. Peneliti ini melakukan lima tahap kegiatan dalam pembelajaran yaitu (1) pretes, (2)pemahaman materi dalam kelompok heterogen, (3) diskusi kelompok ahli, (4) siswa saling mengajar temannya di dalam kelompok heterogen, (5) postes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan pemahaman mengenai materi Pengukuran. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t melalui SPSS yang signifikan dimana ρ = .000 < α=0,5 menunjukkan

jika postes lebih baik dari pretes yaitu ada peningkatan. Dari hasil perhitungan uji t didapatkan trel = -9,966 dengan df = 32, tcrit (two tailed test) = 2,042 dengan level signifikan = 0,05, hasil memperlihatkan bahwa ІtrelІ> tcrit sehingga hasil ini signifikan, artinya 2 kondisi dari kelompok ini berbeda di mana ada peningkatan hasil belajar siswa.

(2)

viii

ABSTRACT

Susanti, Cicilia Ari. The Rise of Students’Concept Understanding on Subject : Measurement with Jigsaw II Learning Method of Tenth Graders of Pangudi Luhur Yogyakarta Senior High School.

Physics Education, Mathematics and Natural Science Department, Teacher Training and Education Faculty, Sanata Dharma University (2012).

This research is intended to find out the rise of students’ concept understanding about Measurement with Jigsaw II learning method. In order to determine the presence or absence of an increase in the measurement concept, the

researchers compared the students’ initial understanding before and after

participating in learning with jigsaw II learning method.

This research was conducted in Pangudi Luhur Senior High School Yogyakarta. The subjects of this research was students of class X2 of Pangudi Luhur Senior High School which totaling 33 people. This research had been held during August in 2012.

The instrument used in this research is are written test that pretest and posttest. Researchers conducted a five-step learning activities : (1) pretest, (2) understanding of concept in heterogeneous groups, (3) expert group discussions, (4) student teach each other friends in the heterogeneous groups, (5) posttest.

(3)

PENINGKATAN PEMAHAMAN MATERI PENGUKURAN DENGAN

METODE PEMBELAJARAN JIGSAW II PADA SISWA KELAS X SMA

PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

Cicilia Ari Susanti

NIM : 081424009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)
(7)

v

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Dan bahwa setiap pengalaman mestilah dimasukkan ke dalam kehidupan, guna memperkaya kehidupan

itu sendiri. Karena tiada kata akhir untuk belajar seperti juga tiada kata akhir untuk kehidupan

(Annemarie S.)

Orang-orang menjadi begitu luar biasa ketika mereka mulai berpikir bahwa mereka bisa melakukan sesuatu. Saat mereka percaya pada diri mereka sendiri, mereka memiliki rahasia kesuksesan yang

pertama (Norman Vincent Peale)

Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka

menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk

menunggu inspirasi (Ernest Newman)

Tak ada rahasia untuk menggapai sukses. Sukses itu dapat terjadi karena persiapan, kerja keras dan

mau belajar dari kegagalan (Gen Collin Powel)

Karya kecilku ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus yang selalu memberkatiku di setiap langkahku

Bapak, Ibu, Adik-adik dan keluarga besarku tercinta

(8)
(9)

vii

ABSTRAK

Cicilia Ari Susanti, “Peningkatan Pemahaman Materi Pengukuran dengan Metode Pembelajaran Jigsaw II pada Siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”.

Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (2012).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa mengenai materi pengukuran dengan metode pembelajaran Jigsaw II. Untuk menentukan ada tidaknya peningkatan mengenai konsep Pengukuran, peneliti membandingkan pemahaman awal siswa sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran Jigsaw II.

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X2 SMA Pangudi Luhur yang berjumlah 33 orang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012.

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis pretes dan postes. Peneliti ini melakukan lima tahap kegiatan dalam pembelajaran yaitu (1) pretes, (2)pemahaman materi dalam kelompok heterogen, (3) diskusi kelompok ahli, (4) siswa saling mengajar temannya di dalam kelompok heterogen, (5) postes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan pemahaman mengenai materi Pengukuran. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t melalui SPSS yang signifikan dimana ρ = .000 < α=0,5 menunjukkan

jika postes lebih baik dari pretes yaitu ada peningkatan. Dari hasil perhitungan uji t didapatkan trel = -9,966 dengan df = 32, tcrit (two tailed test) = 2,042 dengan level signifikan = 0,05, hasil memperlihatkan bahwa ІtrelІ> tcrit sehingga hasil ini signifikan, artinya 2 kondisi dari kelompok ini berbeda di mana ada peningkatan hasil belajar siswa.

(10)

viii

ABSTRACT

Susanti, Cicilia Ari. The Rise of Students’Concept Understanding on Subject : Measurement with Jigsaw II Learning Method of Tenth Graders of Pangudi Luhur Yogyakarta Senior High School.

Physics Education, Mathematics and Natural Science Department, Teacher Training and Education Faculty, Sanata Dharma University (2012).

This research is intended to find out the rise of students’ concept understanding about Measurement with Jigsaw II learning method. In order to determine the presence or absence of an increase in the measurement concept, the

researchers compared the students’ initial understanding before and after

participating in learning with jigsaw II learning method.

This research was conducted in Pangudi Luhur Senior High School Yogyakarta. The subjects of this research was students of class X2 of Pangudi Luhur Senior High School which totaling 33 people. This research had been held during August in 2012.

The instrument used in this research is are written test that pretest and posttest. Researchers conducted a five-step learning activities : (1) pretest, (2) understanding of concept in heterogeneous groups, (3) expert group discussions, (4) student teach each other friends in the heterogeneous groups, (5) posttest.

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Penulis menghaturkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Rahim atas limpahan cinta dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul “Peningkatan Pemahaman Materi Pengukuran dengan Metode Pembelajaran Jigsaw II pada Siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur

Yogyakarta”.

Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini dapat terselesaikan berkat bantuan, dukungan, saran-saran dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Severinus Domi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan sabar, mengarahkan, membagi ilmu dan pengalaman, atas semua saran, kritik dan keramahannya, semua itu sangat berarti selama proses penyusunan skripsi.

(12)

x

3. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Fisika yang telah membimbing, mendidik, membagikan ilmu, pengalaman hidup, dan berbagi kreatifitas kepada penulis selama belajar di Universitas Sanata Dharma.

4. Seluruh staf sekretariat JPMIPA, mbak Heni, pak Sugeng, dan mas Arif yang telah membantu memperlancar studi penulis, atas keramahan dan kesabarannya selama penulis menempuh studi di Universitas Sanata Dharma. 5. Seluruh staf perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah

menyediakan fasilitasnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Bapak Drs. Br Herman Yoseph, FIC selaku kepala sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian skripsi.

7. Bapak Ign. Suroto selaku guru bidang studi fisika kelas X yang telah banyak membantu selama penelitian.

8. Bapak Yb. Sunardi dan Ibu Sri tercinta, orang tua yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan, fasilitas, dan setia menantiku. Terima kasih atas kesabaran dan pengorbanannya.

9. Buat adik-adikku Tika dan Dian, serta seluruh keluarga besarku, terima kasih atas doa, cinta, kasih sayang serta dukungannya.

10. Petrus Mundana yang selalu inside me. Thanks for your love in my tears and laugh.

(13)

xi

12. Sahabat-sahabatku Linda, Ratih, Monica, Sisca, Siska, dan Dian, terimakasih atas dukungan kalian selama ini, persahabatan yang indah dari kalian.

13. Untuk teman-teman KKN Jambu tercinta ( Ani, Tito, Lusi, Lana, Baskoro, Sepsi, dan Nofa, terima kasih atas dukungan dan semangatnya.

14. Teman-temanku seangkatan Pendidikan Fisika 2008 dan dari semua angkatan, terima kasih atas kebersamaan, kerja sama, kegembiraan, suka duka, penerimaan dan kesediaan diri untuk bersama saling berbagi ilmu. 15. Teman –teman kost “FM”, khususnya mbak rosa, mbak tina, prima, susan

yang selalu memotivasi saya untuk cepat menyelesaikan skripsi, terima kasih atas kebersamaan dan canda tawanya selama ini.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun serta menyempurnakan tulisan ini. Supaya dapat berguna bagi perkembangan dan pembelajaran di sekolah.

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL...xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah ...4

C. Tujuan Penelitian...4

D. Manfaat Penelitian...4

E. Hipotesis Tindakan...5

BAB II KAJIAN TEORI A. Hakekat Fisika...6

1. Fisika sebagai Produk...6

(15)

xiii

3. Fisika sebagai Proses ...10

B. Pembelajaran Aktif...14

C. Pembelajaran Kooperatif...16

D. Metode Jigsaw II ...20

E. Perilaku Siswa Terhadap Suatu Metode...22

F. Materi Pembelajaran ...24

1. Pengukuran ...24

a. Alat Ukur Panjang dan Ketelitiannya...24

1) Mistar...24

2) Jangka Sorong...25

3) Mikrometer Sekrup ...28

b. Alat Ukur Waktu dan Ketelitiannya ...31

c. Angka Penting ...32

1) Notasi Ilmiah ...32

2) Aturan Angka Penting ...33

3) Berhitung dengan Angka Penting...34

a) Pembulatan ...34

b) Penjumlahan dan pengurangan ...34

c) Perkalian dan Pembagian...35

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian...37

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...38

(16)

xiv

D. Treatment...38

E. Instrumen Penelitian...38

F. Teknik Pengumpulan Data ...39

G. Teknik Analisis Data ...39

1. Teknik Analisis Data Kuantitatif...39

2. Teknik Analisis Data Kualitatif...41

H. Desain Penelitian...43

BAB IV DATA DAN ANALISIS A. Data ...45

B. Perhitungan Statistik Uji t ...46

C. Analisis Variasi Jawaban Siswa...53

D. Pembahasan ...87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...97

B. Saran...98

DAFTAR PUSTAKA...100

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Contoh penggunaan notasi ilmiah...32

Tabel 3.1 Analisis Skor per Soal...42

Tabel 3.2 Analisis Variasi Jawabanpretestdanposttest ...43

Tabel 4.1 HasilPretestdanPosttest ...46

Tabel 4.2 Analisis DataPretestdanPosttest ...47

Tabel 4.3 Hasil analisis uji t melalui SPSS ...48

Tabel 4.4 Analisis Ketuntasan Butir Soal Pretes ...50

Tabel 4.5 Persentase tingkat pemahaman awal ...52

Tabel 4.6 Analisis Ketuntasan Butir Soal Postes ...53

Tabel 4.7 Persentase tingkat pemahaman awal ...55

(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mistar ...24

Gambar 2.2 Jangka Sorong dan bagian-bagiannya ...25

Gambar 2.3 Mikrometer sekrup dan bagian-bagiannya ...28

Gambar 2.4 Pengukuran dengan mikrometer sekrup...30

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian...44

Gambar 4.1 Diagram tingkat pemahaman awal siswa ...52

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Permohonan Penelitian...108

Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian...109

Lampiran 3 Rencana Perencanaan Pembelajaran ...110

Lampiran 4 Pembagian Kelompok Heterogen dan Homogen ...118

Lampiran 5 Indikator dan Kisi-kisi Soal Pretes dan Postes...120

Lampiran 6 Lembar Kerja Kelompok Mistar ...122

Lampiran 7 Lembar Kerja Kelompok Jangka Sorong...124

Lampiran 8 Lembar Kerja Kelompok Mikrometer Sekrup ...126

Lampiran 9 Lembar Kerja Kelompok Stopwatch...128

Lampiran 10 Lembar Kerja Kelompok Angka Penting...130

Lampiran 11 Soal Pretes...132

Lampiran 12 Soal Postes ...135

Lampiran 13 Materi ...142

Lampiran 14 Hasil Pretes ...158

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan pengalaman praktek mengajar dalam rangka mata kuliah Program Pengajaran Lapangan di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, terlihat bahwa sebagian siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi pengukuran. Beberapa siswa sering mengeluh karena bingung tentang alat ukur dan penggunaannya. Beberapa siswa terkadang bingung menyelesaikan soal pengukuran yang menggunakan ketidakpastian..

Salah satu faktor penyebabnya adalah metode pembelajaran yang kurang membuat siswa terpacu untuk mengungkapkannya. Berdasarkan pengalaman di sekolah ini, guru sudah mengkombinasikan metode pembelajaran di mana ceramah dibantu dengan media powerpoint. Tetapi hal ini belum memacu siswa untuk lebih berinteraktif. Karena kelas X pada saat pembelajaran materi ini masih berstatus siswa baru yang sedang beradaptasi, terkadang siswa-siswa ini masih sungkan untuk dengan jujur mengungkapkan kesulitannya kepada guru dan mereka cenderung lebih bisa terbuka terhadap temannya.

(21)

(Marpaung, 2003, dalam Anastasia Yunita, 2007: 1, dalam Fitri Wulansih, 2009: 1). Terkadang metode ceramah dapat menimbulkan kebosanan bagi siswa. Rasa bosan dapat mengkibatkan konsentrasi siswa berkurang sehingga akan berdampak terhadap pemahaman materi siswa.

Metode pembelajaran yang menarik sangat dibutuhkan dalam pembelajaran fisika di kelas. Salah satu metode pembelajaran tersebut adalah metode pembelajaran kooperatif learning yang memiliki berbagai macam teknik. Salah satu teknik dari metode ini adalah jigsaw II yang merupakan pengembangan dari teknik Jigsaw I. Metode jigsaw II akan membantu siswa untuk meningkatkan pemahamannya bersama dengan teman-temannya. Metode ini bisa memacu siswa berinteraksi bersama teman-temannya terutama dalam proses diskusi. Siswa-siswa ini juga diajarkan untuk bertanggungjawab membantu temannya dalam memahami suatu materi.

(22)

Model problem solving membantu siswa dalam mengatasi salah pengertian dan membantu siswa dalam memecahkan persoalan. Siswa dapat mengungkapkan gagasan mereka dalam memecahkan persoalan tersebut (Suparno, 2007: 98). Dalam hal ini, metodeproblem solving juga digunakan untuk fasilitator pelengkap pembelajaran. Dengan latar belakang inilah peneliti ingin mencoba meningkatkan kemampuan pemahaman siswa dengan metode Jigsaw II.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman awal siswa mengenai pengukuran?

2. Bagaimana pemahaman siswa setelah menggunakan metode pembelajaran jigsaw II?

3. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa mengenai pengukuran dengan metode jigsaw II?

C. Tujuan Penelitian

(23)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian menambah wawasan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran siswa.

2. Secara praktis: a. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dalam mengevaluasi proses pembelajaran di kelas yang telah dilakukan dan hasil belajar yang telah dicapai dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dan kualitas sumber daya manusia yang ada di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.

Untuk perpustakaan sekolah, laporan penelitiannya dapat menjadi salah satu sumber bacaan bermanfaat bagi rekan guru sebagai contoh penelitian yang bisa dilanjutkan sebagai penelitian tindakan kelas terutama bagi yang ingin melakukan PTK atau yang belum berani memulainya, sedangkan bagi yang sudah pernah atau sudah biasa dapat menjadikan laporan ini sebagai pembanding. b. Bagi Guru

(24)

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan sebuah pengalaman yang berharga dalam menerapkan variasi metode pembelajaran dengan salah satu teknik metode cooperative learning yaitu Jigsaw II dalam pembelajaran Fisika. Pengalaman ini dapat menjadi salah satu alternatif mengajar. Diharapkan dengan metode ini juga bisa digunakan untuk materi pokok yang sesuai.

E. Hipotesis Tindakan

(25)

6

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakekat Fisika

Fisika merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahuan alam atau dikenal dengan sains. Sains didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah (Materi Fisika dalam http://dasar-teori.blogspot.com/2012/01/hakekat-fisika.html).

Fisika adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam, maka hakikat fisika adalah sama dengan hakikat ilmu pengetahuan alam yaitu sebagai produk (a body of knowledge), proses (a way of investigating), dan sikap (a way of thinking) (Rudy Fisika dalam http://fisika-dan-pembelajaran.blogspot.com/2010/12/fisika-sebagai-produk-proses-dan sikap.html).

(26)

kemudian disebut sebagai produk atau “a body of knowledge”. Pengelompokkan hasil-hasil penemuan itu menurut bidang kajian yang sejenis menghasilkan ilmu pengetahuan yang kemudian disebut sebagai fisika, kimia dan biologi. Untuk fisika, kumpulan pengetahuan itu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori dan model.

a. Fakta

Fakta adalah kejadian atau kenyataan yang sesungguhnya dari segala peristiwa yang terjadi di alam. Fakta merupakan dasar bagi konsep, prinsip, hukum, teori atau model. Sebaliknya dapat juga dinyatakan bahwa keberadaan konsep, prinsip, hukum, teori dan model adalah untuk menjelaskan dan memahami fakta.

b. Konsep

(27)

contohnya dapat diamati tetapi atributnya tidak dapat diamati, dan konsep yang baik contoh maupun atributnya tidak dapat diamati.

c. Prinsip dan Hukum

Istilah prinsip dan hukum sering digunakan secara bergantian karena dianggap sebagai sinonim. Prinsip dan hukum dibentuk oleh fakta-fakta dan konsep-konsep. Perlu dipahami bahwa hukum dan prinsip fisika tidaklah mengatur kejadian alam(fakta), melainkan kejadian alam (fakta) yang dijelasakan keberadaannya oleh prinsip dan atau hukum.

d. Rumus

Rumus adalah pernyataan matematis dari suatu fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Pada umumnya prinsip dan hukum dapat dinyatakan secara matematis.

e. Teori

(28)

hasilnya tidak akan kontradiksi dengan teori tersebut, sedangkan kita dapat membuktikan ketidakbenaran suatu teori cukup dengan hanya satu bukti yang menyimpang. Jadi, teori memiliki fungsi yang berbeda dengan fakta, konsep maupun hukum”.

f. Model

Model adalah sebuah presentasi yang dibuat untuk sesuatu yang tidak dapat dilihat. Model sangat berguna untuk membantu memahami suatu fenomena alam, juga berguna untuk membantu memahami suatu teori. Sebagai contoh, model atom Bohr membantu untuk memahami teori atom.

B. Pembelajaran Aktif

Menurut Bruner (Indriana, 2011: 199), pembelajaran adalah sebuah proses sosial dan aktif, yang dengannya para siswa mampu mengonstruksi ide-ide atau konsep-konsep baru berdasarkan pada pengetahuan mutakhir mereka. Mayoritas pengajaran yang kini dilaksanakan menggunakan pembelajaran yang konvensional di mana guru mentransfer pengetahuannya kepada siswa dimana pusatnya terfokus pada guru bukan siswa (Indriana, 2011: 85-103).

Unsur yang terpenting dalam pembelajaran yang baik adalah (Suparno, 2007: 2):

(29)

3. Bahan pelajaran

4. Hubungan antara guru dan siswa

Dalam belajar fisika yang terpenting adalah siswa yang aktif belajar fisika. Maka semua usaha guru harus diarahkan untuk membantu dan mendorong agar siswa mau mempelajari fisika sendiri. Dari pihak guru diharapkan menguasai bahan yang mau diajarkan, mengerti keadaan siswa sehingga dapat mengajar sesuai dengan keadaan dan perkembangan siswa, dapat menyusun bahan sehingga mudah ditangkap siswa. Komunikasi guru dan siswa sangat penting sehingga mereka dapat saling membantu (Suparno, 2007: 2).

Belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa (Melvin L. Silberman, 2002: dalam Sholeh, 2011: 48). Sebab, pada dasarnya belajar membutuhkan keterlibatan mental, sekaligus tindakan. Pada saat aktif belajar, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Siswa mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Dan inilah sebenarnya yang menjadi dasar dari pembelajaran aktif (Sholeh, 2011: 48).

(30)

pembelajaran interaktif, menarik, dan menyenangkan, sehingga para siswa mampu menyerap ilmu dan pengetahuan baru, serta menggunakannya untuk kepentingan diri sendiri maupun lingkungannya. Suatu pembelajaran aktif cenderung membuat siswa lebih mengingat mata pelajaran yang diberikan (Sholeh, 2011: 48-49).

Menurut Bonwell (1995: dalam Sholeh, 2011: 49-50), pembelajaran aktif memiliki beberapa karakteristik, di antaranya:

1. Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar, melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas. 2. Siswa tidak hanya mendengarkan pelajaran secara pasif, tetapi juga

mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pembelajaran. 3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan

dengan materi pembelajaran.

4. Siswa lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa, dan melakukan evaluasi.

5. Umpan balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.

(31)

C. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran yang dilakukan adalah cooperative learning. Cooperative Learning atau belajar bersama adalah model pembelajaran di mana siswa dibiarkan belajar dalam kelompok, saling menguatkan, mendalami, dan bekerja sama untuk semakin menguasai bahan (Suparno, 2007: 134).

Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tetapi sebelum masa belakangan ini, metode ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian selama dua puluh tahun terakhir ini telah mengidentifikasikan metode pembelajran kooperatif dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam pelajaran (Slavin, 2005: 4).

(32)

Peran guru dalamCooperative Learning (Suparno, 2007:136) yaitu antara lain:

1. Sebagai fasilitator dalam pembentukan kelompok 2. Mengajari konsep dasar dan keterampilan kerja sama

3. Memonitoring kelompok berjalan atau tidak, sehingga guru dapat membantu kelompok yang tidak berjalan lancar

4. Intervensi, membantu bila diperlukan; terlebih yang macet 5. Mengevaluasi kelompok dan siswa-siswa.

Fokus utama dari belajar bersama yaitu kemajuan bidang akademik dan afektif melalui kerja sama. Beberapa hal yang perlu diperhatikan (Kindsvatter dkk, hal.308; dalam Suparno, 2007: 134-135) dalam belajar bersama supaya tujuan tercapai yaitu:

1. Perlu adanya saling ketergantungan antar siswa secara positif yang artinya masing-masing siswa ada kesanggupan untuk saling membantu, saling member dan saling menerima.

2. Perlu dikembangkan interaksi interpersonal antar siswa dan keterampilan berkelompok.

3. Masing-masing siswa perlu dibantu untuk tetap bertanggung jawab pada penguasaan tugas mereka.

4. Perlu dikembangkan keterampilan sosial siswa.

(33)

Tujuan belajar bersama (Kindsvatter dkk: 308; dalam Suparno, 2007: 135) ini antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan hasil belajar lewat kerjasama.

2. Alternatif belajar untuk membantu siswa yang lemah untuk maju. 3. Meningkatkan keakraban, hubungan dan kerjasama antar siswa. 4. Membantu siswa dalam membangun pengetahuan lewat kerja sama

dan belajar bersama dengan teman. Yang dikerjakan oleh guru:

1. Dalam persiapan : menjabarkan kurikulum dalam langkah-langkah yang dapat dicapai dengan belajar bersama

2. Membentuk kelompok.

3. Menjelaskan tugas kelompok secara jelas.

4. Monitoring kerja sama efektif atau tidak, membantu,feedback. 5. Evaluasi hasil siswa.

Peran siswa dalam pembelajarancooperative learningyaitu:

1. Siswa berperan sebagai murid dan guru sekaligus karena menerima dari yang lain dan member kepada yang lain. Pada saat mereka menyumbangkan pikiran kepada yang lain, maka mereka seperti guru. Pada saat mereka dijelaskan oleh yang lain, mereka berperan seperti siswa.

(34)

3. Siswa dapat merasakan bagaimana mereka sungguh saling mengembangkan dengan saling member dan menerima. Maka peran saling member dan menerima ini perlu dikembangkan.

Dari beberapa metode pembelajaran cooperative learning, metode yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah metode Jigsaw II. Dalam metode jigsaw II, peneliti menggunakan tim-tim kecil yang heterogen dan tim-tim kecil homogen sebagai tim ahli di dalam kelas di mana setiap anggota kelompok mendapatkan informasi atau bagian, lalu membahas di tim ahli dan selanjutnya masing-masing menjelaskan atau mengajarkan kepada kelompok heterogennya. Setelah itu, mereka dites secara individual.

D. Metode Jigsaw II

Metode jigsaw merupakan metode pembelajaran di mana setiap anggota kelompok mendapatkan informasi atau bagian, lalu masing-masing menjelaskan atau mengajarkan kepada kelompoknya. Setelah itu di tes secara individual.(Goor & Schween, 1993, dalam Kindsvatter dkk: hal 301: dalam Suparno, 2007: 137).

(35)

ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota saat mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka sekitar 30 menit. Para ahli tersebut kemudian kembali ke tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya tentang topik mereka. Yang terakhir adalah para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik (Slavin, 2005: 237).

Kunci metode jigsaw ini adalah interdependensi yaitu tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja dengan baik pada saat penilaian (Slavin, 2005: 237).

Berikut langkah-langkah yang dilakukan pendidik dalam strategi pembelajaran jigsaw II:

1. Siswa dikelompokkan ke dalam beberapa tim (tergantung jumlah sub bab yang akan dibahas, idealnya 4-5 orang setiap kelompok).

2. Setiap siswa dalam tim diberikan bagian materi dan tugas yang berbeda. Setiap anggota tim fokus pada sub bab yang berbeda-beda. 3. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari sub bab yang

sama, bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan sub bab yang mereka bahas.

(36)

tentang sub bab yang mereka kuasai. Sementara, setiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

5. Guru memberi evaluasi. 6. Rekognisi tim.

Berikut beberapa kelemahan dan keunggulan dari metode pembelajaran jigsaw II yaitu:

1. Keunggulan

a. Tidak memakan waktu lama dibandingkan dalam pengajaran biasa di dalam kelas.

b. Memberikan siswa informasi dari bab-bab yang tidak mereka baca.

c. Siswa-siswa akan terbantu oleh rekannya karena siswa lebih terbuka bertanya pada temannya.

d. Kerjasama yang terjalin baik antar anggota kelompok

e. Dapat menambah kepercayaan siswa akan kemampuan berpikir kritis (dalam http://trilestari-sdkanisiusgowongan.blogspot.com/ 2010/04/model-pembelajaran-kooperatif-teknik.html)

f. Setiap siswa akan memiliki tanggung jawab akan tugasnya.

g. Mengembangkan kemampuan siswa mengungkapkan ide atau gagasan dalam memecahkan masalah tanpa takut membuat salah. h. Dapat meningkatkan kemampuan sosial: mengembangkan rasa

(37)

2. Kelemahan

Kelemahan metode jigsaw II menurut Roy Killen, 1966 (dalam http://trilestari-sdkanisiusgowongan.blogspot.com/2010/04/model-pembelajaran-kooperatif-teknik.html) diantaranya adalah:

a. Dalam memahami suatu konsep, siswa mendiskusikan bersama dengan siswa lain. Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak diperlukan agar jangan sampai terjadi salah konsep (Misconception).

b. Sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan materi pada teman, jika siswa tidak percaya diri, pendidik harus mampu memainkan perannya dalam memfasilitasi kegiatan belajar. c. Pendidik sebaiknya sudah mengenali tipe-tipe siswa.

d. Awal pembelajaran ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.

e. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (> 40 siswa) sangat sulit.

E. Perilaku Siswa Terhadap Suatu Metode

(38)

ketegangan, mudah stress, dan tidak mampu memecahkan masalah dalam kehidupannya.

Sudah banyak siswa yang cerdas secara intelektual, tetapi tidak bisa mengendalikan sisi emosionalitas mereka, sehingga kehilangan kesempatan untuk hidup lebih bahagia dan menyenangkan. Maka dari itu, unsure kebahagiaan dalam proses pembelajaran menjadi hal yang penting (Sholeh, 2011: 26). Proses belajar mengajar harus mampu menciptakan interaksi yang baik antara guru dan para siswanya. Dengan begitu, mereka akan merasa dihargai dan dilibatkan, sehingga timbul perasaan senang saat pelajaran berlangsung (Sholeh, 2011: 29).

Sebaiknya pendidik jangan terlalu memaksa para siswa untuk mengikuti kemauan atau buah pikiran orang lain. Perlakuan demikian dapat membuat mereka ibarat kaset yang harus merekam suara-suara, tanpa menghiraukan apakah kaset itu masih peka atau tidak. Akibat yang lebih parah akan tampak pada perilaku intelektual mereka yang tidak lagi memiliki keberanian untuk mengeluarkan ide-ide pribadi.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Thomas(1972: dalam Sholeh, 2011: 51) menunjukkan bahwa setelah 10 menit belajar, siswa cenderung akan kehilangan konsentrasinya untuk mendengat pelajaran yang diberikan secara pasif. Hal ini tentu saja akan semakin membuat pelajaran terus dilanjutkan, tanpa upaya-upaya untuk memperbaikinya.

(39)

Pembelajaran siswa sedikit dengan mende kit mengingat. Sementara itu, pembelajaran ndengarkan, melihat, dan mendiskusikan sesuatu

adi paham. Sedangkan, pembelajaran dengan c diskusi, dan melakukan sesuatu, akan m

h pengetahuan dan keterampilan.

belajaran

uran

at ukur panjang dan ketelitiannya

Mistar

Gambar 2.1 Mistar Mistar yang biasa digunakan oleh siswa-sisw yang panjang skalanya 30 cm. jika diperhatika garis-garis hitamnya, jarak anatara dua go adalah 1 mm atau 0,1 cm. Nilai tersebut me terkecil mistar. Ketelitian mistar adalah sete terkecilnya sehingga ketelitian mistar adalah

½ x 1 mm = 0,5 mm

(40)

2) Jan

ber a)

b)

c)

d)

Jangka Sorong

Gambar 2.2 Jangka Sorong dan bagian

Bagian-bagian jangka sorong dan fung berikut:

a) Rahang luar

Rahang luar digunakan untuk mengukur suatu benda. Rahang luar terdiri atas ra rahang geser.

b) Rahang dalam

Rahang dalam digunakan untuk mengukur dari suatu benda.

c) Depth probe

Depth probe digunakan untuk mengukur ke benda.

d) Pengunci

Digunakan untuk menahan bagian-bagian ketika pengukuran seperti rahang.

ong dan bagian-bagiannya

ungsinya sebagai

ukur diameter luar rahang tetap dan

ukur diameter dalam

ukur kedalaman suatu

(41)

Penggunaan jangka sorong adalah sebagai berikut:

a) Untuk mengukur sisi luar dari suatu benda, misalkan untuk diameter batang besi.

Cara pengukuran:

• Putar pengunci berlawanan arah dengan arah jarum jam.

• Geser rahang kanan.

• Masukan benda yang akan diukur ke antara kedua rahang bawah jangka sorong.

• Geser rahang sampai tepat pada tepi benda.

• Putar pengunci searah jarum jam agar rahang tidak bergeser.

• Baca skala utama dan skala noniusnya.

b) Untuk mengukur sisi dalam suatu benda Cara pengukuran:

• Putar pengunci berlawanan arah dengan arah jarum jam.

• Masukkan rahang bagian atas ke dalam benda yang akan diukur.

• Geser rahang tepat pada benda dan putar pengunci searah jarum jam agar rahang tidak bergeser.

(42)

c) Untuk mengukur kedalaman suatu benda. Cara pengukuran:

• Putar pengunci berlawanan arah dengan arah jarum jam.

• Buka rahang jangka sorong hingga ujung lancip menyentuh dasar benda.

• Putar pengunci searah jarum jam agar rahang tidak bergeser.

• Bacalah skala utama dan skala noniusnya.

Jangka sorong umumnya digunakan untuk mengukur diameter dalam dan luar benda. Misalnya diameter cincin, kelereng. Jangka sorong terdiri atas dua bagian: rahang tetap dan rahang geser. Jangka sorong juga terdiri atas dua skala: skala utama dan skala nonius. Sepuluh skala utama panjangnya 1 cm dan sepuluh skala nonius panjangnya 0,9 cm. Jadi, beda satu skala utama dan satu skala nonius:

0,1 cm–0,09 cm = 0,01 cm atau 0,1 mm

Nilai ini merupakan skala terkecil jangka sorong sehingga ketelitian dari jangka sorong:

(43)

3) Mi

seba a)

b)

Mikrometer sekrup

Gambar 2.3 Mikrometer sekrup dan bagian Bagian-bagian mikrometer sekrup dan f sebagai berikut:

a) Rangka(Frame)

Bingkai ini berbentuk huruf C, terbuat da panas, tebal dan kuat dengan tujua untuk pemuaian dan pengerutan yang bisa pengukuran. Rangkai juga dilapisi meminimalkan transfer panas dari pengukuran (ketika tangan memegang ran rangka bisa memanas sampai 10 derajat c bisa menyebabkan pemuaian).

b) Landasan(Anvil)

Berfungsi sebagai penahan ketika benda diantara landasan dan batang ulir).

rup dan bagian-bagiannya n fungsinya yaitu

dari logam tahan uk meminimalkan bisa mengganggu si plastik untuk tangan ketika rangka agak lama, t celcius sehingga

(44)

c) Batang ulir(spindle)

Spindle merupakan silinder yang dapat digerakkan menuju landasan.

d) Pengunci(lock)

Berfungsi menahan spindle agar tidak bergerak ketika mengukur benda.

e) Selubung(sleeve)

Tempat terteranya skala utama. f) Selongsong(thimble)

Tempat terteranya skala nonius. g) Roda gigi(rachet knob)

Untuk memajukan atau memundurkan spindle agar sisi benda yang akan diukur tepat berada di antara spindle dan anvil.

(45)

ter

Ketelitian mikrometer sekrup adalah seten terkecilnya. Jadi, ketelitian mikrometer sekrup a

Cara menggunakan mikrometer sekrup:

a) Membuka pengunci mikrometer skrup kem celah antaraspindledananvilsedikit lebih besa akan diukur dengan cara memutarRatchet Knob b) Masukan benda yang akan diukur diantaraspindl c) Geserkan spindle ke arah benda dengan cara

knob sampai terdengar bunyi klik. Jangan sam cukup sampai benda tidak jatuh saja.

d) Kunci mikrometer skrup agarspindletidak berg e) baca skalanya.

Trik membacanya:

Gambar 2.4 Pengukuran dengan mikrome

a) Pada selubung ada skala utama dengan sa Ada dua baris skala: yang bawah (yang menunjukkan kelipatan 1 mm (0, 1, 2 mm

tengah dari skala up adalah:

emudian membuka

esar dari benda yang

nob

indledananvil. ra memutar ratchet sampai terlalu kuat,

bergerak.

rometer sekrup

(46)

yang di sisi atas menunjukkan kelipatan 0,5 mm lebihnya (0,5 mm, 1,5 mm, 2,5 mm dst.).

b) Baca skala yang dapat terlihat pada selubung - pada contoh gambar di atas adalah 2,5 mm.

c) Baca skala pada selongsong. Tiap tanda skala pada selongsong setara dengan 0,01 mm. Pada selongsong ada angka 0 - 49 sehingga satu putaran penuh selongsong setara dengan pergeseran 0,5 mm. Pada contoh di atas terbaca 11 x 0,01 mm = 0,11 cm.

d) Jumlahkan skala selubung dan selongsong: 2,5 mm + 0,11 mm = 2,61 mm

e) Hati-hati membaca skala di perbatasan: dekat dengan kelipatan 0,5 atau 1 mm. Sering terjadi salah baca karena kurang teliti melihat skala pada selubung.

b. Alat ukur waktu dan ketelitiannya

Alat ukur waktu yang umum digunakan dalam percobaan fisika adalah stopwatch. Pada stopwatch analog, jarak antara dua gores panjang yang ada angkanya adalah 2 sekon. Jarak ini dibagi 20 skala. Dengan demikian, skala terkecilnya adalah 2/20 sekon = 0,1 sekon. Ketelitian stopwatch ini adalah:

1

2 =

1

(47)

c. Angka Penting

1) Notasi ilmiah

Pengukuran dalam fisika terbentang mulai dari ukuran partikel yang kecil sampai ukuran yang sangat besar. Dalam penulisannya memerlukan tempat yang panjang dan sering salah karena tidak teliti. Untuk mengatasinya, dapat menggunakan notasi ilmiah atau notasi baku.

Penyajian penulisan bilangan sepuluh berpangkat dikenal dengan notasi ilmiah dengan bentuk a x 10n. Perlu diketahui a menyatakan angka penting yang nilainya 1<a<10 dan n menyatakan orde (pangkat).

Contoh penggunaan notasi ilmiah: Tabel 2.1

Contoh penggunaan notasi ilmiah

No.

Tampilan Angka

Biasa (Umum) Notasi Ilmiah

1. 2. 3. 4.

56.000.000.000 m

Rp 1.700.000.000.000,00 0,0000000670 m

0,00000000000000000910905 kg

(48)

Aturan penulisan angka penting dengan notasi ilmiah: a) Jika angka tersebut lebih dari 10, maka geserlah koma ke

kiri (depan) sehingga hanya menyisakan satu angka di kiri (depan) koma. Orde menyatakan berapa kali menggeser koma, karena menggeser koma ke kiri orde bernilai positif. b) Jika angka tersebut kurang dari 1, maka geserlah koma ke

kanan (belakang) sehingga hanya menyisakan satu angka di kiri (depan) koma. Orde menyatakan berapa kali menggeser koma, karena ke kanan orde bernilai negatif.

Beberapa keuntungan penulisan dengan notasi ilmiah:

a) Memudahkan menentukan banyak angka penting pada hasil pengukuran

b) Memudahkan menentukan orde besaran yang diukur c) Memudahkan dalam perhitungan

d) Memudahkan dalam menulis (tidak memakan tempat) e) Memudahkan dalam mengingat nilai besaran.

2) Aturan angka penting

a) Semua angka bukan nol adalah angka penting Contoh: 256,56 => terdapat lima angka penting

b) Angka nol yang terletak di antara angka bukan nol adalah angka penting

(49)

c) Angka nol di sebelah kanan angka bukan nol termasuk angka penting, kecuali ada penjelasan khusus, misalnya, berupa garis di bawah angka terakhir yang masih dianggap penting.

Contoh : 78,0 => terdapat tiga angka penting

d) Semua angka nol yang hanya terletak di sebelah kiri angka bukan nol, baik yang terletak di sebelah kiri maupun sebelah kanan koma decimal, bukan angka penting.

Contoh : 0,0000278 => terdapat tiga angka penting

3) Berhitung dengan angka penting

a) Pembulatan

Angka lebih dari 5 dibulatkan ke atas, kurang dari 5 dibulatkan ke bawah. Apabila angka tepat 5, dibulatkan ke atas jika angka sebelumnya angka gasal dan dibulatkan ke bawah jika angka sebelumnya angka genap.

Contoh:

2,89 mm=>3 mm 65,675 mm => 65,68 mm

b) Penjumlahan dan Pengurangan

(50)

Contoh:

 252,8 +2,37 = 255,17,

karena hanya diperbolehkan mengandung 1 angka taksiran, maka hasil penjumlahan tersebut dituliskan

255,2.

 570–362 = 208,

dilakukan pembulatan sehingga dituliskan menjadi210.

c) Perkalian dan Pembagian

 Hasil operasi perkalian dan pembagian bilangan dengan memerhatikan aturan angka penting akan menghasilkan bilangan dengan angka penting yang sama banyaknya dengan bilangan yang mempunyai angka penting paling sedikit.

Contoh:

2,37 => mempunyai 3 angka penting 1,4 => mempunyai 2 angka penting 3,318 => angka 3 adalah angka taksiran

Angka penting yang paling sedikit dalam operasi perkalian adalah 2 sehingga hasil operasi perkaliannya adalah3,3.

(51)

bilangan yang hanya mempunyai angka pasti akan menghasilkan bilangan dengan banyak angka penting sama dengan bilangan yang dikalikan atau dibagi. Contoh:

5,10 => mempunyai 3 angka penting 5 => angka pasti

25,50 = 25,5 => tiga angka penting

 Hasil operasi akar dan pemangkatan sebuah bilangan yang mempunyai angka penting tertentu akan menghasilkan bilangan dengan banyak angka penting yang sama dengan banyak angka penting yang diakarkan atau dipangkatkan.

Contoh:

(52)

G. Hubungan Dasar Teori dengan Penelitian

Dalam penelitian ini, teori digunakan sebagai dasar untuk:

1. Membuat treatment penelitian yaitu model pembelajaran fisika dengan metode Jigsaw II pada pokok bahasan Pengukuran.

2. Membuat instrument penelitian untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa melalui pembelajaran fisika dengan metode Jigsaw II.

(53)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen karena menggunakan kelompok eksperimen di mana pada awalnya kelompok ini diuji keadaan awalnya untuk mengetahui pemahaman awalnya. Selanjutnya kelompok ini diberikan treatment yaitu pembelajaran menggunakan metode jigsaw II untuk materi yang sudah ditentukan. Setelah memberikan treatment, kelompok diuji kembali pengetahuannya untuk melihat hubungan sebab dan akibat yang timbul dan sebagai pengujian hipotesis.

Penelitian ini bersifat kuantitatif karena data hasil penelitian akan diolah dengan metode statistik yaitu dengan analisis Uji T- Dependent. Uji ini untuk melihat seberapa signifikan hasil belajar siswa ketika pretest dan posttest.

(54)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tanggal, bulan penelitian: Agustus–September 2012 Tempat penelitian : SMA Pangudi Luhur Yogyakarta

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah 30 siswa SMA Pangudi Luhur Yogyakarta kelas X.

D. Treatment

Dalam penelitian ini, treatment yang akan diberikan yaitu siswa diberikan pengajaran dengan metode jigsaw II. Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok heterogen. Setiap siswa per kelompok akan diberikan modul yang berbeda untuk dipelajari. Selanjutnya, siswa berkumpul bersama teman-teman yang membahas modul yang sama. Kemompok homogen tersebut kemudian diberikan masalah yang harus diselesaikan bersama di dalam diskusi kelompok. Guru berperan sebagai fasilitator.

E. Instrumen Penelitian

Instrumentasi yang digunakan untuk pengambilan data yaitu: 1. soal essay untuk Pretes ( Lampiran 7 ).

2. soal essay untuk Postes ( Lampiran 8).

(55)

2. RPP (Lampiran 3) 3. LKS (Lampiran 6)

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan tes pemahaman konsep. Tes ini diberikan sebelum memulai pemberian materi dan sesudah materi serta treatment sudah diberikan. Pengumpulan data dengan memberikan soal pretest kepada siswa. Skor pretest sebagai skor awal siswa dan jawaban pretest siswa sebagai pemahaman awal. Selanjutnya, peneliti memberikan treatment dengan metode jigsaw II. Setelah pemberian treatment, diadakanposttest sebagai tes akhir. Skor posttest siswa sebagai skor akhir siswa dan jawaban soal siswa sebagai pemahaman akhir siswa. Model tes pemahaman konsep yang digunakan berupa soal esai.

G. Teknik Analisis Data

1. Teknik Analisis Data Kuantitatif

Data kuantitatif yang terkumpul yaitu nilai pretest dan posttest akan dianalisa menggunakan analisis statistik korelatif. Tujuan analisis ini untuk mengetahui pengaruh metode jigsaw II terhadap tingkat pemahaman siswa.

(56)

kelompok dependen. Uji T ini digunakan untuk mengetes dua kelompok yang dependent atau satu kelompok yang di test dua kali, yaitu pada pretest dan posttest. Kelompok dependent adalah kelompok yang saling bergantung, berkaitan, atau bahkan sama.

Cara perhitungannya:

= −

(∑ −(∑ ) )

( − 1)

Keterangan :

D: perbedaan antara score tiap subyek = Xrata-rata pretest–Xrata-rata posttes N: jumlah pasang score (jumlah pasangan)

Df: N-1

(57)

Tabel 3.1 Analisis Skor per Soal

No.

Nama

siswa

Nomor Soal dan Poin Total

poin

kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1. aaa Paham

/kurang

paham /

tidak

paham

2

dst

Setelah terdapat data-data pretest dan posttest yang sudah dikelompokkan sesuai kategori dan dipersentasekan, dilakukan pembandingan data pretest dan posttest tersebut untuk melihat tingkat keberhasilan treatment yang sudah diberikan dan tingkat pemahaman siswa ada atau tidak.

Rentang nilai untuk masing-masing kategori yaitu: Tidak Paham : 0–35

Kurang Paham : 36–71

(58)

Cara membuat persentase per kategori:

% = ℎ

ℎ 100 %

2. Teknik Analisis Data Kualitatif

Untuk mengetahui tingkat pemahaman awal siswa, maka dilakukan analisis terhadap hasil pengerjaan soal pretest oleh siswa terhadap setiap soal yang diberikan. Sebelumnya, peneliti telah menyiapkan jawaban-jawaban soal sebagai standar untuk menganalisis jawaban siswa. Selanjutnya, jawaban-jawaban siswa tersebut dikelompokkan menjadi satu dan dibandingkan dengan standar jawaban dari peneliti. Demikian pun pada data posttest jawaban siswa diberi perlakuan yang sama dengan perlakuan datapretest.

Tabel 3.2

Analisis Variasi JawabanPretestdanPosttest No.

soal

Standar Jawaban PreTest

Jawaban PreTest Siswa

Standar Jawaban Posttest

Jawaban Posttest Siswa

1.

2.

dst

(59)

ini per materi dan indikator yang akan dicapai. Analisis ini dilakukan untuk data pretest dan posttest. Selanjutnya hasil analisis pretest dan posttest dibandingkan untuk melihat dimana tingkat pemahaman siswa berubah meningkat atau sama saja.

H. Desain Penelitian

Diagram alir untuk desain penelitian ini yaitu:

Gambar 3.1 diagram alir penelitian

Desain penelitian ini terdiri dari kelompok yang dipilih dengan cara membagi jumlah siswa dan siswi sama di setiap kelompok. Kelompok diberikan treatment dengan metode jigsaw II. Sebelum diberikan treatment, kelompok diberikan pretest. Skor awal siswa digunakan sebagai variabel pertama. Jawaban siswa dari setiap soal dikelompokkan dalam kategori-kategori yang ada dan dipersentasekan dari setiap kategori-kategori. Pretest bertujuan untuk mengetahui apakah sejauh mana tingkat pemahaman awal siswa.

Pretest

Analisis jawaban Treatment dengan

metode jigsaw II

Posttest

Analisis jawaban

Uji T-dependen t

(60)

Setelah diadakan pretest, maka kelompok siswa akan diberikan treatment pengajaran dengan metode jigsaw II. Tujuan metode ini untuk membantu siswa agar bisa lebih tertarik mengikuti pembelajaran dan bisa membantu siswa dalam memahami materi. Treatment ini juga bertujuan memacu siswa untuk mau berusaha aktif dalam pembelajaran.

Treatment selesai dilaksanakan maka diadakan posttest sebagai tes akhir pemahaman siswa. Skor posttest digunakan sebagai variabel kedua dalam analisis kuantitatif. Jawaban siswa di setiap soal dianalisis dengan mengkategorikan ke dalam kategori yang sudah ditentukan dan dipersentasekan dari setiap kategori. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman akhir siswa setelah diberikantreatment.

(61)

42

BAB IV

DATA DAN ANALISIS

A. DATA

Tabel 4.1

Hasil Pretest dan Posttest

(62)

B. PERHITUNGAN STATISTIK UJI T

Tabel 4.2

Analisis Data Pretest dan Posttest

Subyek Pretest Posttest D D2

A 14,25 20,25 -6 36

B 23 37 -14 196

C 9 26,75 -17,75 315,0625

D 17,5 24,75 -7,25 52,5625

E 15,75 47,25 -31,5 992,25

F 18,5 39,5 -21 441

G 22,75 34 -11,25 126,5625

H 15 20,5 -5,5 30,25

I 15 50,75 -35,75 1278,0625

J 5,25 12,5 -7,25 52,5625

K 15,5 30,25 -14,75 217,5625

L 23 34 -11 121

M 18,5 50,25 -31,75 1008,0625

N 9,75 21,75 -12 144

O 19,5 40,5 -21 441

P 15,75 38,75 -23 529

Q 5,25 3,25 2 4

R 17 42,75 -25,75 663,0625

S 9,5 20,75 -11,25 126,5625

T 15 17 -2 4

U 7,5 18 -10,5 110,25

V 11,25 20,75 -9,5 90,25

W 18,75 35,5 -16,75 280,5625

X 15 37,75 -22,75 517,5625

Y 10,5 35,5 -25 625

Z 4 8 -4 16

AA 3,5 25,5 -22 484

BB 12,75 35,5 -22,75 517,5625

CC 10,25 30 -19,75 390,0625

DD 11 30,25 -19,25 370,5625

EE 9,5 30,5 -21 441

FF 9,5 15,75 -6,25 39,0625

GG 22,5 52,75 -30,25 915,0625

Jumlah 450,75 988,25 -537,5 11575,5

(63)

Xrata-rata pretest= ,

= 13,66

Xrata-rata posttest= ,

= 29,95

= −

(∑ (∑ ) ) ( )

= 13,66 − 29,95 ( , ( , ) )

= −16,29

( , , )

= −16,29 √2,6712

= −16,29 1,634 = −9,969

Tabel 4.3

Hasil Analisis Uji T melalui SPSS

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 pretest 13.6591 33 5.55611 .96719

posttest 29.9470 33 12.28849 2.13915

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

(64)

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig.

(2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

pretest - posttest -1.62879E1 9.38877 1.63437 -19.61699 -12.95877 -9.966 32 .000

trel = -9,966 df = 32

tcrit(two tailed test) = 2,042 dengan level signifikan = 0,05

ІtrelІ> tcrit sehingga hasil ini signifikan artinya 2 kondisi dari kelompok ini berbeda di mana ada peningkatan hasil belajar siswa terlihat dari Xrata-rata posttest> Xrata-rata pretest.

ρ = .000 < α=0,5 sehingga dari hasil uji T menunjukkan jika posttest lebih

(65)

46 Analisis Ketuntasan Butir Soal PreTes

nomor soal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

No.

Nama Lengkap/skor

maksimal

8 12 8 3 6 8 10 2 6 4 4 6 4 4 8 6 nilai Keterangan

1 A 3 0 0 0 0,25 0 0 0 0,5 0 2 0 0 2,5 5 0 14,25 tidak paham

2 B 2 7 2,25 3 0,25 0 2 0 2 0 1 0 0 2,5 0 0 23 tidak paham

3 C 1,25 0 0 1 0 0 0 0 0,25 0 1,5 0 0 2,5 1,5 0 9 tidak paham

4 D 2 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3,5 0 2,5 3,5 2 17,5 tidak paham

5 E 1,75 0 1 0,5 0 0 0 0 0 0 1,5 2,5 0 2,5 3 2 15,75 tidak paham

6 F 2 0 2 1 0 0 0 1 0,25 0 1,25 2,5 0 2,5 4 1 18,5 tidak paham

7 G 3,25 8 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 2,5 4 1 22,75 tidak paham

8 H 2,25 0 2 1 0 0 0 0 0,25 0 1,5 2 0 0 4 1 15 tidak paham

9 I 3 0,5 0 1 0,75 2 0 0,25 1,5 0,25 0 4,5 0 0 0 0,25 15 tidak paham

10 J 1 0 1 0,5 0,5 0 0 0 0,25 0 1 0 0 0 0 0 5,25 tidak paham

11 K 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 4 0 2,5 3 2 15,5 tidak paham

12 L 1,5 6 1 1 0,5 0 0 0 0,25 0 1 2 0 1,75 4 3 23 tidak paham

13 M 2 0 0 0 0,25 0 0 0 1,5 0 1 5,5 0,25 1 4 2 18,5 tidak paham

14 N 1 0 0 0 0 0 0 1 0,25 0 0 2,5 0 4 0 0 9,75 tidak paham

15 O 2 0 2 1 0 0 0 1 0 0 1,5 2,5 0 2,5 4 2 19,5 tidak paham

16 P 2 0 1 1 0 0 0 2 0 0 0,75 2,5 0 2,5 3 0 15,75 tidak paham

17 Q 3,5 0,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5,25 tidak paham

18 R 2,75 7 0,25 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 4 0 17 tidak paham

19 S 1 0 1 1 0,25 0 0 0,25 2 0 0 0 0,25 2,5 0,25 0 9,5 tidak paham

20 T 2 0 1 1 0 0 0 0,5 0,25 0 1,5 2,75 0 0 3 2 15 tidak paham

(66)

47

22 V 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0,75 2,5 0 0 3 1 11,25 tidak paham

23 W 2 0 1 2 0 0 0 0,75 0 0 1 2 0 2,5 4 2,5 18,75 tidak paham

24 X 3 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 4 15 tidak paham

25 Y 2,5 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 10,5 tidak paham

26 Z 1,75 0,75 0,25 0,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 tidak paham

27 AA 2,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3,5 tidak paham

28 BB 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2,5 0,75 0 2,5 4 0 12,75 tidak paham

29 CC 2 2 0 1 0 0 0 0 0,25 0 1,5 0 0 2,5 0 0 10,25 tidak paham

30 DD 2,5 0,25 3 1 0,5 0 0 0 0,75 1 1 0 0 0 0 0 11 tidak paham

31 EE 2,5 0 2 0,25 0 0 3,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9,5 tidak paham

32 FF 1,75 0 0,5 1 0,75 0 0 0,25 0,5 0 0 0 0,25 2,5 1 0 9,5 tidak paham

(67)

48

Tabel 4.5

Persentase tingkat pemahaman awal:

kategori Jumlah Siswa Persentase

Tidak paham 33 100 %

Kurang paham 0 0 %

paham 0 0 %

Pada kondisi awal, seluruh siswa dalam satu kelas berada dalam kondisi tidak memahami materi yang akan di ajarkan. Tingkat pemahaman siswa ini dapat dilihat dalam diagram di bawah ini:

Gambar 4.1 Diagram tingkat pemahaman awal siswa

0 5 10 15 20 25 30 35

Tidak paham

Kurang paham

(68)

49 Tabel 4.6

Analisis Ketuntasan Butir Soal PosTes

nomor soal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

No.

Nama Lengkap/skor

maksimal

8 12 8 3 12 8 8 2 6 4 2 6 4 4 8 4 Nilai Keterangan

1 A 2,75 0 0 3 5,5 0 4 1 0 0 0 3 0 0 0 0 20,25 tidak paham

2 B 5,25 4 6 2 4,25 0 1 0 2 0 1,5 6 0 4 0 0 37 kurang paham

3 C 4 0 0 0 0 0 8 0 1,25 0 0 3,5 4 4 1 0 26,75 tidak paham

4 D 0 0 2 1,5 2 0 2,5 1 1 0 0,5 5 2 4 1,75 0,5 24,75 tidak paham

5 E 2,25 8 8 3 1,5 0 8 0,25 1,75 3 0 5,5 0 4 1 0 47,25 kurang paham

6 F 2 2 6 2 0,25 0 5 2 1,25 4 0,5 2 1,5 4 4 2 39,5 kurang paham

7 G 5 10 5 3 2,5 0 0 0 0 0 0 2,5 0 4 1 0 34 tidak paham

8 H 3,25 0 6 0,8 0 0 7 0 0 0 0,5 0 0 0 2 0 20,5 tidak paham

9 I 8 4 8 2 3,75 0 0 0 2,5 0 0,5 6 4 4 4 3 50,75 kurang paham

10 J 1,25 1 4 1,5 1,75 0 0 0 0,25 0 0,25 0 1 0,5 0 0 12,5 tidak paham

11 K 3,75 4 6 3 6 3 1 0,25 0,25 0 2 0 0 0 0 0 30,25 tidak paham

12 L 5,25 3 4 1 3 0 0 0 0 0 0,5 6 0,25 4 4 2 34 tidak paham

13 M 5 10 8 3 4,75 6 2,5 0 2 0 0 4 0 4 0 0 50,25 kurang paham

14 N 3,5 0 2,5 2,5 0 0 0 0 0,25 0 0,5 2,5 0 2,5 5 1,5 21,75 tidak paham

15 O 1,5 8 8 2 0 0 8 2 0 0 0 0 0 4 4 2 40,5 kurang paham

16 P 1,25 6 6 3 1,5 0 8 2 0 0 0 0 0 4 4 2 38,75 kurang paham

17 Q 2,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3,25 tidak paham

18 R 5 2 5,5 3 2,5 0 2,5 1 0,75 0 0,5 6 2 4 4 3 42,75 kurang paham

19 S 2 0 7 1 2,25 0 5 0,25 0 0 0 1,5 0,5 0,25 0 0 20,75 tidak paham

20 T 4 0 4 1 5 0 0 0 0,5 0 0,5 0 0 0 1 0 17 tidak paham

(69)

50

22 V 1,75 2 6 3 0 0 0 0,25 0 0 2,5 0 2,5 0,5 1 0 20,5 tidak paham

23 W 5 0 6 3 0 0 8 0 0 0 0 2,5 0 4 4 2 35,5 kurang paham

24 X 5,25 8 6 1,5 3,25 0 0 0 2,25 0 0,5 5 0 4 0 1 37,75 kurang paham

25 Y 4,75 4 7 1,5 1,25 0 0 0 0 0 0,5 3,5 4 4 3 1 35,5 kurang paham

26 Z 1 0,5 2 1 0,75 0 0 0 0 0 0 0 0,25 0 1,5 0 8 tidak paham

27 AA 3,75 6 6 0,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 4 0 25,5 tidak paham

28 BB 5 0 6 3 0 0 8 1 1 0 0 2,5 0 4 2 2 35,5 kurang paham

29 CC 4,75 0 4,75 2 0 0 3,5 0 0 0 0,5 2,5 0 4 5 2 30 tidak paham

30 DD 5 4,5 7,5 3 2,75 0 0 0 0 0 0 2,5 0 4 0 0 30,25 tidak paham

31 EE 3 0 0,25 1 4,5 0 8 0,5 0,75 0 0 3,5 4 4 0 0 30,5 tidak paham

32 FF 2 2 8 1,5 0 0 0 0 1,25 0 0 0 0 0 0 0 15,75 tidak paham

(70)

51

Tabel 4.7

Persentase tingkat pemahaman akhir:

kategori Jumlah Siswa Persentase

Tidak paham 20 60,61 %

Kurang paham 13 39,4 %

paham 0 0 %

Setelah diberikan treatmen terjadi peningkatan untuk tingkat pemahaman siswa yaitu 39,4 % dari jumlah siswa berhasil naik pemahamannya dari tidak paham menjadi kurang paham. Jumlah siswa dengan pemahaman tidak paham berkurang menjadi 60,61 %. Tingkat pemahaman siswa ini dapat dilihat dalam diagram di bawah ini:

Gambar 4.2 diagram tingkat pemahaman akhir siswa Tidak

paham; 20

Kurang paham; 13

paham; 0 0

5 10 15 20 25

(71)

52

C. Analisis Variasi Jawaban Siswa

Tabel 4.8

Analisis Variasi Jawaban Siswa

No. Standar Jawaban Pretest Variasi Jawaban Pretest Siswa

No. Standar jawaban Posttest Variasi Jawaban Posttest Siswa

1. a. Hasil pembacaan pengukuran menggunakan penggaris: 1) Mistar 1 = 2,5 cm 2) Mistar 2 = 11 cm

b. Ketidakpastian masing-masing mistar 1) Mistar 1

Skala terkecil = 1 cm/10 grs = 0,1 cm Ketidakpastian = ½ x skala terkecil

= ½ x 0,1 cm = 0,05 cm 2) Mistar 2

Skala terkecil = 1 cm/2 grs = 0,5cm Ketidakpastian = ½ x skala terkecil

= ½ x 0,5 cm

1. a. Hasil pembacaan pengukuran menggunakan penggaris: 1) Mistar 1 = 5,6 cm 2) Mistar 2 = 8 cm

b. Ketidakpastian masing-masing mistar 1) Mistar 1

Skala terkecil = 1 cm/10 grs = 0,1 cm Ketidakpastian = ½ x skala terkecil

= ½ x 0,1 cm = 0,05 cm 2) Mistar 2

Skala terkecil = 10 cm/10 grs = 1cm Ketidakpastian = ½ x skala terkecil

(72)

53 No. Standar Jawaban Pretest Variasi Jawaban Pretest

Siswa

No. Standar jawaban Posttest Variasi Jawaban Posttest Siswa

c. Laporan hasil pengukuran 1) Mistar 1 => (2,5 ± 0,05) cm

c. laporan hasil pengukuran

c. Laporan hasil pengukuran 1) Mistar 1 => (5,6 ± 0,05) cm

Skala terkecil= 1 mm Ketidakpastian = ½ x 1 mm = 0,5 mm

(73)

54 No. Standar Jawaban Pretest Variasi Jawaban Pretest

Siswa

No. Standar jawaban Posttest Variasi Jawaban Posttest Siswa

(74)

55 No. Standar Jawaban Pretest Variasi Jawaban Pretest

Siswa

No. Standar jawaban Posttest Variasi Jawaban Posttest Siswa

2. Melukiskan hasil pengukuran dengan mistar a. (7,5 ±0,25) cm

Ketidakpastian = 0,25 cm

Skala terkecil = 2 x ketidakpastian = 2 x 0,25 cm = 0,5 cm

Hasil pengukuran benda sepanjang 7,5 cm dilukiskan menggunakan mistar yang skala terkecilnya 0,5 cm

b. (5,8 ± 0,05) cm

Ketidakpastian = 0,05 cm

Skala terkecil = 2 x ketidakpastian = 2 x 0,05 cm = 0,1 cm

Hasil pengukuran benda sepanjang 5,8 cm dilukiskan menggunakan mistar yang skala terkecilnya 0,1 cm

c. (4,4 ± 0,1) cm

Melukiskan hasil pengukuran dengan mistar

a. (7,5 ± 0,25) cm

 Siswa melukiskan benda dengan panjang 7,5 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,05 cm

 Siswa melukiskan benda

dengan panjang 7,5 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,5 cm

 Siswa melukiskan benda dengan panjang 7,75 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,05 cm

 Siswa tidak melukiskan

tetapi menjumlahkan hasil pengukuran yaitu 7,5 cm + 0,25 cm = 7,75 cm

 Siswa melukiskan benda

2. Melukiskan hasil pengukuran dengan mistar a. (7,5 ±0,25) cm

Ketidakpastian = 0,25 cm

Skala terkecil = 2 x ketidakpastian = 2 x 0,25 cm = 0,5 cm

Hasil pengukuran benda sepanjang 7,5 cm dilukiskan menggunakan mistar yang skala terkecilnya 0,5 cm

b. (5,8 ± 0,05) cm

Ketidakpastian = 0,05 cm

Skala terkecil = 2 x ketidakpastian = 2 x 0,05 cm = 0,1 cm

Hasil pengukuran benda sepanjang 5,8 cm dilukiskan menggunakan mistar yang skala terkecilnya 0,1 cm

c. (4,4 ± 0,1) cm

Melukiskan hasil pengukuran dengan mistar

a. (7,5 ± 0,25) cm

Siswa melukiskan benda dengan panjang 7,1 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,1 cm

Siswa melukiskan benda

dengan panjang 7,5 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,1 cm

Siswa melukiskan benda dengan panjang 7 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,1 cm

Siswa melukiskan benda

dengan panjang 7,2 cm tetapi dengan mistar yang skala terkecilnya 0,2 cm

(75)

56 No. Standar Jawaban Pretest Variasi Jawaban Pretest

Siswa

No. Standar jawaban Posttest Variasi Jawaban Posttest Siswa

Ketidakpastian = 0,1 cm

Skala terkecil = 2 x ketidakpastian = 2 x 0,1 cm = 0,2 cm

Hasil pengukuran benda sepanjang 4,4 cm dilukiskan menggunakan mistar yang skala terkecilnya 0,2 cm

dengan panjang 7,5 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,25 cm

b. ( 5,8 ± 0,05) cm

 Siswa dengan benar melukiskan benda sepanjang 5,8 cm dan dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,05 cm.

 Siswa tidak melukiskan tetapi menjumlahkan hasil pengukuran yaitu 5,8 cm + 0,05 cm = 5,85 cm

 Siswa melukiskan benda

dengan panjang 5,8 cm tetapi dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,5 cm

 Siswa melukiskan benda

Ketidakpastian = 0,1 cm

Skala terkecil = 2 x ketidakpastian = 2 x 0,1 cm = 0,2 cm

Hasil pengukuran benda sepanjang 4,4 cm dilukiskan menggunakan mistar yang skala terkecilnya 0,2 cm

dengan panjang 7,5 cm dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,25 cm

Skala terkecil = 2x ketidakpastian = 2 x 0,25 cm = 0,5 cm

Siswa melukiskan benda dengan panjang 7,5 cm tetapi dengan mistar yang skala terkecil 1 cm

b. ( 5,8 ± 0,05) cm

Siswa dengan benar melukiskan benda sepanjang 5,8 cm dan dengan mistar yang ketidakpastiannya 0,05 cm

Siswa melukiskan benda

Gambar

Gambar 2.2 Jangka Sorong dan bagian-bagiannya................................................25
Gambar 2.1 Mistar
Gambar 2.2  Jangka Sorong dan bagianong dan bagian-bagiannya
Gambar 2.3 Mikrometer sekrup dan bagianrup dan bagian-bagiannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mandey, (2012) yaitu Analisis Penerapan Akuntansi untuk Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa flavonoid hasil isolasi pada konsentrasi 0,6% dan 0,8% memiliki aktivitas mukolitik yang setara dengan

olahraga permainan sepak bola, aspek-aspek tersebut merupakan prioritas utama yang benar-benar diperhatikan. Berikut ada dua aspek kategori tentang kebugaran yaitu

Intervensi dengan melaksanakan proses MPSC di RSNU Tuban disesuaikan dengan teori yang telah disusun Yuwono. Tahap interpersonal skill development dilaksanakan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh variabel waktu dan pH terhadap kadar karboksil, swelling power, solubility pada proses oksidasi, dan memperoleh kondisi

Mengingat akan pentingnya rencana pembangunan dalam dimensi jangka panjang, seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

yang berkelanjutan, maka kualitas menjadi kunci penentu kerjasama dengan konsumen dan penentu harga yang dikehendaki produsen Maka sistem penjaminan mutu, sangat dibutuhkan,

Berdasarkan hasil analisis dan uji coba pada data citra, metode Fast Fourier Transform menghasilkan file dengan ukuran yang lebih kecil dan waktu yang lebih