• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan

Menurut Nahmias (2005), sebuah rantai pasokan adalah seluruh jaringan terkait pada aktivitas dari sebuah firma yang mengaitkan pemasok, pabrik, gudang, toko, dan pelanggan. Sedangkan menurut Indrajit dan Pranoto (2003), rantai pasokan (rantai pengadaan) adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut.

Menurut Pujawan (2005), definisi rantai pasokan adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir secara bersama-sama. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya pemasok, pabrik, distributor, toko atau ritel dan perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Sebuah produk akan sampai ke tangan pemakai akhir, setelah setidaknya mengalami beberapa proses dari pencarian bahan baku, proses produksi dan proses distribusi atau transportasi. Proses-proses ini akan melibatkan berbagai pihak yang berhubungan antara satu dengan yang lain yang biasanya disebut dengan rantai pasokan (Sheikh, 2002).

Menurut Heizer dan Render (2005), definisi manajemen rantai pasokan (SCM) adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi, dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Hanna and Newman (2001) mendefinisikan SCM sebagai konfigurasi, koordinasi, dan peningkatan dari sebuah gabungan rangkaian operasi yang saling terkait. Menurut Vrijhoef and Koskela (1999), SCM adalah suatu konsep yang berasal dari sistem pasokan yang dipelopori oleh Toyota untuk mengkoordinasi dan mengatur pemasok untuk mengurangi

(2)

pemborosan dalam produksinya. SCM tidak jauh berbeda dari pengertian lean

supply, Just in Time (JIT) dan manajemen logistik.

Menurut Russell dan Taylor (2003), SCM mengatur aliran barang dan jasa, serta informasi yang diteruskan ke pesanan untuk mencapai tingkat keselarasan atau sinkronisasi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Masing-masing segmen dari rantai pasokan diatur secara terpisah yang lebih fokus pada tujuannya masing-masing. Rantai pasokan mencakup semua aktifitas yang berhubungan dengan aliran transformasi barang dan jasa dari bahan baku menjadi barang jadi kepada pelanggan. Tujuan dari rantai pasokan adalah untuk mencapai kepuasan pelanggan. Rantai pasokan mencakup empat proses penting, yaitu memperoleh pesanan pelanggan, memperoleh bahan baku dan komponen pendukung dari pemasok, memproduksi pesanan dan memenuhi pesanan pelanggan.

2.2 Area Cakupan SCM

Menurut Miranda dan Amin (2006), SCM terdiri atas tiga unsur yang saling terkait satu sama lain, yaitu :

1. Struktur jaringan rantai pasokan, yaitu jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota rantai pasokan lainnya. Anggota rantai pasokan meliputi semua perusahaan dan organisasi yang berhubungan dengan perusahaan lokal, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pemasok atau pelanggannya dari point of origin hingga point of

consumption.

2. Proses bisnis rantai pasokan, yaitu aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan, yaitu :

a. Customer Relationship Management (CRM). b. Customer Service Management (CSM).

c. Demand Management, yang menyeimbangkan kebutuhan pelanggan dengan kemampuan supply perusahaan, menentukan apa yang akan dibeli pelanggan dan kapan.

d. Customer order fulfillment (COF). e. Manufacturing flow management.

(3)

f. Procurement.

g. Pengembangan produk dan komersialisasi.

3. Komponen manajemen rantai pasokan berupa peubah-peubah manajerial dimana proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang rantai pasokan. Komponen utamanya adalah :

a. Metode perencanaan dan pengendalian. b. Struktur aliran kinerja/aktivitas kerja. c. Struktur organisasi.

d. Struktur fasilitas aliran komunikasi dan informasi. e. Struktur fasilitas aliran produksi.

f. Metode manajemen.

g. Struktur wewenang dan kepemimpinan. h. Struktur risiko dan reward.

i. Budaya dan sikap.

Rantai pasok melibatkan variasi tahapan-tahapan (Chopra dan Peter, 2007) berikut :

a. Rantai 1 : Pemasok.

Rantai pertama merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama dimana mata rantai penyaluran barang dimulai. Bahan pertama ini dapat dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, penggabungan, dan sebagainya.

b. Rantai 2 : Manufaktur.

Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufaktur dimana tugasnya adalah melakukan pekerjaan pabrikasi, merakit dan menyelesaikan barang hingga menjadi produk jadi.

c. Rantai 3 : Distributor.

Barang yang sudah selesai dipabrikasi akan didistribusikan ke gudang atau disalurkan ke gudang milik distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailer (pengecer).

(4)

d. Rantai 4: Retailer.

Pengecer berfungsi sebagai rantai pasok yang ada di antara distributor yang pada umumnya pedagang besar ke pedagang kecil (pengecer). Pengecer berupa gerai seperti toko, warung, departement store,

supermarket, hypermarket, koperasi, mal, club stores, dan sebagainya.

e. Rantai 5: Pelanggan.

Dari distributor atau pengecer, barang ditawarkan langsung kepada pelanggan sebagai pengguna barang tersebut. Akhir dari mata rantai pasok adalah pada saat produk sampai kepada orang yang menggunakan atau memakai produk tersebut.

2.3 Pengukuran Kinerja

Menurut Djaali dan Muljono (2007), Pengukuran yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah measurement merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti memberi angka terhadap sesuatu yang disebut obyek pengukuran atau obyek ukur. Mengukur pada hakikatnya adalah pemasangan atau korespondensi 1-1 antara angka yang diberikan dengan fakta dan diberi angka atau diukur. Menurut Hertz (2009), Istilah kinerja atau performance mengacu pada hasil output dan sesuatu yang dihasilkan dari proses produk dan pelanggan yang bisa dievaluasi dan dibandingkan secara relatif dengan tujuan, standar, hasil masa lalu dan organisasi lainnya. Kinerja dapat dinyatakan dalam istilah nonfinansial dan keuangan.

Pengukuran kinerja adalah membandingkan antara hasil yang sebenarnya diperoleh dengan yang direncanakan. Dengan kata lain, sasaran-sasaran tersebut harus diteliti satu per satu, mana yang telah dicapai sepenuhnya (100%), mana yang di atas standar (target) dan mana yang di bawah target atau tidak tercapai penuh (Ruky, 2001).

2.4 Sekilas Mengenai SCOR Model

SCOR model merupakan suatu model konseptual yang dikembangkan oleh SCC, sebuah organisasi non profit independent, perusahaan global dengan keanggotaan terbuka untuk semua perusahaan dan organisasi yang

(5)

Gambar 2. Integrasi beberapa konsep proses bisnis ke dalam Process Reference Model.

(Supply Chain Council, 2008. SCOR version 9.0 overview)

tertarik untuk mendaftar dan memajukan sistem SCM. Model SCOR menyediakan kerangka kerja unik yang menghubungkan proses bisnis, metrik, praktik terbaik dan fitur teknologi menjadi sebuah kesatuan struktur untuk mendukung komunikasi di antara mitra rantai pasok untuk meningkatkan efektivitas manajemen rantai pasokan yang terkait dalam kegiatan perbaikan rantai pasokan (www.supply-chain.org, 2009).

SCC didirikan pada tahun 1996 dan diprakarsai oleh beberapa organisasi/perusahaan seperti Bayer, Compaq, Procter & Gamble, Lockheed Martin, Nortel, Rockwell Semiconductor, Texas Instruments, 3M, Cargill, Pittiglio, Rabin, Todd, & McGrath (PRTM), dan AMR (Advance

Manufacturing Research) yang beranggotakan 69 orang sukarelawan yang

terdiri dari para praktisi dunia industri dan para peneliti (Bolstroff, 2003). Pada April 2008 SCC merilis SCOR Model 9.0. Kelebihan SCOR Model sebagai Process Reference Model (PRM) adalah kemampuannya untuk mengintegrasikan Business Process Reengineering (BPR), benchmarking dan

Best Practice Analyze (BPA) kedalam kerangka kerja rantai pasok (Gambar

2)

Business Process Benchmarking Best Practices

Reengineering (BPR) Analysis (BPA)

Capture the “as-is” state of a process and derive the desired “to-be” future state Quantity the operational performance of similar companies and establish internal targets based on “best-in-class” result Characterize the management practices and software solutions that result in “best-in-class”

performance

Capture the “as-is” state of a process and derive the desired “to-be” future state Quantity the operational performance of similar companies and establish internal targets based on “best-in-class” result Characterize the management practices and software solutions that result in “best-in-class”

performance Process Reference Model (PRM)

(6)

Berdasarkan SCOR model 9.0 overview, komponen-komponen yang tercakup dalam process reference model (PRM) adalah :

1. Deskripsi standar dari tiap proses dalam manajemen rantai pasok. 2. Standar pengukuran untuk setiap proses.

3. Praktik manajemen yang dapat menghasilkan kinerja terbaik dalam industri sejenis.

4. Standar penyesuaian pada aspek fungsional dan fitur rantai pasok.

Pada kasus manajemen rantai pasok yang kompleks, pemetaan dalam model referensi dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut : 1. Implementasi dilakukan sesuai dengan fungsinya, yang ditujukan untuk

mendapatkan keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan. 2. Digambarkan secara jelas dan komunikatif.

3. Diukur, dikelola dan dikontrol.

4. Dilakukan langkah penyesuaian untuk kepentingan spesifik.

Dalam SCOR model 9.0 overview disebutkan bidang-bidang yang termasuk dalam SCOR adalah :

1. Seluruh interaksi yang terdapat dalam rantai pasok perusahaan, baik itu interaksi dengan pemasok maupun dengan konsumen, mulai dari proses pemesanan produk hingga proses pembayaran oleh konsumen.

2. Seluruh transaksi produk yang berupa barang dan jasa, yaitu semua aliran transaksi mulai dari suppliers supplier sampai ke customers customer, termasuk peralatan, supplies, spareparts, bulk product, software, dan sebagainya.

3. Keseluruhan interaksi dengan pasar, yaitu dari pemahaman mengenai permintaan keseluruhan sampai dengan proses pemenuhan setiap pesanan yang ada.

SCOR tidak mencakup hal-hal berikut :

1. Proses-proses administrasi penjualan dan pemasaran. 2. Proses-proses riset dan pengembangan teknologi. 3. Perancangan dan pengembangan produk.

4. Beberapa unsur yang berhubungan dengan pasca pengiriman dukungan pelanggan.

(7)

SCOR mengasumsikan tetapi tidak secara eksplisit pada bidang pelatihan, mutu, teknologi informasi dan administrasi non-SCM.

2.4.1 Pemetaan Rantai Pasok dengan SCOR Model 9.0

Supply Chain Operations Reference Model (SCOR) Version 9.0

menjelaskan pemetaan dilakukan untuk mendapatkan gambaran model yang jelas mengenai aliran material, aliran informasi dan aliran keuangan dari suatu rantai pasok perusahaan. Tujuan dari proses pemodelan ini adalah : a. Menggunakan terminologi standar untuk komunikasi yang lebih baik

dan mempelajari isu-isu rantai pasokan.

b. Menggunakan ukuran standar untuk membandingkan dan mengukur kinerja dari rantai pasokan.

c. Memudahkan untuk mendapatkan gambaran rinci dari setiap rantai pasokan, sehingga proses penghubungan antar aktivitas lebih mudah.

Dalam memetakan rantai pasok, langkah-langkah utama yang harus dilakukan adalah :

a. Menentukan sebuah rantai proses pemasokan produk, mulai dari pasokan bahan baku dari pemasok sampai pada realisasi pasokan produk jadi yang diterima pelanggan.

b. Menggambarkan rangkaian aliran material dalam proses pembuatan dan penciptaan nilai tambah produk.

c. Menggambarkan rangkaian aliran informasi dalam proses rantai pasok. Beberapa tahapan pemetaan dalam SCOR versi 9.0 yang terbagi atas 4 level, yaitu :

a. Level 1 mendefinisikan ruang lingkup dan isi dari SCOR Model. Selain itu, pada tahap ini juga ditetapkan target-target kinerja perusahaan untuk bersaing.

b. Level 2 merupakan level konfigurasi dan berhubungan erat dengan pengkategorian proses. Pada level 2 ini dilakukan pendefinisian kategori-kategori terhadap setiap proses pada level 1. Pada level ini, proses disusun sejalan dengan strategi rantai pasokan.

c. Level 3 merupakan tahap penguraian proses-proses yang ada pada rantai pasok menjadi unsur-unsur yang mendefinisikan kemampuan

(8)

perusahaan untuk berkompetisi. Tahap ini terdiri dari definisi unsur-unsur proses, masukan dan keluaran dari informasi mengenai proses unsur, metrik-metrik dari kinerja proses, praktik terbaik dan kapabilitas sistem yang diperlukan untuk mendukung praktik terbaik.

d. Level 4 merupakan level yang menggambarkan secara detail tugas-tugas didalam setiap aktivitas yang dibutuhkan pada level 3 untuk mengimplementasikan dan mengelola rantai pasokan berbasis harian, serta mendefinisikan perilaku-perilaku untuk mencapai keuntungan bersaing dan beradaptasi terhadap perubahan kondisi bisnis.

(9)

T

Gambar 3. Tahap-tahap proses pemetaan rantai pasok dengan SCOR Model 9.0

(Supply Chain Council, 2008. SCOR version 9.0 overview)

(10)

Pemetaan level 1

Dalam SCOR Model versi 9.0 level 1, proses-proses yang ada dalam rantai pasok dikategorikan dalam lima proses utama dalam manajemen (Tabel 1). Pemetaan level 1 oleh SCOR dinyatakan lebih jelas dalam Gambar 4 sebagai panduan untuk memetakan rantai pasok sesuai dengan karakteristik perusahaan.

Tabel 1. Definisi proses SCOR level 1

Proses SCOR Definisi

Plan Proses-proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan

secara menyeluruh yang bertujuan untuk mengembangkan kebutuhan pengiriman, produksi dan pasokan secara optimal

Source Proses-proses pembelian barang dan jasa yang bertujuan untuk memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan

Make Proses transformasi material menjadi produk akhir untuk memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan

Deliver Proses-proses penyediaan produk jadi/jasa untuk memenuhi

permintaan aktual atau yang direncanakan, mencakup manajemen pemesanan, manajemen transportasi dan distribusi

Return Proses-proses yang diasosiasikan dengan pengembalian dan

penerimaan produk dengan kategori pengembalian produk dengan berbagai alasan. Proses ini diperluas hingga ke layanan setelah pengiriman kepada konsumen.

(11)

Pemetaan level 2

Pemetaan level 2 merupakan tahap konfigurasi dari proses-proses rantai pasok yang ada ke dalam tiga kategori utama, yaitu :

1. Planning adalah suatu proses yang menyelaraskan sumber daya-sumber daya perusahaan untuk memenuhi keperluan-keperluan akan harapan permintaan. a. Penyeimbangan keseluruhan permintaan dan pasokan.

b. Mempertimbangkan horizon waktu perencanaan yang konsisten. c. Dapat memberikan kontribusi terhadap waktu respon dari rantai pasok. 2. Execution adalah suatu proses yang dipacu dengan adanya permintaan

terencana ataupun permintaan aktual yang mentransformasikan bentuk material.

Proses-proses eksekusi meliputi :

a. Pengaturan operasional secara umum seperti penjadwalan, transformasi produk, aliran produk ke proses berikutnya dan sebagainya

b. Memberikan kontribusi dalam order fulfillment cycle time

3. Enable adalah suatu proses yang menyiapkan, memelihara dan mengendalikan jaringan informasi, sehingga proses planning dan execution saling terkait.

Gambar 4. Model pemetaan level 1 rantai pasok dengan SCOR Model 9.0

(12)

Pemetaan pada level 2 dapat digambarkan ke dalam diagram. Pada level 2, proses utama dibagi ke dalam proses kategori yang lebih rinci. Model pemetaan level 2 secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 5.

Pemetaan level 3

Gambar 5. Model pemetaan level 2 rantai pasok dengan SCOR Model 9.0

(13)

Pemetaan level 3

Pada pemetaan level 3 ini, perusahaan mendefinisikan secara detil proses-proses yang teridentifikasi, ukuran kinerja dan praktik terbaik pada setiap aktivitas. Pada level ini, benchmarking dan atribut-atribut diperlukan untuk

enabling software. Sistem rantai pasok perusahaan didefinisikan sebagai

kemampuan perusahaan untuk bersaing pada pasar yang dipilih. Pada level 3, proses unsur dibagi kedalam bentuk informasi masukan, proses unsur dan keluaran yang terdiri dari :

1. Definisi proses unsur.

2. Informasi masukan dan keluaran proses unsur. 3. Metrik pengukuran kinerja.

4. Praktik terbaik.

5. Kemampuan sistem yang diperlukan untuk menerapkan praktik terbaik.

6. Sistem dan alat bantu untuk melakukan ”fine tuning” pada level strategi operasi.

(14)

Contoh model pemetaan Level 3 dapat dilihat pada Gambar 6.

S1.5 Authorize Supplier Payment

Gambar 6. Model pemetaan level 3 rantai pasok dengan SCOR Model 9.0

(15)

Pemetaan level 4 dan seterusnya

Pada pemetaan di bawah level 3, unsur proses diuraikan kedalam tugas dan aktivitas lanjutan. Proses unsur diuraikan menjadi aktivitas tugas untuk setiap unsur, sehingga setiap tugas dapat digambarkan secara rinci. Level 4 merupakan tahap implementasi. Level implementasi tidak mencakup dalam lingkup SCOR model. Berikut ini adalah contoh pemetaan level 4 dan seterusnya (Gambar 7).

2.4.2 Sistem Metrik Kinerja Rantai Pasok

Gambar 7. Model pemetaan level 4 rantai pasok dengan SCOR Model 9.0

(16)

2 2.4.2 Sistem level 1 a. Cu del dan b. Int Co menye mendu untuk kode a Nilai-n a. RL b. R = c. AG d. CO e. AM y = tin z = sua terdiri untuk Tabel 2 Sumber m Metrik Ki Berdasarka , dibagi dala ustomer faci livery reliab n pemasok. ternal facing ost) dan efisi

Pada SCOR ederhanakan uga hal yang

benchmarki atau nomor nilai yang mu L = Keandala = Kemampu G = Ketangk O = Harga, d M = Manajem ngkat metrik. atu nomor ya Tabel 2 m dari atribut customer fa 2. Kartu kin r : Supply Ch inerja Ranta an sistem M am dua aspek ing, yaitu u bility, respo g, yaitu untu ensi manajem R 9.0, kode-identifikas g sama tentan ing berdasar metriknya a ungkin untu an, _. uan reaksi, _. kasan, _. dan _. men Aset, _. . ang unik. menampilkan kinerja dan

cing dan inte

nerja SCOR Tabel 2 hain Counci ai Pasok Metrik Kinerj k utama sist untuk mengu onsiveness d uk mengukur men aset. kode pada m i, serta me ng metrik da rkan pada at adalah XX.y uk XX adalah . . n tabel kartu n metrik-met ernal facing R 2. Kartu kin il, 2008. SCO ja SCOR ve em metrik, y ukur atribut dan flexibilit r biaya ranta metrik diperk enghilangkan an terutama tribut kinerj y.z, dimana h : u kinerja SC trik level 1 S g. erja SCOR OR version 9 ersi 9.0 pada yaitu : t kinerja sup ty terhadap ai pasok (Sup kenalkan. Ha n kebingung sekali meng ja metrik. B XX = atrib COR (SCOR SCOR Mode 9.0 overview a pemetaan pply chain pelanggan pply Chain al ini untuk gan dalam guntungkan Bentuk dari but kinerja. card) yang el versi 9.0 w.

(17)

2.5 Penelitian Terdahulu yang Relevan

1. Nisaa’ Mardhiyyah (2008), melakukan penelitian dengan judul Kinerja Penyampaian Suku Cadang PT Toyota-Astra Motor dengan Model Supply

Chain Operations Reference. Dari penelitian tersebut dijelaskan : (1)

struktur anggota rantai pasok bisnis suku cadang PT TAM, yaitu supplier (mata rantai 1), TAM (mata rantai 2) sebagai agen tunggal pemegang merk Toyota, main dealer Toyota (mata rantai 3), sub dealer/branch/VSP dan

partshop (mata rantai 4) yang secara langsung menangani end-user (mata

rantai 5) ; (2) pengukuran kinerja metrik level 1 delivery performance menunjukkan pengiriman on time untuk tujuan luar Jakarta di atas 90% dan tujuan Jakarta di atas 98%. Pada bulan september mencapai 100% untuk tujuan Jakarta pada semua tipe order. Order fulfillment lead time P. Sumatera = 6-7 hari, P. Jawa = 1-3 hari, P. Sulawesi = 10-16 hari dan P. Irian = 25-28 hari ; (3) Kategori proses yang sangat kritis untuk PT TAM adalah delivery stocked product (D1). SCOR level 3 menguraikan aliran proses dan informasi kegiatan pemrosesan order pada TAM. Pada level 4 dilakukan penguraian tugas dari elemen proses pada level 3, sehingga dapat menjadi acuan bagi pelaksana/praktisi.

2. Juliana Rouli (2008), melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Kinerja

Supply Chain Management dengan Pendekatan SCOR Model 8.0 (Studi

Kasus di PT XYZ). Dari penelitian tersebut didapatkan pemetaan rantai pasok PT XYZ dengan SCOR Model 8.0 dari level 1-3; perhitungan metrik kinerja level 1 adalah POF 86,89%, OFCT 60 hari, COGS 81% dan CTCCT 90 hari, serta melakukan pemetaan fishbone analysis guna mengetahui penyebab lebih detil dari kinerja deliver.

Gambar

Gambar 2. Integrasi beberapa konsep proses bisnis ke dalam Process Reference Model.
Gambar 3. Tahap-tahap proses pemetaan rantai pasok dengan SCOR Model 9.0                                      (Supply Chain Council, 2008
Gambar 4. Model pemetaan level 1 rantai pasok dengan SCOR Model 9.0                           (Supply Chain Council, 2008
Gambar 5. Model pemetaan level 2 rantai pasok dengan SCOR Model 9.0                           (Supply Chain Council, 2008
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan rata-rata NPL terendah yaitu Bank Sumitomo Mitsui Indonesia sebesar 0,46 persen sehingga dapat dikatakan kemampuan bank dalam mengelola kredit bermasalah

Aspek Yang Perlu Diperhatikan Dalam Penyusunan Program dan Anggaran 2019 Sasaran Strategis UNP Program UNP Kegiatan Layanan Tridarma PT (PNBP) Kegiatan BOPTN Kegiatan

VIII observasi kelima menunjukan bahwa dari 8 aspek yang diamati oleh penulis, guru hanya melakukan 8 aspek saja dengan presentase sebesar 100%, yaitu

yang tidak tampak secara fisik, sedangkan sistem fisik adalah sistem. yang ada

Data yang diperoleh sebagai hasil penelitian adalah data kualitas melalui test sebelum dan sesudah perlakuan latihan tehnik smash terhadap hasil keterampilan smash pada

Oleh sebab itu, pemimpin harus mampu bersosialisasi agar program dapat didengar dan terealisasikan di hadapan pelanggan, maka dari itu pemimpin dituntut untuk memiliki lima

Siswa yang cenderung berteman dengan teman tertentu saja, siswa yang tidak saling menyapa saat bertemu atau berpapasan, siswa yang tidak dapat menerima adanya

Penelitian ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh modal kerja terhadap penjualan dan profitabilitas PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk periode tahun