• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INFLASI TERHADAP PENGANGGURAN DI KABUPATEN NAGAN RAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH INFLASI TERHADAP PENGANGGURAN DI KABUPATEN NAGAN RAYA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIP SI

OLEH YURNALIS 06C20101025

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMB ANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULAB OH, ACEH B ARAT 2014

(2)

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu Kabupaten yang sedang tumbuh dan berkembang di Provinsi Aceh, Kabupaten yang terletak dipesisir Pantai Barat Selatan ini merupakan hasil pemekaran wilayah dari Kabupaten Aceh Barat dan berbentuk secara definitive berdasarkan UU Nomor 4 tahun 2002 dan telah ditetapkan pula Suka Makmue sebagai ibu kota Kabupaten Nagan Raya.

Inflasi dapat membantu atau menghambat pertumbuhan ekonomi sudah dilakukan dari dulu sampai sekarang terutama di negara–negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Komitmen pemerintah Indonesia mempertahankan tingkat inflasi yang kurang dari dua digit ( kurang 10 persen ) rata – rata per tahun semenjak dari Orde Baru masih dipegang sampai sekarang. Hal ini mengisyaratkan bahwa inflasi dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi.

Inflasi dihitung secara statistik dengan mengambil sampel harga – harga di pasaran. Karena itu bisa saja perhitungan inflasi dari dua buah pihak berbeda antara satu dan yang lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor perbedaan cara pengambilan data, metodologi yang berbeda, fokus perhitungan, serta waktu pengambilan sampel yang berbeda.

Pengangguran yang tinggi termasuk kedalam masalah ekonomi dan sosial. Pengangguran merupakan masalah ekonomi karena ketika angka pengangguran meningkat sebagai dampaknya suatu negara membuang barang dan jasa yang sebenarnya dapat diproduksi oleh pengangguran. Pengangguran merupakan

(3)

masalah sosial yang besar karena mengakibatkan pederitaan besar untuk pekerja yang menganggur yang harus berjuang dengan pendapatan yang berkurang. Biaya ekonomi dari pengangguran jelas, namun tidak ada jumlah mata uang yang dapat mengurangkan secara tepat tentang korban psikologi dan manusia pada saat mereka menganggur.

Peningkatan angkatan kerja baru yang lebih besar dibandingkan dengan lapangan kerja yang tersedia terus menunjukkan jurang ( gap ) yang terus membesar.Kondisi tersebut semangkin membesar setelah krisis ekonomi. Dengan adanya krisis ekonomi tidak saja jurang antara peningkatan angkatan kerja baru dengan penyediaan lapangan kerja yang rendah tetapi juga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK ).

Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu penyebab pengangguran adalah kurangnya keahlian serta minimnya lapangan pekerjaan, selain itu kurangnya sumber daya manusia (SDM) juga dapat memicu meningkatnya pengangguran, sehingga tidak mampu untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi khususnya di Kabupaten Nagan Raya dimasa yang akan datang.

Masalah pengangguran di Kabupaten Nagan Raya masih tetap merupakan masalah cukup rawan. Pengangguran terjadi karena faktor jumlah kesempatan kerja yang tersedia umumnya lebih kecil dari angka yang ada, padahal jumlah penganggur yang ada selama ini sudah cukup besar, kondisi ini berjalan bertahun – tahun sehingga terjadi akumulasi pengangguran karena pertumbuhan penduduk

yang tinggi dan juga karena kelangkaan modal berinvestasi sehingga tidak mampu menyerap pertambahan tenaga kerja.

(4)

Untuk mengetahui tingkat pengangguran di Kabupaten Nagan Raya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Jumlah Pengangguran di Kabupaten Nagan Raya

Tahun 2003-2012 Tahun Jumlah Pengangguran

( Jiwa ) Persentase (%) 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 8.756 8.061 5.234 4.371 7.251 8.163 7.686 7.651 7.434 7.231 - 7.93 35.07 16.48 -65.88 -12.57 5.84 0.45 2.83 2.73

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 2014

Jumlah pengangguran di Kabupaten Nagan Raya pada tahun 2003 adalah sebesar 8.756 jiwa. Pada tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 8.061 jiwa, dari tahun 2003 – 2012 jumlah pengangguran terus mengalami penurunan. Jumlah angkatan kerja dan pencari kerja yang semakin bertambah ikut menjadi masalah bagi pemerintahan Nagan Raya dalam menanggulangi tingkat pengangguran (BPS, 2006.h.47).

Pemerintah Kabupaten Nagan Raya telah berupaya dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan program-program penanggulangan pengangguran namun masih jauh dari induk permasalahan. Kebijakan dan program yang dilaksanakan belum menampakkan hasil yang optimal. Masih terjadi kesenjangan antara rencana dengan pencapaian tujuan karena

(5)

kebijakan dan program penanggulan pengangguran yang terpadu, terintegrasi dan sinergis sehingga dapat menyelesaikan masalah secara tuntas. Proses pembangunan memerlukan pendapatan nasional yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dibanyak negara syarat utama bagi tercipta nya penurunan pengangguran yang tetap adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan pengangguran tapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan suatu yang dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang baikpun menjadi tidak akan berarti bagi penurunan pengangguran jika tidak diiringi dengan pemerataan pendapatan. Permasalahan strategis di Pemerintah Kabupaten Nagan Raya tidak jauh berbeda dengan di pemerintah pusat (Poblem Nasional). Oleh karena itu, pengangguran menjadi tanggung jawab bersama, terutama pemerintah sebagai penyangga proses perbaikan kehidupan masyarakat dalam sebuah pemerintahan, untuk segera mencari jalan keluar dengan merumuskan langkah- langkah yang sistematis dan stategis sebagai upaya pengentasan pengangguran.

Pemerintah Kabupaten Nagan Raya melakukan berbagai upaya dalam menanggulangi masalah pengangguran, dalam bidang pendidikan pemerintah sudah mengupayakan agar mata pelajaran kewirausahaan masuk ke t ingkat sekolah menengah, terlebih untuk perguruan tinggi menjadi mata kuliah wajib, dengan harapan output dari pendidikan nantinya dapat menciptakan lapangan kerja sendiri. Kemudian dalam pengembangan UKM atau dana yang digulirkan baik itu dari pihak pemerintah atau dana sosial perusahaan di Kabupaten Nagan Raya, sedangkan untuk peningkatan skill masyarakat pemerintah melakukan pelatihan – pelatihan kewirausahaan. Namun hal tersebut masih belum bisa

(6)

dipandang sukses, karena jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Nagan Raya ternyata masih tinggi jika dibandingkan dengan Kabupaten lain.

Perubahan tingkat pengangguran dari sisi ekonomi baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat mencerminkan stabil tidaknya kondisi ekonomi penduduk di suatu wilayah. Besarnya angka pengangguran mempunyai implikasi sosial yang luas, karena mereka tidak bekerja berarti tidak mempunyai penghasilan. Hilangnya sumber penghasilan membuka peluang penduduk untuk mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan pokok, yang pada akhirnya mampu membawa mereka ke jurang kemiskinan. Persoalan semakin rumit, karena semakin tinggi angka pengangguran.

Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk membuat suatu karya ilmiah yang dituangkan dalam bentuk proposal skripsi dengan judul ” Pengaruh Inflasi Terhadap Pengangguran di Kabupaten Nagan Raya ”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh inflasi terhadap pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh inflasi terhadap pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

(7)

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, manfaat yang diperoleh dengan diadakannya penelitian ini adalah :

1.4.1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memberikan masukkan berupa informasi pada kalangan akademi sebagai dasar penelitian selanjutnya serta memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai pengaruh inflasi terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

b. Untuk menerapkan teori-teori yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan ke dalam praktek sehari-hari sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini.

1.4.2. Manfaat Praktis

Bagi pemerintah daerah atau pihak yang lain yakni sebagai bahan informasi dan arahan yang baik untuk ke depan dari pemeritnah Kabupaten Nagan Raya dan pihak lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

1.5. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagian pertama pendahuluan yang berisi tentang pokok-pokok pembahasan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian terdiri atas manfaat teoritis dan manfaat praktis, dan sistematika pembahasan.

(8)

Bagian kedua tinjauan pustaka yang meliputi teori inflasi, jenis – jenis inflasi, pengukuran laju inflasi, teori pengangguran, dampak terjadinya pengangguran dan kebijakan pemerintah dalm mengatasi pengangguran.

Bagian ketiga metode penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel, data penelitian diantaranya jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, model analisis data, definisi operasional variabel, dan pengujian hipotesa.

Bagian keempat hasil dan pembahasan yang terdiri dari perkembangan inflasi di Kabupaten Nagan Raya, perkembangan tingkat pengangguran, statistik deskriptif variabel penelitian, hasil penelitian, analisis koefisien korelasi dan koefisien determinasi ,uji regresi linear sederhana dan uji signifikan parsial ( uji t ).

Bagian kelima simpulan dan saran yang menguraikan kesimpulan dan keterbatasan dari penelitian dan saran – saran.

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Inflasi

Pengertian inflasi menurut Lenher adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang – barang dalam perekonomian secara keseluruhan (Gunawan, 2003.h.1). Kelebihan permintaan ini dapat diartikan sebagai berlebihnya tingkat pengeluaran (Level of spending), untuk komoditi akhir dibanding dengan tingkat output maksimal yang dapat dicapai dalam jangka panjang, dengan sumber – sumber produksi tertentu.

Sedangkan menurt Nopirin mengemukakan bahwa inflasi merupakan proses kenaikan harga barang – barang secara umum yang berlaku terus – menerus. Ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan harga umum barang secara terus – menerus selama periode tertentu. Kenaikan yang hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar) bukan merupakan inflasi (Nopirin, 2003.h.25).

Beberapa definisi di atas yang perlu digaris bawahi adalah :

a. Tendency yaitu kecenderungan harga – harga untuk meningkat, artinya dalam suatu waktu dimungkinkan terjadinya penurunan harga tetap meunjukkan kecenderungan untuk meningkat.

b. Sustained yaitu peningkatan harga tersebutt tidak hanya terjadi pada waktu tertentu atau sekali waktu saja, melainkan secara terus – menerus dalam jangka waktu yang lama.

(10)

c. General level of prices yaitu tingkat harga yang dimaksud adalah tingkat harga barang secara umum sehingga tidak hanya harga dari satu macam barang saja (Nopirin, 2003. h. 27).

2.1.1. Jenis – Jenis Inflasi

Menurut sukirno (2006, h.333-337) inflasi dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu :

a. Berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga – harga berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk berikut :

1. Inflasi Tarikan Permintaan

Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi. Gambar 1 dapat digunakan untuk menerangkan wujudnya inflasi tarikan permintaan. K urva AS adalah penawaran agregat dalam ekonomi, sedangkan AD1, AD2, dan AD3 adalah permintaan agregat.

Misalkan pada mulanya permintaan agregat adalah AD1 maka pendapatan

nasional adalah Y1 dan tingkat harga adalah P1. Perekonomian yang

berkembang pesat mendorong kepada kenaikan permintaan agregat, yaitu menjadi AD2, akibatnya pendapatan nasional mencapai tingkat kesempatan

kerja penuh, yaitu YF dan tingkat harga naik dari P1 ke PF, ini berarti inflasi

telah wujud. Apabila masyarakat masih tetap menambah pengeluarannya maka permintaan agregat menjadi AD3. Untuk memenuhi permintaan yang

(11)

produksinya dan menyebabkan pendapatan nasional rill meningkat dari YF

menjadi Y2. Kenaikan produksi nasional melebihi kesempatan kerja penuh

akan menyebabkan kenaikan harga yang lebih cepat, yaitu dari PF ke P2.

Disamping dalam masa perekonomian berkembang pesat, infasi tarikan permintaan juga dapat berlaku pada masa perang atau ketidakstabilan politik yang terus- menurus. Dalam masa seperti ini pemerintah berlanja jauh melebihi pajak yang dipungutnya. Untuk membiayai kelebihan pengeluaran tersebut pemerintah yang berlebihan tersebut menyebabkan permintaan agregat akan melebihi kemampuan ekonomi tersebut menyediakan barang dan jasa. Maka keadaan ini akan mewujudkan inflasi.

Gambar 1

Inflasi Tarikan Permintaan

Gambar 1 Inflasi Tarikan Permintaan 2. Inflasi Desakan Biaya

Inflasi ini terutama berlaku dalam masa perekonomian dengan pesat ketika tingkat pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahaan – perusahaan permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga – harga berbagai barang.

(12)

Inflasi desakan biaya dapat diterangkan dengan menggunakan gambar 2. Kurva AS1, AS2, dan AS3 adalah kurva penawaran agregat, sedangkan kurva AD

adalah permintaan agregat, andaikan pada mulanya kurva penawaran agregat adalah AS1, dengan demikian pada mulanya keseimbangan ekonomi Negara

tercapai pada pendapatan nasional Y1, yaitu pendapatan nasional pada kesempatan

kerja penuh dan tingkat harga adalah pada P1. Pada tingkat kesempatan kerja yang

tinggi perusahaan – perusahaan sangat memerlukan tenaga kerja, keadaan ini cenderung akan menyebabkan kenaikan upah dan gaji karena :

a. Perusahaan – perusahaan akan berusaha mencengah perpindahan tenaga kerja dengan menaikkan upah dan gaji.

b. Usaha untuk memperoleh pekerja tambahan hanya akan berhasil apabila perusahaan – perusahaan menawarkan upah dan gaji yang lebih tinggi.

Kenaikkan upah akan menaikkan biaya dan kenaikkan biaya akan memindahkan fungsi penawaran agregat ke atas, yaitu dari AS1 menjadi AS2.

Sebagai akibatnya tingkat harga naik dari P1 menjadi P2. Harga barang yang tinggi

ini mendorong para pekerja menuntut kenaikkan upah lagi, maka biaya produksi akan semakin tinggi. Pada akhirnya ini akan menyebabkan kurva penawaran agregat bergeser dari AS2 menjadi AS3. Perpindahan ini menaikan harga dari P1

ke P2. Dalam proses kenaikan harga yang disebabkan oleh kenaikan upah dan

kenaikan penawaran agregat ini pendapatan nasional rill terus mengalami penurunan, yaitu dari YF (Y1) menjadi Y2 dan Y3. Berarti akibat dari kenaikan

upah tersebut kegiatan ekonomi akan menurun dibawah tingkat kesempatan kerja penuh.

(13)

Dalam analisis diatas diandaikan kenaikan upah tidak menyebabkan kenaikan dalam permintaan agregat. Dalam prakteknya, kenaikan upah mungkin juga diikuti oleh kenaikan dalam permintaan riil.Apab ila keadaan ini berlaku, kenaikan harga akan menjadi semakin cepat dan kesempatan kerja tidak mengalami penurunan. Andaikan setelah AS1 menjadi AS2 permintaan agregat

AD beruba menjadi AS2 permintaan agregat AD berubah menjadi AD1. Akibat

dari perubahan ini kesempatan kerja penuh tetap tercapai, tetapi tingkat harga lebih tinggi dari P2. Apabila proses kenaikan upah baru berlaku, penawaran

agregat akan bergerak dari AS2 ke AS3 . sekiranya ini diikuti pula oleh kenaikan

permintaan agregat menjadi AD2 maka tingkat kesempatan kerja penuh masih

tetap tercapai, tetapi harga- harga akan mencapai tingkat yang lebih tinggi dari P3

yaitu menjadi P4.

(14)

3. Inflasi diimpor

Inflasi dapat juga bersumber dari kenaikan harga – harga barang yang diimpor, inflasi ini akan terwujud apabila barang – barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan – perusahaan. Wujud stagflasi sebagai akibat inflasi diimpor dan penurunan nilai mata uang seperti yang diterangkan diatas dapat digambarkan secara grafik, yaitu seperti ditunjukkan dalam Gambar 3, permintaan agregat dalam ekonomi adalah AD sedangkan pada mulanya penawaran agregat adalah AS1. Dengan demikian pada mulanya pendapatan na sional adalah Y1. Gambar 3

menunjukkan pendapatan ini dicapai dibawah pendapatan pada kesempatan kerja penuh (YF) maka jumlah pengangguran adalah tinggi. Kenaikan harga barang

impor yang penting artinya diberbagai industri menyebabkan biaya produksi naik dan ini seterusnya akan mengakibatkan perpindahan kurva penawaran agregat dari AS1 menjadi AS2 pendapatan menurun dari Y1 kepada Y2 sedangkan tingkat harga

naik dari P1 menjadi P2 ini berarti secara serentak perekonomian menghadapi

masalah inflasi dan pengangguran yang lebih buruk. Ahli – ahli ekonomi menanamkan masalah seperti ini dengan istilah stagflasi yaitu istilah yang bersumber dari kata “inflation”. Dengan demikian stagflasi menggambarkan

keadaan dimana kegiatan ekonomi semakin menurun, pengangguran semakin tinggi dan pada waktu yang sama proses kenaikan harga – harga semakin bertambah cepat.

(15)

Gambar 3 Inflasi Diimpor dan Stagflasi

Berdasarkan kepada tingkat kelajuan kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi dapat dibedakan kepada tiga golongan yaitu inflasi merayab, hiperinflasi dan inflasi sederhana.

a. Inflasi merayap adalah proses kenaikan harga- harga yang lambat jalannya. Yang digolongkan kepada inflasi ini adalah kenaikan harga- harga yang tingkatnya tidak melebihi dua atau tiga persen setahun.

b. Hiperinflasi adalah proses kenaikan harga – harga yang sangat cepat, yang menyebabkan tingkat harga menjadi duaatau beberapa kali lipat dalam masa yang singkat.

c. Inflasi sederhana adalah proses kenaikan harga – harga yang mencapai diantara 5 hingga 10 persen (Nopirin, 2003. h.37).

2.1.2. Pengukuran Laju Tingkat Inflasi

Menurut Mantra (2009. h. 35) tinggi rendahnya inflasi pada suatu Negara pada waktu tertentu tergantung pada indikator dan tahun dasar yang digunakan. Ada beberapa indikator yang biasa digunakan untuk mengukur besarnya laju perubahan kenaikan inflasi yaitu :

(16)

a. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Biaya Hidup (IBH)

Indeks harga konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perub ahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakkan dari paket barang dan jasa yang di konsumsi masyarakat.

b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)

Indeks harga perdagangan besar menitik beratkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar, ini berarti harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi termasuk dalam perhitungan indeks harga. Biasanya perubahan indeks harga ini sejalan atau searah dengan indeks biaya hidup.

c. Deflator Pendapatan Nasional (GNP Deflator atau GDP Deflator)

GNP Deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam perhitungan GNP, jadi lebih banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan dua indeks diatas. GNP Deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas dasar harga berlaku) dengan GNP rill (atas dasar harga konstan). 2.1.3. Pengaruh Inflasi

Menurut Nanga (2005, h. 241) inflasi yang terjadi di dalam suatu perekonomian memiliki pengaruh sebagai berikut :

a. Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi keseja hteraan ekonomi dari anggota masyarakat, sebab distribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan rill satu orang meningkat, tetapi pendapatan rill orang lainnya jatuh.

(17)

b. Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi, hal ini dapat terjadi karena inflasi dapat mengalahkan sumber daya investasi yang produktif ke investasi yang tidak produktif sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif, ini disebut efisiensi effect of inflations.

c. Inflasi dapat menyebabkan perubahan – perubahan di dalam output dan kesempatan kerja, dengan cara lebih langsung dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan dan juga memotivasi orang bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. Ini disebut output and employment effect of

inflation.

2.1.4. Faktor – faktor Penyebab Inflasi a. Penawaran Uang ( Jumlah Uang Beredar )

Pengertian uang yang paling sempit adalah uang kertas dan uang logam yang ada di tangan masyarakat. Uang tunai ini disebut uang kartal atau dalam bahasa inggris dinamakan currency. Para ekonom klasik cenderung untuk mengartikan uang beredar sebagai currency,karena uang inilah yang benar – benar merupakan daya beli yang langsung bisa digunakan dan langsung mempe ngaruhi harga barang – barang.

Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran uang akan menyebabkan inflasi. Jika penawaran uang ( jumlah uang yang beredar ) terlalu banyak inflasi akan meningkat, dan sebaliknya jika penawaran uang terlalu sedikit terjadilah deflasi. Keseimbangan antara permintaan dan penawaran terhadap uang dijelaskan dalam teori kuantitas dari Irving Fisher ( Nopirin, 2009.h.205).

(18)

MV = PT Dimana :

M (Money) = Jumlah uang yang beredar di masyarakat terdiri dari uang karta dan uang giral.

V (Velocity) = Kecepatan peredaran ( perputaran uang ) P (Price) = Harga dari output

T (Trade) = Jumlah output yang diperdagangkan b. Pendapatan Nasional

Pendapatan nasional adalah total nilai barang akhir dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam kurun waktu tertentu (1 tahun). Indonesia menggunakan GDP untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonominya (pendapatan nasional).

GDP menunjukkan nilai seluruh output atau produk dalam perekonomian suatu negara. Dengan kata lain GDP dapat didefinisikan sebagai nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang – barang dan jasa – jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian selama suatu periode tertentu.

c. Tingkat Suku Bunga SBI

Sertifikat Bank Indonesia (BI) adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk kebijakan open market operation dari Bank Sentral (BI). Kebijakan open market operation (politik pasar terbuka) meliputi tindakan menjual dan membeli surat – surat berharga oleh Bank Sentral. Tindakan pembelian atau penjualan surat berharga akan akan mempengaruhi harga surat berharga. Akibatnya tingkat bunga umum juga akan terpengaruh (Nopirin, 2009. h.45).

(19)

Tingkat suku bunga SBI ditetapkan oleh pemerintah melalui Bank Sentral. Kenaikan tingkat suku bunga SBI akan menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga surat berharga pasar uang (SBPU). Selain itu tingkat suku bunga bank umum juga mengalami kenaikan. Hal ini mengakibatkan konsumen khususnya investor tidak tertarik untuk meminjam modal dari Bank Umum. Kondisi yang demikian ini menyebabkan bahan – bahan kebutuhan umum banyak yang diimpor sementara jumlah ekspor relative lebih kecil.

2.2. Pengertian Pengangguran

Pengangguran merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja ( labor force ) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif tidak sedang mencari pekerjaan (Nanga, 2005. h. 249 ). Pengangguran (

unemployment ) merupakan kenyataan yang dihadapi tidak saja oleh

negara-negara sedang berkembang (Develoved Contries ), akan tetapi juga dialami oleh negara-negara yang sudah maju (Developing Countries).

Menurut Sukirno (2004, h. 13) menyebutkan pengertian pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Selanjutnya

International Labor Organization memberikan definisi pengangguran yaitu :  Penganguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kolompok

penduduk usia kerja yang selama periode tertentu secara terpaksa kurang dari jam kerja normal yang masih mencari pekerjaan lain atau masih bersedia mencari pekerjaan lain/tambahan.

(20)

 Setengah pengangguran terpaksa adalah orang yang bekerja kurang dari 35

jam perminggu yang masih mencari pekerjaan atau yang masih bersedia menerima pekerjaan yang lain.

 Setengah pengangguran sukarela yaitu orang yang bekerja kurang dari 35

jam perminggu namun tidak mencari pekerjaan dan tidak bersedia menerima pekerjaan lainnya.

2.2.1. Jenis – Jenis Pengangguran

Menurut Sukirno (2004, h. 328) sebab terjadinya pengangguran dapat digolongkan kepada empat jenis yaitu :

a. Pengangguran friksional adalah pengangguran yang wujud apabila ekonomi telah mencapi kesempatan kerja penuh.

b. Pengangaguran siklikal adalah pengangguran yang disebabkan perkembangan ekonomi yang sangat lambat atau kemorosotan kegiatan ekonomi.

c. Pengangguran struktural, terjadi karena adanya perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian.

d. Pangangguran teknologi, ditimbulkan oleh adanya pengantian tenaga manusia oleh mesin- mesin dan bahan kimia yang disebabkan perkembangan teknologi.

Teori Pendekatan penggunaan tenaga kerja (Labor Utilitization approach) pendekatan ini menitik beratkan pada seseorang apakah cukup dimanfaatkan dalam kerja di lihat dari segi jumlah jam kerja, produktivitas kerja dan pendapatan yang diperoleh. Dengan pendekatan ini dibedakan angkatan kerja dalam tiga golongan yaitu :

(21)

a. Menganggur, yaitu orang yang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari pekerjaan.

b. Setengah menganggur, yaitu mereka yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja dilihat dari segi jam kerja, produktivitas kerja dan pendapatan. c. Bekerja penuh atau cukup dimanfaatkan.

Untuk mengelompokkan masing- masing pengangguran tersebut perlu diperhatikan dimensi-dimensi yang berkaitan dengan pengangguran itu sendiri yaitu :

 Intensitas pekerjaan (yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi makanan).

 Waktu (banyak di antara mereka yang bekerja ingin bekerja lebih lama).

 Produktivitas (kurangnya produktivitas sering kali disebabkan oleh

kurangnya sumber daya komplementer untuk melakukan pekerjaan). Berdasarkan dimensi di atas pengangguran dapat dibedakan atas :

 Pengangguran terbuka, baik terbuka maupun terpaksa secara sukarela,

mereka tidak mau bekerja karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik sedangkan pengangguran terpaksa, mereka mau bekerja tetapi tidak memperoleh pekerjaan.

Setengah pengangguran (Under Unemployment) yaitu mereka yang

bekerja dimana waktu yang mereka pergunakan kurang dari yang biasa mereka kerjakan.

 Tampaknya mereka bekerja, tetapi tidak bekerja, secara penuh. Mereka

digolongkan sebagai pengangguran terbuka dan setengah penganggurn. Yang termasuk dalam katagori ini adalah :

(22)

 Pengangguran tak kentara

 Pengangguran tersembunyi

 Pensiunan awal ( BPS, 2004. h. 8)

Menurut Sukirno (2007, h. 472) Pengangguran adalah seseorang yang sudah di golongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang di inginkannya. Pengangguran pada prinsipnya mengandung arti hilangnya output (Lost Output) dan kesengsaraan bagi orang yang tidak bekerja (Human Misery), dan merupakan suatu bentuk pemborosan sumber daya ekonomi di samping memperkecil output, pengangguran juga memacu pengeluaran pemerintah lebih tinggi untuk keperluan kompensasi pengangguran da n kesejahteraan.

Menurut Mantra (2009, h.10) pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan. Konsep ini sering diartikan sebagai keadaan pengangguran terbuka.

Pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan (masih atau sedang) mencari pekerjaan. Masalah yang sering dihadapi adalah masalah setengah menganggur atau pengangguran tidak kentara, yang pengertiannya adalah sebagai berikut :

(23)

1. Setengah menganggur

Keadaan setengah menganggur (underemployment) terletak antara full employment dan sama sekali menganggur. Underemployment yaitu perbedaan antara jumlah pekerjaan yang betul dikerjakan seseorang dalam pekerjaannya dengan jumlah pekerjaan yang secara normal mampu dan ingin dikerjakannya.

Konsep ini dibagi dalam:

a. Setengah menganggur yang kentara

Setengah menganggur yang kentara (visible underemployment) adalah jika seseorang bekerja tidak tetap (part time) di luar keinginannya sendiri, atau bekerja dalam waktu yang lebih pendek dari biasanya.

b. Setengah menganggur yang tidak kentara

Setengah menganggur yang tidak kentara (invisible underemployment) adalah jika seseorang bekerja secara penuh (full time) tetapi pekerjaannya itu dianggap tidak mencukupi karena pendapatannya terlalu rendah atau pekerjaan tersebut tidak memungkinkan ia untuk mengembangkan seluruh keahliannya.

2. Pengangguran tidak kentara

Pengangguran tidak kentara (disguised unemployment), dalam angkatan kerja mereka dimasukkan dalam kegiatan bekerja, tetapi sebetulnya mereka menganggur jika dilihat dari segi produktivitasnya. Jadi di sini mereka sebenarnya tidak mempunyai produktivitas dalam pekerjaannya.(http://suara pembaharuan.

(24)

Berdasarkan pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa pengangguran adalah suatu kondisi dimana seseorang atau kelompok orang tidak mempunyai pekerjaan dan belum bisa menghasilkan barang dan jasa.

2.2.2. Cara – Cara Mengatasi Pengangguran

Menurut Nanga (2005, h.259) ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengatasi pengangguran di Indonesia sebagai berikut :

a. Bagi penganggur sendiri, dapat mengembangkan kreativitas nya melalui berwirausaha mandiri

b. Pengembangan sekolah-sekolah yang mengarah kepada pemanfaatan kecakapan hidup, seperti SMK.

c. Pengembangan program kerjasama dengan luar negeri dalam pemanfaatan tenga kerja indonesia (TKI).

d. Pengembangan sektor informal seperti home industry.

e. Pengembangan program transmigrasi, untuk menyerap tenaga kerja di sektor agraris dan sektor informal lainnya.

f. Perluasan kesempatan kerja, misalnya melalui pembukaan industri padat karya diwilayah yang banyak mengalami pengangguran.

g. Peningkatan Investasi, baik yang bersifat pengembangan maupun investasi melalui pendirian usaha-usaha baru yang dapat menyerap tenaga kerja. h. Pembukaan proyek-proyek umum, hal ini bisa dilakukan oleh pemerintah

(25)

i. Mengadakan pendidikan dan pelatihan yang bersifat praktis sehingga seorang tidak harus menunggu kesempatan kerja yang tidak sebanding dengan para pencari kerja, melainkan ia sendiri mengembangkan usaha sendiri yang menjadikanya bisa memperoleh pekerjaan dan pendapatan sendiri.

2.3. Dampak Pengangguran

2.3.1. Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian

Setiap negara selalu berusaha agar tingakat kemakmuran masyarakatnya dimaksimumkan dan perekonomian selalu mencapai pertumbuhan yang mantap dan berkelanjutan. Tingkat pengangguran yang relatif tinggi tidak memungkinkan masyarakat mencapai tingkat pengguna tenaga kerja penuh, hal ini dapat dilihat dengan jelas dari berbagai akibat buruk sifat ekonomi yang ditimbulkan oleh masalah pengangguran. Akibat buruk pengangguran terhadap perekonomia n adalah :

a. Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak dapat meminimumkan tingkat kesejahteraan yang mungkin dicapainya. Pengangguran menyebabkan output aktual yang dicapai lebih rendah dari atau dibawah output potensial. Keadaan ini berarti tingkat kemakmuaran masyarakat yang di capai adalah lebih rendah dari tingkat yang akan dicapainya. b. Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang,

pengangguran yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kegiatan ekonomi, pada gilirannya akan menyebabkan pendapatan pajak yang diperoleh pemerintah akan menjadi sedikit. Dengan demikian tingkat pengangguran

(26)

yang tinggi akan mengurangi kemampuan pemerintah dalam menjalankan berbagai kegiatan pembangunan.

c. Pengangguran yang tinggi akan menghambat, dalam arti tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Keadaan ini jelas bahwa penganggurantidak akan mendorong perusahaan untuk melakukan investasi di masa yang akan datang (Samuelson, 2004. H.326).

Dari ketiga penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa dampak dari pengangguran tidak mampu untuk menggalakkan pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka waktu panjang maupun dalam jangka waktu pendek.

2.3.2. Dampak Pengangguran Terhadap Individu dan Masyarakat

Selain membawa akibat buruk terhadap perekonomian secara keseluruhan, pengangguran yang terjadi juga akan membawa beberapa akibat buruk terhadap individu dan masyarakat, dampaknya adalah sebagai berikut :

a. Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan pendapatan. Di negara-negara maju, para pengangguranmemperoleh tunjangan (bantuan keuangan) dari badan asuransi pengangguran dan oleh sebab itu, mereka masih mempunyai pendapatan untuk membiayai kehidupanya dan keluarganya, sedangkan di negara-negara berkembang tidak terdapat program asuransi berkembang.

b. Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan atau berkurangya ketrampilandalam mengerjakan sesuatu pekerjaan hanya dapat dipertahankan apabila ketrampilan tersebut digunakan dalam praktek.

(27)

c. Pengangguran dapat pula menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik. Kegiatan ekonomi yang lesu dan pengangguran yang tinggi dapat menimbulkan rasa tidak puas masyarakat kepada pemerintah yang berkuasa.

Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa dampak pengangguran terhadap individu dan masyarakat dapat meningkatkan kriminalitas serta kurangnya keamanan.

2.3.3. Kebijakan Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Pengangguran 1. Kebijakan Bersifat Ekonomi

a. Menyediakan lowongan kerja

b. Meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat c. Memperbaiki pembagian pendapatan

2. Kebijakan Bersifat Sosial dan Politik

a. Meningkat kan kemakmuaran keluarga dan kestabilan keluarga b. Menghindari masalah kejahatan

c. Mewujudkan kestabilan politik

Selain itu solusi masalah pengangguran di Indonesi dilihat dari 2 (dua) kebijakan diantaranya kebijakan mikro (khusus) dan kebijakan makro. Berikut merupakan kebijakan mikro ada 10 (sepuluh) solusi yaitu:

(28)

1. Pengembangan Mindset dan wawasan penganggur

Berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia sesungguhnya memiliki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal.Dengan demikian, diharapkan setiap pribadi sanggup mengaktualisasikan potensi terbaiknya dan dapat mencip takan kehidupan yang lebih baik, bernilai dan berkualitas bagi dirinya sndiri maupun masyarakat luas.

2. Segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan khususnya yang

tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transfortasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Harapan akan berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik potensi Sumber Daya Alam,Sumber Daya Manusia maupun keuangan (financial).

3. Segera membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Hal itu dapat dilakukan serentak dengan pendirian Badan Jaminan Sosial Nasional dengan mengubah PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) menjadi Badan Jaminan Sosial Nasional yang terdiri dari berbagai devisi menurut sasarannya. Dengan membangun lembaga itu,setiap penganggur di Indonesia akan tercatat dengan baik dan mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci, keberadaan lembaga itu dapat di susun dengan baik.

(29)

4. Segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanaman Modal Asing (PMA). Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok. Itu semua perlu segera dibahas dan disederhanakan sehingga merangsang pertumbuhan investasi untuk menciptakan lapangan kerja baru.

5. Mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah diwilayah perkotaan lainnya seperti sampah, pengendalian banjir dan lingkungan yang tidak sehat.

6. Mengembangkan suatu lembaga antar kerja secara professional. Lembaga itu dapat disebutkan sebagai job senter yang dibangun dan dikembangkan secara professional sehingga dapat membimbing dan menyalurkan para pencari kerja. Pengembangan lembaga itu mencakup, antara lain sumber daya manusianya (brainware), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan. Lembaga itu dapat dibawah lembaga jaminan sosial penganggur atau bekerjasama tergantung kondisinya.

7. Menyeleksi Tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim keluar negeri. Perlu seleksi lebih ketat terhadap pengiriman TKI keluar negeri. Sebaiknya diupayakan tenaga-tenaga terampil (skilled). Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh pemerintah pusat dan daerah. Bagi pemerintah daerah yang memiliki lahan yang cukup, gedung, perbankan, keuangan dan asset lainnya yang memadai dapat membangun Badan Usaha Milik Daerah Pengerahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia keluar

(30)

negeri (BUMD-PJTKI). Tentunya badan itu dilengkapi dengan lembaga pelatihan (training senter) yang kompeten untuk jenis-jenis ketrampilan tertentu yang sangat banyak peluang di Negara lain. Disamping itu, perlu dibuat peraturan tersendiri tentang pengiriman TKI keluar negeri seperti di Filipina.

8. Segera harus disempurnakan kurikulum dan system pendidikan nasional (Sisdiknas). System pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan. Karena itu, sisdiknas perlu reoriantasi supaya dapat mencapai tujuan pendidikan secara optimal.

9. Upayakan untuk mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK). PHI dewasa ini sangat banyak berperan terhadap penutupan perusahaan, penurunan produktifitas, penurunan permintaan produksi industri tertentu dan seterusnya. Akibatnya, bukan hanya tidak mampu menciptakan lapangan kerja baru, justru sebaliknya bermuara pada PHK yang berarti menambah jumlah penganggur.

10. Mengembangkan potensi kelautan Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI) mempunyai letak geografis yang strategis dimana sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang sangat potensial sebagai Negara maritim. Potensi kelautan Indonesia perlu dikelola lebih baik supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang produktif dan remunerative

(31)

Sedangkan kebijakan makro tentang solusi masalah pengangguran mengenai moneter seperti jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiscal (Departemen Keuangan) dan lainnya.

2.4. Hubungan Inflasi dan Pengangguran

Menurut Phillips (1929) dalam Mankiw (2003, h. 56) menjelaskan bahwa teori Phillips muncul karena pada saat tahun 1929, terjadi depresi ekonomi Amerika Serikat, hal ini berdampak pada kenaikan inflasi yang tinggi dan diikuti dengan pengangguran yang tinggi pula. berdasarkan pada fakta itulah Phillips mengamati hubungan antara 40 tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran. Dari hasil pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara Inflasi dengan tingkat pengangguran, jika inflasi tinggi, pengangguran pun akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.

Tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) maka pengangguran berkurang.

Tiga komponen pembentuk kurva Phillips adalah: a. Ekspektasi inflasi (𝜋e

) b. Pengangguran siklis (U-Un) c. Guncangan penawaran (v)

Persamaan kurva Phillips adalah:

(32)

Di mana 𝜋 adalah inflasi, 𝜋e adalah ekspektasi inflasi, U adalah tingkat

pengangguran dan Un adalah tingkat pengangguran alamiah (NAIRU –

Non-Accelerating Inflation Rate of Unemployment). β menunjukkan besarnya respon tingkat inflasi terhadap perubahan tingkat pengangguran siklis. dapat menunjukkan besarnya rasio pengorbanan (sacrifice ratio) yang terjadi. Tanda negatif sebelum parameter β menunjukkan hubungan negatif antara inflasi dengan tingkat pengangguran.

2.4.1. Inflation Targeting Framework

Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan

moneter Bank Indonesia yang tercermin pada penetapan dan pengumuman sasaran inflasi sebagai tujuan utama kebijakan moneter, penjelasan periodik kepada masyarakat mengenai pelaksanaan kebijkan moneter yang ditempuh, maupun pemberian independensi kepada Bank Indonesia dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter. Secara umum, kerangka kerja ini diyakini dapat membantu bank sentral untuk mencapai dan memelihara kestabilan harga dengan berdasarkan pada proyeksi dan target inflasi tertentu ke depan.

Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka

kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi di atas, sejak berlakunya UU No. 23/1999 Indonesia sebenarnya dapat dikategorikan sebagai "Inflation Targeting Lite

(33)

1. Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter Inflation Targeting didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :

a. Memenuhi prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat.

b. Sesuai dengan amanat UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2004.

c. Hasil riset menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter. d. Pengalaman empiris negara lain menunjukkan bahwa negara yang

menerapkan ITF berhasil menurunkan inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output.

e. Dapat meningkatkan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen pencapaian target.

2. Penerapan ITF bukan berarti bahwa bank sentral hanya menaruh perhatian pada inflasi saja dan tidak lagi memperhatikan pertumbuhan ekonomi maupun kebijakan dan perkembangan ekonomi secara keseluruhan. ITF bukanlah suatu kaidah yang kaku (rule) tetapi sebagai kerangka kerja menyeluruh (framework) untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Fokus terhadap inflasi tidak berarti membawa perekonomian kepada kondisi yang sama sekali tanpa inflasi (zero inflation).

3. Inflasi rendah dan stabil dalam jangka panjang justru akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (suistanable growth). Penyebabnya karena tingkat inflasi berkorelasi positif dengan fluktuasinya. Manakala inflasi tinggi, fluktuasinya juga meningkat, sehingga masyarakat merasa tidak pasti dengan laju inflasi yang akan terjadi di masa mendatang. Akibatnya suku bunga jangka panjang akan

(34)

meningkat karena tingginya premi resiko akibat inflasi. Perencanaan usaha menjadi lebih sulit dan minat investasi pun menurun. Ketidakpastian inflasi ini cenderung membuat investor lebih memilih investasi aset keuangan jangka pendek ketimbang investasi riil jangka panjang. Itulah sebabnya otoritas moneter seringkali berargumentasi bahwa kebijakan yang anti inflasi sebenarnya adalah justru kebijakan yang pro growth (http://WWW.bi.go.id.diakses.10 juli 2013).

Setiap negara mengharapkan untuk mencapai tahap kegiatan ekonomi pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh tanpa inflasi. Ahli – ahli ekonomi telah menyadari bahwa apabila tingkat pengangguran rendah, masalah inflasi akan dihadapi, maka tingkat inflasi akan semakin tinggi. Sebaliknya apabila terdapat masalah pengangguran yang serius, tingkat harga – harga adalah relative stabil. Berarti tidak mudah untuk menciptakan penggunaan tenaga kerja penuh dan kestabilan harga secara serentak. Semakin tinggi tingkat pengangguran semakin rendah laju kenaikan tingkat upah, dengan kata lain terdapat “trade off” antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran yang ditunjukkan seperti gambar 4.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 2 4 6 8 10 Gambar 4 Kurva Philips

(35)

Dari Gambar diatas menunjukkan melalui Labor Market Theory yaitu bahwa tingkat upah rill dipengaruhi oleh demand dan supply for labor di pasar tenaga kerja. Jadi naik turunnya tingkat upah akan dipengaruhi oleh excess

demand dan supply tenaga kerja yang berhubungan dengan unemployment.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jika demand for labor naik maka

unemployment akan mengalami penurunan, excess demand for labor akan

mengalami peningkatan maka tingkat upah rill akan meningkat dan unemployment turun jika tingkat upah rill meningkat. Tingkat upah ini berkaitan dengan variabel harga, yaitu jika tingkat upah mengalami kenaikan maka akan berpengaruh terhadap tingkat harga. Kurva philips merupakan fungsi hubungan unemployment dengan inflasi. K urva philips ini berselop negatif yang berarti bahwa jika laju inflasi tinggi maka tingkat pengangguran akan mengalami penurunan. Inflasi yang tinggi akan berdampak pada sektor ekonomi yang lain, misalnya tingkat suku bunga, investasi dan konsumsi masyarakat. Sedangkan rendahnya tingkat pengangguran dapat mencerminkan tingkat distribusi pendapatan yang lebih merata, meningkatkan konsumsi total, meningkatkan produksi nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Untuk melihat bagaimana persamaan tingkat upah dimana jika W adalah upah dalam periode ini, dan W-1 adalah upah periode terakhir, maka tingkat

inflasi sebesar harga (gW ) dapat didefinisikan sebagai berikut :

ℊ𝑊 = W−W_ı

W − ı ...(1)

Kemudian jika U menunjukkan tingkat pengangguran aktual dan Uo menunjukkan tingkat pengangguran alamiah, maka kurva Philips dapat dituliskan sebagai berikut :

(36)

ℊ𝑊 = −ℰ(𝑈 − 𝑈𝑜) ...(2)

ℰ adalah suatu nilai yang mengindikasikan bagaimana berubahnya inflasi pada nilai ( U – Uo ).

Kurva Philips menggambarkan penawaran aggregate karena kurva Philips mengindetifikasikan kenaikan output aggregate pada tingkat pengangguran yang lebih rendah akan menaikkan inflasi. Kurva Philips secara tidak langsung menyatakan bahwa tingkat upah dan harga menyesuaikandiri (adjusted for self) secara lambat dibandingkan dengan perubahan permintaan aggregate. Misalnya perekonomian dalam keadaan stabil dan berada pada tingkat pengangguran natural, kemudian misalnya ada kenaikkan stok uang sebanyak 10 persen sehingga harga – harga dan tingkat upah akan naik 10 persen juga, agar terjadi keseimbangan baru. Tapi kurva Philips menunjukkan agar terjadi kenaikkan tingkat upah 10 persen tersebut tingkat pengangguran harus diturunkan. Hal ini menyebabkan kenaikkan tingkat upah dan harga – harga akan mengalami kenaikkan juga dan akhirnya perekonomian akan berada pada posisi kesempatan kerja penuh pada suatu tingkat utput dan pengangguran, sehingga persamaannya menjadi :

Wt + 1 = Wt [1-E (U – Uo) ] ...(3)

Supaya tingkat upah naik seperti pada tingkat sebelumnya, maka pengangguran harus turun sampai pada tingkat pengangguran alamiah.

(37)

Kurva Philips menggambarkan hubungan tingkat kenaikan harga – harga (tingkat inflasi) dengan pengangguran. Maka para pengambil kebijakan dihadapkan pada dua pilihan yaitui berusaha menekan rendahnya pengangguran namun dengan resiko tingkat inflasi yang tinggi atau sebaliknya.

2.5. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah inflasi berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

(38)

III. METODE PEN ELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian mencangkup seluruh jumlah tingkat inflasi dan pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

Mengingat luasnya populasi yang diteliti dan terbatas data yang tersedia maka sampel yang diambil peneliti adalah jumlah inflasi dan tingkat pengangguran di Kabupaten Nagan Raya selama kurun waktu 2003-2012. 3.2 Data Penelitian

3.2.1. Jenis dan Sumbe r Data

Adapun jenis data yang digunakan penulis yaitu data sekunder yang diperoleh dari intansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), dan instansi- instansi pemerintah, serta dari berbagai sumber dan literatur lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

3.2.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data digunakan penulis dalam penelitian ini antara lain :

a. Studi pustaka (library Research)

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dengan cara membaca-buku-buku dan Literatur lainnya baik yang diwajibkan maupun yang dianjurkan yang berhubungan dan ada kaitanya dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

(39)

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Metode ini dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

3.3. Model Analisis Data

Untuk membahas bagaimana pengaruh inflasi terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Nagan Raya dengan menggunakan alat ukur Regresi Linear Sederhana. Menurut Ruslan ( 2006 , h. 115 ) rumus regresi sederhana adalah :

Y= a+b x + e Dimana :

Y = Variabel terikat ( pengangguran ) X = Variabel bebas ( inflasi )

a = Nilai konstanta ( intercept ) b = Koefisiensi Regresi

e = Kesalahan Penganggu

Analisis Korelasi (r2)

koefisien korelasi adalah suatu analisa untuk mengetahui seberapa besar hubungan dengan variabel bebas terhadap variabel terikatnya. koefisien korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Rumus koefisien korelasi sederhana menurut Ruslan ( 2006, h. 200 )

r =

   

 

2 2

2

 

2

   y y n x x n y x xy

(40)

Keterangan : r = Koefesien korelasi n = Jumlah tahun y = Jumlah pengangguran x = Inflasi Uji t

uji t digunakan untuk menguji hipotesis suatu parameter bila sampel berukuran kecil (n<30) dan ragam populasi tidak diketahui menurut Ruslan (2006, h.189). t = r n−2 I− 𝑟2 Keterangan : n = Jumlah Sampel r = Koefisien korelasi 3.4. Definisi Operasional Variabel

Agar tidak menimbulkan pengertian ganda tentang variabel- variabel utama pada penelitian ini, maka akan dijelaskan definisi masing- masing variabel sebagai berikut :

a. Inflasi (X) yaitu tingkat inflasi propinsi Aceh dari tahun 2003-2012 yang di ukur dengan persen.

b. Pengangguran (Y) adalah tingkat pengangguran di Kabupaten Nagan Raya yang menganggur atau tidak bekerja secara absolut yang di ukur dalam jiwa.

(41)

3.5. Pengujian Hipotesis

Hipotesa statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. H0 ; ß = 0, Faktor-faktor yang diteliti secara bersama-sama tidak

berpengaruh secara signifikan dalam inflasi terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

b. H1 ; ß ≠ 0, faktor-faktor yang diteliti secara bersama-sama berpengaruh

secara signifisikan dalam inflasi terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

Kriteria uji hipotesa yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :

a. Apabila th > tt maka H0 ditolak H1 diterima, artinya terdapat pengaruh

yang signifikan antara inflasi terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

b. Apabila th < tt maka H0 diterima H1 ditolak, artinya tidak terdapat

pengaruh yang signifikan antara inflasi terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

(42)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perkembangan Inflasi di Kabupaten Nagan Raya

Inflasi dihitung secara statistic dengan mengambil sampel harga – harga di pasaran. Karena itu bisa saja perhitungan inflasi dari kedua belah pihak berbeda antara satu dan yang lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor perbedaan cara pengambilan data, metodelogi yang berbeda, fok us perhitungan, serta waktu pengambilan sampel yang berbeda.

Perkembangan inflasi di Kabupaten Nagan Raya dari tahun 2003-2012 sangat berfluktuatif, di mana dari tahun ke tahun inflasi mengalami perubahan. Pada tahun 2003 inflasi mencapai 3,50 persen. Kenaikan inflasi yang sangat tinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 11,92 persen, di mana pada tahun ini terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan naiknya harga – harga. Pada tahun 2011 inflasi relative masih tinggi mencapai 5,22 persen. Pada tahun 2012 inflasi mengalami penurunan sebesar 1,67 persen.

Untuk melihat perkembangan inflasi di Kabupaten Nagan Raya dari tahun 2003 – 2012 dapat dilihat pada tabel 2.

(43)

Tabel 2

Perkembangan Inflasi di Kabupaten Nagan Raya Tahun 2003 – 2012

Tahun Tingkat Inflasi Pertumbuhan (%)

2003 3,50 -65,48 2004 6,97 -99,14 2005 41,11 489,8 2006 9,98 75,72 2007 9,41 5,71 2008 11,92 -26,67 2009 3,72 68,79 2010 5,86 -57,52 2011 5,22 10,92 2012 1,67 212,5

Sumber : Badan Pusat Statistik (dioa lah), 2014

Tabel di atas memperlihatkan bahwa tingkat inflasi di Kabupaten Nagan Raya dari tahun 2003 – 2012 sangat berfluktuatif, pada tahun 2003 inflasi mencapai 3,50 persen, pada tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 41,11 persen. Tingkat inflasi pada tahun 2005 mengalami penurunan yaitu sebesar 9,98 persen, tahun 2007 juga mengalami penurunan lagi sebesar 9,41 persen. Inflasi paling tinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 41,11 persen, hal ini di karenakan saat itu terjadinya krisis ekonomi yang menyebabkan naiknya harga – harga di Kabupaten Nagan Raya khususnya di Indonesia umumnya. Seiring dengan pulihnya perekonomian maka inflasi mengalami penurunan hingga tahun 2012 inflasi mencapai 1,67 persen.

(44)

4.2. Perkembangan Tingkat Pengangguran

Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar akan meningkatkan luasnya pasar domestik. Namun demikian, patut dipertanyakan apakah cepatnya pertumbuhan penawaran tenaga kerja akan memberikan efek positif atau negatif terhadap perkembangan ekonomi. Sebenarnya, hal tersebut tergantung pada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan secara produktif mempekerjakan tambahan tenaga kerja tersebut.

Angkatan kerja yang tumbuh sangat cepat tentu saja akan menimbulkan masalah bagi perekonomian, terutama tidak tersedianya lapangan kerja. Jika

lapangan kerja baru tidak mampu menampung semua angkatan kerja baru ( dengan kata lain, tambahan permintaan akan tenaga kerja lebih sedikit dari pada tambahan penawaran angkatan kerja ), maka sebagian angkatan kerja baru itu akan memperpanjang barisan penganggur yang sudah ada. Lapangan kerja salah satu masalah dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.Hal ini bukan terlihat terhadap masalah jumlah tetapi bagaimana meningkatkan jumlah yang ditawarkan. Permasalahan lain terletak pada kualitas tenaga kerja, sebagaimana terlihat dari produkvitas pekerja yang ada masih relatif rendah.

Tingkat pengangguran akan menjadi masalah terhadap sosial ekonomi masyarakat, hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial antara masyarakat yang belum memiliki pekerjaan, untuk mengetahui tingkat pengangguran di Kabupaten Nagan Raya dapat dilihat pada tabel 3.

(45)

Tabel 3 Jumlah Pengangguran di Kabupaten Nagan Raya

Tahun 2003-2012 Tahun Jumlah Pengangguran

( Jiwa ) Persentase (%) 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 8.756 8.061 5.234 4.371 7.251 8.163 7.686 7.651 7.434 7.231 - 7.93 35.07 16.48 -65.88 -12.57 5.84 0.45 2.83 2.73

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 2014

Pada Tabel 2 dapat dilihat jumlah pengangguran di Kabupaten Nagan Raya dari tahun 2003-2012 sebagai berikut, pada tahun 2003 jumlah pengangguran di Kabupaten Nagan Raya sebanyak 8.756 jiwa dan pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 8.061 jiwa dari tahun sebelumnya dan pada tahun 2005 jumlah pengangguran di Kabupaten Nagan Raya mengalami penurunan sebanyak 5.234 jiwa, hal ini disebabkan karena bencana gempa dan tsunami yang terjadi pada akhir tahun 2004. Jumlah pengangguran yang terjadi hingga tahun 2006 mencapai 4.371 jiwa, penyerapan tenaga kerja terutama dikarenakan banyak peluang dan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tenaga kerja seperti banyaknya lembaga swadaya masyarakat asing (NGO) yang mampu menampung tenaga kerja.Dan pada tahun 2007 tingkat pengangguran mengalami kenaikan sebesar 7.251 jiwa, hal ini di akibatkan krisis moneter sehingga banyak tenaga kerja yang di berhentikan.

(46)

Seiring dengan pulihnya krisis ekonomi maka jumlah pengangguran pun mulai mengalami penurunan, jumlah pengangguran yang terjadi hingga tahun 2012 mencapai 7.231 jiwa. Permasalahan kependudukan di Kabupaten Nagan Raya adalah dilihat dari tingginya jumlah pengangguran, namun demikian jumlah pengangguran di Kabupaten Nagan Raya saat ini relative mulai berkurang. 4.3. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Hasil statistik deskriptif terhadap variabel penelitian disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 4 Statistik Deskriptif

Rata - rata Std. Deviasi N

pengangguran 7.1838 1.35210 10

inflasi 9.9360 11.41185 10

Sumber : Hasil Pengolahan Data (2014)

Pada Tabel diatas terlihat bahwa rata-rata pengangguran selama kurun waktu 2003 - 2013 adalah 7,18 % dengan standar deviasi 1,35 %, sementara rata-rata inflasi pada tahun yang sama sebesar 9.93 % dengan standar deviasi 11.41 %. Sedangkan N menyatakan jumlah observasi yang masing- masing berjumlah 10 tahun.

4.4. Hasil Penelitian

4.4.1. Analisis Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi

Hal ini dipergunakan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keeratan serta arah hubungan antara inflasi terhadap pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

(47)

Tabel 5 Hasil Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi

No Variabel Pengangguran Inflasi

1 Pearson Correlation a. Pengangguran b. Inflasi 1.000 0.564 0.564 1.000 2 Model a. Koefisien Korelasi (R ) b. Koefisien Determinasi (R2) c. Koefisien Determinasi Adjusted

0.564 0.318 0.233

Sumber : Hasil Pengolahan Data ( 2014)

Pada tabel 5 terlihat koefisien korelasi (R) antara inflasi (X) dengan pengangguran (Y) sebesar 0.564 menggambarkan bahwa variabel inflasi sangat erat hubungannya terhadap variabel pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

Persentase pengaruh variabel terikat terhadap variabel bebas ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi ( R2). Koefisien determinasi (R2) ini menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang dinyatakan dalam persen (%). Koefisien determinasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

KP = r2 x 100 %

= ( 0.564 )2 x 100 %

(48)

Dari rumus diatas nilai R square (R2) sebesar 0.318 yang berarti bahwa pengangguran di Kabupaten Nagan Raya diperoleh sebesar 31.8 % di sebabkan oleh variabel inflasi, sedangkan sisanya sebesar 68.2 % dipengaruhi oleh variabel lainnya diluar model penelitian ini.

4.4.2. Uji Regresi Linear Sederhana dan Uji Signifikan Parsial ( Uji t )

Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap pengangguran di Kabupaten Nagan Raya akan dianalisis dengan menggunakan model regresi linear sederhana. Dari hasil penelitian diperoleh hasil akhirnya sebagai berikut :

Tabel 6

Uji Signifikan Parsial ( Uji t )

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 7.848 0.508 15.438 0.000 inflasi 0.067 0.035 0.564 1.932 0.090

Sumber : Hasil Pengolahan Data ( 2014)

Dari hasil perhitungan regresi linear sederhana maka persamaannya adalah :

(49)

Dari persamaan tersebut mengandung pengertian bahwa : 1. Konstanta

Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai konstanta sebesar 7.848. Nilai konstanta ini menyatakan bahwa apabila variabel inflasi sama dengan nol maka jumlah pengangguran di Nagan Raya meningkat sebesar 7.848 jiwa.

2. Koefisien Regresi X (inflasi)

Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai X sebesar 0.067. Hal ini menyatakan bahwa apabila inflasi mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan terjadi penurunan pengangguran sebesar 0.067 persen.

Koefisien regresi inflasi memperlihatkan hubungan yang positif terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Nagan Raya. Hal ini memberikan pengertian bahwa kenaikan inflasi akan mengakibatkan penurunan tingkat pengangguran, sebaliknya apabila terjadi penurunan inflasi akan mengakibatkan terjadinya peningkatan tingkat pengangguran.

Pembuktian bahwa variabel inflasi berpengaruh terhadap pengangguran di Kabupaten Nagan Raya dilakukan pengujian tersendiri secara partial dengan uji t pada jumlah kepercayaan ( level of confidence 95 %) yaitu :

Variabel inflasi diperoleh t hitung sebesar 1.932 lebih besar dari t tabel sebesar

1.860, artinya secara partial inflasi berpengaruh signifikan terhadap pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

(50)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Kabupaten Nagan Raya maka dapat diambil kesimpulan yaitu :

a. Pengangguran di Kabupaten Nagan Raya tahun 2003 – 2012 rata – rata mengalami penurunan sebesar 7,18 persen. Dan rata – rata perkembangan inflasi sebesar 9.93 persen.

b. Persamaan regresi diperoleh Y = 7.848 + 0.067 + e. Konstanta sebesar 7.848 yaitu menyatakan apabila variabel inflasi sama dengan nol maka jumlah pengangguran sebesar 40.298 jiwa.

c. Apabila inflasi mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan terjadi perubahan jumlah pengangguran di Kabupaten Nagan Raya sebesar 0.067 jiwa.

d. Koefisien determinasi (R2) 0.318 menunjukkan bahwa variabel inflasi berpengaruh terhadap jumlah pengangguran di Kabupaten Nagan Raya sebesar 31.8 % sedangkan sisanya 68.2 % dipengaruhi oleh variabel lainnya diluar model penelitian ini.

e. Koefisien korelasi (R) sebesar 0,564 memberikan pengertian bahwa 56 % jumlah pengangguran di Kabupaten Nagan Raya sangat erat hubungannya dengan inflasi di Kabupaten Nagan Raya.

f. Pembuktian yang dilakukan dengan menggunakan uji t diperoleh bahwa inflasi berpengaruh secara partial terhadap jumlah pengangguran di Kabupaten Nagan Raya.

(51)

5.2. Saran – saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan kepada Pemerintah supaya mampu mengendalikan inflasi di mana nilai inflasinya terukur sehingga dengan demikian tingkat pengangguran akan berkurang. Pengendalian inflasi dapat dilakukan oleh Pemerintah dengan mengeluarkan ketentuan harga terhadap peraturan harga jual berbagai barang.

(52)

Badan Pusat Statistik, 2004. Indikator Kesejahteraan Rakyat (Hasil Survei Sosial

Ekonomi Nasional). Provinsi Aceh.

2006. Aceh Dalam Angka.Katalog Badan Pusat Statistik 1403.1.1 Gunawan, 2003. Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia. Gramedia,

Jakarta.

Gregory, Mankiw N.2003.Teori Makro Ekonomi.Erlangga Jakarta.

Mantra,IdaBagoes.2009.DefinisiPengangguran:http//jurnal.sdm.blogspot.com.dia kses 10 juni 2013

Nanga, Muana. 2005. Makroekonomi. Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta. PT. Raja Grafika Persada.

Nopirin. 2003. Ekonomi Moneter Buku 1. Badan Penelitian Fakultas Ekonomi, Yogyakarta.

________2009. Ekonomi Moneter. Badan Penelitian Fakultas Ekonomi. Yogyakarta.

Ruslan, Rosady.2006.Metodologi Penelitian Public Relayion dan Komunikasi.PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Samuelson dan Nordhaus W. 2004. Ilmu Makro Ekonomi. PT. Media Global Edukasi, Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

2006. Makro Ekonomi Teori Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

2007.Teori Makro Ekonomi Modern ”Perkembangan Pemikiran dari

Klasik hingga Keynesian baru. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

http://www.bi.go.id.//diakses tanggal 10 juli 2013

http://jurnal.sdm.blogspot.com.//diakses tanggal 10 juni 2013

http://suarapembaharuan.com/newa/2004/09/0//editoz.html//diakses tanggal 19 Oktober 2013

Gambar

Tabel 1                                                                                                                                                        Jumlah Pengangguran di Kabupaten Nagan Raya
Gambar 2 Inflasi Desakan Biaya
Gambar 3 Inflasi Diimpor dan Stagflasi
Tabel 3                                                                                                                                                        Jumlah Pengangguran di Kabupaten Nagan Raya
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan Ekonomi terhadap pengangguran di Eks-Karisidenan Surakarta periode tahun 2010- 2014”..

3) Pengangguran memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan provinsi di Indonesia. Jika tingkat pengangguran tinggi, maka kemiskinan juga tinggi dan sebaliknya

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Inflasi Terhadap Dinamika Pengangguran di Indonesia; Arizza Permata, 100810101075; 2014; 73 halaman; Program Studi

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terbuka yang bersifat positif namun tidak signifikan, yaitu ketika

Meinny Kolibu (2017) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Tingkat Inflasi, Investasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Tingkat Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan di

Bagaimana pengaruh tingkat pengangguran, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Kota Tasikmalaya selama tahun 2002-2015, baik secara

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini membahas pengaruh tingkat inflasi, investasi, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat pengangguran terhadap

Variabel bebas inflasi dan tingkat pengangguran tidak sepenuhnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan nilai F hitung sebesar 3,678 lebih kecil