• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENERAPAN MUTU PADA SAYURAN ORGANIK BERBASIS PETANI DI SELAAWI DAN LIMBANGAN, GARUT, JAWA BARAT. Oleh TRIAN FAJAR RAMDHAN H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENERAPAN MUTU PADA SAYURAN ORGANIK BERBASIS PETANI DI SELAAWI DAN LIMBANGAN, GARUT, JAWA BARAT. Oleh TRIAN FAJAR RAMDHAN H"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

GARUT, JAWA BARAT

Oleh

TRIAN FAJAR RAMDHAN

H24104048

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

TRIAN FAJAR RAMDHAN. Analisis Penerapan Mutu Pada Sayuran Organik Berbasis Petani Di Selaawi Dan Limbangan, Garut, Jawa Barat. Dibawah bimbingan H. MUSA HUBEIS dan HARDIANA WIDYASTUTI.

Trend konsumen Indonesia ke arah pangan organik semakin meningkat.  Pangan organik sudah menjadi tren konsumen, karena beberapa faktor, terutama dikaitkan dengan berbagai isu kesehatan. Kampanye serta gerakan ‘back to nature’ juga gencar dipromosikan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Tidak heran jika pertumbuhan permintaannya meningkat secara nyata. Departemen Pertanian telah mencanangkan program “Go Organik 2010”. Program ini diarahkan agar konsumen, dapat hidup sehat. Misi dalam program Go Organik 2010 ini adalah meningkatkan mutu hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan alam Indonesia, dengan mendorong berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) Mengidentifikasi karakteristik petani organik di daerah Selaawi dan Limbangan. 2) Mendeskripsikan penerapan mutu yang dilaksanakan di kelompok tani organik Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut. 3) Menganalisis penerapan mutu sayuran organik pada kelompok tani sayuran organik Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut. 

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer yang digunakan diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak kelompok tani, khususnya wawancara dengan para petani sayuran organik dan pengamatan langsung. Data sekunder diperoleh dari kelompok tani, Internet, Deptan, BPS dan buku-buku, jurnal ilmiah serta laporan penelitian yang terkait.

Pengolahan data untuk identifikasi permasalahan Analisis Penerapan Mutu Pada Sayuran Organik Berbasis Petani Di Selaawi Dan Limbangan, Garut, Jawa Barat menggunakan metode Brainstorming, Fishbone diagram, dan Diagram Pareto. Dari hasil perhitungan diagram pareto dan diagram sebab akibat diperoleh hasil cacat produk yang terdapat pada komoditi kangkung adalah daun berlubang (66,66%), bercak putih (16,67%), batang patah (6,67%), warna tidak seragam (6,67%), dan batang tua (3,33%). Cacat produk yang terdapat pada bayam hijau adalah bercak putih pada daun (66,67%), daun berlubang (16,67%), batang patah (10,00%), warna tidak seragam (6,67%) dan batang tua (0%). Cacat produk untuk bayam merah adalah daun berlubang (56,67%), bercak putih (30,00%), warna tidak seragam (6,67%), batang patah (3,33%), dan batang tua (3,33%). Sedangkan cacat produk untuk komoditi bawang daun adalah daun kering (53,33%), daun/batang patah (30,00%), bercak ungu (16,67%), dan daun busuk (0%). Secara garis besar cacat terbesar yang terjadi pada kamoditas kangkung, bayam hijau, dan bayam merah disebabkan hama yang mulai resisten terhadap pestisida organik yang digunakan. Dan cacat terbesar pada komoditas bawang daun adalah daun kering yang disebabkan kurangnya suplai air ke lahan.

(3)

ANALISIS PENERAPAN MUTU PADA SAYURAN ORGANIK

BERBASIS PETANI DI SELAAWI DAN LIMBANGAN,

GARUT, JAWA BARAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TRIAN FAJAR RAMDHAN

H24104048

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Analisis Penerapan Mutu Pada Sayuran Organik Berbasis Petani Di Selaawi Dan Limbangan, Garut, Jawa Barat

Nama : Trian Fajar Ramdhan NIM : H24104048

Menyetujui, Dosen Pembimbing 1

(Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA) NIP. 195506261980031002

Dosen Pembimbing 2

Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM

Mengetahui, Ketua Departemen,

( Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc ) NIP : 19610123 198601 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karawang pada tanggal 5 Mei 1989, sebagai anak ketiga dari Bapak Rochman Syarif dan Euis Liestianawati. Penulis merupakan lulusan pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Jomin Barat II pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Cikampek pada tahun 2004 dan kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Cikampek. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) untuk Program Diploma.

Penulis memperoleh gelar Ahli Madya pada tahun 2010 dari Program Diploma dengan predikat memuaskan. Pada tahun yang sama yaitu tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan ke Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur tes.

Selain berkuliah di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajeman, Institut Pertanian Bogor, penulis juga aktif sebagai staf pengajar di Ganbare Smart Community (GSC), selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan bela diri KATEDA dan menjadi asisten pelatih di kampus IPB.

(6)

iv   

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan Skripsi berjudul ” Analisis Penerapan Mutu Pada Sayuran Organik Berbasis Petani Di Selaawi Dan Limbangan, Garut, Jawa Barat.”. Skripsi ini merupakan hasil pengamatan penulis selama melakukan kegiatan lapang di Kelompok Tani Cibolerang Agro dengan waktu kurang lebih 3 (tiga) bulan.

Penulis berharap bahwa penulisan laporan ini benar-benar dapat memberikan manfaat untuk para pembaca khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk senantiasa memperoleh wawasan dan pengetahuan.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Bogor, Januari 2013

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku dosen pembimbing pertama yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.

2. Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM selaku dosen pembimbing 2 (dua) yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. Syamsun, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan

banyak masukan dan saran kepada penulis

4. Bapak Rochman Syarif dan Ibu Euis Liestianawati sebagai orang tua yang selalu memberikan ridho, doa, motivasi hidup, moril dan materil kepada penulis.

5. Irwan Gunawan dan Tresna Amelia sebagai kakak yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

6. Saudara-saudaraku yang telah memberikan indahnya rasa persaudaraan dan kasih sayang.

7. Seluruh staf pengajar pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor

8. Bapak Temi Poniah Kepala UPTD bidang Hortikultura Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan yang telah mengizinkan serta membantu selama penulis melakukan penelitian Kelompok Tani Cibolerang Agro (CiboAgro). 9. Asep Muldiana selaku Ketua Kelompok Tani Cibolerang Agro yang telah

mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Kelompok Tani Cibolerang Agro (CiboAgro).

10. Rekan-rekan Angkatan 8 Program Sarjana Alih Jenis Manajemen atas dukungan dan memberikan semangat selama ini.

11. Seluruh Petani di Kelompok Tani Cibolerang Agro (CiboAgro) yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana.

(8)

vi   

12. Ika Indah Y. dan Gita Widianti yang selalu memberikan semangat selama penulis melakukan penelitian hingga penulis menyelesaikan laporan tugas akhir ini.

13. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan masukan dan dukungan kepada penulis.

Bogor, Januari 2013

(9)

DAFTAR ISI

      Halaman RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 5 1.3. Tujuan Penelitian ... 5 1.4. Ruang Lingkup ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pengertian Mutu ... 7

2.1.1. Definisi ... 7

2.2. Sayuran Organik ... 8

2.3. Kelompok Tani ... 10

2.4. Metode ... 10

2.4.1. Diagram Tulang Ikan ... 10

2.4.2. Diagram Pareto... 11

2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 11

III. METODE PENELITIAN ... 13

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 13

3.2. Lokasi dan Waktu ... 14

3.3. Pengumpulan Data ... 14

3.4. Pengolahan dan Analisis Data ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1 Gambaran Umum ... 18

4.1.1 Karakteristik Kabupaten Garut ... 18

4.1.2 Sejarah Kelompok Tani Cibolerang Agro... 19

4.1.3 Struktur Organisasi ... 19

(10)

viii   

4.2 Karakteristik Poktan CiboAgro ... 21

4.3 Jenis dan Karakteristik Produk ... 22

4.4 Budidaya dan Panen ... 23

4.4.1 Pengolahan dan Persiapan Lahan ... 23

4.4.2 Penyemaian Lahan ... 24 4.4.3 Penyemaian Benih ... 25 4.4.4 Penanaman ... 26 4.4.5 Pemeliharaan ... 26 4.4.6 Panen ... 27 4.5 Pasca Panen ... 28 4.6 Pemasaran ... 29

4.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 30

4.7.1 Pengolahan data menggunakan diagram sebab-akibat (diagram tulang ikan) ... 30

4.7.2 Pengolahan data dengan menggunakan diagram Pareto ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

1. Kesimpulan ... 53

2. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(11)

DAFTAR TABEL

 

 

No Halaman

1. Data komoditas sayuran sayuran unggulan Garut 4

2. Sumber data Penelitian 16

3. Jenis sayuran daun, buah dan umbi di Kelompok Tani

Cibolerang Agro 23

4. Data contoh sayuran Kangkung 45

5. Hasil perhitungan Diagram Pareto pada Kangkung Organik 46

6. Data contoh sayuran Bayam Hijau 48

7. Hasil perhitungan Diagram Pareto pada Bayam Hijau 49

8. Data contoh sayuran Bayam Merah 51

9. Hasil perhitungan Diagram Pareto pada Bayam Merah 52

10. Data contoh sayuran Bawang Daun 54

(12)

x   

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Grafik tahapan pengembangan pertanian organik 2

2. Kerangka pemikiran penelitian 14

3. Fishbone diagram 16

4. Diagram Pareto 17

5. Struktur organisasi Cibolerang Agro 20 6. Kegiatan Pengolahan dan Persiapan lahan 24

7. Kegiatan Penyemaian Lahan 25

8. Penyemaian Benih 25

9. Penanaman 26

10. Pemeliharaan 27

11. Panen 28

12. Kegiatan Pasca Panen 29

13. Diagram Alir pemasaran Kelompok Tani Cibolerang Agro 30 14. Diagram Sebab-Akibat komoditi Kangkung 31 15. Diagram Sebab-Akibat komoditi Bayam Hijau 35  16. Diagram Sebab-Akibat komoditi Bayam Merah 38 17. Diagram Sebab-Akibat komoditi Bawang Daun 42 18. Diagram Pareto terhadap cacat Kangkung 47 19. Diagram Pareto terhadap cacat Bayam Hijau 50 20. Diagram Pareto terhadap cacat Bayam Merah 53 21. Diagram Pareto terhadap cacat Daun Bawang 56

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

 

 

No Halaman

1. Daftar pertanyaan wawancara dengan petani 58 2. Sertifikat Organik Kelompok Tani Cibolerang Agro 60

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gaya hidup sehat atau kembali ke alam (Back to nature) telah menjadi trend baru masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan kimia tidak alami seperti pupuk kimia, pestisida sintesis serta hormon pertumbuhan dalam produksi pertanian, ternyata dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Manuhutu, 2005). Umumnya residu pestisida pada produk pertanian sangat tinggi, karena masih banyak petani yang sering menyemprotkan pestisida pada saat panen bahkan sampai tiga (3) hari menjelang panen. Itu dilakukan untuk menghindari gagal panen karena serangan hama dan penyakit. Bagi manusia, senyawa kimia tersebut berpotensi menurunkan kecerdasan, menggangu kerja saraf, menganggu metabolisme tubuh, menimbulkan radikal bebas, menyebabkan kanker, meningkatkan risiko keguguran pada ibu hamil dan dalam dosis tinggi menyebabkan kematian (Manuhutu 2005).

Departemen Pertanian telah mencanangkan program “Go Organik 2010”. Program ini diarahkan agar masyarakat, baik petani sebagai produsen maupun masyarakat luas sebagian konsumen untuk hidup sehat. Misi dalam program Go Organik 2010 ini adalah meningkatkan mutu hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan alam Indonesia, dengan mendorong berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan berkelanjutan. Untuk itu, pemerintah terus mendukung secara aktif pertanian organik di Indonesia dengan membentuk aturan/regulasi yang meliputi standarisasi, sertifikasi dan pengawasan. Sistem pangan organik ini telah diatur oleh pemerintah dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang pangan organik yang tertuang dalam SNI 01-6729-2010 (SNI Pangan Organik, 2010).

Gambar 1. menunjukkan tahapan pengembangan pertanian organik yang dirancang Departemen Pertanian untuk Go Organik 2010.

(15)

Gambar 1. Grafik Pengembangan Pertanian Organik (Departemen Pertanian, 2005)

Namun demikian, sampai dengan 2008, tampaknya Indonesia masih satu langkah tertinggal dibanding target rencana pengembangan yang telah ditetapkan. Walaupun perkembangan pangan organik sudah cukup baik, tetapi jaminan mutu berupa sertifikasi produk masih jauh dari harapan. Pemerintah melalui Kebijakan Pusat Standarisasi dan Akreditasi Departemen Pertanian membagi produk bermutu menjadi tiga (3) bagian, yaitu Produk Prima I, adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksana usaha tani yang menghasilkan produk aman dikonsumsi, bermutu baik serta cara produksi ramah lingkungan, hal ini berdasarkan manajemen mutu dan keamanan pangan produk tanaman segar yang telah menerapkan standar internasional (GAP = Good Agriculture Practices). Kedua disebut Produk Prima II adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksana usaha tani yang menghasilkan produk aman dikonsumsi, dan bermutu baik., dibuat berdasarkan Standarisasi dan dokumentasi Standar Prosedur operasional penerapan budidaya yang baik per komoditi. Dan yang ketiga disebut sebagai Produk Prima III adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksana usaha tani yang menghasilkan produk aman dikonsumsi yang merupakan pondasi umum bagi petani dan kelompok tani (poktan) di tingkat

(16)

 

budidaya, yaitu penerapan penggunaan pestisida yang baik dan catatan penggunaan pestisida yang baik. Produk Prima III (Diperta JABAR, 2012).

Dari ketiga kategori di atas, maka pangan organik seharusnya minimal menempati posisi sebagai Produk Prima III dengan penerapan penggunaan pestisida yang baik dan catatan penggunaan pestisida baik, karena untuk meminimalkan penggunaan pestisida, atau bahkan tidak menggunakan pestisida sama sekali.

Di luar Pulau Jawa terdapat 39.328.915 orang petani (BPS, 2010), mungkin dapat dikategorikan sebagai petani organik, karena tidak ditargetkan sebagai partisipan revolusi hijau dan sampai saat ini masih melanjutkan usahataninya secara tradisional. Beberapa kelompok tani dan lembaga swadaya masyarakat memandang pertanian organik sebagai suatu cara untuk melawan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh revolusi hijau dan membebaskan petani dari dominasi revolusi hijau dimana ketergantungan terhadap pupuk, pestisida serta input kimiawi lainnya.

Kabupaten Garut merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang terletak di Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sayuran. Wilayah Kabupaten Garut meliputi luas areal 306.579 ha, terdiri dari lahan sawah seluas 50.127 ha dan lahan kering 256.392 ha yang tersebar di 42 Kecamatan. Dengan kondisi agroklimat yang baik sangat mendukung untuk berbagai jenis hortikultura dapat tumbuh. Kabupaten Garut merupakan sentra pertanian sayuran baik untuk sayuran daun, umbi maupun buah. Data luas tanam, produksi dan produktivitas komoditas sayuran dapat dilihat di Tabel 1 .

(17)

Tabel 1. Data komoditas sayuran unggulan Garut

No. Komoditi Produksi

(Ton) Luas (Ha) 1 Bawang Merah 12.171 1.301 2 Bawang Putih 10 1 3 Bawang Daun 38.912 2.544 4 Kentang 120.048 5126 5 Kubis 119.112 4.818 6 Kembang kol 3.100 200 7 Petsay 36.690 1.862 8 Wortel 28.517 1.407 9 Lobak 0 - 10 Kacang Merah 38.100 4.547 11 Kacang Panjang 11.621 922 12 Jamur 0 49.750 13 Cabe Besar 70.641 4.757 14 Cabe Rawit 19.251 1.512 15 Tomat 100.912 3.582 16 Terong 15.917 733 17 Buncis 14.416 955 18 Timun 14.539 875 19 Labu Siam 22.504 549 20 Kangkung 3.831 305 21 Bayem 1.676 177 Jml. Sayuran 671.968

Sumber data : UPTD Data dan Informasi Dinas TPH Kab. Garut, Tahun 2010 Poktan Cibolerang Agro adalah kelompok tani sayuran organik yang telah beranggotakan para petani sayuran organik dari 2 Kecamatan, yakni Kecamatan Limbangan dan Kecamatan Selaawi. Kelompok Tani Cibolerang Agro mulai berdiri pada tahun 2009. Pada tahun 2011 Kelompok Tani Cibolerang Agro mendapatkan sertifikat organik dari lembaga sertifikasi INOFICE (Indonesian Organic Farming Certification) untuk 11 (sebelas) jenis sayuran yang di budidayakan, yaitu kangkung, bayam merah, horinzo, buncis, kalian, kapri, pakcoy, selada, sosi, daun bawang, dan bayam hijau.

(18)

 

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu cara agar tanaman organik dapat diterima oleh masyarakat luas adalah melakukan pengendalian mutu terhadap mutu sayuran yang diproduksinya. Ini berarti setiap petani/kelompok tani yang ikut serta dalam budidaya sayuran organik dituntut menumbuhkan daya saing dari produk yang dihasilkan, sehingga diperlukan cara untuk menghasilkan produk organik yang bermutu. Cibolerang Agro CiboAgro) sebagai penghasil produk organik (sayuran organik), berusaha untuk menghasilkan produk organik bermutu. Pola tanam Poktan CiboAgro berdasarkan pada pesanan sayuran yang sedang diminta oleh pihak retailer. Apabila membutuhkan pasokan sayuran, pihak retailer akan menghubungi poktan CiboAgro. Seringkali sayuran yang ditanam melampaui masa tanam yang seharusnya, sehingga sayuran yang dipanen memiliki batang yang sudah tua dan mengeras. Menyebabkan mutu hasil panen sayuran dari Poktan CiboAgro menjadi kurang baik.

Pada pertengahan bulan Januari, pihak Royal Farm selaku salah satu retailer dari Poktan CiboAgro menolak kiriman sayuran dari pihak CiboAgro dengan alasan mutu sayuran organik diluar dari standar mutu yang telah ditetapkan oleh pihak Royal Farm. Dari masalah tersebut, maka diperlukan penelitian untuk menganalisis seberapa besar peran petani Cibolerang Agro dalam menerapkan mutu dalam produk sayuran organik.

Permasalahan pada penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik petani organik di daerah Selaawi dan Limbangan? 2. Bagaimana penerapan mutu pada pangan organik yang telah dilaksanakan oleh kelompok tani di Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut ?

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik Kelompok Tani Cibolerang Agro.

2. Menganalisis penerapan mutu sayuran organik pada Kelompok Tani Cibolerang Agro di Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut.

(19)

1.4. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan bagian dari riset Strategi Nasional berjudul “Strategi Produksi Pangan Organik Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani” yang terfokus pada Kelompok Tani Cibolerang Agro di Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Mutu

2.1.1.

Definisi

Sebuah perusahaan akan berfokus pada bagaimana memberikan kepuasan kepada para pelanggannya, dimana hal tersebut hanya didapatkan apabila perusahaan tersebut memiliki mutu untuk setiap produk barang, maupun jasanya. Menurut Juran (1996) mutu adalah kesesuaian untuk penggunaan (fitness for use), ini berarti bahwa suatu produk atau jasa hendaklah sesuai dengan apa yang diperlukan atau diharapkan oleh pengguna. Menurut Crosby dalam Nasution (2004), mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan apa yang disyaratkan, atau distandarkan. Menurut Demming dalam Nasution (2004), mutu harus sesuai dengan kebutuhan pasar, atau konsumen. Perusahaan harus benar-benar merepresentasikan produknya sesuai dengan keinginan konsumen.

Secara konvensional, mutu biasanya menggambarkan karakteristik langsung suatu produk, seperti penampilan, keandalan, kemudahan penggunaan, estetika, dan sebagainya. Definisi strategik menyatakan bahwa mutu adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan, atau kebutuhan pelanggan (Gaspersz, 2003).

Sifat khas mutu suatu produk yang andal bersifat multidimensi, karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen melalui berbagai cara. Oleh karena itu, setiap produk harus mempunyai ukuran yang mudah dihitung sesuai dengan kebutuhan konsumen seperti panjang, berat dan lain-lain, disamping itu harus ada ukuran yang bersifat kualitatif seperti penampilan, warna dan lain-lain. Jadi terdapat

 

spesifikasi barang untuk setiap produk, walaupun satu sama lain sangat bervariasi tingkat spesifikasinya.

David A Garvin (2006) mengemukakan delapan (8) dimensi, atau kategori kritis dari mutu yaitu :

a. Performance (Kinerja). Karakteristik kinerja utama produk.

b. Feature (profil). Aspek sekunder dari kinerja, atau kinerja tambahan dari suatu produk.

(21)

c. Reliability (dapat dipercaya). Kemungkinan produk malfungsi, atau tidak berfungsi dengan baik, dalam konteks ini produk/jasa dapat dipercaya dalam menjalankan fungsinya.

d. Conformance (kesesuaian). Kesesuaian, atau cocok dengan keinginan/kebutuhan konsumen.

e. Durability (Daya tahan). Daya tahan produk/masa hidup produk, baik secara ekonomis, maupun teknis

f. Serviceability (kepelayanan), kecepatan, kesopanan, kompetensi dan mudah diperbaiki

g. Aesthetics (keindahan). Keindahan produk, dalam desain, rasa, suara, atau bau dari produk dan ini bersifat subyektif

h. Perceived quality (mutu yang dipersepsi). Mutu dalam pandangan pelanggan/konsumen

2.2. Sayuran Organik

Organik sendiri mengacu pada sesuatu yang mengandung karbon, seharusnya semua bahan pangan yang mengandung unsur karbon disebut organik. Termasuk bahan pakan yang ditanam dengan pupuk kimia dan mengandung pestisida. Tetapi masyarakat tahunya kalau istilah organik berarti bahan pangan yang dibudidayakan secara organik, tanpa petisida atau pupuk buatan.

Pemerintah Amerika Serikat sebagai pelopor bahan pangan organik menetapkan standar, bahwa yang disebut organik adalah bahan pangan 100% organik, atau setidaknya 95% diproduksi tanpa pupuk kimia, insektisida, herbisida, antibiotik, hormon pertumbuhan, radiasi untuk sterilisasi dan hewan yang dimodifikasi genetik. Bahan pangan organik dibudidayakan menggunakan teknologi alami. Kesuburan tanah dipertahankan dengan pupuk alam, seperti kompos dan pupuk kandang. Dengan pemupukan alami dan tanpa insektisida, populasi cacing tanah meningkat dan tanah menjadi kaya akan nitrogen, sehingga subur secara alami. Untuk menanggulangi hama, dapat diselang-seling setiap jenis tanamannya, sehingga serangan hama tanaman tertentu diputus mata rantainya. Penyemprotan juga dilakukan

(22)

 

menggunakan anti hama dari alam (http://www.organicnutrition.co.uk /whyorganic/ whyorganic.htm).

Budidaya secara alami akan menghasilkan bahan pangan tergolong tidak menarik dari sisi performance. Bahan pangan organik, terutama sayuran memang mempunyai performa yang tidak menarik. Banyak yang berlubang dimakan ulat dan serangga. Namun dari mutu cita rasa, pangan organik memang lebih baik. Saat ini, konsumen berhak memilih. Membeli bahan pangan konvensional dengan harga murah namun mengandung residu bahan kimia, atau sayuran berpenampilan buruk, yang mahal tetapi aman bagi kesehatan.

Menurut Wartaya (2005), pertanian organik merupakan suatu sistem pertanian yang didesain dan dikelola sedemikian rupa, sehingga mampu menciptakan produktivitas berkelanjutan. Pertanian organik adalah sistem pertanian yang berwawasan lingkungan dengan tujunan untuk melindungi ekosistem dam dengan memimalkan penggunaan bahan-bahan kimia dan merupakan praktek bertani alternatif secara alami yang dapat memberikan hasil optimal. Pengertian pertanian organik lain menurut Pracaya (2007), adalah sistem pertanian (hal bercocok tanam) yang tidak menggunakan bahan kimia, tetapi menggunakan bahan organik. Bahan kimia tersebut dapat berupa pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan dan sebagainya. Sutanto (2002) berpendapat bahwa pertanian organik dapat diartikan sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berasaskan daur-ulang hara secara hayati. Daur-ulang dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah.

 Pertanian organik menurut Standar Nasional Indonesia (SNI, 2010) adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan ago-ekosistem, termasuk keragamaan hayati, siklus biologis dan aktivitas biologis. Dalam penggunaannya, Pertanian organik mempunyai kelebihan dan kelemahan dalam sistem penggunaannya (Pracaya, 2007). Kelebihan dari digunakannya sistem pertanian organik adalah :

(23)

a. Tidak menggunakan pupuk, maupun pestisida kimia, sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, air, maupun udara dan produknya tidak mengandung racun.

b. Tanaman organik mempunyai rasa yang lebih manis dibandingkan tanaman non-organik

2.3. Kelompok Tani

Kelompok tani (Poktan) adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (social, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengambangkan usaha anggota dalam suatu wilayah. Pembentukan Poktan dimaksudkan untuk membantu para petani mengorganisasikan dirinya terutama dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, permodalan, akses pasar, akses teknologi dan informasi, serta meningkatkan kesejahteraan para petani.

2.4. Metode

Metode yang digunakan pada penelitian ini diantaranya :

2.4.1. Diagram Tulang Ikan

Untuk mengetahui lebih lanjut faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya masalah dan peluang dalam produksi sayuran organik bernilai tinggi berbasis petani, maka digunakan alat bantu dalam program peningkatan mutu, yaitu diagram tulang ikan (fishbone diagram) yang dikembangkan oleh pakar mutu dari Jepang. Diagram sebab akibat berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin (memiliki peluang) menjadi penyebab munculnya masalah. Penyusunannya dilakukan dengan teknik Brainstorming.

Meskipun tiap perusahaan, atau organisasi dapat menentukan sendiri faktor-faktor utama dalam penyusunan diagram sebab akibat, namun secara umum terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh yaitu : (1) lingkungan, (2) manusia, (3) metode, (4) bahan, dan (5) mesin peralatan.

(24)

 

2.4.2. Diagram Pareto

Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan garis yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan. Dengan menggunakan diagram Pareto dapat menunjukkan masalah mana yang sedikit tapi dominan (vital few) dan masalah yang banyak tetapi kurang dominan (trivial many).

Ketika menemukan banyak masalah perusahaan, maka terlalu berat untuk menyelesaikan semua masalah tersebut. Perlu dilakukan pemilihan untuk menemukan 1 atau 2 masalah yang mempunyai efek besar, sehingga tenaga dan biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki masalah dapat menjadi optimum. Secara rinci, manfaat diagram Pareto berikut :

a. Menunjukkan masalah utama.

b. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan,

c. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah dilakukan tindakan pada masalah terpilih.

d. Menunjukkan perbandingan masing-masing masalah sebelum dan sesudah perbaikan.

2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Tegar (2010), mengkaji Keragaman dan Penyimpangan Mutu Gula di Kawasan Home Industri gula kelapa Kabupaten Banyumas. Metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang ada adalah Histogram, Bagan Kendali dan diagram pareto. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa permasalahan utama menunjukan bahwa sebagian besar data terlihat adanya penyimpangan. Kadar abu merupakan variabel yang datanya paling banyak menyimpang, diikuti bahan tak larut dan kadar air (KA) berturut-turut 52,8%, 25,9% dan 20,2%. Faktor utama yang menyebabkan kegagalan. Bahan baku dan proses pengolahan merupakan faktor yang paling dominan terhadap mutu produk yang dihasilkan.

Fakhri (2010), meneliti tentang analisis pengendalian kualitas produksi di PT. Masscom Graphy dalam upaya mengendalikan tingkat

(25)

kerusakan produk menggunakan alat bantu statistik Analisis pengendalian kualitas dilakukan menggunakan alat bantu statistik berupa check sheet, histogram, peta kendali p, diagram pareto dan diagram sebab-akibat. Check sheet dan histogram digunakan untuk menyajikan data agar memudahkan dalam memahami data untuk keperluan analisis selanjutnya. Peta kendali p digunakan untuk memonitor produk yang rusak apakah masih berada dalam kendali statistik atau tidak. Kemudian dilakukan identifikasi terhadap jenis cacat yang dominan dan menentukan prioritas perbaikan menggunakan diagram pareto. Langkah selanjutnya adalah mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan produk menggunakan diagram sebab akibat untuk kemudian dapat disusun sebuah rekomendasi atau usulan perbaikan kualitas. Hasil analisis peta kendali p menunjukkan bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali atau masih mengalami penyimpangan. Hal ini dapat dilihat pada grafik kendali dimana titik berfluktuasi sangat tinggi dan tidak beraturan, serta banyak yang keluar dari batas kendali. Berdasarkan diagram pareto, prioritas perbaikan yang perlu dilakukan adalah untuk jenis kerusakan yang dominan yaitu warna kabur (28,31%), tidak register (19,79%) dan terpotong (19,50 %). Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui faktor penyebab misdruk berasal dari faktor manusia/ pekerja, mesin produksi, metode kerja, material/ bahan baku dan lingkungan kerja, sehingga perusahaan dapat mengambil tindakan pencegahan serta perbaikan untuk menekan tingkat misdruk dan meningkatkan kualitas produk.

(26)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah mengenai Analisis Penerapan Mutu Pada Sayuran Organik Berbasis Petani Di Selaawi Dan Limbangan, Garut, Jawa Barat akan di awali dari adanya permintaan pasar serta adanya program Pemerintah ‘Go Organik 2010’. Pada Program Pemerintah ‘Go Organik 2010’, telah disusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk sayuran organik. Tahap selanjutnya dilakukan pendataan dan menentukan contoh (Kelompok Tani) penghasil produk sayuran organik dalam hal ini kelompok tani di Garut, Jawa Barat.

Menurut pedoman SNI 6729-2010 mengenai sayuran organik,..., berdasarkan persyaratan mutu dilakukan identifikasi. Identifikasi terhadap masalah mutu yang sedang dihadapi oleh Poktan CiboAgro, serta faktor-faktor yang mungkin (memiliki peluang) menjadi penyebab munculnya masalah yang terjadi pada pangan sayuran organik yang dihasilkan oleh Poktan CiboAgro, diidentifikasi dengan menggunakan Diagram Sebab-Akibat. Secara umum faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berkurangnya mutu hasil panen sayuran Poktan CiboAgro, yaitu hama, penyakit, metode, material, dan lingkungan. Menurut Kadarisman (2005), Diagram Sebab Akibat berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin (memiliki peluang) menjadi penyebab munculnya masalah (berpengaruh terhadap hasil). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap masalah yang sedang terjadi akan dilakukan analisis kembali dengan menggunakan Diagram Pareto.

Hasil dari analisis Fishbone diagram dan Diagram pareto akan diketahui pelaksanaan mutu yang baik pada sayuran organik dengan mutu yang sesuai dengan standar SNI.

Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.

(27)

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian

3.2. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Kelompok Tani Cibolerang Agro di Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dengan waktu penelitian dari bulan Juni – Agustus 2012.

3.3. Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan melalui tehnik purposive sampling yang melibatkan para petani sayuran organik dan contoh sebanyak 30 unit untuk

Pelaksanaan mutu sayuran organik

Analisis Mutu - Diagram sebab-akibat - Diagram Pareto Karakteristik

Petani

Kelompok Tani Cibolerang Agro Standar SNI sayuran organik tahun

2010

Program Pemerintah ‘Go Organik 2010’ 

Permintaan Pasar Sayuran Organik

(28)

 

masing-masing komoditi. Pengumpulan data diperoleh dari data primer dan sekunder yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sumber data penelitian

Data Primer Data Sekunder

1. Interview, yaitu metode

Brainstorming dan wawancara narasumber dimana pencari data telah mempersiapkan

pertanyaan terstruktur (Lampiran 1).

2. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung di lapangan,

3. Kuesioner, yaitu mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai obyek yang diteliti kepada petani sayuran organik.

1. Studi pustaka (library research) untuk mendapatkan data relevan dengan tema penelitian yang berasal dari buku-buku, jurnal ilmiah, laporan penelitian, atau 2. Data statistik yang tersedia di

instansi pemerintah terkait. 3. Data yang diperoleh dari

kelompok tani

3.4. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data untuk identifikasi permasalahan Penerapan Mutu Pada Pangan Organik Berbasis Petani (Studi Kasus Kelompok Tani Garut, Jawa Barat) menggunakan metode Brainstorming, Fishbone diagram (Diagram sebab-akibat) dan Diagram Pareto.

3.4.1. Fishbone Diagram

Langkah-langkah penyusunan Fishbone diagram sebagai berikut (Kadarisman, 2008):

a. Tentukan masalah (kondisi) yang akan diperbaiki. Gambarkan garis panah dengan kotak diujung garis sebelah kanan dan tuliskan masalah (kondisi) yang akan diperbaiki itu di dalam kotak.

b. Cari faktor-faktor utama yang berpengaruh, atau mempunyai akibat pada masalah tersebut. Tuliskan didalam kotak yang telah dibuat di atas, atau di bawah garis panah.

(29)

c. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih rinci yang berpengaruh terhadap faktor utama tersebut. Tuliskan faktor-faktor rinci tersebut dikiri, atau di kanan panah penghubung, dan buatlah panah di bawah faktor rinci tersebut menuju garis penghubung.

d. Carilah penyebab-penyebab utama. Dari diagram yang telah lengkap carilah penyebab-penyebab utama dengan menganalisa data yang sudah ada dan buatlah urutannya dengan menggunakan diagram Pareto. Bila analisa tidak dapat dilakukan, maka analisa faktor-faktor manakah yang berpengaruh dan mana yang tidak berpengaruh

Dalam menentukan penyebab yang lebih rinci diperlukan sumbang saran (brainstorming) dari sebuah tim yang dibentuk khusus, dengan visual seperti termuat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram sebab-akibat

3.4.2. Diagram Pareto

Langkah-langkah dalam pembuatan Diagram Pareto dijelaskan sebagai berikut (Kadarisman, 2008):

1. Stratifikasi masalah dan nyatakan dengan angka.

2. Tentukan jangka waktu pengumpulan data. Untuk memudahkan dalam pembandingan, buatlah jangka waktu yang sama antara pengumpulan data sebelum dan sesudah perbaikan masalah.

Akibat  Karakteristik  mutu  Tulang besar  Tulang besar  Tulang besar  Tulang besar  Tulang  sedang  Tulang kecil  sebab 

(30)

 

3. Atur masing-masing penyebab (dari hasil stratifikasi) dibuat berurutan sesuai dengan besarnya nilai dan gambar grafik (balok). Penyebab terbesar berada di paling kiri. Jika ada penyebab “dan lain-lain”, maka penyebab ini diletakkan paling kanan.

4. Gambarkan grafik garis yang menunjukkan jumlah persentase pada bagian atas grafik kolom, mulai dari yang terbesar. Dibagian masing-masing kolom dituliskan nama atau keterangan kolom. 5. Pada bagian atas atau samping diberikan keterangan atau nama

diagram dan jumlah unit seluruhnya.

Gambar 4. Diagram Pareto Perhitungan Diagram Pareto

Persen cacat (%) = Jumlah frekuensi cacat x 100% Total jumlah cacat

Persen Kumulatif = X1+X2+X3+ .... +Xn

Keterangan :

X1 = Jumlah persen cacat pada kriteria cacat pertama

X2 = Jumlah persen cacat pada kriteria cacat kedua

X3 = Jumlah persen cacat pada kriteria cacat ketiga

Xn = Jumlah persen cacat pada kriteria cacat ke-n

Data yang terkumpul diproses dengan program komputer Microsoft Office Excel 2007.

(31)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Karakteristik Kabupaten Garut

Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Tenggara. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif sebesar 306.519 Ha (3.065,19 km²). Di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya, Bagian Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, dan Barat berbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur

Ibukota Kabupaten Garut berada pada ketinggian 717 m dibawah permukaan laut (dpl). Karakteristik topografi Kabupaten Garut : sebelah Utara terdiri dari dataran tinggi dan pegunungan, sedangkan bagian Selatan (Garut Selatan) sebagian besar permukaannya memiliki tingkat kecuraman yang terjal dan di beberapa tempat labil. Kabupaten Garut mempunyai ketinggian tempat yang bervariasi antara wilayah yang paling rendah yang sejajar dengan permukaan laut hingga wilayah tertinggi di puncak gunung. Selaawi adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Jaraknya 37 kilometer dari ibu kota Kabupaten Garut, Garut Kota. Di Kecamatan ini, mayoritas penduduk bekerja dalam bidang agribisnis dan perdagangan. Kecamatan Selaawi memiliki 7 (tujuh) desa meliputi Cigawir, Desa Cirapuhan, Desa Mekarsari, Desa Pelitaasih, Desa Putrajawa, Desa Samida dan Desa Selaawi.

Limbangan adalah Kabupaten lama yang ibukotanya dipindahkan ke Garut, karena sering terjadi bencana alam berupa banjir yang melanda daerah ibukota. Kecamatan Limbangan didominasi oleh daratan tinggi. Di Kecamatan ini mayoritas penduduk

(32)

 

4.1.2 Sejarah Kelompok Tani Cibolerang Agro

Poktan Cibolerang Agro bermula pada tahun 2009, dimana dua (2) orang Petani, yaitu Bapak Agus Permana di Limbangan dan Bapak Asep Muldiana di Selaawi menanam tanaman sayuran organik. Dan Bapak Temi Poniah selaku kepala UPTD Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan, dengan kesamaan visi, misi dan tujuan, maka terbentuklah kelompok tani Cibolerang Agro di Kecamatan Selaawi memiliki memiliki komoditas yang lebih banyak dan lahan yang lebih luas.

Tahun 2009 Kepala UPTD Selaawi dan Limbangan, Bapak Temi Poniah mengajukan surat ke Dinas Kabupaten Garut dan diteruskan ke dinas Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya dibuat dokumen sistem mutu, standar Sistem Kendali Internal (SKI), Internat Control Structure (ICS), bimbingan teknis untuk para petani dan juga dilakukan survey lapangan untuk melihat kesediaan petani untuk menanam sayuran organik. Setelah itu, maka diajukanlah sertifikasi (Lampiran 2).

Hingga saat ini Kelompok Tani Cibolerang Agro memiliki 10 orang petani sebagai anggotanya, sedangkan yang masih aktif adalah Bapak Tantan, Bapak Asep Muldiana, Bapak Agus Permana dan Agus Sutarman. Petani yang lainnya tidak meneruskan pertanian organik ini, dikarenakan terkendala pasar yang belum jelas serta belum adanya kontrak tertulis antara petani dengan pihak retailer.

4.1.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi pada Kelompok Tani Cibolerang Agro merupakan struktur organisasi vertikal, dimana kekuasaan dan tanggungjawab berjalan dari puncak tertinggi yang dipegang oleh Ketua Kelompok tani. Struktur organisasi dapat dilihat pada Gambar 4.

(33)

Gambar 5. Struktur organisasi Cibolerang Agro

4.1.4 Ketenagakerjaan

Poktan CiboAgro memiliki 2-3 orang untuk membantu penanaman sayuran. Jam kerja yang berlaku mulai pukul 06.55- 16.00 WIB (Senin-Kamis) dengan dua (2) kali waktu istirahat, yaitu pukul 09.45- 10.00 WIB untuk istirahat snack dan 12.00 – 13.00 WIB untuk istirahat makan siang. Pada hari Jum’at, karyawan bekerja pukul 07.00 – 11.00 WIB dengan satu kali istirahat makan siang yaitu pukul 11.00 – 12.00 WIB. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi para pekerja muslim yang akan melaksanakan sholat Jum’at dan bekerja kembali pukul 13.00 – 16.00 WIB. Pada hari Sabtu, karyawan bekerja mulai pukul 06.55 – 12.00 WIB.

Pembagian kerja berlaku untuk pekerja pria dan wanita. Pekerjaan pekerja pria meliputi pengolahan tanah (menggarpu/mencangkul), pemanenan, mengangkut hasil panen,

Ketua Kelompok Tani Sekretaris Bendahara Anggota Seksi Program Tanam Seksi Sarana Produksi Seksi Pemasaran

(34)

 

menyiram, pemupukan, pemberian pupuk cair, pengendalian hama dan penyakit (HPT), serta menyemprot pestisida organik (jika diperlukan). Pekerjaan karyawan wanita meliputi pengisian polybag, pemanenan, penjarangan, pendangiran, penyiangan gulma di bedengan, sanitasi kebun (menebas rumput). Sistem pembayaran upah ditentukan dengan satuan HOK (Hari Orang Kerja) untuk pekerja pria dan HKW (Hari Kerja Wanita), dimana setiap petani di CiboAgro menerapkan upah berbeda-beda, yaitu Rp.20.000,- − Rp.25.000,- /HOK untuk pekerja pria dan Rp.15.000,- − Rp.20.000,- /HKW untuk pekerja wanita.

4.2 Karakteristik Poktan CiboAgro

Karakteristik responden berdasarkan tingkat mendidikan dalam penelitian ini diketahui bahwa jumlah responden Petani CiboAgro yang berpendidikan strata I (S1) sebanyak dua (2) orang, berpendidikan SLTA sebanyak satu (1) orang, dan berpendidikan SD sebanyak (1) orang dan telah menikah.

Umur petani diketahui bahwa jumlah responden petani CiboAgro yang berumur 26 – 35 tahun sebanyak satu (1) orang, berumur 36 – 45 tahun sebanyak dua (2) orang dan petani yang berumur 46 – 55 tahun sebanyak satu (1) orang. Dan petani yang menggarap lahan sendiri tiga (3) orang dan yang menggunakan lahan sewa satu (1) orang.

Dengan rataan pendapatan per bulan diketahui bahwa petani yang berpendapatan Rp.500.000 – Rp.1.000.000 sebanyak dua (2) orang dan petani berpendapatan lebih dari Rp.1.000.000 sebanyak dua (2) orang.

Sayuran yang dibudidayakan oleh Poktan CiboAgro hanya berdasarkan pesanan dari pihak retailer. Apabila hasil panen tidak terserap oleh pihak retailer maka sayuran tersebut akan dijual di pasar lokal dengan harga yang sama dengan sayuran biasa. Selama melakukan budidaya sayuran organik, belum ada perhatian yang serius untuk membantu budidaya sayuran organik ini baik dari pihak pemerintah kecamatan maupun pemerintah kabupaten. Adapun bantuan satu (1) buah pompa air diberikan oleh pemerintah provinsi pada saat Poktan CiboAgro mengajukan proposal

(35)

bantuan. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat potensi budidaya sayuran organik ini sangat besar untuk dikembangkan.

4.3 Jenis dan Karakteristik Produk

Petani CiboAgro mengusahakan sebelas (11) jenis tanaman yang telah tersertifikasi dengan mayoritas jenis sayuran. Tanaman yang dibudidayakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Sayuran Daun, Buah dan Umbi di PokTan CiboAgro

No. Jenis Tanaman No. Jenis Tanaman 1 2 3 4 5 6 Kangkung Sosin Bayam Hijau Pakcoy Horinzo Bawang Daun 7 8 9 10 11 Selada Kapri Bayam Merah Kaylan Pakcoy

Dari 11 komoditas yang telah tersertifikasi, peneliti mengambil empat (4) komoditas yang diteliti, yaitu kangkung, bayam hijau, bayam merah, dan bawang daun, dengan alasan keempat komoditas tersebut merupakan komoditas utama yang di pesan oleh konsumen sehingga sering ditanam oleh petani CiboAgro.

Poktan CiboAgro telah mendapatkan sertifikasi dari lembaga INOFICE (Indonesian Organic Farming Certification) tahun 2011 untuk menjamin mutu sayuran organik secara nasional. Setiap komoditas tanaman memiliki teknis budidaya yang berbeda sesuai jenis sayurannya. Namun, prinsip pertanian organik tetap sama, yatu menghasilkan sayuran organik yang bebas pestisida dan bahan sintetik. Benih sayuran yang digunakan merupakan benih yang diproduksi oleh sendiri dan benih hibrida yang berasal dari pasar local (pasar Selaawi).

(36)

 

4.4 Budidaya dan Panen 4.4.1 Lahan

Lahan pertanian Kelompok Tani Cibolerang Agro terbagi di dua (2) Kecamatan, yaitu Kecamatan Selaawi dan Kecamatan Limbangan. Luas lahan di Kecamatan Selaawi 0,34 Ha. dengan rincian, milik Bapak Asep Muldiana 0,14 Ha yang merupakan lahan milik pribadi. Dan milik Bapak Tantan 0,2 Ha yang merupakan milik pribadi dan lahan yang disewa dari orang lain. Kecamatan Limbangan Memiliki lahan 0,28 Ha. dengan rincian, lahan milik Bapak Agus Sutarman 0,14 Ha. dan lahan milik Bapak Agus Permana 0,14 Ha. Batas antar blok dapat berupa jalan kebun, parit, maupun pagar alami. Arah bedengan sesuai dengan lebar teras, arah sinar matahari, saluran irigasi dan drainase. Penentuan jumlah bedengan dalam suatu teras mempertimbangkan perencanaan tanam, khususnya pola pergiliran tanaman yang diterapkan.

4.4.2 Pengolahan dan Persiapan Lahan

Kegiatan pengolahan dan persiapan lahan dilakukan untuk membuat lingkungan fisik tanah menjadi baik atau subur bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu kegiatan pengolahan lahan juga dapat menstabilkan kondisi tanah dari segi kandungan unsur hara, perbaikan sifat fisik dan perbaikan drainase tanah. Proses pengolahan lahan dilakukan satu (1) kali dalam satu (1) musim tanam. Kegiatan pengolahan dan persiapan lahan dilakukan sebelum memulai proses budidaya.

Pada saat proses pengolahan dan persiapan lahan dilakukan juga pembuatan bedengan tanah yang akan ditanami oleh sayuran dengan menggunakan tanah yang dicampur oleh pupuk organik. Petani CiboAgro menggunakan dua (2) jenis pupuk selama menanam sayuran organik. Pertama adalah pupuk kompos yang dibuat sendiri dari campuran kotoran hewan, sekam, dan hijauan. Kedua, Pupuk cair organik dengan merk Organox. Jenis ini digunakan oleh CiboAgro, karena khasiatnya sudah terbukti serta alasan kemudahan dalam

(37)

mendapatkannya. Pupuk cair organik ini digunakan sebagai pupuk daun. Setelah itu tanah diberakan selama dua (2) hari dan dilakukan penanaman bibit sayuran yang telah disiapkan.

Kegiatan pengolahan dan persiapan lahan melibatkan tenaga kerja yang berasal dari warga sekitar yang berada didekat lahan. Penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan pengolahan dan persiapan lahan sebesar 10 HOK dan dilakukan oleh tiga (3) orang.

Gambar 6. Pengolahan dan Persiapan Lahan

4.4.3 Penyemaian Lahan

Kegiatan penyemaian lahan dilakukan pada lahan yang telah siap untuk digunakan. Kegiatan persemaian lahan diawali dengan melakukan pengolahan lahan yaitu dengan menggunakan cangkul sampai kondisi tanah menjadi gembur dan rata. Kemudian lahan ditutup dengan mulsa, dengan tujuan agar terlindungi dari gangguan hama serta untuk mengatur lubang tanam. Tujuan lain dari penggunaan mulsa adalah agar unsur hara pada tanah dapat selalu tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Setelah lahan persernaian siap, selanjutnya benih ditaburkan pada lubang-lubang secara merata pada lahan tersebut. Secara keseluruhan kegiatan penyemaian dikerjakan oleh tenaga kerja yang berasal dari warga sekitar yang berada didekat lahan. Penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan persemaian lahan sebesar 5 HOK. Dalam kegiatan pcrsemaian lahan ini lebih banyak digunakan tenaga kerja wanita, dengan alasan bahwa tenaga kerja wanita mempunyai tingkat ketelitian tinggi dibandingkan tenaga kerja pria.

(38)

 

  Gambar 7. Penyemaian Lahan

4.4.4 Penyemaian Benih

Benih yang digunakan oleh CiboAgro adalah benih hybrid yang dijual di daerah sekitar. Benih ini dipilih oleh oleh kelompok tani karena mempunyai mutu yang baik, cukup tahan hama, serta sangat mudah dalam mendapatkannya.

Kegiatan penyemaian benih dilakukan untuk mempersiapkan benih agar siap untuk ditanam. Kegiatan persemaian benih diawali dengan mempersiapkan tanah untuk media tanam benih. Tanah yang digunakan adalah tanah yang telah digemburkan dan diberi pupuk kandang, kemudian tanah diberi air hangat. Hal ini dilakukan agar tanah bebas dari bibit-bibit penyakit. Setelah lahan siap, lalu benih ditebar di atas lahan tersebut. Penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan persemaian benih 5 HKW. Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan persemaian benih ini adalah sebagian besar tenaga kerja wanita.

  Gambar 8. Penyemaian benih

(39)

4.4.5 Penanaman

Kegiatan penanaman dilakukan apabila bibit dipersemaian telah siap untuk ditanam. Teknis penanaman dilakukan secara lurus dan teratur sesuai dengan lubang tanam pada mulsa dengan jarak 25cm x 25cm. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penyiangan gulma. Setelah benih dimasukan ke dalam lubang, selanjutnya dilakukan penyiraman selama dua (2) hari dimana dalam satu (1) hari dilakukan penyiraman sebanyak 2-3 kali. Secara umum kegiatan penyemaian benih dikerjakan oleh tenaga kerja dalam pedesaan. Penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan persemaian benih sebesar 10 HKW. Tenaga kerja yang digunakan dalam kegatan persemaian benih ini adalah tenaga kerja wanita.

  Gambar 9. Penanaman 4.4.6 Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan bertujuan untuk membersihkan tanaman dari gangguan gulma yang dapat menghambat pertumbuhan sayuran. Kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari adalah penyemprotan sebanyak dua (2) kali dalam satu (1) hari. Kemudian apabila tanaman sayuran terkena serangan hama, maka dilakukan penyemprotan dengan obat-obatan organik yang dibuat oleh kelompok tani CiboAgro. Bahan-bahan yang digunakan dalam obat organik ini adalah daun Mindi, daun Surian, Akar Wangi, dan Jahe. Selain itu Poktan CiboAgro juga menggunakan pestisida organik yang kemasan. Pestisida Organik yang digunakan oleh kelompok tani CiboAgro adalah pestisida organik merk SuperFarm. Alasan Pemilihan merk ini selain, karena khasiatnya disamping itu pertimbangan kemudahan

(40)

 

dalam mendapatkannya. Pengendali Hama Organik Superfarm ini juga dapat dipakai untuk segala jenis tanaman dan tidak menimbulkan akibat negatif apabila terjadi pemberian/pemakaian dosis yang berlebihan dan dapat digunakan bersamaan dengan pupuk organik, pupuk semi organik dan Decomposer Superfarm. Penyemprotan dilakukan pada waktu serangan hama tiba. Secara umum kegiatan pemeliharaan dikerjakan oleh tenaga kerja tenaga kerja untuk kegiatan pemeliharaan 40 HOK.

Gambar 10. Pemeliharaan

4.4.7 Panen

Kegiatan pemanenan mencakup aktivitas pemetikan dan pemotongan sayuran. Kegiatan ini dilakukan setelah tanaman berumur 30-40 hari dan siap untuk di panen. Teknis pemanenan yang dilakukan masih menggunakan teknologi konvensional untuk pasar local, yaitu menggunakan pisau dan arit, sedangkan untuk sayuran yang dijual ke retailer dilakukan dengan mencabut sayuran hingga keakarnya. sayuran yang telah sudah dipanen kemudian dimasukan kedalam box. Penataan pada box perlu mendapatan perhatian, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada sayuran sebelum dikemas.

Pada kegiatan pemanenan ini dilakukan oleh tenaga kerja yang berasal dari masyarakat sekitar. Penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan pemanenan adalah 15 HKW. Dari hasil wawancara di lapangan, para pekerja kegiatan panen sangat menyadari pentingnya

(41)

menjaga mutu dari sayuran yang dipanen, sehingga hal ini akan mengurangi jumlah sayuran yang ditolak pada saat proses sortir.

  Gambar 11. Panen

4.5 Pasca Panen

1. Kegiatan pasca panen yang dilakukan mencakup kegiatan sortasi dan grading. Sortasi dan grading sangat diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya cacat pada sayuran dan untuk menggolongkan sayuran berdasarkan mutunya. Proses sortasi dan grading yang dilakukan adalah memisahkan sayuran bermutu tinggi dan rendah serta dicuci dengan air bersih untuk membersihkan kotoran tanah yang masih menempel pada sayuran. Kriteria sayuran yang dipilih dalam mutu tinggi adalah sayuran yang memiliki warna normal, batang muda, tinggi sayuran tidak lebih dari 35 cm, daun tidak berlubang, tidak memiliki bercak putih dan batang tidak patah.

2. Kegiatan penanganan yang dilakukan adalah pengemasan. Proses pengemasan yang dilakukan oleh perusahaan terbagi menjadi dua (2) jenis, yaitu Kemasan langsung yang merupakan kemasan utama yang bersinggungan dengan sayuran yang dikemas. Bahan pengemas utama ini dapat berupa plastik. Kemasan tidak langsung adalah kemasan kedua dari sayuran yang tidak bersentuhan langsung. Hal ini dilakukan untuk melindungi sayuran dari kerusakan fisik dan mekanis dan juga untuk memudahkan pengaturan dalam gudang penyimpanan, distribusi, serta memudahkan pengaturan dalam alat angkut. Bahan pengemas jenis ini

(42)

 

dapat dibuat dari peti kayu, peti plastik, peti karton, dan keranjang bambu.

Pada kegiatan pasca panen ini dilakukan oleh tenaga kerja yang berasal dari warga desa yang dekat dengan lahan tanam. Penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan pasca panen adalah 15 HOK. Dari hasil penelitian di lapangan, bahwa tenaga kerja yang diperbantukan pada kegiatan pasca panen sangat memperhatikan output yang dihasilkan, karena sadar bahwa hanya produk dengan mutu yang baik dan didukung dengan kemasan yang baik pula yang akan diterima oleh pelanggan.

Gambar 12. Kegiatan Pasca Panen

4.6 Pemasaran

Jalur pemasaran sayuran kangkung, bayam hijau, bayam merah, dan bawang daun di bagian pemasaran dibagi menjadi dua (2) bentuk, pertama petani menjual langsung sayuran ke Royal Farm, sebuah pemasok sayuran organik di Kota Bandung berdasarkan pemesanan dari pihak retailer/restoran yang selanjutnya dijual ke konsumen. Jika terdapat sayuran dengan daun yang berlubang, batang patah, atau memiliki bercak-bercak putih yang masih dapat diterima, atapun sayuran sisa sayuran yang dipanen, sayuran tesebut akan dijual ke pengecer di pasar lokal yang terdapat di onsumendaerah sekitar Kecamatan Selaawi yang kemudian dijual ke konsumen.

(43)

Uraian mengenai pemasaran Poktan CiboAgro dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 13. Diagram alir pemasaran Kelompok Tani CiboAgro

4.7 Pengolahan dan Analisis Data

Komoditas yang dipilih sebagai bahan penelitian terdiri dari empat (4) komoditas sayuran organik, yaitu kangkung, bayam hijau, bayam merah, dan daun bawang. Dari hasil analisis dan wawancara peneliti dengan petani diperoleh suatu permasalahan yaitu mutu sayuran organik yang kurang baik.

4.7.1 Fishbone Diagram A. Kangkung

Kangkung merupakan salah satu komoditas yang menjadi unggulan dari Kelompok Tani CiboAgro. Namun Kelompok Tani Cibolerang Agro terkendala dalam hal mutu hasil panen kangkung yang kurang baik. Dari permasalahan tersebut, maka dilakukan brainstorming terhadap mutu hasil panen kangkung buruk. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 14.

Petani Cibolerang Agro

Pemasok

Pengecer

Supermarket Konsumen

(44)

                       

Gambar 14. Diagram Sebab-Akibat cacat pada komoditi Kangkung

Dari Diagram Sebab-Akibat pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa faktor utama yang mempengaruhi adanya hasil panen daun berlubang pada komoditi sayuran organik kangkung dapat disebabkan oleh lima (5) faktor, yaitu penyakit, hama, metode, material/bahan dan lingkungan.

1) Hama

Hama pada kangkung organik umumnya menyebabkan bercak putih dan daun berlubang. Kutu putih yang menghisap cairan dari permukaan daun menyebabkan permukaan daun bercak-bercak putih, yang apabila sudah parah bisa menyebabkan daun berlubang.

Hama kutu putih ini menyerang bagian batang, daun dan buah. Kutu Putih ini biasanya menyerang dengan cara bergerombol, bagian tubuh kutu putih yang terdapat getah seperti lendir dan lengket memenuhi bagian pohon dan sulit dihilangkan. Tanaman

Suhu Lingkungan Warna tidak  normal  Masa tanam  Cara  mengangkut  Curah  hujan  kurang  pH Tanah

 

Bercak  putih Daun berlubang Benih  Pupuk  organik  Busuk batang Karat  Putih

 

Hama Material Penyakit Metode Kualitas  Kangkung kurang  baik  Batang patah  Batang tua Ulat  Kutu Hibrida Organik  Cendawan Cendawan

(45)

yang terserang kutu putih tidak akan bertahan lama bila tidak segera dibersihkan. Untuk pengendalian, gunakan jenis pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya.

Bila serangan masih dalam tahap ringan, petani Poktan CiboAgro mengatasi hama ini dengan pestisida organik. Pada musim hujan

Hama ini sendiri akan hilang bila hujan turun. Namun bila sudah parah, petani Poktan CiboAgro hanya mendiamkan lahan tanamannya hingga kutu putih tersebut menghilang. Sedangkan daun berlubang sering dikarenakan daun tersebut di makan oleh ulat. Untuk pengendalian, gunakan jenis pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya. Upaya yang sudah dilakukan Poktan CiboAgro untuk mengurangi dampak kerusakan dari ulat bulu adalah dengan cara mekanis yaitu dengan mengambil ulat dengan menggunakan tangan. Penggunaan mulsa pada saat penyemaian lahan telah dilakukan namun hal tersebut tidak dapat menghentikan serangan hama yang terjadi. Dari faktor-faktor yang telah didapatkan, dipilih faktor-faktor bercak putih dan daun berlubang untuk di analisis lebih lanjut.

2) Metode

Penyebabnya adalah metode dalam pengangkutan sayuran dari lahan tanam pada saat panen ke tempat pembersihan dan penyortiran yang membuat batang kangkung patah. Sebaiknya pengangkutan hasil panen sayuran dari lahan ketempat pencucian menggunakan kemasan berupa peti kayu atau peti plastik. Hal ini dimaksudkan agar sayuran tidak mengalami kerusakan pada saat pengangkutan yang berdampak pada penurunan kualitas dari sayuran. Penyebab penurunan kualitas lainnya adalah masa tanam

(46)

 

yang terlalu lama yang menjadikan tanaman kangkung memiliki batang yang tua dan keras. Panen kangkung dilakukan pada umur 27 hari. Namun petani Poktan CiboAgro terkadang memanen lebih dari 27 hari. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya pesanan dari retailer pada saat tanaman sayuran masuk musim panen.

3) Lingkungan

Cuaca yang tidak menentu, membuat kekeringan berkepanjangan serta suhu yang menyebabkan lahan kekurangan air. Sumber-sumber air untuk mengairi lahan menjadi kering Sedangkan kangkung merupakan tanaman yang memerlukan curah hujan yang tinggi. Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan kangkung berkisar 500-5000 mm/tahun. Tanaman kangkung termasuk peka terhadap pH tanah. Bila pH tanah di atas 7 (alkalis), pertumbuhan daun-daun muda (pucuk) akan memucat putih kekuning – kuningan (klorosis)

.

4) Material/Bahan

Pemilihan bibit harus memperhatikan hal-hal seperti berikut, batang besar, tua, daun besar dan bagus. Penanamannya dengan cara stek batang, kemudian ditancapkan di tanah. Sedangkan biji untuk bibit harus diambil dari tanaman tua dan dipilih yang kering serta berkualitas baik. Benih yang digunakan oleh petani Poktan CiboAgro kurang tahan terhadap hama, sehingga hama dapat langsung menyerang sayuran pada saat masa penanaman. Pestisida organik yang digunakan hanya satu jenis saja, sehingga untuk hama jenis tertentu bisa saja pestisida tersebut tidak berpengaruh, sebaiknya pestisida organik yang digunakan terdiri dari beberapa jenis yang digunakan secara bergantian. Sayuran yang terkena hama membuat mutu dari hasil panen menjadi menurun dan kurang baik.

(47)

5) Penyakit

Penyebabnya adalah terjadinya karat putih Albugo ipomoea

reptans. Pada sayuran kangkung yang di tanam secara

konvensional. Meskipun pada musim kemarau, karat putih kerap muncul, hal ini disebabkan karena Kecamatan Selaawi merupakan daerah yang berudara lembab meskipun pada musim kemarau.

Penyakit ini peka terhadap Dithane M-45, atau Benlate, tetapi pada sayuran organik benih diperlakukan dengan penyiraman dan higiene pada saat penanaman umumnya baik, penyakit tidak menjadi masalah.

Dari hasil wawancara secara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada petani, maka untuk sayuran kangkung organik diperoleh faktor-faktor utama yang menyebabkan kurang baiknya mutu hasil panen pada komoditi kangkung, yaitu daun berlubang, bercak putih, batang patah, batang tua, serta warna tidak normal.

B. Bayam Hijau

Bayam Hijau merupakan salah satu komoditas yang menjadi unggulan dari Poktan CiboAgro. Namun Poktan CiboAgro terkendala dalam hal mutu hasil panen bayam hijau yang kurang baik. Dari permasalahan tersebut, maka dilakukan brainstorming terhadap mutu hasil panen bayam hijau yang kurang baik. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 15.

(48)

 

   

Gambar 15. Diagram Sebab-Akibat Komoditi Bayam Hijau

Dari diagram sebab-akibat pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa faktor utama yang mempengaruhi adanya hasil panen daun berlubang pada komoditi sayuran organik bayam hijau dapat disebabkan oleh lima (5) faktor, yaitu penyakit, hama, metode, material/bahan dan lingkungan.

1. Hama

Serangan hama sangat berpengaruh terhadap mutu hasil panen sayuran. Bila sayuran terkena hama, maka dampaknya dapat terlihat langsung secara visual. Hama pada bayam hijau organik umumnya menyebabkan bercak putih dan daun berlubang. Hal tersebut dikarenakan kutu putih yang menghisap cairan dari permukaan daun. Sedangkan daun berlubang sering dikarenakan daun tersebut di makan oleh ulat. Untuk pengendalian OPT, seharusnya mengggunakan pestisida yang aman mudah terurai

Suhu  Lingkungan Warna tidak  normal  Masa tanam  Cara  mengangkut  Curah  hujan  kurang  pH Tanah

 

Bercak  putih Daun berlubang Benih Pupuk  organik  Busuk batang Karat  Putih

 

Hama Material Penyakit Metode Mutu Bayam  Hijau kurang  baik  Batang patah  Batang tua  Ulat  Kutu Hibrid Organik  Cendawan Cendawan

(49)

seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya. Petani Poktan CiboAgro menggunakan pestisida organik buatan sendiri yang terbuat dari daun mindi, daun surian, akar wangi dan jahe. Namun bila sudah parah, petani hanya mendiamkan/mengistirahatkan lahan tanamannya hingga kutu loncat tersebut menghilang. Untuk pengendalian ulat bulu Poktan CiboAgro melakukan pengendalian dengan mengambil ulat yang terlihat dengan menggunakan tangan. Penggunaan mulsa pada saat penyemaian lahan telah dilakukan namun hal tersebut tidak dapat menghentikan serangan hama yang terjadi. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebabnya.

2. Metode

Metode pola tanam yang dimulai dari pra tanam, masa tanam, panen, serta pasca panen. Metode yang tidak tepat selama penanganan dapat menurunkan mutu dari sayuran tersebut. Sebaiknya pengangkutan hasil panen sayuran dari lahan ketempat pencucian menggunakan kemasan berupa peti kayu atau peti plastik. Hal ini dimaksudkan agar sayuran tidak mengalami kerusakan pada saat pengangkutan yang berdampak pada penurunan kualitas dari sayuran. Poktan CiboAgro melakukan pengangkutan sayuran dari lahan tanam pada saat panen ke tempat pembersihan dan penyortiran tanpa hanya dengan cara konvensional yakni dengan mengangkut menggunakan tangan secara langsung, yang membuat batang kangkung patah. Penyebab penurunan mutu lainnya adalah masa tanam yang terlalu lama yang menjadikan tanaman kangkung memiliki batang yang tua dan keras. Panen bayam hijau dilakukan pada umur 27 hari atau antara 3-4 minggu. Masa tanam yang terlalu lama yang menjadikan tanaman bayam hijau memiliki batang yang tua dan keras. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya pesanan dari retailer pada saat

(50)

 

tanaman sayuran masuk musim panen. Sehingga petani Poktan CiboAgro terkadang memanen lebih dari 27 hari.

3. Material/Bahan

Pemilihan bibit harus memperhatikan hal-hal seperti berikut, batang besar, tua, daun besar dan bagus. Penanamannya dengan cara stek batang, kemudian ditancapkan di tanah. Sedangkan biji untuk bibit harus diambil dari tanaman tua dan dipilih yang kering serta berkualitas baik.Benih yang digunakan kurang tahan terhadap hama, sehingga hama dapat langsung menyerang sayuran pada saat masa penanaman. Pestisida organik yang digunakan hanya satu jenis saja, sehingga untuk hama jenis tertentu bisa saja pestisida tersebut tidak berpengaruh. Sayuran yang terkena hama membuat mutu dari hasil panen menjadi menurun dan kurang baik.

4. Lingkungan

Cuaca yang tidak menentu, membuat kekeringan berkepanjangan dan suhu yang menyebabkan lahan kekurangan air. Sumber-sumber air untuk mengairi lahan menjadi kering Sedangkan bayam merah merupakan tanaman yang memerlukan curah hujan yang tinggi. Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan kangkung berkisar 500-5000 mm/tahun. Tanaman bayam merah termasuk peka terhadap pH tanah. Bila pH tanah di atas 7 (alkalis), pertumbuhan daun-daun muda (pucuk) akan memucat putih kekuning–kuningan (klorosis)

.

5. Penyakit

Penyebabnya adalah terjadinya karat putih yang disebabkan oleh cendawan Albugo ipomoea reptans. Lalu busuk pada batang yang disebabkan oleh cendawan yang di tandai dengan munculnya bercak-bercak putih pada tanaman. Meskipun pada musim kemarau, karat putih kerap muncul, hal ini disebabkan karena Kecamatan Selaawi merupakan daerah yang berudara lembab meskipun pada musim kemarau. Penyakit ini peka terhadap Dithane M-45, atau Benlate, tetapi pada sayuran organik benih

(51)

diperlakukan dengan penyiraman dan higiene pada saat penanaman umumnya baik, penyakit tidak menjadi masalah. Maka untuk sayuran bayam hijau organik diperoleh faktor-faktor utama yang menyebabkan kurang baiknya mutu hasil panen pada komoditi bayam hijau, yaitu batang tua, batang patah, bercak putih, daun berlubang, serta warna tidak normal.

C. Bayam Merah

Bayam Merah merupakan salah satu komoditas yang menjadi unggulan dari Poktan CiboAgro. Namun Kelompok Tani Cibolerang Agro terkendala dalam hal mutu hasil panen bayam merah yang kurang baik. Dari permasalahan tersebut, maka dilakukan brainstorming terhadap mutu hasil panen bayam merah yang kurang baik. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Diagram Sebab-Akibat Komoditi Bayam Merah Suhu  Lingkungan Warna tidak  normal  Masa tanam Cara  mengangkut  Curah  hujan  kurang  pH tanah

 

Bercak  putih Daun  berlubang  Benih Pupuk  organik  Busuk batang Karat  Putih

 

Hama Material Penyakit Metode Mutu Bayam  Merah kurang  baik  Batang patah  Batang tua Ulat  Kutu Hibrid Organik Cendawan Cendawan

(52)

 

Dari Diagram Sebab-Akibat pada Gambar 16 dapat dilihat, bahwa faktor utama yang mempengaruhi adanya hasil panen daun berlubang pada komoditi sayuran organik bayam merah dapat disebabkan oleh lima (5) faktor, yaitu penyakit, hama, metode, material/bahan dan lingkungan.

1. Hama

Serangan hama sangat berpengaruh terhadap mutu hasil panen sayuran. Bila sayuran terkena hama, maka dampaknya dapat terlihat langsung secara visual. Hama pada bayam merah umumnya menyebabkan bercak putih dan daun berlubang. Hal tersebut dikarenakan kutu putih yang menghisap cairan dari permukaan daun. Sedangkan daun berlubang sering dikarenakan daun tersebut di makan oleh ulat. Untuk pengendalian OPT, seharusnya mengggunakan pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya. Petani Poktan CiboAgro menggunakan pestisida organik buatan sendiri yang terbuat dari daun mindi, daun surian, akar wangi dan jahe. Namun bila sudah parah, petani hanya mendiamkan/mengistirahatkan lahan tanamannya hingga kutu loncat tersebut menghilang. Untuk pengendalian ulat bulu Poktan CiboAgro melakukan pengendalian dengan mengambil ulat yang terlihat dengan menggunakan tangan. Penggunaan mulsa pada saat penyemaian lahan telah dilakukan namun hal tersebut tidak dapat menghentikan serangan hama yang terjadi. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebabnya.

2. Metode

Metode pola tanam yang dimulai dari pra-tanam, masa tanam, panen, serta pasca panen. Metode yang tidak tepat selama penanganan dapat menurunkan mutu dari sayuran tersebut. Sebaiknya pengangkutan hasil panen sayuran dari lahan ketempat pencucian menggunakan kemasan berupa peti kayu atau peti

Gambar

Gambar 1. Grafik Pengembangan Pertanian Organik  (Departemen Pertanian, 2005)
Tabel 1.  Data komoditas sayuran unggulan Garut
Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 2. Sumber data penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun performan itik hasil persilangan tersebut memperlihatkan pertumbuhan dan produksi telur yang lebih baik dari itik lokal yang ada dilokasi sekitar penelitian,

Hal tersebut membuktikan bahwa dengan penerapan metode kooperatif tipe Group Investigation dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas V mata pelajaran matematika

Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema

Oleh karena itu, dapat dimungkinkan alkaloid yang terkandung dalam biji buah mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada flavonoid yang terkandung dalam ekstrak etanol daging

Kajian ini menyimpulkan bahwa penegakan hukum merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti material yang luas,

Pengumpulan data yang digunakan dengan menggunakan wawancara, observasi dan studi kepustakaan (Sugiyono, 2011: 140). Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini

Untuk sifat kualitatif Ayam Kokok Balenggek peubah yang diamati

Jika tekanan diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi dengan jumlah mol total yang lebih kecil, yaitu kearah pembentukan SO 3 sehingga SO 3 yang