• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BEBERAPA VARIETAS INPARI DI BEBERAPA WILAYAH PENGEMBANGAN PADI DI SULAWESI UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BEBERAPA VARIETAS INPARI DI BEBERAPA WILAYAH PENGEMBANGAN PADI DI SULAWESI UTARA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

426 Luice.A. Taulu : Tingkat Serangan Hama dan Penyakit pada Beberapa Varietas Inpari di Beberapa Wilayah Pengembangan Padi di Sulawesi Utara

TINGKAT SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BEBERAPA VARIETAS INPARI DI BEBERAPA WILAYAH PENGEMBANGAN PADI DI SULAWESI UTARA

Luice.A. Taulu

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara Kompleks Kampus Pertanian Kalasey, Kotak Pos 1345 Manado 95013

ABSTRAK

Perkembangan OPT sangat dipengaruhi oleh inang (tanaman) dan lingkungan lain termasuk iklim. Sudah banyak varietas inbrida padi sawah dilepas oleh Badan litbang tetapi ketahanan varietas tersebut terhadap OPT di tiap daerah pengembangan berbeda. Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui ketahanan beberapa varietas unggul baru padi inbrida padi sawah irigasi (inpari) terhadap hama dan penyakit serta produksi. Pengkajian telah dilaksanakan di lahan petani di Desa Cempaka, Kecamatan Sangtombolang, Kab. Bolaang Mongondow Induk, Desa Panasen Kec. Tumpaan, Kab. Minahasa Selatan dan Desa Tincep, Kec. Sonder Kab. Minahasa yang merupakan wilayah pengembangan padi sawah di Sulut, pada bulan April sampai September 2010 dan melibatkan gapoktan di desa tersebut secara partisipatif. Pengkajian menggunakan Rancangan Faktorial dengan faKtor utama terdiri dari 3 lokasi pengembangan (Desa) dan sub faKtor adalah varietas sebagai perlakuan diulang tiga kali. Empat macam varietas yang diuji yaitu varietas inpari-7, inpari-8 dan inpari-9 dan varietas yang digunakan petani di masing-masing lokasi = vaw. Wesel). Pemupukan dengan pupuk anorganik pada semua perlakuan dengan dosis 200 kg urea dan phonska 300 kg. Status N selanjutnya diamati dengan bagan warna daun (BWD). Pengamatan terhadap OPT dilakukan sejak di persemaian sampai fase generative. Hasil pengkajian perlakuan adalah hama wereng hijau (Nephotettix virescens) dan ngengat penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata). Di pertanaman hama yang dominan adalah sundep, beluk dan walang sangit serta penyakit blast (busuk leher malai) (Pyricularia grisea) dan busuk pelepah daun bendera (Sarocladium oryzae). Tingkat serangan hama pada varietas inpari-9 cenderung lebih rendah disbanding varietas lainnya demikian juga tingkat serangan penyakit busuk leher malai paling rendah ditemukan pada varietas inpari-9. Tingkat serangan hama yang paling tinggi ditemukan di desa Papontolen demikian juga dengan penyakit busuk pelepah daun bendera sedang busuk leher malai ditemukan di semua varietas di desa Tincep.

Kata Kunci: Hama, penyakit, padi, inpari PENDAHULUAN

Potensi lahan sawah di propinsi Sulawesi Utara 64.968 ha yang tersebar di beberapa Kabupaten Kota (Kabupaten Bolaang Mongondow 40.780 ha, Kab. Minsel 9.017 ha, Kab. Minahasa 6.630 ha, Sangihe 217 ha, Kab. Kep. Talaud 2.373 ha. Kota Tomohon 979 ha, Kota Manado 30 ha dan Kota Bitung 102 ha) dengan rata-rata produktivitas 3–4 ton GKP/ha

(Anonim 2007b). Dari luasan tersebut 18.835 ha beririgasi teknis dengan rata-rata indeks pertanaman (IP) 200-250 per tahun dengan produktivitas rata-rata 4,0 t/ha (Anonim 2007).

Rendahnya produktivitas disebabkan di antaranya oleh belum diterapkannya teknologi produksi padi dengan benar oleh petani padahal teknologi produksi padi sudah banyak

(2)

427 Seminar Nasional Serealia 2011

yang dihasilkan baik itu oleh lembaga penelitian nasional termasuk Badan Litbang Pertanian maupun dari Perguruan Tinggi. Salah satu teknologi produksi yang penting adalah benih. Benih bermutu dari varietas unggul merupakan anjuran dalam usahatani padi sawah. Varietas ungggul baru yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian sudah banyak dengan potensi hasil yang tinggi (Anonim 2010), tetapi belum semua dikenal petani bahkan mendapatkannya agak sulit. Varietas-varietas tersebut juga sebelum dapat diterima masyarakat petani sebaiknya harus diuji lebih dahulu adaptabilitasnya di daerah dimana akan dikembangkan. Kendala berikutnya adalah tingkat serangan hama dan penyakit (organisme pengganggu tanaman/OPT) yang dapat menurunkan hasil sampai > 50%. Perkembangan OPT ini sangat dipengaruhi oleh inang (tanaman) dan lingkungan lain termasuk iklim. Pada tahun 2010 terjadi perubahan iklim yang drastis dimana terjadi hujan dengan curah hujannya yang tinggi dan itu berlangsung sampai awal tahun 2011. Perubahan iklim ini mempengaruhi produksi pertanian karena terjadinya perubahan suhu udara (Anonim 2008). Perubahan suhu udara ini juga sangat mempengaruhi perkembangan mahluk hidup lainnya termasuk organisme pengganggu tanaman dan musuh alaminya (Odum 1963). Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui ketahanan beberapa varietas unggul baru inbrida padi sawah irigasi (inpari) terhadap hama dan penyakit serta produksi.

METODOLOGI

Pengkajian dilaksanakan di Desa Cempaka, Kecamatan Sangtombolang, Kab. Bolaang Mongondow Induk, Desa Panasen Kec. Tumpaan, Kab. Minahasa Selatan dan Desa Tincep, Kec. Sonder Kab. Minahasa yang merupakan wilayah pengembangan padi sawah di Sulut, pada bulan April sampai September 2010. Pengkajian melibatkan gapoktan di tiap

desa secara partisipatif dan dilaksanakan di lahan petani. Pengkajian menggunakan Rancangan Faktorial dengan faktor utama terdiri dari 3 lokasi pengembangan (Desa) dan sub faktor adalah varietas sebagai perlakuan diulang tiga kali. Empat macam varietas yang diuji yaitu varietas 7, inpari-8 dan inpari-9 dan varietas yang digunakan petani di masing-masing lokasi= var.wesel). Model PTT diterapkan dalam pengelolaan tanaman di antaranya tanam bibit muda (<21 hss), jumlah bibit 1-2 bibit/lobang tanam, penambahan pupuk organik berupa kompos limbah jerami 5 t/ha, penanaman dengan sistem legowo 4:1, pengendalian OPT dengan menerapkan konsep PHT. Pemupukan dengan pupuk anorganik pada semua perlakuan dengan dosis 200 kg urea dan phonska 300 kg. Status N selanjutnya diamati dengan bagan warna daun (BWD).

Pengamatan dilakukan terhadap komponen agronomi yaitu tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun. Data tinggi tanaman dihitung dari rata-rata tinggi tanaman pada 30 rumpun tanaman (3 ulangan @ 10 rumpun) yang dilakukan secara acak pada petakan sawah. Pengamatan terhadap populasi hama di pesemaian dilakukan dengan menghitung kelimpahan populasi hama per m2 dan diulang tiga kali. Demikian juga dengan pengambilan data populasi musuh alami di pesemaian. Tingkat serangan hama dan penyakit selanjutnya dihitung dengan mengamati hama dan penyakit yang dominan menyerang tanaman di lapangan sejak tanaman muda sampai tanaman siap panen. Komponen hasil yang diamati adalah jumlah anakan produktif per rumpun, panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah gabah hampa per malai yang diambil secara acak pada 10 malai. Produksi hasil dihitung dengan mengambil ubinan 1 x 1 m diulang tiga kali dan ubinan 10 x 10 m diulang tiga kali yang dilakukan pada setiap perlakuan. Selain itu ditimbang juga hasil riil per petak perlakuan.

Data hasil pengamatan ditabulasi dan dianalisis dengan sidik ragam

(3)

428 Luice.A. Taulu : Tingkat Serangan Hama dan Penyakit pada Beberapa Varietas Inpari di Beberapa Wilayah Pengembangan Padi di Sulawesi Utara

(Analysis of Variance) dan bila F hitung nyata, diteruskan ke uji BNT-5% (Beda Nyata Terkecil) (Gomez and Gomez 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum lokasi pengkajian.

Desa Cempaka, Kec.

Sangtombolang, Kab. Bolaang Mongondow Induk dengan luas areal sawah sekitar 300 ha, ketinggian 15-359 mdpl. Mata pencarian pokok penduduk adalah bertani terutama padi sawah dengan IP rata-rata 2,0 per tahun. Desa Papontolen, Kec. Tumpaan dengan ketinggian 10-252 mdpl dengan luas wilayah sekitar 252 ha. Desa Tincep berada pada ketinggian >550 mdpl dengan luas wilayah sekitar 165 ha (Sosiawan et al. 2007).

Komponen agronomi

Tinggi Tanaman.

Rata-rata tinggi tanaman empat varietas padi yang diuji di tiga lokasi disajikan pada Tabel 1. Interaksi antara lokasi dan varietas berpengaruh terhadap tinggi tanaman menjelang. Tinggi tanaman paling rendah ditemukan pada varietas yang digunakan petani yaitu wesel (lokal) di Desa tincep dan berbeda nyata dengan varietas lainnya baik di Desa Tincep maupun di desa lainnya. Sedang tinggi tanaman yang paling tinggi ditunjukan oleh varietas inpari-9 di desa Cempaka. Rata-rata tinggi tanaman varietas inpari-9 di tiga lokasi lebih tinggi dibanding dengan varietas inpari-7 dan inpari-8. Keadaan daun ketiga barietas inpari berbeda yaitu inpari-7 tegak, inpari-8 agak terkulai dan inpari-9 terkulai. Walaupun tinggi tanaman rata-rata varietas inpari > 1,0 m tetapi di lapangan tidak ada tanaman yang rebah.

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) tiap varietas uji di tiga lokasi. MT 2010 .

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 318,60 106,20 cd Inpari-8 320,20 106,73 cde Inpari-9 350,20 116,73 f Petani 321,60 107,20 de Desa Papontolen Inpari-7 288,51 96,17 b

Inpari-8 300,27 100,09 bc Inpari-9 333,40 111,33 def Petani 295,80 98,60 b Desa Tincep Inpari-7 319,39 106,46 cde

Inpari-8 319,06 106,35 cde Inpari-9 339,30 113,10 ef Petani 243,60 81,20 a

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

(4)

429 Seminar Nasional Serealia 2011

Tabel 2. Rata-rata populasi hama N.virescens di pesemaian pada tiap varietas di tiap lokasi

Perlakuan Populasi N. virescens

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 4,0 1,33 ns

Inpari-8 4,0 1,33

Inpari-9 5,0 1,67

Petani 5,0 1,67

Desa Papontolen Inpari-7 5,0 1,67

Inpari-8 4,0 1,33

Inpari-9 5,0 1,67

Petani 4,0 1,33

Desa Tincep Inpari-7 3,0 1,00

Inpari-8 3,0 1,00

Inpari-9 4,0 1,33

Petani 5,0 1,67

Ket. ns = non significan

Tabel 3. Rata-rata populasi ngengat penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata) di pesemaian pada tiap varietas di tiga lokasi.

VV Lokasi Jumlah Rata-rata

Desa

Cempaka Desa Papontolen Desa Tincep

Inpari-7 0,87 1,33 1,67 3,87 1,29 a Inpari-8 0,92 1,33 1,67 3,92 1,31 a Inpari-9 0,79 2,00 1,33 4,12 1,37 a Petani 1,57 2,00 2,33 5,90 1,97 b Jumlah 4,15 6,66 7,00 17,81 Rata-rata 1,04 a 1,67 b 1,75 b Tingkat serangan hama dan penyakit

(Organisme pengganggu tanaman =OPT)

OPT di pesemaian

Hasil pengamatan menunjukan bahwa hama yang dominan ditemukan dipesemaian di semua perlakuan adalah hama wereng hijau (Nephotettix

virescens) dan ngengat penggerek batang

padi putih (Scirpophaga innotata) (Tabel 2 dan 3).

Rata-rata populasi hama wereng hijau (N.virescens) di pesemaian pada semua perlakuan tidak menunjukan

perbedaan yang nyata secara statistik. Perlakuan lokasi dan varietas mempengaruhi populasi hama penggerek batang padi putih (ngengat). Populasi ngengat penggerek batang padi putih di Desa Cempaka lebih rendah dan berbeda nyata dibanding dengan di Tincep dan Papontolen dan populasi paling tinggi ditemukan pada varietas yang digunakan petani dan berbeda nyata dengan populasi ngengat yang ditemukan pada varietas 9, inpari-8 dan inpari-7. Interaksi perlakuan varietas dan lokasi tidak menunjukan perbedaan yang nyata.

(5)

430 Luice.A. Taulu : Tingkat Serangan Hama dan Penyakit pada Beberapa Varietas Inpari di Beberapa Wilayah Pengembangan Padi di Sulawesi Utara

Tabel 4. Rata-rata populasi predator P. fuscipes di pesemaian pada tiap varietas di tiga lokasi.

Perlakuan Populasi P. fuscipes

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 3,0 1,00 ab

Inpari-8 4,0 1,33 ab

Inpari-9 4,0 1,33 ab

Petani 3,0 1,00 ab

Desa Papontolen Inpari-7 5,0 1,67 bc

Inpari-8 4,0 1,33 ab

Inpari-9 7,0 2,33 c

Petani 3,0 1,00 ab

Desa Tincep Inpari-7 4,0 1,33 ab

Inpari-8 3,0 1,00 ab

Inpari-9 4,0 1,33 ab

Petani 2,0 0,67 a

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

Tabel 5. Rata-rata populasi predator M. Sexmaculatus di pesemaian pada tiap varietas di tiga lokasi.

Perlakuan Populasi M. sexmaculatus

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 26,00 8,67 c Inpari-8 39,00 13,00 d Inpari-9 76,00 25,33 e Petani 21,00 7,00 c Desa Papontolen Inpari-7 5,00 1,67 a Inpari-8 6,00 2,00 ab Inpari-9 16,00 5,33 bc Petani 6,00 2,00 ab Desa Tincep Inpari-7 7,00 2,33 ab Inpari-8 6,00 2,00 ab Inpari-9 7,00 2,33 ab Petani 6,00 2,00 ab

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

Selain hama di pesemaian ditemukan juga musuh alami serangga hama yaitu kumbang Paederus fuscipes, kumbang kubah Menochilus sexmaculatus, dan Ophinea nigrofasciata

(Tabel 4, 5 dan 6) yang semuanya adalah predator/ pemangsa telur dan larva instar satu atau dua (Anonim 2005; Taulu 2001). Di pesemaian tidak ditemukan gejala penyakit yang menyerang tanaman.

Rata-rata populasi predator yang ditemukan di pesemaian di tiga lokasi dan pada masing-masing varietas berbeda. Populasi predator P. fuscipes paling tinggi ditemukan di Desa

Papontolen pada varietas inpari-9 sedang yang paling rendah di Desa Tincep pada varietas yang digunakan petani. Di tiga lokasi populasi predator

P. fuscipes pada varietas inpari-9

cenderung lebih tinggi, hal ini diduga seiring dengan populasi hama pada varietas ini di tiga lokasi cenderung lebih tinggi terutama hama N.virescens. Demikian juga dengan populasi predator

M. Sexmaculatus (Tabel 5) paling banyak

pada varietas inpari-9. Populasi predator

O. Nigropictus di tiga lokasi tidak berbeda

nyata (Tabel 6) sedang populasi pada masing-masing varietas berbeda. Sebaliknya populasi predator O.

(6)

431 Seminar Nasional Serealia 2011

Nigropictus paling rendah ditemukan pada varietas inpari-9.

OPT di Pertanaman di Lapangan

Di pertanaman sejak tanaman muda sampai menjelang panen OPT yang dominan ditemukan adalah hama sundep, hama beluk, hama walang sangit (Leptocorisa oratorius). Penyakit yang dominan ditemukan di pertanaman adalah penyakit busuk pelepah daun bendera (Sarocladium oryzae) atau sheath rot dan penyakit busuk leher malai/blas leher/neckblast (Pyricularia

grisea) (Anonim 2005; Rossman 1990).

Rata-rata tingkat serangan hama sundep di tiga lokasi pada tiap varietas disajikan pada Tabel 7. Interaksi antara lokasi dan varietas berpengaruh terhadap tingkat serangan hama sundep. Tingkat serangan paling tinggi ditemukan di Desa Papontolen pada varietas yang

digunakan petani. Ada kecenderungan tingkat serangan pada varietas yang digunakan petani di tiga lokasi tingkat serangan sundep paling tinggi. Di antara varietas inpari yang diuji, tingkat serangan hama sundep paling tinggi ditemukan pada varietas inpari-8.

Rata-rata tingkat serangan hama beluk di tiga lokasi pada tiap varietas disajikan pada Tabel 8. Interaksi antara lokasi dan varietas mempengaruhi tingkat serangan hama beluk. Tingkat serangan paling tinggi ditemukan di Desa Papontolen pada varietas yang digunakan petani. Ada kecenderungan tingkat serangan pada varietas yang digunakan petani di tiga lokasi tingkat serangan sundep paling tinggi.

Tabel 6. Rata-rata populasi predator O. nigropictus di pesemaian pada tiap varietas di tiga lokasi.

VV Lokasi Jumlah Rata-rata

Desa

Cempaka Desa Papontolen Desa Tincep

Inpari-7 1,84 2,67 1,67 5,98 1,99 b Inpari-8 1,62 1,67 2,00 5,29 1,76 ab Inpari-9 1,30 1,33 1,33 3,96 1,32 a Petani 1,58 1,67 1,67 4,92 1,64 ab Jumlah 6,34 7,34 6,67 Rata2 1,585ns 1,835ns 1,667ns

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

Tabel 7. Rata-rata tingkat serangan hama sundep (%) pada tiap varietas di tiga lokasi.

Perlakuan Tingkat serangan hama sundep (%)

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 3,33 1,11 b Inpari-8 3,93 1,31 cde Inpari-9 2,61 0,87 a Petani 6,60 2,20 g Desa Papontolen Inpari-7 3,93 1,31 cde

Inpari-8 4,23 1,41 e Inpari-9 3,78 1,26 cd Petani 6,90 2,30 g Desa Tincep Inpari-7 3,63 1,21 bc

Inpari-8 4,08 1,36 de Inpari-9 3,75 1,25 bcd Petani 6,00 2,00 f

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

(7)

432 Luice.A. Taulu : Tingkat Serangan Hama dan Penyakit pada Beberapa Varietas Inpari di Beberapa Wilayah Pengembangan Padi di Sulawesi Utara

Perlakuan Tingkat serangan hama beluk (%)

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 5,34 1,78 ab Inpari-8 5,88 1,96 bc Inpari-9 5,10 1,70 a

Petani 7,95 2,65 e

Desa Papontolen Inpari-7 8,40 2,80 e Inpari-8 6,06 2,02 cd Inpari-9 6,45 2,15 d

Petani 9,30 3,10 f

Desa Tincep Inpari-7 5,34 1,78 ab Inpari-8 5,70 1,90 bc Inpari-9 5,40 1,80 ab

Petani 6,45 2,15 d

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

Tabel 9. Rata-rata tingkat serangan hama walang sangit (L. oratorius) pada tiap varietas di tiga lokasi

Perlakuan Tkt. srgn. hama walang sangit (%)

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 46,89 15,63 d

Inpari-8 60,99 20,33 f

Inpari-9 32,01 10,67 a

Petani 43,41 14,47 c

Desa Papontolen Inpari-7 93,00 31,00 g

Inpari-8 54,99 18,33 e

Inpari-9 60,99 20,33 f

Petani 98,01 32,67 h

Desa Tincep Inpari-7 36,99 12,33 b

Inpari-8 36,99 12,33 b

Inpari-9 33,00 11,00 a

Petani 48,99 16,33 d

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

Rata-rata tingkat serangan hama walang sangit (L. oratorius) di tiga lokasi pada masing-masing varietas disajikan pada Tabel 9. Interaksi antara lokasi dan varietas mempengaruhi tingkat serangan hama walang sangit. Tingkat serangan paling tinggi ditemukan di Desa Papontolen pada varietas yang digunakan petani (32,67%). Hasil evaluasi lapangan tingkat serangan hama walang sangit di Desa Papontolen lebih tinggi disbanding kedua desa lainnya bahkan di lahan sekitar ditemukan tanaman padi petani yang puso (tidak panen).

Dari pengamatan lapangan, tingkat serangan hama walang sangit di tiga lokasi sangat tinggi dan berbeda bila

dibanding pada musim tanam sebelumnya. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya perubahan iklim yang drastis. Hama yang menyerang pada fase keluarnya malai sampai matang susu menyebabkan biji hampa atau mengapur sedang pada fase pemasakan menyebabkan rusaknya biji (beras yang dihasilkan berwarna coklat kehitaman (Anonim 2005).

Rata-rata tingkat serangan penyakit busuk pelepah daun bendera (S.

oryzae) di tiga lokasi pada

masing-masing varietas disajikan pada Tabel 10 Interaksi antara lokasi dan varietas berpengaruh terhadap tingkat serangan penyakit busuk pelepah daun bendera.. Tingkat serangan paling tinggi

(8)

433 Seminar Nasional Serealia 2011

ditemukan di Desa Papontolen pada varietas inpari-8 (9,49%) diikuti varietas inpari-7, varietas yang digunakan petani dan inpari-9 berturut-turut 8,13%, 7,33% dan 4,19%. Tingkat serangan paling rendah ditemukan di Desa Cempaka diikuti di Desa Tincep.

Rata-rata tingkat serangan penyakit busuk leher malai/blas leher malai (P. grisea) disajikan pada Tabel 11. Interaksi antara lokasi dan varietas berpengaruh terhadap tingkat serangan penyakit tersebut. Tingkat serangan

paling tinggi ditemukan di Desa Tincep yaitu pada varietas yang digunakan petani dan yang paling rendah pada varietas inpari-9. Rata-rata tingkat serangan penyakit blas leher malai di Desa Cempaka adalah yang paling rendah dan serangan terendah juga ditemukan pada varietas inpari-9 yaitu 0,19%. Dari varietas inpar dii tiga lokasi tingkat serangan paling rendah ditemukan pada varietas inpari-9.

Tabel 10. Rata-rata tingkat serangan penyakit busuk pelepah daun bendera (S. oryzae) (%) pada tiap varietas di tiga lokasi.

Perlakuan Tkt. srgn. peny. Busuk daun bendera

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 2,49 0,83 a Inpari-8 2,85 0,95 a Inpari-9 3,93 1,31 b

Petani 4,68 1,56 b

Desa Papontolen Inpari-7 24,39 8,13 g

Inpari-8 28,47 9,49 h

Inpari-9 12,57 4,19 de

Petani 21,99 7,33 f

Desa Tincep Inpari-7 12,21 4,07 d

Inpari-8 10,29 3,43 c

Inpari-9 10,41 3,47 c

Petani 13,59 4,53 e

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

Tabel 11. Rata-rata tingkat serangan penyakit busuk leher malai (P. grisea) (%) pada tiap varietas di tiga lokasi.

Perlakuan Tkt. serangan penyakit busuk leher malai (%)

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 0,60 0,20 a

Inpari-8 0,72 0,24 a

Inpari-9 0,57 0,19 a

Petani 1,14 0,38 a

Desa Papontolen Inpari-7 17,10 5,70 c

Inpari-8 16,50 5,50 c

Inpari-9 9,99 3,33 b

Petani 16,29 5,43 c

Desa Tincep Inpari-7 47,61 15,87 e

Inpari-8 50,70 16,90 f

Inpari-9 19,20 6,40 d

Petani 51,99 17,33 f

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

(9)

434 Luice.A. Taulu : Tingkat Serangan Hama dan Penyakit pada Beberapa Varietas Inpari di Beberapa Wilayah Pengembangan Padi di Sulawesi Utara

Komponen produksi yang relevan berkaitan erat dengan produktivitas yang dievaluasi diantanya adalah jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai dan jumlah gabah hampa per malai.

Jumlah anakan produktif

Rata-rata jumlah anakan produktif per rumpun tiap varietas di tiga lokasi disajikan pada Tabel 12. Interaksi antara lokasi dan varietas berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif per rumpun. Rata-rata jumlah anakan per rumpun paling tinggi ditemukan pada varietas inpari-9 di Desa Tincep dan yang paling rendah pada varietas yang digunakan petani di Desa Papontolen. Diduga salah satu penyebabnya adalah tingginya serangan hama sundep dan beluk yang menyerang tanaman pada varietas yang digunakan petani di Desa Papontolen. Di Desa Cempaka rata-rata jumlah anakan produktif per rumpun paling tinggi (13,28) ditunjukan oleh varietas inpari-9 dan berbeda nyata dengan varietas uji lainnya, sedang yang paling rendah ditunjukan oleh varietas yang digunakan petani (9,21). Di Desa Papontolen rata-rata jumlah anakan produktif per rumpun paling banyak ditunjukan oleh varietas inpari-9 juga (13,82) dan yang paling rendah ditunjukan oleh varietas yang digunakan petani (8,33). Di Desa Tincep rata-rata jumlah anakan

produktif per rumpun paling banyak ditunjukan oleh varietas inpari-9 (14,05). Pada tiga lokasi varietas inpari-9 menunjukan rata-rata jumlah anakan produktif paling tinggi berturut-turut 13,28, 13,82 dan 14,05 diikuti varietas inpari-8 dan inpari-7.

Panjang malai

Rata-rata panjang malai tiap varietas di tiga lokasi disajikan pada Tabel 13. Interaksi antara lokasi dan varietas berpengaruh terhadap rata-rata panjang malai yang dihasilkan.

Panjang malai paling panjang ditunjukan oleh varietas inpari-8 (27,28 cm) di Desa Papontolen sedang panjang malai paling pendek ditemukan pada varietas inpari-9 di Desa Tincep (21,43 cm). Ternyata varietas yang sama apabila ditanam pada kondisi agroekosistem yang berbeda akan memberikan tampilan pertumbuhan yang berbeda. Desa Papontolen berada pada dataran rendah sedang Desa Tincep berada pada dataran medium. Di Desa Cempaka rata-rata panjang malai paling panjang ditunjukan oleh varietas inpari-9 diikuti oleh varietas inpari-7, inpari-8 berturut-turut 26,43, 26,12 dan 25,23 cm. Di Desa Papontolen varietas inpari-8 menunjukan panjang malai paling panjang dan di Desa Tincep panjang malai paling panjang ditunjukan oleh varietas inpari-8 juga.

Tabel 12. Rata-rata jumlah anakan produktif per rumpun tiap varietas uji di tiap lokasi

Perlakuan Jumlah anakan produktif

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 29,28 9,76 bc Inpari-8 32,31 10,77 d Inpari-9 39,84 13,28 e Petani 27,63 9,21 b Desa Papontolen Inpari-7 39,6 13,20 e Inpari-8 39,9 13,30 e Inpari-9 41,46 13,82 ef

Petani 24,9 8,33 a

Desa Tincep Inpari-7 33,69 11,23 d Inpari-8 33,15 11,05 d Inpari-9 42,15 14,05 f

Petani 30,3 10,10 c

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

(10)

435 Seminar Nasional Serealia 2011

Tabel 13. Rata-rata panjang malai (cm) pada tiap varietas di tiga lokasi

Perlakuan Panjang malai (cm)

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 78,35 26,12 e

Inpari-8 75,70 25,23 d

Inpari-9 79,30 26,43 ef

Petani 67,49 22,49 c

Desa Papontolen Inpari-7 78,35 26,12 e

Inpari-8 81,85 27,28 g

Inpari-9 81,40 27,13 fg

Petani 63,70 21,23 a

Desa Tincep Inpari-7 64,50 21,50 a

Inpari-8 67,00 22,33 bc

Inpari-9 64,30 21,43 a

Petani 64,80 21,60 ab

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

Tabel 14. Rata-rata jumlah gabah per malai pada tiap varietas di tiga lokasi

Perlakuan Jumlah gabah per malai

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 414,03 138,01 d Inpari-8 620,20 206,73 f Inpari-9 564,70 188,23 ef

Petani 414,40 138,13 d

Desa Papontolen Inpari-7 384,00 128,00 cd Inpari-8 374,50 124,83 cd Inpari-9 327,10 109,03 bc Petani 197,50 65,83 a Desa Tincep Inpari-7 384,20 128,07 cd

Inpari-8 286,50 95,50 b Inpari-9 519,00 173,00 e Petani 266,30 88,77 b

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

Jumlah gabah per malai

Dari panjang malai dievaluasi jumlah gabah per malai yang disajikan pada Tabel 14. Interaksi antara lokasi/agroekosistem berpengaruh terhadap jumlah gabah per malai.

Rata-rata jumlah gabah per malai paling tinggi ditunjukan oleh varietas inpari-8 di Desa Cempaka dan tidak berbeda nyata dengan varietas inpari-9 sedang yang paling rendah ditunjukan oleh varietas yang digunakan petani di Desa Papontolen. Di Desa Papontolen jumlah gabah paling tinggi ditunjukan oleh varietas inpari-7 dan di Desa Tincep jumlah gabah paling tinggi ditunjukan oleh varietas inpari-9. Jumlah gabah yang dihasilkan tiap varietas berbeda

pada lokasi yang berbeda berdasarkan kondisi setempat.

Jumlah gabah hampa per malai.

Rata-rata jumlah gabah hampa per malai hasil evaluiasi disajikan pada Tabel 15. Interaksi antara kondisi agroekosistem setempat (lokasi) dan jenis varietas mempengaruhi jumlah gabah hampa yang dihasilkan. Rata-rata jumlah gabah hampa paling tinggi ditemukan pada varietas inpari-8 di Desa Papontolen.

(11)

436 Luice.A. Taulu : Tingkat Serangan Hama dan Penyakit pada Beberapa Varietas Inpari di Beberapa Wilayah Pengembangan Padi di Sulawesi Utara

Produktivitas tanaman

Hasil evaluasi produktivitas tiap varietas di masing-masing lokasi disajikan pada Tabel 16. Produktivitas dari masing-masing varietas berbeda pada lokasi yang berbeda. Interaksi antara kondisi agroekosistem setempat (lokasi) dan jenis varietas mempengaruhi produktivitas yang dihasilkan. Komponen produksi juga berpengaruh terhadap produktivitas tiap varietas. Produktivitas paling tinggi ditunjukan oleh varietas inpari-9 di Desa Cempaka sedang yang paling rendah ditunjukan oleh varietas yang digunakan petani di Desa Papontolen. Di tiap lokasi varietas inpari-9 cenderung menunjukan produktivitas yang paling tinggi. Hal ini ditunjang dengan jumlah anakan

produktif dan jumlah gabah per malai juga yan tinggi. Demikian juga dengan tingkat serangan hama dan penakit pada varietas inpari-9 di tiap lokasi canderung lebih rendah disbanding dengan varietas inpari-7, inpari-8 dan varietas yang digunakan petani.

Dari hasil evaluasi tingkat serangan hama dan penyakit pada musim tanam ini cukup tinggi dibanding pada musim tanam sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan iklim yang drastis, adanya curah hujan yang tinggi. Perkembangan hama tidak dapat diimbangi dengan perkembangan musuh alami, penyakitpun berkembang dengan cepat dengan adanya curah hujan yang tinggi.

Tabel 15. Rata-rata jumlah gabah hampa per malai pada tiap varietas di tiga lokasi

Perlakuan Jumlah gabah hampa per malai

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 96,21 32,07 c Inpari-8 100,20 33,40 c Inpari-9 80,01 26,67 b Petani 81,21 27,07 b Desa Papontolen Inpari-7 384,00 128,00 f Inpari-8 435,69 145,23 g Inpari-9 374,49 124,83 e Petani 197,49 65,83 d Desa Tincep Inpari-7 75,39 25,13 ab

Inpari-8 69,81 23,27 a Inpari-9 102,81 34,27 c Petani 82,59 27,53 b

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

Tabel 16. Rata-rata produktivitas (t/ha) tiap varietas di tiga lokasi

Perlakuan Produktivitas (t/ha)

Lokasi Varietas Total Rata-rata

Desa Cempaka Inpari-7 18,86 6,29 e Inpari-8 24,80 8,27 g Inpari-9 27,50 9,17 h Petani 17,85 5,95 e Desa Papontolen Inpari-7 8,28 2,76 cd

Inpari-8 8,58 2,86 d Inpari-9 7,14 2,38 bc Petani 3,75 1,25 a Desa Tincep Inpari-7 9,63 3,21 d Inpari-8 6,94 2,31 bc Inpari-9 22,37 7,46 f Petani 6,31 2,10 b

*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing lokasi dan varietas yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.

(12)

437 Seminar Nasional Serealia 2011

KESIMPULAN

1. Ketahanan beberapa varietas inbrida padi sawah (inpari) terhadap hama dan penyakit dipengaruhi oleh kondisi agroekosistem setempat.

2. Perubahan iklim yang mempengaruhi pekembangan hama dan penyakit serta musuh alami di tiap lokasi sekaligus mempengaruhi ketahanan tiap varietas pada lokasi tersebut.

3. Tingkat serangan OPT yang tinggi pada masing-masing varietas inpari di tiap lokasi sangat mempengaruhi produktivitas.

4. Dari hasil evalusi, walaupun banyak serangan dari OPT, varietas inpari masih menunjukan produktivitas yang lebih tinggi di banding varietas yang digunakan petani yang sudah lebih beradaptasi di masing-masing lokasi dibanding varietas inpari.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2005. Masalah Lapang Hama, Penyakit, Hara pada padi. Balai Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Anonimous. 2007a. Renstra. Dinas Pertanian dan Peternakan Propinsi Sulawesi Utara.

Anonimous. 2007b. Luas Panen, produksi tanaman pangan dan hortikoltura. Dinas Pertanian dan Peternakan Propinsi Sulawesi Utara.

Anonim. 2008. Inovasi teknologi padi mengantisipasi perubahan iklim global dalam rangka mendukung

ketahanan pangan. Balai Besar Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan.

Anonimous. 2010. Deskripsi varietas unggul baru padi sawah. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Gomez, A. A. Dan K.A. Gomez. 1993. Statistical procedures for agricultural research (2nd edition). An International Rice Research Institute Book. A Wiley Interscience Publication (John Wiley and Sons). NY,- Chichago, - Brisbane,- Toronto, - Singapura. Rossman, A. Y. 1990. Pyricularia grisea,

the correct name for the rice blast disease fungus. Micologia, 82(4), 1990, pp.509-512. The New York Botanical Garden, Bronx, NY 10458-5126.

Sosiawan, H., W. Hartatik, C. Tafakesnanto, M. Hadrisman, dan A. Pramudia. 2007. Identifikasi dan evaluasi potensi lahan untuk mendukung primatani di Desa

Cempaka, Kecamatan

Sangtombolang, Kab. Bolaang Mongondow-Sulawesi Utara. Laporan. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Badan Libang Pertanian. Departemen Pertanian. 31 h.

Taulu, L. A. 2001. Kompleks artropoda predator penghuni tajuk kedelai dan peranannya dengan perhatian utama pada Paederus fuscipes (curt.) (Coleoptera: Staphylinidae). Program Pasca Sarjana IPB.

Gambar

Tabel 1.  Rata-rata tinggi tanaman (cm) tiap varietas uji di tiga lokasi. MT  2010 .
Tabel 2. Rata-rata populasi hama N.virescens di pesemaian pada tiap varietas di tiap lokasi
Tabel 5. Rata-rata populasi predator M. Sexmaculatus di pesemaian pada tiap varietas di  tiga lokasi
Tabel  6.    Rata-rata  populasi  predator  O.  nigropictus  di  pesemaian  pada  tiap  varietas di tiga lokasi
+6

Referensi

Dokumen terkait

dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis pola perambatan pasang surut, menganalisa komponen harmonik pasang surut serta mengetahui tipe pasang surut

Fungsi f disebut fungsi aljabar jika f dapat dinyatakan sebagai jumlahan, selisih, pangkat, hasil kali, hasil bagi, atau akar fungsi suku banyak (polinomial).. Fungsi rasional

Es handelt sich dabei sowohl um archivarische Quellen, als auch um museale und archäologische Objekte, Denkmäler und andere alte Gegenstände unterschiedlichster Art, wobei

Peristiwa cyberbullying juga tidak mudah di identifikasikan orang lain, seperti orang tua atau guru karena tidak jarang anak-anak remaja ini, juga mempunyai kode-kode berupa

Produk Unggulan Daerah (PUD) merupakan suatu barang atau jasa yang dimiliki dan dikuasai oleh suatu daerah, yang mempunyai nilai ekonomis dan daya saing tinggi serta menyerap

Memberikan informasi (mengenai data anak asuh, data inventarisasi, donatur, dll) dan segala informasi yang ada diyayasan Mitra Arofah guna untuk memberitahukan

Kemudian dikarenakan penelitian ini hanya sebatas pada penelitian seputar user interface aplikasi website dan hanya dilakukan pada dua kali yaitu evaluasi desain

Penjabaran ayat per-ayat dengan pendekatan tafsir-tematik di atas dapat dinyatakan bahwa ulul albab merupakan suatu gelar yang bisa disematkan pada siapa saja,