• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah korupsi merupakan masalah yang sentral dewasa ini dan sering hal itu menimbulkan banyak perbincangan dan diskusi mengingat korupsi dipandang sudah dilakukan secara sporadis di berbagai bidang dan tingkatan. Korupsi membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, pembangunan sosial ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas. Kasus-kasus tindak pidana korupsi sering kali sulit diungkap karena biasanya dilakukan oleh lebih satu orang dalam keadaan yang terselubung dan teroganisir. Peraturan perundang-undangan telah dibuat guna menjerat kejahatan korupsi antara lain Undang 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disamping itu juga telah dibentuk komisi khusus untuk menangani tindak pidana korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tidak cukup sampai disitu Pemerintah juga menfasilitasi penegakan hukum dengan adanya lembaga Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang berfungsi memeriksa dan memutus mengenai perkara tindak pidana korupsi. Upaya pengakan hukum terhadap kejahtan korupsi sedang menjadi prioritas negara, karenanya dewasa ini sering ditemui pelaku kejahatan korupsi yang harus mempertanggung jawabkan kejahatan yang dilakukan.

Proses penegakan hukum terhadap kejahatan ini terkait dnegan penyidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ataupun Kejaksaan Republik Indonesia guna menemukan pelaku dan bukti-bukti tindak pidana korupsi. Demi untuk terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak pidana, undang-undang memberi kewenangan kepada penyidik dan penuntut umum untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penyitaan dan sebagainya. Upaya

(2)

paksa yang dikenakan instansi penegak hukum merupakan pengurangan dan pembatasan kemerdekaan dan hak asasi tersangka, tindakan tersebut harus dilakukan secara bertanggungjawab menurut ketentuan hukum dan Undang-Undang yang berlaku (due process of law). Tindakan upaya paksa yang dilakukan bertentangan dengan hukum dan undang-undang merupakan perkosaan terhadap hak asasi tersangka.

Penjelasan umum butir 3c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat KUHAP), yang berbunyi “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”, yang merupakan perwujudan asas “praduga tak bersalah” (Andi Hamzah, 2012: 14-15). Sebagai seorang yang belum dinyatakan bersalah, maka wajar bila tersangka atau terdakwa mendapat jaminan perlindungan hak yang diatur dalam KUHAP. Namun dalam pelaksanaanya asas praduga tak bersalah ini menimbulkan dampak tersangka melakukan kejahatan secara pasif, yang sekaligus menciptakan beban pada aparat penegak hukum yaitu polisi dan jaksa penuntut umum untuk mengabaikan status praduga tak bersalah dan mengembangkan kasus hanya dari bukti yang memberatkan untuk memperoleh keyakinan, ini membuat korban tak bersalah rentan terhadap keyakinan yang salah (Michael Naughton,2011:41). Banyak pendapat dari masyarakat tentang aparat penegak hukum yang sengaja memanfaatkan jabatannya untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak semestinya baik itu masih dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya maupun diluar tugasnya sebagai pelindung masyarakat. Sehingga dalam upaya untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia dan agar para penegak hukum menjalankan tugasnya secara konsekuen, KUHAP membentuk suatu lembaga baru yaitu lembaga praperadilan (Ratna Nurul Alfiah, 1986: 1-3).

(3)

Praperadilan merupakan lembaga yang baru dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP yang sebelumnya tidak ada semasa berlakunya Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) yang merupakan produk hukum warisan dari pemerintah kolonial Belanda. Lembaga praperadilan sebagai pemberian wewenang tambahan kepada Pengadilan Negeri untuk melakukan pemeriksaan terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan penggunaan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum mengenai sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan dan tuntutan ganti rugi dan rehabilisasi (Ratna Nurul Alfiah, 1986: 3). Lembaga praperadilan tidak mempersoalkan materi perkara hanya sebatas membicarakan prosedural pelaksanaan upaya paksa, terutama penangkapan dan penahanan, serta permintaan ganti rugi dan rehabilitasi.

Menurut Nur Hidayat (dalam Devi Kartika Sari, Prija Djatmika, dan Faizin Sulistio, 2015: 3) ditinjau dari segi struktur dan susunan peradilan, Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Bukan pula sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas suatu peristiwa pidana. Praperadilan adalah lembaga untuk membangun saling kontrol antara Kepolisian, Kejaksaan dan Tersangka melalui Kuasa Hukumnya atau menciptakan saling kontrol antara sesama penegak hukum karena pada kenyataannya dalam melakukan tugasnya, aparat penegak hukum khususnya (polisi, jaksa, hakim) tidak terlepas kemungkinan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Melalui putusan Mahkamah Agung No.227/K/Kr/1982, Mahkamah Agung berpendapat bahwa praperadilan dimaksudkan sebagai wewenang pengawasan horizontal dari Pengadilan Negeri. Pengaturan Praperadilan dalam KUHAP menuntut Kepolisan dan Kejaksaan untuk bekerja secara prosedural sesuai dengan ketentuan hukum acara. Pelaksanaan tugas yang tidak sesuai dianggap bertentangan dengan undang-undang, akan menciptakan hak-hak kepada tersangka untuk mengajukan

(4)

Praperadilan. Memeriksa dan menyelesaikan tindak pidana harus memahami manusia dan kemanusian yang wajib dilindungi harkat martabat kemanusiaanya. Tujuan dari tindakan penegakan hukum untuk mempertahankan dan melindungi kepentingan masyarakat, aparat penegak hukum tidak boleh mengorbankan harkat dan martabat tersangka/terdakwa (Yahya Harahap, 2012: 68).

Beberapa kasus yang menimpa masyarakat berkaitan tindakan penyalahgunaan wewenang ataupun indikasi adanya kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya di Indonesia, seperti : a. Penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Kejagung di

Kantor PT. VSI di Panin Tower Senayan City lantai 8, Jalan Asia Afrika tidak sesuai izin Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Barang dan dokumen yang disita tidak terkait dengan kasus dugaan Korupsi cessie Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang menyeret Victoria Securities International Corporation terbukti tidak sah dan dilakuakn tidak sesuai KUHAP

(

http://republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/09/30/nvhka6282-vsi-putusan-praperadilan-lindungi-masyarakatdari-kezaliman-jaksa, diakses pada

2 Oktober 2015 pada 23.35).

b. Penyiksaan untuk memperoleh keterangan terhadap 5 (lima) tersangka atas tindak pidana pelecehan seksual di Jakarta International School yang dilakukan oleh Tim Penyidik Polda Metro Jaya

(http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/17/20160381/polisi.akui.lakuk

an.kekerasan.saat.penyidikan.kasus.jis, diakses pada 18 September 2015

pukul 20.15 WIB).

Berdasarkan beberapa data dan berita yang beredar di media massa maupun media cetak dapat dikatakan KUHAP masih dianggap belum dapat melindungi hak asasi tersangka dan terdakwa. “Terhadap tindakan yang tidak mempunyai dasar hukum dan melanggar batasan-batasan yaitu penguasa yang

(5)

melakukan penyalahgunaan wewenang (De-tournement de Pouvoir) dan perbuatan yang sewenang-wenang (Abus de Droit)”. Hal ini berimplikasi terhadap upaya pengajuan judicial review terhadap KUHAP oleh masyarakat yang menjadi korban terhadap tindakan penangkapan, penahanan, penyitaan dan penghentian penyidikan yang dilakukan anggota polisi (Mokhamad Muslimin, 2011 :2).

Atas dasar inilah Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk melakukan perubahan dalam KUHAP, yaitu dengan memasukan ranah penetapan tersangka ke dalam wewenang Praperadilan melalui putusan permohonan judicial review terhadap Pasal 77 huruf a KUHAP mengenai konsep Praperadilan atas penetapan tersangka korupsi bioremediasi PT Chevron Bachtiar Abdul Fatah

(

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150428163639-12-49799/mk-putuskan-penetapan-tersangka-masuk-objek-praperadilan/, diakses pada 14 Mei

2015 pukul 20.14 WIB). Dalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 "Pasal 77 huruf (a) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disingkat MK) memutuskan mengubah ketentuan dalam Pasal 77 huruf (a) KUHAP yaitu yang awalnya mengatur kewenangan Praperadilan hanya sebatas pada sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan, hingga memperluas kewenangan Praperadilan untuk memutus mengenai sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

Atas dasar putusan MK tersebut kemudian Ongky Syahrul Ramadhona mengajukan Praperadilan atas penetapan tersangka terhadap dirinya atas dasar dugaan melakukan tindak pidana korupsi berupa Penyimpangan dalam Pelaksanaan Paket Pekerjaan Pengadaan Alat Peraga dan KIT Multi Media Interaktif dan Alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta Alat

(6)

Penunjang Administrasi untuk 45 (empat puluh lima) Sekolah Dasar pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun Anggaran 2008 Tahun Pelaksanaan 2011.

Kejaksaan Negeri Kefamenanu menetapkan Ongky Syahrul Ramadhona sebagai Tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kefamenanu nomor Print-10/P.3.12/Fd.1/05/2014 atas tersangka tanggal 21 Mei 2014, selama dikeluarkan surat perintah penyidikan tersebut dan ditetapkan sebagai tersangka, tidak pernah mendapat surat pemberitahuan sebagai tersangka dan hak-haknya, Ongky Syahrul Ramadhona tidak pernah menerima surat panggilan sebagai tersangka dan juga tidak pernah dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka. Sedangkan menurut bunyi Pasal 1 angka 2 KUHAP, dalam proses penyidikan yang dilakukan adalah mengumpulkan bukti untuk kemudian menetukan ada atau tidaknya perbuatan pidana. Setelah adanya perbuatan pidana, maka kemudian dicari yang bertanggung jawab atas perbuatan pidana itu menjadi tersangka. Putusan MK Nomor.21/XII-PUU/2014, menyebutkan bahwa, “Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya…”;

Bedasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian terhadap pengaruh Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 atas pengajuan permohonan praperadilan mengenai penetapan tersangka atas Ongky Syahrul Ramadhona, serta apakah alasan hukum hakim Pengadilan Negeri Kefamenanu dalam mempertimbangkan permohonan praperadilan telah memenuhi ketentuan KUHAP. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahasnya dalam sebuah penulisan hukum (skripsi) yang berjudul: PENGARUH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21/PUU-XII/2014 TERHADAP

(7)

PUTUSAN NOMOR 2/PID.PRAP/2015/PN.KFM MENGENAI PENETAPAN STATUS ONGKY SYAHRUL RAMADHONA SEBAGAI TERSANGKA KORUPSI

B. Perumusan Masalah

Bedasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan penulis, maka yang menjadi pokok permasalahan yang diulas dalam penulisan hukum ini sebagai berikut :

1. Apakah pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 terhadap pengajuan praperadilan mengenai penetapan status Ongky Syahrul Ramadhona sebagai tersangka korupsi?

2. Apakah pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Kefamenanu dalam memeriksa dan memutus pengajuan praperadilan berkaitan penetapan status tersangka Ongky Syahrul Ramadhona telah sesuai dengan Pasal 1 angka 2 jo Pasal 184 ayat (1) KUHAP?

C. Tujuan Penelitian

Bedasarkan latarbelakang dan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian hukum ini terdiri dari tujuan obyektif dan tujuan subyektif sebagai berikut :

1. Tujuan obyektif

a. Menjelaskan apakah pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:21/PUU-XII/2014 terhadap pengajuan praperadilan mengenai penetapan status tersangka Ongky Syahrul Ramadhona.

b. Menjelaskan apakah pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Kefamenanu dalam memeriksa dan memutus pengajuan praperadilan berkaitan penetapan status tersangka Ongky Syahrul Ramadhona telah sesuai dengan Pasal 1 angka 2 jo Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

(8)

2. Tujuan Subyektif

a. Menambah, memperluas wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis dalam mengkaji masalah dalam bidang Hukum acara Pidana terutama menyangkut argumentasi hakim dalam memutus perkara praperadilan pidana dengan kesesuaian Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan peraturan lainnya.

b. Memberikan sumbangan pikiran pemikiran kepada bidang hukum acara pidana, khususnya praperadilan mengenai penetapan status tersangka. c. Melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum di

fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian hukum ini selain memiliki tujuan, juga diharapkan mampu untuk memberikan manfaat baik secra teoritis maupun praktis, antara lain:

1. Manfaat teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum acara pidana yang berkaitan dengan masalah praperadilan mengenai penetapan tersangka (Studi Kasus Putusan Nomor:2/Pid.Prap/2015/PN Kfm mengenai penetapan status tersangka Ongky Syahrul Ramadhona).

b. Menjadi bahan pengajaran untuk dapat memahami lebih lanjut mengenai Praperadilan mengenai penetapan tersangka bedasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Menjadi bahan referensi dan literatur bagi para pembaca, baik mahasiswa, akademisi, maupun penegak hukum sehingga dapat menyumbangkan pemikiran baru untuk penyelesaian dan pemecahan masalah yang terkait dengan penelitian ini.

(9)

d. Dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian yang sejenis dikemudian hari.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diteliti.

b. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan penelitian ini.

c. Menjadi sarana bagi penulis dalam mengembangkan penalaran, pola pikir ilmiah, membentuk pola pikir dinamis, dan mengetahui pemahaman penulis dalam menerapkan Ilmu hukum yang telah diperoleh selama menimba Ilmu di Fakultas Hukum univeristas Sebelas Maret.

E. Metode Penelitian

Penelitian Hukum (legal research) adalah suatu proses untuk menentukan kebenaran koherensi, yaitu menentukan apakah aturan hukum yang ada sudah sesuai dengan norma hukum, apakah norma hukum yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum dan apakah tindakan seseorang sudah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 47).

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Dibutuhkan kemmapuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, mnelakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum (legal research). Penelitian hukum (legal research) adalah suatu proses untuk menentukan

(10)

kebenaran koherensi, yaitu menentukan apakah aturan hukum yang ada sudah sesuai dengan norma hukum, apakah norma hukum yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum dan apakah tindakan seseorang sudah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 47). Penelitian hukum bersifat normatif, pendekatan dan bahan-bahan yang digunakan harus dikemukakan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 55-56).

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini yaitu preskriptif dan terapan. Peter Mahmud Marzuki menyatakan Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menentukan standar prosedur ketentuan-ketentuan rambu-rambu dan melaksankan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 41-42).

3. Pendekatan Penelitian

Menurut Peter Mahmud Marzuki dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan digunakan agar penulis mendapatkan informasi dari berbagai aspek menegenai isu yang sedang dicoba untuk diacari jawabannya. Adapun pendekatan-pendekatan dalam penelitian hukum antara lain :

a. Pendekatan undang-undang (statue approach) b. Pendekatan kasus (case aapproach)

c. Pendekatan historis (historical approach) d. Pendekatan komparatif (comparative approach)

(11)

e. Pendekatan konseptual (conceptual approach)

Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case appoach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaiatan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam menggunakan pendekatan kasus yang perlu dipahami adalah ratio decidendi yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya, ratio decidendi atau reasoning merupakan referensi bagi penyusunan agumentasi dalam pemecahan isu (Peter Mahmud Marzuki,2014:134).

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Sumber-sumber penelitian hukum dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer bersifat autoritatif yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki,2014:181). Penulis mengunakan bahan-bahan hukum dalam penelitian hukum ini antara lain:

a. Bahan Hukum Primer

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, amandemen ke empat;

2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

(12)

4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;

5) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014; 6) Putusan Nomor 2/Pid.Prap/2015/PN Kfm.

b. Bahan Hukum Sekunder

Berupa pendapat hukum dari berbagai buku yang berkaitan dengan penulisan ini, Kamus dan ensiklopedia serta bahan-bahan dari internet.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus maka menggunakan pengumpulan bahan hukum yang berupa putusan-putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi dan memiliki kekuatan hukum tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2014:238). Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah studi dokumen (studi kepustakaan).

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari, membaca, mencatat buku-buku literatur dengan isu hukum, peraturan perundang-undangan yang hendak diteliti. Kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan pendukung penelitian.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penulis menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode deduksi silogisme. Seperti halnya Silogisme yang diajarkan Aristoteles, pengguanan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor, kemudian diajukan premis minor. Dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusio (Peter Mahmud Marzuki, 2014:89). Selanjutnya Hadjon mengemukakan bahwa premis mayor adalah aturan

(13)

hukum, sedangkan premis minor adalah fakta hukum (Peter Mahmud Marzuki,2014:90).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Penulis menyusun sistematika penulisan hukum dengan membagi dalam empat bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Penulis membahas tentang kerangka teori yang melandasi penelitian serta mendukung di dalam memecahkan masalah yang diangkat dalam penulisan hukum ini, meliputi : tinjauan tentang Mahkamah Konstitusi, tinjauan tentang praperadilan, tinjauan tentang tersangka, tinjauan tentang penyelidikan, tinjauan tentang penyidikan, tinjauan tentang kejaksaan, tinjauan temtang obyek Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014,dan tinjauan tentang tindak pidana korupsi.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penulis menguraikan tentang hasil penelitian tentang Pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 terhadap pengajuan perkara praperadilan mengenai penetapan status Ongky Syahrul Ramadhona sebagai tersangka korupsi dan kesesuaian pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Kefamenanu dalam

(14)

memeriksa dan memutus perkara praperadilan berkaitan penetapan status tersangka Ongky Syahrul Ramadhona dengan KUHAP.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan akhir dari penelitihan hukum yang memuat simpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian oleh penulis yang telah dilakukan serta memuat saran-saran bagi pihak-pihak yang berkepentingan tehadap pembahasan dan simpulan yang tealh dipaparkan

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengevaluasi kinerja suatu simpang bersinyal dapat dilakukan dengan memperhitungkan kapasitas (C) pada tiap pendekatan dengan seperti persamaan 1, arus

Hasil dari penelitian adalah model kualitas baru yang dapat digunakan untuk mengevaluasi sebuah perangkat lunak pada domain situs web perguruan tinggi dari perspektif

Pada bab ini anda akan mempelajari prinsip hukum II termodinamika yang meliputi; perubahan kerja menjadi kalor dan sebaliknya, perumusan hukum II, proses reversibel, bukti

Virus yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty, pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Peserta didik melakukan analisis terhadap data yang diperoleh dari hasil percobaan dan melakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan hasil pembelajaran terkait materi

BIAYA YANG TERJADI DAN OPPORTUNITY COST KARENA DITOLAKNYA PRODUK ATAU JASA OLEH PELANGGAN... Biaya Kualitas Klasifikasi

Hasil evaluasi akhir menunjukkan bahwa 80% peserta pelatihan mampu menguasai teknik yang dilatihkan, sehingga dapat dikatakan bahwa program pelatihan pembuatan nata de