• Tidak ada hasil yang ditemukan

daftar isi Dari Redaksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "daftar isi Dari Redaksi"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

daftar isi

Dari Redaksi ... 02

Laporan Utama ... 03

Aspirasi ... 07

Fokus ... 09

Opini ... 12

Kegiatan KI Pusat ... 13

Sidang KI Pusat ... 26

Kegiatan KI Provinsi ... 32

HODPDWEHUWHPXNHPEDOLSDUDSHPEDFD%XND ,QIRUPDVL3XEOLN\DQJEXGLPDQ.DOLLQLNDPL KDGLUGLHGLVLEXODQ0DUHW %XODQ0DUHWDGDODKEXODQ3HPLOXWHSDWQ\D 3HPLOX/HJLVODWLI*HODUDQOLPDWDKXQDQLQLEHQDU EHQDUPHQJKDQJDWNDQWDKXQ.DPLPHOLKDW 3HPLOXDGDODKPRPHQ\DQJVDQJDWVWUDWHJLVEDJL XSD\DNHPDMXDQEDQJVDNLWD6HPDNLQKDUL3HPLOX KDUXVVHPDNLQEHUNXDOLWDV3HPLOXWLGDNVDMDKDUXV MXMXUGDQDGLOWHWDSLMXJDKDUXVWUDQVSDUDQGDQ DNXQWDEHO .RPLVL,QIRUPDVL3XVDW .,3 WLGDNLQJLQEHUSDQJNX WDQJDQPHQJKDGDSL3HPLOXNDOLLQL.,3KDUXV PHODNXNDQVHVXDWXGDQEHUSHUDQDNWLIGDODP PHQFLSWDNDQ3HPLOXEHUNXDOLWDV2OHKNDUHQDQ\D NDPLPHQJHOXDUNDQ3HUDWXUDQ.RPLVL,QIRUPDVL 3HUNL 1RPRU7DKXQWHQWDQJ6WDQGDU /D\DQDQGDQ3URVHGXU3HQ\HOHVDLDQ6HQJNHWD ,QIRUPDVL3HPLOX 6HODLQLWX.,3MXJDEHUJDEXQJEHUVDPD.RPLVL 3HPLOLKDQ8PXP .38 %DGDQ3HQJDZDV3HPLOX %DZDVOX GDQ.RPLVL3HQ\LDUDQ,QGRQHVLD .3,  XQWXNPHODNXNDQVHVXDWXDJDUVHPXDWDKDSDQ 3HPLOXELVDGLDZDVLGHQJDQEDLN.DPLEHUHPSDW \DNQL.38%DZDVOX.3,GDQ.,3EHUVHSDNDW PHQJHOXDUNDQ6XUDW.HSXWXVDQ%HUVDPD 6.%  .DPLVDGDUMLNDPDVLQJPDVLQJOHPEDJDEHUJHUDN VHQGLULVHQGLULNXUDQJPHPLOLNLNHNXDWDQWHWDSL GHQJDQEHUVDWXPDNDDNDQNXDW 8QWXNLWXSDGDHGLVLLQL%XND,QIRUPDVL3XEOLN PHQJDQJNDWODSRUDQXWDPDWHQWDQJ3HPLOX.,3 PHPLOLNLNRPLWPHQNXDWWHUKDGDSNXDOLWDV3HPLOL 'LOXDUWXOLVDQWHQWDQJ3HPLOXNDPLMXJD PHQJDQJNDWIRNXVWHQWDQJLQIRUPDVL SHPEHUKHQWLDQ316GDQHYDOXDVLNHQDLNDQMDEDWDQ 316.HGXDKDOWHUVHEXWDNKLUDNKLULQLPDUDN GLVHQJNHWDNDQNH.RPLVL,QIRUPDVLVHKLQJJDOD\DN NLWDDQJNDWNHSHUPXNDQ 6HODLQNHGXDWRSLNWHUVHEXWNDPLMXJD PHQJDQJNDWEHULWDWHQWDQJNHJLDWDQNHJLDWDQ\DQJ GLODNVDQDNDQROHK.,3PDXSXQ.,'DHUDK 3URYLQVL  VHSDQMDQJEXODQ-DQXDULKLQJJD0DUHW+DOLQL SHQWLQJNDUHQDPHUXSDNDQEHQWXNDNXQWDELOLWDV NHSDGDSXEOLNDWDVDPDQDK\DQJGLEHULNDQNHSDGD .,3.DPLKDUXVPHPSHUWDQJJXQJMDZDENDQVHJDOD DQJJDUDQ\DQJNDPLWHULPDNHSDGDSXEOLN 6HPRJDVDMLDQVDMLDQGDODP%XND,QIRUPDVL3XEOLN LQLEHUPDQIDDWEDJLSDUDSHPEDFD6HODPDW PHPEDFDGDQVDPSDLNHWHPXGLHGLVLEHULNXWQ\D       5HGDNVL

6

Dari Redaksi

(3)

Buka! Informasi Publik | Edisi 03 | Maret 2014

3

Laporan Utama

.HOXDUNDQ3HUNL3HPLOX.RPLWPHQ.,3XVDW'RURQJ

3HPLOX7UDQVSDUDQ



0HQHUELWNDQ3HUNL3HPLOXGDQLNXWVHUWD PHQDQGDWDQJDQL.HSXWXVDQEHUVDPDHPSDW OHPEDJDDGDODKEHQWXN.RPLWPHQ.,3GDODP PHQGRURQJ3HPLOX\DQJWUDQVSDUDQ

Komitmen Komisi Informasi Pusat (KIP) dalam mendukung penyelenggaraan pesta demokrasi yang digelar lima tahunan (Pemilihan

Umum_red) yang jujur, adil, dan transparan sudah tidak lagi diragukan. KI yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) mengeluarkan regulasi untuk menjamin publik mendapatkan informasi Pemilihan Umum (Pemilu) secara cepat. Regulasi yang mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 28 Februari 2014 melalui

Lembaran Negara Nomor 275 tersebut

di-ODXQFKLQJdi Kantor KIP Selasa, (18/3)

bersamaan dengan acara penyampaian hasil pemantauan Kampanye Pemilu dari Gugus Tugas Pengawasan Penyiaran Pemilu (GT P3) yang terdiri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Informasi Pusat (KIP).

“Penyelenggaraan Pemilu yang amat cepat dan terbatas, maka perlu dibuat sebuah regulasi dengan cara mempercepat (akselerasi) proses layanan Informasi Pemilu di Badan Publik Penyelenggara Pemilu dan proses penyelesaian

Sengketa Informasi Pemilu di KIP,” ujar

Komisioner KIP Henny S. Widyaningsih di depan awak media saat ODXQFKLQJPeraturan Komisi Informasi Pusat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilu (Perki Pemilu). Di tengah ingar bingar pesta demokrasi, keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan Pemilu menjadi harapan ribuan jiwa penduduk Indonesia. Pemilu yang jujur, adil, dan

transparan adalah wujud dari demokrasi. “Keterbukaan informasi dalam

penyelenggaraan Pemilu merupakan sarana mewujudkan Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis karenanya tanpa keterbukaan informasi dalam penyelenggaraannya mustahil rasanya suatu Pemilu dapat dikatakan sebagai Pemilu yang demokratis,” terang Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono.

Hamid panggilan Abdulhamid Dipopramono menegaskan salah satu hal yang mendasar dalam Perki Pemilu itu adalah berkaitan dengan jangka waktu pemenuhan informasi Pemilu. “Jangka waktu paling lambat sepuluh hari kerja untuk menjawab permohonan informasi menjadi dua hari kerja dan jangka waktu paling lambat tiga puluh hari kerja untuk menanggapi keberatan menjadi tiga hari kerja.”

Komisi Informasi Pusat

Dorong Pemilu Transparan

Komisi Informasi Pusat

Dorong Pemilu Transparan

Ketua Komisi Informasi Pusat Abdulhamid Dipopramono (tengah) mempresentasikan pokok-pokok Perki Pemilu didampingi oleh (dari kanan ke kiri) Ketua Bawaslu Muhamad, Ketua KPI Judhariksawan,Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, dan Komisioner KIP Yhannu Setyawan di Kantor KIP Jakarta 18 Maret 2014

(4)

Menurut Hamid, aturan yang dibuat sedemikian rupa itu dimaksudkan untuk memenuhi hak masyarakat atas Informasi Pemilu.

“Pemilu yang jujur, adil dan berhasil hanya mungkin terwujud dalam suasana yang demokratis, sedangkan suasana demokratis hanya mungkin lahir dari rahim keterbukaan informasi,” terang dia.

/DKLUQ\D3HUNL3HPLOX 

Perki Pemilu lahir bukan tanpa alasan. Pada acara )RUXP*URXS'LVFXVVLRQ (FGD)

pembahasan Draf Perki Pemilu yang diselenggarakan pada 6 Februari 2014 di Kantor KIP dan dihadiri oleh sejumlah

VWDNHKROGHU Penyelenggara Pemilu, di

antaranya Bawaslu, KPU dan sejumlah Lembaga Swasta Masyarakat (LSM) turut memperbincangkan Draf Perki Pemilu itu dengan serius, karena dasar diterbitkannya Perki Pemilu jelas untuk memenuhi hak publik mendapat Informasi Pemilu secara cepat. Komisioner KIP Yhannu Setyawan mengatakan, bahwa Perki ini untuk membantu pelaksanaan Pemilu agar berlangsung secara jujur dan adil. Dengan adanya regulasi ini KPU sebagai penyelenggara Pemilu tidak perlu merasa terbebani.

“Perki Pemilu hanya menjangkau sengketa data informasi tentang tahapan Pemilu 2014 dan Pilpres, namun tidak termasuk data informasi pada umumnya, seperti data informasi tentang profil Komisioner KPU dan sebagainya,” Kata Yhanu.

Jauh sebelum UU KIP dilahirkan, dan dua kali pesta demokrasi ini diselenggarakan di Indonesia (Pemilu Tahun 2004 dan 2009) ketidakjelasan informasi perolehan suara, kekacauan sistem informasi Pemilu, hanya menjadi rumor dan desas-desus jalanan yang disebabkan belum adanya regulasi yang menjamin hak masyarakat untuk memperoleh Informasi Pemilu.

“Bagi Pemohon informasi yang merasa tidak puas atas data informasi Pemilu yang diminta, maka dapat melakukan sengketa informasi ke Komisi Infomasi menggunakan Perki ini,” ungkap Komisioner KIP Rumadi. Selaras dengan yang disampaikan Rumadi Komisioner KIP Henny S. Widyaningsih mengatakan lahirnya Perki Pemilu ini tidak akan membuat

pertentangan antara KI dan KPU. “Sudah ada kesepahaman bahwa KPU sangat

berkepentingan terhadap Perki ini, karena KPU sudah menyatakan tunduk pada UU KIP,” kata dia.

Perki Pemilu memiliki fungsi yang sangat penting karena dapat membantu mengatasi masalah sengketa hasil Pemilu. “Tingkat kepentingannya jadi sangat tinggi jika

nantinya hasil putusan sengketa informasi di KI menjadi barang bukti dalam sengketa Pemilu,” ujar Henny.

Dalam kesempatan itu, Komisioner KPU DKI Jakarta Dahliah Umar mengatakan pada prinsipnya, Perki Pemilu sangat penting untuk mengatur Layanan Informasi Pemilu karena sangat khusus. Ia mengatakan dengan adanya tahapan Pemilu dengan jadwal yang ketat, maka tidak mungkin menggunakan prosedur normal dalam proses pelayanan informasi.

Laporan Utama

Ketua Bawaslu Muhammad, Ketua KPU Husni Kamil Manik, Ketua KPI Judhariksawan, dan Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono usai tandantangani SKB tentang Kepatuhan Pelaksanaan Kampaye

(5)

Buka! Informasi Publik | Edisi 03 | Maret 2014

5

Laporan Utama

Selain itu, ia juga menjelaskan, bahwa dalam

penyelenggaran Pemilu maka KPU dan Bawaslu yang sangat bertanggungjawab, karena

memiliki putusan yang implikasinya langsung ke masyarakat. Namun KPU dan Bawaslu di Daerah lebih bersifat DGKRF, karena penyedia informasi ada di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi saja.

“Tidak mungkin Pemohon informasi meminta data informasi Pemilu di Kabupaten, karena yang diminta adalah berita acara perhitungan suara di tingkat Kecamatan,” katanya. Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua John Fresly bersama Komisioner Yhannu Setyawan dan Komisioner Rumadi saat melakukan sosialisasi ke KPU, Jumat (28/2) menjelaskan bahwa niat baik KIP untuk menerbitkan Perki Pemilu semata-mata untuk meringankan beban KPU. “Jadi KIP sama sekali tidak bermaksud memperberat kerja KPU yang sekarang ini memang sudah berat,” kata John.

Hal itu menjawab pertanyaan Komisioner KPU Sigit Pamungkas, yang dalam acara itu juga dihadiri oleh Ferry Kurniawan Rizkyansyah, dan Arief Budiman.

Sigit menilai seolah-olah Perki ini akan

memberatkan kerja KPU nantinya karenanya Ia mempertanyakan mengapa tanggapan atas Pemohon informasi ke KPU harus dipersingkat dari paling lambat 10 hari menjadi hanya dua hari kerja.

Menurut John, justru dengan adanya Perki ini dapat lebih mempermudah masyarakat untuk mendapatkan data informasi Pemilu karena mendapatkan data informasi merupakan hak asasi manusia. “Tidak mungkin hak asasi manusia pelayanannya diperlambat.” Sementara Komisioner Yhannu Setyawan mengatakan, secara umum memang Perki Pemilu telah memperpendek waktu Pemohon informasi hingga masuk ke sengketa di KIP dan Daerah. Ia menjelaskan, untuk prosedur yang normal maka jangka waktu proses

Penyelesaian Sengketa Informasi mencapai 115 hari kerja, namun Perki Pemilu ini

mempersingkat waktu hanya 29 hari kerja. Dengan demikian, menurut Yhannu terbitnya Perki Pemilu memberikan solusi bagi Pemohon informasi sekaligus upaya menjaga kredibilitas KPU dalam memenuhi tuntutan para Pemohon informasi.

.,37DQGDWDQJDL.HSXWXVDQ%HUVDPD(PSDW /HPEDJD



Memprediksi besarnya potensi pertentangan akibat kemungkinan besar akan terjadinya kecurangan pada pelaksanaan Pemilu 2014, maka sejumlah lembaga negara bersatu guna meminimalisasikan potensi negatif tersebut. KIP yang sejak awal telah mempersiapkan Perki Pemilu dalam upaya menjadikan Pemilu yang transparan ternyata mendapatkan dukungan dari KPU, Bawaslu, dan KPI. Bahkan anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang QRWDEHQH merupakan para kontestan pada Pemilu 2014 tampak antusias mendukung kiprah keempat lembaga negara itu untuk membentuk Gugus Tugas Pengawasan Penyiaran Pemilu. Antusiasme itu diwujudkan Komisi I DPR RI dengan mengundang empat lembaga negara tersebut hadir pada Rapat Dengar Pendapat (RDP), 24 februari 2014 guna membahas upaya mencegah kontestan Pemilu, baik partai politik maupun para Calon

Legislatif-nya melakukan kecurangan. GT P3 dalam RDP itu menyepakati dua poin kesepakatan di Gedung DPR RI. Pertama, disepakati moratorium (penghentian)

penayangan iklan politik dan kampanye sampai 15 Maret 2014, dan kedua DPR mendesak Gugus Tugas agar menjalankan kesepakatan di antara anggota agar tercipta Pemilu

berkualitas.

Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono pada RDP itu mengatakan bahwa semua partai politik (parpol) termasuk Badan Publik karena menerima dana APBN, seperti diatur dalam

(6)

Pasal 15 UU KIP harus tunduk pada UU KIP dan transparan dalam penggunaan anggaran. Sedangkan media massa yang termasuk Badan Publik seperti TVRI dan RRI yang wajib tunduk pada UU, dan media non-Badan Publik namun mereka menggunaan barang publik berupa frekuensi dan bergerak dalam kepentingan publik, sehingga dituntut untuk transparan, akuntabel, dan memberikan akses sama kepada peserta Pemilu. Dalam konteks pemasangan iklan, maka menurut Hamid pada RDP yang dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR Ramadhan Pohan (Demokrat) semua media massa harus bertanggung jawab terkait keuangan parpol dalam pemasangan iklan, terdiri frekuensi dan durasi yang harus didata KPU, serta agen iklan yang bertransaksi yang harus jelas faktur pajaknya.

Usai RPD, keempat lembaga negara terus meningkatkan akselerasi guna mewujudkan SKB (Surat Kesepakatan Bersama) sehingga efektifitas pelaksanaan moratorium

penayangan iklan politik di lembaga penyiaran dapat dilaksanakan secara bertanggung jawab. Akhirnya pada 28 februari 2014 keempat lembaga negara ini melaksanakan

penandatanganan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) tentang Kepatuhan Ketentuan Kampanye melalui Media Penyiaran di Gedung Bawaslu Jakarta, Jumat (28/2).

Penandatanganan SKB itu dilakukan langsung oleh masing-masing Ketua Bawaslu

Muhammad, Ketua KPU Husni Kamil Manik, Ketua KPI Judhariksawan, dan Ketua KIP Abdulhamid Dipopramo. Turut menyaksikan penandatanganan yang efektif berlaku sejak ditandatangani itu, Wakil Ketua KIP John Fresly, Komisioner Yhannu Setyawan, dan Sekretaris KIP Bambang Hardi Winata. Pada kesempatan itu, Ketua KIP Abdulhamid mengatakan, segenap masyarakat berhak mengetahui seluruh proses tahapan Pemilu 2014. Ia menjelaskan kepada hadirin yang mayoritas terdiri para wartawan cetak maupun elektronik dan online, bahwa penayangan iklan politik dan kampanye Pemilu 2014 di lembaga

penyiaran harus transparan dan akuntabel karena Pemilu merupakan proses

penyelenggaraan negara.

“Apalagi semua lembaga penyiaran, baik milik pemerintah maupun swasta, mempergunakan frekuensi yang merupakan milik publik

sehingga harus dipergunakan secara HTXDO oleh semua peserta Pemilu dan akses maksimum seluas-luasnya oleh publik,” katanya menjelaskan.

Dengan demikian, menurut ia semua kontestan Pemilu harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk dapat tampil kampanye di lembaga penyiaran baik untuk porsi berita maupun iklan kampanye, tidak tergantung pada besar kecilnya kepemilikan sumber daya mereka. Menurutnya, KIP akan mengawal pelaksanaan seluruh tahapan Pemilu, sebelum, saat pelaksanaan, dan pasca-pelaksanaannya.

Ia juga mengingatkan, bahwa penting untuk dipatuhi seluruh lembaga survei dan lembaga penyiaran sesuai dengan SKB, adalah agar menunda penyiaran hasil TXLFNFRXQW(hasil hitung cepat) Pemilu hingga dua jam setelah selesainya Pemilu di waktu Indonesia bagian barat (WIB). “KIP prinsipnya harus mendorong semua informasi Pemilu segera diumumkan, tapi KPU mengatur baru dua jam setelah pelaksanaan pencoblosan di wilayah barat, sehingga itu harus jadi pegangan karena sudah tanda tangan bersama,” kata dia.

Laporan Utama

Penandantanganan SKB tentang Kepatuhan Pelaksanaan Kampaye Pemilihan Umum Melalui Media Penyiaran oleh Ketua Bawaslu Muhammad, Ketua KPU Husni Kamil Manik, Ketua KPI Judhariksawan, dan Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono di Kantor Bawaslu Jumat, 28 Februari 2014

(7)

Buka! Informasi Publik | Edisi 03 | Maret 2014

7

Aspirasi

Ahmad S.H

Ketua Komisi Informasi Provinsi Bangka Belitung

eberadaan UU KIP yang baru efektif pada Tahun 2010 menjadi suatu keniscayaan keterbukaan informasi dalam

penyelenggaraan Pemilu, untuk itu penyelenggara Pemilu harus memahami betul hak-hak pemilih dalam

menggunakan haknya karena banyak warga yang belum mengerti apa Pemilu itu sebenarnya.

Untuk mendapatkan hasil Pemilu yang berkualitas, maka akses Informasi Publik adalah suatu keniscayaan yang dibutuhkan bangsa ini dalam rangka pesta demokrasi bangsa.

Sebagai lembaga yang baru dibentuk (Komisi Informasi Provinsi Bangka

Belitung) mencoba untuk mendorong masyarakat menggunakan haknya secara bertanggung jawab.

H.M Zaki Abdullah Ketua Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara

emilu merupakan wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat, sedangkan keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan Pemilu merupakan hak masyarakat sekaligus sarana untuk mewujudkan Pemilu yang jujur, adil dan demokratis.

UU KIP yang mengatur dan ´PHPDNVDµ%DGDQ3XEOLNDWDX penyelenggara Pemilu untuk transparan dalam

menyebarluaskan, mengumumkan dan

menyediakan informasi terkait Pemilu menjadi bagian

penting dalam mewujudkan Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis supaya tidak terjadi korupsi Pemilu karena dipicu sikap ketertutupan. Transparansi dalam

penyelenggaraan Pemilu, harus dimulai dari perencanaan, pelaporan keuangan, pelayanan publik Partai Politik dan

penyelenggara Pemilu.

Salman Hadiyanto, SH Ketua Komisi Informasi Provinsi Sulawesi Tengah

ndang-undang Pemilu memberikan tugas dan mandat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjalankan kewenangan, tugas, dan fungsi dalam penyelenggaraan Pemilu secara adil, transparan dan berkualitas.

Apakah KPU telah

melaksanakan tahapan dan proses Pemilu dengan transparan? KPU harus diberi dukungan, motivasi agar menyelenggarakan Pemilu sesuai ketentuan, maksud dan tujuan, yang terpenting transparansi Pemilu adalah tanggung jawab semua pihak. Bila semua pihak mendukung keterbukaan Informasi pada semua proses dan tahapan, maka sebenarnya rakyat telah menuai separuh keberhasilan dalam mewujudkan Pemilu yang berkualitas, sebab hasil yang diperoleh sangat tergantung dari proses yang dilalui.

K

P

U

Mewujudkan Penyelenggaraan Pemilu yang Transparan

Secercah harapan menuai dalam pagelaran pesta demokrasi yang dilaksanakan lima tahunan (Pemilihan Umum_red) ini, yaitu terlaksananya pesta demokrasi secara jujur, adil dan transparan. Pertanyannya bagaimana mewujudkan penyelenggaraan Pemilu yang transparan? Berikut pandangan para Komisioner Komisi Informasi provinsi.



Ahmad S.H

Ketua Komisi Informasi Provinsi Bangka Belitung

eberadaan UU KIP yang baru efektif pada Tahun 2010 menjadi suatu keniscayaan keterbukaan informasi dalam

penyelenggaraan Pemilu, untuk itu penyelenggara Pemilu harus memahami betul hak-hak pemilih dalam

menggunakan haknya karena banyak warga yang belum mengerti apa Pemilu itu sebenarnya.

Untuk mendapatkan hasil Pemilu yang berkualitas, maka akses Informasi Publik adalah suatu keniscayaan yang dibutuhkan bangsa ini dalam rangka pesta demokrasi bangsa.

Sebagai lembaga yang baru dibentuk (Komisi Informasi Provinsi Bangka

Belitung) mencoba untuk mendorong masyarakat menggunakan haknya secara bertanggung jawab.

H.M Zaki Abdullah Ketua Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara

emilu merupakan wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat, sedangkan keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan Pemilu merupakan hak masyarakat sekaligus sarana untuk mewujudkan Pemilu yang jujur, adil dan demokratis.

UU KIP yang mengatur dan ´PHPDNVDµ%DGDQ3XEOLNDWDX penyelenggara Pemilu untuk transparan dalam

menyebarluaskan, mengumumkan dan

menyediakan informasi terkait Pemilu menjadi bagian

penting dalam mewujudkan Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis supaya tidak terjadi korupsi Pemilu karena dipicu sikap ketertutupan. Transparansi dalam

penyelenggaraan Pemilu, harus dimulai dari perencanaan, pelaporan keuangan, pelayanan publik Partai Politik dan

penyelenggara Pemilu.

Salman Hadiyanto, SH Ketua Komisi Informasi Provinsi Sulawesi Tengah

ndang-undang Pemilu memberikan tugas dan mandat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjalankan kewenangan, tugas, dan fungsi dalam penyelenggaraan Pemilu secara adil, transparan dan berkualitas.

Apakah KPU telah

melaksanakan tahapan dan proses Pemilu dengan transparan? KPU harus diberi dukungan, motivasi agar menyelenggarakan Pemilu sesuai ketentuan, maksud dan tujuan, yang terpenting transparansi Pemilu adalah tanggung jawab semua pihak. Bila semua pihak mendukung keterbukaan Informasi pada semua proses dan tahapan, maka sebenarnya rakyat telah menuai separuh keberhasilan dalam mewujudkan Pemilu yang berkualitas, sebab hasil yang diperoleh sangat tergantung dari proses yang dilalui.

K

P

U

Mewujudkan Penyelenggaraan Pemilu yang Transparan

Secercah harapan menuai dalam pagelaran pesta demokrasi yang dilaksanakan lima tahunan (Pemilihan Umum_red) ini, yaitu terlaksananya pesta demokrasi secara jujur, adil dan transparan. Pertanyannya bagaimana mewujudkan penyelenggaraan Pemilu yang transparan? Berikut pandangan para Komisioner Komisi Informasi provinsi.



(8)

Arifuddin Jalil

Komisioner Komisi Informasi Provinsi Kepulauan Riau

esta demokrasi akan semakin berkualitas ketika para

penyelenggaranya memiliki komitmen untuk menjalankan peraturan

perundang-undangan secara baik dan benar, termasuk UU KIP. Pada Pemilu tahun ini, partai politik termasuk calon anggota legislatif memiliki kewajiban untuk melaporkan modal dan penggunaan dana kampanye.

KPU pun memiliki kewenangan untuk mengumumkan laporan dana kampanye tersebut. Di Provinsi Kepulauan Riau laporan dana kampanye dapat diakses pada ZHEVLWH

penyelenggara Pemilu di setiap daerah, baik ZHEVLWH provinsi, maupun kabupaten dan kota.

Masyarakat atau pemilih dapat mengetahui asal muasal dana kampanye tersebut, termasuk besaran dana kampanye, serta penggunaannya, dengan demikian kita bisa

mewujdukan budaya transparansi menjadi kenyataan.

Fikri Riza

Ketua Komisi Informasi Provinsi Jambi

esta Demokrasi ini harus sejalan dengan

semangat UU KIP. Bahwa disebutkan Partai Politik dalam Pasal 15 UU KIP adalah Badan Publik sehingga segala Dana Kampanyenya harus disampaikan kepada publik. Maka peserta Pemilu baik Perorangan ataupun partai politik wajib menyampaikan dana kampanye ke publik agar seluruh prosesnya berjalan dengan transparan.

Jika partai politik tidak mau menyampaikan dana

kampanyenya kepada publik tidak ada rasa kepercayaan masyarakat kepada partai politik.

Kata kuncinya adalah Dana Kampanye yang efektif akan menghasilkan calon-calon legislatif yang mempunyai integritas untuk

mengembalikan keterpurukan karena di negara kita ini telah terjadi degradasi moral.

I Nyoman Gde Legawa Partha

Komisioner Komisi Informasi Provinsi Bali

roses Pemilu pada setiap tahapan dikenal rawan. Banyak pelanggaran dilakukan oleh parpol dalam setiap penyelenggaraan Pemilu.

Kerawanan bisa terjadi karena ada informasi yang

tersembunyi atau sengaja disembunyikan, atau bisa jadi ada unsur kesengajaan pihak-pihak tertentu

menyelewengkan informasi. Kata rawan tak perlu timbul, jika semua pihak transparan dan terbuka akan informasi. Tak cukup hanya peserta Pemilu yang terbuka,

penyelenggara dan pengawas Pemilu pun harus membuka keran informasi yang baik secara merata dan adil tanpa ada yang disembunyikan. Ada harapan besar Pemilu 2014 berjalan lancar dan mencapai harapan bersama, jika semua pihak menjadikan UU KIP sebagai pondasi dan semangat dalam mewujudkan pemilu yang transparan, bersih, dan bermartabat.

P

P

P

(9)

Buka! Informasi Publik | Edisi 03 | Maret 2014

9

Fokus

Informasi Evaluasi

Kenaikan Jabatan PNS Dapat Dibuka

“Memerintahkan kepada

Termohon untuk menerbitkan

informasi a quo dan/atau

penjelasan tertulis atas

informasi a quo

selambat-lambatnya

14 (empat belas) hari kerja

sejak putusan ini diterima

Termohon.”

.RPLVL,QIRUPDVL3XVDW .,3  SXWXVNDQVWDWXVLQIRUPDVL SURVHVSHPEHUKHQWLDQ 3HJDZDL1HJHUL6LSLO 316  GDQLQIRUPDVLHYDOXDVL NHQDLNDQMDEDWDQVHEDJDL LQIRUPDVLWHUEXNDEHUV\DUDW 

Sejak Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) diundangkan, maka

paradigma lama dalam

penyelenggaraan negara terkait penyediaan Informasi Publik (semua informasi tertutup kecuali yang diizinkan untuk dibuka) beralih pada paradigma baru (semua informasi terbuka untuk umum kecuali informasi yang dikecualikan).

Secara legal jaminan

memperoleh Informasi Publik diatur dalam UU KIP. Ternyata tidak semudah membalikkan

telapak tangan untuk memperoleh informasi dan tidak semudah pula Badan Publik untuk menyatakan suatu informasi tertentu dapat dikategorikan sebagai informasi yang tertutup/dikecualikan.

Bila Publik hendak memperoleh suatu informasi harus melalui prosedur yang ditentukan demikian pula Badan Publik

harus melalui prosedur bila mengecualikan suatu informasi. Konsekuensi dari tidak

diperolehnya suatu informasi atau dinyatakannya suatu informasi sebagai informasi yang dikecualikan akan menimbulkan sengketa

Informasi Publik. Dalam catatan redaksi %XND,QIRUPDVL3XEOLN setidaknya terdapat dua sengketa informasi yang menjadi sorotan publik.

Pasalnya, sengketa informasi tersebut melibatkan seorang Pegawai Negeri Sipil yang menyengketakan Badan Publik-nya ke KIP. UnikPublik-nya, informasi yang dimohonkan merupakan informasi yang berkaitan dengan Pemohon itu sendiri dan dinyatakan Badan Publik

sebagai informasi yang dikecualikan.

,QIRUPDVL

3HPEHUKHQWLDQ316



Awal 2014, mungkin bisa dibilang sebagai salah satu catatan pembenaran bahwa paradigma ketertutupan informasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan telah berubah dengan

ditandainya Putusan Sengketa Informasi Publik Register Nomor 040/IV/KIP-PS-A/2013 antara Pemohon Ari Widodo (Eks PNS .RPLVL,QIRUPDVL3XVDW .,3  SXWXVNDQVWDWXVLQIRUPDVL SURVHVSHPEHUKHQWLDQ 3HJDZDL1HJHUL6LSLO 316  GDQLQIRUPDVLHYDOXDVL NHQDLNDQMDEDWDQVHEDJDL LQIRUPDVLWHUEXNDEHUV\DUDW 

Sejak Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) diundangkan, maka

paradigma lama dalam

penyelenggaraan negara terkait penyediaan Informasi Publik (semua informasi tertutup kecuali yang diizinkan untuk dibuka) beralih pada paradigma baru (semua informasi terbuka untuk umum kecuali informasi yang dikecualikan).

Secara legal jaminan

memperoleh Informasi Publik diatur dalam UU KIP. Ternyata tidak semudah membalikkan

telapak tangan untuk memperoleh informasi dan tidak semudah pula Badan Publik untuk menyatakan suatu informasi tertentu dapat dikategorikan sebagai informasi yang tertutup/dikecualikan.

Bila Publik hendak memperoleh suatu informasi harus melalui prosedur yang ditentukan demikian pula Badan Publik

harus melalui prosedur bila mengecualikan suatu informasi. Konsekuensi dari tidak

diperolehnya suatu informasi atau dinyatakannya suatu informasi sebagai informasi yang dikecualikan akan menimbulkan sengketa

Informasi Publik. Dalam catatan redaksi %XND,QIRUPDVL3XEOLN setidaknya terdapat dua sengketa informasi yang menjadi sorotan publik.

Pasalnya, sengketa informasi tersebut melibatkan seorang Pegawai Negeri Sipil yang menyengketakan Badan Publik-nya ke KIP. UnikPublik-nya, informasi yang dimohonkan merupakan informasi yang berkaitan dengan Pemohon itu sendiri dan dinyatakan Badan Publik

sebagai informasi yang dikecualikan.

,QIRUPDVL

3HPEHUKHQWLDQ316



Awal 2014, mungkin bisa dibilang sebagai salah satu catatan pembenaran bahwa paradigma ketertutupan informasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan telah berubah dengan

ditandainya Putusan Sengketa Informasi Publik Register Nomor 040/IV/KIP-PS-A/2013 antara Pemohon Ari Widodo (Eks PNS

(10)

Kemenkeu) dengan Termohon Kementerian Keuangan

(Kemenkeu) Republik Indonesia (RI) oleh KIP.

Putusan yang mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya terhadap informasi yang dimohonkan Pemohon berkaitan dengan proses pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atas nama Pemohon oleh Majelis Komisioner yang diketuai John Fresly beranggotakan Rumadi dan Dyah Aryani, itu bisa menjadi pelajaran bagi Badan Publik lainya dalam mengambil suatu kebijakan.

Putusan yang dibacakan secara bergantian tanggal 20 Januari 2014 dalam sidang terbuka untuk umum yang dimohonkan Pemohon termasuk informasi yang dikecualikan. Toh, Pemohon diberikan jaminan melalui putusan tersebut untuk memperoleh informasinya. ´Permohonan informasi sebagaimana yang dimohonkan Pemohon merupakan Informasi Publik yang dikecualikan tetapi terbuka hanya untuk

Pemohonµ bunyi amar putusan dalam sengketa itu.

´Memerintahkan kepada Termohon untuk menerbitkan informasi DTXR dan/atau penjelasan tertulis atas informasi DTXRselambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan ini diterima Termohon.µ Dari fakta persidangan yang digelar KIP pada tanggal 12 September 2013, 7 Oktober 2013, 8 Januari 2014 dan dilakukan

pemeriksaan setempat pada tanggal 31 Oktober 2013, diperoleh fakta bahwa Pemohon mengajukan

permohonan informasi dengan alasan untuk membuktikan ada tidaknya hukuman disiplin yang lebih ringan yang telah

dijatuhkan sebelumnya kepada Pemohon. Pemohon tidak pernah menerima surat

panggilan pemeriksaan ataupun penjatuhan hukuman disiplin lebih ringan sebelumnya. Atas dasar permohonan

Pemohon, Termohon kemudian memberikan tanggapan melalui Surat Keputusan Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) tertanggal 11 Februari 2013. Dalam surat tersebut dinyatakan informasi yang dimohon Pemohon adalah informasi yang dikecualikan berdasarkan Pasal 17 huruf h angka 4 dan Pasal 17 huruf i UU KIP sehingga permohonan informasi ditolak. Beralasan itu, Majelis

Komisioner dalam putusannya berpendapat bahwa terkait dengan ´3LKDN\DQJUDKDVLDQ\D GLXQJNDSµGDODP3DVDOD\DW (2) UU KIP, pihak yang

dimaksud dari informasi yang rahasianya diungkap adalah pihak atau pribadi yang bersangkutan yang menjadi subyek pemeriksaan dalam hal ini adalah Pemohon bukan pihak Termohon atau bagian dari Termohon dalam sengketa

DTXRdengan demikian, alasan

penolakan permohonan informasi Termohon sudah seharusnya ditolak.

Selain itu, Majelis Komisioner juga berpendapat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 396/KMK.01/PJ.92/2012 tentang pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atas nama Pemohon harus dapat dijelaskan oleh Termohon tentang

pertimbangan atau dasar munculnya surat keputusan tersebut sehingga sudah semestinya Termohon

dibebankan untuk menjelaskan secara resmi dan tertulis.

Fokus

(11)

,QIRUPDVL.HQDLNDQ

-DEDWDQ



Dalam sengketa informasi yang melibatkan Pemohon Gito Purnomo (PNS Kemenkeu) dengan Termohon sama seperti sengketa sebelumnya. Namun, dalam sengketa informasi yang diberi Register Nomor

329/VIII/KIP-PS-A/2011, pokok sengketa informasi yang dimohon Pemohon yaitu informasi hasil evaluasi pelaksana dalam jabatan, berita acara hasil penilaian pelaksana dalam jabatan dan Surat rekomendasi

kenaikan/penurunan/ tetapnya pelaksana dalam jabatan menyangkut dirinya sendiri.

Berdasarkan fakta persidangan yang diputus pada 11 Juni 2012 tersebut, Majelis Komisioner yang diketuai Ahmad Alamsyah Saragih mengabulkan

permohonan Pemohon. ´0HQJDEXONDQSHUPRKRQDQ 3HPRKRQXQWXNVHEDJLDQµNDWD Ketua Majelis Komisioner saat membacakan putusan secara bergantian dengan Anggota Majelis Henny S. Widyaningsih dan Ramly Amin Simbolon. ´MHQ\DWDNDQ«LQIRUPDVL\DQJ dimohon adalah informasi yang tertutup tetapi merupakan informasi terbuka bagi pihak yang rahasianya diungkap, di mana Pemohon merupakan pihak yang rahasianya diungkap dan sebagai Pemohon informasi atas LQIRUPDVLQ\DVHQGLULµ

Pangkal dari timbulnya sengketa informasi ini

berdasarkan fakta persidangan adalah disebabkan jawaban terhadap permohonan informasi Pemohon dari Termohon yang pada intinya menyatakan informasi hasil evaluasi adalah bersifat rahasia dan tidak dapat diakses oleh siapapun, kecuali pejabat yang menangani

kepegawaian pada unit tersebut dan Pejabat Penilai sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.01/2008. Majelis pun mempertimbangkan alasan pengecualian dari Termohon, dengan

berpendapat bahwa informasi yang dimohonkan Pemohon merupakan informasi yang dikecualiakan namun informasi yang diungkap berkaitan dengan Pemohon maka dinyatakan sebagai informasi terbuka.

´«hal-hal yang dimohonkan Pemohon termasuk informasi yang di kecualikan sebagaimana di maksud dalam Pasal 17 huruf h angka 4 UU KIP yang menyebutkan setiap Badan Publik wajib membuka akses

bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan VHVHRUDQJµ

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Komisioner berpendapat karena pihak yang rahasianya akan terungkap dalam informasi itu adalah Pemohon maka informasi tersebut terbuka bagi Pemohon.

´«informasi yang di kecualikan dalam Pasal 17 huruf h angka 4 merupakan informasi terbuka bagi pihak yang rahasinya diungkap, dimana pemohon merupakan pihak yang rahasianya diungkap dan sebagai pemohon informasi atas LQIRUPDVLQ\DVHQGLULµ

tegasnya.

Fokus

Buka! Informasi Publik | Edisi 03 Maret 2014

11

(12)

engguna Informasi Publik berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU KIP adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau Badan Publik (BP) yang menggunakan Informasi Publik. Sementara Pasal 1 angka 12 UU KIP mengatakan Pemohon Informasi Publik adalah warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan Informasi Publik kepada BP menurut UU KIP.

Jika Sengketa Informasi Publik (SIP) didefinisikan Pasal 1 angka 5 UU KIP sebagai sengketa yang terjadi antara BP dan Pengguna Informasi Publik maka agak berbeda yang diatur Pasal 1 angka 3 Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (Perki 2/2010) yaitu SIP antara BP dan Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat 1 UU KIP.

Memperhatikan Pasal 1 angka 5 UU KIP dapat ditafsirkan adanya mekanisme Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) dalam dua jenis skema atau model yang berbeda. Pertama, SIP menyangkut hak untuk memperoleh informasi (selanjutnya disebut tipe I) yang menggunakan permintaan informasi (Pasal 22 UU KIP) dan menggunakan mekanisme keberatan (Pasal 35 UU KIP). Kedua SIP menyangkut hak untuk menggunakan informasi (selanjutnya disebut tipe II) tanpa adanya permintaan informasi melainkan pengguna informasi langsung mengajukan keberatan kepada BP terkait (Pasal 35 ayat (1) huruf b UU KIP dan dipertegas pada Pasal 8 ayat (2) Perki 2/2010).

Sejak diberlakukannya UU KIP dan adanya perubahan Perki 2/2010 menjadi Perki 1/2013, praktik PSI yang dilakukan Komisi Informasi (KI) Pusat tidak merujuk pada definisi SIP sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 5 UU KIP. Pemahaman mengenai adanya dua skema ini tidak pernah diterapkan dalam kasus-kasus sengketa informasi. Akibatnya tafsir yang dianut dalam praktik PSI di KI saat ini adalah SIP harus ada Pemohon atau tipe I. Doktrin ini berkembang menjadi doktrin QRUHTXHVWHUQRFDVHV.

Dilihat dari unsur kepentingannya, maka tipe II lebih dapat dirasakan manfaat atas pemberian akses informasi terhadap hak konstitusionalnya daripada tipe I. Oleh karenanya perlu ada mekanisme yang mengatur agar ruang bagi tipe II dapat lebih dieksplorasi.

ecara tegas UU KIP menjamin hak memperoleh Informasi Publik (yang dilakukan melalui permohonan Informasi Publik). Namun Pasal 4 ayat (3) UU KIP menekankan keharusan adanya alasan dalam mengajukan permintaan Informasi Publik. Tampaknya pembuat UU KIP menyadari di kemudian hari akan terjadi puluhan bahkan ratusan gelombang permohonan Informasi Publik kepada Badan Publik yang bisa jadi dilakukan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan UU KIP.

Oleh karena itu ´SHQ\HUWDDQDODVDQSHUPLQWDDQµGDODPSHUPRKRQDQLQIRUPDVLGLKDUDSNDQ mampu menjadi filter pertama (sebagai syarat prosedural). Terlepas apakah alasan permintaan dalam permohonan Informasi Publik disampaikan secara tertulis atau tidak tertulis, yang terpenting alasan permintaan Informasi Publik harus dinyatakan (GHFODUH).

Pasal 6 ayat (2) UU KIP menegaskan, Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan perundang-XQGDQJDQ)UDVD´NHWHQWXDQSHUDWXUDQSHUXQGDQJ-XQGDQJDQµKDUXVGLWDIVLUNDQ sebagai seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku, tentu saja termasuk UU KIP.

Harus diakui bahwa keberadaan Pasal 6 Ayat (2) Jo. Pasal 4 Ayat (3) UU KIP seolah memberi peluang kepada Badan 3XEOLN XQWXN PHPSHUWDKDQNDQ ´NHWHUWXWXSDQQ\Dµ NDUHQD GHQJDQ PXGDK GDSDW PHQRODN SHUPLQWDDQ ,QIRUPDVL Publik berdasarkan alasan prosedural. Padahal tidak semua permintaan Informasi Publik dilakukan tanpa itikad baik, sekadar iseng atau tanpa maksud dan tujuan yang diamanatkan UU KIP.

Di sinilah pentingnya Komisi Informasi melakukan uji kegunaan dalam setiap Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (PSIP) dengan cara meneliti, mengkaji, dan menguji alasan permintaan Informasi Publik. Tujuannya adalah untuk menilai ada tidaknya kegunaan Informasi Publik, mencegah tindakan sewenang-wenang Badan Publik dalam menolak permintaan karena alasan prosHGXUDOPHPDVWLNDQWHUSHQXKLQ\DXQVXU´3HQJJXQD,QIRUPDVL3XEOLNµserta memastikan informasi yang diminta digunakan oleh Pengguna Informasi Publik secara tidak melawan hukum dan

P

S

Opini

Dyah Aryani

Komisioner KIP

Menyoal Pentingnya Uji Kegunaan dalam PSI

engguna Informasi Publik berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU KIP adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau Badan Publik (BP) yang menggunakan Informasi Publik. Sementara Pasal 1 angka 12 UU KIP mengatakan Pemohon Informasi Publik adalah warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan Informasi Publik kepada BP menurut UU KIP.

Jika Sengketa Informasi Publik (SIP) didefinisikan Pasal 1 angka 5 UU KIP sebagai sengketa yang terjadi antara BP dan Pengguna Informasi Publik maka agak berbeda yang diatur Pasal 1 angka 3 Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (Perki 2/2010) yaitu SIP antara BP dan Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat 1 UU KIP.

Memperhatikan Pasal 1 angka 5 UU KIP dapat ditafsirkan adanya mekanisme Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) dalam dua jenis skema atau model yang berbeda. Pertama, SIP menyangkut hak untuk memperoleh informasi (selanjutnya disebut tipe I) yang menggunakan permintaan informasi (Pasal 22 UU KIP) dan menggunakan mekanisme keberatan (Pasal 35 UU KIP). Kedua SIP menyangkut hak untuk menggunakan informasi (selanjutnya disebut tipe II) tanpa adanya permintaan informasi melainkan pengguna informasi langsung mengajukan keberatan kepada BP terkait (Pasal 35 ayat (1) huruf b UU KIP dan dipertegas pada Pasal 8 ayat (2) Perki 2/2010).

Sejak diberlakukannya UU KIP dan adanya perubahan Perki 2/2010 menjadi Perki 1/2013, praktik PSI yang dilakukan Komisi Informasi (KI) Pusat tidak merujuk pada definisi SIP sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 5 UU KIP. Pemahaman mengenai adanya dua skema ini tidak pernah diterapkan dalam kasus-kasus sengketa informasi. Akibatnya tafsir yang dianut dalam praktik PSI di KI saat ini adalah SIP harus ada Pemohon atau tipe I. Doktrin ini berkembang menjadi doktrin QRUHTXHVWHUQRFDVHV.

Dilihat dari unsur kepentingannya, maka tipe II lebih dapat dirasakan manfaat atas pemberian akses informasi terhadap hak konstitusionalnya daripada tipe I. Oleh karenanya perlu ada mekanisme yang mengatur agar ruang bagi tipe II dapat lebih dieksplorasi.

ecara tegas UU KIP menjamin hak memperoleh Informasi Publik (yang dilakukan melalui permohonan Informasi Publik). Namun Pasal 4 ayat (3) UU KIP menekankan keharusan adanya alasan dalam mengajukan permintaan Informasi Publik. Tampaknya pembuat UU KIP menyadari di kemudian hari akan terjadi puluhan bahkan ratusan gelombang permohonan Informasi Publik kepada Badan Publik yang bisa jadi dilakukan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan UU KIP.

Oleh karena itu ´SHQ\HUWDDQDODVDQSHUPLQWDDQµGDODPSHUPRKRQDQLQIRUPDVLGLKDUDSNDQ mampu menjadi filter pertama (sebagai syarat prosedural). Terlepas apakah alasan permintaan dalam permohonan Informasi Publik disampaikan secara tertulis atau tidak tertulis, yang terpenting alasan permintaan Informasi Publik harus dinyatakan (GHFODUH).

Pasal 6 ayat (2) UU KIP menegaskan, Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan perundang-XQGDQJDQ)UDVD´NHWHQWXDQSHUDWXUDQSHUXQGDQJ-XQGDQJDQµKDUXVGLWDIVLUNDQ sebagai seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku, tentu saja termasuk UU KIP.

Harus diakui bahwa keberadaan Pasal 6 Ayat (2) Jo. Pasal 4 Ayat (3) UU KIP seolah memberi peluang kepada Badan 3XEOLN XQWXN PHPSHUWDKDQNDQ ´NHWHUWXWXSDQQ\Dµ NDUHQD GHQJDQ PXGDK GDSDW PHQRODN SHUPLQWDDQ ,QIRUPDVL Publik berdasarkan alasan prosedural. Padahal tidak semua permintaan Informasi Publik dilakukan tanpa itikad baik, sekadar iseng atau tanpa maksud dan tujuan yang diamanatkan UU KIP.

Di sinilah pentingnya Komisi Informasi melakukan uji kegunaan dalam setiap Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (PSIP) dengan cara meneliti, mengkaji, dan menguji alasan permintaan Informasi Publik. Tujuannya adalah untuk menilai ada tidaknya kegunaan Informasi Publik, mencegah tindakan sewenang-wenang Badan Publik dalam menolak permintaan karena alasan prosHGXUDOPHPDVWLNDQWHUSHQXKLQ\DXQVXU´3HQJJXQD,QIRUPDVL3XEOLNµserta memastikan informasi yang diminta digunakan oleh Pengguna Informasi Publik secara tidak melawan hukum dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

P

S

John Fresly

Wakil Ketua KIP

(13)

Buka! Informasi Publik | Edisi 03 | Maret 2014

13

Kegiatan KI Pusat

Pattiro ² KI Jatim Susun

Pedoman Beracara

alam rangka menjaga pelaksanaan proses Sengketa Informasi Publik sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), maka Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Timur (Jatim) bersama Pattiro menginisiasi penyusunan Pedoman Teknis Administrasi Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Pembahasan final pedoman tersebut telah dilaksanakan dalam gelaran

)RFXV*URXS'LVFXVVLRQ (FGD) di

Hotel Alila Jakarta, (20/1). Garis besar pedoman Penyelesaian Sengketa Informasi Publik tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan untuk menjaga citra KI dalam menerima, memeriksa, dan memutus sengketa informasi. Dalam pedoman telah ditetapkan lima pedoman pokok, yakni 1. Pra-sidang (Kinerja Komisioner dan Panitera/Panitera Pengganti); 2. Sidang Komisi Informasi dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan (Pemeriksaan Awal); 3. Mediasi; 4. Sidang Ajudikasi (Pembuktian sampai Putusan ); 5. Pasca-putusan.

Karena semangatnya

melahirkan dasar hukum dalam Penyelesaian Sengketa

Informasi Publik (PPSIP), maka kekurangan di UU KIP dan di Perki yang telah ada, termasuk tidak termuatnya teks sumpah, janji, dan lain-lainnya,

disempurnakan di pedoman. Acara tersebut dibuka langsung oleh Ketua KI Provinsi Jawa Timur Joko Tetuko dengan menghadirkan narasumber Prof Dr Hadi Subhan (Akademisi Unair), Bambang (Mahkamah Agung), beberapa Komisioner KI Provinsi seperti Juniardi

(Lampung), Lilik Rukitasari (Kaltim), Dewi Amanatun Suryani (DI Yogyakarta), Amas Tadjuddin HS (Banten), Budi Yoga Permana (Jawa barat), Siti Mariam (DKI Jakarta), dan seluruh KI Provinsi Jawa Timur. Sedangkan dari KIP, turut hadir Ketua KIP Abdulhamid

Dipopramono, John Fresly (Wakil Ketua), Henny S Widyaningsih, dan Yhannu Setiawan.

KI Bengkulu Usul Keseragaman Pelaksanaan Tugas

da kebutuhan

keseragaman dalam tata laksana dan tata kelola sekretariat serta proses dalam persidangan sengketa informasi dari Komisi Informasi Pusat (KIP) hingga KI Daerah. Untuk itu, diperlukan sebuah

ketentuan pelaksanaan tugas KI di seluruh Indonesia yang dikeluarkan KIP dalam bentuk

Peraturan Komisi Informasi atau Surat Edaran.

Hal itu terungkap saat audiensi rombongan KI Bengkulu dan Dishubkominfo Pemprov Bengkulu bersama seluruh Komisioner KIP di ruang rapat Sekretariat KIP Jakarta, Selasa (21/01). KI Bengkulu yang baru dilantik 30 Desember 2013 itu diterima Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono, Wakil Ketua KIP John Fresly, didampingi

anggota Henny S. Widyaningsih, Rumadi Ahmad, Yhannu

Setyawan, dan Evy Trisulo. Ketua Komisi Informasi (KI) Bengkulu Emex Verzoni didampingi Wakil-nya Firmansyah bersama anggota Mizan Pranoto Hidayat, Ifsyanusi, dan Komisioner wanita Tri Susanti serta Saptanti dari Dishubkominfo Bengkulu. Emex mengatakan, sebagai KI yang baru terbentuk mereka terdorong untuk banyak belajar karena kemungkinan besar dalam waktu dekat sudah ada sengketa informasi yang segera masuk ke KI Bengkulu. Emex mengatakan, diperlukan persamaan persepsi dalam tata kelola dan tata laksana

kesekretariatan KI Bengkulu dan juga diperlukan ketentuan dan tata cara dalam

persidangan nanti.

D

(14)

Kegiatan KI Pusat

“Kami mengharapkan adanya keseragaman pelaksanaan tugas sehingga terbangun

kewibawaan Komisi Informasi di daerah,” kata dia.

Menurutnya, saat ini KI Bengkulu sudah mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Bengkulu sebesar Rp 1,3 miliar untuk Tahun 2014.

Namun untuk setiap kegiatan harus ada surat tugas dari Gubernur Bengkulu sehingga dikhawatirkan akan terjadi konflik kepentingan. Problem demikian menurutnya perlu ada solusi.

Hadapi Gugatan Golkar, KI NTB Koordinasi ke KIP

enghadapi gugatan dari Partai Golkar Nusa Tenggara Barat (NTB), Komisi Informasi (KI) Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak gentar dan mengatur banyak strategi untuk menghadapinya, termasuk melakukan koordinasi dengan KIP, Selasa (28/1). Salah seorang Komisioner KI NTB, Ajeng Roslinda, datang ke kantor KIP di Jakarta, antara lain ditemui oleh Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono, Wakil Ketua John Fresly, serta para Komisioner Dyah Aryani,

Evy Trisulo, Rumadi, dan Yhannu Setyawan.

Ajeng melaporkan bahwa KI NTB beserta Pemohon Informasi bernama Suhardi telah digugat oleh Partai Golkar NTB akibat keputusan KI NTB yang memerintahkan Partai Golkar untuk membuka informasi berupa laporan keuangan, laporan program umum

kegiatan partai Tahun 2011 dan 2012, serta struktur

kepengurusan partai. Demikian juga, KIP dijadikan Tergugat 3 dalam gugatan yang diajukan ke PN Mataram tersebut. KIP dituduh tidak melakukan pembinaan ke KI NTB. Gugatan Golkar NTB dinilai aneh dan tidak memahami Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang antara lain juga mengatur Partai Politik di Pasal 15. Wakil Ketua KIP John Fresly menyebutkan bahwa gugatan Golkar tersebut salah alamat. Menurutnya, gugatan terhadap putusan KI mestinya bukan berupa perdata dengan tuntutan uang. Sebab

Mahkamah Agung dengan Perma Nomor 2/2011 sudah mengatur hukum acara sengketa

informasi. “KI tidak bisa dijadikan pihak untuk digugat,” kata John.

Dalam dialog antara Komisioner KI NTB dengan KIP tersebut disimpulkan bahwa KI NTB telah menjalankan perannya secara baik. KIP menaruh perhatian karena putusan KI NTB dalam kasus antara Pemohon

Informasi Suhardi dengan Termohon DPD Golkar NTB kualitasnya cukup baik. KI NTB secara umum telah melaksanakan fungsinya sebagai lembaga penyelesai sengketa seperti diatur undang-undang Peraturan Komisi Informasi (Perki). Untuk itu KIP akan mendukung penuh

perjuangan KI NTB.

Malik Fadjar: KIP Perlu Sosialisasi UU KIP Secara Sistematis

engurus Pusat (PP)

Muhammadiyah menerima kunjungan Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) di Kantor PP Muhammadiyah Jakarta, Kamis (30/1). Ketua PP Muhammadiyah Malik Fadjar bersama Sekretaris Abdul Mu’ti dan Bendahara Abdul Abbas audiensi dengan Wakil Ketua KIP John Fresly serta

Komisioner Yhannu Setyawan dan Rumadi.

Dalam kesempatan itu, Malik Fadjar yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999) sempat mempertanyakan eksistensi KIP yang masih kurang diketahui masyarakat termasuk ia sendiri.

M

(15)

Kegiatan KI Pusat

Buka! Informasi Publik | Edisi 03 | Maret 2014

15

Mantan Rektor Universitas

Muhammadiyah Malang (1983-2000) memberikan solusi supaya KIP melakukan sosialisasi secara sistematis sehingga masyarakat luas dapat lebih memahami hak-haknya untuk mendapatkan informasi pada Badan Publik.

Sementara John Fresly

menjelaskan bahwa sudah ada sejumlah putusan yang

dilakukan KIP dalam menyelesaikan sengketa informasi antara Pemohon perorangan dan Lembaga Sewadaya Masyarakat (LSM) dengan Badan Publik. Di antaranya mengenai

pertanahan dan sengketa soal Pegawai Negeri Sipil sehingga Pemohon bisa memperoleh haknya.

Dijelaskannya, semua Badan Publik yang seluruh atau sebagian anggarannya berasal dari APBN dapat disengketakan ke Komisi Informasi jika

menolak memberikan Informasi Publik. Badan Publik termasuk Organisasi Masyarakat seperti PP Muhammadiyah dan LSM yang sebagian dananya berasal dari masyarakat.

Yhannu Setyawan menjelaskan, meski semua warga negara dan Badan Hukum dapat meminta Informasi Publik ke Badan Publik namun tidak termasuk informasi yang dikecualikan. Adapun informasi yang kecualikan untuk diberikan kepada Pemohon informasi, seperti rahasia negara, data proses persidangan, data pribadi, dan lainnya.

Usai audiensi, Rumadi yang diwawancarai jaringan televisi PP Muhammadiyah (TvMU) mengatakan KIP menginginkan dukungan dalam revolusi keterbukaan Informasi Publik kepada semua pihak, termasuk PP Muhammadiyah yang

memiliki basis umat yang besar.

Kemenkeu Bisa Jadi

%HQFKPDUN Pelaksanaan UU KIP

emajuan sistem penyampaian data Informasi Publik yang dilakukan Kementerian

Keuangan (Kemenkeu) RI dapat dijadikan EHQFKPDUN bagi penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dorongan untuk menjadikan Kemenkeu sebagai

EHQFKPDUN disampaikan

sejumlah Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) saat PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) Kemenkeu beserta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu berkunjung ke kantor KIP di Jakarta, Kamis (30/1).

Pada kesempatan audiensi tersebut KIP dipimpin langsung Ketua Abdulhamid

Dipopramono, Wakil Ketua John Fresly, Henny S Widyaningsih, Rumadi, dan Yhannu Setyawan. Sementara dari Kemenkeu RI hadir Koordinator PPID

Kemenkeu Yudi Pramadi, PPID Dirjen Kekayaan Negara (KN) Tavianto Noegroho, beserta puluhan orang stafnya. Pihak Koordinator PPID

Kemenkeu dan PPID DJKN Kemenkeu memaparkan struktur organisasi pengelolaan informasi lengkap dengan data informasi yang akan dinyatakan sebagai data informasi

dikecualikan dan potensi konfliknya.

Peran PPID Kemenkeu akan sangat luas karena meliputi sejumlah perwakilan di seluruh daerah serta dapat menjadi jalan masuk Pemohon informasi dari seluruh kementerian dan lembaga negara lainnya. Menurut Koordinator PPID Kemenkeu Yudi, Kemenkeu sebenarnya menguasai seluruh data informasi anggaran seluruh Kementerian dan Lembaga Negara sehingga dapat saja menjadi jalan para Pemohon informasi kepada seluruh Badan Publik yang anggarannya berasal dari APBN. Namun jika semua informasi lewat Kemenkeu akan membuat kewalahan, sebab organisasi Kemekeu sendiri sudah sangat besar.

Pada kesempatan tersebut Yudi menanyakan lembaga negara mana yang harus dijadikan

EHQFKPDUN dalam keterbukaan

informasi umumnya dan

(16)

Kegiatan KI Pusat

pelaksanaan UU KIP pada khususnya. Sebab selama ini Yudi mengaku belum

menemukannya. Menanggapi hal tersebut Hamid mengatakan justru Kemenkeu mestinya bisa jadi EHQFKPDUN.

“Kemenkeu kan mendapat anugerah Peringkat Pertama dalam menjalankan UU KIP versi KIP yang

penganugerahannya diserahkan Wapres. Jadi Kemenkeu yang harus jadi EHQFKPDUN,” kata Hamid.

Hal itu juga ditekankan oleh Komisioner KIP Henny S Widyaningsih. Henny memuji bahwa tidak salah jika Kemenkeu menjadi peringkat terbaik dalam pemeringkatan Badan Publik Tahun 2013. Oleh karenanya, “Sebagai Badan Publik yang memiliki struktur organisasi PPID yang lengkap, maka dapat menjadi contoh bagi Badan Publik lainnya,” ujarnya.

John Fresly menegaskan perlunya Kemenkeu melakukan uji konsekuensi sendiri

terhadap sejumlah informasi yang telah dinyatakan sebagai informasi yang dikecualikan. Jika seluruh informasi yang dikecualikan sudah melalui uji konsekeunsi, maka jika ada Pemohon melakukan sengketa informasi ke KIP dapat langsung ketok palu tanpa harus melalui proses persidangan yang panjang dan melelahkan.

Ketua PB NU: Keterbukaan Harus Berakhlak

etua Umum (7DQILG]L\DK) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) Said Aqil Siradj menyambut baik pelaksanaan keterbukaan Informasi Publik di tanah air sejak Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Namun demikian, lulusan Doktor (S3) dari

University of Umm Al-Quran itu mengingatkan bahwa

keterbukaan informasi harus berakhlak.

Said yang terpilih sebagai Ketua Umum PB NU untuk Periode 2010-2015 pada Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama di Asrama Haji Sudiang, Makasar, Sulawesi Selatan itu menjelaskan

keterbukaan informasi harus berakhlak jangan sampai kesannya hanya untuk

menjatuhkan pimpinan Badan Publik yang diminta informasi. Hal itu disampaikan mantan anggota Majelis

Permusyawaratan Rakyat dari anggota fraksi yang mewakili Nahdlatul Ulama periode 1992-2004 saat menerima kunjungan Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) yang dipimpin Wakil Ketua John Fresly, serta Komisioner Rumadi, Henny S

Widyaningsih, dan Yhannu Setyawan di kator PB NU Jakarta, Rabu (5/2).

Pada kesempatan audiensi itu, John mengatakan selain informasi yang terbuka yang wajib diberikan kepada Pemohon informasi, maka ada juga informasi yang

dikecualikan.

Namun menurut ia, jika Badan Publik menyatakan informasi yang diminta Pemohon informasi yang dikecualikan maka harus melakukan uji konsekuensi terlebih dahulu. Sementara Rumadi mengatakan Badan Publik yang wajib memberikan data informasi publiknya adalah Badan Publik Negara dan non-Negara yang dana seluruhnya atau sebagian berasal dari APBN, APBD, atau masyarakat. “PB NU termasuk kategori Badan Publik, jika ada Pemohon yang meminta data Informasi Publik harus dilayani,” terangnya.

Hal senada disampaikan Henny bahwa PB NU harus terbuka karena termasuk salah satu Badan Publik sebagaimana yang disyaratkan UU KIP.

Namun demikian, Yhannu mengharapkan PB NU dapat membantu dalam hal menyebarluaskan UU KIP, terutama mengingatkan kepada sejumlah Kepala Daerah yang belum membentuk Komisi Informasi di Daerah.

(17)

Kegiatan KI Pusat

Buka! Informasi Publik | Edisi 03 | Maret 2014

17

Pattiro ² KIP Akan Susun Modul

PSI yang Komprehensif ebagai bentuk keseriusan pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik dan Penyelesaian Sengketa Informasi secara profesional oleh Komisi Informasi Pusat (KIP) dan KI Daerah, maka akan diterbitkan modul pelatihan Penyelesaian Sengketa Informasi yang lebih

komprehensif dari yang sudah ada.

Untuk keperluan tersebut LSM Pattiro telah mempresentasikan draf modul pelatihan yang disiapkannya di hadapan para Komisioner KIP di kantor KIP Jakarta, Rabu (5/2). Sebelumnya, dengan dana Australian Aid, Pattiro sudah bekerja sama dengan KIP dan Daerah lewat beberapa program.

Pada kesempatan presentasi tersebut dari pihak Pattiro hadir Bejo Untung, Ahmad Rafik, dan Feri Nariadi.

Sedangkan dari KIP hadir Ketua Abdulhamid Dipopramono, Wakil Ketua John Fresly, Komisioner Dyah Aryani, Evy Trisulo, Henny S Widyaningsih, Rumadi, dan Yhannu setiawan. Menanggapi presentasi dari Pattiro, KIP menginginkan agar

modul didesain lebih

komprehensif, mendalam, dan rinci karena selama ini KIP telah memiliki modul serupa yang disusun atas kerja sama dengan MSI dan sudah diaplikasikan di beberapa daerah.

Modul yang disusun diharapkan juga dimulai dari tahap paling awal dalam proses penyelesaian sengketa, seperti registrasi perkara, penanganan berkas, dan lain-lain, sampai tahap pasca-putusan.

Ketua KIP mengakui bahwa praktik penyelesaian sengketa yang ada saat ini masih ada bolong-bolong di sana sini. Diharapkan setelah ada modul yang komprehensif, mendalam, dan rinci, disertai ketersediaan SDM yang memadai maka penyelesaian perkara akan lebih profesional dan memuaskan semua pihak. Komisioner Evy Trisulo lebih jauh mengatakan bahwa jika modul yang dibuat oleh Pattiro nanti lengkap dan baik, maka akan bisa menjadi acuan semua persidangan di KI, sebab menurut undang-undang, hukum acara penanganan sengketa di KI berbeda dengan yang ada di pengadilan pada umumnya. Bukan pidana tapi juga bukan perdata.

“Jika modul yang dibuat Pattiro bagus, maka akan bisa menjadi acuan. Selanjutnya KIP akan memberi lisensi kepada Pattiro untuk melakukan sertifikasi pada peserta pelatihan,” kata Evy.

Perlu Dukungan Pemda untuk Eksistensi KI Daerah

iperlukan dukungan dari Pemerintah Daerah untuk meningkatkan eksistensi Komisi Informasi (KI) Daerah. Untuk itu, perlu diupayakan oleh para Komisioner di daerah dapat menjalin kerja sama yang baik dengan Pemerintah Daerah setempat. Hal itu berkembang dalam dialog saat Komisioner KIP menerima kunjungan rombongan KI Sulawesi Tengah yang dipimpin Wakil Ketua-nya Isman di ruang rapat KIP Jakarta, Jumat (7/2). Pertemuan itu sekaligus mengklarifikasi tentang adanya surat pengunduran diri dari Ketua KI Sulteng Salman Hadiyanto yang disampaikan ke KIP dan ingin mendapatkan gambaran tentang realisasi hasil Rakornas 2013 di Solo. Dari KIP hadir Ketua

Abdulhamid Dipopramono, Wakil Ketua John Fresly, Komisioner Henny S Widyaningsih, Rumadi, Evy Trisulo, Dyah Aryani, Yhannu Setyawan, dan Sekretaris KIP Bambang Hardi Winata. Komisioner menyampaikan bahwa salah satu hasil Rakornas tentang revisi Perki No. 1 Tahun 2013 sedang dalam proses. Juga tentang MXGLFLDO

S

(18)

Kegiatan KI Pusat

UHYLHZ UU No. 14 Tahun 2008

sedang dalam proses tindak lanjut, antara lain dengan FGD yang menghadirkan pakar hukum tata negara, Refly Harun. Selain itu, KIP juga sedang menyusun Perki tentang Pemilu yang akan dituntaskan Maret 2014 (saat ini gagasan Perki Pemilu telah diundangkan dengan Berita Negara Nomor 275).

John Fresly melontarkan pentingnya kerja sama antara Pemda dengan KI Daerah. Menurut wakil ketua tersebut ada sejumlah daerah yang akhirnya berhasil eksis karena mendapatkan dukungan dari Pemda, seperti KI Kepri, KI Sumut, KI DKI, KI Banten, dan lainnya. Namun demikian, ia mengatakan, meski sudah mendapatkan dukungan Pemda terkadang masih ada KI Daerah kurang produktif, seperti KI DKI yang belum menghasilkan banyak output. “Padahal KI Jatim yang pada awalnya belum mendapatkan dukungan Pemda justru berhasil membuat banyak produk sehingga

akhirnya Pemda

mendukungnya,” kata John. Mengenai isu pengunduran diri Ketua KI Sulteng, Henny mengharapkan adanya klarifikasi karena surat yang dikirim ke KIP justru dari Sekda Sulteng bukan, dari KI Sulteng. “Seharusnya dari rapat pleno Komisioner baru menyurat ke KIP,” kata Henny.

Anggota KI Sulteng, Abbas mengatakan sebenarnya sudah ada kesepakatan dari Ketua KI

Sulteng bahwa pengunduran diri baru dilakukan pada Oktober 2013. “Dalam pleno sudah ada kesepakatan untuk menggantikan ketua pada dua Tahun masa kerja dan itu dilakukan pada Oktober. Saya yang akan menggantikannya,” kata dia.

KIP dan KPI Awasi Aliran Dana Kampanye Pemilu

ua lembaga negara, Komisi Informasi Pusat (KIP) dan Komisi

Penyiaran Indonesia (KPI) bahu membahu dalam mengawasi aliran dana kampanye partai politik, calon legislatif dan calon presiden menjelang pelaksanaan Pemilu 9 April 2014. Kedua komisi ini melakukan rapat koordinasi yang membahas khusus tentang aliran dana kampanye melalui iklan di media televisi, baik televisi pemerintah maupun televisi swasta yang

dilaksanakan di kantor KIP Jakarta, Selasa (18/2). Dari KIP diwakili oleh Wakil Ketua John Fresly bersama Komisioner Rumadi, Yhannu Setyawan dan Henny S. Widyaningsih sementara dari KPI diwakili oleh Ketua

KPI Judhariksawan, Komisioner Bekti Nugroho, Fajar Arifianto

Isnugroho, Danang Sangga Buana, Amirudin, Idy Muzayyad, dan Agatha Lily. Masing-masing Komisioner baik KIP maupun KPI melontarkan sejumlah gagasan dalam upaya mewujudkan mekanisme pengawasan aliran dana kampanye melalui transparansi penggunaan dana iklan kampanye terutama yang digunakan di lembaga

penyiaran swasta maupun pemerintah.

Sebagaimana diketahui, sekarang ini data informasi dana Parpol yang digunakan untuk keperluan penayangan iklan di lembaga penyiaran belum dapat diakses publik. Kedua Komisi ini sangat berkepentingan untuk dapat membuka data informasi tersebut, termasuk upaya untuk dapat membuka data informasi biaya iklan perhari dan faktur pajak iklan Parpol di lembaga penyiaran.

KIP sendiri terus mengkaji lebih jauh apakah lembaga penyiaran privat (swasta) yang

menggunakan frekuensi publik dapat dikategorikan sebagai Badan Publik sehingga data informasi publiknya dapat diakses.

Wakil Ketua KIP John Fresly mengatakan sedang mengkaji lebih jauh apakah lembaga penyiaran swasta dapat dikatakan Badan Publik yang dapat diakses informasi

publiknya seperti yang terdapat pada Pasal 1 ayat 3 UU KIP. Komisioner Henny S.

Widyaningsih menambahkan,

(19)

Buka! Informasi Publik | Edisi 03 | Maret 2014

19

Kegiatan KI Pusat

bahwa KIP akan mencoba membuat pedoman pengisian informasi dana iklan kampanye Parpol di TV dan sesuai

kewenangannya pula, KPI dapat membuat ketentuan bagi lembaga penyiaran swasta untuk transparan dalam hal dana pembayaran iklan Parpol di TV.

Keterbukaan Informasi Problem Semua Negara

emua negara baik negara berkembang maupun negara maju mengalami problem keterbukaan

informasi. Bahkan, di Amerika Serikat sampai sekarang masih memperdebatkan informasi apa saja yang dapat dikategorikan sebagai rahasia negara dan informasi apa saja yang bisa di-share ke publik.

Problematika tersebut, mengemuka dalam kunjungan delegasi dari United States Agency for International Development (USAID) yang diwakili oleh Heather Flyn dan Milie Toder, Diah Januarti dan didampingi tim Management System International (MSI) Ahsanul Minan, Juhani Grossmann dan Desi yang diterima Wakil Komisi Informasi Pusat John Fresly, Komisioner

Rumadi, dan Komisoner Yhannu Setyawan di KIP Jakarta, Selasa (18/2).

Pada kesempatan itu, John panggilan John Fresly

memaparkan sejumlah masalah yang masih dihadapi KIP dalam menjalankan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Kata John, masalah itu menyangkut keseriusan pemerintah daerah mematuhi perintah UU KIP karena terbukti dari 34 Provinsi, baru 23 yang membentuk KI Provinsi. “Melihat kenyataan ini, saya jadi punya persepsi apakah pemerintah memang ingin serius melaksanakan

keterbukaan Informasi Publik, atau hanya ingin memenuhi keinginan sebagian lembaga swadaya masyarakat pengguna informasi,” kritik John sambil menegaskan akan terjadi kesenjangan persepsi dalam pelaksanaan UU KIP oleh pemerintah baru hasil dari pemilu pada September mendatang yang

pemahamannya tentang UU KIP dari awal lagi.

Sementara itu, Komisioner Rumadi mengatakan pelaksanaan UU KIP di

Indonesia masih belum berjalan dengan efektif dengan

ditandainya kasus-kasus korupsi yang sering terjadi, belum lagi adanya oknum Pemohon yang memanfaatkan UU KIP ini untuk melakukan permohonan secara tidak wajar (YH[DWLRXV

UHTXHVW), yaitu satu Pemohon

melakukan 400 permohonan sengketa informasi.

Dengan adanya persoalan tersebut, Komisioner Yhannu Setyawan mengharapkan adanya ketentuan yang jelas terhadap data informasi yang dikecualikan, ia bertanya bagaimana dengan pengalaman data informasi yang

dikecualikan di Amerika Serikat.

Flynn bersama Toder

menjelaskan secara bergantian semua masalah yang

disampaikan Komisioner KIP itu. Menurut mereka, sebenarnya kondisi keterbukaan informasi di AS tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Indonesia.

Ia menjelaskan bahwa, jika ada oknum Pemohon informasi yang mengajukan sengketa dalam jumlah besar maka langsung tidak dilayani. Demikian juga dengan data informasi yang dikecualikan, di Amerika Serikat juga masih menjadi perdebatan sengit, misalnya apakah data intelejen yang telah berusia 30 atau 40 Tahun dapat dibuka atau tidak. Keduanya juga sependapat dengan John tentang kondisi pergantian pemerintahan pada September nanti, akan terjadi ketimpangan implementasi tentang kerbukaan Informasi Publik. Dengan demikian, dibutuhkan pemahaman yang sama tentang keterbukaan Informasi Publik terhadap pemerintahan yang baru nanti.

(20)

Kegiatan KI Pusat

Ketua KIP Desak Gubernur Segera Lantik Komisioner KI Papua

etua Komisi Informasi Pusat Pusat (KIP)

Abdulhamid Dipopramono mendesak Gubernur Papua segera melantik Komisioner KI Papua yang sudah lolos ILWDQG

SURSHUWHVW pada 27 Desember

2013 lalu. Desakan disampaikan di Forum Workshop tentang Integritas dan Keterbukaan yang diselenggarakan The Jawa Pos Institute of Pro-otonomy (JPIP) di Swiss-bell Hotel

Jayapura, Papua, Selasa (19/2). Desakan juga disampaikan lewat Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Ruben Magai, pada Rabu (20/2) di Jayapura, karena gubernur sedang tidak berada di Jayapura. Bersama Komisioner Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman dan Anggota DPR RI asal Papua, Agustina Basik-Basik, Ketua KIP menjadi narasumber dalam workshop tentang integritas dan keterbukaan yang

diselenggarakan JPIP. Pada Rabu (20/2) di Jayapura, Abdulhamid juga berbicara di depan wartawan lokal Papua dan wartawan jaringan Jawa Pos seluruh Indonesia dengan topik “Penguatan Komunikasi

Lembaga Negara dengan Media.”

Di depan wartawan Ketua KIP mengatakan bahwa menurut survei, tingkat pengenalan masyarakat terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) maupun Komisi Informasi masih di bawah 30 persen. Hal ini disebabkan UU KIP baru diundangkan lima Tahun lalu dan anggaran

sosialisasi sangat kecil. “Bahkan KIP tidak memiliki anggaran untuk sosialisasi, anggarannya ada di Ditjen IKP Kementerian Kominfo,” kata dia. Namun dia menegaskan bahwa anggaran tidak boleh dijadikan alasan. Dia berjanji para Komisioner akan lebih proaktif bicara di media.

Abdulhamid mengatakan bahwa pada Maret 2014 KIP berencana membentuk Litbang yang salah satu tugasnya melakukan kajian rutin terhadap segala hal terkait keterbukaan informasi dan persoalan-persoalan hukumnya. Hasil kajian tersebut secara periodik akan disampaikan kepada

media/publik. “Bukan saatnya lagi lembaga negara semacam KI atau Komisioner-nya asal bicara keras dan main kritik sembarangan tanpa data. Ke depan KIP akan lebih

mendasarkan segalanya lewat kajian dan urun gagasan, bukan sekadar opini,” kata dia. Dalam kesempatan di Jayapura pada Selasa (19/2) malam, Ketua KIP juga melakukan koordinasi dengan empat

Komisioner KI Papua terpilih yang belum dilantik. Mereka adalah Armin Thalib, Hans Paiki, Joel Wanda, dan Petrus Mambay. Para Komisioner KI Papua melaporkan bahwa mereka sudah lolos ILWDQG

SURSHUWHVW di DPRP pada 27

Desember 2013 tetapi belum mendapatkan SK Gubernur. Mereka mengatakan gubernur masih sibuk membahas RUU Pemerintahan Tanah Papua (pengganti UU Otsus) dan banyak berada di Jakarta. Ketua KIP sedianya juga akan menemui Gubernur Papua tetapi sedang tidak berada di Jayapura.

Pada Rabu (19/2) Abdulhamid juga melakukan koordinasi dengan Ketua Komisi A DPRP, Ruben Magai, untuk mendorong agar DPRP terus mengawal hingga KI Papua definitif terbentuk, difasilitasi

sekretariatnya, dan bisa eksis menjalankan perannya. Dia minta agar DPRP mendesak gubernur segera melantik Komisioner KI Papua.

Sedianya Ketua KIP juga akan berkoordinasi dengan personil Pattiro di Papua, Irwan Chalid, tetapi batal karena Irwan mengalami kecelakaan dan masuk rumah sakit. Melalui telepon kepada Irwan, Abdulhamid menyampaikan terima kasih kepada Pattiro karena telah mendorong keterbukaan informasi di Papua dan mengawal pembentukan KI Papua.

Referensi

Dokumen terkait

Mengacu pada strategi penelitian yang disarankan oleh Yin seperti yang terlihat pada Tabel 3.1, pertanyaan pertama, yang tersebut dalam research question dapat dijawab

Dengan adanya program wonderfull Indonesia yang merupakan produk pemerintah untuk memasarkan pariwisata Indonesia di mata dunia, pemerintah Kabupaten Banyumas

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian Permohonan banding Pemohon

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding

Alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon

Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimanakah kemampuan guru bahasa dan sastra Indonesia di Pekanbaru dalam menyelesaikan soal UKBI dilihat dari tingkatan

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1 Mengetahui bagaimana mengembangkan karakter peserta

Doku!en reka! !e%is ra8at inap a%alah %oku!en reka! !e%is pasien aru atau pasien la!a yang %igunakan pa%a pelayanan ra8at inap. Waktu penye%iaan %oku!en reka! !e%ik pelayanan