• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI TANTANG PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon DENGAN Vibrio harveyi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI TANTANG PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon DENGAN Vibrio harveyi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

UJI TANTANG PASCA LARVA UDANG WINDU

Penaeus monodon

DENGAN

Vibrio harveyi

B.R. Tampangallo dan Nurhidayah

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg Sitakka No. 129 Maros Telp (0411 371544)

E-mail: bungatampangallo@yahoo.net

ABSTRAK

Vibrio harveyi merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat patogen pada budidaya udang windu Penaeus monodon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan pasca larva udang windu yang telah dipelihara menggunakan beberapa isolat probiotik RICA sejak fase naupli sampai pasca larva 12 (PL-12) terhadap V. harveyi . Kegunaan penelitian ini adalah sebagai acuan untuk mengetahui kualitas larva yang dihasilkan. Penelitian dilakukan di Instalasi Perbenihan Barru, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. Hewan uji yang digunakan adalah benur udang windu PL-12 yang sebelumnya telah dipelihara dengan menggunakan probiotik. V. harveyi berpendar untuk uji tantang diisolasi dari tambak di Kabupaten Pinrang dan telah disekuensing menggunakan 16sRNA. Wadah yang digunakan adalah stoples kaca diisi air laut bebas klorin masing-masing sebanyak 2 L per stoples. Perlakuan yang diuji adalah A = PL-12 yang dipelihara dengan aplikasi probiotik BM12, B = menggunakan probiotik BM58, C = probiotik BL542, D = probiotik BT951dan E = kontrol. Kepadatan V. harveyi yang diinfeksikan adalah 106 CFU/mL (1) dan 105 CFU/mL (2). Pengamatan tingkah laku, morfologi dan mortalitas benur udang windu diamati pada 1, 3, 6, 9, 12, 24, 48, 72, 96, 120 dan 144 jam setelah infeksi (jsi). Parameter imun seperti total hemosit (THC) dan phenoloksidase (PO) diamati sebelum dan setelah uji tantang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan D2 (77,78) disusul A2 (76,67%), D1 (75,56%), A1 (51,11%), lalu perlakuan yang lainnya sebesar 36,67% (B2, C2), 35,56% (B1), 30,0% (E2), 26,67% (C1) dan terendah 24,44% (E1). Ada kecenderungan rendahnya sintasan berkaitan erat dengan tingginya populasi bakteri yang diberikan dan kematian terbanyak terjadi pada pengamatan ke 48 jam. THC tertinggi sebelum uji tantang adalah 5,8 x 106 sel/ekor (A) dan terendah 1,8 x 106 sel/ekor (kontrol). Setelah uji tantang, THC tertinggi adalah 8,77 x 106 sel/ ekor (D2). Phenoloksidase tertinggi sebelum uji tantang adalah 0,016 (A) dan setelah uji tantang adalah 0,037 (A1).

KATA KUNCI: pasca larva, udang windu, uji tantang, Vibrio harveyi PENDAHULUAN

Upaya meningkatkan kembali produksi udang windu Penaeus monodon, yang terus mengalami penurunan telah ditempuh oleh pemerintah. Keterpurukan usaha budidaya udang windu ini diakibatkan adanya serangan penyakit seperti vibriosis, White Spot Syndrome Virus (WSSV), Yellow Head

Virus (YHV), Infectious Hypodermal And Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV) dan penurunan mutu

lingkungan budidaya. Guna menunjang upaya kebangkitan produksi udang windu, maka ketersediaan benih yang berkualitas baik dan dalam jumlah cukup sangat dibutuhkan. Dalam usaha perbenihan udang windu, juga tidaklah terlepas dari kendala. Salah satu penyakit yang paling sering menyerang panti perbenihan adalah vibriosis atau dikenal sebagai penyakit kunang-kunang. Penyakit tersebut telah dapat ditanggulangi dengan menggunakan antibiotik, akan tetapi penggunaan antibiotik secara terus menerus dapat mengakibatkan bakteri resisten.

Probiotik merupakan alternatif untuk mencegah atau menanggulangi penyakit vibriosis. Probiotik adalah bakteri yang hidup di alam yang diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, memperbaiki kualitas air dan telah dapat diisolasi dan diperbanyak. Muliani et al. ( 2003) telah berhasil mengisolasi bakteri probiotik dari laut, tambak dan mangrove. Isolat-isolat kandidat bakteri probiotik ini telah diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri vibrio dan memperbaiki beberapa parameter kualitas air. Penggunaan isolat probiotik di hatcheri juga sudah mulai dilakukan. Larva yang dipelihara dengan menggunakan isolat probiotik dapat memberikan sintasan hingga 35%. Untuk mengetahui kualitas dari larva yang dihasilkan maka perlu dilakukan uji tantang larva

(2)

yang dihasilkan dengan menggunakan bakteri Vibrio harveyi. Penggunaan probiotik dalam pemeliharaan larva kemungkinan juga akan meningkatkan sistem imun larva. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tahan, total hemosit dan aktifitas phenoloksidase pasca larva udang windu yang telah dipelihara menggunakan beberapa isolat probiotik RICA sejak fase naupli sampai pasca larva 12 (PL-12) yang ditantang bakteri patogen V. harveyi.

MATERI DAN METODE

Penelitian telah dilakukan di laboratorium basah Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Menggunakan wadah stoples kaca yang berisi air laut bebas klorin sebanyak 2 L per stoples. Setiap stoples telah dilengkapi dengan selang dan batu aerasi sebagai suplai oksigen. Hewan uji yang digunakan adalah benur windu (PL-12) yang telah dipelihara di hatcheri dengan menggunakan beberapa jenis probiotik sejak fase naupli – PL12. Kepadatan hewan uji dalam stopless adalah sebanyak 15 ekor per Liter.

Isolat bakteri V. harveyi yang digunakan adalah isolat koleksi Kadriah (2010). Sebelum digunakan stok bakteri ini diremajakan dengan menggunakan nutrien broth dan dinkubasi menggunakan shaker

inkubasi selama 24 jam. Keesokan harinya, bakteri disubkultur ke nutrien broth baru lalu diinkubasi di

atas shaker inkubator selama 4 jam sebelum digunakan. Uji tantang dilakukan dengan cara perendaman. Kepadatan V. harveyi dalam stoples adalah 106 dan 105 CFU/mL. Penentuan volume bakteri yang digunakan dihitung berdasarkan rumus pengenceran. Pengamatan mortalitas udang dilakukan pada jam 1, 3, 6, 9, 12, 24, 48, 72, 96, 120 dan 144 jam setelah infeksi (jsi). Pengamatan sistem imun seperti total hemosit dan phenoloksidase dilakukan di awal dan akhir pengamatan. Adapun perlakuan yang diujikan adalah :

A1 = benur yang dipelihara menggunakan probiotik BM12 dan ditantang dengan V. harveyi 5 x106 CFU/mL

A2 = benur yang dipelihara menggunakan probiotik BM12 dan ditantang dengan V. harveyi 5 x 105CFU/ mL

B1 = benur yang dipelihara menggunakan probiotik BM58 dan ditantang dengan V. harveyi 5 x 106 CFU/mL

B2 = benur yang dipelihara menggunakan probiotik BM58 dan ditantang dengan V. harveyi 5 x 105 CFU/mL

C1 = benur yang dipelihara menggunakan probiotik BL542 dan ditantang dengan V. harveyi 5 x 106 CFU/mL

C2 = benur yang dipelihara menggunakan probiotik BL542 dan ditantang dengan V. harveyi 5x105 CFU/mL

D1 = benur yang dipelihara menggunakan probiotik BT951 dan ditantang dengan V. harveyi 5x106 CFU/mL

D2 = benur yang dipelihara menggunakan probiotik BT951 dan ditantang dengan V. harveyi 5x105 CFU/mL

E1 = benur yang dipelihara tanpa menggunakan probiotik dan ditantang dengan V. harveyi 5x106 CFU/mL

E2 = benur yang dipelihara tanpa menggunakan probiotik dan ditantang dengan V. harveyi 5x105 CFU/mL

Pengambilan sampel hemosit dilakukan dengan mengacu pada Rantetondok dkk. (2008) dengan beberapa modifikasi. Benur sebanyak 10 ekor dari setiap perlakuan digerus dalam tabung effendorf volume 1,5 mL yang berisi antikoagulan (3,8% trisodium citrate) sebanyak 0,3 mL dengan menggunakan pastel plastik. Hemolim diambil dari cairan gerusan PL12 tersebut.

Perhitungan total hemosit dilakukan dengan mengambil hemolim yang telah dikoleksi diteteskan diatas haemocitometer kemudian diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Hemosit yang ada kemudian dihitung secara manual dan dimasukkan ke dalam rumus berikut :

(3)

THC = N x 25 x 104 cell/mL (Brock & Madigan, 1991) dimana :

THC= total haemosit count

N = Rata-rata haemosit yang ditemukan

Aktivitas pheloksidase diukur dengan mengambil sampel hemolim sebanyak 0,1 mL. Pengamatan dilakukan dengan melihat perekaman pembentukan dopachrome yang dihasilkan dari L-dihydroxyphenil alanine (L-DOPA) menggunakan prosedur yang dijelaskan oleh Liu & Chen (2004). Hemolim kemudian ditambahkan dengan antikoagulan 0,9 mL lalu disentrifugasi pada kecepatan 700 x g pada 4oC selama 20 menit. Cairan supernatan dibuang dan pellet dibilas dengan 1 mL

cocodilate-citrate buffer. Disentrifugasi lagi pada kecepatan 700 x g pada 4oC selama 20 menit. Selanjutnya cairan supernatan dibuang dan pellet disuspensikan kembali dengan 200 µL cacodylate

buffer. Larutan kemudian dibagi dua sebanyak 100 µL diinkubasi selama 10 menit pada 25oC dengan 50 mL trypsin sebagai elisator, kemudian ditambah 50 µL L-DOPA dan 5 menit kemudian ditambahkan 800µL cacodilate buffer. Larutan kedua sebanyak 100µL suspension sel ditambah dengan 50 µL

cacodylate buffer (untuk menggantikan tripsin) dan 50 µL L-DOPA digunakan sebagai kontrol untuk background phenoloksidase aktivity pada semua kondisi uji. Kerapatan optik pada panjang gelombang

490nm diukur menggunakan spektrofotometer.

Sintasan larva dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung total larva yang hidup. Sintasan dihitung dengan menggunakan rumus Effendi (1997) :

dimana :

SR = survival rate (tingkat kelangsungan hidup) Nt = jumlah udang yang hidup pada akhir penelitian No= jumlah udang yang ditebar pada awal penelitian

HASIL DAN BAHASAN

Benur yang dipapar pada umumnya aktif berenang ketika diinfeksi dengan inokulum bakteri V.

harveyi. Pada pengamatan satu jam pertama, umumnya benur yang diinfeksi dengan kepadatan yang

lebih tinggi (5x106 CFU/mL) lebih banyak berenang di permukaan sedang yang lebih rendah (5x105 CFU/mL) lebih banyak di dasar stoples. Hal ini berlangsung hingga pengamatan 3 jsi namun setelah 6 jsi, benur telah banyak berada di dasar wadah dan sebagian besar mengalami fase ganti kulit. Proses ganti kulit ini dapat menjadi indikasi adanya stress yang dialami oleh udang. Kematian benur mulai terjadi sejak 1 jsi. Hal ini juga turut dipicu oleh karena adanya benur yang ganti kulit sehingga menjadi lemah dan menjadi sasaran benur-benur yang kuat. Kematian benur terus berlanjut dan kematian larva mulai banyak terjadi pada jam pengamatan 48 jsi. (Gambar 1.). ematian paling banyak ditemukan pada perlakuan kontrol yakni sekitar 14 ekor. Lavilla-pitogo et al. (1990) juga menemukan mortalitas larva udang windu yang tertinggi terjadi pada pengamatan 48 jam sejak uji tantang dengan perendaman strain V. harveyi dan V. splendidus. Kematian hewan uji terus terjadi hingga akhir pengamatan. Kematian hewan uji paling banyak ditemukan pada kontrol yang diinfeksi dengan V.

harveyi sebanyak 5x106 CFU/mL. Pada umumnya benur yang lemah warnanya berubah menjadi kemerah-merahan dan beberapa saat kemudian benur mati.

Pada akhir pengamatan rata-rata sintasan benur windu yang diiinfeksi bakteri V. harveyi dapat dilihat pada Gambar 2. Sintasan terendah pada benur windu yang dipelihara tanpa menggunakan probiotik dan diinfeksi dengan V. harveyi sebanyak 5x106 CFU/mL (24,44%) disusul perlakuan C1 (26,67%), 30% (E2), 35,56 (B1), 36,67 (B2 dan C2), 51,11% (A1), 75,56 % (D1), 76,67 (A2) dan tertinggi 77,78% (D2). Ada kecenderungan sintasan dipengaruhi oleh kepadatan bakteri yang diinfeksikan. Pada umumnya benur yang diinfeksi dengan V. harveyi sebanyak 5x106 CFU/mL lebih rendah sintasannya dibanding yang hanya 5x105 CFU/mL dan benur yang tidak dipelihara dengan menggunakan bakteri probiotik memberikan daya tahan yang lebih rendah dibanding yang diberi probiotik. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian probiotik dapat meningkatkan daya tahan benur terhadap bakteri patogen, V. harveyi. Sukenda et al. (2005) juga melaporkan bahwa udang vaname

100% x No Nt SR 

(4)

yang disuntik dengan bakteri probiotik sebelum diinjeksi dengan menggunakan Vibrio harveyi MR5339 sebanyak 106 CFU/mL memberikan sintasan yang lebih tinggi (100%) dibanding tanpa menggunakan probiotik (15%). Rengpipat et al. (2000) telah melakukan uji tantang V. harveyi 1526 (kepadatan ~107 CFU/mL) terhadap udang windu yang telah dipelihara dengan menggunakan bakteri probiotik

Bacil-lus S11 selama 90 hari dan hasilnya adalah benur yang mendapat perlakuan probiotik sintasannya

lebih tinggi (65%) dibanding kontrol tanpa probiotik hanya sekitar 45%. Selain kepadatan bakteri, patogenisitas V. harveyi juga ditentukan oleh stadia udang. Mariyono et al. (2002) mendapatkan bahwa larva udang windu pada stadia zoea lebih rentan dibanding mysis dan pasca larva. Hal ini disebabkan oleh karena setiap fase dari larva ini belum sepenuhnya sempurna terbentuk, apalagi jika masih fase zoea sehingga tidak bisa membentuk pertahanan tubuh dan sangat rentan terhadap patogen.

Total hemosit merupakan salah satu indikator sistem imun krustase. Total sel hemosit benur sebelum diinfeksi V. harveyi adalah 5.8 x 104 sel/mL (A1), 5.01 x 104 sel/mL (B1), 3.50 x 104 sel/mL (D1), 3,23 x 104 sel/mL (C1) dan 1.85 x 104 sel/mL (E1). Setelah diinfeksi dengan V. harveyi sel hemosit tertinggi ditemukan pada perlakuan D2 yakni 8.77 x 104 sel/mL disusul B1 = 5.95 x 104 sel/mL, D1 = 5.74 x 104 sel/mL), A1 = 5.06 x 104 sel/mL, C1 = 4.62 x 104 sel/mL, B2 = 4.22 x 104 sel/mL, E1 = 3.96 x 104 sel/mL, E2 = 3.7 x 104 sel/mL, C2 = 3.63 x 104 sel/mL dan terendah A2 = 2.50 x 104 sel/ mL (Gambar 2.). Hemosit berperan dalam fagositosis, enkapsulasi degranulasi dan agregasi nodular terhadap patogen atau sel asing yang masuk dalam tubuh krustace. Hemosit juga bertanggung jawab dalam produksi dan pelepasan prophenoloksidase (Sahoo dkk. 2008). Hasil penelitian ini

Gambar 1. Mortalitas benur windu P. monodon yang diinfeksi dengan Vibrio harveyi. A= kepadatan infeksi 106 CFU/mL dan B= kepadatan infeksi 105 CFU/mL.

Gambar 2. Sintasan benur windu P. monodon yang diinfeksi V. harveyi

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 A1 B1 C1 D1 E1 A2 B2 C2 D2 E2 Si n ta sa n ( % ) Perlakuan

(5)

menunjukkan pemberian probiotik pada pemeliharaan larva udang windu cenderung meningkatkan jumlah sel hemosit benur dan pada saat diinfeksi dengan bakteri patogen, V. harveyi, benur bisa meningkatkan jumlah sel hemositnya sebagai bentuk pertahanan tubuh. Seperti dikemukakan oleh Manopo (2011) bahwa penambahan nukleotida dalam pakan udang vaname juga dapat meningkatkan jumlah sel hemosit udang yang dipelihara dan sel hemosit ini bertanggung jawab dalam pertahanan tubuh pada saat diuji tantang dengan V. harveyi sehingga udang yang diberi nukleotida sebanyak 400mg/kg pakan lebih resisten dibanding kontrol.

Phenoloksidase adalah ensim yang bertanggung jawab terhadap proses melanisasi pada krustase sebagai bentuk respon terhadap patogen atau pun benda asing yang masuk ke dalam tubuh inang (Sritunyalucksana & Soderhall, 2000). Phenoloksidase ini akan mengkatalis hidroksilasi monophenol yang selanjutnya akan menghasilkan quinone dan menghancurkan partikel asing melalui proses melanisasi pada reaksi fagositosis, enkapsulasi dan nodulasi serta peran penting lainnya sebagai antimikroba.

Pada penelitian ini aktivitas phenoloksidase sebelum diinfeksi bakteri patogen paling tinggi ditemukan pada benur yang dipelihara dengan menggunakan probiotik BM12 (A) yakni 0,016 dan terendah pada kontrol 0,004. Setelah diinfeksi V. harveyi aktifitas phenoloksidase tertinggi adalah 0.037 (A1), 0,036 (C1), 0,03 (D1 dan D2), 0.025 (B2), 0.02 (C2), 0.019 (B1), 0.013 (E1), 0.004(A2 dan E2). Ada kecenderungan bahwa aktivitas phenoloksidase cenderung meningkat seiring dengan tingginya jumlah bakteri patogen yang diinfeksikan.

KESIMPULAN

Pemberian bakteri probiotik dalam pemeliharaan larva udang windu cenderung meningkatkan daya tahan tubuh benur terhadap bakteri patogen V. harveyi. Mortalitas benur windu, P. monodon cenderung meningkat seiring dengan peningkatan jumlah bakteri V. harveyi yang diberikan. Mortalitas terjadi sejak pengamatan pertama dan tertinggi terjadi setelah 48 jam infeksi. Rata-rata sintasan tertinggi ditemukan pada benur yang dipelihara menggunakan probiotik BT951 dan diinfeksi dengan

V. harveyi kepadatan 5x105 CFU/mL yakni 77,78% dan terendah pada benur yang dipelihara tanpa menggunakan probiotik dan diinfeksi dengan V. harveyi sebanyak 5 x 106 CFU/mL yakni 24,44%.

Total hemosit tertinggi ditemukan pada benur yang dipelihara dengan menggunakan probiotik BT951 yang diinfeksi dengan V. harveyi sebanyak 5x105 CFU/mL yakni 8,77 x 106 sel/mL. Demikian halnya dengan aktivitas phenoloksidase dimana nilai tertinggi ditemukan pada benur yang dipelihara dengan menggunakan probiotik BM12 yakni 0,037.

DAFTAR ACUAN

Effendi, I. 1997 Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Gambar 3. Jumlah sel hemosit benur windu (Penaeus monodon) sebelum dan sesudah diinfeksi dengan V. harveyi

(6)

Lavilla-Pitogo, C.R., & L.D, De La Pena. 1998. Mortalities of Pond-Cultured Juvenile Shrimp, Penaeus

monodon. Associated With Dominance of Luminescent Vibrios In The Rearing Environment.

Aquac-ulture 164: 337-349.

Liu C.H. & J.C. Chen. 2004. Effect of ammonia on the immune respons of white shrimp Litopenaeus

vannamei and susceptibility to Vibrio alginolyticus. Fish and Shelfish Imunology. 16:321 –

334.Manopo, H. 2011. Peran nukleotida sebagai imunostimulan terhadap respon imun nonspesifik dan resistensi udang vaname (Litopenaeus vannamei). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 121 hal.

Mariyono, A. Wahyudi, & Sutomo. 2002. Teknik penanggulangan penyakit udang menyala melalui pengendalian populasi bakteri di laboratorium. Buletin Teknik Pertanian Vol. 7(1) : 25-27

Muliani, S. Suwanto, & Y. Hala. 2003. Isolasi dan karakterisasi bakteri asal laut Sulawesi untuk biokoktrol penyakit vibriosis pada larva udang windu (Penaeus monodon Fab.). Jurn. Hayati Vol. 10 (1):6-11.

Rantetondok, A., H. Anshary, & A. Galugu. 2008. Pengaruh Probiotik Bacillus Plus-1 pada dosis berbeda terhadap kualitas air, bakteri vibrio, sintasan dan total haemocyte pasca larva udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Jur. Torani : 18(4).

Rengpipat, S., S. Rukpratanporn, S. Piyatiratitivorakul, P & Menasaveta. 2000. Immunity enhance-ment in black tiger shrimp (Penaeus monodon) by a probiont bacterium (Bacillus S11). Aquaculture (191):271-278.

Sahoo, P.K., A. Das, S. Mohanty, B.K. Mohanty, B.R. Pilai, & J. Mohanty. 2008. Dietary â-1,3 glukan improve the immunity and desease resistance of freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii chal-lenged with Aeromonas hydrophyla. Aquaculture Research 39:1574-1578.

Sritunyalucksana, K. & K. Soderhall. 2000. The proPO and clotting system in crustacean. Aquac 191:53-69.

Sukenda, A.J., Sihombing, N. Fitria, & Widanami. 2005. Penapisan bakteri probiotik dan peranannya terhadap infeksi buatan Vibrio harveyi pada udang vaname (Litopenaeus vannamei). J. Akuakultur Indonesia 4 (2):181-187.

(7)

DISKUSI

1. Arif Pertanyaan:

Judulnya kurang tepat isinya perlakuan probiotik tapi judulnya mengapa uji patogenitas?

Tanggapan:

Penelitian ini belum selesai sebenarnya merupakan rangkaian

2. Prof. Kamiso Pertanyaan:

Lebih baik gambar grafiknya memakai SR (%), kodenya pakai keterangan Ujinya lebihbaik dengan 3 konsentrasi.

Tanggapan:

Terimakasih atas sarannya akan kami amati Sarannya akan kami amati.

(8)

Gambar

Gambar  1. Mortalitas benur windu P. monodon yang diinfeksi dengan Vibrio harveyi. A=
Gambar  3. Jumlah sel hemosit benur windu (Penaeus monodon) sebelum dan sesudah  diinfeksi dengan V

Referensi

Dokumen terkait

informasi publik ini dibatasi dengan hak individual dan privacy seseorang terkait dengan data kesehatan yang bersifat rahasia (rahasia medis). Jadi dalam hal ini dapat dianalisis

Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam , (Jakarta: Sinar Grafika, 2007).. mengurus dan memanfaatkan sebahagian harta warisan suaminya dan beberapa ahli warisnya.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan ( library research) dengan pendekatan penelitian normatif. Sumber data yaitu berasal dari data sekunder dengan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Kandungan Logam Berat Timbal

Dalam penelitian ini, peneliti mendefinisikan bahwa dengan perangkat pembelajaran yang valid, pembelajaran dapat dikatakan efektif jika (a) nilai test kemampuan berpikir

Selama proses pendampingan keluarga Bapak Jero Madri terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh penulis yaitu sebagai berikut. a) Sulitnya bertemu dengan kepala keluarga karena

(2) Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP

Sehingga akan didapatkan gambaran umum mengenai hubungan durasi bermain game online dengan tingkat stres pada siswa SMPN yang berada di kecamatan Sungai Raya