• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil yang diperoleh berupa data identifikasi bakteri uji, data uji LD50, data uji in vitro, dan data uji in vivo. Data hasil uji in vivo antara lain persentase akumulasi mortalitas harian pasca infeksi, skor gejala klinis harian pasca infeksi, pertambahan robot rata-rata ikan lele dumbo, respon makan ikan lele dumbo, pengamatan terhadap organ dalam ikan lele dumbo, dan data tambahan berupa parameter kulitas air.

4.1.1 Identifikasi Bakteri Uji

Hasil pengamatan morfologi koloni, uji karakterisasi biokimia, dan pewarnaan Gram terhadap bakteri hasil fasase (reisolasi) (Isolat 2) dari ikan lele dumbo yang telah diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila asal Balai Riset Perikanan Air Tawar (Bariskanwar) (Isolat 1) dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut Aoki (1999) kedua bakteri tersebut merupakan bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri yang digunakan untuk uji LD50, uji in vitro, dan uji in vivo adalah bakteri Aeromonas hydrophila hasil fasase.

Tabel 2. Hasil identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila Morfologi Koloni Uji Karakterisasi Biokimia Isolat

Bakteri Warna Elevasi Tepian O/F Motilitas Katalase Oksidase Sifat Gram

1 Krem Cembung Halus F + + + -

2 Krem Cembung Halus F + + + -

4.1.2 Uji LD50

Menurut Reed dan Muench (1938) LD50 (50 per cent lethal dose) adalah dosis yang dapat mematikan 50% dari jumlah hewan percobaan dalam waktu tertentu. Hasil dan perhitungan uji LD50 dapat dilihat pada Lampiran 5.

Berdasarkan hasil uji LD50 diperoleh hasil bahwa konsentrasi bakteri Aeromonas hydrophila 108 cfu/ml dapat mematikan 4 ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian 100%. Konsentrasi bakteri 107 cfu/ml dapat mematikan 4 ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian 100%. Konsentrasi bakteri 106 cfu/ml dapat mematikan 3 ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian 88%. Konsentrasi bakteri 105 cfu/ml dapat mematikan 3 ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian

(2)

67%. Konsentrasi bakteri 104 cfu/ml dapat mematikan 1 ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian 17%.

Berdasarkan hasil perhitungan LD50 diketahui bahwa konsentrasi yang dapat mematikan 50% dari populasi ikan lele dumbo yang ada adalah konsentrasi bakteri 104.7 cfu/ml yang dibulatkan menjadi konsentrasi 105 cfu/ml. Oleh karena itu pada perlakuan selanjutnya konsentrasi bakteri Aeromonas hydrophila yang digunakan adalah konsentrasi 105 cfu/ml.

4.1.3 Uji In Vitro

Berdasarkan hasil pengujian secara in vitro terhadap ekstrak daun pepaya Carica papaya L. diketahui bahwa ekstrak daun pepaya mampu menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila dengan kepadatan 105 cfu/ml yang disebar pada media TSA. Hal ini diketahui dengan terbentuknya zona hambat setelah media diinkubasi selama 24 jam, yang menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya memiliki sifat antibakteri.

8.17 d 7.33 bc 8.5 d 7.83 cd 0 a 7 b 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kontrol 10 20 30 40 50

Dosis Ekstrak Daun Pepaya (mg/ml)

D ia m et er R a ta-r ata Zon a H a mb at (m m)

Gambar 4. Diameter zona hambat ekstrak daun pepaya Carica papaya L. terhadap Aeromonas hydrophila

Terbentuknya area bening di sekitar kertas cakram menunjukkan adanya daya kerja antibakteri (Lay, 1994). Zona hambat yang kecil menunjukkan adanya aktifitas antibakteri yang rendah, sedangkan zona hambat yang besar menunjukkan adanya aktifitas antibakteri yang tinggi. Tinggi rendahnya diameter

Keterangan : Huruf dengan superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

(3)

zona hambat yang terbentuk diduga karena adanya enzim papain, alkaloid carpain, tocophenol, dan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun pepaya.

Gambar 4 menunjukkan bahwa pada perlakuan PBS sebagai kontrol, diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk adalah 0,00±0,00 mm. Ekstrak daun pepaya dosis 10 mg/ml, menghasilkan diameter rata-rata zona hambat sebesar 7,83±0,29 mm. Diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk pada dosis 20 mg/ml adalah 8,50±0,87 mm. Diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk pada dosis 30 mg/ml adalah 7,33±0,29 mm. Dosis 40 mg/ml menghasilkan diameter rata-rata zona hambat sebesar 8,17±0,29 mm. Dosis 50 mg/ml menghasilkan diameter rata-rata zona hambat terkecil yaitu 7,00±0,00 mm.

Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa ada perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap diameter rata-rata zona hambat (Lampiran 10). Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa dosis terkecil ekstrak daun pepaya yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila adalah 20 mg/ml, sehingga dosis yang digunakan untuk pencegahan adalah 20 mg/ml sedangkan pengobatan dua kali dosis pencegahan yaitu 40 mg/ml.

4.1.4 Uji In Vivo

4.1.4.1 Persentase Akumulasi Mortalitas Harian Pasca Infeksi

0 5 10 15 20 25 30 35 1 2 3 4 5 6 7

Hari Pasca Penyuntikan Aeromonas hydrophila

A kum ul a si M o rt a li ta s (% )

Kontrol Negatif Kontrol Positif Pencegahan Pengobatan

(4)

Gambar 5 menunjukkan persentase akumulasi mortalitas harian ikan lele dumbo pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Akumulasi mortalitas tertinggi hari pertama terdapat pada kontrol positif dengan nilai 26,67%, lebih tinggi dari pada perlakuan pengobatan dengan nilai 13,33%, sedangkan perlakuan pencegahan dan kontrol negatif memiliki nilai mortalitas 0%. Peningkatan persentase akumulasi mortalitas terjadi pada kontrol positif menjadi 33,33%. Persentase akumulasi mortalitas perlakuan pengobatan meningkat menjadi 20%. Persentase akumulasi mortalitas perlakuan pencegahan meningkat menjadi 6,67%. Persentase akumulasi mortalitas pada kontrol negatif tetap sebesar 0%. Nilai akumulasi mortalitas ini tetap hingga akhir perlakuan (Lampiran 11).

Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap persentase akumulasi mortalitas ikan (Lampiran 12), sehingga perlakuan pencegahan efektif dalam menekan angka mortalitas ikan lele dumbo selama perlakuan.

4.1.4.2 Skor Gejala Klinis Harian Pasca Infeksi

0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7

Hari Pasca Penyuntikan Aeromonas hydrophila

S k o r R a ta -r a ta Gej a la Klin is

Pencegahan Pengobatan Kontrol Positif

Gambar 6. Skor rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo pasca infeksi Gambar 6 menunjukkan bahwa ikan lele dumbo pada kontrol positif setelah diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila 105 cfu/ml pada hari pertama mengalami radang yang terlihat di daerah penyuntikan sebanyak 7 ekor. Selanjutnya pada hari

(5)

ke-2 berkembang menjadi hemoragi dan pada hari ke-3 menjadi tukak. Hal ini terjadi hingga pengamatan pada hari ke-7.

Ikan lele dumbo pada perlakuan pengobatan setelah diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada hari pertama menunjukkan adanya kelainan kilnis berupa radang sebanyak 5 ekor, sedangkan hemoragi sebanyak 8 ekor. Pada hari ke-2 ikan lele dumbo diinjeksikan ekstrak daun pepaya dengan dosis 40 mg/ml dan volume injeksi 0,1 ml/ekor. Berdasarkan Gambar 6, pada hari ke-3 pasca infeksi skor rata-rata mengalami penurunan, walaupun ikan mengalami kelainan klinis berupa tukak. Penurunan kelainan klinis terjadi hingga hari ke-7. Ada 1 ekor ikan yang mengalami penyembuhan yang cepat.

Pada perlakuan pencegahan, hari pertama setelah diinfeksi oleh bakteri Aeromonas hydrophila menunjukkan adanya kelainan klinis berupa radang sebanyak 8 ekor. Selain itu, 5 ekor mengalami hemoragi dan 1 ekor normal. Sebanyak 6 ekor mengalami penyembuhan pada akhir perlakuan (Lampiran 13). Hal ini dikarenakan 7 hari sebelum diinfeksi Aeromonas hydrophila, ikan telah diinjeksikan ekstrak daun pepaya dosis pencegahan 20 mg/ml dengan volume injeksi 0,1 ml/ekor.

Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap skor rata-rata kelainan klinis ikan lele dumbo (Lampiran 14). Sehingga perlakuan pencegahan efektif dalam mengurangi tingkat keparahan ikan lele dumbo selama terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak daun pepaya bekerja menstimulasi dan meningkatkan produksi antibodi tubuh ikan, sehingga daya tahan tubuh ikan saat diinfeksi bakteri dalam kondisi kuat.

4.1.4.3 Pertambahan Bobot Rata-rata Ikan Lele Dumbo

Bobot rata-rata ikan lele dumbo pada masing-masing perlakuan pada umumnya meningkat. Pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 7.

(6)

92.31 b 38.56 a 55.17 a 51.78 a 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

Kontrol Negatif Kontrol Positif Pencegahan Pengobatan

Perlakuan P er tam b a h a n Bob o t R a ta-r at a (% )

Gambar 7. Pertambahan bobot rata-rata (%) ikan lele dumbo selama perlakuan Gambar 7 menunjukkan bahwa ikan lele dumbo pada kontrol negatif mengalami pertambahan bobot tubuh rata-rata sebesar 92,31±23,45% dan jumlah ikan sampai akhir perlakuan adalah 15 ekor. Pertambahan bobot tubuh rata-rata pada kontrol positif sebesar 38,56±5,99% dan jumlah total ikan sampai akhir perlakuan adalah 10 ekor. Pertambahan bobot tubuh rata-rata pada perlakuan pencegahan sebesar 55,17±12,55% dan jumlah total ikan sampai akhir perlakuan adalah 14 ekor. Pertambahan bobot tubuh rata-rata pada perlakuan pengobatan sebesar 51.78±10.33% dan jumlah total ikan sampai akhir perlakuan adalah 12 ekor (Lampiran 15).

Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan, pengobatan, dan kontrol positif memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo (Lampiran 16). 4.1.4.4 Respon Makan Ikan Lele Dumbo

Suatu jenis bahan pengganggu seperti suhu ekstrim, tekanan osmotik, racun, infeksi bakteri, atau stimulasi lingkungan dapat menghasilkan stress (Affandi dan Usman, 2002). Stres yang dialami oleh ikan lele dumbo akibat dari infeksi bakteri Aeromonas hydrophila menimbulkan respon penolakan terhadap makanan. Respon makan pada ikan menjadi faktor yang penting dalam menunjang upaya pencegahan dan pengobatan ikan sakit. Semakin baik respon makan ikan maka

Keterangan : Huruf dengan superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

(7)

semakin cepat pula terjadi proses penyembuhan. Respon makan ikan lele dumbo tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Respon makan ikan lele dumbo tiap perlakuan Respon Makan Ikan Lele Dumbo

Kontrol Negatif Kontrol Positif Pencegahan Pengobatan Hari Ke- U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 -7 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -6 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -5 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -4 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -3 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -2 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -1 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ 0 +++ +++ +++ ++ + ++ +++ ++ ++ + + ++ 1 +++ +++ +++ + + + ++ + + + + + 2 +++ +++ +++ + + + + + + - - + 3 +++ +++ +++ - - - + + + + - + 4 +++ +++ +++ - - - ++ ++ ++ ++ + ++ 5 +++ +++ +++ - - - +++ +++ +++ ++ ++ +++ 6 +++ +++ +++ - - - +++ +++ +++ +++ +++ +++ 7 +++ +++ +++ - - - +++ +++ +++ +++ +++ +++

Keterangan : Respon makan tidak ada = -

Respon makan sedikit = +

Respon makan baik = ++

Respon makan sangat baik = +++

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa pada hari ke-7 sebelum diinfeksi Aeromonas hydrophila hingga hari ke-1 sebelum diinfeksi Aeromonas hydrophila semua perlakuan menunjukkan respon makan yang sangat baik. Hari ke-0 hingga hari ke-7 pasca infeksi pada kontrol negatif tetap menunjukkan respon makan yang sangat baik, sedangkan pada hari ke-0 hingga hari ke-7 pasca infeksi pada kontrol positif ikan lele dumbo mengalami penurunan nafsu makan. Penyakit bakteria akibat bakteri Aeromonas hydrophila mengakibatkan nafsu makan ikan hilang bahkan dapat mengakibatkan kematian (Angka et al., 1981). Hari ke-0 hingga hari ke-7 pasca infeksi pada perlakuan pencegahan ikan lele dumbo mengalami penurunan nafsu makan kemudian meningkat kembali nafsu makannya hingga akhir perlakuan.

4.1.4.5 Pengamatan Terhadap Organ Dalam Ikan Lele Dumbo

Pengamatan terhadap perubahan organ dilakukan dengan membedah tubuh ikan lele dumbo pada akhir perlakuan (hari ke-7 pasca infeksi Aeromonas hydrophila). Pengamatan dilakukan terhadap organ dalam antara lain ginjal, hati,

(8)

empedu, dan limpa. Organ dalam ikan lele dumbo hasil pembedahan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengamatan terhadap organ dalam ikan lele dumbo Perlakuan

Organ

Kontrol Negatif Kontrol Positif Pencegahan Pengobatan Ginjal Merah kecoklatan

Merah tua kehitaman dan

membengkak Merah tua

Merah sedikit pucat

Hati Merah kecoklatan

Merah

kekuningan dan

membengkak Merah gelap

Merah sedikit pucat

Empedu Hijau kebiruan Kuning Hijau kebiruan Hijau kekuningan Limpa Merah tua Merah kecoklatan Merah gelap Merah kecoklatan

Berdasarkan Tabel 4, kondisi organ dalam pada ikan lele dumbo kontrol negatif merupakan kondisi organ dalam pada ikan lele dumbo yang sehat. Kondisi organ dalam ikan lele dumbo kontrol positif mengalami infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Organ dalam ikan lele dumbo pada kontrol positif mengalami perubahan warna dan pembengkakan. Kondisi organ dalam pada ikan lele dumbo perlakuan pencegahan merupakan kondisi organ dalam ikan lele dumbo yang telah diberi ekstrak daun pepaya untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Kondisi organ dalam ikan lele dumbo perlakuan pencegahan sedikit menyerupai kondisi organ dalam ikan lele dumbo kontrol negatif. Kondisi organ dalam ikan lele dumbo perlakuan pengobatan merupakan kondisi organ dalam ikan lele dumbo yang telah terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila kemudian diinjeksikan ekstrak daun pepaya sebagai bahan antibakteri. Kondisi organ dalam pada ikan lele dumbo perlakuan pengobatan memiliki ciri yang berada diantara kontrol positif dan perlakuan pencegahan.

4.1.4.6 Parameter Kualitas Air

Air merupakan media yang paling vital bagi kehidupan ikan lele dumbo. Kualitas air yang baik dan optimum serta didukung oleh kondisi ikan lele dumbo yang prima karena berasal dari benih-benih yang berkualitas dan diberi pakan yang bergizi, cukup dan tepat waktu, dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan lele dumbo (Ghufran dan Kordi, 2004). Parameter kualitas air yang diamati adalah

(9)

suhu, pH, DO (Dissolved Oksigen), dan TAN (Total Amoniak Nitrogen) yang diukur di awal dan akhir perlakuan. Kisaran kualitas air selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kisaran kualitas air selama perlakuan Parameter

Perlakuan Suhu (°C) pH DO (mg/ml) TAN (mg/l) Kontrol Negatif 27 - 31 6.6 - 7.3 4.64 - 7.24 0.014 - 1.65 Kontrol Positif 28 - 31 6.6 - 7.3 5.84 - 7.24 0.014 - 1.22 Pencegahan 29 - 31 6.6 - 7.3 4.97 - 7.24 0.014 - 1.37 Pengobatan 30 - 31 6.6 - 7.3 5.16 - 7.24 0.014 - 1.66

Kualitas air selama perlakuan menunjukkan kisaran suhu antara 27-31 oC, pH antara 6,6-7,3, DO antara 4,64-7,24 mg/ml, dan TAN antara 0,014-1,66. Sehingga kualitas air selama perlakuan menunjukkan kualitas air yang layak untuk kehidupan ikan lele dumbo.

4.2 Pembahasan

Identifikasi bakteri yang dilakukan terhadap bakteri hasil fasase menunjukkan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri Aeromonas hydrophila. Hal tersebut dapat diketahui dari pengamatan morfologi koloni, uji karakterisasi biokimia, dan pewarnaan Gram yang hasilnya sesuai dengan ciri-ciri bakteri Aeromonas hydrophila seperti yang dinyatakan oleh Aoki (1999).

Berdasarkan hasil uji LD50, konsentrasi bakteri yang dapat mematikan 50% populasi ikan adalah 105 cfu/ml. Isolat bakteri Aeromonas hydrophila yang digunakan termasuk dalam kategori bakteri virulen karena memiliki nilai LD50 sebesar 105 cfu/ml (Mittal et al., 1980 dalam Lallier et al.,1984). Berdasarkan penelitian Supriyadi (1986) menunjukkan bahwa ikan lele sangat rentan terinfeksi oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Hal ini ditunjukkan dalam penelitiannya menggunakan ikan mas (Cyprinus carpio), Taiwan dan Sinyonya, ikan lele (Clarias batrachus), dan ikan gurame (Osphronemus gouramy), yang ditantang melalui injeksi peritoneal dengan tiga level dosis : 103, 105, dan 107 sel bakteri per ikan. Hasilnya menunjukkan bahwa mortalitas tertinggi berada pada konsentrasi 105 cfu/ml bakteri per ikan. Selain itu ikan gurame lebih resisten dari pada ikan lele tapi resistensinya tak sebanyak ikan mas Sinyonya dan Taiwan.

(10)

Kemampuan ekstrak daun pepaya dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila telah diuji secara in vitro. Dari uji tersebut didapatkan dosis ektrak daun pepaya yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila yaitu 20 mg/ml. Ekstrak daun pepaya pada dosis 20 mg/ml memiliki kekuatan antibakteri sedang karena diameter rata-rata zona hambatnya 8,5 mm. Menurut Davis Stout dalam Hasim (2003b), daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm berarti kuat, diameter hambat 5-10 mm berarti sedang, dan diameter hambat 5 mm atau kurang berarti lemah.

Zona hambat yang terbentuk dikarenakan adanya bahan aktif yang bersifat antimikroba dan antibakteri. Bahan aktif pada ekstrak daun pepaya yang berfungsi sebagai antimikroba adalah enzim papain, sedangkan yang berfungsi sebagai antibakteri adalah carpain (Ardina, 2007) atau alkaloid carpain (C14H25NO2) yang banyak terdapat pada daun muda (Kalie, 2006). Selain itu terdapat pula senyawa aktif dari golongan fenolik, yaitu flavonoid dan tocophenol yang juga berkontribusi dalam pembentukan zona hambat disekitar kertas cakram. Cara kerja zat antimikrobial alkaloid, flavonoid, dan tocophenol terhadap bakteri Aeromonas hydrophila diduga dengan menghambat kerja enzim bakteri sehingga mengganggu reaksi biokimiawi dan mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel bakteri Aeromonas hydrophila dan diduga pula adanya penghambatan pembentukan enzim berupa toksin ekstraseluler yang merupakan faktor virulensi bakteri Aeromonas hydrophila (Buckly et al.,1981). Menurut Katzung (1989) dalam Naiborhu (2002) menjelaskan bahwa mekanisme kerja senyawa antimikroba dimulai dengan penghambatan sintesis dinding sel, perubahan permeabilitas membran sel atau transpor aktif melalui membran sel, penghambatan sintesis protein yaitu penghambatan penerjemahan dan transkripsi material genetik dan penghambatan sintesis asam nukleat. Kerusakan membran sel menyebabkan tidak berlangsungnya transpor senyawa dan ion ke dalam sel bakteri sehingga bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya dan akhirnya mati.

Dari hasil uji in vivo, pada perlakuan pencegahan ikan lele dumbo menunjukkan respon makan yang sangat baik. Perlakuan kontrol negatif, kontrol

(11)

positif, dan pengobatan pun menunjukkan respon makan yang sangat baik. Selama 7 hari pemeliharaan, ikan lele dumbo menunjukkan kondisi kesehatan yang baik, sehingga nafsu makan ikan dalam kondisi yang normal, hal ini didukung dengan sifat ikan lele dumbo yang rakus. Setelah ikan lele dumbo diinfeksi dengan bakteri Aeromonas hydrophila dengan volume 0,1 ml/ikan secara intramuskuler, ikan lele dumbo menunjukkan respon makan yang sedikit atau tidak sama sekali kecuali pada ikan perlakuan kontrol negatif karena tidak diberi perlakuan injeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Menurut Kabata (1985) ikan yang terserang bakteri Aeromonas hydrophila akan menolak makanan yang diberikan. Menurut Nabib dan Pasaribu (1989) menjelaskan bahwa penolakan terhadap makanan sering dialami pada ikan yang tidak sehat. Hal ini terjadi karena ikan mengalami stres pasca penyuntikan, sehingga respon makannya sangat sedikit. Stres dapat mengakibatkan ikan menjadi shock, tidak mau makan, kanibalisme, dan meningkatnya kepekaan terhadap penyakit (Ghufran dan Kordi, 2004). Stres adalah kondisi dimana pertahanan tubuh ikan menurun, dan stres merupakan salah satu kunci terjadinya infeksi yang peranannya sangat dominan (Affandi dan Usman, 2002). Kondisi stres yang dialami ikan lele dumbo setelah diinjeksikan bakteri Aeromonas hydrophila secara intramuskuler ditunjang dengan aktivitas toksin yang dihasilkan bakteri Aeromonas hydrophila dalam tubuh ikan memudahkan terjadinya infeksi dan kerusakan jaringan tubuh ikan lele dumbo. Penyuntikan bakteri Aeromonas hydrophila secara intramuskuler mengakibatkan ikan tidak memiliki nafsu makan dan menyebabkan adanya perubahan patologis pada tubuh ikan (Haliman, 1993; Riyanto, 1993; dan Husein, 1993). Persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo pada perlakuan pencegahan dan perlakuan pengobatan lebih tinggi dari pada kontrol positif, yaitu pada perlakuan pencegahan 55,17% dan perlakuan pengobatan 51,78%, sedangkan kontrol positif 38,56%. Energi yang diperoleh dari pakan yang dikonsumsi oleh ikan lele dumbo kontrol positif, perlakuan pencegahan, dan pengobatan digunakan ikan lele dumbo untuk pemulihan dan pembentukan jaringan yang telah rusak. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan, perlakuan pengobatan, dan kontrol positif memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo selama perlakuan.

(12)

Menurut Effendie (2002) beberapa sebab kematian terhadap populasi ikan adalah diambil oleh orang (fishing), pemangsaan, penyakit, dan kecelakaan. Jadi, penyakit merupakan bagian dari mortalitas. Persentase mortalitas tertinggi selama perlakuan terjadi pada perlakuan kontrol positif sebesar 33,33%, sedangkan persentase mortalitas terendah terjadi pada kontrol negatif yaitu 0%, pada perlakuan pencegahan persentase mortalitas akhir yaitu 6,67%, lebih kecil dari persentase mortalitas pengobatan yaitu sebesar 20%. Hal ini berarti kelangsungan hidup tertinggi secara berturut-turut terdapat pada kontrol negatif, pencegahan, pengobatan, kemudian kontrol positif. Kematian tertinggi pada perlakuan kontrol positif terjadi pada hari pertama sebanyak 4 ekor diikuti pada hari ke-5 sebanyak 1 ekor, hal ini menujukkan patogenitas bakteri Aereomonas hydrophila dapat membunuh ikan dalam waktu kurang dari 24 jam dengan gejala klinis berupa radang dan hemoragi. Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yang bekerja secara sistemik atau melalui peredaran darah sehingga penyebarannya dapat ke organ-organ dalam. Luka terparah dialami pada daerah sekitar injeksi karena merupakan daerah yang pertama kali kontak dengan bakteri Aeromonas hydrophila. Menurut Affandi dan Usman (2002) Adanya luka pada kulit merupakan jalan masuk utama (port of entry) untuk beberapa infeksi bakteri. Proses injeksi merupakan jalan masuk yang sangat cepat bagi bakteri Aeromonas hydrophila untuk menginfeksi. Kematian tertinggi pada perlakuan pengobatan terjadi pada hari pertama sebanyak 2 ekor dan diikuti pada hari ke-2 sebanyak 1 ekor. Gejala klinis berupa radang dan hemoragi. Injeksi ekstrak daun pepaya pada perlakuan pengobatan dilakukan pada hari ke-2 dan terdapat 1 ekor ikan yang mati. Kematian ikan lele dumbo pada perlakuan pencegahan terjadi pada hari ke-3 dengan kondisi tukak pada daerah injeksi. Ikan yang mati dalam kondisi yang parah dengan diameter tukak 1,8 cm. Hal ini diduga karena kondisi ikan yang sedang mengalami stres akibat aktifitas bakteri Aeromonas hydrophila dalam tubuhnya.

Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap persentase mortalitas ikan lele dumbo, sehingga perlakuan pencegahan efektif dalam menekan persentase mortalitas ikan lele dumbo selama perlakuan. Hal ini

(13)

dikarenakan pada perlakuan pencegahan dilakukan injeksi ekstrak daun pepaya dengan dosis 20 mg/ml pada hari ke-7 sebelum dilakukan infeksi Aeromonas hydrophila. Bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak daun pepaya bekerja menstimulasi dan meningkatkan produksi antibodi tubuh ikan, sehingga daya tahan tubuh ikan saat diinfeksi bakteri dalam kondisi kuat

Gejala klinis yang terlihat selama perlakuan tampak pada ikan lele dumbo kontrol positif, pencegahan, dan pengobatan. Secara umum gejala klinis yang terjadi berupa kulit yang membengkak dan berwarna putih pada daerah bekas injeksi, lalu berkembang menjadi bintik-bintik merah, ikan mulai mengalami peradangan, kemudian berkembang menjadi hemoragi, dan berkembang menjadi tukak, dan beberapa ikan mati. Menurut Kabata (1985) penyakit yang disebabkan Aeromonas hydrophila menunjukkan tiga ciri yang nyata yaitu: (a) perut menggembung ditandai dengan rongga perut yang berisi cairan, (b) daging rusak atau borok ditandai dengan kulit dan daging yang terluka, dan (c) kehilangan banyak darah. Ikan lele dumbo memiliki sistem imunitas yang dapat melawan berbagai macam penyakit, yang meliputi sistem pertahanan spesifik dan non spesifik. Sehingga tidak semua ikan lele dumbo pada perlakuan memiliki laju gejala klinis yang sama, bahkan bisa saja ikan tidak mengalami sakit. Secara umum respon imun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu respon imun bersifat spesifik dan non spesifik yang merupakan komponen penting sistem pertahanan tubuh (Anderson, 1974; Tizard, 1988 dalam Affandi dan Usman, 2002). Pertahanan tubuh non spesifik meliputi barier mekanik dan kimiawi (mukus, kulit, sisik, dan insang) dan pertahanan seluler (sel makrofag, leukosit seperti monosit, neutrofil, eosinofil, dan basofil). Mukus ikan lele dumbo yang menyelimuti permukaan tubuh, insang dan terdapat juga pada lapisan mukosa usus berperan untuk memperangkap patogen secara mekanik dan eleminasi patogen secara kimiawi dengan lisosim dan enzim proteolitik lainnya (Anderson, 1974 dalam Affandi dan Usman, 2002). Mekanisme kerja kedua respon imun tersebut saling menunjang antara satu dengan yang lainnya melalui mediator seperti limfokin dan sitokin. Sistem pertahanan tubuh ini diperlukan untuk proteksi tubuh terhadap serangan patogen seperti virus, bakteri, cendawan, dan parasit, dengan demikian

(14)

homeostasi tubuh tetap terkendali dan kondisi patosiologinya seimbang (Anderson, 1990 dalam Affandi dan Usman, 2002).

Kebanyakan dari galur Aeromonas hydrophila yang diisolasi dari ikan menghasilkan toksin hemolisin, sitotoksin, faktor dermonekrotik, dan enterotoksin (Saitanu, 1986). Toksin ini apabila masuk dalam peredaran darah maka akan berinteraksi dengan sel darah. Menurut Fujaya (2004) darah membawa substansi dari tempatnya dibentuk ke semua bagian tubuh dan menjaga tubuh dapat melakukan fungsinya dengan baik. Di dalam sel darah terdapat haemoglobin yang dapat mengikat oksigen, sel darah putih menjaga serangan tubuh dari serangan organisme penyerbu, sedangkan kombinasi trombosit dan faktor pembeku, berperan menyumbat kebocoran pembuluh darah tanpa menghambat aliran. Sehingga apabila jumlah patogen berlebih dan memiliki tingkat patogenitas tinggi akan mengakibatkan kerusakan sel darah berupa lisis.

Dalam Darmanto (2003) dijelaskan bahwa setelah diinjeksikan bakteri Aeromonas hydrophila ke dalam tubuh ikan maka bakteri akan langsung melalui garis sistem pertahanan pertama yang berupa lapisan mukus, baik pada permukaan tubuh maupun organ dalam seperti insang. Garis sistem pertahanan ke dua dalam melawan infeksi adalah sistem pertahanan humoral non spesifik, yaitu dapat berupa protease, lisine dan aglutinin hasil sekresi mukus yang berada di luar sel mukus. Sel-sel darah khususnya granulosit dan monosit akan menghancurkan antigen yang masuk ke dalam sirkulasi darah, dan ini merupakan garis sistem pertahanan ke tiga. Garis sistem pertahanan terakhir berupa sel-sel aktif endosithelial, yaitu sel-sel endothelial, makrofag dan granulosit dalam organ dan jaringan yang akan menangkap dan mendegradasi antigen dan produknya.

Adanya patogen dalam tubuh ikan, akan direspon oleh sel B yang dibantu pula oleh sel T helpher untuk menstimulir pembentukan antibodi. Adanya antibodi maka akan terbentuk sistem pertahanan humoral (sel B) yang akan bekerja secara sinergis dengan sistem pertahanan seluler (sel T). Sistem pertahanan tersebut disamping menghancurkan patogen juga akan mengaktifkan sistem memori, sehingga apabila ada serangan kembali oleh patogen yang sama akan segera direspon lebih optimal daripada saat serangan pertama.

(15)

Bakteri Aeromonas hydrophila disamping memakan dan merusak jaringan organ tubuh, diduga juga mengeluarkan toksin yang disebarkan ke seluruh tubuh melalui aliran darah sehingga mengakibatkan warna kemerahan pada tubuh ikan. Bakteri Aeromonas hydrophila yang diinjeksikan ke dalam tubuh ikan lele dumbo akan berlipat ganda di dalam jaringan usus, menyebabkan pendarahan dan berlendir. Toksin yang dihasilkan bakteri Aeromonas hydrophila akan terserap dari usus dan menyebabkan darah tercemar racun. Pembuluh dermis dari sirip dan tubuh serta lapisan submukosa dari kulit mengalami hemoragi (perdarahan). Sel hati dan jaringan epitelia ginjal mengalami kerusakan (kemerosotan fungsional) (Aoki, 1999).

Reaksi radang merupakan reaksi untuk mencegah masuknya mikroorganisme di sekitar tempat infeksi. Reaksi peradangan dapat terjadi di sekitar situs masuknya patogen, dalam hal ini komponen lainnya yang berperan dalam proses pertahanan seluler seperti leukosit akan membanjiri situs untuk memfagosit patogen yang ada tersebut (Anderson, 1974 dalam Affandi dan Usman, 2002). Pandangan ini dimaksudkan untuk membatasi meluasnya penyebaran patogen dalam tubuh inang. Selain itu, pada proses peradangan juga terjadi reaksi antara fibrinogen dan faktor-faktor penggumpal lainnya dalam darah dan membentuk jaringan fibrin untuk mencegah keluarnya cairan tubuh dan mencegah masuknya benda asing ke dalam tubuh (Anderson, 1974 dalam Normalina, 2007).

Luka di permukaan tubuh ikan dan bagian lainnya disebabkan karena pada Aeromonas hydrophila terdapat produk ekstraseluler yang berupa enterotoksin, sitotoksin, hemolisin, lipase dan protease (Noga, 2000). Pada reaksi peradangan terjadi penurunan jumlah sel leukosit yang dimungkinkan karena sel-sel tersebut lisis. Pelepasan enzim intraseluler merupakan suatu konsekuensi dari sel leukosit yang lisis sehingga akan merugikan patogen, dan bahkan diperkirakan neutrofil secara aktif mengeluarkan enzim ekstraselulernya sebagai mekanisme membunuh patogen.

Skor rata-rata gejala klinis harian pasca infeksi menujukkan bahwa perlakuan pencegahan memiliki gejala klinis yang lebih ringan dibandingkan perlakuan pengobatan dan kontrol positif. Berdasarkan skor gejala klinis harian

(16)

pasca infeksi, penyembuhan gejala klinis pada perlakuan pencegahan mulai terjadi pada hari ke-3 dan terus mengalami peningkatan penyembuhan sampai akhirnya ada yang mengalami penyembuhan berupa penutupan luka karena tukak. Jaringan-jaringan otot tersusun kembali dan jaringan kulit terbentuk dan menutup bekas luka. Hal ini diduga karena energi yang diperoleh dari pakan yang dikonsumsi oleh ikan lele dumbo digunakan untuk pemulihan dan pembentukan jaringan baru, sehingga luka karena tukak dapat tertutup kembali. Selain itu, penyembuhan gejala klinis ini disebabkan karena adanya bahan aktif dari ekstrak daun pepaya berupa enzim papain, senyawa alkaloid carpain, flavonoid, dan tocophenol yang masuk ke dalam tubuh dan darah sehingga mampu meningkatkan ketahanan tubuh terhadap serangan patogen Aeromonas hydrophila dan mempercepat pemulihan organ dalam ikan lele dumbo. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap skor rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo. Sehingga perlakuan pencegahan efektif dalam mengurangi tingkat keparahan ikan lele dumbo selama terinfeksi Aeromonas hydrophila.

Gejala klinis yang terjadi selama perlakuan adalah peradangan kulit dengan perdarahan, kulit ikan terlihat kasat karena lendir tubuh berkurang atau hilang sama sekali, sirip menjadi rapuh, jaringan kulit pada daerah injeksi mulai rapuh dan mengelupas sehingga mengakibatkan tubuh ikan berlubang hingga mencapai tulang membuat tubuh ikan menjadi bengkok. Kemudian ikan lele mengalami tukak (borok). Tukak yang terjadi dikarenakan kematian sel-sel luar lebih cepat dari pada regenerasi dan pergantian sel baru (Runnels et al., 1965 dalam Abdullah, 2008). Hari ke-1 pasca infeksi pada perlakuan pengobatan memiliki diameter kelainan klinis yang lebih tinggi dari perlakuan pencegahan dan kontrol positif. Ikan lele dumbo yang mengalami hemoragi berjumlah 8 ekor, lebih tinggi dari ikan perlakuan pencegahan yang berjumlah 5 ekor, dan kontrol positif berjumlah 4 ekor. Setelah diinjeksi ekstrak daun pepaya dengan dosis 40 mg/ml, ikan memperoleh pertahanan yang diperoleh dari luar. Bahan aktif yang berfungsi sebagai antibakteri dan antimikroba bekerja di dalam jaringan tubuh ikan. Membantu sel leukosit mengurangi jumlah dan patogenitas bakteri Aeromonas hydrophila.

(17)

Menurut Ghufran dan Kordi (2004) ikan yang mengalami sakit setelah dibedah akan terlihat perubahan warna pada organ hati, jantung dan limpa menjadi warna kekuning-kuningan, kemerahan atau terjadi perdarahan. Patogenitas bakteri Aeromonas hydrophila mengakibatkan menurunnya fungsi organ hati, ginjal, limpa, dan empedu. Organ-organ tersebut mengalami pembengkakan dan perubahan warna. Hati merupakan organ yang penting yang mensekresikan bahan untuk proses pencernaan. Organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna merah kecoklatan, tersusun oleh sel-sel hati (hepatosit). Di sekitar hati terdapat organ berbentuk kantung kecil bulat, oval atau memanjang dan berwarna hijau kebiruan, organ ini disebut kantung empedu yang berfungsi menampung cairan empedu, yakni cairan bile yang telah mengalami pemekatan (Fujaya, 2004). Karena fungsi hati terganggu akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila maka kantung empedu menampung cairan bile yang kurang maksimal dalam mengalami pemekatan dan berwarna kuning. Seperti yang terlihat pada hati dan empedu ikan kontrol positif.

Menurut penjelasan Affandi dan Usman (2002) ginjal merupakan suatu organ yang berperan dalam filtrasi (penyaringan) beberapa bahan buangan sisa metabolisme. Bahan-bahan yang dibuang lewat ginjal, antara lain ureum [CO(NH2)2], air, dan garam mineral. Sel yang bertanggung jawab pada filtrasi di ginjal adalah sel glomerulus. Bagian sel glomerulus yang berperan dalam proses filtrasi ini adalah kapsul bowman. Sedangkan bagian lain yang berperan dalam proses reabsorbsi ion adalah tubuli ginjal. Unit terkecil dari ginjal adalah nepron yang terdiri dari badan malphigi dan tubuli ginjal. Badan malphigi berfungsi untuk menyaring hasil buangan metabolik yang terdapat dalam darah. Darah tidak ikut tersaring dan masuk ke dalam pembuluh darah balik ginjal (vena renalis). Protein tertahan dalam darah. Cairan ekskresi ini kemudian masuk ke tubuli ginjal. Karena fungsi utamanya mensekresikan sebagian besar produk akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi cairan tubuh (Fujaya, 2004), maka ginjal rentan untuk terserang bakteri Aeromonas hydrophila yang bersifat sistemik. Seperti yang terlihat pada ikan kontrol positif.

Limpa merupakan organ yang berperan dalam pemecahan eritrosit tua dan membentuk sel darah baru (Chinabut et al., 1991 dalam Abdullah, 2008).

(18)

Perubahan warna pada organ limpa mungkin disebabkan oleh peningkatan jumlah pigmen dan hemosiderin pada organ limpa. Sedangkan Ventura et al. (1988) dalam Abdullah (2008) menyatakan bahwa peningkatan jumlah pigmen dan hemosiderin pada organ limpa disebabkan oleh aktivitas toksin bakteri dalam menghancurkan sel-sel darah.

Parameter kualitas air yang diamati adalah suhu, pH, DO (Dissolved Oksigen), dan TAN (Total Amoniak Nitrogen) yang diukur di awal dan di akhir perlakuan. Jumlah oksigen tidak terlalu berpengaruh karena lele dumbo bisa mengambil oksigen langsung dari udara. Suhu air selama perlakuan mengalami fluktuasi tetapi tetap berada dalam kisaran suhu yang baik bagi ikan lele dumbo. Nilai pH air berada pada kisaran yang baik bagi kehidupan ikan lele dumbo. Menurut Ghufran dan Kordi (2004) ikan akan mengalami pertumbuhan yang optimal pada nilai pH antara 6,5-9,0. Nilai TAN berada pada kisaran yang normal, karena selama perlakuan dilakukan penyiponan sisa pakan dan feses ikan lele dumbo sehingga kualitas air tetap terjaga. Kualitas air selama perlakuan menunjukkan kualitas air yang layak untuk kehidupan ikan lele dumbo.

Gambar

Gambar 4. Diameter zona hambat ekstrak daun pepaya Carica papaya L.
Gambar 4 menunjukkan bahwa pada perlakuan PBS sebagai kontrol,  diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk adalah 0,00±0,00 mm
Gambar 5 menunjukkan persentase akumulasi mortalitas harian ikan lele  dumbo pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophila
Gambar 7. Pertambahan bobot rata-rata (%) ikan lele dumbo selama perlakuan  Gambar 7 menunjukkan bahwa ikan lele dumbo pada kontrol negatif  mengalami pertambahan bobot tubuh rata-rata sebesar 92,31±23,45% dan jumlah  ikan sampai akhir perlakuan adalah 15
+4

Referensi

Dokumen terkait

Jika M adalah sebuah bilangan sedemikian sehingga tidak terdapat anggota himpunan yang lebih besar dari M tetapi terdapat sedikitnya satu anggota yang lebih besar daripada

Dari 55% kebutuhan pipa untuk kendaraan bermotor yang diproduksi oleh produsen dalam negeri, yaitu kira-kira setara dengan 181.000 ton, ada 3 perusahaan besar yang

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media pembelajaran dan evaluasi pembelajaran yang sesuai dengan model PBL. Berdasarkan wawancara guru menyatakan bahwa karakteristik

10. Jika Anda mendapati rasa/bau yang tidak enak saat minum air dari Unilever Pureit Marvella Hot, matikan Valve Diverter, matikan daya, cabut steker, dan kosongkan tangki

[r]

Belat laut dalam dioperasikan sebelum pasang purnama yaitu pada waktu 11 hari bulan sampai 13 hari bulan dan dioperasikan pada saat air pasang tinggi dalam

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah memeberikan gambaran secara objektif mengenai realita yang terjadi di kampus Universitas Muhammadiyah