FAKULTAS KEDOKTERAN UKDW UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5-25 Yogyakarta 55224
Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Bethesda Yogayakarta
Nama : Andre reynaldo
Nim : 42150037
Dokter Pembimbing : dr. Trianto Susetyo, Sp.OG
I.
IDENTITAS
Nama : Ny. LY
Tanggal lahir : 17 Maret 1976 Umur : 39 tahun Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jagalan Grajen 36 RT 01/04, Semarang Tanggal MRS : 10 November 2015
No RM : 01-12-02-79
II.
ANAMNESIS
Anamnesis tanggal : 10 November 2015
Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah saat menstruasi
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke klinik Obstetri dan Ginekologi Bethesda pada tanggal 10 november 2015 pada pukul 09.08 WIB dengan keluhan nyeri perut kanan pada saat menstruasi. Nyeri perut menjalar kepunggung pada anamnesa lebih lanjut didapati bahwa pasien memiliki riwayat pembedahan yaitu SC dengan indikasi kala 1 lama, BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Alergi (-), Asthma (-), Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Bapak dan ibu dari pasien menderita diabetes melitus. Riwayat tekanan darah tinggi, asma dan riwayat alergi pada keluarga disangkal pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis Kepala : Normocephali. Wajah : Oedem (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG - USG didapatkan masa polikistik hipoecho - Ca-125 didapatkan hasil 12,9 (<35)
V. DIAGNOSA
Endometriosis dengan kista ovarium kanan. VI. RENCANA TERAPI
- Operasi histerektomi dengan pertimbangan pasien sudah memiliki anak, namun pasien menolak tindakan.
- Terapi farmakologis diberikan dengan tujuan untuk menormalkan siklus menstruasi pasien.
- Resep Cyclo Progynova No XXI
S1dd tab 1 (dikonsumsi pada hari ke-5 menstruasi) - Resep Biobran 250 mg No XV S1dd tab 1 (suplemen) VII. PROGNOSIS dubia ad bonam ENDOMETRIOSIS DEFINISI
Endometriosis adalah adanya jaringan ikat endometrium yang masih berfungsi di luar kavum uteri yang bersifat jinak serta dapat menyebar ke organ dan jaringan sekitarnya. Di dalam miometrium disebut endometriosis interna atau adenomiosis dan jika diluar disebut endometriosis eksterna atau endometriosis sejati. Endometriosis eksterna ini dapat dijumpai di organ-organ genitalia interna, vesika urinaria, usus, peritoneum, paru, umbilikus, dan bahkan mata, ginjal serta otak.1,5,6
Kista endometriosis atau endometrioma adalah suatu tumor dengan permukaan licin yang pada dinding dalamnya terdapat suatu lapisan sel-sel endometrium dan yang berisi cairan coklat yang terdiri dari sel-sel endometriosis, eritrosit, hemosiderin, serta sel-sel makrofag yang berisi hemosiderin sehingga sering juga disebut kista coklat.5,6
Endometriosis ovarium adalah akibat adanya endometriosis pada ovarium akan terbentuk kista coklat.5
INSIDENS
Evers (1996) mendapat angka kejadian endometriosis ini pada 60-80% penderita
dismenorea, 30-50% penderita nyeri perut, 25-40% penderita dispareunia, 30-40% pasutri infertilitas, dan 10-20% pada penderita dengan siklus menstruasi tidak teratur.7
Dalam 2 dekade terakhir ini kelihatannya insidens endometriosis cenderung meningkat, terutama dengan semakin meluasnya penggunaan laparoskopi. Pada wanita yang dilakukan tindakan laparoskopi diagnostik ternyata 10-15% didiagnosa sebagai endometriosis.
Di Indonesia ditemukan 15-25% wanita infertil yang disebabkan oleh endometriosis, sedang infertilitas idiopatik mencapai 70-80%. Sedangkan angka kejadian kista coklat ini adalah 30-40% dari semua populasi endometriosis.1
Penyebab endometriosis masih belum diketahui secara pasti hingga saat ini. Beberapa teori yang dapat menerangkan proses terjadinya endometriosis tersebut adalah :
1. Teori implantasi dan regurgitasi1,7,8
Teori Sampson ini menyatakan bahwa darah menstruasi dapat mengalir dari kavum uteri melalui tuba fallopi ke rongga pelvis. Kelemahan teori tersebut adalah belum dapat menerangkan mengenai terdapatnya endometriosis di luar rongga pelvis.
2. Teori metaplasia sel-sel coelom1,7,8
Mesotelium peritoneal dapat mengalami metaplasia berubah menjadi endometrium sebagai akibat iritasi dan infeksi. Secara embriologis hal ini benar karena epitel germinativum ovarium, endometrium, peritoneum berasal dari epitel coelom yang sama.
3. Teori imunologi1,7,8
Para ahli berpendapat bahwa endometriosis termasuk penyakit autoimun, karena banyak memenuhi kriteria sebagai berikut :
Lebih banyak ditemukan pada wanita Bersifat familier
Menunjukkan aktivitas sel B poliklonal Melibatkan multi organ
4. Teori genetik1,7,8
Teori ini menjelaskan bahwa kejadian endometriosis bersifat familier dan menunjukkan suatu pola multifaktorial yang diturunkan. Tetapi hingga saat ini belum jelas gen yang mana terkait dengan endometriosis ini. Diduga banyak lokus gen yang terkait dan bersama dengan faktor lingkungan barulah fenotip endometriosis ini muncul.
5. Teori faktor lingkungan7
Teori ini menerangkan bahwa dioksin (senyawa atom karbon) suatu bahan polusi yang banyak dijumpai pada makanan, mempengaruhi kerja organ reproduksi dan reseptor beberapa hormon reproduksi seperti estrogen, progesteron, epidermal growth factor dan prolaktin. Pengaruh dioksin terhadap reseptor estrogen tergantung pada umur wanita dan jaringan akhir (target organ)
Klasifikasi penting artinya, terutama untuk menetapkan cara pengobatan yang tepat untuk evaluasi hasil pengobatan. Banyak bentuk klasifikasi endometriosis yang dianjurkan, namun hanya dua jenis klasifikasi yang banyak digunakan dewasa ini, yaitu :
Dianjurkan oleh American Fertility Society (AFS); terdiri dari AFS I-IV.
ENDOMETRIOSIS 1 cm 1 – 3 cmNilai 3 cm Peritoneum Superficial Dalam 1 2 2 4 4 6 Ovarium Kanan : - Superficial - Dalam 1 4 2 16 4 20 Perlengketan 1/3 1/3 – 2/3 2/3 Ovarium Kanan - Tipis - Tebal 1 4 2 8 4 16 Kiri : - Tipis - Tebal 1 4 2 8 4 16 Tuba Kanan - Tipis - Tebal 1 4 2 8 4 16 Kiri : - Tipis - Tebal 1 4 2 8 4 16
Kavum Douglas Sebagian Seluruhnya
4 40
Berdasarkan hasil laparoskopi diagnostik (LD) didapatkan jumlah skor : (1). Stadium I (minimal) : 1- 5
(2). Stadium II (mild) : 6 – 15 (3). Stadium III (moderate) : 16 – 20
(4). Stadium IV (severe) : bila berkisar 40
Gejala maupun tanda yang disebabkan oleh endometriosis sangat bervariasi tergantung dari lokasi dimana lesi endometriosis berada. Terdapat pasien tanpa memiliki gejala apapun, meskipun cukup banyak dijumpai menimbulkan keluhan yang hebat.
1. Nyeri
Nyeri pelvik kronik 70-80% disebabkan endometriosis. Yang dimaksud nyeri pelvik kronik adalah nyeri pelvik hebat yang dialami lebih 6 bulan. Siklik maupun asiklik, tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari dan memerlukan pengobatan. Mekanisme terjadinya nyeri mungkin disebabkan peradangan lokal, infiltrasi yang dalam dengan kerusakan jaringan, terlepasnya prostaglandin dan perlengketan.
2. Perdarahan abnormal
Hal ini terjadi pada 11 – 34% penderita endometriosis yang diakibatkan oleh kelainan pada ovarium yang luas sehingga fungsi ovarium terganggu.
3. Dispareunia
Disebabkan oleh adanya endometriosis di kavum Douglas. 4. Infertilitas
Sebesar 30-40% wanita dengan endometriosis menderita infertilitas. Menurut Rubin kemungkinan untuk hamil pada wanita endometriosis adalah 50% dari wanita biasa. Bila terjadi endometriosis sedang atau berat yang mengenai ovarium dapat menyebabkan perlekatan dan gangguan motilitas tubo ovarial dan pengambilan ovum yang pada akhirnya menyebabkan infertilitas. Selain itu makrofag yang kadarnya cukup tinggi dalam cairan peritoneum memiliki kemampuan memfagositosis dan zygot.
Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik dipastikan dengan laparoskopi.
1. Anamnesis
Adanya riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid, nyeri pelvik kronik, nyeri senggama, infertilitas atau perdarahan yang tidak teratur.
2. Pemeriksaan ginekologi
Pada pemeriksaan rektal ditemukan nodul-nodul di daerah kavum douglas dan ligamentum sakrouterina yang sangat nyeri. Kadang uterus retrofleksi dan sulit digerakkan di parametrium, dapat juga teraba massa kistik yang nyeri pada penekanan. 3. Ultrsonografi
Dengan bantuan USG dapat terlihat adanya massa kistik pada salah satu atau kedua ovarium yang mengarah ke kista coklat. Terlihat gambaran yang khas dari endometrioma berupa jaringan yang homogen hipoechoic. Namun untuk tingkat endometriosis lainnya manfaat USG dan MRI sekalipun sangat terbatas.
4. Laparoskopi
Laparoskopi tetap merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosa pasti suatu endometriosis yaitu dengan cara melihat langsung ke dalam rongga abdomen. Disini akan tampak lesi endometriosis yang berwarna merah atau kebiruan dan berkapsul.
5. Pemeriksaan laboratorium
Belum ada uji laboratorium yang dapat menegakkan diagnosa pasti endometriosis. Beberapa pasien mengalami lekositosis dan peningkatan LED. Pada penderita endometriosis yang berat akan ditemukan kadar CA-125 yang tinggi. Namun peningkatan kadar CA-125 saja tidak dapat menegakkan diagnosa endometriosis.
6. Uji fungsional GnRH-analog
Ini merupakan cara pemeriksaan yang sederhana untuk mengetahui adanya endometriosis. Apabila laparoskopi belum ada atau tidak tersedia. Dimana dengan pemberian GnRH-analog satu kali saja dan gejala menghilang, maka dikatakan uji (+) dan dapat dianggap bahwa wanita tersebut 70-80% kemungkinan menderita endometriosis.
1. Farmakologi
Pada kasus endometriosis aktif dapat diberikan terapi hormonal dengan obat-obatan GnRH analog, Progesteron, Anti-aromatase, dan Androgen. Pada endometriosis non-aktif (non-hormonal) terapi berupa simptomatik.
2. Tatalaksana operatif (Laparotomi)
Tindakan operatif merupakan tatalaksana definitif pada endometriosis aktif maupun non-aktif. Pada awal dilakukan inspeksi secara teliti dari ovarium untuk mengidentifikasi endometriosis, kemudian ovarium dibebaskan dari perlekatan. Perlekatan yang tipis dieksisi dengan gunting (40-50%) perlekatan subovarium mengandung endometriosis, lesi superfisial dilakukan ablasi elektrokauter, dengan bipolar atau laser. Lesi harus diangkat dari jaringan korteks ovarium sebelum dilakukan ablasi sehingga tidak menimbulkan trauma pada jaringan ovarium yang sehat.
Penatalaksanaan kista endometriosis dilakukan dengan tindakan pembedahan lebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pengobatan hormonal selama 6 bulan. Pengobatan hormonal dimaksudkan untuk mengobati endometriosis yang tidak terlihat secara makroskopik.
Pengobatan bedah dengan mempertahankan fungsi reproduksi terhadap kelainan ini disebut pengobatan bedah konservatif. Dengan tindakan bedah konservatif, kehamilan yang didapat pada derajat ringan antara 66 – 75% derajat sedang 37 – 74%, sedangkan pada derajat berat 0 – 48%. Prosedur operasinya sendiri memerlukan ketelitian operator, waktu yang lama dan tidak semua jaringan endometriosis dapat diangkat. Kekambuhan penyakit paska bedah konservatif adalah 24%.
Tindakan bedah (operatif) radikal merupakan pengobatan yang dilakukan dengan cara total abdominal histerektomi dan bilateral salpingo-ooferoktomi. Pada tindakan bedah radikal fungsi reproduksi akan terganggu (infertil).
1. Speroff L, Glass RH, kase NG. Endometriosis. In : Clinical Gynecology Endocrinology and Infertility, 7th ed. William & Wilkins, Baltimore, USA, 2005 : 1103 – 25.
2. Baziad A, Jacoeb TZ. Endometriosis, Endokrinologi, Ginekologi, KSERI, Jakarta, 1993 : 107 – 24.
3. Medical Management of Endometriosis. ACOG Practice Bulletin Int Jour Gynecol & Obstet 2000, 71 : 183 – 96.
4. Campbell S. Monga A. Endometriosis and Adenomyosis In : Gynecology by Ten Teachers, 17th Ed. Astra Zeneca, 2000 : 121 – 29.
5. baziad A, Affandi B. Panduan Penanganan Endometriosis, Pokja Endokrinologi, Reproduksi, PB POGI, Jakarta, 1997.
6. Hanafiah MJ, et al, Endometriosis. Kuliah pasca Sarjana FK-USU Sub Bagian FER, Medan, Nopember, 2000.
7. Muzii L. MD, et al, Post Operatif Administration of Monophosit Combined Oral Conotraceptives After Laparoscopy TC Treatment of Ovarian Endometrioma S : A Pospectives, Randomized Trial. Am J Obstet Gynecol, 2000 : 183 : 588 – 92.
8. Bumpers Harvey L, et al. Endometrioma of Abdominal Wall. Am I, Obstet Gynecol 2002; 187 : 1709 – 10.
9. Busacca M, et al, Recurrence of Ovarian Endometrioma After Laparoscopic Excision, Am I Obstet Gynecol 1999 ; 180 : 519 – 23.
10. Vercellini p, MD, et al. Coagulation of Excision of Ovarian Endometrioma. Am I Obstet Gynecol 2003 ; 188 : 606 – 10.