• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI DESA ADAT PECATU, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI DESA ADAT PECATU, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG TAHUN 2016"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

1

SKRIPSI

GAMBARAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI

DESA ADAT PECATU, KECAMATAN KUTA

SELATAN, KABUPATEN BADUNG TAHUN 2016

NI KADEK RISA ASTRIA NIM 1302005003

PEMBIMBING :

dr. Ni Ketut Putri Ariani, Sp.KJ

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

2

GAMBARAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI

DESA ADAT PECATU, KECAMATAN KUTA

SELATAN, KABUPATEN BADUNG TAHUN 2016

Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 6 DESEMBER 2016

Pembimbing

dr. Ni Ketut Putri Ariani, Sp.KJ NIP. 19660403 199603 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,

Dr. dr. Dw. Pt. Gde Purwa Samatra, Sp.S(K) NIP. 19550321 198303 1 004

(3)

Skripsi Ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji

pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

pada Tanggal 20 Desember 2016

Panitia Penguji Skripsi

dr. Luh Nyoman Alit Aryani, Sp.KJ NIP. 19670414 199703 2 005

(4)

4

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya tulis yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kemudian hari terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain sebagai hasil pemikiran saya sendiri, maka gelar dan ijazah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Denpasar, 6 Desember 2016 Yang membuat pernyataan

Materai Rp 6.000,-

(5)

ABSTRAK

GAMBARAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA

DI DESA ADAT PECATU, KECAMATAN KUTA

SELATAN, KABUPATEN BADUNG TAHUN 2016

Kualitas tidur merupakan salah satu indikator penting yang dapat menentukan kualitas hidup seseorang, terutama pada lansia. Kualitas tidur yang buruk dapat berdampak terhadap fisik dan psikososial lansia. Adapun dampak fisik yang dapat ditimbulkan meliputi rasa lemas, pusing, mengantuk dan kelelahan serta gangguan psikososial antara lain dapat timbul rasa cemas, mudah marah, konsentrasi terganggu, hingga stress dan penurunan kinerja fungsional.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada lansia di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung tahun 2016 berdasarkan variabel umur, jenis kelamin, dan status perkawinan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional descriptive dengan subyek penelitian diambil secara consecutive sampling. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari data primer yaitu dengan melakukan wawancara langsung terhadap responden.

Berdasarkan hasil penelitian, kualitas tidur lansia lebih baik ditemukan pada rentang usia 60-74 tahun (23.1%) dibandingkan dengan usia 75-89 tahun (14.3%). Lansia berjenis kelamin perempuan (26.9%) memiliki kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan laki-laki (15%). Kualitas tidur pada lansia dengan status janda/duda (33.3%) lebih baik dibandingkan dengan status menikah (20%). Perhatian dan penanggulangan secara komprehensif meliputi fisik, psikologis serta lingkungan dari keluarga serta pemerintah setempat sangat diharapkan untuk dapat meningkatkan kualitas tidur lansia.

(6)

6

ABSTRACT

DESCRIPTION OF QUALITY OF SLEEP IN THE ELDERLY IN PECATU VILLAGE, SOUTH KUTA SUB-DISTRICT, BADUNG

REGENCY 2016

Sleep quality is one of several important indicators that can determine the quality of life, especially for the elderly. The poor sleep quality can have an impact on the physical and psycosocial of the elderly. The physical impacts which can be caused by the poor quality of sleep are such as sense of weakness, dizziness, drowsiness and fatigue, and psychosocial disorders such as anxiety, irritability, impaired concentration, stress, and the decrease of the functional performance.

The aim of this study is to know the description of the elderly sleep quality in Pecatu Village, South Kuta Sub-District, Badung Regency 2016 based on age, sex, and marital status as the variables. This study is cross-sectional observational descriptive study and subjects of the study taken in consecutive sampling. The study have done by collecting data from primary data which is done by a live interview towards the respondents.

Based on the result of this study, the sleep quality found better on the elderly with age in range 60-74 years old (23.1%) compared to the age of 75-90 years (14.3%). Elderly women (26.9%) have a better sleep quality compared to men (15%). The sleep quality in elderly with widow status (33.3%) better than elderly with married status (20%). Attention and comprehensively countermeasures include physical, psychological and environment from the family and local government is highly expected to improve the elderly sleep quality.

(7)

RINGKASAN

Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Kualitas tidur dapat menjadi salah satu indikator dalam menentukan kualitas hidup seseorang, terutama pada lansia. Karakteristik yang dapat digunakan untuk menilai kualitas tidur diantaranya adalah latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, aspek subjektif dalam tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi pada siang hari. Perubahan pola tidur yang biasanya terjadi pada lansia seperti fase sirkadian yang maju, terjadi penurunan durasi tidur gelombang lambat, pengurangan secara absolut tidur REM, peningkatan pada stadium 1 dan terganggunya kedalaman tidur, serta pengurangan durasi tidur NREM tahap 3 dan 4. Kualitas tidur yang buruk dapat memberikan dampak terhadap kehidupan baik dari segi fisik maupun psikososial. Dampak fisik yang dapa ditimbulkan seperti rasa lemas, pusing, mengantuk dan kelelahan, sedangkan gangguan psikologis yang dapat timbul meliputi rasa cemas, mudah marah, konsentrasi terganggu, hingga stress dan terjadi penurunan kinerja fungsional.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada lansia di Desa Adat Pecaru, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung tahun 2016 berdasarkan variabel umur, jenis kelamin, dan status perkawinan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional descriptive dengan subyek penelitian diambil secara consecutive sampling. Data pada penelitian ini diperoleh dari data primer yaitu dengan melakukan wawancara langsung terhadap responden. Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan teknik komputerisasi dengan perangkat komputer. Hasil penelitian kemudian disajikan dalam bentuk narasi, tabel serta grafik pada tiap variabel. Penelitian ini melibatkan 46 responden dengan umur 60 tahun keatas yang mengisi kuisioner PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index). Kualitas tidur buruk diindikasikan dengan skor PSQI >5.

Berdasarkan penelitian ini, ditemukan kualitas tidur lansia dengan rentang usia 60-74 tahun (23.1%) lebih baik dibandingkan dengan usia 75-89 tahun (14.3%). Lansia berjenis kelamin perempuan (26.9%) ditemukan memiliki kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan lansia berjenis kelamin laki-laki (15%). Kualitas tidur lansia yang memiliki status perkawinan janda/duda (33.3%) ditemukan lebih baik dibandingkan dengan lansia dengan status menikah (20%). Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa mayoritas lansia memiliki kualitas tidur yang buruk, sehingga diharapkan kepada keluarga dan pemerintah setempat untuk dapat memberikan perhatian dan penanggulangan secara komprehensif dari segi fisik maupun psikososial serta melakukan pencegahan terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan.

(8)

8

SUMMARY

Sleep is one of the basic human needs. The quality of sleep could be one of the indicators to determine the quality of life, especially in the elderly. The Characteristics that could be used to evaluate the quality of sleep are sleep latency, sleep duration, sleep efficiency, the subjective aspect of sleep, sleep disorders, use of sleep medication, and dysfunction at noon. The changes in sleep patterns that usually happen in elderly such as advances in circadian phase, decrease in slow-wave sleep duration, absolute reduction in REM sleep, increase in stage 1 of sleep, and impaired in the depth of sleep, and also reduction in the duration of phase 3 and 4 of NREM sleep. Poor quality of sleep can have an impact on both physical and psycological. The physical impacts which can be caused include sense of weakness, dizziness, drowsiness and fatigue, whereas the psycological impacts which might be arised are anxiety, irritability, impaired concentration, stress and decrease of the functional performance.

The aim of this study is to know the description of quality of sleep in the elderly in Pecatu Village, South Kuta Sub-District, Badung Regency 2016 based on age, sex, and marital status as the variables. This study is cross-sectional observational descriptive study and subjects of the study taken in consecutive sampling. The study have done by collecting data from primary data which is done by a live interview towards the respondents. The collected data is processed and analyzed by using computerized techniques. The result of this study are presented in narrative, tables and graphs on each variable.This study is involving 46 respondents with age 60 years old or more who filled out the PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index) questionnaires. Poor quality of sleep indicated by the PSQI score >5.

Based on this study, its found that the quality of sleep in elderly with age in range 60-74 years old (23.1%) is better compared to the age of 75-89 years old (14.3%). Elderly women (26.9%) have a better quality of sleep compared to men (15%). The quality of sleep in elderly with widow status (33.3%) better than elderly with married status (20%). Based on this study, its found that majority of the elderly have a poor quality of sleep, so it is expected that the family and local government could provide more attention and countermeasures comprehensively include physical and psychological, and doing prevention to the impacts that might be happened.

(9)

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi dengan judul “Gambaran Kualitas Tidur

pada Lansia di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung Tahun 2016” dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah

ditentukan.

Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan serta dukungan yang tak terhingga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD. selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program S1 di Universitas Udayana,

2. Prof. Dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana serta Dr. dr. Dewa Putu Gde Purwa Samatra, Sp.S(K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas dukungan moral dan motivasi yang telah diberikan. 3. dr. Ni Ketut Putri Ariani, Sp. KJ selaku dosen pembimbing yang telah memberikan semangat, bimbingan serta tuntunan dengan penuh kesabaran dan perhatian selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. dr. Luh Nyoman Alit Aryani, Sp.KJ selaku dosen penguji yang selalu bijaksana memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak I Made Karyana Yadnya, SE selaku Perbekel Desa Adat Pecatu dan Bapak I Made Sumerta, SH selaku Kelihan Adat Desa Adat Pecatu yang telah memberikan izin dan keleluasaan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung

6. Orang tua dan keluarga yang senantiasa dengan penuh cinta kasih memberikan semangat, do’a, dan tidak pernah lelah dalam memberikan dorongan serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar

7. Sahabat penulis yang telah memberikan semangat, dorongan, motivasi dan tentunya hiburan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, sehingga untuk perbaikan selanjutnya kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Om Çantih, Çantih, Çantih Om

Denpasar, 6 Desember 2016

(10)

10

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iv

ABSTRAK ... v ABSTRACT ... vi RINGKASAN ... vii SUMMARY ... viii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR ARTI SINGKATAN DAN LAMBANG ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Lansia ... 6

(11)

2.3. Irama Sirkadian ... 11

2.4. Fungsi Tidur ... 12

2.5. Kualitas Tidur ... 12

2.6. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur ... 14

2.7. Perubahan Tidur pada Lansia ... 16

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN ... 19

3.1. Kerangka Berpikir ... 19

3.2. Konsep Penelitian ... 20

BAB IV METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Jenis Rancangan Penelitian... 21

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

4.3. Populasi dan Subyek Penelitian ... 21

4.3.1. Populasi Target ... 21

4.3.2. Populasi Terjangkau ... 21

4.3.3. Subyek Penelitian ... 21

4.3.4. Kriteria Inklusi ... 22

4.3.5. Kriteria Eksklusi ... 22

4.3.6. Teknik Penentuan Sampel ... 22

4.4. Variabel Penelitian... 23

4.4.1. Identifikasi Variabel ... 23

4.4.2. Definisi Operasional Variabel ... 23

4.5. Bahan dan Instrumen Penelitian ... 25

4.6. Protokol Penelitian... 25

4.6.1. Tahap Persiapan ... 25

4.6.2. Tahap Pelaksanaan ... 25

4.7. Cara Pengolahan dan Analisis Data ... 26

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1. Hasil Penelitian ... 27

(12)

12

5.1.2. Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Umur ... 28

5.1.3. Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Jenis Kelamin ... 29

5.1.4. Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Status Perkawinan . 30 5.2. Pembahasan ... 31

5.2.1. Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Umur ... 31

5.2.2. Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Jenis Kelamin... 33

5.2.3. Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Status Perkawinan . 34 5.3. Keterbatasan Penelitian ... 36

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 37

6.1. Simpulan ... 37

6.2. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 5.1 Karakteristik Responden ... 27 Tabel 5.2 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Umur ... 28 Tabel 5.3 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Jenis Kelamin ... 29 Tabel 5.4 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Status Perkawinan 30

(14)

14

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 19 Gambar 3.2 Konsep Penelitian ... 20 Gambar 5.1 Diagram Batang Gambaran Kualitas Tidur Lansia

berdasarkan Umur ... 28 Gambar 5.2 Diagram Batang Gambaran Kualitas Tidur Lansia

berdasarkan Jenis Kelamin ... 29 Gambar 5.3 Diagram Batang Gambaran Kualitas Tidur Lansia

(15)

DAFTAR ARTI SINGKATAN, LAMBANG, DAN ISTILAH

SINGKATAN

EEG : Electroencephalogram EMG : Electromyography EOG : Electrooculography KTP : Kartu Tanda Penduduk MT : Menopausal Transition NREM : Non Rapid Eye Movement PM : Post Menopausal

PSQI : Pittsburgh Sleep Quality Index REM : Rapid Eye Movement

WHO : World Health Organization

LAMBANG

> : menyatakan lebih dari

≤ : menyatakan kurang dari sama dengan % : menyatakan bilangan dalam bentuk persen

(16)

16

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Uraian Jadwal Kegiatan ... 41

Lampiran 2 Rincian Biaya ... 42

Lampiran 3 Lembar Informed Consent ... 43

Lampiran 4 Kuesioner Penelitian ... 44

Lampiran 5 Output SPSS ... 46

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian ... 49

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia akan mengalami beberapa fase dalam kehidupannya, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Periode lanjut usia (lansia) merupakan suatu periode yang akan dialami semua orang. Periode lansia ditandai dengan adanya penurunan fungsi fisik dan psikologis secara bertahap yang disebut dengan proses penuaan (Hurlock, 1999). Pada aspek sosial, selama proses ini seseorang akan mengalami penurunan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Proses penuaan pada umumnya dimulai pada umur 45 tahun dan cenderung menimbulkan gangguan pada umur sekitar 60 tahun (Mohede dkk, 2013).

Di Indonesia pada tahun 2006, jumlah penduduk lansia sebesar kurang lebih 19 juta jiwa, dengan usia harapan hidup mencapai 66,2 tahun. Jumlah lansia meningkat pada tahun 2010 mencapai sebesar 23,9 juta jiwa, dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah lansia akan mencapai angka 28,8 juta jiwa, dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Menkokesra, 2008). Peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa konsekuensi berupa bertambahnya jumlah lansia (Erliana dkk, 2008).

Berdasarkan data tersebut yang menunjukkan peningkatan jumlah lansia di Indonesia dari tahun ke tahun, hal yang paling esensial untuk diperhatikan adalah pemenuhan kebutuhan dasar untuk lansia. Adapun kebutuhan dasar lansia yang harus dipenuhi adalah kebutuhan akan oksigen dan cairan elektrolit, nutrisi,

(18)

18

eliminasi, seksualitas, aktivitas dan olah raga, keamanan, serta kebutuhan tidur dan istirahat. Dari beberapa kebutuhan dasar tersebut, kebutuhan yang sering diabaikan dan tidak disadari peranannya adalah kebutuhan tidur dan istirahat (Erliana dkk, 2008). Apabila terjadi ketidaksesuaian kuantitas maupun kualitas dari tidur dapat menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada lansia, yang nantinya dapat mempengaruhi kualitas hidup dari individu itu sendiri.

Kebutuhan tidur bervariasi pada tiap individu, namun pada umumnya berkisar antara 6-8 jam perhari. Seiring dengan pertambahan usia terjadi penurunan dari periode tidur. Semakin bertambahnya usia, kebutuhan tidur seseorang juga akan semakin berkurang. Kebutuhan tidur untuk bayi dan anak-anak sekitar 16-20 jam perhari, sedangkan pada remaja dan dewasa membutuhkan tidur sekitar 7-8 jam perhari, dan pada individu usia diatas 60 tahun kebutuhan tidur berkurang menjadi 6,5 jam perhari (Wolkove dkk, 2007).

Gangguan tidur secara umum merupakan keadaan dimana terjadi perubahan kuantitas dan kualitas tidur yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan berdampak pada kualitas dan gaya hidup. Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur yang banyak dikeluhkan masyarakat. Insomnia pada lansia disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor status kesehatan, penggunaan obat-obatan, kondisi lingkungan, stress psikologis, asupan nutrisi/diet dan pola hidup (Darmojo dan Martono, 2006).

Pada lansia dengan gangguan sulit tidur didapatkan waktu respon melamban, yang mana hal ini merupakan aspek yang penting karena dapat mempengaruhi kemampuan berkendara dan meningkatkan resiko jatuh pada lansia. Laju mortalitas yang diakibatkan oleh beberapa penyebab kematian seperti

(19)

penyakit jantung, stroke, kanker, dan bunuh diri ditemukan dua kali lebih tinggi pada lansia dengan gangguan tidur dibandingkan dengan lansia yang mendapatkan tidur yang cukup (Luo dkk, 2013).

Adanya peningkatan kejadian insomnia pada lansia mempengaruhi kualitas tidur dari individu tersebut. Dampak yang muncul akibat buruknya kualitas tidur yaitu lansia tidak mampu mengembalikan kondisi fisiknya dengan baik, sehingga menimbulkan rasa lemas, pusing, mengantuk dan kelelahan. Selain itu, dampak psikologis dari kualitas tidur yang buruk yaitu muncul rasa cemas, mudah marah, konsentrasi terganggu, hingga stress yang dapat meningkatkan resiko bunuh diri. Dengan buruknya kualitas tidur ini, lansia dapat mengalami perubahan kinerja fungsional yang akan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain pada aspek sosial (Darmojo dan Martono, 2006).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan mengetahui gambaran dari kualitas tidur pada lansia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran kualitas tidur pada lansia di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung tahun 2016 berdasarkan umur?

2. Bagaimana gambaran kualitas tidur pada lansia di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin? 3. Bagaimana gambaran kualitas tidur pada lansia di Desa Pecatu, Kecamatan

(20)

20

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada lansia di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Gambaran kualitas tidur pada lansia di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung tahun 2016 berdasarkan umur.

2. Gambaran kualitas tidur pada lansia di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin.

3. Gambaran kualitas tidur pada lansia di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung tahun 2016 berdasarkan status perkawinan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat menjadi sarana bagi peneliti dalam menerapkan ilmu pengetahuan serta menambah pengalaman dan pengetahuan dalam penelitian.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Tempat Peneliti

Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan lansia di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan mengenai kualitas tidur.

(21)

Diharapkan dengan adanya penelitian ini hasilnya dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

(22)

22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

Lansia merupakan suatu periode akhir dalam proses kehidupan manusia, yang mana dalam fase ini seseorang akan mengalami perubahan secara fisik, psikologis, maupun sosial. Periode kehidupan ini disebut dengan periode penuaan (aging) yang merupakan suatu proses normal kehidupan dengan konsekuensi terhadap aspek biologis, psikologis dan sosial (Wahyuni dkk, 2009). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998, yang termasuk dalam batasan usia lanjut di Indonesia adalah usia 60 tahun ke atas (DepKes, 2004). Adapun menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dapat dibagi dalam empat kelompok berdasarkan usia kronologis atau biologis (usia sebenarnya), yaitu :

1. Usia pertengahan (middle) yaitu rentang usia 45-59 tahun, 2. Usia lanjut (elderly) yaitu rentang usia 60-74 tahun, 3. Usia tua (old) yaitu rentang usia 75-90 tahun, dan

4. Usia sangat tua (very old) yaitu rentang usia diatas 90 tahun.

Memasuki fase lansia, seseorang akan mengalami penurunan fungsi fisik dan psikologis secara bertahap. Adapun perubahan fisik yang menonjol pada lansia diantaranya adalah rambut yang menipis dan berubah warna menjadi keabuan, kulit yang mengeriput dan berlipat, dan beberapa diantaranya mengalami penurunan ukuran tinggi badan yang diakibatkan oleh ketebalan dari celah vertebra tulang belakang menipis. Selain dari segi fisik, lansia kerap mengalami perubahan fungsi biologis, yaitu penurunan kemampuan sensoris seperti

(23)

penurunan kemampuan dalam penglihatan, pendengaran, penciuman dan perasa yang diakibatkan oleh proses penuaan itu sendiri (Feldman, 2005).

Berdasarkan Genetic preprogramming theories of aging disebutkan bahwa sel tubuh manusia memiliki batas waktu tertentu untuk masa reproduksinya. Teori ini meyakini bahwa dalam kurun waktu tertentu sel tubuh akan berhenti untuk membelah atau dapat menyebabkan gangguan di dalam tubuh. Teori lain yaitu Wear-and-tear theories of aging menyebutkan bahwa fungsi mekanis dari tubuh akan berhenti bekerja secara efisien seiring dengan pertambahan usia. Dengan adanya kedua teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses penuaan (aging) bukanlah suatu penyakit, namun keadaan fisiologis yang akan terjadi pada setiap tubuh manusia (Feldman, 2005).

Kehidupan sosial seseorang juga akan terpengaruh oleh penambahan usia pada individu tersebut. Khususnya pada lansia, dengan adanya perubahan fisik dan psikologis, maka kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitar akan mengalami penurunan, misalnya kemampuan bekerja tidak optimal dan kemampuan bermasyarakat yang menurun. Seperti yang dijelaskan pada disengagement theory of aging, suatu teori yang membahas mengenai kehidupan sosial pada usia lansia, disebutkan bahwa penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan penarikan (withdrawal) secara bertahap dalam kehidupan dari segi fisik, psikologis, dan sosial (Feldman, 2005).

Salah satu karakteristik yang menonjol pada lansia adalah adanya perubahan memori. Memori yang terpengaruh oleh proses penuaan tidaklah mencakupi seluruh memori yang dimiliki oleh lansia tersebut. Namun penurunan memori cenderung terjadi pada tipe memori tertentu, seperti kecenderungan

(24)

24

kehilangan memori episodik pada momen tertentu yang terkait dengan suatu pengalaman hidup pada lansia itu sendiri. Sedangkan beberapa tipe memori lainnya seperti memori semantic yaitu suatu memori mengenai pengetahuan umum dan fakta-fakta kehidupan, serta memori implisit yaitu memori yang tidak disadari oleh individu tersebut, kedua memori tersebut tidak dipengaruhi oleh penambahan usia maupun proses penuaan (Feldman, 2005).

2.2 Fisiologi Tidur

Dari segi definisi, tidur merupakan suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversibel yang ditandai dengan keadaan relatif tidak bergerak, serta dalam kondisi ini ambang rangsang terhadap rangsangan dari luar lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan terjaga. Tidur terbagi kedalam dua fase fisiologis yaitu fase non rapid eye movement (NREM) dan fase rapid eye movement (REM). Tidur NREM terdiri dari tahap 1 hingga 4, yang mana dalam fase tidur ini fungsi fisiologis tubuh berkurang dibandingkan dengan saat tubuh tengah terjaga. Sedangkan fase tidur REM memiliki kualitas yang berbeda, yaitu ditandai dengan aktivitas fisiologis dan aktivitas otak yang tinggi seperti halnya saat tubuh terjaga. (Kaplan & Sadock, 2010). Adapun tahapan tidur NREM yaitu terdiri atas :

1. Stadium 1 (fase transisi), dengan karakteristik :

a) EEG : Tidak ditemukan adanya kumparan tidur, kompleks K atau gelombang delta.

b) EOG : Pergerakan bola mata melambat.

c) EMG : Tonus otot melemah dibandingkan dengan saat terjaga. 2. Stadium 2, dengan karakteristik :

(25)

a) EEG : Pada fase tidur ini ditemukan kumparan tidur dan kompleks K.

b) EOG : Pergerakan bola mata melambat, cenderung tidak ditemukan aktivitas bola mata.

c) EMG : Dapat ditemukan peningkatan tonus secara tiba-tiba, dalam fase tidur ini belum seluruh otot mengalami relaksasi.

d) Denyut jantung melambat. e) Penurunan suhu tubuh.

3. Stadium 3, dengan karakteristik :

a) EEG : Persentase gelombang delta yaitu antara 20-50% dan ditemukan adanya kumparan tidur.

b) EOG : Tidak ditemukan adanya pergerakan bola mata yang cepat.

c) EMG : Ditemukan adanya tonus otot yang lebih jelas dibandingkan dengan tidur tahap 2.

4. Stadium 4 (delta sleep), dengan karakteristik :

a) EEG : Proporsi gelombang delta yaitu lebih dari 50% dan ditemukan terdapat kumparan tidur.

b) EOG : Tidak terdapat pergerakan bola mata yang cepat.

c) EMG : Otot mengalami relaksasi ditandai dengan tonus otot yang melemah dibandingkan dengan fase tidur sebelumnya.

Berbeda dengan tidur NREM, periode tidur REM ditandai dengan aktivitas otak meningkat, denyut jantung meningkat, laju pernapasan dan tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan saat terjaga (Wolkove dkk, 2007). Pada tidur REM terjadi paralisis pada hampir seluruh otot rangka (postural). Ciri khas

(26)

26

dari tidur REM yaitu adanya mimpi yang aneh dan abstrak (Kaplan & Sadock, 2010).

Siklus tidur bersifat reguler, berulang dalam beberapa kali selama periode tidur berlangsung, dimulai dari fase tidur NREM stadium 1 hingga 4, kemudian memasuki fase tidur REM (Wolkove dkk, 2007). Siklus tidur bergantian setiap 60-90 menit sekali yang terbagi dalam dua fase yaitu tidur NREM dan REM (Coeytaux dkk, 2013). Seseorang akan memasuki tidur REM dengan durasi yang berbeda-beda pada setiap siklusnya. Periode REM pertama dapat berlangsung paling singkat dibandingkan dengan periode REM selanjutnya, yaitu sekitar kurang dari 10 menit, kemudian durasi REM selanjutnya dapat mencapai 15 hingga 40 menit (Kaplan & Sadock, 2010).

Siklus tidur ini tidak sama pada setiap orang, terutama dipengaruhi oleh faktor usia. Pola tidur normal untuk usia dewasa muda, yaitu durasi tidur REM 25% dan tidur NREM 75% dari total periode tidur dengan pembagian setiap tahapan tidur NREM sebagai berikut (Kaplan & Sadock, 2010) :

Stadium 1 : 5 persen Stadium 2 : 45 persen Stadium 3 : 12 persen Stadium 4 : 13 persen

Seorang dewasa muda akan terbangun sekitar 2-4 kali dalam semalam, dengan kebutuhan tidur 7-8 jam, yang cenderung menetap hingga usia lanjut (Sari, 2015). Namun pada orang lanjut usia distribusi tidur akan berubah, dengan terjadi pengurangan pada durasi tidur NREM tahap 3 dan 4, yang mana merupakan fase tidur yang paling dalam dan menentramkan (Wolkove dkk, 2007).

(27)

2.3 Irama Sirkadian

Setiap tubuh manusia memiliki jam tubuh alami yang hanya dipengaruhi oleh faktor internal tubuh. Durasi dari jam tubuh alami yaitu mengikuti siklus 25 jam. Adanya faktor eksternal seperti siklus gelap-terang, aktivitas sehari-hari, waktu makan, dan kebiasaan yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama, serta faktor eksternal lainnya membuat orang beradaptasi pada siklus waktu 24 jam (Kaplan & Sadock, 2010). Dalam kurun waktu 24 jam, frekuensi tidur seseorang berbeda-beda tergantung pada jenis aktivitas yang dilakukan, berat-ringannya aktivitas yang dijalankan serta durasi tidur yang didapatkan.

Pada seseorang dengan status penidur malam yang normal, tidur siang yang dilakukan pada pagi hari atau siang hari akan meliputi tidur fase REM yang lebih banyak. Apabila tidur siang dilakukan pada sore hari menjelang malam hari, maka tidur REM akan lebih sedikit. Irama tidur bangun seseorang sangat mempengaruhi kecenderungan tidur REM yang dimiliki. Kelangsungan irama sirkadian akan dipengaruhi oleh waktu tidur siang seseorang, psikologis dan prilaku tidur yang berbeda (Kaplan & Sadock, 2010). Irama sirkadian dapat mempengaruhi kehidupan seseorang, misalnya kinerja seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Hal tersebut terlihat jelas pada seorang penidur malam apabila mendapat jam kerja di malam hari akan terjadi gangguan yang bermakna. Seseorang yang memiliki waktu kerja yang tidak tetap setiap harinya akan menemui kesulitan dalam menyesuaikan irama tidur bangunnya.

(28)

28

2.4 Fungsi Tidur

Tidur memiliki fungsi homeostatik bagi tubuh dan berguna untuk menjaga termoregulasi tubuh agar tetap dalam status normal, serta penting untuk penyimpanan energi (Kaplan & Sadock, 2010). Tidur dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kelelahan pada fisik dan psikis seseorang (Mohede dkk, 2013). Dengan tidur yang cukup, seseorang dapat memulihkan kondisi tubuh yang kelelahan setelah melakukan aktivitas menjadi segar kembali guna menghadapi aktivitas selanjutnya. Selain itu dengan pemenuhan tidur yang cukup pada seseorang dapat memicu pembentukan daya tahan tubuh (Dewi dan Ardani, 2013). Manfaat tidur dapat diperoleh secara optimal apabila pemenuhan tidur sesuai dengan kebutuhan seseorang.

Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda. Beberapa orang normalnya tergolong sebagai penidur pendek (short sleeper) dan yang lainnya termasuk penidur panjang (long sleeper). Penggolongan tidur ini berdasarkan kebutuhan tidur seseorang setiap malamnya. Seseorang yang tergolong penidur pendek membutuhkan tidur kurang dari 6 jam setiap malam. Sedangkan penidur panjang butuh tidur lebih dari 9 jam untuk mendapatkan fungsi tidur yang optimal. Kebutuhan tidur yang meningkat dipengaruhi oleh aktivitas fisik, olahraga, penyakit, kehamilan, tekanan jiwa dan meningkatnya aktivitas mental (Kaplan & Sadock, 2010).

2.5 Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan suatu penyusun penting dan bagian yang esensial dari kualitas hidup seseorang (Luo dkk, 2013). Tidur adalah salah satu indikator

(29)

yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai kualitas hidup seseorang (Eser dkk, 2007). Dengan kata lain, kualitas tidur dapat menentukan kualitas hidupnya. Berdasarkan pengertiannya, kualitas tidur yaitu suatu kondisi dimana kesadaran seseorang terhadap sesuatu menurun, namun otak tetap bekerja sedemikian rupa dalam mengatur fungsi pencernaan, aktivitas jantung dan pembuluh darah serta mempertahankan kekebalan tubuh, dalam memberikan energi pada tubuh dan dalam proses kognitif (Sari, 2015).

Konsep dari kualitas tidur adalah merasa bersemangat dan siap untuk menghadapi segala aktivitas setelah bangun di pagi hari. Adapun karakteristik yang dapat digunakan untuk menilai kualitas tidur seseorang diantaranya:

a. Latensi tidur, b. Durasi tidur, c. Efisiensi tidur,

d. Aspek subjektif seperti kedalaman tidur dan ketentraman dalam tidur, e. Gangguan tidur,

f. Penggunaan obat tidur, dan g. Disfungsi pada siang hari.

Latensi tidur yaitu waktu yang dibutuhkan seseorang untuk tertidur, dapat dihitung dengan selisih antara waktu menuju ke tempat tidur dengan waktu pada saat individu tersebut jatuh tertidur (Eser dkk, 2007). Efisiensi tidur sendiri merupakan nilai yang didapatkan dari perbandingan jumlah waktu tidur sebenarnya dengan total waktu yang dihabiskan seseorang di tempat tidur hingga terbangun di pagi hari (Luo dkk, 2013).

(30)

30

Dalam menentukan gambaran kualitas tidur seseorang dapat dinilai dengan menggunakan kuisioner yaitu Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Kuisioner ini merupakan kuisioner yang dibuat untuk menilai kualitas dan gangguan tidur selama interval waktu satu bulan. PSQI memiliki reliabilitas secara keseluruhan yang baik (r = 0.82–0.83) dan nilai test-retest reliability yang baik (r = 0.77–0.85). Penilaian dengan kuisioner ini memberikan hasil yang sensitif, dapat dipercaya dan valid pada populasi dengan insomnia primer. Instrumen ini meliputi 7 komponen penilaian utama yaitu kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan disfungsi pada siang hari. Semakin tinggi skor yang didapatkan mengindikasikan kualitas tidur yang semakin buruk (Luo dkk, 2013). Adapun interpretasi dari kuisioner PSQI yaitu: a. Skor > 5 = kualitas tidur buruk

b. Skor ≤ 5 = kualitas tidur baik

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur seseorang, diantaranya adalah :

1. Fisik

Kondisi fisik seseorang sangat erat kaitannya dengan kualitas tidur yang dimilikinya. Terutama pada lansia dengan keluhan ketidaknyamanan fisik seperti batuk, kram kaki, pegal-pegal pada tubuh dan perut kembung cenderung mengalami penurunan kualitas tidur. Hal ini dikarenakan keluhan fisik tersebut akan membangunkan seseorang secara spontan akibat perasaan tidak nyaman, sehingga membuat tidurnya tertunda. Selain itu keinginan untuk buang air kecil di

(31)

malam hari sehingga mengharuskan mereka untuk pergi ke toilet merupakan hal yang mengganggu tidur lansia (Wahyuni dkk, 2009).

2. Psikososial

Memasuki fase lansia akan membuat seseorang mengalami perubahan dalam hal psikososial. Lansia mudah mengalami kecemasan dan kekhawatiran berlebih serta depresi yang dapat mengganggu tidur mereka. Perasaan tidak lagi mampu menikmati kehidupan dan rasa kesepian merupakan gangguan tidur yang berat. Lansia yang telah kehilangan pasangan hidupnya cenderung mengalami stress emosional yang akhirnya mengganggu tidur (Wahyuni dkk, 2009).

3. Lingkungan

Faktor lingkungan ikut berkontribusi dalam mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Kondisi seperti adanya suara bising dan aktifitas orang lain disekitar dapat menganggu tidur, terutama pada lansia. Suhu ruangan yang panas dan pencahayaan yang terlalu terang tergolong sebagai gangguan tidur yang sedang, yang akhirnya menurunkan kualitas tidur (Wahyuni dkk, 2009).

4. Gaya Hidup

Gaya hidup tentu memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas tidur seseorang. Terutama pada lansia, tidur siang yang pendek dan diikuti dengan latihan fisik sedang pada sore hari dapat memberikan kualitas tidur yang baik. Menghentikan aktivitas fisik seperti hubungan sosial dengan teman, pekerjaan dan berada di dalam kamar sepanjang hari terbukti meningkatkan kemungkinan terjadi insomnia (Leblanc dkk, 2015). Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok, serta minum kopi sebelum tidur dapat mengganggu pola tidur normal (Wahyuni dkk, 2009).

(32)

32

2.7 Perubahan Tidur pada Lansia

Seiring dengan peningkatan usia dan proses penuaan akan berdampak pada terjadinya perubahan pada pola tidur seseorang (Wolkove dkk, 2007). Pada lansia terdapat berbagai faktor yang memicu proses patologis yang menyebabkan terjadinya perubahan pola tidur (Mohede dkk, 2013). Perubahan tidur yang khas pada lansia yaitu kemajuan fase sirkadian, penurunan tidur gelombang lambat, pengurangan secara absolut tidur REM, peningkatan pada stadium 1 sehingga meningkatkan fragmentasi tidur atau disrupsi dari pola tidur (Wolkove dkk, 2007). Pada lansia umumnya ditemukan perubahan berupa kedalaman tidur yang terganggu, sehingga apabila terdapat stimulus dari lingkungan disekitarnya, maka lansia akan lebih sering terbangun dibandingkan dengan orang dewasa muda normal yang terbangun hanya 2-4 kali dalam semalam (Darmojo dan Martono, 2006).

Adanya penurunan jumlah total waktu tidur, mudah terbangun di malam hari dan terbangun lebih awal dapat memberikan perasaan tidak segar di pagi hari dan kepuasan tidur yang berkurang (Wahyuni dkk, 2009). Hal tersebut berdampak pada munculnya keluhan mengantuk, keletihan dan mudah jatuh tidur di siang hari. Lansia cenderung pergi ke tempat tidur lebih awal dibandingkan dengan orang dewasa muda (Voinescu dan Tatar, 2015) namun membutuhkan waktu yang lama untuk jatuh tertidur (latensi tidur memanjang) dan lebih sering terbangun di malam hari (Wahyuni dkk, 2008). Perubahan pola tidur pada lansia juga berdampak pada kemampuannya dalam bekerja. Seorang lansia didapatkan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan waktu bekerja di malam hari dibandingkan dengan orang dewasa muda (Voinescu dan Tatar, 2015). Hal ini

(33)

disebabkan karena pada lansia terjadi penurunan kemampuan dalam mentoleransi jadwal tidur bangun, sehingga rentan terhadap perubahan jam kerja (Guyton & Hall, 2011).

Kualitas tidur dapat berbeda-beda pada setiap individu. Dalam suatu penelitian ditemukan bahwa kualitas tidur antara perempuan dan laki-laki berbeda secara signifikan. Prevalensi individu dengan kualitas tidur yang buruk ditemukan lebih tinggi pada perempuan (45.8% , 95%CI = 41.9–49.7%) daripada laki-laki (35.8%, 95%CI = 31.4–40.1%). Selain dari aspek jenis kelamin, prevalensi dari kualitas tidur yang buruk ditemukan mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan usia (Luo dkk, 2013).

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, ditemukan bahwa status perkawinan seseorang mempengaruhi kualitas tidur dari individu tersebut. Data yang ditemukan yaitu lansia dengan status perkawinan lajang, telah bercerai ataupun berpisah dengan pasangan hidupnya karena kematian mengalami kualitas tidur yang lebih buruk dibandingkan dengan lansia yang masih berpasangan, dengan prevalensi mencapai 67,5% (Lo dan Lee, 2012).

Tingginya prevalensi kualitas tidur yang buruk pada perempuan lansia dapat dihubungkan dengan terjadinya perubahan sex hormone akibat proses menopause. Reseptor dari hormon ini terletak pada suprachiasmatic nucleus (SCN) yang merupakan kunci dari jam biologis pada otak yang mengatur ritme biologis sirkadian. Hormon estrogen dapat meregulasi sintesis dan pengeluaran neurotransmitter dan neuromodulator yang mempengaruhi beberapa fungsi otak, diantaranya mood, prilaku, kognitif dan proses regulasi tidur. Pada fase transisi

(34)

34

menuju menopause dan fase postmenopausal muncul beberapa gangguan tidur seperti nocturnal hot flashes, gangguan mood dan gangguan pernapasan saat tidur yang dapat mempengaruhi kualitas tidur itu sendiri. Dalam suatu penelitian ditemukan bahwa, peningkatan level estrogen pada tubuh dapat meningkatkan kualitas tidur, dengan mekanisme mempersingkat latensi tidur, menurunkan frekuensi terbangun di malam hari, mengurangi gerakan selama tidur, meningkatkan efisiensi tidur dan meningkatkan tidur fase REM (Tranah dkk, 2010).

(35)

19

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Memasuki periode lansia, tubuh manusia akan mengalami berbagai penurunan fungsi yang terjadi secara alami, baik itu dalam segi fisik, psikologis maupun sosial. Perubahan dalam segi fisik yang terjadi dapat mencakup kondisi fisik yang menurun akibat adanya gangguan seperti keluhan nyeri, kram, pegal dan sebagainya, serta terjadinya perubahan hormon terutama pada sex hormone. Kondisi fisik dan perubahan hormon tersebut dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin seseorang. Dalam segi psikologis, seorang lansia akan cenderung memiliki perasaan yang sensitif yang dapat mempengaruhi kualitas tidurnya. Keadaan psikologis seseorang selain dipengaruhi oleh peningkatan umur, juga dapat dipengaruhi oleh status perkawinan. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat disusun kerangka berpikir dari penelitian ini seperti berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Lansia

Perubahan Pola Tidur

Kualitas Tidur

(36)

20

3.2 Konsep Penelitian

Gambar 3.2 Konsep Penelitian  Umur

 Jenis Kelamin  Status Perkawinan

Perubahan Pola Tidur

Kualitas Tidur Lansia  Durasi Pendidikan  Jenis Pekerjaan  Penyakit Kronik Ket: Diteliti Tidak Diteliti

(37)

21

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian observasional jenis deskriptif dengan rancangan cross sectional untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada lansia di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung tahun 2016.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung dan akan dilakukan selama satu bulan tepatnya pada bulan Agustus tahun 2016.

4.3 Populasi dan Subyek Penelitian 4.3.1 Populasi Target

Populasi target yaitu lansia yang ada di Provinsi Bali.

4.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau yaitu lansia yang berada di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung yang mengikuti senam lansia bersama pada bulan Agustus.

4.3.3 Subyek Penelitian

Subyek pada penelitian ini yaitu lansia yang berada di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung yang mengikuti senam lansia bersama pada bulan Agustus yang memenuhi kriteria inklusi sampai memenuhi

(38)

22

jumlah sampel minimal yang telah ditentukan (consecutive sampling). Apabila jumlah populasi terjangkau yang tersedia melebihi jumlah sampel minimal yang dibutuhkan, maka dilakukan pemilihan subjek penelitian secara acak.

4.3.4 Kriteria Inklusi

1. Kriteria inklusi yang ditetapkan dalam pemilihan sampel pada penelitian ini yaitu lansia yang berada di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung yang mengikuti senam lansia bersama.

2. Usia antara 60 – 90 tahun.

3. Mampu berkomunikasi verbal dengan baik.

4. Bersedia menandatangani lembar informed consent untuk menjadi responden.

4.3.5 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah lansia yang mengalami gangguan mental pada saat penelitian dilakukan.

4.3.6 Teknik Penentuan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu dengan perhitungan rumus untuk proporsi tunggal.

n = (Zα)2 P Q d2

Keterangan :

n = Besar sampel minimum

Zα = Nilai Z untuk kesalahan tipe I (α) P = Proporsi pada populasi

(39)

Q = 1 - P

d = Kesalahan absolut yang dapat ditoleransi

Besar proporsi pada penelitian sebelumnya yaitu 41,5% (Luo dkk, 2013) maka nilai P = 0,415. Sehingga didapatkan nilai Q = 1 – P = 1 – 0,415 = 0,585. Nilai kesalahan tipe I (α ) = 0,05 maka Zα = 1,96. Peneliti menetapkan nilai d sebesar 15% (0,15). Dari perhitungan tersebut diperoleh besar sampel minimum dari penelitian ini adalah sebesar 42. Untuk mengantisipasi adanya subjek yang drop out maka ditambahkan 10% dari besar sampel minimum yaitu 4 orang, sehingga besar sampel total yaitu 46.

4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Identifikasi Variabel

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah gambaran kualitas tidur pada lansia berdasarkan variabel umur, jenis kelamin, dan status perkawinan.

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Lansia merupakan keadaan fisiologis yang terjadi sebagai tanda periode akhir kehidupan manusia. Dalam periode ini terjadi penurunan ataupun perubahan fungsi pada fisik, psikologis dan sosial secara alami. Keadaan ini dapat mempengaruhi mekanisme tubuh, diantaranya adalah terjadinya perubahan pola tidur yang berdampak pada kualitas tidur lansia. Yang termasuk ke dalam kriteria lansia yaitu individu yang berusia 60 tahun ke atas. Penentuan umur dalam penelitian ini yaitu sesuai dengan umur yang tertera pada Kartu Tanda

(40)

24

Penduduk (KTP). Apabila terdapat umur diatas enam bulan maka dibulatkan menjadi satu tahun.

2. Kualitas tidur merupakan keadaan dimana kesadaran seseorang terhadap sesuatu menurun yang ditandai dengan munculnya perasaan menyegarkan dan bersemangat untuk menjalani aktivitas selanjutnya setelah bangun tidur. Kriteria dari kualitas tidur yaitu latensi tidur, frekuensi terbangun, durasi tidur, efisiensi tidur dan aspek subjektif tidur seperti kedalaman tidur dan ketentraman dalam tidur.

3. Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat dan fungsi biologis seseorang, yang mana dibedakan berdasarkan alat reproduksinya untuk meneruskan keturunan. Jenis kelamin dibagi menjadi dua, yaitu perempuan dan laki-laki. Penentuan jenis kelamin dalam penelitian ini disesuaikan dengan data yang terdapat pada KTP responden.

4. Status perkawinan adalah ikatan antara seorang perempuan dan seorang laki-laki dengan tujuan untuk membentuk sebuah keluarga. Status perkawinan dalam penelitian ini dibagi menjadi menikah, lajang, cerai, dan janda/duda. Kategori menikah dimaksudkan untuk seseorang yang berada dalam suatu ikatan perkawinan yang sah menurut agama dan negara. Lajang berarti seseorang yang belum pernah menikah sebelumnya. Kategori cerai memiliki pengertian bahwa seseorang tersebut telah berpisah dengan pasangan hidupnya yang belum meninggal, sedangkan janda/duda berarti bekas pasangan hidupnya sudah meninggal. Penentuan status perkawinan dalam penelitian ini berdasarkan data yang tertera pada KTP responden.

(41)

4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional jenis descriptive study, dengan rancangan penelitian cross sectional. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan wawancara secara langsung dan pengisian kuesioner yaitu Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) pada lansia yang mengikuti senam lansia di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung pada bulan Agustus.

4.6 Protokol Penelitian 4.6.1 Tahap Persiapan

a. Meminta ijin kepada pelaksana senam lansia di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung untuk melaksanakan penelitian di tempat tersebut.

b. Menyiapkan ethical clearance kepada pihak yang berwenang terhadap penelitian yang akan dilaksanakan.

c. Memberikan persetujuan secara lisan dan tertulis pada lembar informed consent kepada subjek penelitian yang dipastikan masuk dalam kriteria inklusi penelitian yang telah ditetapkan.

4.6.2 Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan lembar kuesioner kepada lansia yang mengikuti senam lansia di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.

b. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer melalui pengisian kuesioner oleh responden dengan panduan dari peneliti.

(42)

26

c. Data yang telah terkumpul akan diolah dan dianalisis selama satu bulan dimulai dari waktu setelah pengambilan data.

4.7 Cara Pengolahan dan Analisis Data

Data dikumpulkan berasal dari data primer yang didapatkan dari wawancara langsung dan pengisian lembar kuesioner. Data tersebut diolah secara komputerisasi menggunakan program SPSS versi 21.0 dan dianalisa secara deskriptif, kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik untuk memberikan gambaran kualitas tidur pada lansia.

(43)

27

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Karakteristik Responden

Data hasil penelitian dari kuisioner yang telah disebarkan kepada lansia yang mengikuti senam lansia pada bulan Agustus 2016 di Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung diolah secara komputerisasi menggunakan program SPSS versi 21.0. Lansia yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dan dimasukkan kedalam sampel sebanyak 46 orang. Dari pengolahan data statistik deskriptif diperoleh data yaitu sebagian besar lansia berumur 60-74 tahun (84.8%), dengan persentase jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan memiliki sebaran yang hampir merata (43.5% dan 56.5% secara berurutan). Berdasarkan variabel status perkawinan, didapatkan data bahwa lebih dari setengah sampel berada dalam status menikah (87%). Pada penelitian ditemukan sebagian besar lansia memiliki kualitas tidur yang buruk (78.3%) (Tabel 5.1)

Tabel 5.1 Karakteristik Responden

No. Kriteria Frekuensi Persentase

(%)

1. Umur  60-74 tahun 39 84.8

 75-90 tahun 7 15.2

2. Jenis Kelamin  Laki-laki 20 43.5

 Perempuan 26 56.5

3. Status Perkawinan  Menikah 40 87

(44)

28

4. Kualitas Tidur  Baik 10 21.7

 Buruk 36 78.3

5.1.2 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Umur

Jumlah lansia yang memenuhi kriteria inklusi untuk menjadi responden dalam penelitian ini yaitu sebanyak 46 orang, dengan penggolongan umur sesuai dengan pembagian umur lansia menurut WHO. Usia antara 60-74 tahun dengan kualitas tidur yang baik sebanyak 9 orang dan buruk sebanyak 30 orang. Pada rentang usia 75-89 tahun didapatkan hasil yaitu lansia dengan kualitas tidur baik sebanyak 1 orang dan buruk sebanyak 6 orang. Dari keseluruhan responden, ditemukan bahwa tidak seorangpun lansia yang menjadi responden berusia 90 tahun keatas. (Tabel 5.2)

Tabel 5.2 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Umur

Umur Kualitas Tidur Jumlah

Baik Buruk

60-74 tahun 9 (23.1%) 30 (76.1%) 39 (100.0%)

75-89 tahun 1 (14.3%) 6 (85.7%) 7 (100.0%)

(45)

Gambar 5.1 Diagram Batang Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Umur

5.1.3 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin responden, diperoleh data yaitu lansia yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 20 orang, dengan kualitas tidur baik sebanyak 3 orang dan buruk sebanyak 17 orang. Lansia dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 26 orang dengan sebaran yaitu terdapat 7 orang dengan kualitas tidur baik dan 19 orang dengan kualitas tidur buruk. (Tabel 5.3)

Tabel 5.3 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Kualitas Tidur Jumlah

Baik Buruk

Laki-laki 3 (15.0%) 17 (85.0%) 20 (100.0%)

Perempuan 7 (26.9%) 19 (73.1%) 26 (100.0%)

(46)

30

Gambar 5.2 Diagram Batang Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Jenis Kelamin

5.1.4 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Status Perkawinan

Hasil penelitian berdasarkan status perkawinan diperoleh data yaitu kelompok lansia dengan status menikah yang dinyatakan memiliki kualitas tidur baik sebanyak 8 orang dan buruk sebanyak 32 orang. Lansia dengan status perkawinan janda/duda dengan kualitas tidur baik sebanyak 2 orang dan buruk sebanyak 4 orang. Berdasarkan data penelitian, tidak ditemukan responden yang memiliki status perkawinan cerai. (Tabel 5.4)

Tabel 5.4 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Status Perkawinan

Status Perkawinan

Kualitas Tidur Jumlah

(47)

Gambar 5.3 Diagram Batang Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Status Perkawinan

5.2 Pembahasan

Hasil dari penelitian ini didapatkan data bahwa 78.3% dari lansia yang menjadi responden memiliki kualitas tidur yang buruk dan 21.7% lansia lainnya mengalami kualitas tidur yang baik. Temuan ini sesuai dengan kajian pustaka yang menyebutkan bahwa lansia cenderung mengalami perubahan pada kuantitas dan kualitas tidurnya yang mana merupakan dampak dari proses penuaan yang terjadi (Wahyuni dkk, 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Orhan dkk (2011) didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu sekitar 44 lansia (60.3%)

Menikah 8 (20.0%) 32 (80.0%) 40 (100.0%)

Janda/Duda 2 (33.3%) 4 (66.7%) 6 (100.0%)

(48)

32

memiliki skor PSQI >5 yang mana hal tersebut mengindikasikan kualitas tidur yang buruk.

Luo dkk (2013) melaporkan berdasarkan penelitian yang dilakukan di China, diperoleh hasil sekitar 41.5% lansia dinyatakan memiliki kualitas tidur yang buruk. Data yang dilaporkan oleh Wahyuni dkk (2009) juga mendukung temuan hasil penelitian yaitu pada penelitiannya diperoleh data sekitar 55% dari responden memilki kualitas tidur yang buruk dan 45% responden lainnya dinyatakan memiliki kualitas tidur baik. Kualitas tidur baik yang dimiliki sejumlah lansia disadari penulis sesuai dengan tinjauan pustaka yaitu sebagai akibat dari adanya kemampuan adaptasi yang baik terhadap perubahan fisik serta psikososial sehingga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap pola tidur (Wahyuni dkk, 2009).

5.2.1 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Umur

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan responden dengan usia antara 60-74 tahun yang memiliki kualitas tidur yang baik sebanyak 9 orang dan buruk sebanyak 30 orang. Rata-rata responden terbanyak berusia antara 60-74 tahun. Peningkatan usia yang dialami seseorang dan proses penuaan yang terjadi berdampak terhadap terjadinya perubahan pada pola tidur. Perubahan yang terjadi diantaranya terjadi kemajuan pada fase sirkadian, penurunan tidur gelombang lambat, pengurangan secara absolut tidur REM, peningkatan pada stadium 1, dan pengurangan pada durasi tidur NREM tahap 3 dan 4, yang mana merupakan fase tidur yang paling dalam (Wolkove dkk, 2007).

(49)

Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Dağlar (2012) yang dilakukan di Turki mendapatkan data yaitu pada seluruh responden lansia yang berusia 65 tahun ke atas (N=112) baik yang tinggal di rumah maupun yang berada di rumah perawatan khusus lansia memiliki prevalensi lebih dari 50% mengalami kualitas tidur yang buruk (63.3% dan 55.8%, secara berurutan). Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang menemukan bahwa prevalensi kualitas tidur buruk pada lansia akan meningkat seiring dengan peningkatan usia, dengan hasil penelitiannya didapatkan data yaitu 32.1% (95% CI = 27.8–36.4%) ditemukan pada usia antara 60-69 tahun dan meningkat menjadi 52.5% (95% CI = 45.9–59.1%) pada lansia usia 80 tahun ke atas (Luo dkk, 2013).

Penelitian lain melaporkan sekitar 60.9% dari responden (N=992) dinyatakan memiliki kualitas tidur yang buruk, dengan rata-rata usia responden 75.49 (SD = 6.56 tahun). Namun pada penelitian tersebut disebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada nilai rerata skor PSQI (p>0.05) diantara kelompok umur (Eser dkk, 2007).

5.2.2 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Jenis Kelamin

Pada penelitian ini didapatkan data bahwa sekitar 85% (N=20) lansia yang berjenis kelamin laki-laki dan 73.1% (N=26) lansia perempuan dinyatakan memiliki kualitas tidur yang buruk. Tingginya angka prevalensi kualitas tidur yang buruk sesuai dengan kajian pustaka yaitu akibat terjadi perubahan sex hormone pada lansia terutama pada lansia yang berjenis kelamin perempuan akibat berlangsungnya proses menopause. Disebutkan pula pada fase transisi

(50)

34

menuju menopause dan fase post menopausal cenderung terkait dengan perubahan fisik dan psikologis yang dapat meningkatkan insiden munculnya gangguan seperti nocturnal hot flashes, gangguan mood dan gangguan pernapasan saat tidur yang dapat mengurangi kualitas tidur (Tranah dkk, 2010; Madrid-Valero dkk, 2016).

Berdasarkan Stages of Reproductive Aging Workshop 2011, status menopause dibagi menjadi empat fase yaitu early Menopausal Transition (early MT), late Menopausal Transition (late MT), early Post Menopausal (early PM) dan late Post Menopausal (late PM). Diantara keempat fase menopause tersebut, wanita yang berada pada fase early PM ditemukan mengalami gejala menopause yang paling tinggi, kemudian diikuti oleh wanita pada fase late PM, late MT dan early MT. Hal tersebut berdampak terhadap perbandingan skor PSQI yang signifikan pada masing-masing fase menopause. Wanita yang berada pada fase early MT ditemukan memiliki skor PSQI yang paling rendah, yang mana hal tersebut mengindikasikan kualitas tidur yang baik. Kemudian diikuti oleh fase late MT yang masih terkait dengan kualitas tidur yang baik. Skor PSQI tertinggi ditemukan pada wanita yang berada pada fase early PM dan late PM, yang menunjukkan pada fase tersebut kebanyakan wanita memiliki kualitas tidur yang buruk. (Zhang dkk, 2016)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Eser dkk (2007) ditemukan bahwa perempuan secara signifikan memiliki rerata skor PSQI yang lebih tinggi daripada responden laki-laki (p<0.05). Hasil penelitian yang serupa dilaporkan oleh Luo dkk (2013) yaitu prevalensi lansia berjenis kelamin perempuan yang memiliki kualitas tidur buruk sekitar 45.8% (95% CI =41.9–49.7%), yang secara signifikan

(51)

lebih tinggi daripada laki-laki (35.8%, 95% CI =31.4–40.1%). Penelitian yang dilakukan di Taiwan oleh Chueh dkk (2009) melaporkan dari 25,163 wanita Taiwan asli yang menjadi responden didapatkan sekitar 20.54% memiliki kualitas tidur yang buruk.

Hal yang berbeda ditemukan oleh peneliti lain seperti Lemola dkk (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa wanita rata-rata memiliki total durasi tidur yang lebih lama (p,0.001), efisiensi tidur yang lebih tinggi (p,0.001), dan onset latensi tidur yang lebih pendek (p,0.001) dibandingkan laki-laki. Yoon H-S dkk (2015) dalam penelitiannya terhadap orang dewasa dan lansia di Korea dengan jumlah responden 84,094 (27,717 laki-laki and 56,377 perempuan) melaporkan bahwa sekitar 65% laki-laki dan 60% perempuan memiliki durasi tidur yang normal (6-7 jam).

5.2.3 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Status Perkawinan

Berdasarkan penelitian, lansia yang menjadi responden didominasi oleh lansia yang berstatus menikah (87%), dibandingkan dengan lansia dengan status janda/duda (13%). Dari 40 responden yang memiliki status menikah, 80% diantaranya dinyatakan mengalami kualitas tidur yang buruk, sedangkan 66.7% responden yang berstatus janda/duda dilaporkan memiliki kualitas tidur yang buruk.

Penelitian oleh Eser dkk (2007) menyebutkan skor rata-rata PSQI lansia yang berada dalam status menikah secara signifikan lebih rendah daripada lansia yang berada diluar status pernikahan (p<0.05). Dalam hal ini, kualitas tidur yang dimiliki oleh lansia berstatus menikah dipengaruhi oleh dukungan sosial yang

(52)

36

diberikan oleh pasangannya yang mana dapat membantu mengatasi stress psikologis yang mungkin terjadi. Hal yang sama juga disebutkan dalam penelitian Luo dkk (2013) bahwa lansia yang memiliki kualitas tidur yang buruk umumnya tinggal sendiri tanpa pasangannya (14.4%,p,0.001).

Data tersebut sesuai dengan Teori Lueckenotte dalam Wahyuni dkk (2009) yang menyebutkan bahwa seseorang yang tinggal sendiri atau telah kehilangan suami/istri cenderung memiliki kondisi psikologis yang tidak nyaman sehingga dapat mengganggu pola tidurnya. Hal ini dihubungkan dengan adanya perasaan ganjil dalam memulai tidur tanpa pasangannya yang dapat memicu timbulnya stress emosional.

Perbedaan hasil yang didapatkan pada penelitian ini dapat disebabkan oleh proporsi responden yang didominasi oleh lansia dengan status menikah, sehingga tidak dapat terlihat dengan jelas perbandingan kualitas tidur dengan status pernikahan yang lainnya. Hal yang berbeda dilaporkan oleh peneliti lain yaitu rerata skor PSQI yang ditemukan pada kelompok lansia dengan status menikah secara signifikan lebih tinggi (11.0±2.5) dibandingkan dengan lansia yang berstatus lajang atau janda/duda ataupun bercerai (p<0.05). (Orhan dkk, 2011)

5.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian mengenai gambaran kualitas tidur pada lansia ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian deskriptif potong lintang (cross-sectional descriptive) yang mana dalam metode ini penelitian hanya dapat menjelaskan informasi yang terbatas mengenai pengaruh variabel-variabel yang diteliti. Berdasarkan rancangan cross-sectional descriptive, pengambilan data hanya dilakukan dalam

(53)

satu kali pengamatan sehingga data yang diberikan oleh responden sangat dipengaruhi oleh perhatian, minat, kerja sama serta kondisi psiko-sosial responden pada saat itu.

Kelemahan lain dalam penelitian ini yaitu pengambilan data hanya dilakukan pada satu tempat dan lansia yang dilibatkan menjadi responden penelitian hanya dibataskan pada lansia yang mengikuti kegiatan senam lansia pada bulan Agustus 2016, sehingga hasil penelitian kurang dapat digeneralisasikan ke dalam populasi yang lebih besar. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran kualitas tidur pada lansia pada populasi lain yang lebih besar dengan menggunakan metode penelitian yang dapat menjelaskan mengenai hubungan sebab-akibat antara variabel-variabel yang diteliti.

(54)

38

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kualitas tidur lansia berdasarkan umur ditemukan lebih baik pada lansia dalam rentang usia 60-74 tahun (23.1%) dibandingkan dengan lansia berusia 75-89 tahun (14.3%).

2. Kualitas tidur lansia berdasarkan jenis kelamin ditemukan lebih baik pada lansia berjenis kelamin perempuan (26.9%) dibandingkan dengan lansia dengan jenis kelamin laki-laki (15%).

3. Kualitas tidur lansia berdasarkan status perkawinan ditemukan lebih baik pada lansia dengan status janda/duda (33.3%) dibandingkan dengan lansia yang berstatus menikah (20%).

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut: 1. Keluarga

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa kualitas tidur lansia sebagian besar buruk, maka diharapkan kepada keluarga lansia untuk dapat mengusahakan upaya perbaikan kualitas tidur dari segi psikologis dan lingkungan lansia, serta melakukan tindakan pencegahan terhadap dampak kualitas tidur yang buruk baik dari segi fisik maupun psikososial.

(55)

2. Pemerintah

Kepada pemerintah setempat diharapkan dapat mengupayakan program serta penindaklanjutan terhadap kualitas tidur lansia yang sebagian besar tergolong buruk. Megingat kualitas tidur lansia mempengaruhi secara vital kualitas hidup lansia itu sendiri. Saran lain yang dapat disampaikan kepada pemerintah setempat yaitu untuk melibatkan seluruh lansia yang ada untuk berpartisipasi dalam kegiatan senam lansia bersama, sehingga seluruh lansia mengikuti olahraga dan dapat dipantau kesehatannya secara reguler.

3. Peneliti Selanjutnya

Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran kualitas tidur pada lansia dengan melibatkan responden yang lebih banyak dan pengmbilan data yang dilakukan pada beberapa tempat, serta dengan metode penelitian yang akurat dan dapat menunjukkan hubungan sebab-akibat yang jelas.

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Lansia
Gambar 3.2 Konsep Penelitian
Tabel 5.2 Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Umur
Gambar 5.2 Diagram Batang Gambaran Kualitas Tidur Lansia berdasarkan Jenis  Kelamin
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

This thesis, entitled as “The Implementation of COSO Framework in Inventory Cycle Case Study: PT Pupuk Kujang”, was prepared to fulfill the requirements to complete

Abstrak : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan pendidikan karakter religius pada anak usia 5-6 tahun melalui sikap berdoa di TK Negeri Pembina

Gambaran suatu implementasi tindakan dan komunikasi dapat dilihat dari program kampanye keselamatan kerja, misalnya, implementasi humas bukan hanya merancang program komunikasi

Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang- orang yang khusyu’,” (QS. Dalam ayat ini kata “Sabar” digandengkan dengan “shalat”, dan

IDE yang didukung secara resmi adalah Eclipse 3.2 atau lebih dengan menggunakan plugin Android Development Tools (ADT), dengan ini pengembang dapat menggunakan

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga macam, yaitu tes penguasaan konsep siswa, angket respon siswa terhadap pembelajaran dengan

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013) dalam penelitiannya pada D&amp;I Skin Centre Hasil penelitian menunjukan secara positif

Karena jika buruh lepas tidak memiliki pekerjaan maka penghasilan tidak ada, dalam islam orang yang mempunyai harapan itu dia memiliki usaha untuk meraih harapan tersebut