• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita dan bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita dan bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN STATUS ORAL HIGIENE DAN PENGALAMAN

KARIES PADA PENDERITA DAN BUKAN PENDERITA

ASMA USIA 20-30 TAHUN DI RSUP HAJI

ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

TIRUMAGAL BALAKRISHNAN

NIM: 100600203

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/

Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2014

Tirumagal Balakrishnan

Perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita dan

bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan.

x + 38 halaman

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang

ditandai rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran pernafasan. Asma merupakan

salah satu penyakit yang dapat berperan sebagai faktor risiko karies gigi. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui status oral higiene dan pengalaman karies pada

penderita asma. Rancangan penelitian adalah case-control. Populasi penelitian ini adalah penderita asma yang sedang berobat di Poli Pulmonologi (Asma) sedangkan

sebagai kontrol, yaitu penderita pengunjung Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan

Kelamin di RSUP H.Adam Malik. Jumlah sampel adalah 60 orang, 30 orang

penderita asma dan 30 orang yang bukan. Pengambilan sampel dilakukan dengan

teknik purposive sampling, yaitu sampel diambil sesuai kriteria inklusi sampai diperoleh jumlah sesuai dengan yang ditentukan. Pengumpulan data dilakukan

dengan wawancara menggunakan kuesioner dan data pemeriksaan klinis rongga

mulut menggunakan Index Oral Hygiene Simplified (OHIS) dan Indeks DMFT oleh Klein. Hasil penelitian menunjukkan status oral higiene pada penderita asma dengan

rata-rata skor oral higiene 1,68 ± 0,67 termasuk kategori sedang dibandingkan dengan

bukan penderita asma lebih rendah yaitu 1,02 ± 0,48 dan termasuk kategori baik.

Skor DMFT rata-rata penderita asma adalah lebih tinggi yaitu 5,13 ± 1,99

dibandingkan bukan penderita asma yaitu 3,67 ± 1,95. Dari hasil penelitian, dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara status oral higiene

(3)

asma. Hal ini menunjukkan penderita asma mempunyai status oral higiene yang

buruk dan pengalaman karies yang lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 25 September 2014

Pembimbing: Tanda Tangan

Rika Mayasari Alamsyah drg., M.Kes

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 25 September 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Rika Mayasari Alamsyah drg., M.Kes

ANGGOTA : 1. Prof. Sondang Pintauli, drg., PhD

(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini selesai

disusun sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis

ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., PhD., Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., PhD., selaku Ketua Departemen Ilmu

Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji atas segala saran, dukungan dan

keluangan waktu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing atas

bimbingan, keluangan waktu, saran, dukungan, dan motivasi kepada penulis sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM., selaku dosen penguji atas keluangan

waktu dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Ika Andryas, drg., selaku penasehat akademik yang banyak memberikan

motivasi dan arahan selama penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Direktur RSUP H.Adam Malik Medan yang telah mengizinkan penulis

melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga penulis persembahkan

kepada orangtua penulis, Ayah Balakrishnan Periannan dan Ibu Chandrespary

Swamienathan, adik penulis Barathan Balakrishnan atas segala doa, kasih sayang,

dukungan, dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis.

Sahabat-sahabat tersayang penulis Brr Latif, Jeevamalar Sri, Nurain,

(7)

dapat disebutkan satu per satu atas bantuan, doa, dan dukungan selama penulis

melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan

skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk

menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan

sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan peningkatan

mutu kesehatan gigi masyarakat.

Medan, 25 September 2014 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

(9)
(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis……….

2. Kriteria Indeks Debris………...

3. Kriteria Indeks Kalkulus……….………...

4. Faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies……. 5. Persentase karakteristik responden penderita dan bukan penderita asma di

RSUP H.Adam Malik……… 6. Persentase bentuk obat asma Salbutamol yang digunakan berdasarkan

klasifikasi penderita asma di RSUP H.Adam Malik (n==30)………... 7. Persentase frekuensi penggunaan obat asma Salbutamol di RSUP H.Adam

Malik ………... 8. Rata-rata skor oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma

di RSUP H.Adam Malik………...………. 9. Persentase status oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di

RSUP H.Adam Malik………...………. 10.DMFT rata-rata pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP

H.Adam Malik………...……… 11.Hasil uji statistik perbedaan status oral higiene pada penderita dan bukan

penderita asma di RSUP H.Adam Malik………..….………… 12.Hasil uji statistik perbedaan pengalaman karies pada penderita dan bukan

penderita asma di RSUP H.Adam Malik………...

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perbandingan brokial penderita asma dan brokial normal……… 7

2. Patofisiologi asma………. 8

3. Faktor etiologi terjadinya karies………... 13

4. Obat asma dalam bentuk sirup... 17

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kuesioner perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies pada penderita

dan bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan

2. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan

3. Surat keterangan pelaksanaan penelitian dari RSUP H.Adam Malik Medan

(13)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/

Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2014

Tirumagal Balakrishnan

Perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita dan

bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan.

x + 38 halaman

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang

ditandai rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran pernafasan. Asma merupakan

salah satu penyakit yang dapat berperan sebagai faktor risiko karies gigi. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui status oral higiene dan pengalaman karies pada

penderita asma. Rancangan penelitian adalah case-control. Populasi penelitian ini adalah penderita asma yang sedang berobat di Poli Pulmonologi (Asma) sedangkan

sebagai kontrol, yaitu penderita pengunjung Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan

Kelamin di RSUP H.Adam Malik. Jumlah sampel adalah 60 orang, 30 orang

penderita asma dan 30 orang yang bukan. Pengambilan sampel dilakukan dengan

teknik purposive sampling, yaitu sampel diambil sesuai kriteria inklusi sampai diperoleh jumlah sesuai dengan yang ditentukan. Pengumpulan data dilakukan

dengan wawancara menggunakan kuesioner dan data pemeriksaan klinis rongga

mulut menggunakan Index Oral Hygiene Simplified (OHIS) dan Indeks DMFT oleh Klein. Hasil penelitian menunjukkan status oral higiene pada penderita asma dengan

rata-rata skor oral higiene 1,68 ± 0,67 termasuk kategori sedang dibandingkan dengan

bukan penderita asma lebih rendah yaitu 1,02 ± 0,48 dan termasuk kategori baik.

Skor DMFT rata-rata penderita asma adalah lebih tinggi yaitu 5,13 ± 1,99

dibandingkan bukan penderita asma yaitu 3,67 ± 1,95. Dari hasil penelitian, dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara status oral higiene

(14)

asma. Hal ini menunjukkan penderita asma mempunyai status oral higiene yang

buruk dan pengalaman karies yang lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronis pada saluran pernafasan

yang ditandai rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran pernafasan.1 Insidens

penderita asma sebanyak 300 juta orang dan diperkirakan penderita asma akan

mencapai 400 juta orang pada tahun 2025.2 Menurut Asthma and Allergy Foundation

of America 2010, insidens tertinggi asma biasanya mengenai anak-anak adalah sekitar

7-10%, yaitu pada umur 5–14 tahun, sedangkan pada orang dewasa, angka insidens asma lebih kecil yaitu sekitar 3-5%.1 Menurut studi yang dilakukan oleh Australian

Institute of Health and Welfare pada tahun 2007, insidens asma pada kelompok umur

18–34 tahun adalah 14%, sedangkan >65 tahun menurun menjadi 8,8%. Penyakit asma di usia dewasa lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Angka

kematian di dunia akibat penyakit asma setiap tahun diperkirakan berjumlah 255,000

orang.1,3

Di Indonesia, prevalensi asma sebanyak 4,5% menurut data Riset Kesehatan

Dasar (RISKESDAS) di berbagai propinsi di Indonesia pada tahun 2013. Prevalensi

asma tertinggi adalah di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur

(7,3%), Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan (6,7%). Angka kematian di

Indonesia akibat penyakit asma sebanyak 63,584 orang pada setiap tahun.4

Mekanisme dasar asma adalah proses inflamasi pada saluran pernafasan.

Peradangan pada saluran pernafasan dan keterbatasan aliran udara menyebabkan

berbagai gejala sesuai dengan tingkat keparahan asma, yang menentukan kebutuhan

pengobatan asma. Peran asma sebagai penentu potensi risiko karies gigi pertama kali

dipelajari pada akhir tahun 1970.5 Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan

suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras gigi oleh asam

(16)

utama kesehatan gigi dan mulut.6 Prevalensi karies gigi masih tinggi, bahkan di

negara maju.5

Penelitian Thomas et al pada tahun 2010 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara asma dan karies. Asma menimbulkan sesak nafas yang

menyebabkan penderita asma cenderung bernafas melalui mulut dan ini

menyebabkan xerostomia. Selain itu, penggunaan obat-obatan asma juga

menyebabkan xerostomia, penurunan pH saliva dan peningkatan bakteri

Lactobacillus dan Streptococcus mutans di dalam rongga mulut. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Ersin et al pada tahun 2006 yang menyatakan bahwa asma dilihat melalui status penyakit dan farmakoterapi, mempunyai beberapa

risiko seperti penurunan aliran saliva dan pH saliva yang menyebabkan meningkatnya

risiko karies pada penderita asma. Mereka juga menunjukkan bahwa lama penyakit

dan durasi pengobatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap risiko karies pada

penderita asma. Bakteri Streptococcus mutans paling berperan dalam menyebabkan karies.2

Studi Reddy et al pada tahun 2003 menunjukkan bahwa penderita asma mempunyai prevalensi karies yang tinggi hingga mencapai angka 78% dan ini

meningkat sejalan dengan meningkatnya keparahan penyakit asma. Penelitian

Shashikiran et al pada tahun 2007 menunjukkan bahwa penderita asma, terutama yang menggunakan inhalasi Salbutamol, memiliki prevalensi karies yang lebih tinggi

dibandingkan kelompok kontrol.2

Penelitian yang dilakukan oleh Stensson et al pada tahun 2010 menunjukkan bahwa rata-rata skor DFS (Decay, Filling Surface) pada 20 subjek penderita asma usia 18-24 tahun adalah 8,6 ± 10,6 sedangkan pada kelompok kontrol 4,0 ± 5,2.

Pengalaman karies pada kelompok penderita asma di dalam penelitian ini terlihat

tinggi disebabkan penggunaan kombinasi dua jenis obat asma oleh penderita asma,

yaitu obat asma golongan beta-2 agonis dan glukokortikosteroid.7 Penderita asma

dengan status kebersihan mulut yang kurang baik mempunyai tingkat pengalaman

(17)

Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk

mengetahui perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita

dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik. Rumah sakit ini dipilih karena

banyaknya jumlah penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada perbedaan status oral

higiene dan pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita asma?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui status oral higiene pada penderita dan bukan penderita

asma di RSUP H.Adam Malik.

2. Untuk mengetahui pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita

asma di RSUP H.Adam Malik.

3. Untuk mengetahui perbedaan status oral higiene pada penderita dan bukan

penderita asma di RSUP H.Adam Malik.

4. Untuk mengetahui perbedaan pengalaman karies pada penderita dan bukan

penderita asma di RSUP H.Adam Malik.

1.4 Hipotesis

1. Ada perbedaan status oral higiene pada penderita dan bukan penderita

asma di RSUP H.Adam Malik.

2. Ada perbedaan pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita

asma di RSUP H.Adam Malik.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Bagi masyarakat sebagai bahan informasi agar penderita asma menjaga

(18)

2. Bagi Departmen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Universitas Sumatera

Utara sebagai referensi tentang status oral higiene dan pengalaman karies pada

penderita asma.

3. Bagi peneliti diharapkan agar penelitian ini dapat menambah wawasan

dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung dalam melakukan

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asma

Menurut Nelson pada tahun 2007, asma didefinisikan sebagai penyakit

inflamasi kronis yang terjadi di saluran pernafasan sehingga menyebabkan

penyempitan pada saluran pernafasan tersebut.1 Asma merupakan sindrom yang

kompleks dengan karakteristik obstruksi jalan nafas, hiperresponsif bronkus dan

inflamasi pada saluran pernafasan. Asma menyerang semua ras dan etnik di seluruh

dunia dan pada berbagai usia.7

2.1.1 Etiologi dan Klasifikasi Asma

Menurut Patino dan Martinez pada tahun 2003, faktor lingkungan dan faktor

genetik memiliki peran yang besar terhadap terjadinya asma.8 Menurut Strachan dan

Cook dalam kajian meta analisis yang dijalankan oleh mereka, menyimpulkan bahwa

orang tua yang merokok merupakan penyebab utama terjadinya asma pada anak.9

Menurut Corne et al paparan terhadap infeksi juga bisa menjadi pencetus terjadinya asma. Infeksi virus terutama rhinovirus yang menyebabkan simptom infeksi saluran

pernafasan bagian atas memicu terjadinya eksaserbasi asma.10 Gejala ini merupakan

tanda-tanda asma bagi semua golongan usia.9 Ada juga teori yang menyatakan bahwa

paparan infeksi virus yang lebih awal pada anak lebih memungkinkan untuk anak

tersebut diserang asma.11

Selain faktor lingkungan, faktor genetik juga turut berpengaruh terhadap

terjadinya asma. Kecenderungan seseorang untuk menghasilkan Immunoglobin E

(IgE) diturunkan dalam keluarga. Penderita yang alergi terhadap alergen sering

mempunyai riwayat keluarga yang juga menderita asma dan ini membuktikan bahwa

(20)

Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan gambaran klinis4

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru

Intermiten Bulanan APE  80%

Persisten Ringan Mingguan APE > 80%

* Gejala > 1x/minggu,

APE=arus puncak ekspirasi(aliran ekspirasi/saat membuang nafas puncak), VEP1=volume ekspirasi

paksa dalam 1 detik.

2.1.2 Patofisiologi Asma

Individu dengan asma memiliki respon imun yang buruk terhadap lingkungan.

(21)

antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari

substansi yang bereaksi lambat.13 Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru

mempengaruhi otot polos dan kelenjar saluran nafas, bronkospasme,

pembengkakakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat

banyak.8,14,15

Setelah penderita asma terpapar alergen, maka akan segera timbul gejala

sesak nafas. Penderita akan merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan

berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada

saat ekspirasi.14 Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama

inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit,

mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi

sampai tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.16

Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi

hiperinflasi progresif paru, akibatnya akan timbul suara mengi ekspirasi memanjang

(wheezing), yaitu suara nafas seperti musik yang terjadi karena adanya penyempitan

jalan udara yang merupakan ciri khas asma sewaktu penderita berusaha memaksakan

udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai

beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputihan.8,17

(22)

Gambar 2. Patofisiologi asma19

2.1.3 Gambaran Klinis Asma

Batuk kering yang intermiten dan mengi merupakan gejala kronis yang sering

dikeluhkan penderita asma. Pada anak yang lebih tua dan dewasa akan mengeluhkan

sukar bernafas dan terasa sesak di dada. Simptom respiratori ini bisa lebih parah pada

waktu malam terutama apabila terpapar lebih lama dengan alergen. Penderita asma

sering mengeluhkan mereka mudah letih dan ini membatasi aktivitas fisik mereka.8

Kebanyakan penderita asma juga mengalami alergi rinitis dan eksema. Alergi

rinitis merupakan inflamasi pada mukosa nasal yang ditandai dengan nasal kongesti,

rinorea, bersin dan iritasi konjuntiva. Penderita asma yang alergi rinitis bisa juga

(23)

kognitif yang bisa menggangu aktivitas seharian mereka. Hidung yang terasa gatal

akan menyebabkan penderita asma sering terlihat menggosok hidung dengan tangan

dan ini mendorong mereka bernafas melalui mulut.18

2.1.4 Penanggulangan Asma

Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala

obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok

besar yaitu reliever dan controller. Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran nafas. Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten.19,20

Obat asma yang sering digunakan yang termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik, teofilin, dan kortikosteroid sistemik.8 Agonis beta-2

adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2

mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler, dan mencegah

pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah menurunkan hiperresponsif bronkus. Obat agonis beta-2 seperti Salbutamol,

terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin merupakan obat golongan

simpatomimetik. Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan

kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit

kepala. Pemakaian agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma

kronis berat yang tidak dapat lepas dari bronkodilator.21,22 Antikolinergik dapat

digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromid dalam bentuk

inhalasi. Ipratropium bromid mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik

sehingga menekan enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek

samping ipratropium inhalasi adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan.19,20,23

Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang

lemah, tetapi jenis ini banyak digunakan oleh penderita karena efektif, aman, dan

(24)

terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual, muntah, rasa kembung dan

nafsu makan berkurang.25

Obat asma yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil, dan

antihistamin aksi lambat. Obat agonis beta-2 aksi lambat dan teofilin lepas lambat

dapat juga digunakan sebagai controller.8 Natrium kromoglikat dapat mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita

asma. Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih

aman daripada kortikosteroid.25 Penggunaan kortikosteroid inhalasi merupakan

pilihan pertama untuk menggantikan steroid sistemik pada penderita asma kronis

yang berat. Efek samping yang sering ditimbulkan dapat berupa kandidiasis

orofaring, refleks batuk, suara serak, infeksi paru, dan kerusakan mukosa.8,19

2.2 Indeks Oral Higiene

Tingkat oral higiene seseorang dilihat dari keberadaan plak dan kalkulus pada

gigi. Plak dental adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan

mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan

melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.6 Plak terbagi atas plak

supragingival dan plak subgingival. Plak supragingival berada pada atau koronal dari

tepi gingiva, sedangkan plak subgingival berada apikal dari tepi gingiva.26

Penumpukan plak dental sudah dapat terlihat dalam 1-2 hari setelah seseorang

tidak melakukan prosedur oral higiene. Lokasi dan laju pembentukan plak adalah

bervariasi antara individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah

oral higiene, serta faktor-faktor pejamu seperti diet, dan komposisi serta laju aliran

saliva.6,26 Jenis bakteri yang terdapat dalam plak adalah bakteri jenis Streptococcus

dan Laktobacillus. Bakteri dalam plak yang diakui sebagai penyebab utama karies

adalah Streptococcus mutans, oleh karena mempunyai sifat asidogenik dan asidurik.6 Kalkulus adalah massa terkalsifikasi atau berkalsifikasi yang melekat ke

permukaan gigi asli maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus terdiri atas plak bakteri

(25)

dibedakan atas kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival. Kalkulus berperan

dalam mempertahankan dan memperparah penyakit periodontal dengan jalan

menahan plak sehingga berkontak rapat ke gingiva dan menciptakan daerah dimana

penyingkiran plak sulit dilakukan dan bahkan tidak mungkin.26

Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu

kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu.6 Untuk mendapatkan data tentang

tingkat kebersihan gigi dan mulut dapat digunakan indeks pengukuran kebersihan

mulut.26 Indeks-indeks pengukuran kebersihan mulut yang ada adalah Oral Hygiene

Index (OHI) dan Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) dari Greene & Vermillion,

indeks plak O’Leary, indeks plak Loe & Silness dan indeks Plaque Formation Rate (PFRI).6,28

Pada penelitian ini indeks kebersihan mulut yang dipilih adalah Oral Hygiene

Index Simplified (OHIS) dari Greene & Vermillion. Indeks ini merupakan indeks

yang populer digunakan untuk menentukan status kebersihan mulut pada

penelitian-penelitian epidemiologis. Pemeriksaan dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36,

31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36

dan 46 permukaan lingualnya. Indeks ini terdiri dari 2 komponen, yakni Indeks

Debris dan Indeks Kalkulus.28

Tabel 2. Kriteria Indeks Debris28

Skor Kriteria

0

1

2

3

Tidak dijumpai debris atau stein

Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan

gigi

(26)

Tabel 3. Kriteria Indeks Kalkulus28

Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan

gigi

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum

melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di

sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya

2.3 Karies gigi

Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin

dan sementum; disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat

yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan

keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini menyebabkan

terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi

ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.6

Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial. Ada 4 faktor yang

memegang peranan yaitu faktor host, faktor agen atau mikroorganisme, faktor substrat atau diet, dan faktor waktu. Faktor host adalah morfologi gigi, struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Faktor agen atau mikroorganisme yang paling

berperan yaitu bakteri Streptococcus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies. Faktor substrat yang berperan adalah sukrosa. Sedangkan waktu yang

diperlukan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,

(27)

Gambar 3. Faktor etiologi terjadinya karies6

2.3.1 Faktor Risiko Karies

Adanya hubungan sebab akibat dalam terjadinya karies sering diidentifikasi

sebagai faktor risiko. Oleh karena itu, individu dengan risiko karies yang tinggi

adalah seseorang yang mempunyai faktor risiko karies yang lebih banyak.

Tabel 4. Faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies6

Faktor Risiko Risiko Tinggi Risiko Rendah

Plak Plak banyak, berarti banyak bakteri yang dapat memproduksi asam

Plak sedikit, jumlah bakteri yang memproduksi asam juga berkurang, oral higiene baik

Bakteri Bakteri kariogenik banyak, sehingga menyebabkan pH rendah, plak mudah melekat

Bakteri kariogenik sedikit

Pola makan Konsumsi karbohidrat tinggi terutama sukrosa, makanan yang mudah melekat

Konsumsi karbohidrat rendah, dan diet makanan yang tidak mudah melekat

Sekresi saliva Aliran saliva berkurang mengakibatkan gula bertahan dalam waktu lama (daya proteksi saliva menurun)

(28)

Tabel 4. Faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies6

(lanjutan)

Faktor Risiko Risiko Tinggi Risiko Rendah

Bufer saliva Bufer saliva rendah akan mengakibatkan pH rendah dalam waktu lama

Kapasitas bufer yang optimal, pH rendah hanya sementara

Fluor Tidak ada pemberian fluor, remineralisasi berkurang

Mendapat aplikasi fluor, remineralisasi meningkat

Karies juga dipengaruhi oleh faktor-faktor modifikasi seperti:

1. Umur

Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan

prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Anak-anak mempunyai risiko

karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orang tua lebih

berisiko terhadap terjadinya karies akar.

2. Jenis kelamin

Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang

lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene wanita lebih

baik sehingga komponen gigi yang hilang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria

mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks DMFT. 3. Sosial ekonomi

Karies dijumpai lebih tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah dan

sebaliknya. Ada dua faktor sosial ekonomi yang berperan, yaitu pekerjaan dan

pendidikan.6

2.3.2 Indeks Karies Gigi

Untuk mendapatkan data tentang pengalaman karies seseorang digunakan

indeks karies. Ada beberapa indeks karies, seperti indeks DMFT Klein, indeks DMFT

(29)

Indek karies yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks Klein. Indeks

ini di perkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk

mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi

pemeriksaan pada gigi permanen (DMFT). Indeks ini tidak menggunakan skor. Pada

kolom yang tersedia langsung diisi menggunakan kode, kemudian dijumlahkan sesuai

kode.28

DMFT Klein (gigi permanen)

D= Decayed = gigi tetap dengan satu lesi karies atau lebih yang belum ditambal.

M = a. Mi = missing indicated = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut.

b. Me = missing extracted = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut.

F = Filled = gigi tetap dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.

T = Tooth

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Semua gigi permanen yang mengalami karies dimasukkan ke

dalam kategori D.

2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan

permanen dimasukkan dalam kategori D.

3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D.

4. Semua gigi permanen yang hilang atau dicabut karena karies

dimasukkan dalam kategori M.

5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk

kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M.

6. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F.

7. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan

dalam kategori F.

8. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak

(30)

2.4 Oral Higiene dan Karies Gigi pada Penderita Asma

Oral higiene yang jelek dan karies gigi dapat ditemukan pada penderita asma.

Karies gigi adalah suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras

permukaan gigi oleh asam organis dan merupakan penyakit yang paling banyak

dijumpai di rongga mulut sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan

mulut.6 Banyak penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

asma dan karies.2,9-12,25

Asma dapat menimbulkan gejala sesak nafas dengan meningkatnya kecepatan

pernafasan, dan karena usaha penderita untuk menghirup nafas sebesar-besarnya

maka penderita menghirup udara melalui mulut.7,8 Ini dikenali sebagai mouth

breathing. Mouth breathing adalah kebiasaan bernafas melalui mulut daripada

hidung. Mouth breathing dapat menimbulkan xerostomia.7

Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau

tiadanya aliran saliva. Xerostomia merupakan gejala dari berbagai kondisi seperti

perawatan yang diterima, dan merupakan salah satu efek samping dari obat-obatan

asma yang dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan penurunan fungsi

kelenjar saliva.26

Pada penderita asma, penggunaan obat-obatan asma terutama yang termasuk

dalam golongan beta-2 agonis mempengaruhi aliran saliva secara langsung dengan

memblokade sistem syaraf dan menghambat sekresi saliva.27 Hasil penelitian Ryberg

et al menunjukan bahwa produksi saliva berkurang hingga 26% - 36% pada penderita

asma yang menggunakan obat inhalasi golongan beta-2 agonis.2,30 Saliva berfungsi

untuk membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman serta

mempunyai peran sebagai antibakterial dan sistem bufer.6 Penurunan pH saliva dan

jumlah saliva yang kurang menyebabkan peningkatan bakteri Lactobacilli dan

Streptococcus mutans di dalam rongga mulut yang menyebabkan terbentuknya

karies.2

Selain itu, tingkat karies yang lebih tinggi pada penderita asma juga dikaitkan

(31)

sehingga penderita dapat mentoleransi rasa obat tersebut . Inhalasi obat yang

mengandung gula, dikombinasikan dengan penurunan laju aliran saliva dapat

menyebabkan peningkatan risiko karies. Kenny dan Somay menyatakan bahwa

penggunaan jangka panjang obat oral cair yang mengandung gula dapat

menyebabkan peningkatan karies. Studi Reddy et al menunjukkan bahwa prevalensi karies tertinggi pada penderita asma terlihat pada mereka yang menggunakan obat

asma dalam bentuk sirup.2

Gambar 4. Obat asma dalam bentuk sirup18

(32)

2.5 Kerangka Konsep

Bukan penderita asma (kontrol) Penderita Asma

(kasus) 1) Jenis dan Frekuensi Penggunaan Obat asma

2) Status Oral Higiene - Skor Debris - Skor Kalkulus

(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol yaitu penelitian non

eksperimental yang mempelajari faktor risiko dan efek menggunakan kelompok kasus

dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini kelompok kasus adalah penderita asma dan

kelompok kontrol adalah bukan penderita asma.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik. Rumah sakit ini dipilih

karena jumlah penderita asma banyak dan mudah ditemui karena penderita

melakukan rawat jalan secara berkala.

Penelitian ini dilaksanakan mulai Juli 2013 dan selesai bulan September 2014.

Penelitian dimulai dengan mempersiapkan proposal penelitian dan dilanjutkan

dengan pelaksanaan penelitian sampai penyusunan laporan akhir.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah penderita asma yang sedang berobat di Poli

Pulmonologi (Asma) dan bukan penderita asma, yaitu penderita pengunjung Poli

Mata dan Poli Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUP H.Adam Malik yang sesuai

dengan kriteria inklusi dan bersedia dilakukan penelitian.

Besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus perhitungan

besar sampel sebagai berikut:

Z(1-α)2 P (1-P) n =

(34)

Keterangan:

P merupakan nilai perkiraan proporsi populasi kasus karies akibat asma 50%.

Convidence level = 95%

Absolute precision (d) = 20%

Z(1-α) = 1,96

Angka-angka di atas dimasukkan kembali ke rumus besar sampel:

(1,96)2 x 0,5 (1 - 0,5)

n = = 24,1

=

24 orang (0.2)2

Berdasarkan perhitungan dengan tingkat kemaknaan (α) 5% dengan

convidence level 95% diperoleh besar sampel minimal 24 orang. Jumlah ini ditambah

25% untuk menghindari apabila ada data dari responden yang dipilih tidak lengkap

sehingga harus dikeluarkan saat akan dilakukan perhitungan secara statistik. Pada

penelitian ini ditambah sebanyak 6 orang sampel menjadi 30 sampel. Oleh karena itu,

diperlukan 30 orang penderita asma yang berobat di Poli Pulmonologi (Asma) dan 30

orang bukan penderita asma yang berobat di Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan

Kelamin di RSUP H.Adam Malik.

Sampel diambil dengan menggunakan cara purposive sampling, di mana pemilihan subjek penelitian bertitik tolak pada ciri-ciri karakteristik populasi yang

ditetapkan dalam kriteria inklusi sampai diperoleh jumlah sampel sesuai dengan yang

sudah ditentukan.

Kriteria Inklusi: a. Umur 20-30 tahun

b. Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar

persetujuan setelah penjelasan.

Kriteria Eksklusi: a. Merokok

(35)

mulut misalnya leukemia, anemia, jantung koroner, aterosklerosis, Diabetes Melitus

c. Melakukan skeling selama 6 bulan terakhir

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian a) Usia

b) Jenis kelamin

c) Jenis dan frekuensi penggunaan obat asma

d) Faktor risiko : - Penderita asma

- Bukan penderita asma

e) Faktor efek : - Status oral higiene

- Pengalaman karies

3.4.2 Definisi Operasional 1. Usia

Usia adalah ulang tahun terakhir penderita. Usia yang diambil yaitu 20-30

tahun.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah perempuan dan laki-laki.

3. Jenis dan frekuensi penggunaan obat asma:

- Jenis obat asma adalah pengobatan yang diperoleh oleh penderita asma dari

dokter/konsultan medis:

a. Salbutamol

b. Terbutalin

c. Fenoterol

d. Prokaterol

e. Isoprenalin

f. Ipratropium bromid

(36)

h. Montelukast

- Frekuensi penggunaan obat asma adalah kekerapan pemakaian obat asma

(inhaler/tablet/sirup) oleh penderita asma untuk melegakan pernafasan.

a. 3 kali atau lebih sehari

b. 1-2 kali sehari

c. 2-3 kali seminggu

d. 1 kali seminggu atau kurang

4. Penderita asma

Penderita asma adalah penderita yang didiagnosa menderita penyakit asma

minimal 4 tahun oleh dokter dan diperoleh melalui rekam medik penderita yang

sedang berobat di Poli Pulmonologi (Asma). Penderita asma dinilai melalui derajat

asma berdasarkan gambaran klinis, yaitu:

a. Asma ringan (Asma intermiten dan asma persisten ringan): Gejala asma

berlaku secara bulanan atau mingguan dimana penderita menunjukkan gejala asma

lebih dari 1 kali per minggu tetapi kurang dari 1 kali per hari. Gejala pada malam hari

bisanya berlaku lebih dari 2 kali dalam sebulan. Serangan asma pada tahap ini dapat

mengganggu aktivitas dan tidur.

b. Asma sedang (Asma persisten sedang): Gejala asma berlaku secara harian

dimana penderita menunjukkan gejala pada setiap hari. Serangan asma pada tahap ini

dapat mengganggu aktivitas dan tidur dan menyebabkan penderita membutuhkan

bronkodilator setiap hari. Gejala pada malam hari bisanya berlaku lebih dari 1 kali

dalam seminggu.

c. Asma berat (Asma persisten berat): Gejala asma berlaku secara terus

menerus dan sering kambuh. Aktivitas fizik penderita adalah terbatas. Penderita

sering menunjukkan gejala pada malam hari.

5. Bukan penderita asma

Bukan penderita asma adalah penderita yang didiagnosa tidak menderita

penyakit asma dan diperoleh di Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan Kelamin di

(37)

6. Status Oral Higiene

Status oral higiene adalah status kebersihan rongga mulut yang terdiri atas

indeks debris dan indeks kalkulus menggunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) dari Greene dan Vermillion, 1964.

a. Indeks Debris

Skor Kriteria

0

1

2

3

Tidak dijumpai debris atau stein

Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan

gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi

1. Gigi yang diperiksa adalah yang telah erupsi sempurna. Jika gigi yang

dipilih untuk diperiksa itu tidak ada, maka yang diperiksa gigi tetangga atau gigi yang

bersebelahan.

2. Jumlah gigi yang diperiksa adalah 6 buah gigi tertentu dengan permukaan

yang diperiksa tertentu pula.

Bukal Labial Bukal 6 1 6

6 1 6 Lingual Labial Lingual

(38)

b. Indeks Kalkulus

Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan

gigi

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum

melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di

sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Jumlah skor

CIS = Jumlah gigi yang diperiksa

Cara pemeriksaan indeks kalkulus adalah sama dengan indeks debris. Indeks

Oral Hygiene Simplified adalah Indeks Oral Debris Simplified ditambah dengan

Indeks Calculus Simplified.

Tingkat kebersihan Skor debris Skor oral higiene

(39)

7. Pengalaman Karies

Pengalaman karies adalah jumlah DMFT dengan menggunakan indeks kriteria

Klein.

D = Decayed = gigi tetap dengan satu lesi karies atau lebih yang belum

ditambal.

M = a. Mi = missing indicated = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut.

b. Me = missing extracted = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut.

F = Filled = gigi tetap dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.

T = Tooth

3.5 Metode Pengumpulan Data

Responden yang menderita asma diperoleh melalui rekam medik penderita

yang berkunjung ke Poli Pulmonologi (Asma) di RSUP Haji Adam Malik.

Responden diberikan lembar penjelasan penelitian. Bila responden bersedia

berpartisipasi dalam penelitian, maka responden menandatangani lembar informed

consent. Pengumpulan data responden didapat dengan melakukan wawancara

menggunakan kuesioner. Pengumpulan data skor oral higiene diperoleh dengan

memeriksa rongga mulut menggunakan kaca mulut dan sonde yang berbentuk sabit

tanpa menggunakan zat pewarna. Pemeriksaan skor oral higiene dilakukan dengan

menggunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) untuk mengukur debris dan kalkulus yang menutupi permukaan gigi dan terdiri atas dua komponen, yaitu Indeks

debris dan Indeks kalkulus. Untuk mengukur indeks debris, sonde ditempatkan pada

insisal gigi kemudian digerakkan ke arah mesial dan distal, selanjutnya bergerak ke

arah gingival setiap 1/3 permukaan gigi dan skor diberikan sesuai kriteria.

Pengukuran skor indeks kalkulus dilakukan dengan menempatkan ujung sonde pada

daerah subgingival terlebih dahulu, kemudian digerakkan dari mesial ke distal dan

(40)

16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya

sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan lingualnya.

Pengumpulan data pengalaman karies diperoleh dengan memeriksa rongga

mulut menggunakan kaca mulut dan sonde berbentuk sabit. Pemeriksaan pengalaman

karies gigi permanen dilakukan dengan menggunakan indeks DMFT dari Klein. Cara

pemeriksaan yaitu memeriksa gigi anak untuk melihat apakah gigi responden tersebut

terdapat karies, tambalan, dan pencabutan gigi. Kemudian karies, tambalan dan

pencabutan gigi dijumlahkan pada responden tersebut.

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu 2 orang tenaga peneliti

lainnya. Untuk menghindari terjadinya kesalahan pengukuran maka kepada

pengumpul data dilakukan kalibrasi sehingga diperoleh interpretasi yang sama.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dan tabulasi dilakukan dengan menggunakan program

komputer. Analisis data untuk melihat perbedaan status oral higiene dan pengalaman

karies pada penderita dan bukan penderita asma dengan menggunakan uji

(41)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Persentase responden penderita dan bukan penderita asma yang berusia 20-25

tahun adalah lebih banyak dibandingkan yang berusia 26-30 tahun, yaitu penderita

asma 66.67% dan bukan penderita asma 56,67%.

Persentase responden penderita dan bukan penderita asma perempuan adalah

lebih banyak, yaitu penderita asma 70% dan bukan penderita asma 73,33% (Tabel 5).

Tabel 5. Persentase karakteristik responden penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik

Karakteristik Responden Asma (30) Non-Asma (30)

n % n %

4.2 Klasifikasi Penderita Asma dan Jenis Obat Asma yang digunakan Pada penelitian ini, seluruh responden penderita asma menggunakan obat

asma jenis Salbutamol. Persentase penderita asma ringan maupun sedang yang

menggunakan obat asma bentuk inhaler Salbutamol lebih banyak daripada yang

menggunakan bentuk tablet Salbutamol, yaitu 83% sedangkan bentuk tablet hanya

(42)

Tabel 6. Persentase bentuk obat asma Salbutamol yang digunakan berdasarkan klasifikasi penderita asma di RSUP H.Adam Malik (n=30)

Kelompok Penderita Asma

Obat Salbutamol

Inhaler Tablet Total

n % n % n %

4.3 Frekuensi Penggunaan Obat Asma Salbutamol oleh Penderita Asma Persentase penderita asma yang menggunakan obat asma Salbutamol bentuk

inhaler maupun tablet dengan frekuensi penggunaan 1-2 kali sehari lebih banyak,

yaitu 57% dibandingkan frekuensi penggunaan 2-3 kali seminggu 26% dan 1 kali

seminggu atau kurang 17% (Tabel 7).

Tabel 7. Persentase frekuensi penggunaan obat asma Salbutamol di RSUP H.Adam

4.4 Rata-rata Skor Oral Higiene Penderita dan Bukan Penderita Asma Rata-rata skor debris pada penderita asma adalah lebih tinggi, yaitu 1,15 ±

(43)

pada penderita asma adalah 0,53 ± 0,40 sedangkan pada bukan penderita asma lebih

rendah, yaitu 0,23 ± 0,26.

Secara keseluruhan, rata-rata skor oral higiene penderita asma lebih tinggi,

yaitu 1,68 ± 0,67 dibandingkan bukan penderita asma 1,02 ± 0,48 (Tabel 8).

Tabel 8. Rata-rata skor oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik

Kelompok

Penderita n

Indeks Debris Indeks Kalkulus OHIS

x

4.5 Persentase Status Oral Higiene Penderita dan Bukan Penderita Asma Persentase status oral higiene pada penderita asma sebanyak 60% termasuk

(44)

4.6 DMFT Rata-rata Pada Penderita dan Bukan Penderita Asma

Decay (D) rata-rata penderita asma adalah 2,67 ± 1,35 dan bukan penderita

asma 1,80 ± 1,50. Missing indicated (Mi) rata-rata penderita asma adalah 0,13 ± 0,43 dan bukan penderita asma 0,03 ± 0,18. Missing extracted (Me) rata-rata penderita asma adalah 0,23 ± 0,50 dan bukan penderita asma 0,17 ± 0,38. Filling (F) rata-rata asma adalah 2,33 ± 1,06 dan bukan penderita asma 1,73 ± 1,02.

Secara keseluruhan, skor DMFT rata-rata penderita asma lebih tinggi, yaitu

5,13 ± 1,99 dibandingkan bukan penderita asma 3,67 ± 1,95 (Tabel 10).

Penderita dan Bukan Penderita Asma

Rata-rata skor higiene pada penderita asma lebih tinggi, yaitu 1,68 ± 0,67

dibandingkan bukan penderita asma 1,02 ± 0,48. Dari hasil uji statistik, diperoleh ada

perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor oral higiene pada penderita dan bukan

penderita asma (Z=-4,100; p=0,0001). Hal ini menunjukkan status oral higiene

(45)

Tabel 11. Hasil uji statistik perbedaan status oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik

Kelompok

Penderita n

OHIS

Hasil uji statistik x

¯ ± SD

Asma 30 1,68 ± 0,67

p=0,0001 Non-Asma 30 1,02 ± 0,48

Skor DMFT rata-rata penderita asma lebih tinggi, yaitu 5,13 ± 1,99

dibandingkan bukan penderita asma 3,67 ± 1,95. Dari hasil uji statistik, diperoleh ada

perbedaan yang signifikan antara skor DMFT rata-rata kelompok penderita dan bukan

penderita asma (Z=-2,664; p=0,008). Hal ini menunjukkan pengalaman karies pada

penderita asma lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma (Tabel 12).

Tabel 12. Hasil uji statistik perbedaan pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik

Kelompok

Penderita n

DMFT

Hasil uji statistik x

¯ ± SD

Asma 30 5,13 ± 1,99

(46)

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan status oral higiene pada penderita asma dengan

rata-rata skor oral higiene 1,68 ± 0,67 termasuk kategori sedang dibandingkan dengan

bukan penderita asma lebih rendah yaitu 1,02 ± 0,48 dan termasuk kategori baik

(Tabel 8). Persentase status oral higiene penderita asma terbanyak adalah kategori

sedang 60%, sedangkan pada bukan penderita asma sebanyak 70% termasuk kategori

baik (Tabel 9). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dikemukan oleh Mehta et al yang menunjukkan terdapatnya peningkatan plak yang signifikan pada kelompok

penderita asma dibandingkan kelompok kontrol.7 Hal ini mungkin disebabkan

terjadinya perubahan pada fungsi kalenjer saliva, yaitu penurunan aliran saliva dan

pH saliva akibat penggunaan obat-obatan asma yang menyebabkan peningkatan plak

di dalam rongga mulut penderita asma.2,7,27

Skor DMFT rata-rata kelompok penderita asma adalah lebih tinggi, yaitu 5,13

± 1,99 dibandingkan kelompok bukan penderita asma 3,67 ± 1,95. Decay (D) rata-rata terlihat lebih tinggi daripada missing indicated (Mi), missing extracted (Me) dan

filling (F) rata-rata, baik pada penderita dan bukan penderita asma (Tabel 10). Hasil

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stensson et al yang menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu adanya peningkatan pengalaman karies pada

kelompok penderita asma, namun hasil penelitian Stesson et al adalah sedikit berbeda dibandingkan penelitian ini karena perbedaan penggunaan indeks pengalaman karies

(DFS rata-rata kelompok penderita asma 8,6 ± 10,6 dan kelompok kontrol 4,0 ± 5,2).7

Peningkatan pengalaman karies pada kelompok penderita asma di dalam penelitian

ini mungkin disebabkan asma menimbulkan gejala sesak nafas yang menyebabkan

penderita asma cenderung bernafas melalui mulut dan ini menyebabkan xerostomia

sehingga meningkatnya risiko karies.2,5,7 Seluruh responden penderita asma di dalam

penelitian ini menggunakan obat asma jenis Salbutamol disebabkan harganya yang

(47)

Salbutamol bentuk inhaler dengan frekuensi penggunaan 1-2 kali sehari adalah paling

banyak (Tabel 6 dan 7) dan ini mungkin disebabkan obat bentuk inhaler lebih efektif

untuk penanganan gangguan pernafasan dan lebih praktis untuk dibawa

kemana-mana. Penggunaan obat asma terutama golongan beta-2 agonis (Salbutamol)

mempengaruhi aliran saliva secara langsung dengan memblokade sistem saraf dan

menghambat sekresi saliva.27 Penurunan jumlah saliva menyebabkan peningkatan

bakteri Lactobacilli dan Streptococcus mutans di dalam rongga mulut dan meningkatkan risiko karies.2 Selain itu, tingkat oral higiene seseorang juga

merupakan salah satu faktor risiko terjadinya karies. Hasil penelitian ini menunjukkan

status oral higiene penderita asma paling banyak termasuk dalam kategori sedang

(Tabel 9).

Berdasarkan uji statistik, terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata

skor oral higiene (p=0,0001) dan pengalaman karies (p=0,008) pada penderita dan

bukan penderita asma (Tabel 11 dan 12). Hal ini menunjukkan penderita asma

mempunyai status oral higiene yang lebih buruk dan pengalaman karies yang lebih

tinggi dibandingkan bukan penderita asma. Perbedaan pengalaman karies yang

diperoleh dari penelitian ini sesuai dengan kajian meta-analisis yang dijalankan oleh

Alavaikko et al yang melaporkan 14 studi menunjukkan adanya perbedaan pengalaman karies yang signifikan pada kelompok penderita dan bukan penderita

asma. Risiko karies adalah dua kali lebih besar pada penderita asma dibandingkan

(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan:

1. Status oral higiene pada penderita asma dengan rata-rata skor oral higiene

1,68 ± 0,67 termasuk kategori sedang dibandingkan dengan bukan penderita asma

lebih rendah yaitu 1,02 ± 0,48 dan termasuk kategori baik.

2. Skor DMFT rata-rata penderita asma adalah lebih tinggi, yaitu 5,13 ± 1,99

dibandingkan bukan penderita asma, yaitu 3,67 ± 1,95. Baik pada penderita maupun

bukan penderita asma, terlihat decay (D) rata-rata lebih tinggi dibandingkan missing

indicated (Mi), missing extracted (Me) dan filling (F) rata-rata.

3. Ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor oral higiene pada

penderita dan bukan penderita asma (p=0,0001). Hal ini menunjukkan status oral

higiene penderita asma lebih buruk dibandingkan bukan penderita asma.

4. Ada perbedaan yang signifikan antara skor DMFT rata-rata kelompok

penderita dan bukan penderita asma (p=0,008). Hal ini menunjukkan pengalaman

karies pada penderita asma lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma.

6.2 Saran

1. Diharapkan dokter/konsultan medis peka terhadap kesehatan gigi dan

mulut penderita asma dengan merujuk mereka yang mempunyai kesehatan gigi dan

mulut yang kurang baik ke Poli Gigi dan Mulut.

2. Melihat tingginya decay rata-rata, maka penderita dan bukan penderita asma perlu dianjurkan untuk melakukan penambalan ke dokter gigi. Gigi yang telah

(49)

3. Diharapkan penderita asma dapat menjaga dan melakukan pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut dengan sikat gigi secara teratur dan sebaiknya berkumur

setelah menggunakan obat asma bentuk inhaler untuk memperbaiki oral higiene agar

kesehatan rongga mulut lebih baik.

4. Diharapkan penderita asma memeriksa kesehatan gigi dan mulut secara

rutin ke dokter gigi minimal 3 bulan sekali dan untuk bukan penderita asma 6 bulan

(50)

DAFTAR PUSTAKA

1. Asthma and Allergy Foundation of America. Asthma facts and figure landover

2010. http://www.aafa.org/display.cfm?id=9&sub=42#_ftn4 (Oktober 1. 2013).

2. Thomas MS, Parolia A, Kundabal M, Vikram M. Asthma and oral health: a

review. J Aus Dent Assoc 2010; 55: 128-33.

3. American Lung Association. Epidemiology and statistics unit research and health

education division. Trends in asthma morbidity and mortality, 2012: 1-2, 22.

4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. http://

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20201 3.pdf (Oktober 2. 2013).

5. Alavaikko S. Jaakkola MS. Tjäderhane L. Asthma and caries: a systematic review

and meta-analysis. Am J Epidemiol 2012: 1-11.

6. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat: pencegahan dan

pemeliharaan. Medan: USU Press, 2012: 4-10, 28-32.

7. Stensson M, Wendt LK, Koch G, Oldaeus G. Oral health in young adults with

long-term, controlled asthma. Acta Odontologica Scandinavica 2011; 69 (3):

158-64.

8. National Heart, Lung, and Blood Institute Department of Health and Human

Resources. Expert panel report 3: guidelines for the diagnosis and management of

asthma, 2007: 11-27, 213-9.

9. Eder W, Ege MJ, Mutius E. The asthma epidemic. N Engl J Med 2006; 355 (21):

2226-35.

10.Carlsen KH, Sterk PJ. Infection: friend or foe to the development of asthma. Eur

Respir J 2001; 18: 744-7.

11.Sly PD, Kusel M, Holt PG. Do early-life viral infections cause asthma. J Allergy

Clin Immunol 2010; 125: 1202-5.

12.World Health Organization. Genetics and asthma. http://www.who.int/genomics/

(51)

13.Barnes PJ, Chung KF, Page CP. Inflammatory mediators of asthma: an update. J

Pharmrev ASPET 1995; 50 (4): 520-4, 548-50.

14.Barnes PJ. Pathophysiology of asthma. Br J Clin Pharmacol 1996; 42: 3-10.

15.Welsh DA, Thomas DA. Obstructive lung disease. In: Ali J, Summer W, Levitzky

M. eds. Pulmonary pathophysiology, 2nd ed., Louisiana: Lange/McGraw-Hill Co

2005: 85-8.

16.Morris MJ. Asthma. http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#aw

2aab6b2b2 (Oktober 10. 2013).

17.Supriyatno B. Terapi kombinasi pada serangan asma akut anak. Maj Kedokt

Indon 2010; 60 (5): 232-6.

18.Bourdin A, Gras D, Vachier I, Chanez P. Upper airway 1: allergic rhinitis and

asthma: united disease through epithelial cells. Thorax 2009; 64: 999-1004.

19.Anonymous. Asthma medications. Asthma Society of Canada 2007: 6-11.

20.Meiyanti, Mulia JI. Perkembangan patogenesis dan pengobatan asma bronkial. J

Kedokter Trisakti 2000; 19 (3): 125-32.

21.Anonymous. Bronchodilators and asthma. http://www.webmd.com/asthma/guide

/asthma_inhalers_bronchodilators (Oktober 15. 2013).

22.Alsagaff H, Mukty HA. Asma bronkial. In: Dasar-dasar ilmu penyakit paru. 7 th

ed., Unair Press, 2010: 263-70.

23.Baigelman W, Chodosh S. Bronchodilator action of the anticholinergic drug,

ipratropium bromide (Sch 1000), as an aerosol in chronis bronchitis and asthma.

http://journal.publications.chestnet.org/ (September 27. 2013).

24.Anonymous. Xanthines: clinical indications for use of xanthines. http://web.

carteret.edu/keoughp/LFreshwater/PHARM/NOTES/Xanthines.htm (Oktober 15.

2013).

25.Anonymous. Intal Inhaler: cromolyn sodium inhalation. http://www.rxlist.com/

intal-drug/patient-images-side-effects.htm (Oktober 15. 2013).

26.Daliemunthe SH. Periodonsia. 2nd ed., Medan: Bagian Periodonsia Fakultas

(52)

27.Shashikiran N, Reddy VVS, Krishnam RP. Effect of antiasthmatic medication on

dental disease: dental caries and periodontal disease. J Indian Soc Pedod Prev

Dent 2007: 65-8.

28.Natamiharja L. Indeks-indeks untuk penyakit gigi (Bahan Ajar). Medan: Bagian

Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2001: 3, 17-20.

29.Ilmu Kedokteran Gigi Anak (Bahan Kuliah). Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2011: 80, 117-20.

30.Turnar MD, Ship JA. Dry mouth and its effects on the oral health of elderly

(53)

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KUESIONER PERBEDAAN STATUS ORAL HIGIENE DAN PENGALAMAN KARIES PADA PENDERITA DAN BUKAN PENDERITA ASMA USIA 20-30

TAHUN DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

anemia, jantung koroner, aterosklerosis, Diabetes Melitus)

selain asma? A. Ya B. Tidak

*Bila pertanyaan No.1 dijawab ya, wawancara dihentikan.

2. Apakah Anda ada mengunjungi ke dokter gigi untuk 2. membersihkan karang gigi (scalling) dalam 6 bulan terakhir?

A. Ya B. Tidak

*Bila pertanyaan No.2 dijawab ya, wawancara dihentikan.

3. Apakah Anda memiliki kebiasaan merokok? 3. A. Ya

B. Tidak

*Bila pertanyaan No.3 dijawab ya, wawancara dihentikan.

No:

(54)

4. Sudah berapa lama Anda menderita penyakit asma? 4.

A. > 4 tahun

B. < 4 tahun

5. Derajat asma responden berdasarkan gambaran klinis: 5.

A. Ringan (Asma intermiten dan asma persisten ringan)

- mengalami gejala asma (sesak nafas, batuk kering, mengi)

lebih dari 1 kali/minggu, tetapi kurang dari 1 kali/hari

- Gejala malam bisanya berlaku lebih dari 2 kali dalam

sebulan.

- Serangan asma dapat mengganggu aktivitas dan tidur.

B. Sedang (Asma persisten sedang)

- Mengalami gejala asma (sesak nafas, batuk kering, mengi)

setiap hari, tetapi hanya 1 kali/hari

- Gejala malam bisanya berlaku lebih dari 1 kali dalam

seminggu.

- Serangan asma dapat mengganggu aktivitas dan tidur

sehingga pasien membutuhkan bronkodilator setiap hari.

C. Berat (Asma persisten berat)

- Mengalami gejala asma (sesak nafas, batuk kering, mengi)

secara terus menerus yaitu lebih dari 1 kali/hari

- Sering menunjukkan gejala malam

- Aktivitas fizik pasien adalah terbatas

6. Pengobatan apakah yang Anda peroleh dari dokter/konsultan 6.

medis Anda?

A. Obat inhaler/semprot

B. Obat tablet/sirup

(55)

7. Apakah jenis obat asma yang Anda gunakan? 7.

Obat inhaler/semprot:

A. Salbutamol (reliever - agonis beta-2) B. Terbutalin (reliever - agonis beta-2) C. Fenoterol (reliever - agonis beta-2) D. Prokaterol (reliever - agonis beta-2) E. Isoprenalin (reliever - agonis beta-2)

F. Ipratropium bromid (reliever– antikolinergik) G. Fluticason (controller– antihistamin)

Obat tablet/sirup

H. Montelukast tab (controller - antihistamin) I. Sirup Salbutamol (reliever - agonis beta-2)

J. Bukan salah satu di atas, sebutkan ………...

8. Seberapa sering Anda menggunakan obat semprot untuk 8.

melegakan pernafasan?

A. 3 kali atau lebih sehari

B. 1-2 kali sehari

C. 2-3 kali seminggu

D. 1 kali seminggu atau kurang

9. Seberapa sering Anda menggunakan obat tablet/sirup untuk 9.

melegakan pernafasan?

A. 3 kali atau lebih sehari

B. 1-2 kali sehari

C. 2-3 kali seminggu

(56)

PEMERIKSAAN KONDISI ORAL HIGIENE

Pemeriksaan Indeks Debris

16 11 26

46 31 36

Skor Kriteria

0

1

2

3

Tidak dijumpai debris atau stein

Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Jumlah skor

(57)

Pemeriksaan Indeks Kalkulus

16 11 26

46 31 36

Skor Kriteria

0

1

2

3

Tidak dijumpai kalkulus

Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum melewati

2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di sekeliling

servikal gigi atau kedua-duanya

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau

kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Jumlah skor

Indeks Kalkulus (CI) = = = 4. Jumlah gigi yang diperiksa

OHIS = DI + CI

(58)

PEMERIKSAAN PENGALAMAN KARIES

Indeks DMFT

D = M = F = DMFT = 6.

Kriteria:

D = Gigi dengan karies yang belum ditambal.

Mi = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut.

M/e = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut.

F = Gigi dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.

0 = Gigi tidak ada kelainan/sehat.

-- = Gigi yang belum tumbuh.

X = Gigi yang tidak tumbuh.

7

6

5

4

3

2

1

1

2

3

4

5

6

7

(59)

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KUESIONER PERBEDAAN STATUS ORAL HIGIENE DAN PENGALAMAN KARIES PADA PENDERITA DAN BUKAN PENDERITA ASMA USIA 20-30

TAHUN DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

____________________________________________________________________ anemia, jantung koroner, aterosklerosis, Diabetes Melitus)?

A. Ya B. Tidak

*Bila pertanyaan No.1 dijawab ya, wawancara dihentikan.

2. Apakah Anda ada mengunjungi ke dokter gigi untuk 2. membersihkan karang gigi (scalling) dalam 6 bulan terakhir?

A. Ya B. Tidak

*Bila pertanyaan No.2 dijawab ya, wawancara dihentikan.

3. Apakah Anda memiliki kebiasaan merokok? 3. A. Ya

B. Tidak

*Bila pertanyaan No.3 dijawab ya, wawancara dihentikan. No:

(60)

PEMERIKSAAN KONDISI ORAL HIGIENE

Pemeriksaan Indeks Debris

16 11 26

46 31 36

Skor Kriteria

0

1

2

3

Tidak dijumpai debris atau stein

Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Jumlah skor

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan gambaran klinis4
Gambar 1. Perbandingan brokial penderita asma dan brokial normal4
Gambar 2. Patofisiologi asma19
Tabel 2. Kriteria Indeks Debris28
+6

Referensi

Dokumen terkait

 double klik kiri pada DIAGRAM (yang telah terjaring blok hitam).  Setelah muncul kotak isian, ISI atau GANTI dengan NILAI

[r]

Sesuai dengan Perpres 54 Tahun 2010 dan Perpres 70 Tahun 2012 yang terakhir diubah dengan Perpres 4 Tahun 2015 maka paket pelelangan pekerjaan rehab Asrama Blok B, C

Pada penulisan ilmiah ini, penulis membahas tentang pembuatan website yang berisi mengenai penggunaan pelayanan KTP secara online. Didalam website pelayanan KTP online ini

Siswa masuk ke dalam kelompok sesuai dengan pembagian kelompok yang dibuat oleh guru dan mendapatkan masalah berupa kasus/penyakit terkait dengan sistem pencernaan

Setelah dilakukan perancangan situs butik online ini maka dapat dilakukan publikasi yang maksudnya adalah untuk mempublikasikannya kedalam server web agar dapat dilihat pada

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada Biro-Biro dan Pusat-Pusat di Sekretariat Jenderal Kecuali Pusat K3,

Animasi ini diharapkan dapat membuka mata calon animator baru bahwa sebenarnya membuat animasi itu tidak serumit yang dibayangkan, tetapi butuh keuletan dan konsentrasi yang