PERBEDAAN STATUS ORAL HIGIENE DAN PENGALAMAN
KARIES PADA PENDERITA DAN BUKAN PENDERITA
ASMA USIA 20-30 TAHUN DI RSUP HAJI
ADAM MALIK MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
TIRUMAGAL BALAKRISHNAN
NIM: 100600203
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/
Kesehatan Gigi Masyarakat
Tahun 2014
Tirumagal Balakrishnan
Perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita dan
bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan.
x + 38 halaman
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang
ditandai rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran pernafasan. Asma merupakan
salah satu penyakit yang dapat berperan sebagai faktor risiko karies gigi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui status oral higiene dan pengalaman karies pada
penderita asma. Rancangan penelitian adalah case-control. Populasi penelitian ini adalah penderita asma yang sedang berobat di Poli Pulmonologi (Asma) sedangkan
sebagai kontrol, yaitu penderita pengunjung Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan
Kelamin di RSUP H.Adam Malik. Jumlah sampel adalah 60 orang, 30 orang
penderita asma dan 30 orang yang bukan. Pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik purposive sampling, yaitu sampel diambil sesuai kriteria inklusi sampai diperoleh jumlah sesuai dengan yang ditentukan. Pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara menggunakan kuesioner dan data pemeriksaan klinis rongga
mulut menggunakan Index Oral Hygiene Simplified (OHIS) dan Indeks DMFT oleh Klein. Hasil penelitian menunjukkan status oral higiene pada penderita asma dengan
rata-rata skor oral higiene 1,68 ± 0,67 termasuk kategori sedang dibandingkan dengan
bukan penderita asma lebih rendah yaitu 1,02 ± 0,48 dan termasuk kategori baik.
Skor DMFT rata-rata penderita asma adalah lebih tinggi yaitu 5,13 ± 1,99
dibandingkan bukan penderita asma yaitu 3,67 ± 1,95. Dari hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara status oral higiene
asma. Hal ini menunjukkan penderita asma mempunyai status oral higiene yang
buruk dan pengalaman karies yang lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 25 September 2014
Pembimbing: Tanda Tangan
Rika Mayasari Alamsyah drg., M.Kes
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 25 September 2014
TIM PENGUJI
KETUA : Rika Mayasari Alamsyah drg., M.Kes
ANGGOTA : 1. Prof. Sondang Pintauli, drg., PhD
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini selesai
disusun sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., PhD., Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Sondang Pintauli, drg., PhD., selaku Ketua Departemen Ilmu
Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji atas segala saran, dukungan dan
keluangan waktu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing atas
bimbingan, keluangan waktu, saran, dukungan, dan motivasi kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM., selaku dosen penguji atas keluangan
waktu dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Ika Andryas, drg., selaku penasehat akademik yang banyak memberikan
motivasi dan arahan selama penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
6. Direktur RSUP H.Adam Malik Medan yang telah mengizinkan penulis
melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.
Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga penulis persembahkan
kepada orangtua penulis, Ayah Balakrishnan Periannan dan Ibu Chandrespary
Swamienathan, adik penulis Barathan Balakrishnan atas segala doa, kasih sayang,
dukungan, dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis.
Sahabat-sahabat tersayang penulis Brr Latif, Jeevamalar Sri, Nurain,
dapat disebutkan satu per satu atas bantuan, doa, dan dukungan selama penulis
melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan
skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan peningkatan
mutu kesehatan gigi masyarakat.
Medan, 25 September 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis……….
2. Kriteria Indeks Debris………...
3. Kriteria Indeks Kalkulus……….………...
4. Faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies……. 5. Persentase karakteristik responden penderita dan bukan penderita asma di
RSUP H.Adam Malik……… 6. Persentase bentuk obat asma Salbutamol yang digunakan berdasarkan
klasifikasi penderita asma di RSUP H.Adam Malik (n==30)………... 7. Persentase frekuensi penggunaan obat asma Salbutamol di RSUP H.Adam
Malik ………... 8. Rata-rata skor oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma
di RSUP H.Adam Malik………...………. 9. Persentase status oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di
RSUP H.Adam Malik………...………. 10.DMFT rata-rata pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP
H.Adam Malik………...……… 11.Hasil uji statistik perbedaan status oral higiene pada penderita dan bukan
penderita asma di RSUP H.Adam Malik………..….………… 12.Hasil uji statistik perbedaan pengalaman karies pada penderita dan bukan
penderita asma di RSUP H.Adam Malik………...
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Perbandingan brokial penderita asma dan brokial normal……… 7
2. Patofisiologi asma………. 8
3. Faktor etiologi terjadinya karies………... 13
4. Obat asma dalam bentuk sirup... 17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Kuesioner perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies pada penderita
dan bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan
2. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan
3. Surat keterangan pelaksanaan penelitian dari RSUP H.Adam Malik Medan
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/
Kesehatan Gigi Masyarakat
Tahun 2014
Tirumagal Balakrishnan
Perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita dan
bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan.
x + 38 halaman
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang
ditandai rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran pernafasan. Asma merupakan
salah satu penyakit yang dapat berperan sebagai faktor risiko karies gigi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui status oral higiene dan pengalaman karies pada
penderita asma. Rancangan penelitian adalah case-control. Populasi penelitian ini adalah penderita asma yang sedang berobat di Poli Pulmonologi (Asma) sedangkan
sebagai kontrol, yaitu penderita pengunjung Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan
Kelamin di RSUP H.Adam Malik. Jumlah sampel adalah 60 orang, 30 orang
penderita asma dan 30 orang yang bukan. Pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik purposive sampling, yaitu sampel diambil sesuai kriteria inklusi sampai diperoleh jumlah sesuai dengan yang ditentukan. Pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara menggunakan kuesioner dan data pemeriksaan klinis rongga
mulut menggunakan Index Oral Hygiene Simplified (OHIS) dan Indeks DMFT oleh Klein. Hasil penelitian menunjukkan status oral higiene pada penderita asma dengan
rata-rata skor oral higiene 1,68 ± 0,67 termasuk kategori sedang dibandingkan dengan
bukan penderita asma lebih rendah yaitu 1,02 ± 0,48 dan termasuk kategori baik.
Skor DMFT rata-rata penderita asma adalah lebih tinggi yaitu 5,13 ± 1,99
dibandingkan bukan penderita asma yaitu 3,67 ± 1,95. Dari hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara status oral higiene
asma. Hal ini menunjukkan penderita asma mempunyai status oral higiene yang
buruk dan pengalaman karies yang lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronis pada saluran pernafasan
yang ditandai rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran pernafasan.1 Insidens
penderita asma sebanyak 300 juta orang dan diperkirakan penderita asma akan
mencapai 400 juta orang pada tahun 2025.2 Menurut Asthma and Allergy Foundation
of America 2010, insidens tertinggi asma biasanya mengenai anak-anak adalah sekitar
7-10%, yaitu pada umur 5–14 tahun, sedangkan pada orang dewasa, angka insidens asma lebih kecil yaitu sekitar 3-5%.1 Menurut studi yang dilakukan oleh Australian
Institute of Health and Welfare pada tahun 2007, insidens asma pada kelompok umur
18–34 tahun adalah 14%, sedangkan >65 tahun menurun menjadi 8,8%. Penyakit asma di usia dewasa lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Angka
kematian di dunia akibat penyakit asma setiap tahun diperkirakan berjumlah 255,000
orang.1,3
Di Indonesia, prevalensi asma sebanyak 4,5% menurut data Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) di berbagai propinsi di Indonesia pada tahun 2013. Prevalensi
asma tertinggi adalah di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur
(7,3%), Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan (6,7%). Angka kematian di
Indonesia akibat penyakit asma sebanyak 63,584 orang pada setiap tahun.4
Mekanisme dasar asma adalah proses inflamasi pada saluran pernafasan.
Peradangan pada saluran pernafasan dan keterbatasan aliran udara menyebabkan
berbagai gejala sesuai dengan tingkat keparahan asma, yang menentukan kebutuhan
pengobatan asma. Peran asma sebagai penentu potensi risiko karies gigi pertama kali
dipelajari pada akhir tahun 1970.5 Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan
suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras gigi oleh asam
utama kesehatan gigi dan mulut.6 Prevalensi karies gigi masih tinggi, bahkan di
negara maju.5
Penelitian Thomas et al pada tahun 2010 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara asma dan karies. Asma menimbulkan sesak nafas yang
menyebabkan penderita asma cenderung bernafas melalui mulut dan ini
menyebabkan xerostomia. Selain itu, penggunaan obat-obatan asma juga
menyebabkan xerostomia, penurunan pH saliva dan peningkatan bakteri
Lactobacillus dan Streptococcus mutans di dalam rongga mulut. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ersin et al pada tahun 2006 yang menyatakan bahwa asma dilihat melalui status penyakit dan farmakoterapi, mempunyai beberapa
risiko seperti penurunan aliran saliva dan pH saliva yang menyebabkan meningkatnya
risiko karies pada penderita asma. Mereka juga menunjukkan bahwa lama penyakit
dan durasi pengobatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap risiko karies pada
penderita asma. Bakteri Streptococcus mutans paling berperan dalam menyebabkan karies.2
Studi Reddy et al pada tahun 2003 menunjukkan bahwa penderita asma mempunyai prevalensi karies yang tinggi hingga mencapai angka 78% dan ini
meningkat sejalan dengan meningkatnya keparahan penyakit asma. Penelitian
Shashikiran et al pada tahun 2007 menunjukkan bahwa penderita asma, terutama yang menggunakan inhalasi Salbutamol, memiliki prevalensi karies yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol.2
Penelitian yang dilakukan oleh Stensson et al pada tahun 2010 menunjukkan bahwa rata-rata skor DFS (Decay, Filling Surface) pada 20 subjek penderita asma usia 18-24 tahun adalah 8,6 ± 10,6 sedangkan pada kelompok kontrol 4,0 ± 5,2.
Pengalaman karies pada kelompok penderita asma di dalam penelitian ini terlihat
tinggi disebabkan penggunaan kombinasi dua jenis obat asma oleh penderita asma,
yaitu obat asma golongan beta-2 agonis dan glukokortikosteroid.7 Penderita asma
dengan status kebersihan mulut yang kurang baik mempunyai tingkat pengalaman
Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk
mengetahui perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita
dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik. Rumah sakit ini dipilih karena
banyaknya jumlah penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada perbedaan status oral
higiene dan pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita asma?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui status oral higiene pada penderita dan bukan penderita
asma di RSUP H.Adam Malik.
2. Untuk mengetahui pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita
asma di RSUP H.Adam Malik.
3. Untuk mengetahui perbedaan status oral higiene pada penderita dan bukan
penderita asma di RSUP H.Adam Malik.
4. Untuk mengetahui perbedaan pengalaman karies pada penderita dan bukan
penderita asma di RSUP H.Adam Malik.
1.4 Hipotesis
1. Ada perbedaan status oral higiene pada penderita dan bukan penderita
asma di RSUP H.Adam Malik.
2. Ada perbedaan pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita
asma di RSUP H.Adam Malik.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Bagi masyarakat sebagai bahan informasi agar penderita asma menjaga
2. Bagi Departmen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Universitas Sumatera
Utara sebagai referensi tentang status oral higiene dan pengalaman karies pada
penderita asma.
3. Bagi peneliti diharapkan agar penelitian ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung dalam melakukan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Asma
Menurut Nelson pada tahun 2007, asma didefinisikan sebagai penyakit
inflamasi kronis yang terjadi di saluran pernafasan sehingga menyebabkan
penyempitan pada saluran pernafasan tersebut.1 Asma merupakan sindrom yang
kompleks dengan karakteristik obstruksi jalan nafas, hiperresponsif bronkus dan
inflamasi pada saluran pernafasan. Asma menyerang semua ras dan etnik di seluruh
dunia dan pada berbagai usia.7
2.1.1 Etiologi dan Klasifikasi Asma
Menurut Patino dan Martinez pada tahun 2003, faktor lingkungan dan faktor
genetik memiliki peran yang besar terhadap terjadinya asma.8 Menurut Strachan dan
Cook dalam kajian meta analisis yang dijalankan oleh mereka, menyimpulkan bahwa
orang tua yang merokok merupakan penyebab utama terjadinya asma pada anak.9
Menurut Corne et al paparan terhadap infeksi juga bisa menjadi pencetus terjadinya asma. Infeksi virus terutama rhinovirus yang menyebabkan simptom infeksi saluran
pernafasan bagian atas memicu terjadinya eksaserbasi asma.10 Gejala ini merupakan
tanda-tanda asma bagi semua golongan usia.9 Ada juga teori yang menyatakan bahwa
paparan infeksi virus yang lebih awal pada anak lebih memungkinkan untuk anak
tersebut diserang asma.11
Selain faktor lingkungan, faktor genetik juga turut berpengaruh terhadap
terjadinya asma. Kecenderungan seseorang untuk menghasilkan Immunoglobin E
(IgE) diturunkan dalam keluarga. Penderita yang alergi terhadap alergen sering
mempunyai riwayat keluarga yang juga menderita asma dan ini membuktikan bahwa
Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan gambaran klinis4
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru
Intermiten Bulanan APE 80%
Persisten Ringan Mingguan APE > 80%
* Gejala > 1x/minggu,
APE=arus puncak ekspirasi(aliran ekspirasi/saat membuang nafas puncak), VEP1=volume ekspirasi
paksa dalam 1 detik.
2.1.2 Patofisiologi Asma
Individu dengan asma memiliki respon imun yang buruk terhadap lingkungan.
antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari
substansi yang bereaksi lambat.13 Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot polos dan kelenjar saluran nafas, bronkospasme,
pembengkakakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat
banyak.8,14,15
Setelah penderita asma terpapar alergen, maka akan segera timbul gejala
sesak nafas. Penderita akan merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan
berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada
saat ekspirasi.14 Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama
inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit,
mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi
sampai tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.16
Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi
hiperinflasi progresif paru, akibatnya akan timbul suara mengi ekspirasi memanjang
(wheezing), yaitu suara nafas seperti musik yang terjadi karena adanya penyempitan
jalan udara yang merupakan ciri khas asma sewaktu penderita berusaha memaksakan
udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputihan.8,17
Gambar 2. Patofisiologi asma19
2.1.3 Gambaran Klinis Asma
Batuk kering yang intermiten dan mengi merupakan gejala kronis yang sering
dikeluhkan penderita asma. Pada anak yang lebih tua dan dewasa akan mengeluhkan
sukar bernafas dan terasa sesak di dada. Simptom respiratori ini bisa lebih parah pada
waktu malam terutama apabila terpapar lebih lama dengan alergen. Penderita asma
sering mengeluhkan mereka mudah letih dan ini membatasi aktivitas fisik mereka.8
Kebanyakan penderita asma juga mengalami alergi rinitis dan eksema. Alergi
rinitis merupakan inflamasi pada mukosa nasal yang ditandai dengan nasal kongesti,
rinorea, bersin dan iritasi konjuntiva. Penderita asma yang alergi rinitis bisa juga
kognitif yang bisa menggangu aktivitas seharian mereka. Hidung yang terasa gatal
akan menyebabkan penderita asma sering terlihat menggosok hidung dengan tangan
dan ini mendorong mereka bernafas melalui mulut.18
2.1.4 Penanggulangan Asma
Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala
obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok
besar yaitu reliever dan controller. Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran nafas. Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten.19,20
Obat asma yang sering digunakan yang termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik, teofilin, dan kortikosteroid sistemik.8 Agonis beta-2
adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2
mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler, dan mencegah
pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah menurunkan hiperresponsif bronkus. Obat agonis beta-2 seperti Salbutamol,
terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin merupakan obat golongan
simpatomimetik. Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan
kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit
kepala. Pemakaian agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma
kronis berat yang tidak dapat lepas dari bronkodilator.21,22 Antikolinergik dapat
digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromid dalam bentuk
inhalasi. Ipratropium bromid mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik
sehingga menekan enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek
samping ipratropium inhalasi adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan.19,20,23
Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang
lemah, tetapi jenis ini banyak digunakan oleh penderita karena efektif, aman, dan
terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual, muntah, rasa kembung dan
nafsu makan berkurang.25
Obat asma yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil, dan
antihistamin aksi lambat. Obat agonis beta-2 aksi lambat dan teofilin lepas lambat
dapat juga digunakan sebagai controller.8 Natrium kromoglikat dapat mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita
asma. Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih
aman daripada kortikosteroid.25 Penggunaan kortikosteroid inhalasi merupakan
pilihan pertama untuk menggantikan steroid sistemik pada penderita asma kronis
yang berat. Efek samping yang sering ditimbulkan dapat berupa kandidiasis
orofaring, refleks batuk, suara serak, infeksi paru, dan kerusakan mukosa.8,19
2.2 Indeks Oral Higiene
Tingkat oral higiene seseorang dilihat dari keberadaan plak dan kalkulus pada
gigi. Plak dental adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.6 Plak terbagi atas plak
supragingival dan plak subgingival. Plak supragingival berada pada atau koronal dari
tepi gingiva, sedangkan plak subgingival berada apikal dari tepi gingiva.26
Penumpukan plak dental sudah dapat terlihat dalam 1-2 hari setelah seseorang
tidak melakukan prosedur oral higiene. Lokasi dan laju pembentukan plak adalah
bervariasi antara individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah
oral higiene, serta faktor-faktor pejamu seperti diet, dan komposisi serta laju aliran
saliva.6,26 Jenis bakteri yang terdapat dalam plak adalah bakteri jenis Streptococcus
dan Laktobacillus. Bakteri dalam plak yang diakui sebagai penyebab utama karies
adalah Streptococcus mutans, oleh karena mempunyai sifat asidogenik dan asidurik.6 Kalkulus adalah massa terkalsifikasi atau berkalsifikasi yang melekat ke
permukaan gigi asli maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus terdiri atas plak bakteri
dibedakan atas kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival. Kalkulus berperan
dalam mempertahankan dan memperparah penyakit periodontal dengan jalan
menahan plak sehingga berkontak rapat ke gingiva dan menciptakan daerah dimana
penyingkiran plak sulit dilakukan dan bahkan tidak mungkin.26
Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu
kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu.6 Untuk mendapatkan data tentang
tingkat kebersihan gigi dan mulut dapat digunakan indeks pengukuran kebersihan
mulut.26 Indeks-indeks pengukuran kebersihan mulut yang ada adalah Oral Hygiene
Index (OHI) dan Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) dari Greene & Vermillion,
indeks plak O’Leary, indeks plak Loe & Silness dan indeks Plaque Formation Rate (PFRI).6,28
Pada penelitian ini indeks kebersihan mulut yang dipilih adalah Oral Hygiene
Index Simplified (OHIS) dari Greene & Vermillion. Indeks ini merupakan indeks
yang populer digunakan untuk menentukan status kebersihan mulut pada
penelitian-penelitian epidemiologis. Pemeriksaan dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36,
31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36
dan 46 permukaan lingualnya. Indeks ini terdiri dari 2 komponen, yakni Indeks
Debris dan Indeks Kalkulus.28
Tabel 2. Kriteria Indeks Debris28
Skor Kriteria
0
1
2
3
Tidak dijumpai debris atau stein
Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan
gigi
Tabel 3. Kriteria Indeks Kalkulus28
Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan
gigi
Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum
melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di
sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya
Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya
2.3 Karies gigi
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin
dan sementum; disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat
yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan
keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini menyebabkan
terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi
ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.6
Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial. Ada 4 faktor yang
memegang peranan yaitu faktor host, faktor agen atau mikroorganisme, faktor substrat atau diet, dan faktor waktu. Faktor host adalah morfologi gigi, struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Faktor agen atau mikroorganisme yang paling
berperan yaitu bakteri Streptococcus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies. Faktor substrat yang berperan adalah sukrosa. Sedangkan waktu yang
diperlukan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
Gambar 3. Faktor etiologi terjadinya karies6
2.3.1 Faktor Risiko Karies
Adanya hubungan sebab akibat dalam terjadinya karies sering diidentifikasi
sebagai faktor risiko. Oleh karena itu, individu dengan risiko karies yang tinggi
adalah seseorang yang mempunyai faktor risiko karies yang lebih banyak.
Tabel 4. Faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies6
Faktor Risiko Risiko Tinggi Risiko Rendah
Plak Plak banyak, berarti banyak bakteri yang dapat memproduksi asam
Plak sedikit, jumlah bakteri yang memproduksi asam juga berkurang, oral higiene baik
Bakteri Bakteri kariogenik banyak, sehingga menyebabkan pH rendah, plak mudah melekat
Bakteri kariogenik sedikit
Pola makan Konsumsi karbohidrat tinggi terutama sukrosa, makanan yang mudah melekat
Konsumsi karbohidrat rendah, dan diet makanan yang tidak mudah melekat
Sekresi saliva Aliran saliva berkurang mengakibatkan gula bertahan dalam waktu lama (daya proteksi saliva menurun)
Tabel 4. Faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies6
(lanjutan)
Faktor Risiko Risiko Tinggi Risiko Rendah
Bufer saliva Bufer saliva rendah akan mengakibatkan pH rendah dalam waktu lama
Kapasitas bufer yang optimal, pH rendah hanya sementara
Fluor Tidak ada pemberian fluor, remineralisasi berkurang
Mendapat aplikasi fluor, remineralisasi meningkat
Karies juga dipengaruhi oleh faktor-faktor modifikasi seperti:
1. Umur
Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan
prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Anak-anak mempunyai risiko
karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orang tua lebih
berisiko terhadap terjadinya karies akar.
2. Jenis kelamin
Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang
lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene wanita lebih
baik sehingga komponen gigi yang hilang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria
mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks DMFT. 3. Sosial ekonomi
Karies dijumpai lebih tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah dan
sebaliknya. Ada dua faktor sosial ekonomi yang berperan, yaitu pekerjaan dan
pendidikan.6
2.3.2 Indeks Karies Gigi
Untuk mendapatkan data tentang pengalaman karies seseorang digunakan
indeks karies. Ada beberapa indeks karies, seperti indeks DMFT Klein, indeks DMFT
Indek karies yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks Klein. Indeks
ini di perkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk
mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi
pemeriksaan pada gigi permanen (DMFT). Indeks ini tidak menggunakan skor. Pada
kolom yang tersedia langsung diisi menggunakan kode, kemudian dijumlahkan sesuai
kode.28
DMFT Klein (gigi permanen)
D= Decayed = gigi tetap dengan satu lesi karies atau lebih yang belum ditambal.
M = a. Mi = missing indicated = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut.
b. Me = missing extracted = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut.
F = Filled = gigi tetap dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.
T = Tooth
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Semua gigi permanen yang mengalami karies dimasukkan ke
dalam kategori D.
2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan
permanen dimasukkan dalam kategori D.
3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D.
4. Semua gigi permanen yang hilang atau dicabut karena karies
dimasukkan dalam kategori M.
5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk
kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M.
6. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F.
7. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan
dalam kategori F.
8. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak
2.4 Oral Higiene dan Karies Gigi pada Penderita Asma
Oral higiene yang jelek dan karies gigi dapat ditemukan pada penderita asma.
Karies gigi adalah suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras
permukaan gigi oleh asam organis dan merupakan penyakit yang paling banyak
dijumpai di rongga mulut sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan
mulut.6 Banyak penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
asma dan karies.2,9-12,25
Asma dapat menimbulkan gejala sesak nafas dengan meningkatnya kecepatan
pernafasan, dan karena usaha penderita untuk menghirup nafas sebesar-besarnya
maka penderita menghirup udara melalui mulut.7,8 Ini dikenali sebagai mouth
breathing. Mouth breathing adalah kebiasaan bernafas melalui mulut daripada
hidung. Mouth breathing dapat menimbulkan xerostomia.7
Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau
tiadanya aliran saliva. Xerostomia merupakan gejala dari berbagai kondisi seperti
perawatan yang diterima, dan merupakan salah satu efek samping dari obat-obatan
asma yang dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan penurunan fungsi
kelenjar saliva.26
Pada penderita asma, penggunaan obat-obatan asma terutama yang termasuk
dalam golongan beta-2 agonis mempengaruhi aliran saliva secara langsung dengan
memblokade sistem syaraf dan menghambat sekresi saliva.27 Hasil penelitian Ryberg
et al menunjukan bahwa produksi saliva berkurang hingga 26% - 36% pada penderita
asma yang menggunakan obat inhalasi golongan beta-2 agonis.2,30 Saliva berfungsi
untuk membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman serta
mempunyai peran sebagai antibakterial dan sistem bufer.6 Penurunan pH saliva dan
jumlah saliva yang kurang menyebabkan peningkatan bakteri Lactobacilli dan
Streptococcus mutans di dalam rongga mulut yang menyebabkan terbentuknya
karies.2
Selain itu, tingkat karies yang lebih tinggi pada penderita asma juga dikaitkan
sehingga penderita dapat mentoleransi rasa obat tersebut . Inhalasi obat yang
mengandung gula, dikombinasikan dengan penurunan laju aliran saliva dapat
menyebabkan peningkatan risiko karies. Kenny dan Somay menyatakan bahwa
penggunaan jangka panjang obat oral cair yang mengandung gula dapat
menyebabkan peningkatan karies. Studi Reddy et al menunjukkan bahwa prevalensi karies tertinggi pada penderita asma terlihat pada mereka yang menggunakan obat
asma dalam bentuk sirup.2
Gambar 4. Obat asma dalam bentuk sirup18
2.5 Kerangka Konsep
Bukan penderita asma (kontrol) Penderita Asma
(kasus) 1) Jenis dan Frekuensi Penggunaan Obat asma
2) Status Oral Higiene - Skor Debris - Skor Kalkulus
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol yaitu penelitian non
eksperimental yang mempelajari faktor risiko dan efek menggunakan kelompok kasus
dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini kelompok kasus adalah penderita asma dan
kelompok kontrol adalah bukan penderita asma.
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik. Rumah sakit ini dipilih
karena jumlah penderita asma banyak dan mudah ditemui karena penderita
melakukan rawat jalan secara berkala.
Penelitian ini dilaksanakan mulai Juli 2013 dan selesai bulan September 2014.
Penelitian dimulai dengan mempersiapkan proposal penelitian dan dilanjutkan
dengan pelaksanaan penelitian sampai penyusunan laporan akhir.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah penderita asma yang sedang berobat di Poli
Pulmonologi (Asma) dan bukan penderita asma, yaitu penderita pengunjung Poli
Mata dan Poli Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUP H.Adam Malik yang sesuai
dengan kriteria inklusi dan bersedia dilakukan penelitian.
Besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus perhitungan
besar sampel sebagai berikut:
Z(1-α)2 P (1-P) n =
Keterangan:
P merupakan nilai perkiraan proporsi populasi kasus karies akibat asma 50%.
Convidence level = 95%
Absolute precision (d) = 20%
Z(1-α) = 1,96
Angka-angka di atas dimasukkan kembali ke rumus besar sampel:
(1,96)2 x 0,5 (1 - 0,5)
n = = 24,1
=
24 orang (0.2)2Berdasarkan perhitungan dengan tingkat kemaknaan (α) 5% dengan
convidence level 95% diperoleh besar sampel minimal 24 orang. Jumlah ini ditambah
25% untuk menghindari apabila ada data dari responden yang dipilih tidak lengkap
sehingga harus dikeluarkan saat akan dilakukan perhitungan secara statistik. Pada
penelitian ini ditambah sebanyak 6 orang sampel menjadi 30 sampel. Oleh karena itu,
diperlukan 30 orang penderita asma yang berobat di Poli Pulmonologi (Asma) dan 30
orang bukan penderita asma yang berobat di Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan
Kelamin di RSUP H.Adam Malik.
Sampel diambil dengan menggunakan cara purposive sampling, di mana pemilihan subjek penelitian bertitik tolak pada ciri-ciri karakteristik populasi yang
ditetapkan dalam kriteria inklusi sampai diperoleh jumlah sampel sesuai dengan yang
sudah ditentukan.
Kriteria Inklusi: a. Umur 20-30 tahun
b. Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan setelah penjelasan.
Kriteria Eksklusi: a. Merokok
mulut misalnya leukemia, anemia, jantung koroner, aterosklerosis, Diabetes Melitus
c. Melakukan skeling selama 6 bulan terakhir
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.4.1 Variabel Penelitian a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Jenis dan frekuensi penggunaan obat asma
d) Faktor risiko : - Penderita asma
- Bukan penderita asma
e) Faktor efek : - Status oral higiene
- Pengalaman karies
3.4.2 Definisi Operasional 1. Usia
Usia adalah ulang tahun terakhir penderita. Usia yang diambil yaitu 20-30
tahun.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah perempuan dan laki-laki.
3. Jenis dan frekuensi penggunaan obat asma:
- Jenis obat asma adalah pengobatan yang diperoleh oleh penderita asma dari
dokter/konsultan medis:
a. Salbutamol
b. Terbutalin
c. Fenoterol
d. Prokaterol
e. Isoprenalin
f. Ipratropium bromid
h. Montelukast
- Frekuensi penggunaan obat asma adalah kekerapan pemakaian obat asma
(inhaler/tablet/sirup) oleh penderita asma untuk melegakan pernafasan.
a. 3 kali atau lebih sehari
b. 1-2 kali sehari
c. 2-3 kali seminggu
d. 1 kali seminggu atau kurang
4. Penderita asma
Penderita asma adalah penderita yang didiagnosa menderita penyakit asma
minimal 4 tahun oleh dokter dan diperoleh melalui rekam medik penderita yang
sedang berobat di Poli Pulmonologi (Asma). Penderita asma dinilai melalui derajat
asma berdasarkan gambaran klinis, yaitu:
a. Asma ringan (Asma intermiten dan asma persisten ringan): Gejala asma
berlaku secara bulanan atau mingguan dimana penderita menunjukkan gejala asma
lebih dari 1 kali per minggu tetapi kurang dari 1 kali per hari. Gejala pada malam hari
bisanya berlaku lebih dari 2 kali dalam sebulan. Serangan asma pada tahap ini dapat
mengganggu aktivitas dan tidur.
b. Asma sedang (Asma persisten sedang): Gejala asma berlaku secara harian
dimana penderita menunjukkan gejala pada setiap hari. Serangan asma pada tahap ini
dapat mengganggu aktivitas dan tidur dan menyebabkan penderita membutuhkan
bronkodilator setiap hari. Gejala pada malam hari bisanya berlaku lebih dari 1 kali
dalam seminggu.
c. Asma berat (Asma persisten berat): Gejala asma berlaku secara terus
menerus dan sering kambuh. Aktivitas fizik penderita adalah terbatas. Penderita
sering menunjukkan gejala pada malam hari.
5. Bukan penderita asma
Bukan penderita asma adalah penderita yang didiagnosa tidak menderita
penyakit asma dan diperoleh di Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan Kelamin di
6. Status Oral Higiene
Status oral higiene adalah status kebersihan rongga mulut yang terdiri atas
indeks debris dan indeks kalkulus menggunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) dari Greene dan Vermillion, 1964.
a. Indeks Debris
Skor Kriteria
0
1
2
3
Tidak dijumpai debris atau stein
Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan
gigi
Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi
1. Gigi yang diperiksa adalah yang telah erupsi sempurna. Jika gigi yang
dipilih untuk diperiksa itu tidak ada, maka yang diperiksa gigi tetangga atau gigi yang
bersebelahan.
2. Jumlah gigi yang diperiksa adalah 6 buah gigi tertentu dengan permukaan
yang diperiksa tertentu pula.
Bukal Labial Bukal 6 1 6
6 1 6 Lingual Labial Lingual
b. Indeks Kalkulus
Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan
gigi
Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum
melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di
sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya
Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya
Jumlah skor
CIS = Jumlah gigi yang diperiksa
Cara pemeriksaan indeks kalkulus adalah sama dengan indeks debris. Indeks
Oral Hygiene Simplified adalah Indeks Oral Debris Simplified ditambah dengan
Indeks Calculus Simplified.
Tingkat kebersihan Skor debris Skor oral higiene
7. Pengalaman Karies
Pengalaman karies adalah jumlah DMFT dengan menggunakan indeks kriteria
Klein.
D = Decayed = gigi tetap dengan satu lesi karies atau lebih yang belum
ditambal.
M = a. Mi = missing indicated = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut.
b. Me = missing extracted = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut.
F = Filled = gigi tetap dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.
T = Tooth
3.5 Metode Pengumpulan Data
Responden yang menderita asma diperoleh melalui rekam medik penderita
yang berkunjung ke Poli Pulmonologi (Asma) di RSUP Haji Adam Malik.
Responden diberikan lembar penjelasan penelitian. Bila responden bersedia
berpartisipasi dalam penelitian, maka responden menandatangani lembar informed
consent. Pengumpulan data responden didapat dengan melakukan wawancara
menggunakan kuesioner. Pengumpulan data skor oral higiene diperoleh dengan
memeriksa rongga mulut menggunakan kaca mulut dan sonde yang berbentuk sabit
tanpa menggunakan zat pewarna. Pemeriksaan skor oral higiene dilakukan dengan
menggunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) untuk mengukur debris dan kalkulus yang menutupi permukaan gigi dan terdiri atas dua komponen, yaitu Indeks
debris dan Indeks kalkulus. Untuk mengukur indeks debris, sonde ditempatkan pada
insisal gigi kemudian digerakkan ke arah mesial dan distal, selanjutnya bergerak ke
arah gingival setiap 1/3 permukaan gigi dan skor diberikan sesuai kriteria.
Pengukuran skor indeks kalkulus dilakukan dengan menempatkan ujung sonde pada
daerah subgingival terlebih dahulu, kemudian digerakkan dari mesial ke distal dan
16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya
sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan lingualnya.
Pengumpulan data pengalaman karies diperoleh dengan memeriksa rongga
mulut menggunakan kaca mulut dan sonde berbentuk sabit. Pemeriksaan pengalaman
karies gigi permanen dilakukan dengan menggunakan indeks DMFT dari Klein. Cara
pemeriksaan yaitu memeriksa gigi anak untuk melihat apakah gigi responden tersebut
terdapat karies, tambalan, dan pencabutan gigi. Kemudian karies, tambalan dan
pencabutan gigi dijumlahkan pada responden tersebut.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu 2 orang tenaga peneliti
lainnya. Untuk menghindari terjadinya kesalahan pengukuran maka kepada
pengumpul data dilakukan kalibrasi sehingga diperoleh interpretasi yang sama.
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dan tabulasi dilakukan dengan menggunakan program
komputer. Analisis data untuk melihat perbedaan status oral higiene dan pengalaman
karies pada penderita dan bukan penderita asma dengan menggunakan uji
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Responden
Persentase responden penderita dan bukan penderita asma yang berusia 20-25
tahun adalah lebih banyak dibandingkan yang berusia 26-30 tahun, yaitu penderita
asma 66.67% dan bukan penderita asma 56,67%.
Persentase responden penderita dan bukan penderita asma perempuan adalah
lebih banyak, yaitu penderita asma 70% dan bukan penderita asma 73,33% (Tabel 5).
Tabel 5. Persentase karakteristik responden penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik
Karakteristik Responden Asma (30) Non-Asma (30)
n % n %
4.2 Klasifikasi Penderita Asma dan Jenis Obat Asma yang digunakan Pada penelitian ini, seluruh responden penderita asma menggunakan obat
asma jenis Salbutamol. Persentase penderita asma ringan maupun sedang yang
menggunakan obat asma bentuk inhaler Salbutamol lebih banyak daripada yang
menggunakan bentuk tablet Salbutamol, yaitu 83% sedangkan bentuk tablet hanya
Tabel 6. Persentase bentuk obat asma Salbutamol yang digunakan berdasarkan klasifikasi penderita asma di RSUP H.Adam Malik (n=30)
Kelompok Penderita Asma
Obat Salbutamol
Inhaler Tablet Total
n % n % n %
4.3 Frekuensi Penggunaan Obat Asma Salbutamol oleh Penderita Asma Persentase penderita asma yang menggunakan obat asma Salbutamol bentuk
inhaler maupun tablet dengan frekuensi penggunaan 1-2 kali sehari lebih banyak,
yaitu 57% dibandingkan frekuensi penggunaan 2-3 kali seminggu 26% dan 1 kali
seminggu atau kurang 17% (Tabel 7).
Tabel 7. Persentase frekuensi penggunaan obat asma Salbutamol di RSUP H.Adam
4.4 Rata-rata Skor Oral Higiene Penderita dan Bukan Penderita Asma Rata-rata skor debris pada penderita asma adalah lebih tinggi, yaitu 1,15 ±
pada penderita asma adalah 0,53 ± 0,40 sedangkan pada bukan penderita asma lebih
rendah, yaitu 0,23 ± 0,26.
Secara keseluruhan, rata-rata skor oral higiene penderita asma lebih tinggi,
yaitu 1,68 ± 0,67 dibandingkan bukan penderita asma 1,02 ± 0,48 (Tabel 8).
Tabel 8. Rata-rata skor oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik
Kelompok
Penderita n
Indeks Debris Indeks Kalkulus OHIS
x
4.5 Persentase Status Oral Higiene Penderita dan Bukan Penderita Asma Persentase status oral higiene pada penderita asma sebanyak 60% termasuk
4.6 DMFT Rata-rata Pada Penderita dan Bukan Penderita Asma
Decay (D) rata-rata penderita asma adalah 2,67 ± 1,35 dan bukan penderita
asma 1,80 ± 1,50. Missing indicated (Mi) rata-rata penderita asma adalah 0,13 ± 0,43 dan bukan penderita asma 0,03 ± 0,18. Missing extracted (Me) rata-rata penderita asma adalah 0,23 ± 0,50 dan bukan penderita asma 0,17 ± 0,38. Filling (F) rata-rata asma adalah 2,33 ± 1,06 dan bukan penderita asma 1,73 ± 1,02.
Secara keseluruhan, skor DMFT rata-rata penderita asma lebih tinggi, yaitu
5,13 ± 1,99 dibandingkan bukan penderita asma 3,67 ± 1,95 (Tabel 10).
Penderita dan Bukan Penderita Asma
Rata-rata skor higiene pada penderita asma lebih tinggi, yaitu 1,68 ± 0,67
dibandingkan bukan penderita asma 1,02 ± 0,48. Dari hasil uji statistik, diperoleh ada
perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor oral higiene pada penderita dan bukan
penderita asma (Z=-4,100; p=0,0001). Hal ini menunjukkan status oral higiene
Tabel 11. Hasil uji statistik perbedaan status oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik
Kelompok
Penderita n
OHIS
Hasil uji statistik x
¯ ± SD
Asma 30 1,68 ± 0,67
p=0,0001 Non-Asma 30 1,02 ± 0,48
Skor DMFT rata-rata penderita asma lebih tinggi, yaitu 5,13 ± 1,99
dibandingkan bukan penderita asma 3,67 ± 1,95. Dari hasil uji statistik, diperoleh ada
perbedaan yang signifikan antara skor DMFT rata-rata kelompok penderita dan bukan
penderita asma (Z=-2,664; p=0,008). Hal ini menunjukkan pengalaman karies pada
penderita asma lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma (Tabel 12).
Tabel 12. Hasil uji statistik perbedaan pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik
Kelompok
Penderita n
DMFT
Hasil uji statistik x
¯ ± SD
Asma 30 5,13 ± 1,99
BAB 5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan status oral higiene pada penderita asma dengan
rata-rata skor oral higiene 1,68 ± 0,67 termasuk kategori sedang dibandingkan dengan
bukan penderita asma lebih rendah yaitu 1,02 ± 0,48 dan termasuk kategori baik
(Tabel 8). Persentase status oral higiene penderita asma terbanyak adalah kategori
sedang 60%, sedangkan pada bukan penderita asma sebanyak 70% termasuk kategori
baik (Tabel 9). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dikemukan oleh Mehta et al yang menunjukkan terdapatnya peningkatan plak yang signifikan pada kelompok
penderita asma dibandingkan kelompok kontrol.7 Hal ini mungkin disebabkan
terjadinya perubahan pada fungsi kalenjer saliva, yaitu penurunan aliran saliva dan
pH saliva akibat penggunaan obat-obatan asma yang menyebabkan peningkatan plak
di dalam rongga mulut penderita asma.2,7,27
Skor DMFT rata-rata kelompok penderita asma adalah lebih tinggi, yaitu 5,13
± 1,99 dibandingkan kelompok bukan penderita asma 3,67 ± 1,95. Decay (D) rata-rata terlihat lebih tinggi daripada missing indicated (Mi), missing extracted (Me) dan
filling (F) rata-rata, baik pada penderita dan bukan penderita asma (Tabel 10). Hasil
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stensson et al yang menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu adanya peningkatan pengalaman karies pada
kelompok penderita asma, namun hasil penelitian Stesson et al adalah sedikit berbeda dibandingkan penelitian ini karena perbedaan penggunaan indeks pengalaman karies
(DFS rata-rata kelompok penderita asma 8,6 ± 10,6 dan kelompok kontrol 4,0 ± 5,2).7
Peningkatan pengalaman karies pada kelompok penderita asma di dalam penelitian
ini mungkin disebabkan asma menimbulkan gejala sesak nafas yang menyebabkan
penderita asma cenderung bernafas melalui mulut dan ini menyebabkan xerostomia
sehingga meningkatnya risiko karies.2,5,7 Seluruh responden penderita asma di dalam
penelitian ini menggunakan obat asma jenis Salbutamol disebabkan harganya yang
Salbutamol bentuk inhaler dengan frekuensi penggunaan 1-2 kali sehari adalah paling
banyak (Tabel 6 dan 7) dan ini mungkin disebabkan obat bentuk inhaler lebih efektif
untuk penanganan gangguan pernafasan dan lebih praktis untuk dibawa
kemana-mana. Penggunaan obat asma terutama golongan beta-2 agonis (Salbutamol)
mempengaruhi aliran saliva secara langsung dengan memblokade sistem saraf dan
menghambat sekresi saliva.27 Penurunan jumlah saliva menyebabkan peningkatan
bakteri Lactobacilli dan Streptococcus mutans di dalam rongga mulut dan meningkatkan risiko karies.2 Selain itu, tingkat oral higiene seseorang juga
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya karies. Hasil penelitian ini menunjukkan
status oral higiene penderita asma paling banyak termasuk dalam kategori sedang
(Tabel 9).
Berdasarkan uji statistik, terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata
skor oral higiene (p=0,0001) dan pengalaman karies (p=0,008) pada penderita dan
bukan penderita asma (Tabel 11 dan 12). Hal ini menunjukkan penderita asma
mempunyai status oral higiene yang lebih buruk dan pengalaman karies yang lebih
tinggi dibandingkan bukan penderita asma. Perbedaan pengalaman karies yang
diperoleh dari penelitian ini sesuai dengan kajian meta-analisis yang dijalankan oleh
Alavaikko et al yang melaporkan 14 studi menunjukkan adanya perbedaan pengalaman karies yang signifikan pada kelompok penderita dan bukan penderita
asma. Risiko karies adalah dua kali lebih besar pada penderita asma dibandingkan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan:
1. Status oral higiene pada penderita asma dengan rata-rata skor oral higiene
1,68 ± 0,67 termasuk kategori sedang dibandingkan dengan bukan penderita asma
lebih rendah yaitu 1,02 ± 0,48 dan termasuk kategori baik.
2. Skor DMFT rata-rata penderita asma adalah lebih tinggi, yaitu 5,13 ± 1,99
dibandingkan bukan penderita asma, yaitu 3,67 ± 1,95. Baik pada penderita maupun
bukan penderita asma, terlihat decay (D) rata-rata lebih tinggi dibandingkan missing
indicated (Mi), missing extracted (Me) dan filling (F) rata-rata.
3. Ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor oral higiene pada
penderita dan bukan penderita asma (p=0,0001). Hal ini menunjukkan status oral
higiene penderita asma lebih buruk dibandingkan bukan penderita asma.
4. Ada perbedaan yang signifikan antara skor DMFT rata-rata kelompok
penderita dan bukan penderita asma (p=0,008). Hal ini menunjukkan pengalaman
karies pada penderita asma lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma.
6.2 Saran
1. Diharapkan dokter/konsultan medis peka terhadap kesehatan gigi dan
mulut penderita asma dengan merujuk mereka yang mempunyai kesehatan gigi dan
mulut yang kurang baik ke Poli Gigi dan Mulut.
2. Melihat tingginya decay rata-rata, maka penderita dan bukan penderita asma perlu dianjurkan untuk melakukan penambalan ke dokter gigi. Gigi yang telah
3. Diharapkan penderita asma dapat menjaga dan melakukan pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut dengan sikat gigi secara teratur dan sebaiknya berkumur
setelah menggunakan obat asma bentuk inhaler untuk memperbaiki oral higiene agar
kesehatan rongga mulut lebih baik.
4. Diharapkan penderita asma memeriksa kesehatan gigi dan mulut secara
rutin ke dokter gigi minimal 3 bulan sekali dan untuk bukan penderita asma 6 bulan
DAFTAR PUSTAKA
1. Asthma and Allergy Foundation of America. Asthma facts and figure landover
2010. http://www.aafa.org/display.cfm?id=9&sub=42#_ftn4 (Oktober 1. 2013).
2. Thomas MS, Parolia A, Kundabal M, Vikram M. Asthma and oral health: a
review. J Aus Dent Assoc 2010; 55: 128-33.
3. American Lung Association. Epidemiology and statistics unit research and health
education division. Trends in asthma morbidity and mortality, 2012: 1-2, 22.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. http://
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20201 3.pdf (Oktober 2. 2013).
5. Alavaikko S. Jaakkola MS. Tjäderhane L. Asthma and caries: a systematic review
and meta-analysis. Am J Epidemiol 2012: 1-11.
6. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat: pencegahan dan
pemeliharaan. Medan: USU Press, 2012: 4-10, 28-32.
7. Stensson M, Wendt LK, Koch G, Oldaeus G. Oral health in young adults with
long-term, controlled asthma. Acta Odontologica Scandinavica 2011; 69 (3):
158-64.
8. National Heart, Lung, and Blood Institute Department of Health and Human
Resources. Expert panel report 3: guidelines for the diagnosis and management of
asthma, 2007: 11-27, 213-9.
9. Eder W, Ege MJ, Mutius E. The asthma epidemic. N Engl J Med 2006; 355 (21):
2226-35.
10.Carlsen KH, Sterk PJ. Infection: friend or foe to the development of asthma. Eur
Respir J 2001; 18: 744-7.
11.Sly PD, Kusel M, Holt PG. Do early-life viral infections cause asthma. J Allergy
Clin Immunol 2010; 125: 1202-5.
12.World Health Organization. Genetics and asthma. http://www.who.int/genomics/
13.Barnes PJ, Chung KF, Page CP. Inflammatory mediators of asthma: an update. J
Pharmrev ASPET 1995; 50 (4): 520-4, 548-50.
14.Barnes PJ. Pathophysiology of asthma. Br J Clin Pharmacol 1996; 42: 3-10.
15.Welsh DA, Thomas DA. Obstructive lung disease. In: Ali J, Summer W, Levitzky
M. eds. Pulmonary pathophysiology, 2nd ed., Louisiana: Lange/McGraw-Hill Co
2005: 85-8.
16.Morris MJ. Asthma. http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#aw
2aab6b2b2 (Oktober 10. 2013).
17.Supriyatno B. Terapi kombinasi pada serangan asma akut anak. Maj Kedokt
Indon 2010; 60 (5): 232-6.
18.Bourdin A, Gras D, Vachier I, Chanez P. Upper airway 1: allergic rhinitis and
asthma: united disease through epithelial cells. Thorax 2009; 64: 999-1004.
19.Anonymous. Asthma medications. Asthma Society of Canada 2007: 6-11.
20.Meiyanti, Mulia JI. Perkembangan patogenesis dan pengobatan asma bronkial. J
Kedokter Trisakti 2000; 19 (3): 125-32.
21.Anonymous. Bronchodilators and asthma. http://www.webmd.com/asthma/guide
/asthma_inhalers_bronchodilators (Oktober 15. 2013).
22.Alsagaff H, Mukty HA. Asma bronkial. In: Dasar-dasar ilmu penyakit paru. 7 th
ed., Unair Press, 2010: 263-70.
23.Baigelman W, Chodosh S. Bronchodilator action of the anticholinergic drug,
ipratropium bromide (Sch 1000), as an aerosol in chronis bronchitis and asthma.
http://journal.publications.chestnet.org/ (September 27. 2013).
24.Anonymous. Xanthines: clinical indications for use of xanthines. http://web.
carteret.edu/keoughp/LFreshwater/PHARM/NOTES/Xanthines.htm (Oktober 15.
2013).
25.Anonymous. Intal Inhaler: cromolyn sodium inhalation. http://www.rxlist.com/
intal-drug/patient-images-side-effects.htm (Oktober 15. 2013).
26.Daliemunthe SH. Periodonsia. 2nd ed., Medan: Bagian Periodonsia Fakultas
27.Shashikiran N, Reddy VVS, Krishnam RP. Effect of antiasthmatic medication on
dental disease: dental caries and periodontal disease. J Indian Soc Pedod Prev
Dent 2007: 65-8.
28.Natamiharja L. Indeks-indeks untuk penyakit gigi (Bahan Ajar). Medan: Bagian
Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2001: 3, 17-20.
29.Ilmu Kedokteran Gigi Anak (Bahan Kuliah). Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2011: 80, 117-20.
30.Turnar MD, Ship JA. Dry mouth and its effects on the oral health of elderly
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KUESIONER PERBEDAAN STATUS ORAL HIGIENE DAN PENGALAMAN KARIES PADA PENDERITA DAN BUKAN PENDERITA ASMA USIA 20-30
TAHUN DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
anemia, jantung koroner, aterosklerosis, Diabetes Melitus)
selain asma? A. Ya B. Tidak
*Bila pertanyaan No.1 dijawab ya, wawancara dihentikan.
2. Apakah Anda ada mengunjungi ke dokter gigi untuk 2. membersihkan karang gigi (scalling) dalam 6 bulan terakhir?
A. Ya B. Tidak
*Bila pertanyaan No.2 dijawab ya, wawancara dihentikan.
3. Apakah Anda memiliki kebiasaan merokok? 3. A. Ya
B. Tidak
*Bila pertanyaan No.3 dijawab ya, wawancara dihentikan.
No:
4. Sudah berapa lama Anda menderita penyakit asma? 4.
A. > 4 tahun
B. < 4 tahun
5. Derajat asma responden berdasarkan gambaran klinis: 5.
A. Ringan (Asma intermiten dan asma persisten ringan)
- mengalami gejala asma (sesak nafas, batuk kering, mengi)
lebih dari 1 kali/minggu, tetapi kurang dari 1 kali/hari
- Gejala malam bisanya berlaku lebih dari 2 kali dalam
sebulan.
- Serangan asma dapat mengganggu aktivitas dan tidur.
B. Sedang (Asma persisten sedang)
- Mengalami gejala asma (sesak nafas, batuk kering, mengi)
setiap hari, tetapi hanya 1 kali/hari
- Gejala malam bisanya berlaku lebih dari 1 kali dalam
seminggu.
- Serangan asma dapat mengganggu aktivitas dan tidur
sehingga pasien membutuhkan bronkodilator setiap hari.
C. Berat (Asma persisten berat)
- Mengalami gejala asma (sesak nafas, batuk kering, mengi)
secara terus menerus yaitu lebih dari 1 kali/hari
- Sering menunjukkan gejala malam
- Aktivitas fizik pasien adalah terbatas
6. Pengobatan apakah yang Anda peroleh dari dokter/konsultan 6.
medis Anda?
A. Obat inhaler/semprot
B. Obat tablet/sirup
7. Apakah jenis obat asma yang Anda gunakan? 7.
Obat inhaler/semprot:
A. Salbutamol (reliever - agonis beta-2) B. Terbutalin (reliever - agonis beta-2) C. Fenoterol (reliever - agonis beta-2) D. Prokaterol (reliever - agonis beta-2) E. Isoprenalin (reliever - agonis beta-2)
F. Ipratropium bromid (reliever– antikolinergik) G. Fluticason (controller– antihistamin)
Obat tablet/sirup
H. Montelukast tab (controller - antihistamin) I. Sirup Salbutamol (reliever - agonis beta-2)
J. Bukan salah satu di atas, sebutkan ………...
8. Seberapa sering Anda menggunakan obat semprot untuk 8.
melegakan pernafasan?
A. 3 kali atau lebih sehari
B. 1-2 kali sehari
C. 2-3 kali seminggu
D. 1 kali seminggu atau kurang
9. Seberapa sering Anda menggunakan obat tablet/sirup untuk 9.
melegakan pernafasan?
A. 3 kali atau lebih sehari
B. 1-2 kali sehari
C. 2-3 kali seminggu
PEMERIKSAAN KONDISI ORAL HIGIENE
Pemeriksaan Indeks Debris
16 11 26
46 31 36
Skor Kriteria
0
1
2
3
Tidak dijumpai debris atau stein
Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi
Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Jumlah skor
Pemeriksaan Indeks Kalkulus
16 11 26
46 31 36
Skor Kriteria
0
1
2
3
Tidak dijumpai kalkulus
Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum melewati
2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di sekeliling
servikal gigi atau kedua-duanya
Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau
kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya
Jumlah skor
Indeks Kalkulus (CI) = = = 4. Jumlah gigi yang diperiksa
OHIS = DI + CI
PEMERIKSAAN PENGALAMAN KARIES
Indeks DMFT
D = M = F = DMFT = 6.
Kriteria:
D = Gigi dengan karies yang belum ditambal.
Mi = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut.
M/e = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut.
F = Gigi dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.
0 = Gigi tidak ada kelainan/sehat.
-- = Gigi yang belum tumbuh.
X = Gigi yang tidak tumbuh.
7
6
5
4
3
2
1
1
2
3
4
5
6
7
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KUESIONER PERBEDAAN STATUS ORAL HIGIENE DAN PENGALAMAN KARIES PADA PENDERITA DAN BUKAN PENDERITA ASMA USIA 20-30
TAHUN DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
____________________________________________________________________ anemia, jantung koroner, aterosklerosis, Diabetes Melitus)?
A. Ya B. Tidak
*Bila pertanyaan No.1 dijawab ya, wawancara dihentikan.
2. Apakah Anda ada mengunjungi ke dokter gigi untuk 2. membersihkan karang gigi (scalling) dalam 6 bulan terakhir?
A. Ya B. Tidak
*Bila pertanyaan No.2 dijawab ya, wawancara dihentikan.
3. Apakah Anda memiliki kebiasaan merokok? 3. A. Ya
B. Tidak
*Bila pertanyaan No.3 dijawab ya, wawancara dihentikan. No:
PEMERIKSAAN KONDISI ORAL HIGIENE
Pemeriksaan Indeks Debris
16 11 26
46 31 36
Skor Kriteria
0
1
2
3
Tidak dijumpai debris atau stein
Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi
Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Jumlah skor