• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN GEOMETRI WORMHOLE PADA MATRIX ACIDIZING RESERVOIR KARBONAT Wormhole Geometry Modelling on Carbonate Matrix Acidizing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMODELAN GEOMETRI WORMHOLE PADA MATRIX ACIDIZING RESERVOIR KARBONAT Wormhole Geometry Modelling on Carbonate Matrix Acidizing"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

IATMI 2006-TS-25

PROSIDING, Simposium Nasional & Kongres IX Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2006 Hotel The Ritz Carlton Jakarta, 15-17 November 2006

PEMODELAN GEOMETRI WORMHOLE PADA MATRIX ACIDIZING

RESERVOIR KARBONAT

Wormhole Geometry Modelling on Carbonate Matrix Acidizing

Oleh :

Sudjati Rachmat*, Irvan Rahmawan*

Sari

Matrix Acidizing merupakan metode yang paling umum dilakukan untuk meningkatkan permeabilitas disekitar lubang bor yang mengalami formation damage. Reaksi asam yang sangat reaktif dan tidak stabil pada pengasaman batuan karbonat menyebabkan terbentuknya channel yang sangat konduktif yang sering disebut dengan “wormhole”.

Pertumbuhan wormhole dalam formasi karbonat diketahui sebagai suatu bentuk fraktal. Untuk mengetahui proses pertumbuhan wormhole maka dilakukan simulasi dengan menggunakan model Permeability Driven Fingering (PDF) yang dapat menggambarkan ketidakstabilan aliran yang disebabkan oleh lompatan permeabilitas antara interface wormhole dan matrix.

Berdasarkan model simulasi PDF, diperoleh nilai dimensi fraktal yang bervariasi antara 1.55 sampai dengan 1.79. Dengan nilai dimensi fraktal yang diperoleh, dilakukan perhitungan dengan menggunakan konsep equivalent hydraulic radius untuk mengetahui pengaruh dimensi fraktal dan permeablity contrast terhadap penurunan skin serta peningkatan Productivity Index.

Kata Kunci : wormhole, fraktal, PDF, equivalent hydraulic radius

Abstract

Matrix acidizing is the commonly method used to increase permeability arround wellbore caused by formation damage. High reactive acid and instability reaction in carbonate matrix acidizing can produce a highly conductive channel that usually called “wormhole”.

The wormhole growth in carbonate formation has been known as a fractal object. To learn about the process of wormhole propagation, the author make a simulation by using Permeability Driven Fingering Model which represent instability in acid flow caused by permeabiity fluctuation between matrix and wormhole interface. Based on this simulation model, we obtain the fractal dimension that vary from 1.55 to 1.79. With this fractal dimension, we make a simple calculation by using equivalent hydraulic radius concept to learn the impact of fractal dimension and permeabilty contrast on well performance.

keywords : wormhole, fractal, PDF, equivalent hydraulic radius

(2)

I. PENDAHULUAN

Produktivitas sumur yang menurun merupakan persoalan yang penting dalam industri perminyakan. Salah satu penyebabnya adalah formation damage yang dinyatakan sebagai efek skin, yaitu berkurangnya konduktivitas fluida di sekitar formasi akibat turunnya permeabilitas di sekitar sumur dari harga mula-mula di formasinya.

Untuk meningkatkan permeability disekitar lubang bor, umumnya dilakukan matrix acidizing, yaitu dengan menginjeksikan asam ke dalam reservoir dibawah tekanan rekahnya sehingga reaksi dapat menyebar secara radial. Efisiensi proses ini tergantung dari jenis asam yang digunakan, kondisi injeksi, struktur medium, fluid to solid mass transfer, dll.1

Laju kecepatan reaksi asam yang tinggi pada pengasaman matriks batuan karbonat, menyebabkan pola reaksi asam dengan karbonat tidak merata. Hasilnya adalah suatu channel yang sangat konduktif yang sering disebut sebagai “wormhole”. Pada wormhole, terjadi peningkatan permeabilitas yang sangat tinggi, sehingga untuk stimulasi yang efektif, terbentuknya wormhole akan sangat diharapkan.

Karena pola disolusi wormhole yang terbentuk selama proses pengasaman sangat bervariasi, maka diperlukan studi simulasi pertumbuhan wormhole untuk memperoleh pengetahuan tentang pola pengasaman yang optimal. Beberapa studi mengenai teori pertumbuhan wormhole telah direview oleh Fredd dan Miller. 2

Paper ini bertujuan mempelajari bentuk pertumbuhan geometri wormhole pada pengasaman matrix batuan karbonat (dalam bentuk tampilan citra/image, yang diketahui sebagai suatu bentuk fraktal)3 dengan menggunakan model Permeability Driven Fingering, dan mempelajari pengaruhnya terhadap peningkatan produksi guna memperoleh informasi yang lebih baik dalam melakukan proses stimulasi.

II. MODEL SIMULASI

Banyak sekali model telah dikembangkan untuk menjelaskan perbedaan aliran dan reaksi asam pada media berpori.2 Untuk mengambarkan

yaitu model mekanis, 4 stokastik, 5, 6 serta model

network. 5, 7

Pada awalnya model stokastik diperkenalkan oleh Daccord5 dengan melakukan percobaan pada plaster dan air. Lalu pada tahun 1992 Pichler dkk6 mengembangkan suatu model

stokastik yaitu Difussion Limited Agregation (DLA) yang menggambarkan pertumbuhan wormhole berdasarkan kinetika diffusion-limited Model tersebut memilki kekurangan, karena distribusi potensial yang sebenarnya tidak dihitung, hanya dianggap seolah-olah ada. Untuk mengatasinya maka dikembangkan model baru yaitu Dielectric Breakdown Model (DBM) dimana pertumbuhannya dikontrol oleh gradien potensial lokal dan sekitarnya.

Lebih lanjut, Pichler dkk6 mengembangkan

model DBM menjadi model Permeability Driven

Fingering (PDF) yang menggambarkan

ketidakstabilan yang disebabkan oleh lompatan permeabiliitas pada interface wormhole dan matrix. Selain itu, model PDF ini juga memperhitungkan adanya penyimpangan seperti anisotropi permeabilitas.

2.1. Model Permeability Driven Fingering

Pada pengasaman batuan karbonat, medan yang mengendalikan proses difusi adalah medan potensial F yang didefinisikan sebagai berikut :

(

. .

)

.

= k

t (1)

Solusi untuk keadaan steady state adalah :

0 2 2 2 2 = + y p k x p kx y (2)

Setelah dilakukan diskritisasi (Appendix A), maka persamaan difusi untuk 2 dimensi dapat dituliskan sebagai berikut :

(

)

S N E W j i S j i N j i E j i W j i k k k k P k P k P k P k P + + + + + + = , 1 ,+1 1, +1, , (3)

dimana kW, kE, kN, kS merupakan rata-rata permeabilitas harmonik pada arah Barat (ki,j dan

ki,j-1), Timur (ki,j dan ki,j+1), Utara (ki,j dan ki+1,j) dan Selatan (ki,j dan ki-1,j).

(3)

Dengan model ini, probabilitas pertumbuhan cluster akan dikendalikan oleh medan potensial yang sebenarnya. Pada keadaan awal, nilai permeabilitas untuk setiap grid diset pada range permeabilitas tertentu dengan random number, untuk menggambarkan penyimpangan seperti anisotropi permeabilitas. Kondisi batas dalam potensial diset dengan nilai F = 1 pada titik awal (F0,0) dan F = 0 pada batas luar (radius terluar

lingkaran). Kemudian distribusi potensial sebenarnya dihitung dengan menggunakan persamaan 3, dengan cara iterasi dengan nilai ketelitian tertentu, dan akan dihentikan bila nilai pressure errornya lebih kecil dari yang sudah ditentukan sebelumnya.

Probabilitas pertumbuhan wormhole dikontrol oleh medan potensial cluster itu sendiri secara bertahap, bisa juga dituliskan sebagai :

= n i i i HF HF Pr (4)

dimana . /I merupakan jumlah semua point/grid yang mungkin tumbuh. Penambahan cluster baru akan dipiilih secara acak dengan random number generator berdasarkan distribusi probabilitasnya.

Wormhole merepresentasikan zona dimana penurunan tekanannya dapat diabaikan, sehingga gradien potesial yang paling besar terjadi di front (antara permukaan cluster wormhole dengan formasi). Semakin jauh suatu titik dari lubang sumur, maka potensialnya semakin berkurang, sehingga daerah yang memiliki probabilitas pertumbuhan paling besar terletak pada bagian luar dari cluster, dan arah aliran akan dikontrol oleh finger tip terluar dari wormhole.

Dengan cara tersebut, model akan memperkirakan arah aliran yang cenderung menuju ke arah permeabilitas yang lebih tinggi dengan memperhitungkan adanya anisotropi permeabilitas. Untuk lebih jelas mengenai prosedur pertumbuhan wormhole, dapat kita lihat pada Appendix B.

Adapun asumsi yang digunakan pada model ini adalah :

• Permeabilitas relatif asam diabaikan.

• Lapisan yang distimulasi berupa lapisan tipis (karena berupa bentuk 2 Dimensi).

Terjadi pada keadaan difussion limited.

2.2. Fraktal dan Dimensi Fraktal

Pada awalnya konsep fraktal digunakan untuk menghitung panjang garis tepi pantai.8 Ternyata

konsep fraktal ini juga dapat digunakan untuk geometri lainnya yang ada di alam ini (seperti sungai, daun, pohon, dll.).

Pola disolusi acid yang diinjeksikan kedalam formasi karbonat diketahui sebagai suatu bentuk fraktal.3 Fraktal adalah bentuk yang terdiri dari bagian-bagian yang memiliki kemiripan dengan bentuk keseluruhannya dan tumbuh secara proportional sesuai dengan dimensi fraktalnya.8

Setiap objek fraktal memiliki dimensi fraktal yang nilainya konstan, dan tidak berpengaruh terhadap ukuran skalanya.

Untuk menentukan dimensi fraktal ( df ) kita perlu mengetahui banyaknya unit (N) dalam suatu radius tertentu (R), dapat juga dituliskan sbb :

( )

R Rdf

N (5)

Berdasarkan persamaan 5, banyaknya unit akan tumbuh dengan cara berbeda untuk setiap geometri (garis, bidang atau fraktal). Untuk sebuah garis, dimensinya adalah satu. Oleh karena itu jika radius observasinya dikalikan tiga, maka banyaknya unit akan dikalikan tiga juga. Untuk lingkaran, dimensinya adalah dua, sehingga jika radiusnya dikalian tiga, maka banyaknya unit akan dikalikan tiga pangkat dua. Untuk objek fraktal, jika radiusnya dikalikan tiga, maka jumlah unit akan meningkat sebanding dengan pangkat suatu faktor diantara dua nilai ekstrim. Misalnya untuk bentuk fraktal cluster 2D, nilainya bervariasi antara satu dan dua (contoh 1.64).

Dari persamaan 5 diatas, kita dapat menentukan dimensi fraktal dari suatu objek fraktal, yaitu dengan menghitung slope dari plot antara ln N(R) dan ln R.

( )

R R N d R f ln ln lim = (6)

dimana N(R) adalah jumlah unit yang tumbuh dalam suatu radius (R) tertentu.

(4)

III. PENGARUH PERMEABILITY CONTRAST

Perbedaan nilai permeability contrast yang terjadi selama pertumbuhan wormhole, terbukti memiliki pengaruh yang besar pada pola geometri wormhole itu sendiri. Gambar 2a, 2b dan 2c, menunjukkan pengaruh tersebut untuk masing-masing nilai k/ksyaitu 1:1, 5:1, dan 10:1

pada range ks= 10 md.

Pada nilai permeability contrast yang lebih kecil yaitu 1:1, memiliki bentuk yang relative bundar (tidak terbentuk banyak wormhole) karena asam menyebar secara merata dan tidak terlalu memperbaiki nilai permeabilitas. Bentuk yang diperoleh memiliki dimensi fraktal yang nilainya 1.79 (mendekati 2). Bentuk seperti ini biasanya dapat kita temukan pada pengasaman di formasi sandstone, dimana batuan terlarut secara compact

dissolution. Pada permeability contrast yang

lebih besar (5:1 dan 10:1), terbentuk wormhole dengan jumlah yang cukup banyak dan memiliki nilai dimensi fraktal yang berkisar antara 1.65 dan 1.62.

Pada kasus yang lebih ekstrim, yaitu dengan permeability contrast bernilai 50 dan 100 serta permeabilitas awal yang ekstrim (100 – 1000) akan menghasilkan wormhole yang lebih lebar, serta lebih dominant dengan dimensi fraktal sampai 1.55 (Gambar 3 dan Gambar 4). Hal ini terjadi karena fluktuasi antara interface wormhole cluster dengan matrix di sekitarnya sangat bergantung pada lompatan permeabilitas di interface. Jika fluktuasi tersebut berkurang, maka percabangan wormhole akan semakin berkurang, atau dengan kata lain medan potensial secara keseluruhan mempengaruhi efek percabangan pada wormhole dengan berkurangnya permeability contrast antara wormhole cluster dengan formasi.

Adanya anisotropi permeabilitas yaitu distribusi permeabilitas pada keadaan awal secara random, akan memberikan bentuk yang berbeda-beda untuk setiap kali running.

Nilai dimensi fraktal selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Tabel 1) :

Tabel 1 – Nilai dimensi fraktal

k/ks PR = 10 PR = 50 PR = 100 PR = 1000 1 1.7926 1.7384 1.7141 1.7726 5 1.657 1.682 1.643 1.6778 10 1.6374 1.6775 1.6242 1.6608 50 1.6305 1.5839 1.6151 1.5516 100 1.5957 1.5831 1.6014 1.5598

IV. EQUIVALENT HYDRAULIC RADIUS

Berdasarkan model kuantitatif yang dilakukan oleh Daccord,3,5 diketahui bahwa radius fraktal

cluster yang diperoleh dari percobaannya bukan merupakan radius tip terluar dari wormhole, rWH,

tetapi merupakan equivalent hydraulic radius, req,

yang merepresentasikan zona dimana penurunan tekanannya dapat diabaikan.

Berdasarkan teori ini, maka zona disekitar lubang bor dapat dibagi menjadi tiga zona (Gambar 1), yaitu :

1. Zona terstimulasi, dimana terbentuk permeabilitas baru.

2. Zona transisi.

3. Zona diluar daerah stimulasi, dimana tekanan terdistribusi secara radial sesuai dengan hukum darcy.

Equivalent hydraulic radius merupakan fungsi dari dimensi fraktal. Hubungan antara dimensi fraktal dengan radius daerah observasi dapat ditulis sebagai berikut:

df Pe ac inj acid df w eq df b N N L V r r 1 3 1 2 + = (7)

dimana Nac adalah acid capacity number,9 b adalah konstanta yang diperoleh dari percobaan,5 dan NPe yaitu Peclet Number,5 yang merepresentasikan ratio kecepatan konveksi (i/Linj rW) dengan kecepatan difusi (D/rw) untuk aliran radial.

(5)

Gambar 1. Pembagian Zona Partial Stimulation Dengan mengetahui dimensi fraktal dari wormhole yang terbentuk, maka jarak penetrasi asam yang efektif untuk sejumlah volume acid tertentu dapat kita ketahui.

Persamaan 7 dapat diaplikasikan dengan asumsi :

• asam tidak bereaksi dengan zat ikutan / produk reaksi (hanya bereaksi dengan batuan karbonat)

• konsentrasi asam relatif konstan

• laju injeksi asam konstan

• tidak terjadi fluid loss

V. STUDI POST-TREATMENT SKIN EFFECT dan PRODUCTIVITY INDEX

Konsep equivalent hydraulic radius dapat digunakan untuk menggambarkan post-treatment skin effect pada tiga zona yang berbeda , yaitu : 1. Zona yang distimulasi,

(rWM r M req) N p = konstan.

2. Zona yang damage, (req M r M rs) N Darcy’s Law

3. Zona formasi asli,

(req M r M re) N Darcy’s Law

Untuk kasus tiga zona, dimana terjadi stimulasi secara parsial, post-treatment skin effect dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut ini : w s eq s s r r r r k k s= ln ln , req M rs (8)

dimana k/ks merupakan permeability contrast,

yaitu perbandingan nilai permeabilitas setelah pengasaman dan sebelum pengasaman, dan rs

adalah radius penetrasi skin.

Tabel 2 – Data Sumur, Reservoir, dan Stimulasi

re(ft) 1500 rw(ft) 0.328 (7 7/8” well) rs(ft) 3.5 h (ft) 50 Ø 0.15 k/ks 5, 10, 50 I (bbl/min) 1 Cacid (mol/L) 4.1

8min/Mmin (mol/L) 8.64

D (cm2/sec) 10 -5

9 (calcite) 2

df 1.65

b (m df - 2) 1.7 × 10 4

Sedangkan pada kasus dua zona, yaitu jika radius wormhole lebih besar dari radius damage, maka formulasinya sbb :

1. Zona yang distimulasi, (rWM r M req) N p = konstan.

2. Zona formasi original, (req M r M re) N Darcy’s Law

sehingga post-treatment skin effect dapat dituliskan sbb : = w eq r r s ln , rsM req (9)

Dengan mengaplikasikan equivalent hydraulic radius pada persamaan 8 dan 9, kita dapat membuat plot untuk melihat pengaruh beberapa faktor (seperti permeability contrast dan dimensi fraktal) terhadap skin effect (Gambar 5 & 6), serta pengaruhnya terhadap peningkatan PI (Gambar 7).

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data sumur dan reservoir pada Tabel 2 dengan mengasumsikan stimulasi dilakukan sepanjang ketebalan formasi sumur vertikal tersebut. Dari plot tersebut (Gambar 5), jelas terlihat bahwa dengan penambahan volume acid pada nilai permeability contrast yang besar akan memberikan penurunan skin yang besar. Perubahan yang ekstrim juga terlihat pada peningkatan Productivity Index dengan nilai Permeability contrast yang besar (Gambar 7). Dari gambar 6, dapat kita ketahui bahwa semakin kecil nilai dimensi fraktal yang terbentuk akan memberikan pengaruh yang lebih baik pada penurunan skin. Hal ini disebabkan karena nilai

(6)

dimensi fraktal yang kecil memiliki bentuk wormhole yang lebih panjang dan bercabang, sehingga mampu menembus zona damage.

-5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0 200 400 600 800 1000 V, gal s k/ks = 5 k/ks = 10 k/ks = 50

Gambar 5. Pengaruh Permeability Ratio pada Post Treatment Skin Effect

-3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 200 400 600 800 1000 V, gal s df = 1.55 df = 1.62 df = 1.65 df = 1.79

Gambar 6. Pengaruh Dimensi Fraktal pada Post Treatment Skin Effect.

0 5 10 15 20 25 30 0 200 400 600 800 1000 V acid (gal) Ji /J s k/ks = 5 k/ks = 10 k/ks = 50

Gambar 7. Pengaruh Permeabiliity Ratio pada PI Ratio.

VI. KESIMPULAN

1. Model Permeability Driven Fingering dapat digunakan untuk mensimulasikan pertumbuhan wormhole pada pengasaman matriks batuan karbonat.

2. Adanya anisotropi permeabiliitas yang diaplikasikan pada model ini dapat mempengaruhi pembentukan pola wormhole yang berbeda-beda.

3. Nilai permeabilitas contrast mempengaruhi pembentukan pola wormhole, hal ini disebabkan karena adanya lompatan permeabilitas yang ekstrim antara interface wormhole dengan matrix.

4. Nilai dimensi fraktal yang diperoleh bervariasi sebesar 1.55 (untuk pola wormhole yang sangat bercabang) sampai 1.79 (untuk struktur yang kompak).

5. Nilai permeabilitas contrast yang tinggi (50:1 dan 100:1) dan dimensi fraktal yang kecil, menghasilkan peningkatan PI yang baik (lebih dari 5 kali lipat) dan penurunan skin yg besar (S < -3).

DAFTAR SIMBOL

b = Konstanta (Daccord), 1.7 × 10 4mdf - 2

Cacid = konsentrasi asam, mol/L

df = dimensi fraktal, dimensionless

D = konstanta difusi, cm2/sec

h = Ketebalan formasi, ft i = rate injeksi, bbl/min Ji = PI sumur setelah stimulasi

Js = PI sumur sebelum stimulasi

k = permeabilitas, md

ki = permeabilitas zona stimulasi, md

ks = permeabilitas zona damage, md

Linj = panjang interval stimulasi, ft

Mmin = berat molekul mineral, lbm/mol

n = jumlah total segment

N(R) = banyaknya unit pada suatu radius Nac = Acid capacity number, dimensionless

NPe = Peclet number, dimensionless

p = tekanan, psi

Pr = Probabilitas, dimensionless re = radius pengurasan, ft

req = Equivalent hydraulic radius, ft

rs = radius skin, ft

rw = radius sumur, ft

rWH = radius wormhole, ft

s = Skin factor, dimensionless t = waktu, sec

Vacid = Volume asam, gal

Huruf Yunani

< = potensial, dimensionless

9 = konstanta stokiometri, dimensionless 8Min = Densitas dissolved mineral, lbm/ft3

(7)

Subscript E = Arah timur N = Arah utara S = Arah selatan W = Arah barat X

=

Arah X Y = Arah Y DAFTAR PUSTAKA

1. Fredd, C.N., dan Fogler, H.S., : ”Optimum Conditions for Wormhole Formation in Carbonate Porous Media : Influence of Transport and Reaction,” SPEJ (Sep 1999). 2. Fredd, C.N. dan Miller, M.J. : “Validation of

Carbonate Stimulation Matrix Models,” paper SPE 58713, Lousiana, 23-24 February 2000. 3. Daccord, G. : “Chemical Dissolution of a

Porous Medium by a Reactive Fluid,” Physical Review Letters (Feb. 1987) 58, No. 5, 479.

4. Hung, K.M., Hill, A.D., dan Sepehrnoori : ” A Mechanistic Model in Wormhole Growth in Carbonate Acidizing and Acid Fracturing,” JPT (Jan 1989) 59; Trans, AIME, 287. 5. Daccord, G. , Touboul, E,. dan Lenormard, R.

: “Carbonate Acidizing : Toward a Quantitive Model of The

Wormholing Phenomenon,”

SPEPE (Feb.1989) 63; AIME, 287.

6. Pichler, T., Frick, T.P. dan Economides, M.J. : “Stochastic Model of Wormhole Growth in Carbonate Acidizing With Biased Randomness,” paper

SPE 25004, 1992.

7. Hoefner, M.L., dan Fogler, H.S., : ”Reaction Rate vs Transport Limited Dissolution During Carbonate Matrix Acidizing : Application of Network Model,” paper SPE

15573, 5-8 Oktober 1986.

8. Feder, J., : “Fractals” Plenum Press., New York, 1988.

9. Hekim, Y., Fogler, H.S., dan McCune, C.C. : “The Radial Movements of Permeability Fronts and Multiple Reaction Zones in Porous Media,”

(8)

(a) (b) (c) Gambar 2. Hasil simulasi untuk range permeability awal 10 md

(a) permeability contrast 1 : 1, (b) permeability contrast 5 : 1, (c) permeability contrast 10 : 1

(a) (b)

Gambar 3. Hasil simulasi untuk range permeability awal 100 md (a) permeability contrast 50 : 1, (b) permeability contrast 100 : 1

(a) (b)

Gambar 3. Hasil simulasi untuk range permeability awal 1000 md (a) permeability contrast 50 : 1, (b) permeability contrast 100 : 1

(9)

APPENDIX A – Diskritisasi Persamaan Difusi 2 Dimensi

Persamaan difusi didefinisikan sebagai :

(

)

= . k.

t (A-1)

untuk 2 dimensi dapat ditulis menjadi :

( ) 2 2 2 2 2 , 2 y k x k t x y y x = + (A–2)

Berdasarkan persamaan Laplace, medan potensial dituliskan sbb :

0

2 =

= (A–3)

sehingga persamaan A-2 menjadi : 0 2 2 2 2 = + y k x kx y (A–4)

Persamaan A-4 didiskritisasi menggunakan finite difference, dengan menggunakan deret Taylor.

Gambar 8. Ukuran grid seragam

Untuk arah-x, dimana dx merupakan ukuran grid yang seragam (Gambar 8) deret Taylornya :

(

x +dx,y

)

= (x,y)+ dx. x(x,y)+ ... ) , ( 6 1 ) , ( 2 1dx2 x y + dx3 x y + xxx xx (A-5) dan

(

x dx,y

)

= (x,y) dx. x(x,y)+ ... ) , ( 6 1 ) , ( 2 1dx2 x y dx3 x y + xxx xx (A-6)

Karena nilai dx dianggap kecil, maka nilai dx2 dan dx3 dapat diabaikan. Sehingga dengan mengeliminasi persamaan A-5 dan A-6 maka diperoleh turunan pertamanya :

(

x+dx,y

)

(

x dx,y

)

=2.dx. x(x,y)

(

) (

)

dx y dx x y dx x y x x . 2 , , ) , ( = + (A-7)

Dengan menjumlahkan persamaan A-5 dan A-6 maka dapat diperoleh turunan keduanya :

(

x dx,y

) (

x dx,y

)

2. (x,y) dx2 (x,y) xx + = + +

(

) (

)

2 ) , ( . 2 , , ) , ( dx y x y dx x y dx x y x xx + + = (A-8)

Dengan cara yang sama untuk arah-y maka diperoleh :

(

) (

)

2 ) , ( . 2 , , ) , ( dy y x dy y x dy y x y x yy + + = (A-9)

Substitusi persamaan diatas ke persamaan A-4 :

(

) (

)

(

,

) (

,

)

2. ( , ) 0 ) , ( . 2 , , 2 2 = + + + + + dx y x y dx x y dx x dy y x dy y x dy y x atau

(

) (

) (

) (

)

4 , , , , ) , (xy = x+dxy+ x dxy+ xy+dy+ xy dy (A-10) dx dan dy dapat dianggap satu dan untuk menyesuaikan notasi grid x, dan y dirubah menjadi i dan j. Karena setiap cluster memilki nilai permeabilitas yang berbeda-beda, maka persamaan tersebut menjadi :

(

)

S N E W j i S j i N j i E j i W j i k k k k k k k k + + + + + + = , 1 ,+1 1, +1, , (A-11)

dimana kW, kE, kN, kS merupakan rata-rata

permeabilitas harmonik pada arah Barat (ki,j dan ki,j-1), Timur (ki,j dan ki,j+1), Utara (ki,j dan ki+1,j) dan Selatan (ki,j dan ki-1,j).

i-1 i i+1

(10)

Appendix B - Flowchart Program

tidak

ya

tidak

ya

ulangi prosedur

start Input data :

k/ks, permeability range, pressure error

Beri nilai random k pada setiap grid, dan set kondisi batas :

F(0,0) = 1, F(i,j) = 0

Hitung potensial (P(i,j)) setiap grid :

(

)

S N E W j i S j i N j i E j i W j i k k k k P k P k P k P k P + + + + + + = , 1 , +1 1, +1, ,

Hitung pressure error | P(i,j) -P(i,j) | M err

Hitung WP

Hitung probabilitas cluster Pr = WP / X WP

Set random number (ran)

Pr mendekati Ran: | Pr – ran | M 0.001 Cluster tumbuh : knew = ks× k/ks F(i,j) = 1 finish

Gambar

Tabel 2 –  Data Sumur, Reservoir, dan Stimulasi
Gambar 5. Pengaruh Permeability Ratio pada  Post Treatment Skin Effect
Gambar 3. Hasil simulasi untuk range permeability awal 100 md  (a) permeability contrast 50 : 1, (b) permeability contrast 100 : 1

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, penelitian ini juga akan menjelaskan motif sebab ( because motive ) dan motif tujuan ( in order to motive ) yang melatar belakangi keluarga

Dengan program pelatihan yang intensif dan berkesinambungan, guru-guru bahasa Inggris di berbagai satuan pendidikan di Gowa memiliki kemampuan dasar berbahasa yang

Hal ini sesuai dengan teori bahwa biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi verbal akan terstimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan respons, pemberian

Untuk menciptakan situasi dan kondisi sekolah yang kondusif bagi pengintegrasian pendidikan nilai juga didukung oleh tenaga pembina yang secara terus menerus

Metode demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi, atau benda tertentu, baik

skor yang berada di bawah nilai batas tingkat aktivitas politik, yaitu 40, sehingga para subjek yang menjadi pengurus organisasi kemahasiswaan replikasi pemerintahan,

[r]

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan Kemampuan Teknikal perawat dalam pelaksanaan oral hygiene pada penderita stroke hal ini di