• Tidak ada hasil yang ditemukan

WILAYAH KALIMANTAN BARAT AREA PENGATUR DISTRIBUSI DAN PENYALURAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WILAYAH KALIMANTAN BARAT AREA PENGATUR DISTRIBUSI DAN PENYALURAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

WILAYAH KALIMANTAN BARAT

AREA PENGATUR DISTRIBUSI DAN

PENYALURAN

TELAAHAN STAF

NAMA

: WARSONO

NIP

: 8002011C

JABATAN : SPV. PROTEKSI DAN METERING

JUDUL

: SOLUSI GANGGUAN CROSS COUNTRY FAULT

PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV ANTARA

GI. SIANTAN - GI. SEI. RAYA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Solusi Gangguan Cross Country Fault Pada Saluran Transmisi 150 kV antara GI. Siantan – GI. Sei. Raya. NAMA : Warsono

NIP : 8002011C

JABATAN : Spv. Proteksi dan Metering

Menyetujui Mentor

Manajer APDP Kalbar

Ricky Cahya Andrian NIP : 7905009F Pontianak, 24 Oktober 2013 Siswa OJT Warsono NIP : 8002011C Mengetahui, Manager bidang SDM PT.PLN(Persero) wilayah Kalimantan Barat Hikmat Setiawan NIP: 6695125B Manager PT.PLN(Persero) Manajer APDP Kalbar

Ricky Cahya Andrian NIP: 7905009F

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Alah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan telaahan staf dengan judul “Solusi Gangguan Cross Country Fault Pada Saluran Transmisi 150 kV antara GI. Siantan - GI. Sei. Raya.” Sebagai evaluasi terhadap kegiatan on the job training di PT.PLN(Persero) Area Pengatur Distribusi Dan Penyaluran

Pelaksanaa OJT yang saya lakukan Alhamdulillah berjalan dengan baik dan lancar berkat dukungan dari segenap pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebanyak banyaknya kapada :

1. Orang tua dan keluarga besar serta orang-orang tercinta.

2. Bapak Ricky Cahya Andrian selaku Manager APDP Kalbar

3. Bapak Avianda Edwin selaku Asmen Scadatel Proteksi dan metering.

4. Seluruh rekan-rekan bagian sadatel proteksi dan metering

5. Seluruh pegawai PLN APDP Kalbar

6. Semua pihak internal maupun external yang ikut serta membantu dalam pelaksanaan OJT baik secara langsung maupun tidak langsung

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna dikarenakan oleh keterbatasan ilmu yang dimiliki oleh penulis.Kritik dan saran sangat di harapkan penulis demi kesempurnaan telaahan staf ini agar bermanfaat bagi penulis maupun perusahaan. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekeliruan yang mungkin terdapat dalam penulisan ini.semoga penulisan telaahan staf ini dapat bermanfaat.

Pontianak, Oktober 2013

Penulis

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

I. LATAR BELAKANG ... 1

II. PERMASALAHAN ... 3

III. PERSOALAN ... 5

IV. PRA ANGGAPAN ... 7

V. FAKTA YANG MEMPENGARUHI ... 13

VI. PEMBAHASAN ... 16

VII. KESIMPULAN ... 22

VIII. TINDAKAN YANG DISARANAN ... 23

REFERENSI

(5)

ABSTRAK

Sebagai pemilik dan pengelola jasa penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, PLN dituntut oleh stakeholder ketenagalistrikan untuk menyediakan pelayanan dengan tingkat ketersediaan (availability) yang memadai. Dalam praktiknya gangguan pada Sistim Tenaga Listrik (STL) tidak bisa dihindari, walau demikian upaya untuk meminimalisasi gangguan dan menjaga peningkatan factor ketersedian harus tetap dilakukan.

Gangguan di sistem kelistrikan Kalimantan Barat area Pontianak salah satunya adalah gangguan pada saluran transmisi tegangan tinggi 150 kV, yang diakibatkan penggunaan kawat layangan oleh masyarakat. Gangguan kawat layangan yang mengenai satu jaringan transmisi saja tentu tidak terlalu berdampak besar terhadap keandalan sistem, namun jika gangguan itu mengenai dua penghantar transmisi atau dikenal dengan cross country fault, karena kawat yang digunakan sangat panjang, tentunya dampak terhadap sistem sangat besar. Pengaman utama rele distance tidak dapat membaca gangguan dengan tepat, pada akhirnya pengaman Backup Over Current bekerja dan sistem Pontianak terpisah menjadua Island (pulau). Pada kondisi tersebut gangguan menjadi meluas bahkan bisa mengakibatkan salah satu pulau (island) padam.

Menghadapi kondisi tersebut, maka telah diterapkan pada pengaman utama rele distance, sebuah modifikasi sistem Logic pada rele distance. Penambahan logic tersebut merupaan satu-satunya cara yang ditemukan melalui pemikiran yang panjang, dan sudah terbukti dapat mengatasi gangguan dan sangat membantu keandalan sistem Pontianak.

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1 Zona pengamanan distance rele ... 11

Gambar 6.1 Tower Latice 150 kV circuit ganda ... 13

Gambar 6.2 Rekaman distance rele line 1 Sera Siantan ... 14

Gambar 6.3 Rekaman distance rele line 2 Sera Siantan ... 15

Gambar 7.1 Tegangan dan arus gangguan Line1 dan Siantan Sei Raya .... 17

Gambar 7.2 Impedansi Locus fasa R (Line 2 Sera Siantan) ... 18

Gambar 7.3 Impedansi Locus fasa S (Line 2 Sera Siantan) ... 19

Gambar 7.4 Impedansi Locus fasa RS (Line 2 Sera Siantan) ... 19

Gambar 7.5 Penambahan internal logic PLC rele distance Toshiba GRZ 100 ... 21

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 6.1 Data gangguan cross country sistem kalbar ... 14 Tabel 7.1 Pengukuran impedansi distance rele ... 17

(8)

BAB 1

LATAR BELAKANG

Saat ini listrik merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat, dunia usaha, industri dan sebagianya. Sebagai pemilik dan pengelola jasa penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, PLN dituntut oleh stakeholder ketenagalistrikan untuk menyediakan pelayanan dengan baik, oleh karena itu upaya-upaya untuk selalu meningkatkan factor ketersediaan (availability) energi listrik harus terus dilakukan.

Pertumbuhan pelanggan rumah tangga dan industri yang terjadi setiap hari menyebabkan PLN harus terus berupaya melakukan investasi penambahan pembangkit, transmisi dan distribusi. Hal ini tentu mengakibatkan semakin kompleksnya instalasi sistim tenaga listrik. Peningkatan jumlah peralatan pembangkit dan perlatan penyaluran energi listrik tentu mengakibatkan frekuensi ganguan juga akan semakin tinggi.

Padamnya aliran listrik kepelanggan sistem Khatulistiwa dibedakan menjadi dua yaitu pemadaman terencana (Planned Interruption/scheduled

interruption) dan yang tidak terencana. Padam terencana diakibatkan neraca daya

sistim pembangkit mengalami defisit, daya mampu kurang dari beban puncak atau terdapat pembangkit yang mengalami pemeliharaan atau gangguan (outage) serta akibat adanya pemeliharaan jaringan. Pemadaman yang tidak terencana (Unplanned Interruption), yaitu akibat gangguan pada jaringan distribusi, yang mengakibatkan bekerjanya sistem pengaman distribusi. Ganguan sistem distribusi dapat disebabkan jaringn terkena pohon, jumper clam putus, jaringan terkena kawat layangan dll. Pada sistem transmisi 150 kV gangguan juga sering terjadi. Gangguan itu disebabkan antara lain akibat saluran transmisi terkena pohon (Controlable) dan saluran transmisi terkena (bahan konduktif) akibat penggunaan kawat layangan oleh masyarakat (Uncontrolable)

(9)

Kondisi gangguan yang bersifat Uncontrolable, dimana kejadian tidak dapat diperkirakan waktu dan lokasi gangguan, maka agar kontinuitas penyaluran tenaga listrik tidak terganggu, peran sistem protesi yang baik dan andal, dapat meresponse gangguan dengan cepat dan selektif menjadi suatu keharusan. Ketika faktor tersebut tidak terpenuhi maka yang terjadi adalah, gangguan meluas, pemadaman semakin banyak atau bahkan padam total (Black Out) bahkan dapat mengakibatan kerusakan pada paralatan instalasi.

(10)

BAB II PERMASALAHAN

Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik, kita harus harus

mengoptimalkan dan memastikan energi yang tersalur berjalan dengan baik dan handal untuk mengurangi kerugian yang di alami oleh PLN dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Namun dalam kenyataanya PLN masih di hadapkan dengan beberapa permasalahan akibat belum sempurnanya penyaluran energi listrik, di antaranya :

1. Neraca daya defisit

Kesiapan pembangkit sangat menentukan kontinuitas pelayanan listrik kepada pelanggan, berkurangnya daya mampu menyebabkan unit pengatur beban harus melakukan Manual load sheading (MLS). Kondisi ini kadang terjadi pada saat beban puncak. Neraca daya defisit disebabkan adanya pemeliharaan dan gangguan pembangkit, dan juga derating akibat pembangkit yang sudah berumur. Pemeliharaan mesin pembangkit harus dilakukan untuk mengganti komponen-komponen mesin yang telah mencapai live timenya, pemeliharaan rutin atau periodic juga bertujuan menjaga kondisi mesin selalu dalam kondisi optimal.

2. Gangguan saluran transmisi

Saluran transmisi tegangan 150 kV disistem Khatulistiwa memegang peranan yang penting. Selain menghubungkan beberapa gardu induk, transmisi juga berfungsi menghubungkan beberapa sub unit pembangkit atau PLTD. Saluran transmisi disistem Khatulistiwa menggunakan double circuit namun masih terkonfigurasi secara radial , hal ini yang menyebabkan tingkat keandalan sistem transmisi masih rendah. Frekuensi gangguan transmisi yang sangat tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi SDM yang menangani sistem proteksi. Peningkatan selektifitas rele proteksi terutama rele pengaman utama (Distance Rele) saluran transmisi harus terus dilakukan untuk tetap menjaga kontinuitas penyaluran.

(11)

3. Gangguan sistem distribusi

Gangguan sistem distribusi sulit selalu ada dalam pendistribusian tenaga listrik, baik itu pada Saluran Kabel tegangan Menengah (SKTM) atau pada Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM). Ganguan pada sistem distribusi antara lain disebabkan jaringan terkena pohon, jaringan SUTM putus akibat kualitas sambungan yang kurang baik, gangguan pada arrester, penggunaan material yang tidak baik, atau pada SKTM biasa diakibatkan kabel tanah terkena benturan benda keras seperti alat berat atau terkena cangkul.

(12)

BAB III PERSOALAN

Beberapa permasalahan yang menyangkut terhentinya pelayanan tenaga listrik diatas pada bab II, yang memerlukan penangan khusus adalah gangguan pada sistem saluran transmisi tegangan tinggi 150 kV, hal ini dikarenakan saluran transmisi memiliki peranan yang vital di system kelistrikan Kalimantan Barat khususnya sistem Khatulistiwa.

Konfigurasi saluran transmisi yang masih radial untuk menghubungkan beberapa gardu induk tentunya masih menjadi permasalahan menyangkut keandalan. Terputusnya saluran transmisi antara satu gardu induk saja dapat mengakibatkan sistem menjadi tidak stabil. Idealnya saluran transmisi harus dikonfigurasi secara loop, sehingga gangguan double circuit pada salah satu saluran sistem interkoneksi masih dapat melewati saluran yang lain. Namun untuk melakukan hal tersebut tentunya memerlukan investasi yang sangat besar.

Pengaman utama saluran transmisi dalam operasinya diharapkan selalu berhasil mengamankan setiap terjadi gangguan, namun pada kenyataan untuk mencapai tingkat keberhasilan 100 persen sangat sulit, apalagi jumlah frekuensi gangguan yang sangat tinggi. Kegagalan sistem proteksi utama distance rele dapat disebabkan salah satunya adalah kesalahan pembacaan impedansi gangguan, pada kondisi ini pengaman cadangan atau backup yaitu rele Over Current (OCR) yang selanjutnya bekerja mengamankan saluran tranmisi, hal ini tentunya menyebabkan

clearing time menjadi lama, akibatnya sistem menjadi tidak stabil (terjadi ayunan

kuat). Pada fenomena tertentu terkadang karakteristik gangguan dapat menyebaban rele OCR harus mengamankan double circuit, hal ini disebabkan rele OCR membaca gangguan hingga harus segera diamankan. Tripnya saluran double circuit menyebabkan saluran interkoneksi terputus, sistem semakin tidak stabil karena ada salah satu Area yang kekurangan pasokan daya pembangkit dan ada yang kelebihan. Untuk Area yang kekurangan daya tentunya harus melepas beban untuk mengembalikan frekuensi sistem ke nilai nominal yaitu 50 Hz, dan untuk

(13)

Area yang kelebihan pembangkit di sub sistem tersebut harus mampu menurunkan frekuensi sistem melalui pengaturan governor.

Bekerjanya circuit breaker pembangkit dapat mengakibatan terjadi penurunan frekuensi sistem, Jika kondisi sistem semakin buruk dapat menyebabkan terbentuknya island tiap sub sistem atau bahkan padam total (Black

Out). Kondisi saat ini, penyebab gangguan tranmisi 150 kV disistem khatulistiwa

didominasi oleh kawat layangan, hal ini dibuktikan dengan :

- Rekaman peralatan Digital Fault Recorder (DFR), dimana impedansi gangguan bersifat solid (low impedance) dan level tegangan dan arus gangguan sangat besar

- Gangguan terjadi pada sore hari dimana masyarakat sedang bermain layangan

- Cuaca saat terjadi gangguan sangat cerah, tentunya sangat kecil kemungkinan ada petir.

Unjuk kerja sistem proteksi pengaman saluran utama saluran transmisi saat ini sangat baik. Untuk gangguan kawat layangan yang mengenai saluran transmisi baik itu single line to groud (SLG) maupun gangguan fasa-fasa. Selama gangguan itu hanya mengenai satu Line transmisi, sistem proteksi distance rele selalu berhasil mengamankan dengan baik, total clearing time sangat cepat yaitu antara 60-80 mili second, pemutus Tenaga (PMT) berhasil reclose kembali (AR Succes). Kinerja proteksi sistem Khatulistiwa untuk Index pencapaian Autoreclose success (AR Index) diatas 97 %.

Namun yang menjadi masala adalah ketika kawat layangan demikian panjang dan mengenai dua saluran transmisi dengan fasa yang berbeda atau disebut dengan Cross Country Fault, hal ini yang menjadi persoalan terhadap unjuk kerja rele distance. Rele distance tidak membaca zone daerah (zone) gangguan, akibatnya pengaman OCR yang bertugas mengamankan gangguan. Bekerjanya rele backup OCR di setiap circuit mengakibatkan sistem interkoneksi terpisah.

(14)

Data gangguan Cross Country Fault yang pernah terjadi dan terekam pada tahun 2012 adalah sebanyak tiga kali sedangkan tahun 2013 sebanyak 4 kali, dan untuk kondisi tersebut sistem mengalami pemadaman yang meluas, lebih 40 % beban sistem padam. Gangguan Cross Country Fault disistem 150 kV mungkin merupakan sesuatu yang jarang didengar oleh para ahli proteksi, bahkan seandainya disampaikan tentu mereka tidak akan percaya. Memang sistem kalbar memiliki permasalahan yang luar biasa untuk gangguan transmisi. Gangguan

Cross Country Fault kemungkinan untuk terjadi lagi tetap ada, hal ini dikarenakan

belum ditemukan solusi yang tepat untuk melarang masyaraat bermain layangan menggunakan kawat. Usaha yang dapat dilakukan saat ini oleh PLN Kalimantan Barat adalah dengan mengintensifkan razia laying-layang.

Segala upaya telah dilakukan untuk mengamankan sistem terhadap gangguan Cross Country Fault, namun dari beberapa cara yang dilakukan dan dicoba ternyata masih belum berhasil mengamankan sistem dengan baik. Barulah ditemukan sebuah solusi yang tepat yaitu dengan menambahkan logic PLC pada rele distance untuk membaca gangguan Cross Country Fault .

(15)

BAB IV PRA ANGGAPAN

5.1 Fungsi Rele Distance

Distance rele memegang peranan yang penting pada pengoperasian saluran transmisi. Distance rele harus dapat mengamankan gangguan yang terjadi dengan cepat dan selektif atau bekerja sesuai daerah kerjanya. Kegagalan rele distance sangat membahayakan sistem dan peralatan. Distance rele digunakan sebagai pengaman utama (main protection) baik SUTT maupun SUTET dan sebagai cadangan atau backup untuk seksi didepan atau saluran transmisi berikutnya. Saluran transmisi dibagi menjadi beberapa daerah cakupan pengamanan yaitu Zone-1, Zone-2, dan Zone-3, serta dilengkapi juga dengan teleproteksi (TP) sebagai upaya agar proteksi bekerja selalu cepat dan selektif didalam daerah pengamanannya.

5.2 Prinsip Dasar Pengukuran Rele Distance

Pada suatu gardu induk, tidak bisa mengukur impedansi saluran transmisi yang menghubungkan GI tersebut dengan GI lainya. Namun dengan menggunakan Hukum Ohm dimana :

V = I x Z ... (1) Dimana ;

V = Level tegangan saat gangguan, diperoleh dari pengukuran VT

I = Level arus gangguan yang mengalir diperoleh dari pengukuran CT

Dengan diperoleh nilai pengukuran tegangan dan arus maka dapat diperoleh harga impedansi gangguan atau impedansi saluran transmisi yaitu :

Z = V / I ... (2) Dimana ;

(16)

5.2.1 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa

Pada saat terjadi gangguan tiga fasa yang simetris, maka amplitudo tegangan fasa VR,VS,VT turun, namun beda fasanya tetap 120 derajat. Impedansi yang diukur rele distance pada saat terjadi gangguan hubung singkat tiga fasa adalah sebagai berikut:

Vrele = VR

Irele = IR

ZR = VR / IR ... (3)

Dimana,

ZR = impedansi terbaca oleh rele

VR = Tegangan fasa ke netral

IR = Arus fasa

5.2.2 Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa

Untuk mengukur impedansi pada saat terjadi gangguan hubung singkat dua fasa, tegangan yang masuk ke komparator rele adalah tegangan fasa yang terganggu, sedangkan arusnya adalah selisih (secara vektor) arus-arus yang terganggu. Misalkan terjadi hubung singkat antara fasa S dan T , maka pengukuran impedansi untuk hubung singkat antara fasa S dan T adalah sebagai berikut: V rele = VS – VT I rele = IS - IT Sehingga, ZR = Vrele / Irele = ( VS – VT ) / ( IS – IT ) ... (4)

(17)

5.2.3 Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa Ke Tanah

Untuk mengukur impedansi pada saat hubung singkat satu fasa ke tanah, tegangan yang dimasukkan ke rele adalah tegangan yang terganggu, sedangkan arus fasa terganggu di tambah arus sisa dikali faktor kompensasi. Misalnya terjadi gangguan hubung singkat satu fasa R ke tanah, maka pengukuran impedansi dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Vrele = VR Irele = IR + K0.In In = IR + IS + IT K0 = 1 / 3 .(Z0 -Z1 / Z1) ... (5) Z1 = VR / (IR + K0.In) Dimana, In = Arus netral

K0 = Kompensasi urutan Nol

Untuk gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah, impedansi urutan nol akan timbul pada gangguan tanah. Adanya K0 adalah untuk mengkompensasi adanya impedansi urutan nol tersebut. Sehingga impedansi yang terukur menjadi benar.

5.3 Karakteristik Rele Distance

Karakteristik rele distance merupakan penerapan langsung dari prinsip dasar rele distance. Karakteristik ini biasa digambarkan didalam diagram R-X. Macam-macam karakteristik rele distance adalah sebagai berikut:

5.3.1 Karakteristik impedansi

Ciri-ciri nya :

a. Merupakan lingkaran dengan titik pusatnya ditengah-tengah, sehingga mempunyai sifat non directional. Untuk diaplikasikan sebagai pengaman SUTT perlu ditambahkan rele directional atau rele arah.

(18)

c. Karakteristik impedansi sensitive oleh perubahan beban, terutama untuk SUTT yang panjang sehingga jangkauan lingkaran impedansi dekat dengan daerah beban.

5.3.2 Karakteristik Mho

Ciri-ciri:

a. Titik pusatnya bergeser sehingga mempunyai sifat directional.

b. Mempunyai keterbatasan untuk mengantisipasi gangguan tanah high resistance.

c. Untuk SUTT yang panjang dipilih Zone-3 dengan karakteristik Mho lensa geser.

5.3.3 Karakteristik Reaktansi

Ciri-ciri:

a. Karateristik reaktansi mempunyai sifat non directional. Untuk aplikasi di SUTT perlu ditambah rele directional atau rele arah.

b. Dengan seting jangkauan resistif cukup besar maka rele reaktansi dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi.

5.3.4 Karakteristik Quadrilateral

Ciri-ciri:

a. Karateristik quadrilateral merupakan kombinasi dari 3 macam komponen yaitu : reaktansi, berarah dan resistif.

b. Dengan seting jangkauan resistif cukup besar, maka karakteristik rele quadrilateral dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi. c. Umumnya kecepatan rele lebih lambat dari jenis mho.

5.4 Penyetelan Daerah Jangkauan pada Rele Distance

Rele distance pada dasarnya bekerja mengukur impedansi saluran, apabila impedansi yang terukur / dirasakan rele lebih kecil impedansi tertentu akibat

(19)

gangguan (Zset < ZF) maka rele akan bekerja. Prinsip ini dapat memberikan selektivitas pengamanan, yaitu dengan mengatur hubungan antara distance dan waktu kerja rele.

Gambar 5.1 Zona pengamanan distance rele

Penyetelan rele distance terdiri dari tiga daerah pengamanan, Penyetelan zone-1 dengan waktu kerja rele t1, zone-2 dengan waktu kerja rele t2, dan zone-3 waktu kerja rele t3.

5.4.1 Penyetelan Zone-1

Dengan mempertimbangkan adanya kesalahan-kesalahan dari data saluran, CT, PT, dan peralatan penunjang lain sebesar 10% - 20 %, zone-1 rele disetel 80 % dari panjang saluran yang diamankan.

Zone-1 = 0,8 . Z L1 (Saluran) ... (6) Waktu kerja rele seketika, (t1= 0) tidak dilakukan penyetelan waktu

5.4.2 Penyetelan Zone-2

Prinsip peyetelan Zone-2 adalah berdasarkan pertimbangan sebagai berikut : Zone-2 min = 1,2 . ZL1 ... (7) Zone-2 mak = 0,8 (Z L1 + 0,8. ZL2) ... (8) Dengan :

ZL1 = Impedansi saluran yang diamankan.

ZL1 = Impedansi saluran berikutnya yang terpendek (Ω)

(20)

5.4.3 Penyetelan zone-3

Prinsip penyetelan zone-3 adalah berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :

Zone-3min = 1.2 ( ZL1 + 0,8.ZL2 )

Zone-3mak1 = 0,8 ( ZL1 + 1,2.ZL2 ) ... (9) Zone-3mak2 = 0,8 ( ZL1 + k.ZTR ) ... (10) Dengan : L1 = Impedansi saluran yang diamankan

ZL2 = Impedansi saluran berikutnya yang terpanjang

Waktu kerja rele t3 = 1.2 s/d 1.6 dt.

5.4.4 Peyetelan zone-3 reverse

Fungsi penyetelan zone-3 reverse adalah digunakan pada saat pemilihan teleproteksi pola blocking. Dasar peyetelan zone-3 reverse ada dua jenis :

- Bila Z3 rev memberi sinyal trip.

Zone-3 rev = 1.5 Z2-ZL1 ... (11) - Bila Z3 rev tidak memberi sinyal trip.

(21)

BAB VI

FAKTA YANG MEMPENGARUHI 6.1 Tower transmisi 150 kV

Saluran transmisi sistem 150 kV PLN Wilayah Kalimantan Barat adalah type radial double circuit dengan menggunakan type tower Latice. Gambar 6.1. menunjukkan type tower latice dengan jarak masing-masing konduktor. Type tower

Gambar 6.1 Tower Latice 150 kV circuit ganda

Dari gambar 6.1 menunjukkan jarak antara fasa R-S-T pada circuit yang sama adalah 4,1 meter, dan jarak antara Line 1 dan 2 pada fasa yang sama adalah 7,6 meter. Dengan menggunakan persamaan phitagoras maka dapat di hitung jarak fasa yang berbeda antara Line 1 dan Line 2 adalah :

Misal jarak yang akan dihitung adalah jarak antara Fasa R Line 1 dan Fasa S Line 2, maka :

L1R – L2S : ( 4,1^2 + 7,6^2) ^ 0,5

(22)

Sesuai hasil investigasi dilapangan yaitu dari egiatan razia layangan yang dilakukan terhadap masyarakat yang bermain layangan, ditemukan bahwa panjang kawat layangan yang digunakan oleh masyarakat bias mencapai 20 -30 meter. Tentunya sangat memungkinkan kawat mengenai saluran transmisi Line 1 dan 2 dengan fasa yang berbeda atau atau cross country fault.

6.2 Data Gangguan Cross Country Fault

Tabel 6.1 Data gangguan cross country sistem kalbar

No Tanggal Bay Transmisi Kondisi sistem

1 30 Maret 2012 Line 1-2 Siantan-Sei Raya Sistem terpisah, 50 % beban padam

2 30 Maret 2012 Line 1-2 Siantan-Parit Baru Padam GI Pbaru-Sgr

3 29 Juli 2012 Line 1-2 Siantan-Parit Baru Padam GI Pbaru-Skw

4 3 Juli 2013 Line 1-2 Siantan-Sera Padam GI Sei. Raya

5 30 Juli 2013 Line 1-2 Siantan-Parit Baru Padam GI Pbaru-Skw

6 9 Agustus 2013 Line 1-2 Siantan-Sei Raya Sistem terpisah, 50 % beban padam

7 4 Agustus 2013 Line 1-2 Siantan-Parit Baru Padam GI Pbaru-Sgr

6.3 Hasil Rekaman Distance Rele

Dari beberapa data gangguan yang pernah terjadi. Penulis mencoba menampilkan hasil rekaman untuk gangguan yang terjadi pada tanggal 3 Juni 2013 pukul 18.08.01 WIB. Rekaman distance rele ditampilkan untuk rele sisi Line 1 dan 2 Sera-Siantan. Nilai tegangan dan arus gangguan ditampilkan pada 40 ms setelah rele gangguan.

(23)

Gambar 6.2 Rekaman distance rele line 1 Sera Siantan

Gambar 6.3 Rekaman distance rele line 2 Sera Siantan

Dari data rekaman menunjukkan bahwa Line 1 dan 2 mengalami gangguan dengan fasa yang berbeda. Yaitu :

- Line 1 merasakan tegangan sistem 150 kV mengalami penurunan fasa R dan

S, namun arus gangguan yang dideteksi oleh rele adalah fasa S, bahkan rele merasakan adanya arus 3Io, sebagaimana kita ketahui bahwa untuk

(24)

- Line 2 merasakan tegangan sistem 150 kV mengalami penurunan fasa R dan S, namun arus gangguan yang dideteksi oleh rele hanya fasa T, kondisi yang sama untuk line 2 juga mendeteksi adanya arus 3Io.

(25)

BAB VII PEMBAHASAN

6.4 Analisa Seting Dan Pengukuran Impedansi Gangguan a. Seting Distance Rele Toshiba GRZ100

Distance rele Line 1 dan 2 Sera Siantan menggunakan tipe Toshiba GRZ100-201B. Dimana karakteristik yang dipilih adalah Quadrilateral. Untuk data sistem dan seting adalah sebagai berikut :

- VT Ratio : 150.000/100

- CT Ratio : 800/1 A

- X1 dan Xo : 7.3 dan 23.6 Ohm (X total saluran sepanjang 18 Km)

- R1 dan Ro : 2.3 dan 6.9 Ohm (R total saluran sepanjang 18 Km)

- Set Zone 1 : 5.84 Ohm time : 0 sec

- Set Zone 2 : 8.76 Ohm time : 0.4 sec

- Set Zone 3 : 11.49 Ohm time : 1.3 sec

- DEF : 80 A,

3Vo : 2550 V

DEF+TP : 0,2 sec

b. Menyatukan rekaman distance rele Siantan dan Sei Raya

Pada saat terjadi gangguan, bagaimana sesungguhnya kondisi sistem, untuk itu dari empat rele yang terpasang di dua bay transmisi, data comtrade rekaman di konversi kedalam table excel. Kemudian dibandingan pada waktu yang bersamaan. Waktu yang dipilih adalah 40 ms pasca gangguan atau setelah kawat layangan mengenai saluran transmisi. Kondisi tegangan dan arus ditunjukkan pada gambar 7.1.

(26)

Gambar 7.1 Tegangan dan arus gangguan Line 1 dan 2 Siantan Sei Raya

Dari data nilai tegangan dan arus pada masing-masing line, dapat diketahui nilai impedansi yang terbaca oleh distance rele adalah sebagai berikut :

Tabel 7.1 Pengukuran impedansi distance rele

Impedansi Line 1

Sera-Siantan Line 2 Sera-Siantan Line 1 Siantan-Sera Line 2 Siantan-Sera Za 967.36237.4 57.215.51 947.4657.9 33.488.39 Zb 43.51205.32 846.0697.86 27.27208.3 821.7269.4 Zab 21.83315.6 22.03319.15 12.8324.5 12.56323.79 Xa; Ra -814.9; -521,1 56.9, 5;43 802.56; 503.44 4.88; 33.12 Xb; Rb -39.43; -18,3 -115.7; 838.1 -12.92; -24.01 -821.6, -8.6 Xab; Rab 15.43; - 15.43 16.6; -14.4 -7.43; 10.42 -7.41, 10.13

Dari hasil perhitungan impedansi yang terbaca rele dan dibandingan dengan seting, maka rele distance tidak mendeteksi adanya gangguan di saluran transmisi, baik Zone 1, Zone 2 dan Zone 3.

VR 43 0 VR 44 0

VS 35 -19 VS 35 -21

VT 77 171 VT 79 171

3V0 0.48 107.31 3V0 1.02 158.53

IR 51 59 IR 46 -123

IS 1253 -171 OCR Pickup IS 802 -175 OCR Pickup

IT 21 -167 IT 21 0

3Io 1241.34 -172.6 OCR Pickup 3Io 810.12 -172.57 OCR Pickup

SIANTAN SERA 1 1 2 2 VR 43 0 VR 45 0 VS 35 -20 VS 35 -20 VT 77 171 VT 79 171 3V0 0.33 130.86 3V0 0.12 -105.28

IR 1300 9 OCR Pickup IR 789 6 OCR Pickup

IS 44 -107 IS 41 78

IT 22 -169 IT 17 -1

(27)

Pengaman utama Directional Earht Fault (DEF) dengan teleproteksi juga tidak aan pernah pickup karena untuk bekerjanya DEF diperlukan besaran 3Vo. Rele distance memang mendeteksi adanya gangguai ground fault yaitu mengalirnya arus 3Io direle, namun 3Vo hanya sebesar 480 Volt, tentunya ini masih dibawah seting tegangan urutan Nol rele tosiba yang minimum seting adalah 2250 Volt. Hal ini sangat wajar mengingat sebenarnya tidak ada gangguan satu fasa ke tanah. Mengalirnya 3Io merupakan kalkulasi arus sekunder CT yang dilakukan oleh distance rele. Dengan demikian maka distance rele dan DEF tidak mampu membaca gangguan untuk gangguan Cross Country Fault.

c. Impedansi Locus

Berikut adalah impedansi locus yang terbaca oleh distance rele Line 2 Sera-Siantan, time record diplot antara 20 s/d 1000 ms. Impedansi yang dipilih adalah fasa R, S dan RS.

(28)

Gambar 7.3 Impedansi Locus fasa S (Line 2 Sera Siantan)

Gambar 7.4 Impedansi Locus fasa RS (Line 2 Sera Siantan)

Untuk mengetahui impedansi gangguan yang terbaca oleh rele distance, maka kita dapat melihatnya dalam kurva impedansi Locus. Pada kurva impedansi locus, pada impedansi locus kita dapat menentukan sampai waktu yang kita

(29)

inginkan. Impedansi locus pada gambar diatas dibentuk mulai periode 20 s/d 800 ms. Dan sampai selesai gangguan impedansi gangguan tetap tidak masuk dalam seting zone rele distance.

6.5 Solusi Mengatasi Gangguan Cross Country Fault 150 kV

Berdasarkan analisa beberapa data gangguan, saat terjadi gangguan cross country memang sangat sulit mengharapkan element distance rele zone 1 dan DEF bekerja dengan baik. Bekerjanya Backup OCR tentu mengakibatkan interkonesi antara GI Siantan dan GI Sei raya terputus. Hal ini dikarenakan Line 1 dan Line 2 mendeteksi arus gangguan yang sama, sehingga dengan karakteristik OCR yang diset Standar Invers mengakibatkan Line 1 dan 2 trip bersamaan.

Untuk menghindari kondisi yang sama, maka melalui analisa panjang untuk mengatasi gangguan Cross Country Fault dilakukan modifikasi tambahan sistem CCF pada internal logic PLC rele distance Toshiba GRZ 100. Penambahan logic CCF hanya dilakukan pada Line 2 Sera-Siantan, penambahan dimaksudkan saat terjadi CCF Line 2 akan trip sementara line 1 masih memegang interkoneksi antara Siantan-Sera.

Seting element Under Voltage dan Over Current Detector adalah sebagai berikut :

- UVFG-A : 67.5 kV - UVFG-B : 67.5 kV - UVFG-C : 67.5 kV - OCH-A : 320 A - OCH-B : 320 A - OCH-C : 320 A - EFI : 120 A

Penambahan logic berdasarkan analisa terhadap rekaman saat terjadi Cross

Country Fault dimana tegangan mengalami penurunan namun kenaikan arus salah

satu fasa yang terganggu tidak terdeteksi oleh distance rele. Seperti kejadian pada tanggal 3 Juni 2013 dimana cross country fault terjadi antara fasa R-S.

(30)

Dari perhitungan dan rekaman data maka dilakukan penambahan logic seperti pada gambar 6.5. Prinsip kerja sistem PLC yang dibuat adalah :

- Jika tegangan salah fasa R (UVFG-A) mengalami penurunan dibawah seting under voltage maka logic akan bernilai input And_01 akan bernilai 1

- Jika arus fasa R (OCH-A) juga mengalami kenaikan melebihi seting makan logic input Not_01 juga bernilai 1, tentunya hal ini wajar dan bukanlah gangguan cross country

- Namun jika arus fasa R tidak mengalami kenaikan, maka logic akan 0 dan pada input gerbang And 01 akan bernilai 1 karena ada Not_01. Kondisi ini akan mengatifkan timer TMR01 yang diset dengan tunda 250 ms.

- Rangkaian CCF juga memerlukan element Earth Fault Invers (EFI) untuk memastikan terjadi gangguan disistem, hal ini diperlukan karena setiap terjadi gangguan cross country, rele distance mendeteksi adanya gangguan Earth Fault.

- Jika kondisi terus selama 250 ms, maka timer akan menerintahkan internal rele 1727 trip.

- Internal rele output 1727 selanjutnya akan memerintahkan rele bantu yang dipasang di panel proteksi untuk memerintahkan PMT Line 2 trip.

- Jika PMT Line 2 telah trip, diharapkan Line 1 tidak mendeteksi adanya gangguan. Tegangan sistem kembali normal karena tidak ada hubung singkat lagi di sistem. Sehingga sistem diharapkan masih aman

(31)
(32)

BAB VII KESIMPULAN

Setelah di lakukanya pembahasan dan setelah di analisa makan dapat di ambil kesimpulan sebaai berikut :

1. Pada gangguan cross country fault, rele distance tidak dapat membaca impedansi gangguan dengan benar karena komponen arus yang yang terganggu tidak melewati Current Transformer line yang diamankan, namun arus melewati circuit yang lain.

2. Saat terjadi gangguan gangguan cross country, meskipun gangguan yang terjadi adalah gangguan fasa-fasa. Namun rele distance juga membaca adanya arus 3Io, arus ini mengalir disisi sekunder rele distance.

3. Fungsi DEF yang diharapkan dapat mengatasi gangguan gangguan cross country tidak dapat mengatasi karena besar level komponen 3Vo yang diperlukan untuk mengaktifkan element DEF tidak cukup.

4. Sistem Logic CCF yang dibangun bekerja berdasarkan perubahan magnitude tegangan dan arus, dan tidak tergantung oleh sudut ataupun arah arus.

(33)

BAB VIII

TINDAKAN YANG DI SARANKAN

Adapun saran yang bisa di berikan adalah :

1. Mengingat fenomena gangguan Cross Country Fault pada saluran transmisi 150 kV merupakan sesuatu yang belum pernah terdengar oleh pengelola transmisi di PLN Wilayah lain. Maka perlu dilakukan pembahasan yang melibatkan pihak lain agar mendapatkan masukan dan sebagai sharing ilmu pengetahuan dibidang proteksi tenaga listrik.

2. Melihat unjuk kerja sistem Logic CCF yang dibangun berhasil mengamankan gangguan cross country, makan akan dibangun juga untuk bay transmisi arah GI.Siantan-Parit Baru dan juga bay transmisi yang lain.

(34)

REFERENSI

SK Dir 113 & 113, 2010 “Proteksi Dan Kontrol Penghantar” PT.PLN (Persero) Toshiba Corp, 2006 “Instruction Manual Distance Relay GRZ100” Toshiba Corp

Gambar

Gambar 5.1 Zona pengamanan distance rele
Gambar 6.1 Tower Latice 150 kV circuit ganda
Tabel 6.1 Data gangguan cross country sistem kalbar
Gambar 6.2 Rekaman distance rele line 1 Sera Siantan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Terbentuknya pusat tekanan rendah yang memusat dan memutar di Samudera Pasifik sebelah barat Philipina yaitu siklon tropis Parma lebih dominan menambah curah hujan di Sulawesi

Strategi perbaikan yang bisa dilakukan PTI PDAM Tirta Moedal Kota Semarang untuk mencapai tingkat kematangan V dan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)

Dengan mendapatkan informasi ini maka informan pernah mendapatkan penjelasan ten- tang penyakit kelamin, walaupun hasilnya tidak maksimal akan tetapi pengetahuan ini

Kemudian usaha kedua yaitu merencanakan kampanye diawali dengan menyusun tujuan dari kampanye Counting Down ini yaitu: untuk menberikan informasi kepada

Hal ini berarti bahwa setiap adanya peningkatan yang terjadi pada etos kerja karyawan dan pengembangan karir karyawan maka akan memberikan dampak terhadap semakin

Seperti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai domain dapat

Setelah memperoleh informasi, benda tersebut dapat mengolah informasi itu sendiri, bahkan berkomunikasi dengan benda-benda lain yang memiliki alamat IP dan terkoneksi dengan

Kerjasama yang terjadi antara Amerika Serikat dan Indonesia dalam masalah NAMRU-2 ini pada awalnya adalah sebuah kerjasama di bidang kesehatan dengan menempatkan laboratorium