• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Mata Kuliah dan Silabus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Deskripsi Mata Kuliah dan Silabus"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Deskripsi Mata Kuliah dan Silabus

Mata Kuliah: PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PAUD INKLUSIF

Kode Mata Kuliah: 4307833745

Dosen: CHANDRA ASRI WINDARSIH,S.H.,M.Pd.

PRODI PENDIDIKAN GURU-PAUD

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) SILIWANGI BANDUNG

TAHUN 2017

(2)

SILABUS MATA KULIAH 1. Identitas Mata Kuliah

Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif

Nomor Kode : 4307633745

Jumlah SKS : 3 SKS

Semester : Ganjil

Program Studi/Jenjang : PG PAUD/S1

Dosen : Chandra Asri Windarsih, S.H.,M.Pd.

2. Kompetensi yang Diharapkan

Setelah mahasiswa mengikuti kuliah ” Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif” diharapkan memiliki kemampuan memahami, menghayati, dan mengaplikasikannya dalam simulasi pembelajaran sesuai metode pembelajaran yang ditugaskannya.

3. Deskripsi Isi

Materi perkuliahan meliputi pokok-pokok bahasan Gambaran Umum Perkuliahan dan Pengertian Paud Inklusif, Konsep Dasar, Teori-Teori PAUD inklusif, Fungsi dan Peranan Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Pendidikan inklusif, Kurikulum PAUD inklusif, Konsep Manajemen ,Prinsip Manajemen Dalam PAUD Inklusif, Tujuan, fungsi, dan Manfaat PAUD Inklusif, Implementasi pendidikan inklusif pada PAUD, Konsep Pembelajaran Peran dan Kemampuan tenaga pada PAUD Inklusif, Peran pemerintah dalam PAUD inklusif, Manajemen Mutu Terpadu Dalam PAUD Formal dan Non Formal.

4. Metode/Pendekatan Pembelajaran

a. Pendekatan pembelajaran : individual, kelompok, klasikal, dan bervariasi. b. Metode pembelajaran : ekspositori, inkuiri, diskusi.

c. Media pembelajaran : multi media.

5. Evaluasi

a. Kehadiran dalam perkuliahan. b. Penyelesaian tugas individu. c. Penyelesaian tugas kelompok.

d. Aktivitas dalam kegiatan pembelajaran. e. Ujian tengah semester.

f. Ujian akhir semester.

6. Pokok-pokok Materi Perkuliahan

Pertemuan 1 : Gambaran Umum Perkuliahan dan Pengertian Paud Inklusif Pertemuan 2 : Konsep Dasar Pendidikan Inklusif

Pertemuan 3 : Teori-Teori PAUD inklusif Pertemuan 4 : Fungsi dan Peranan Paud inklusif

Pertemuan 5 : Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Pendidikan inklusif Pertemuan 6 : Kurikulum PAUD inklusif

Pertemuan 7 : Konsep Manajemen Dalam PAUD inklisif Pertemuan 8 : Ujian Tengah Semester

Pertemuan 9 : Prinsip Manajemen Dalam PAUD Inklusif Pertemuan 10 :Tujuan, fungsi, dan Manfaat PAUD Inklusif

(3)

Pertemuan 11 : Implementasi pendidikan inklusif pada PAUD Pertemuan 12 : Konsep Pembelajaran Pendidikan Inklusi

Pertemuan 13 : Peran dan Kemampuan tenaga pada PAUD Inklusif Pertemuan 14 : Peran pemerintah dalam PAUD inklusif

Pertemuan 15 : Manajemen Mutu Terpadu Dalam PAUD inklusif Pertemuan 16 : Ujian Akhir Semester

7. Daftar Buku

Astati.(2007). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

--- (2001), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Brooks, Jane, The Process of Parenting, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Budi S., Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak?,Cet. I, Yogyakarta: Diva Press, 2010.

Edi Purwanta, Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015

Friend, Marilyn, William D. Bursuck, Menuju Pendidikan Inklusi Panduan Praktis Untuk

Mengajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Latif, Mukhtar, dkk, Orientasi Pendidikan Anak Usia Dini Teori dan Aplikasi, Jakarta Kencana,2014

Law Nolte, Dorothy dan Rachel Harris, Anak-Anak Belajar dari Kehidupannya

Nilai-Nilai Parenting Klasik Dunia, Penerjemah :Helly Prajitno Soetjipto, Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2016

Nur Abdul Hafizh Suwaid, Muhammad, Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak, Penerjemah: Farid Abdul Aziz Qurusy, Yogyakarta: Pro-U Media, 2010

dalam PAUD Inklusi, Semarang: DIKMAS JATENG, 2016.

PPPAUD-DIKMAS JATENG, Strategi Pelibatan Orang tua dan Masyarakat

Sastry, Anjali & Blaise Aguairre, Parenting Anak dengan Autisme (Solusi, Strategi dan

Saran Praktis untuk Membantu Keluarga Anda), Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2014

Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

---, Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 200 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Bandung:Citra Umbara

---,(2004) Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/inklusi. Jakarta: Direktorat Pendidkan Luar Biasa.

---, Permendiknas no.70 tahun 2009 tentang inklusi. http://peduliinklusi. Blogspot.com. diunduh tanggal 2 Pebruari 2014.

Jaja Miharja. (2014) Pendidikan inklusif. Makalah pada Seminar Pendidikan Anak Luar Biasa. Yogyakarta:Universitas Islam Indonesia

Praptono. (2014). Aktualisasi Kebijakan Pendidikan dalam Pemerataan Kesempatan dan Akses serta Peningkatan Mutu melalui Program Pendidikan Inklusif.. Makalah pada Seminar Pendidikan Anak Luar Biasa. Yogyakarta:Universitas Islam Indonesia

Rini Hildayani.(2008). Penanganan Anak Berkelainan. Jakarta: Universitas Terbuka Tati Hermawati.(2007). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

UNESCO, (2000). Salamanca Stetment. French:Graphoprint. Yufiarti. (2008). Profesionalitas Guru PAUD. Jakarta: Universitas Terbuka.

(4)

Edi Purwanta, Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015

Friend, Marilyn, William D. Bursuck, Menuju Pendidikan Inklusi Panduan Praktis Untuk

Mengajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

http://www.kompasiana.com/simurai/shadow-teacher-antara-riil-dan-bayangan_55289155f17e617f638b4595, diakses 30 September 2016

(5)

HANDOUT Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif 1. Pendidikan Inklusif

Pendidikan sangat dibutuhkan untuk anak yang lahir normal ataupun anak yang lahir dengan mempunyai keunikan tersendiri. Anak berkebutuhan khusus usia dini yang ada di masyarakat belum semuanya mendapatkan layanan di pendidikan anak usia dini. Hal ini disebabkan karena keberadaan pendidikan anak usia dini belum mampu memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhannya. Untuk memberikan pelayanan anak berkebutuhan khusus usia dini maka pendidikan anak usia dini yang telah ada seharusnya dapat menerima dan melayani anak berkebutuhan khusus. Pelayanan pendidikan anak usia dini yang memberikan pelayanan bersama-sama antara anak yang tidak mengalami hambatan dan anak berkebutuhan khusus disebut pendidikan anak usia dini inklusif. Pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang menyertakan semua anak secara bersama-sama dalam suatu iklim proses pembelajaran dengan penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak secara bersama-sama dalam suatu iklim proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai kebutuhan individu siswa tanpa membedakan anak dari latar belakang suku, ras, status sosial, kemampuan ekonomi, status politik, bahasa, geografis, jenis kelamin, agama/kepercayaan, dan perbedaan kondisi fisik atau mental.

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Saat ini hampir di setiap desa berdiri pendidikan anak usia dini (PAUD) yang dikelola oleh Departemen pendidikan dan Kebudayaan , Departemen Agama, yayasan maupun lembaga sosial lainnya. Dari tahun ke tahun perhatian pemerintah terhadap layanan PAUD semakin meningkat sehingga kesadaran masyarakat untuk mengelola PAUD juga semakin banyak. Hadirnya PAUD yang semakin berkembang ini akan memberikan pengaruh yang positif yaitu semakin banyak anak-anak usia dini yang dapat menikmati layanan PAUD sehingga anak-anak usia 0-6 tahun pertumbuhan dan perkembangann Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat 4 menyatakan, “ Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Rumusan pasal itu mengandung makna bahwa semua anak usia 0 – 6 tahun memiliki hak untuk mendapatkan layanan PAUD. Dalam pasal itu bermakna bahwa anak usia 0-6 tahun termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak yang sama dengan anak yang lainnya sehingga mereka berhak mendapatkan layanan sesuai dengan kebutuhannya. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa : 1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

(6)

2. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Berdasarkan undang-undang itu dapat disimpulkan bahwa semua anak berhak mendapatkan pendidikan termasuk di dalamnya anak berkebutuhan khusus usia dini.

PAUD di Indonesia yang ramah terhadap segala bentuk perbedaan sesungguhnya telah ada. Sejak Ki Hajar Dewantara melalui Taman Indria mengakomodasi semua bentuk perbedaan anak-anak dan mendidiknya dalam satu wadah. Pembelajaran pun disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan anak sehingga anak-anak tumbuh berkembang secara optimal. Layanan PAUD yang mampu memfasilitasi pembelajaran anak usia dini tanpa membeda-bedakan keadaan baik fisik, mental sosial emosional atapun perbedaan lainnya dikatakan sebagai PAUD yang inklusif. Dalam implementasi PAUD inklusif sebuah lembaga tidak bisa berjalan sendiri untuk mencapai tujuannya. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut. Baik itu sarana dan prasarana maupun sumber daya manusiadi dalamnya. Namun terlepas dari kedua faktor tersebut, jika dikaitkan dengan Tri PusatPendidikan maka ada 3 lingkungan yang akan mempengaruhi pendidikan pada anak yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Sekolah atau lembaga harus menjalin kemitraan yang positif dengan orang tua agar dapat mewujudkan program- program yang telah dirancang. Tidak terkecuali sebuah lembaga yang memberanikan diri untuk mewujudkan pemerataan pendidikan melalui pendidikan inklusif. Maka dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang inklusif dibutuhkan adanya kerjasama dengan orang tua. Dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan bagaimana PAUD inklusif serta peran orang tua dalam program parenting dan bagaimana pentingnya program parenting dalam PAUD Inklusif.

Urgensi Program Parenting dalam Implementasi PAUD Inklusif secara fisik, mental maupun Suku Agama dan Ras. PAUD Inklusif merupakan lembaga PendidikanAnak Usia Dini yang mengakomodir semua anak usia 0-6 tahun yang ada di wilayahnya ataupun sekitarnya tanpa memandang perbedaan yang melekat pada anak tersebut. PAUD Inklusif memberikan hak bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus untuk dapat bersama-sama belajar dalam satu kelas yang sama dengan anak-anak lain pada umumnya. Pembelajaran pada PAUD Inklusif yang membedakan dengan PAUD pada umumnya adalah memfasilitasi adanya Program Pembelajaran Individu (PPI) yang diperuntukan bagi anak berkebutuhan khusus. Kegiatan parenting yang dikelola lembaga secara rutin dan terus menerus menjadi salah satu factor pendukung penyelenggaraan PAUD Inklusif. Menanamkan wawasan inklusif tentang menghargai keberagaman sejak dini dan hidup berdampingan dalam pertemanan yang damai menjadi tugas orangtua di rumah dan tugas pendidik di sekolah. Sehingga pembiasaan nilai ini menjadi berkelanjutan. PAUD Inklusif yang dikelola dengan melibatkan komunikasi aktif serta efektif dengan orangtua akan mengantarkan anak-anak mampu berinterasi tanpa diskriminasi.

Untuk memenuhi hak anak usia 0-6 tahun yang mengalami kelainan atau berkebutuhan khusus perlu adanya PAUD yang inklusif. Pendidikan inklusif merupakan usaha pemerintah dalam bidang pendidikan agar semua warga negara dapat mendapatkan layanan pendidikan termasuk di dalamnya adalah anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus usia dini belum semuanya merasakan pendidikan anak usia dini yang telah ada di masyarakat. Hal ini disebabkan belum semua penyelenggara PAUD dapat melayani anak berkebutuhan khusus usia dini. Pendidikan

(7)

inklusif adalah suatu sistem pendidikan yang menyertakan semua anak secara bersama-sama dalam suatu iklim proses pembelajaran dengan penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak secara bersama-sama dalam suatu iklim proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai kebutuhan individu siswa tanpa membedakan anak dari latar belakang suku, ras, status social, kemampuan ekonomi, status politik, bahasa, geografis, jenis kelamin, agama/kepercayaan, dan perbedaan kondisi fisik atau mental (UNESCO 2004). Permendiknas no.70 tahun 2009 menyatakan bahwa semua anak usia sekolah yang mengalami kelainan berhak mendapatkan layanan pendidikan bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus harus mendapatkan perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu. Anak berkebutuhan khusus usia dini berhak mendapatkan layanan pendidikan inklusi. Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) memberikan arahan bahwa yang dimaksud dengan inklusif adalah keterbukaan untuk belajar bersama bagi semua peserta didik tanpa kecuali. Anak berkebutuhan khusus yang harus mendapatkan layanan pendidikan inklusif adalah:

1. Tunanetra

Tunanetra menurut Rini Hildayani (dalam Telford & Sawrey) adalah anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya untuk tujuan belajar sehingga pendidikan mereka secara utama diberikan melalui indera pendengaran, peraba, kinestetik.

2. Tunarungu.

Rini Hildayani (dalam Suran & Rizzo) Tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran sehingga menghalangi keberhasilan mereka untuk memproses informasi bahsa melalui indra pendengaran dengan atau tanpa alat bantu pendengaran. 3. Tunawicara

Tati Hermawati (2007) Tunawicara adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan bicaranya secara normal atau kemampuan bicaranya tidak terbentuk 4. Tunagrahita.

American Assosiation on Mental Retardation yang dimaksud tunagrahita adalah anak dengan keterbelakangan mental menunjukkan keterlambatan perkembangan di hamper seluruh aspek fungsi akademik dan fungsi sosialnya dan menunjukkan ciri-ciri: memiliki taraf kecerdasan yang secara signifikan berada di bawah rata-rata kecerdasan umum anak sebayanya. Keadaan ini diindikasikan dengan nilai IQ yang berada di bawah 70 dan kemampuan belajarnya lebih lambat dan memiliki prestasi belajar jauh di bawah rata-rata kelasnya dan merata hampir di seluruh mata pelajaran, 5. Tunadaksa

Astati (2007) menyatakan bahwa tunadaksa adalah anak yang mengalami bentuk kelainan atau kecacatan pada system otot, tulang, dan persendian yang dapat

mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi.

6. Tunalaras.

Astati (2007) menyatakan tunalaras adalah anak yang mengalami penyimpangan perilaku yang terus menerus menurut norma yang berlaku sehingga menimbulkan ketidakmampuan belajar dan penyesuaian diri.

(8)

7. Berkesulitan belajar.

Tati Hermawati menyatakan bahwa anak anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademiknya, yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak atau dalam psikologis dasar sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya, dan untuk mengembangkan potensinya secara optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus.

8. Lamban belajar

Lamban belajar adalah anak yang kurang mampu menguasai pengetahuan dalam batas waktu yang telah ditentukan karena ada factor tertentu yang mempengaruhinya

(cucurdini) 9. Autis.

Autis menurut Eko Handayani adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang muncul di awal kehidupan seorang anak ( biasa Nampak pada masa infancy atau toodlerhood) yang ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk berhubungan dengan orang lain, adanya masalah dalam hal berkomunikasi dan muncul kebutuhan untuk melaksanakan aktivitas yang sama dan berulang.

10. Memiliki gangguan motorik

Memiliki gangguan motorik adalah anak yang sering memperlihatkan adanya gerakan melimpah (overflow movement), kurang koordinasi dalam aktivitas motoric, kesulitan koodinasi motoric halus dan sebagainya (slideshare.net)

11. Menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat aditif lainnya. 12. Memiliki kelainan lainnya.

13. Tunaganda

Tunaganda adalah anak yang mengalami kelainan lebih dari satu jenis kelainan.

Tujuan pendidikan inklusi adalah:

1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelaianan fisik, emosional, mental dan social atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

2. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Sasaran pendidikan inklusif secara umum adalah semua peserta didik yang ada di sekolah regular, yaitu anak berkebutuhan khusus maupun anak normal. Mereka secara keseluruhan harus memahami dan menerima keanekaragaman dan perbedaan

individual Melihat sasaran pendidikan inklusif tersebut maka sudah seharusnya anak berkebutuhan khusus mendapatkan haknya yaitu memperoleh pendidikan di sekolah inklusif. Terbatasnya PAUD inklusif menyebabkan anak berkebutuhan khusus usia dini mengalami kesulitan mengakses pendidikan yang seharusnya menjadi haknya.

Prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah: 1. Humanisme artinya bahwa sistem pendidikan inklusif mengutamakan nilai kemanusiaan, menempatkan peserta didik sebagai manusia yang merupakan makluk kodrati, bagian dari alam dan makluk sosial dengan berbagai potensinya

(9)

masing-masing.

2. Uniberalisme, artinya bahwa sistem pendidikan inklusi menempatkan setiap peserta didik sebagai makhluk yang unik, sehingga setiap peserta didik diakui keberadaannya dengan segala kondisi dan potensinya, dan hal ini merupakan kesempurnaan mereka masing-masing, sehingga mereka harus mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kondisi dan potensinya. Mereka tidak layak dibandingkan dengan anak-anak normal. Oleh karena itu sistem pendidikan sebaiknya tidak menggunakan pendekatan kompetitif, tetapi lebih mengedepankan pendekatan kooperatif. 3. Pluralisme dan non diskriminatif, artinya bahwa setiap individu adalah berbeda antara yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini perbedaan setiap peserta didik merupakan keniscayaan, demikian pula perbedaan perbedaan kondisi, potensi, dan latar belakang kehidupannya, sehingga perbedaan kebutuhan di antara mereka merupakan hal yang esensial. Sistem pendidikan inklusif memandang perbedaan anata individu merupakan kekayaan. Oleh karena itu sistem pendidikan inklusif memandang perbedaan antar individu merupakan kekayaan. Pendidikan inklusif menyelenggarakan proses pembelajaran bersama tanpa mendiskriminasikan individu atas dasar suku/etnis/ras, agama/kepercayaan, latar belakang sosial, ekonomi, politik, jenis kelamin, kemampuan fisik dan atau mental. Jadi mereka tidak memerlukan layanan yang setara dan sesuai dengan kondisi dan potensinya. 4. Demokratis, artinya sistem pendidikan inklusif menempatkan peserta didik sebagai partisipan pendidikan yaitu bahwa peserta didik menjadi pelaku aktif dan ikut dalam proses pengambilan keputusan tentang hal yang akan mereka lakukan. Proses pembelajaran juga merupakan implementasi dari partisipasi dan keputusan bersama antar guru, administrator sekolah, siswa, orangtua, serta masyarakat lingkungan sekitar.

5. Menghormati hak asasi manusia, artinya sistem pendidikan inklusif memberikan kesempatan kepada semua anak bangsa tanpa membedakan dan bahkan memfasilitasi setiap individu dengan memperhatikan perbedaan kondisi dan potensinya masing-masing dalam suatu proses pembelajaran bersama dan berkembang sesuai dengan kondisi dan potensinya adalah hak setiap individu yang dijunjung tinggi dalam pelaksanaan sistem pendidikan inklusi. Hal ini selaras dengan hakekat asasi manusia yaitu hak setiap warga negara yang wajib dipenuhi dan dilindungi oleh pemerintah. Untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusif, hal yang harus dilakukan adalah melaksanakan proses pengembangan komponen sistem pengelolaan pendidikan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Pengelolaan komponen tersebut selayaknya menggunakan prinsip manajemen berbasis sekolah. Manajemen berbasis sekolah adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipasi yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah yaitu guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

Prinsip-prinsip yang harus dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi. Prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan oleh sekolah penyelenggaran pendidikan inklusif adalah menggunakan prinsip manajemen berbasis sekolah yang meliputi: 1. Perencanaan dan evaluasi program sekolah.

Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya untuk meningkatkan mutu sekolah. Sekolah penyelenggara

(10)

pendidikan inklusif harus mewujudkan prinsip inklusifitas sejak dari perencanaan, proses penyelenggaraan, pemantauan atau pengawasan hingga penyusunan rencana tindak lanjut penyelenggara program sekolah.

2. Pengelolaan kurikulum

Kurikulum mencakup kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal. Kurikulum nsional merupakan standar nasional yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, sedangkan kurikulum muatan lokal merupakan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang

disusun oleh Dinas pendidikan propinsidan/atau kota.

Kurikulum yang digunakan di kelas inklusif adalah kurikulum anak normal (regular) yang disesuaikan (dimodifikasi dengan kemampuan awal dan karakterisrtik siswa. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara:

1) Modifikasi alokasi waktu. 2) Modifikasi isi/materi

3) Modifikasi proses belajar mengajar. 4) Modifikasi sarana prasarana

5) Modifikasi lingkungan belajar. 6) Modifikasi pengelolaan kelas.

3. Pengelolaan proses belajar mengajar.

Pengelolaan proses belajar mengajar.Proses belajar mengajar merupakan kegiatan utama sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metide, dan teknik pembelajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik siswa, sehingga lebih memberdayakan siswa. Pengelola sekolah penyelenggara pendidikan inklusif memiliki kewenangan mengembangkan proses pembelajaran bersama antar semua anak, tanpa kecuali termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus dengan tetap memperlihatkan pendekatan layanan yang sesuai dengan kondidi, potensi, serta kebutuhan individu siswa.

4. Pengelolaan ketenagaan.

Pengelolaan ketenagaan Tenaga kependidikan di sekolah meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, pustakawan, dan laboran. Guru yang terlibat dalam sekolah penyelenggara inklusif adalah guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pembimbing khusus. Kekhasan program tenaga kependidikan pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah pengaturan pembagian tugas dan pola kerja antar tenaga kependidikan khususnya antara guru regular dengan guru pembimbing khusus dalam memberikan layanan pendidikan khusus bagi peserta didik yang membutuhkan pendidikan khusus. Tenaga yang ada di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dituntut memiliki kompetensi yang meliputi kemampuan memodifikasi kurikulu, materi. Strategi, metode, alat dan media, serta model monitoring dan evaluasi pembelajaran sesuai dengan yang diperlukan oleh masing-masing individu siswa, terutama oleh siswa yang berkebutuhan khusus.

(11)

5. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan.

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus adalah seperti yang digunakan oleh anak-anak normal, namun perlu adanya penyesuaian. Dalam pengadaan sarana dan prasarana sekolah penyelenggara pendidikan inklusif harus memiliki perpektif inklusif, sehingga sarana danprasarana yang ada dapat mudah digunakan atau dicapai oleh semua warga sekolah termasuk untuk mereka yang berkebutuhan khusus.

a. Pengelolaan keuangan.

Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar mengajar bersama komponen-komponen yang lain. Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusif, perlu dialokasikan dana khusus, yang dapat digunakan untuk:

1) Kegiatan identifikasi input siswa 2) Modifikasi kurikulum

3) Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat 4) Pengadaan sarana dan prasarana

5) Pemberdayaan peranserta masyarakat 6) Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar

b. Pelayanan siswa

Penerimaan siswa baru pada sekolah inklusif hendaknya memberi kesempatan dan peluang kepada anak berkebutuhan khusus untuk dapat diterima dan mengikuti pendidikan di sekolah penyelenggaran pendidikan inklusif. Pelayanan siswa meliputi antara lain:

1) Penerimaan siswa baru, termasuk di dalamnya aspek ientifikasi, assesmen dan penempatan siswa.

2) Program bimbingan dan penyuluhan. 3) Pengelompokkan belajar siswa. 4) Kehadiran siswa

5) Mutasi siswa

6) Papan statistik siswa yang menggambarkan secar holistic tentang bais data kesiswaan.

7) Buku induk siswa

c. Hubungan sekolah dan masyarakat.

Esensi hubungan sekolah adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan dan dukungan dari masyarakat terytama dukungan moral dan finansial. Untuk menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi memajukan sekolah, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan cara memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat informasi yang jelas tentang sekolah yang

(12)

bersangkutan. Berkenaan dengan pelaksanaan pendidikan inklusif, keterlibatan masyaraka sangat diperlukan khususnya dalam rangka mensosialisasikan sekolah inklusif. Pemahaman masyarakat tentang anak yang membutuhkan pendidikan khusus sangat berpengaruh terhadap kelancaran proses belajar ,engajar. Hal ini akan berdampak pada sikap penerimaan masyarakat terhadap anak-anak yang membutuhkan pendidikan khusus, yang selanjutnya akan mempengaruhi pula sikap anak didik lainnya yang belajar bersama-sama dengan anak yang membutuhkan pendidikan khusus, sehingga iklim belajar serta tata pergaulan di sekolah akan kondusif. Pengelola sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dituntut untuk mampu menyelenggarakan kegiatan sosialisasi dengan media yang sesuai dengan jangkauan mereka dan harus mampu menjalin kerjasama dengan pihak lain untuk memenuhi kebutuhan sumberdaya yang mereka lakukan.

d. Pengelolaan iklim sekolah

Iklim sekolah yang kondusif merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimism, dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, kegiatan berpusat pada siswa adalah contoh iklim sekolah yang dapat

menumbuhkan semangat belajar siswa.

Pengelola sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dituntut untuk mampu mengembangkan iklim psiko soaial yang akrab antar warga sekolah, sehingga siswa berkebutuhan khusus tidak merasa asing, namun merasa akrab dengan warga sekolah yang lain.

g. Implementasi PAUD Inklusif

PAUD inklusi adalah PAUD yang mengoordinasi dan mengintegrasikan anak-anak usia dini dan anak-anak usia dini yang berkebutuhan khusus dalam program yang sama. PAUD inklusi tidak hanya sebagai pemenuhan hak asasi manusia dan hak-hak anak, tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan inklusi mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan

Dengan demikian, anak akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab. Inklusi terjadi pada semua lingkungan social anak, pada keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, dan institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Menurut Budi S. Pendidikan inklusi diselenggarakan berdasarkan semangat membangun system masyarakat inklusif, yakni tatanan kemasyarakatan yang saling menghormati keberagaman.Sehingga penanaman karakter tersebut akan lebih tepat dimulai sejak dini melalui penyelenggaraan PAUD Inklusi. Dalam pelayanan PAUD Inklusi setiap anak berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik sesuai dengan usia dan perkembangannya, tanpa memandang derajat, kondisi ekonomi keluarga ataupun kelainannya. Sehingga penting bagi guru untuk menerapkan perencanaan pembelajaran yang baik agar semua anak terlayani.Usia dini diibaratkan sebagai golden age atau masa emas di mana stimulasi positif yang ditanamkan sejak dini akan berdampak baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Keterlambatan atau pengabaian pemberian stimulasi pada memberi dampak negatif bagi anak usia dini. Maka pendidikan inklusif sangat tepat jika dimulai sejak usia dini.

(13)

Beberapa manfaat program inklusif diterapkan sejak PAUD, diantaranya :

1. Manfaat bagi semua anak; untuk yang tidak memiliki hambatan akan menambah wawasan bahwa di lingkungan mereka ada beberapa individu yang mempunyai beberapa hambatan, sehingga menimbulkan efek pemahaman dan penerimaan sejak dini. Bagi anak berkebutuhan khusus menimbulkan perasaan bahwa mereka tidak berbeda dengan anak-anak lain sehingga menimbulkan rasa percaya diri sejak dini.

2. Manfaat bagi tenaga pendidik; menemukan ilmu dan pengalaman baru yang sangat bermanfaat bagi mereka, mendorong pendidik menciptakan metode-metode kreatif dalam pengajaran dan menumbukan komitmen terhadap etika dan tanggung jawab pengajaran, mengajar tanpa membeda-bedakan.

3. Manfaat bagi orangtua; meningkatkan rasa percaya diri mereka karena anak-anak berkebutuhan khusus dapat berdampingan dengan anak-anak pada umumnya. Menciptakan sikap empati, penghargaan dan penerimaan pada anak berkebutuhan khusus.

4. Manfaat bagi masyarakat; secara umum masyarakat akan lebih terbuka untuk menerima perbedaan dan keberagaman.Beberapa elemen pendukung dalam penyelenggaraan PAUD Inklusif tidak jauh berbeda pada penyelenggaraan PAUD Pada umumnya.

5. Dukungan positif keluarga, lingkungan, tenaga pendidik (Kepala PAUD, guru pendamping khusus, guru kelas) akan mengantarkan terwujudnya tujuan peyelenggaraan PAUD Inklusif. Yang menjadi pembeda adalah adanya program pembelajaran khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus.

6. Keterlibatan orang tua dalam implementasi PAUD Inklusif menjadi salah satu faktor pendukung tercapainya tujuan pendidikan anak usia dini secara optimal. Pelibatan ini tidak hanya dilihat dari peran serta orang tua untuk menyekolahkan anak berkebutuhan khusus dalam PAUD Inklusif, melainkan upaya-upaya yang dapat dilakukan orang tua untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

Harapannya anak-anak dapat bersosialisasi bersama teman sebaya, dan masyarakat sekitarnya.Pendidikan inklusi dipengaruhi banyak faktor, mulai dari ciri khusus siswa, ketrampilan pendidik serta dukungan fasilitas. Selain itu untuk menentukan efektivitas praktek inklusif dalam pendidikan dapat dinilai dari persepsi orangtua. Persepsi orangtua terhadap praktik pendiidkan inklusif lebih positif ketika mereka turut andil dalam pengambilan keputusan bersama untuk menentukan layanan pendidikan anak mereka. Dengan demikian kerjasama antara orangtua dan lembaga menjadi satu keharusan dalam menyamakan persepsi.

Dalam penyelenggaran PAUD Inklusif, untuk beberapa kasus dibutuhkan Guru Pendamping Khusus (GPK) atau dikenal juga dengan shadow teacher. Tidak jarang guru pendamping ini adalah keluarga atau orang tua anak itu sendiri. Menurut Skjorten dkk. Dalam Pengantar Pendidikan Inklusif(2003), tugas guru pendamping adalah sebagai berikut.

1. Mendampingi guru kelas dalam menyiapkan kegiatan yang berkaitan dengan materi belajar.

2. Mendampingi Anak Berkebutuhan Khusus (special needs children) dalam menyelesaikan tugasnya dengan pemberian instruksi yang singkat dan jelas.

3. Memilih dan melibatkan teman seumur untuk kegiatan sosialnya.

(14)

5. Mempersiapkan Anak Berkebutuhan Khusus (special needs children) pada kondisi rutinitas yang berubah positif.

6. Menekankan keberhasilan Anak Berkebutuhan Khusus (special needs children) dan pemberian reward yang sesuai dan pemberian konsekuensi terhadap perilaku yang tidak sesuai.

7. Meminimalisasi kegagalan Anak Berkebutuhan Khusus (special needs children) 8. Memberikan pengajaran yang menyenangkan kepada Anak Berkebutuhan Khusus

(special needs children)

9. Menjalankan individual program pembelajaran yang terindividualkan (PPI).

Kurikulum Paud Inklusif

1. Model kurikulum reguler Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama.

2. Model kurikulum reguler dengan modifikasi Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.

3. Model kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI) Model kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait. Kurikulum PPI atau dalam bahasa Inggris Individualized Education Program (IEP) merupakan karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif. Konsep pendidikan inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan adanya penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu. Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih. Thomas M. Stephens menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan yang melayani kebutuhan unik peserta didik dan merupakan layanan yang disediakan dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas program tersebut akan ditentukan.

Manajemen Tenaga Kependidikan Tenaga kependidikan merupakan salah satu

unsur penting dalam pendidikan inklusif. Tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusif mendapat porsi tanggung jawab yang jelas berbeda dengan tenaga kependidikan pada pendidikan noninklusif. Perbedaan yang terdapat pada individu meniscayakan adanya kompetensi yang berbeda dari tenaga kependidikan lainnya. Tenaga kependidikan secara umum memiliki tugas seperti menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Guru yang terlibat di sekolah inklusi yaitu guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pembimbing khusus. Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi: (1)Inventarisasi pegawai, (2)Pengusulan formasi pegawai, (3)Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi, (4)Mengatur usaha kesejahteraan, (5)Mengatur pembagian tugas.

(15)

Manajemen Sarana dan Prasarana Manajemen sarana prasarana sekolah bertugas

merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar dapat memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar mengajar.

Manajemen Keuangan/Dana Pendanaan pendidikan inklusif memerlukan

manajemen keuangan atau pendanaan yang baik. Walaupun penyelenggaraan pendidikan inklusif dilaksanakan pada sekolah reguler dengan penyesuaian-penyesuaian, namun tidak serta merta pendanaan penyelenggaraannya dapat diikutkan begitu saja dengan pendanaan sekolah reguler. Maka diperlukan manajemen keuangan atau pendanaan yang mampu memenuhi berbagai kebutuhan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif dan mengatasi berbagai permasalahan terkait dengan pendanaan. Pembiayaan pendidikan inklusif untuk wilayah DKI Jakarta bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada pos anggaran Dinas Dikdas, Dinas Dikmenti dan Kanwil Depag dan sumber lain yang sah. Pembiayaan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif untuk lembaga pendidikan swasta dibebankan pada anggaran yayasan/lembaga pendidikan swasta yang bersangkutan. Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu dialokasikan dana khusus, yang antara lain untuk keperluan: (1)Kegiatan identifikasi input siswa, (2)Modifikasi kurikulum, (3)Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat,

(4)Pengadaan sarana-prasarana, (5)Pemberdayaan peran serta masyarakat, (6)Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah.

Stake holder pendidikan lain seperti masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam rangka memajukan pendidikan. Apalagi dalam semangat otonomi daerah dimana pendidikan juga merupakan salah satu bidang yang didesentralisasikan, maka keterlibatan masyarakat merupakan suatu keharusan. Dalam rangka menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi memajukan sekolah, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan.

Manajemen Lingkungan (Hubungan Sekolah dan Masyarakat) Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif perlu mengelola dengan baik hubungan sekolah dengan masyarakat agar dapat tercipta dan terbina hubungan yang baik dalam rangka upaya memajukan pendidikan di daerah.

Manajemen Layanan Khusus Dalam pendidikan inklusif terdapat komponen

manajemen layanan khusus. Manajemen layanan khusus ini mencakup manajemen kesiswaan, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan dan lingkungan. Kepala sekolah dapat menunjuk stafnya, terutama yang memahami ke-PLB-an, untuk melaksanakan manajemen layanan khusus ini.

(16)

Dalam arti yang luas kurikulum merupakan rencana pembelajaran secara menyeluruh yang mencakup program pengajaran, materi pelajaran, metode dan evaluasi yang merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Meskipun demikian, kurikulum sering dianggap hanya sebagai dokumen yang berisi sekumpulan bahan pengajaran dan tujuan pengajaran. Sehingga berbicara kurikulum identik dengan berbicara tentang bahan pengajaran. Dalam sistem pendidikan di Indonesia, kurikulum disusun secara nasional dan berlaku untuk semua sekolah sesuai dengan tingkat dan jenis pendidikan. Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai salah satu satuan pendidikan memiliki kurikulum khusus yang berbeda dengan kurikulum untuk sekolah pada umumnya. Kurikulum semacam ini tidak mendukung atau bahkan dapat menghambat pelaksanaan pendidikan inklusif yang sebenarnya. Karena dalam pendidikan inklusif satu sekolah untuk semua anak dan sekaligus satu kurikulum untuk semua anak. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pendidikan inklusif diperlukan penyesuaian- penyesuaian tertentu terhadap kurikulum yang telah ada. Penyesuaian kurikulum dalam rangka implementasi pendidikan inklusif di Indonesia pertama-tama yang harus diperhatikan adalah mengubah orientasi kurikulum dari subject center oriented ke child center oriented. Child center oriented lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan siswa dari pada materi yang harus dikuasai oleh siswa. Di samping itu, pendidikan inklusif menuntut juga penyesuaian kurikulum dalam hal waktu penguasaan terhadap sejumlah bahan pengajaran. Artinya kecepatan siswa untuk menguasai suatu materi pengajaran tidak harus sama dan disesuaikan dengan kemampuan siswa masing-masing secara individu. Dengan penyesuaian semacam ini dimungkinkan siswa ada yang lebih cepat dibandingkan kawannya untuk menyelesaikan materi tertentu dan sebaliknya ada anak yang lebih lambat dalam menguasai bahan pengajaran. Dalam pendidikan inklusif penambahan materi pembelajaran seperti materi pengajaran non-akademik atau keterampilan khusus seperti bahasa isyarat bagi tunarungu, tulisan braille dan keterampilan orientasi dan mobilitas (OM) bagi tunanetra, keterampilan merawat diri bagi anak tunagrahita dan lain-lain perlu mendapat perhatian.

Pembelajaran

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang labih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam individu, maupun faktor eksternal yang datang dari luar lingkungan. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Mengingat pembelajaran dalam pendidikan inklusif atau seting inklusif harus berhadapan dengan peserta didik dengan keadaan dan kemampuan yang sangat beragam, maka pengajaran dengan pendekatan individu dianggap yang paling tepat. Dalam pengajaran dengan pendekatan individu diperlukan tiga langkah kegiatan utama yaitu, asesmen ( assesment), intervensi (intervention), dan evaluasi (evaluation). PAUD Inklusif merupakan lembaga PendidikanAnak Usia Dini yang mengakomodirusia 0-6 tahun yang ada di wilayahnya ataupun sekitarnya tanpa memandang perbedaan yang melekat pada anak tersebut. PAUD Inklusif memberikan hak bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus untuk dapat bersama-sama belajar dalam satu kelas yang sama dengan anak-anak lain pada umumnya. Pembelajaran pada PAUD Inklusif yang membedakan dengan PAUD pada umumnya adalah memfasilitasi adanya Program Pembelajaran Individu (PPI) yang diperuntukan bagi anak berkebutuhan khusus.

(17)

Anak yang ditakdirkan berkebutuhan khusus mempunyai hak yang sama, salah satunya pendidikan yang tentunya membutuhkan penanganan khusus. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang didalamnya mengamanatkan tujuan dan fungasi pendidikan, termasuk sistem pendidikan untuk ABK. Dari undang-undang ini kemudian hadir berbagai peraturan tentang pendidikan salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pengertian inklusi yaitu model pendidikan yang tidak membeda-bedakan individu berdasarkan kemampuan dan kelainan yang dimilki individu. Pendidikan Inklusif didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan dan hak indiviidu. Secara konseptual pendidikan inklusi merupakan sistem layanan Pendidikan Luar Biasa (PLB) yang mempersyaratkan agar semua ABK dilayanai di sekolah umum terdekat bersama teman seusianya. Dalam pendidikan inklusi menempatan ABK tingkat ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas biasa. Penelitian ini dirasa sangat penting karena sampai saat sekarang masih sangat sedikit PAUD yang menyelenggarakan inklusi. Sehingga permasalahan serta kendala yang timbul dapat diantisipasi dicari akar permasalahannya. Adapun permasalahan yg dihadapi adalah: a. Pemahaman inklusi dan implikasinya

- Pendidikan inklusif bagi anak berkelainan/penyandang cacat belum dipahami sebagai upaya peningkatan kualitas layanan pendidikan. Masih dipahami sebagai upaya memasukkan disabled children ke sekolah regular dalam rangka give

education right and kemudahan access education, and againt discrimination.

- Pendidikan inklusif cenderung dipersepsi sama dengan integrasi, sehingga masih ditemukan pendapat bahwa anak harus menyesuiakan dengan sistem sekolah.

- Dalam implementasinya guru cenderung belum mampu bersikap proactive dan ramah terhadap semua anak, menimbulkan komplain orang tua, dan menjadikan anak cacat sebagai bahan olok-olokan.

b. Kebijakan sekolah

- Sekalipun sudah didukung dengan visi yang cukup jelas, menerima semua jenis anak cacat, sebagian sudah memiliki guru khusus, mempunyai catatan hambatan belajar pada masing-masing ABK, dan kebebasan guru kelas dan guru khusus untuk mengimplementasikan pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif, namun

(18)

cenderung belum didukung dengan koordinasi dengan tenaga profesional, organisasi atau institusi terkait.

- Masih terdapat kebijakan yang kurang tepat, yaitu guru kelas tidak memiliki tangung jawab pada kemajuan belajar ABK, serta keharusan orang tua ABK dalam penyediaan guru khusus.

. c. Proses pembelajaran

- Proses pembelajaran belum dilaksanakan dalam bentuk team teaching, tidak dilakukan secara terkoordinasi.

- Guru cenderung masih mengalami kesulitan dalam merumusakan flexible

curriculum, pembuatan IEP, dan dalam menentukan tujuan, materi, dan metode

pembelajaran.

- Masih terjadi kesalahan praktek bahwa target kurikulum ABK sama dengan siswa lainnya serta anggapan bahwa siswa cacat tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menguasai materi belajar.

- Karena keterbatasan fasilitas sekolah, pelaksanaan pembelajaran belum menggunakan media, resource, dan lingkungan yang beragam sesuai kebutuhan anak.

d. Kondisi guru

- Belum didukung dengan kualitas guru yang memadai. Guru kelas masih dipandang not sensitive and proactive yet to the special needs children.

- Keberadaan guru khusus masih dinilai belum sensitif dan proaktif terhadap permasalahan yang dihadapi ABK.

e. Sistem dukungan

- Belum didukung dengan sistem dukungan yang memadai. Peran orang tua, sekolah khusus, tenaga ahli, perguruan tinggi – LPTK PLB, dan pemerintah masih dinilai minimal. Sementara itu fasilitas sekolah juga masih terbatas.

- Karena keterbatasan fasilitas sekolah, pelaksanaan pembelajaran belum menggunakan media, resource, dan lingkungan yang beragam sesuai kebutuhan anak. peduli dan realistik terhadap anaknya.

Ada tujuh fokus penelitian yang dikaji terkait dengan permasalahan di atas, yaitu kurikulum, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, perencanaan pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran, sumber dan media pembelajaran, dan pelaksanaan evaluasi hasil pembelajaran. Penelitian bertujuan untuk memperoleh data secara

(19)

komprehensif tentang bagaimana pelaksanaan pembelajaran untuk siswa tunagrahita yang dilaksanakan secara inklusif di PAUD.

Landasan penyelengaraan pendidikan inklusi di Indonesia didasari oleh lima pilar besar, yakni landasan filosofis, relegius, yuridis, pedagogis dan empiris. Komponen keberhasilan pendidikan inklusi, pleksibilitas kurikulum (Bahan Ajar), tenaga pendidik (guru), input peserta didik, lingkungan dan penyelenggara sekolah, sarana dan prasarana, evaluasi pembelajaran. ( Dalam evaluasi belajar, sebagaimana disebutkan dalan Permendiknas No. 70 tahun 2009 pasal 7 sampai 9)

Selain itu ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dalam pelaksanaan pendidikan inklusif ini, sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangat, guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi, melibatkan orang tua, pelatihan teknis, mengadakan bimbingan khusus, mengidentifikasi hambatan, melibatkan masyarakat (Suyanto & Mudjito AK. 2012). Secara umum saat ini terdapat lima kelompok issue dan permasalahan pendidikan inklusif di tingkat sekolah yang perlu dicermati dan diantisipasi agar tidak menghambat, implementasinya tidak bisa, atau bahkan menggagalkan pendidikan inklusi itu sendiri, kebijakan sekolah, proses pembelajaran, kondisi guru, dan support system.

DAFTAR PUSTAKA

Astati.(2007). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

--- (2001), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Brooks, Jane, The Process of Parenting, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Budi S., Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak?,Cet. I, Yogyakarta: Diva Press, 2010. Edi Purwanta, Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan

Khusus, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015

Friend, Marilyn, William D. Bursuck, Menuju Pendidikan Inklusi Panduan Praktis

Untuk Mengajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

http://www.kompasiana.com/simurai/sh

adow-teacher-antara-riil-dan-bayangan_55289155f17e617f638b4595, diakses 30 September 2016.

Latif, Mukhtar, dkk, Orientasi Pendidikan Anak Usia Dini Teori dan Aplikasi, Jakarta Kencana,2014

Law Nolte, Dorothy dan Rachel Harris, Anak-Anak Belajar dari Kehidupannya

Nilai-Nilai Parenting Klasik Dunia, Penerjemah :Helly Prajitno Soetjipto,

(20)

Nur Abdul Hafizh Suwaid, Muhammad, Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik

Anak, Penerjemah: Farid Abdul Aziz Qurusy, Yogyakarta: Pro-U Media, 2010 dalam PAUD Inklusi, Semarang: DIKMAS JATENG, 2016.

PPPAUD-DIKMAS JATENG, Strategi Pelibatan Orang tua dan Masyarakat

Sastry, Anjali & Blaise Aguairre, Parenting Anak dengan Autisme (Solusi, Strategi

dan Saran Praktis untuk Membantu Keluarga Anda), Yogyakarta: Pustaka

Pelajar 2014

Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

---, Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 200 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Bandung:Citra Umbara

---,(2004) Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/inklusi. Jakarta: Direktorat Pendidkan Luar Biasa.

---, Permendiknas no.70 tahun 2009 tentang inklusi. http://peduliinklusi. Blogspot.com. diunduh tanggal 2 Pebruari 2014.

Jaja Miharja. (2014) Pendidikan inklusif. Makalah pada Seminar Pendidikan Anak Luar Biasa. Yogyakarta:Universitas Islam Indonesia

Praptono. (2014). Aktualisasi Kebijakan Pendidikan dalam Pemerataan Kesempatan dan Akses serta Peningkatan Mutu melalui Program Pendidikan Inklusif.. Makalah pada Seminar Pendidikan Anak Luar Biasa. Yogyakarta:Universitas Islam Indonesia Rini Hildayani.(2008). Penanganan Anak Berkelainan. Jakarta: Universitas Terbuka Tati Hermawati.(2007). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka. UNESCO, (2000). Salamanca Stetment. French:Graphoprint.

Yufiarti. (2008). Profesionalitas Guru PAUD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Edi Purwanta, Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan

Khusus, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015

Friend, Marilyn, William D. Bursuck, Menuju Pendidikan Inklusi Panduan Praktis

Untuk Mengajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

http://www.kompasiana.com/simurai/shadow-teacher-antara-riil-dan-bayangan_55289155f17e617f638b4595, diakses 30 September 2016.

Latif, Mukhtar, dkk, Orientasi Pendidikan Anak Usia Dini Teori dan Aplikasi, Jakarta Kencana,2014

Law Nolte, Dorothy dan Rachel Harris, Anak-Anak Belajar dari Kehidupannya

Nilai-Nilai Parenting Klasik Dunia, Penerjemah :Helly Prajitno Soetjipto,

Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2016

Nur Abdul Hafizh Suwaid, Muhammad, Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik

Anak, Penerjemah: Farid Abdul Aziz Qurusy, Yogyakarta: Pro-U Media, 2010.

PPPAUD-DIKMAS JATENG, Strategi Pelibatan Orang tua dan Masyarakat dalam

PAUD Inklusi, Semarang: PPPAUD-DIKMAS JATENG, 2016.

Sastry, Anjali & Blaise Aguairre, Parenting Anak dengan Autisme (Solusi, Strategi

dan Saran Praktis untuk Membantu Keluarga Anda), Yogyakarta: Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan keragaan karakter agronomis galur-galur kedelai adaptif lahan pasang surut di Wanaraya pada umumnya lebih baik daripada di Barambai, kecuali umur

Warna ungu pada empat mahkotanya melambangkan warna dari makara Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang mencirikan kesiapan mahasiswa angkatan2018

Tanah merupakan tempat atau ruang sekaligus sebagai sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup di atas bumi, terutama manusia. Di suatu sisi pertambahan penduduk

Penyusunan Rencana Kerja SKPD ( RENJA SKPD ) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2017 masih banyak terdapat kekurangan, maka kami dengan kerendahan

Berdasarkan lembar observasi aktivitas peneliti sebagai guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus I, maka jumlah skor dan persentase aktivitas peneliti dalam

Dalam penulisan tugas akhir ini, studi kasus yang akan dibahas adalah perencanaan rekonfigurasi penyulang untuk memenuhi permohonan daya atas nama PT Mayora Tbk sebesar 5 MVA yang

Reduksi data dimulai dengan membuat ringkasan atau rangkuman dari setiap data yang diperoleh dari lapangan agar mudah dipahami. Keseluruhan rangkuman data yang berupa hasil

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik TKKS pada berbagai dosis memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio pucuk akar bibit jelutung rawa,