• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ok"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Penelitian Terdahulu

Manajemen stockpile merupakan salah satu subjek yang digunakan sebagai topik dalam penyusunan karya ilmiah. Dalam penyusunan karya ilmiah, karya ilmiah yang terlebih dahulu harus dijadikan acuan sehingga penelitian yang dilakukan mengalami kemajuan dan tidak berjalan ditempat. Waskita Adiguna, 2011, dalam “Pengelolaan Penimbunan Muatan Curah Kering (studi kasus : PLTU Paiton)” menyatakan bahwa dalam pengelolaan batubara di PLTU terdapat dua komponen utama yang perlu diperhatikan yaitu lahan yang digunakan dan juga batubara yang disimpan, dalam pengelolaan lahan perlu diperhatikan penyusunan batubara yang akan mempengaruhi biaya penyimpanan batubara. Kemudian dari aspek pengelolaan batubara terdapat dua komponen yaitu : pengangkutan dan juga persediaan batubara.

Dari perhitungan dengan mempercepat waktu kedatangan muatan, setiap 5 jam untuk tongkang 6000 ton volume bertambah 1613 ton, untuk penggunaaan tongkang 8000 ton volume bertambah 1580 ton, untuk penggunaan tongkang 10000 ton volume bertambah 1581 ton, dan untuk penggunaan tongkang 13000 ton volume akan bertambah 1617 ton, dan sistem penumpukan tipe A lebih murah dari sistem penumpukan tipe B.

Perhitungan juga dilakukan dengan membatasi persediaan agar dapat mengontrol volume persediaan yang ada dilapangan penumpukan. Dalam

(2)

penelitian ini tidak menentukan jumlah persediaan, tetapi melakukan kajian tentang pengelolaan penimbunan sehubungan perubahan komponen dari perencanaan persediaan, karena untuk menentukan kebijakan volume persediaan harus dilakukan berdasarkan pengalaman sehubungan dengan penerapan kebijakan pada masing-masing keadaan cuaca, karena volume persediaan merupakan fungsi dari keadaan cuaca di daerah pelayaran dan cuaca adalah variabel yang tidak dapat dikontrol dan keadaan pelayaran tersebut cukup slit untuk diketahui secara pasti.

Ririn Muliasie, 2014, dalam “Analisa Manajemen ROM (Run Of Mine) dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Batubara di PT. Kapuas Tunggal Persada Kabupaten Provinsi Kalimantan Tengah” menyatakan bahwa PT. Kapuas Tunggal Persada menerapkan sistem penumpukan FIFO (First In

First Out) dengan metode layering dan pola penumpukan trapesium. Namun

dari hasil penelitian, kondisi ROM (Run Of Mine) penuh karena pengaturan antara kegiatan produksi dan hauling tidak berjalan seimbang dimana jumlah batubara yang masuk lebih banyak dari jumlah batubara yang keluar. Hal ini menyebabkan sistem FIFO tidak berjalan baik dan terjadi perubahan kualitas. Perubahan kualitas yang signifikan terlihat dari 3 parameter yang menjadi spesifikasi utama penjualan, yaitu Calorific Value, Total Moisture, dan Ash. Untuk menjaga kualitas batubara dalam memenuhi permintaan pembeli agar tidak mengalami penurunan terus menerus, maka harus dilakukan upaya perbaikan manajemen ROM, yaitu menyesuaikan suplai batubara yang masuk ke ROM dengan kegiatan hauling.

(3)

2.2 Batubara

Batubara berdasarkan buku Coal Geology and Coal Technology karangan Colin R. Ward tahun 1984, batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar,terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang telah terkonsolidasi di bawah tekanan dan suhu tinggi dalam waktu yang sangat lama.

2.2.1 Kualitas Batubara

Bentuk akhir batubara ketika dikirimkan ke pasar adalah suatu produk. Produk ini mempunyai berbagai karakteristik kualitas yang diturunkan dari karakteristik bawaan (inherent) sumber, yang berubah karena adanya penambangan, kuantitas, dan lokasi tertentu, penggunaan teknologi, dan pemanfaatan, sehingga memenuhi spesifikasi yang diinginkan. Dalam hal ini kualitas harus diartikan sebagai penyampaian spesifikasi secara konsisten dan berguna bukan lebih baik atau lebih jelek. Dalam ISO 8402, secara umum kualitas didefenisikan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu barang (produk) atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau tersirat.

Di dalam proses penjualan batubara, beberapa parameter kualitas batubara menjadi dasar dari penentuan harga batubara tersebut. Laverik (1987) membagi parameter kualitas di dalam menspesifikasikan batubara bahan bakar menjadi 3 golongan yaitu : 1) Spesifikasi sangat umum

 Nilai panas (specific energy atau calorific value)

(4)

 Kandungan Ash (ash content)  Total sulphur

 Zat mudah menguap (volatile matter)

Moisture dalam sampel yang dianalisis

 Penyebaran ukuran butir atau size distribution

 Indeks kedapatgerusan (grindability index) 2) Spesifikasi kurang umum

 Suhu leleh ash

 Susunan ash atau analisis ash

 Nitrogen  Klor, fosfor  Sifat-sifat pengembangan  Fixed carbon 3) Jarang dispesifikasikan  Analisis ultimat

 Unsur runut (trace elements) yang dititikberatkan pada logam berat (heavy metals)

 Fluor

 Bentuk-bentuk belerang  Indeks slagging dan fouling

 Analisis petrografi

Ash resistivity

Parameter kualitas batubara ditentukan dilaboratorium dengan cara sampling dan analisinya menggunakan cara yang sudah dibakukan atau menurut metode standard.

2.3 Stockpile Management

Manajemen merupakan suatu proses perencanaan,pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien (Ricky W. Griffin, 20013). Maksud dari efektif

(5)

adalah bahwa tugas yang telah ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan perencanaan.

Stockpile berfungsi sebagai penyangga antara pengiriman dan proses, sebagai persediaan yang baik, strategis dan meminimalkan gangguan yang bersifat jangka pendek atau jangka panjang. Selain itu juga berfungsi tempat pencampuran dan pembagian menurut jenis batubara agar sesuai dengan permintaan yang disyaratkan. Disamping tujuan tersebut, stockpile

juga digunakan untuk mencampur batubara agar homogenasi sesuai dengan kebutuhan. Homogenasi bertujuan untuk menyiapkan produk dari satu tipe material dimana fluktuasi dalam kualitas batubara dan distribusi ukuran disamakan. Dalam proses homogenisasi ada dua tipe yaitu blending dan

mixing.

2.3.1 Syarat Teknis Penimbunan

Dalam pelaksanaan penimbunan dan pembongkaran yang dilakukan harus dapat dilakukan pengaturan penimbunan atau pembongkaran yang baik. Hal ini untuk menghindari terjadinya penimbunan yang melebihi kapasitas penimbunan. Dalam hal ini perlu diperhatikan teknis penimbunannya. Syarat teknis penimbunan meliputi :

1. Batubara

Batubara sebagai salah satu syarat teknis penimbunan juga harus diperhatikan. Kondisi batubara yang berpengaruh adalah sebagai berikut :

(6)

a. Batubara yang ditimbun, diusahakan sejenis

Untuk menghindari terbakarnya batubara kelas lebih tinggi maka untuk setiap satu loksi penimbunan digunakan batubara yang sejenis (kelas dan kualitas sama). Hal tersebut dikarenakan batubara kelas lebih rendah leboh mudah dan cepat untuk terbakar dengan sendirinya, sehingga panas yang dihasilkan oleh batubara kelas lebih rendah terakumulasi dan mempengaruhi batubara kelas lebih tinggi untuk terbakar.

b. Ukuran butir

Ukuran butir memiliki pengaruh terhadap timbulnya swabakar, sehingga dalam penanganan penimbunan batubara sebaiknya dengan menghindarkan produksi batubara dengan ukuran seragam, karena besar butiran yang hampir sama akan menimbulkan rongga-rongga yang cukup banyak pada timbunan dan memudahkan terjadinya aliran udara.

2. Keadaan Tempat Penimbunan

Keadaan tempat penimbunan yang berpengaruh terhadap syarat teknis penimbunan adalah sebagai berikut:

a. Persiapan lantai stockpile

Lantai tempat penimbunan batubara harus dibuat stabil dan dibuat bedding dengan menggunakan material yang cukup kuat untuk menopang berat timbunan batubara. Selain itu lantai dasar stockpile harus cukup padat dan mempunyai kemiringan yang cukup untuk mengalirkan air.

(7)

b. Area penimbunan yang bersih

Area penimbunan batubara harus bebas dari segala material yang mudahterbakar seperti kayu dan sampah. Selain itu, juga harus bebas dari potongan-potongan logam.

c. Sumber air bertekanan tinggi

Sumber air bertekanan tinggi sangat dibutuhkan apabila terjadi kebakaran pada daerah sekeliling timbunan, misalnya hidran. Sumber air bertekanan tinggi dibutuhkan apabila kebakaran di sekitar timbunan tidak segera dipadamkan maka akan mempengaruhi naiknya suhu timbunan dan mempercepat proses swabakar pada timbunan.

d. Posisi Stockpile

Posisi Stockpile harus memperhatikan arah angin. Dengan mengetahui arah angin maka posisi stockpile diusahakan memanjang searah dengan arah angin, sehingga permukaan timbunan yang diterpa angin akan semakin kecil yang bertujuan menghindari proses oksidasi pada timbunan.

3. Pola Penimbunan

Sistem penimbunan memiliki dua metode yaitu metode penimbunan terbuka (open stockpile) dan metode penimbunan tertutup (coverage storage). Penimbunan yang umum dilakukan di dalam kegiatan pertambangan adalah dengan metode penimbunan terbuka (opened stockpile). Open stockpile atau

(8)

secara terbuka dengan ukuran sesuai tujuan dan proses yang digunakan. Pola penimbunan antara lain sebagai berikut:

1. Cone ply merupakan pola dengan bentuk kerucut pada salah satu ujungnya sampai tercapai ketinggian yang dikehendaki dan dilanjutkan menurut panjang stockpile. Pola ini menggunakan alat curah, seperti stacker reclaimer.

Gambar 2.1 Pola penimbunan Cone ply

2. Chevron merupakan pola dengan menempatkan timbunan

satu baris material, sepanjang stockpile dan tumpukan dengan cara bolak-balik hingga mencapai ketinggian yang diinginkan. Pola ini baik untuk alat curah seperti belt conveyor atau stacker reclaimer.

Gambar 2.2 Pola penimbunan Chevron

3. Chevcon merupakan pola penimbunan dengan kombinasi

antara pola penimbunan chevron dan pola penimbunan

(9)

Gambar 2.3 Pola penimbunan Chevcon

4. Windrow merupakan pola dengan tumpukan dalam baris

sejajar sepanjang lebar stockpile dan diteruskan sampai ketinggian yang dikehendaki tercapai. Umumnya alat yang digunakan adalah backhoe, bulldozer, dan loader.

Gambar 2.4 Pola penimbunan Windrow

4. Desain Stockpile

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang sistem penumpukan pada Stockpile adalah :

1. Bentuk dan luasan stockpile

Bentuk dan luasan stockpile ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu :

- Input dan outputstockpile

Input dan output stockpile membahas tentang

kapasitas yang harus dimiliki suatu stockpile agar mampu menampung produksi yang telah di targetkan oleh suatu

(10)

perusahaan dimana input dari stockpile produk berasal dari

hauling dan output stockpile produk berasal dari barging

(pengapalan). Dimana pada beberapa perusahaan pengapalan tidak dapat dilakukan karena adanya musim kemarau selama beberapa bulan dalam satu tahun yang mengakibatkan terjadinya penumpukan produk pada bulan bulan tersebut di dalam Stockpile, sehingga perlu dipertimbangkan lebih lanjut tentang luasan dan bentuk yang sesuai dengan produksi.

2. Sistem penyaliran stockpile

Sistem penyaliran yang dipakai di Stockpile dipengaruhi oleh bentuk dan luasan Stockpile dimana dari luasan

Stockpile akan diperhitungkan berapa jumlah dan volume

kolam penampungan yang harus di buat sehingga dapat menampung limpasan air dari area stockpile secara maksimal.

3. Acuan dimensi penumpukan stockpile

Untuk menentukan acuan dimensi penumpukan material di

stockpile maka diperlukan beberap faktor yaitu:

- Kualitas material yang di tumpuk

Batubara yang memiliki kualitas berbeda harus di pisahkan penumpukannya agar tidak saling mengontaminasi karena memliki spesifikasi kualitas yang berbeda.

- Dimensi alat maintenance

Dimana tinggi lereng penumpukan disesuaikan dengan jangkauan alat maintenance yang bekerja di area

(11)

stockpile, lebar alat digunakan menjadi acuan jarak toe tumpukan ke toe tanggul

Gambar 2.5 Dimensi alat maintenance (Excavator).

Gambar 2.6 Dimensi alat maintenance (Dozer).

- Radius putaran alat berat yang bekerja di area

stockpile

Radius putaran dumptruck menentukan lebar minimum puncak tumpukan batubara pada Stockpile.

(12)

Gambar 2.7 Derajat Tikungan Dozer 2.3.2 Kejadian Merugikan di Stockpile

a) Swabakar Batubara

Batubara dari semua rank dapat memanas dengan sendirinya (self hating) dan terbakar secara spontan (spontaneous combustion) di dalam stockpile. Swabakar timbunan batubara merupakan hal yang sering terjadi dan perlu mendapatkan perhatian khusus, terlebih pada timbunan batubara dalam jumlah besar. Batubara akan teroksidasi saat tersingkap dipermukaan sewaktu penambangan, demikian pada saat batubara ditimbun proses oksidasi ini terus berlangsung. Akibat dari reaksi oksidasi antara oksigen dengan gas-gas yang mudah terbakar dari komponen zat terbang akan menghasilkan panas.

Bila reaksi oksidasi berlangsung terus menerus, maka panas yang dihasilkan juga akan meningkat, sehingga dalam

(13)

timbunan batubara juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan suhu ini juga disebabkan oleh sirkulasi udara dan panas dalam timbunan tidak lancar, sehingga suhu dalam timbunan akan terakumulasi dan anik sampai mencapai suhu titik pembakaran, yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya proses swabakar pada timbunan tersebut. Reaksi kimia pernyebab terjadi proses swabakar pada batubara adalah sebagai berikut :

C (graphit) + O2 (gas) – CO2 (gas) + 94,1 Kkal 2 H2 (gas) + O2 – 2 H2O (gas) + 115,6 Kkal S + O2(gas) – SO2 (gas) +0,61 Kkal

1. Faktor Faktor Penyebab Swabakar Batubara

Untuk mengetahui terjadinya proses swabakar pada timbunan maka perlu diketahui faktor penyebabnya. Faktor penyebab terjadinya swabakar pada timbunan batubara adalah sebagai berikut :

a) Akumulasi panas

Akumulasi panas merupakan peningkatan suhu dalam timbunan secara terus menerus. Swabakar disebabkan karena adanya reaksi oksidasi antara oksigen dan zat terbang yang ada dalam batubara secara terus menerus. Reaksi oksidasi ini mengeluarkan kalor. Kalor yang dikeluarkan semakin lama akan terakumulasi terus semakin banyak, sehingga suhu dalam timbunan akan terakumulasi dan naik sampai mencapai titik

(14)

pembakaran yang akhinya dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya swabakar semakin besar. b) Kandungan proksimat yang terdapat dalam batubara

1. Kandungan air (moisture content)

Kandungan air yang berpengaruh adalah kandungan air bebas (free moisture). Kandungan air yang tinggi terdapat pada batubara kelas rendah dan dapat menunjukkan besarnya pori-pori. Pada proses penguapan kandungan air bebas akan mengakibatkan partikel batubara mudah pecah dan luas permukaan batubara juga menjadi besar, sehingga memungkinkan untuk teroksidasi oleh udara semakin besar.

2. Zat terbang (Volatile Matter)

Komponen zat terbang umumnya adalah H2, CH4, C2H6, CO, CO2, dan N2. Mayoritas adalah H2 (35% - 50%) dan CH4 (25% - 40%). Komponen zat terbang ini senantiasa keluar dari butiran-butiran batubara yang apabila kontak dengan O2 akan terjadi reaksi oksidasi yang menghasilkan panas. Panas yang dihasilkan serta adanya O2 bebas akan memacu terjadinya reaksi oksidasi lanjutan, panas yang dihasilkan akan terakumulasi dan setelah

(15)

mencapai suhu tertentu batubara akan terbakar dengan sendirinya.

3. Kandungan sulfur

Sulfur di dalam batubara dapat berbentuk sulfur organik, sulfat, dan pirit sulfur. Pirit sulfur yang terkandung dalam batubara dapat bereaksi dengan oksigen dan air membentuk asam sulfat. Reaksi pembentukan asam sulfat akan menghasilkan panas, apabila hal tersebut terjadi pada timbunan batubara dan diikuti dengan suhu lingkungan yang tinggi maka panas tersebut akan mempercepat proses swabakar.

c. Lamanya Penimbunan

Semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang tersimpan di dalam timbunan, karena volume udara yang terkandung dalam timbunan semakin besar, sehingga kecepatan oksidasi menjadi semakin tinggi

d. Metode penimbunan

Dalam timbunan batubara perlu mendapatkan pemadatan. Dengan adanya pemadatan ini akan dapat menghambat proses terjadinya swabakar batubara, karena ruang antar butir diantara material batubara berkurang. Adapun alat yang digunakan untuk pemadatan adalah track dozer.

(16)

Pengaruh kondisi penimbunan terhadap proses swabakar batubara, yaitu :

1. Tinggi timbunan

Tinggi timbunan yang terlalu tinggi akan menyebabkan semakin banyak panas yang terserap, hal ini dikarenakan sisi miring yang terbentuk akan semakin panjang, sehingga daerah yang tak terpadatkan akan semakin luas dan akan mengakibatkan permukaan yang teroksidasi semakin besar. Untuk batubara bituminous yang ditimbun lebih dari 30 hari sebaiknya tinggi timbunan maksimum 6 meter. Sedangkan untuk timbunan batubara lignit lebih dari 14 hari tinggi timbunan maksimum 4 meter.

2. Sudut timbunan

Sudut yang dibentuk dari suatu tumpukan pada timbunan stockpile sebaiknya lebih lebih kecil dari angle of repose timbunan batubara. Pada umumnya material berukuraan kasar memiliki

angle of repose lebih besar dibandingkan material berukuran halus. Sudut material yang dipadatkan dapat lebih besar daripada yang

loose. Sudut timbunan batubara yang cukup ideal yaitu 20.

(17)

Air asam tambang adalah air yang bersifat asam (Ph < 7) dan mengandung senyawa logam terlarut terutama Fe dan senyawa sulfat yang terbentuk akibat teroksidasinya lapisan batuan yang mengandung pirit dan markasit. Air rembesan dari timbunan batubara biasanya bersifat asam karena terbentuknya asam-asam sulfat dan sulfit, juga asam hidrolik oleh reaksi air, sulfat piritik dan klorin (garam-garaman). Air yang asam mempunyai sifat korotif terhadap fasilitas pengangkutan, terutama bila temperatur lingkungannya mengalami kenaikkan. Selain itu dapat menganggu tumbuh tanaman, mengganggu kehidupan biota air, mencemari sumber-sumber air, dan sapat menyebabkan air sada (tidak berbuih)

Pada umumnya pembentukan air asam tambang tergantung pada tiga pereaksi utama yaitu air, oksigen, dan materi (batuan) yang mengandung mineral-mineral sulfida (pirit, markasit, dan lain-lain). Mineral sulfidis tersebut selanjutnya akan teroksidasi membentuk persenyawaan oksida dan bila terjadi kontak dengan air (baik yang berasal dari hujan maupun air dalam tambang) akan membentuk besi sufat dan asam sulfat. Faktor pembentuk air asam tambang merupakan faktor yang memegang peranan dalam mempengaruhi laju oksidasi (FeS2) atau mineral sulfidis lainnya. Faktor-faktor pembentuk air asam tambang antara lain yaitu (Hadiyan, 1997):

(18)

Luas permukaan reaksi pirit tergantung dari jumlah pirit yang terkandung dalam batubara. Semakin banyak jumlah pirit semakin besar potensi asam yang akan dihasilkan. 2. Bentuk Sulfur

Bentuk sulfur yang paling potensial menghasilkan air asam tambang adalah sulfida (pirit) yang umumnya terdapat dalam batubara. Sulfur organik dan sulfat biasanya dijumpai dalam jumlah kecil pada batubara dan kurang reaktif dalam pembentukan air asam tambang. 3. pH dari Larutan

Air yang memiliki pH rendah akan mempercepat proses pembentukan besi-fero yang akan menjadi katalisator proses oksidasi besi sulfida menghasilkan air asam tambang.

4. Bakteri Thiobacillus

Dalam kondisi di bawah abiotik perubahan besi fero menjadi feri berjalan lambat, akan tetapi dengan hadirnya bakteri thiobacillus proses oksidasi besi-fero akan berlangsung sangat cepat, sehingga pembentukan air asam tambang meningkat berjuta kali lipat.

Secara umum reaksi pembentukan air asam tambang adalah sebagai berikut (Hadiyan, 1997)

FeS2 + 3 O2 FeSO4 + SO2 + 0,61 Kkal SO2 + 0,5 O2 SO3 + 0,62 Kkal

SO3 + H2O H2SO4 + 0,62 Kkal + FeS2 + 3,5 O2 + H2O FeSO4 + H2SO4 + 49,6 Kkal

(19)

2.4 Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah instrumen perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan serta kesempatan ekternal dan ancaman, instrumen ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka.

a. Strength

Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keungulan-keungulan lain yang berhubungan dengan suatu industri dan kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh industri yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi suatu industri.

b. Weakness

Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat suatu industri. Keterbatasan tersebut dapat berupa fasilitas, sumber daya keuangan,kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat meruoakan sumber dari kelemahan tersebut.

c. Opportunity

Peluang adalah situasi penting yang mengguntungkan dalam lingkungan suatu industri. Kecendrungan – kecendrungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan

d. Threat

Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan suatu industri.

Gambar

Gambar 2.1 Pola penimbunan Cone ply
Gambar 2.3 Pola penimbunan Chevcon
Gambar 2.5  Dimensi alat maintenance (Excavator).

Referensi

Dokumen terkait

Sering disebut sebagai spektrum terbakar surya atau kulit terbakar akut, karena sinar ini penyebab utama terjadinya terbakar surya ( sunburn ). UV B ini paling efektif

Pembakaran dapat didefinisikan sebagai reaksi secara kimia yang berlangsung secara cepat antara oksigen dengan unsur yang mudah terbakar dari bahan bakar pada

Validasi data analisis proksimat batubara dilakukan untuk menentukan rank batubara daerah penelitian; di mana berdasarkan klasifikasi rank batubara ASTM dan DIN akan dapat

Karena media ini bertujuan untuk melatih penguasaan kosakata secara spontan, maka waktu yang disediakan untuk mempertunjukkan dan waktu yang disediakan untuk merespons

Bangko Barat dimana sering terjadinya spontaneous combustion , (2) Melakukan analisis terhadap laju alir Gas Metana Batubara (CMM) yang release ke udara pada

anggota KBI karena adanya penciptaan suatu produk (puisi dan audio-puisi), keahlian (memiliki keahlian untuk mencurahkan emosi melalui tulisan secara spontan),

Pertama, muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan tak diharapkan serta melibatkan rakyat banyak. Karena suatu alasan, individu tertentu

kapasitas crusher per hari – total batubara bongkahan per hari di stockpile - Jumlah optimum batubara sebelum proses penghancuran (jika kondisi kering). = 6.400 MT – 1.836 MT =