• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Swabakar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Swabakar"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

SWABAKAR BATU BARA

Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi Batubara Program Studi Pertambangan Fakultas Teknik

Universitas Islam Bandung Tahun Akademik 2016/2017

Kelompok 1

Firman

10070111108

Helvijar

10070111134

Rully Adhi Nugroho

10070110009

Reqi

10070112

(2)

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

2016 M / 1438 H

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul “SWABAKAR”. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Kedua Orangtua penulis yang selalu mendo’akan dan memotivasi dalam proses pembuatan Makalah ini.

2. Ibu Ir. Sryanti, M.T. selaku dosen mata kuliah Teknologi Batubara.

3. Teman-teman yang selalu membantu kendala-kendala dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu upaya perbaikan akan selalu dilakukan terutama akan disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi saat ini.

Akhirul kalam, mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumya bagi pembaca. Kritik dan saran serta bahan masukan yang sifatnya membangun masih sangat diperlukan guna penyempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandung, 20 Oktober 2016

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar...

i

Daftar Isi...

ii

BAB I PENDAHULUAN...

1

1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Ruang Lingkup... 1 1.3 Tujuan... 1

BAB II PEMBAHASAN...

2

2.1 Pengembangan Wilayah... 2 2.2 Pertambangan... 3

2.3 Kegiatan Reklamasi dan Pascatambang... 4

BAB III KESIMPULAN...

6

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Bagi banyak perusahaan tambang batubara, merupakan masalah besar ketika stock batubara yang berada pada stockpile mereka mengalami swabakar (spontaneous combustion). Jika hal ini terjadi, akan mempengaruhi turunnya kualitas batubara dan tidak dapat dijual kekonsumen, bahkan jika proses ini dibiarkan terjadi, batubara yang berada pada stockpile akan habis terbakar.

Keterjadiaan swabakar pada stockpile disebabkan karena banyak faktor yang terjadi mengingat dampak yang di akibatkan merupakan permasalahan yang perlu mendapat perhatian yang khusus untuk pencegahan, pengontrolan ,dan penangan pada stockpile batubara.

1.2

Ruang Lingkup

Penyusunan makalah ini mencakup keterjadian swabar, pencegahan, dan penanganann di industri penambangan batu bara

1.3

Tujuan

1. Dapat memahami keterjadian swabakar

2. Dapat memahami penyebab terjadinya swabakar

3. Dapat memahami pencegahan, pengontrolan, dan penangannan swabakar Di industri pertambangan

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1

Swabakar ( Spontaneous Combustion )

Swabakar atau Spontaneouse combustion atau disebut juga self combustion adalah salah satu fenomena yang terjadi pada batubara pada waktu batubara tersebut disimpan di storage / stockpile dalam jangka waktu tertentu. Swabakar pada stockpile merupakan hal yang sering terjadi dan perlu mendapatkan perhatian khususnya pada timbunan batubara dalam jumlah besar. Batubara akan teroksidasi saat tersingkap dipermukaan sewaktu penambangan, demikian pada saat batubara ditimbun proses oksidasi ini terus berlangsung. Akibat dari reaksi oksidasi antara oksigen dengan gas-gas yang mudah terbakar dari komponen zat terbang akan menghasilkan panas (Sukandarrumidi, 2006).

Bila terjadi reaksi oksidasi secara terus-menerus, maka panas yang dihasilkan juga akan meningkat, sehingga dalam timbunan batubara juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan suhu ini juga disebabkan oleh sirkulasi udara dan panas dalam timbunan tidak lancar, sehingga suhu dalam timbunan akan terakumulasi dan naik sampai mencapai suhu titik pembakaran (self heating), yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya proses swabakar pada timbunan tersebut

Sebelum mengalami swabakar batubara akan mengalami proses oksidasi yang merupakan proses inisiasi dari swabakar apabila proses oksidasi ini diikuti dengan meningkatnya temperatur terus menerus yang akhirnya mengakibatkan terjadinya pembakaran spontan. Batubara akan bereaksi dengan oksigen di udara segera setelah batubara tersebut tersingkap selama penambangan. Kecepatan reaksi ini lebih besar terutama pada batubara golongan rendah seperti lignite dan sub-bituminus, sedangkan pada golongan batubara bituminus keatas atau, oksidasi ini baru akan tampak apabila batubara tersebut sudah tersingkap dalam jangka waktu yang cukup lama. Apabila temperatur batubara terus meningkat yang disebabkan oleh self heating, maka ini perlu ditangani dengan serius karena ini akan berpengaruh terhadap nilai komersial batubara tersebut, selain itu akan mengakibatkan pembakaran spontan batubara yang sangat tidak diinginkan karena akan merugikan.

Pada temperatur normal kecepatan oksidasi ini kecil sekali, bahkan cenderung menurun selang dengan waktu, dengan demikian resiko penurunan kualitas karena oksidasi ini masih bisa diterima dalam periode waktu pengiriman (8 jam – 8 minggu). Oksidasi yang dimaksud

(7)

adalah oksidasi yang tidak diikiuti dengan pembakaran spontan atau oksidasi pada temperatur rendah, akan tetapi apabila disimpan dalam jangka waktu lama di stockpile penurunan kualitas akibat ini biasanya tidak dapat diterima. Karena selain penurunan kualitas secara kimia juga terjadi penurunan kualitas secara fisik terutama terjadi pada batubara golongan rendah atau low rank coal (Sukandarrumidi, 2006).

2.2

Proses Keterjadian swabakar (Spontaneus Combustion)

Swabakar batubara terjadi akibat proses oksidasi batubara di dalam udara. Batubara pada kondisi terbuka di udara dapat menyerap oksigen dalam waktu lama dan perlahan-lahan akan terjadi proses oksidasi yang menghasilkan proses panas. Apabila panas ini terakumulasi karena tidak dilepas atau didinginkan, maka temperaturnya meningkat, yang akhirnya mencapai titik nyala (ignition point) dan terbakar menimbulkan api. Oleh karena itu, swabakar tidak terjadi di zona yang disekat (ditutup rapat) secara sempurna, karena proses oksidasi batu bara di sini tidak berlanjut. Sebaliknya, di tempat yang dilewati angin yang banyak, walaupun batu bara teroksidasi, panas yang timbul akan dilepas dan didinginkan, sehingga tidak sampai terbakar.

Bila panas swabakar itu sebelum mencapai titik nyala, menimbulkan awan debu batubara dan terdapat pula gas methan yang teremisi ke udara di sekitarnya, maka swabakar itu dapat diiringi dengan terjadinya ledakan yang cukup dahsyat.

Gambar 1

Proses Terjadinya Swabakar Pada Batubara

(8)

1) Lamanya Penimbunan

Semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang tersimpan di dalam timbunan, karena volume udara yang terkandung dalam timbunan semakin besar, sehingga kecepatan oksidasi menjadi semakin tinggi.

2) Metode Penimbunan

Dalam timbunan batubara perlu mendapatkan pemadatan. Dengan adanya pemadatan ini akan dapat menghambat proses terjadinya swabakar batubara, karena ruang antar butir diantara material batubara berkurang. Adapun alat yang digunakan untuk pemadatan adalah track dozer atau excavator.

3) Kondisi Penimbunan

Pengaruh kondisi penimbunan terhadap proses swabakar batubara, yaitu : a. Tinggi timbunan

Tinggi timbunan yang terlalu tinggi akan menyebabkan semakin banyak panas yang terserap, hal ini dikarenakan sisi miring yang terbentuk akan semakin panjang, sehingga daerah yang tak terpadatkan akan semakin luas dan akan mengakibatkan permukaan yang teroksidasi semakin besar. Untuk batubara bituminuous yang ditimbun lebih dari 30 hari sebaiknya tinggi timbunan maksimum 6 meter. Sedangkan untuk timbunan batubara lignite lebih dari 14 hari tinggi timbunan maksimum 4 meter.

b. Sudut Timbunan

Sudut yang dibentuk dari suatu tumpukan pada timbunan (stockpile) batubara sebaiknya lebih kecil dari angle of repose timbunan batubara. Pada umumnya material berukuran kasar memiliki angle of repose lebih besar dibandingkan material berukuran halus. Kemiringan timbunan batubara yang cukup ideal yaitu 35˚.

c. Ukuran butir

Pada dasarnya semakin besar luas permukaan yang berhubungan langsung dengan udara luar, semakin cepat proses pembakaran dengan sendirinya berlangsung. Sebaliknya semakin besar ukuran bongkah batubara, semakin lambat proses swabakar. Ukuran butir batubara juga mempengaruhi kecepatan dari proses oksidasi. Semakin seragam besar ukuran butir dalam suatu timbunan batubara, semakin besar pula porositas yang dihasilkan dan akibatnya semakin besar permeabilitas udara luar untuk dapat beredar di dalam timbunan batubara.

(9)

Parameter dari batubara mempengaruhi proses terjadinya swabakar adalah seperti dijelaskan pada awal dasar teori ini. Tingkat oksidasi yang mempengaruhi gejala swabakar semakin meningkat seiring turunnya peringkat batubara.

e. Suhu Swabakar

Semua jenis batubara mempunyai kemampuan untuk terjadinya proses swabakar, tetapi waktu yang diperlukan dan besarnya suhu yang dibutuhkan untuk proses swabakar batubara ini tidak sama. Untuk batubara yang mempunyai rank rendah memerlukan waktu yang lebih pendek dan suhu yang lebih rendah bila dibandingkan dengan batubara yang mempunyai rank yang tinggi.

Perkembangan panas batubara yang disebabkan oleh proses oksidasi yang dapat mengakibatkan proses swabakar dapat diringkas sebagai berikut :

 Batubara dalam timbunan mulai teroksidasi secara perlahan-lahan sampai suhu timbunan 50°C.

 Proses oksidasi akan meningkat sesuai kecepatan kenaikan suhu batubara hingga suhu 100°C - 140°C.

 Karbon dioksida dan uap air akan terurai pada suhu 140°C.

 Karbon dioksida akan terurai dengan cepat sampai dicapai suhu 230°C dimana hal ini untuk tahap swabakar terjadi.

 Suhu diatas 350°C, batubara akan menyala dan terjadi proses swabakar batubara., Secara umum suhu kritis batubara untuk rank rendah di tempat penimbunan/penyimpanan berkisar ±50°C.

f. Pengaruh angin dan cuaca

Swabakar terjadi karena adanya proses oksidasi yaitu kontak antara udara dan panas, angin salah satunya yang menjadi faktor pemicu timbulnya hal tersebut. Angin membawa udara di dalam pergerakannya, jadi apabila arah angin tersebut menghadap berhadapan dengan tumpukan stockpile, ini akan memicu cepat timbulnya potensi swabakar ditambah dengan cuaca di sekitar lingkungan tersebut. Apabila cuaca di daerah tersebut panas, maka akan menjadi faktor pemicu semakin cepatnya penyebaran swabakar karena kalor yang dihasilkannya.

g. Saluran air (drainase) yang kurang baik

Saluran air berfungsi untuk mengalirkan air yang berasal dari area stockpile baik dari air bawaan batubara, air tanah serapan, maupun air hujan. Air yang melewati tumpukan batubara akan melarutkan batubara halus dari tumpukan batubara, sehingga partikel batubara yang halus tersebut akan terbawa oleh aliran air. Jadi, jika saluran air di

(10)

stockpile tersebut tidak memenuhi standar ketentuan, maka air-air tersebut akan air terjebak dalam tumpukan tersebut yang mengakibatkan terjadinya perbedaan humiditas dalam tumpukan batubara tersebut yang dalam jangka panjang akan memicu terjadinya self heating atau menjadi akselerator pada saat batubara bagian atas mengalami kenaikan temperatur yang dapat mempengaruhi timbulnya potensi swabakar.

2.3.1 Pencegahaan terhadap swabakar

1) Mengurangi Ketinggian Stockpile

Tujuan untuk mengurangi ketinggian stockpile adalah untuk mengurangi impact dari angin yang menerpa stockpile. Semakin besar luas permukaan yang diterpa angin semakin besar tingkat oksidasi yang terjadi, yang berarti pula semakin besar kemungkinannya untuk terjadinya swabakar atau pembakaran spontan. Mengurangi ketinggian stockpile dapat dilakukan dengan menyetok batubara melebar, atau luasan penumpukan diperbesar.

Apabila luasan areal stockpile tidak mencukupi, maka pemadatan harus dilakukan. Pemadatan stockpile dapat dilakukan layer by layer atau single compaction. Pemadatan layer by layer dapat dilakukan terhadap batubara yang relatif keras atau tidak rapuh . Karena apabila dilakukan terhadap batubara yang rapuh, maka proses pemadatan akan menghasilkan debu yang cukup signifikan. Untuk batubara yang mudah hancur, maka pemadatan yang dapat dilakukan adalah pemadatan dengan metode single compaction.

2) Mengurangi Sudut Slope Tumpukan

Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi impact angin yang menerpa tumpukan batubara. Dengan melandaikan bagian permukaan yang menghadap ke arah angin, berarti juga mengurangi penetrasi angin atau oksigen masuk ke dalam tumpukan. Karena dengan sudut aerodinamis angin yang menerpa pada tumpukan batubara seolah-olah dibelokkan ke atas sehingga tidak terjadi turbulensi angin di sekitar tumpukan batubara. Hal ini akan mengurangi tingkat oksidasi yang terjadi terhadap batubara.

3) Memadatkan Permukaan yang Menghadap ke Arah Angin

Untuk menyimpan batubara yang relatif lama, baik batubara golongan rendah maupun batubara golongan tinggi, sebaiknya setiap slope tumpukan dipadatkan, khususnya yang menghadap ke arah angin. Seperti yang telah dijelaskan terdahulu, bahwa pemadatan permukaan berarti mengurangi penetrasi oksigen kedalam tumpukan batubara yang juga akan mengurangi tingkat oksidasi batubara dalam tumpukan tersebut. Dengan pemadatan setiap slope tumpukan berarti mengurangi tingkat resiko terjadinya pembakaran spontan di stockpile. Dengan melakukan pemadatan setiap lereng tumpukan berarti mengurangi resiko terjadinya gejala swabakar, karena swabakar dari suatu jenis batubara di tempat timbunan atau penyimpanan umumnya disebabkan oleh dua faktor yaitu udara dan panas, maka pencegahan terjadinya swabakar hanya dapat dilakukan apabila salah satu dari kedua faktor ini dihilangkan

(11)

atau ditiadakan melalui tindakan pemadatan dalam memperkecil terjadinya kontak antara partikel batubara dengan oksigen dari udara.

Hal ini perlu dilakukan, terutama untuk penimbunan atau penyimpanan jangka panjang (reserve storage or long term consolidated stockpile untuk jangka waktu penimbunan lebih dari 3 bulan) untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas batubara disamping untuk mengurangi bahaya swabakar yang menyebabkan kebakaran. Pemadatan timbunan batubara harus dilakukan secara sistematis yaitu dilakukan secara lapis demi lapis dimana setiap lapis yang disebarkan merata dan langsung dipadatakan dengan alat berat

4) Menambahkan Additive Pada Saat Pembongkaran

Untuk lebih mengurangi resiko terjadinya pembakaran spontan di stockpile, penambahan additive pada saat setiap batubara dibongkar dan ditumpuk stockpile, dilakukan penambahan atau spraying menggunakan bahan additive yang mengandung surfactan dan chemical yang akan bertindak sebagai anti oksidan. Dengan demikian batubara akan terlindung dari oksidasi atau paling tidak mengurangi tingkat oksidasi yang terjadi pada batubara di stockpile. Additive dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :

1. Wetting type

Wetting type biasanya mengandung surfactan yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan antara batubara dan air, sehingga air dapat membasahi partikel batubara dan mencegah debu berterbangan ke udara. Additive jenis ini biasanya juga ditambah zat polimer sebagai pengikat partikel halus menjadi partikel yang lebih besar sehingga density nya juga menjadi lebih besar. Zat ini berfungsi pada saat air yang membasahi batubara sudah mengering dengan penguapan. Jadi zat ini mencegah disintegrasi kembali partikel yang halus pada saat partikel tersebut mengering.

2. Coating type

Jenis ini biasanya mengandung polimer yang berfungsi sebagai pelindung. Additive jenis ini pada saat disemprotkan ke permukaan batubara adalah cair, namun beberapa saat setelah berada di permukaan batubara polimer ini mengering dan membentuk lapisan pelindung yang menyeruai plastik. Lapisan polimer ini berfungsi untuk mengikat partikel halus menjadi partikel yang lebih besar, juga berfungsi sebagai oxygen shield atau menahan kontak antara oksigen dan batubara sehingga oksidasi dapat dicegah. Additive jenis ini juga sering digunakan pada stockpile dimana penyemprotan dilakukan pada saat tumpukan batubara telah mengalami proses trimming.

Hal ini juga dimaksudkan untuk mencegah longsoran tumpukan dan juga berfungsi sebagai pelindung slope yang diterpa angin dan mengurangi penetrasi oksigen kedalam tumpukan batubara. Pada saat pengunaan additive ini yang perlu diperhatikan adalah sistem

(12)

sprayingnya. Karena efektifitas additve ini juga tergantung baik buruknya sistem penyemprotannya. Intinya adalah additive tersebut harus mengenai semua partikel batubara, terlebih lagi mengenai partikel batubara yang halus.

5) Memonitor Temperatur Stockpile Secara Reguler

Monitoring temperatur batubara di stockpile secara reguler dimaksudkan agar setiap temperatur batubara di stockpile cepat terdeteksi agar dapat dilakukan preventif action untuk mencegah terjadinya pembakaran spontan. Setiap batubara akan mengalami oksidasi segera setelah terekspose di udara. Yang membedakan batubara yang satu dengan yang lain adalah tingkat oksidasinya. Semakin tinggi rank batubara, semakin rendah tingkat oksidasinya, karena internal surface areanya lebih kecil dibandingkan dengan batubara peringkat rendah. Oksidasi batubara ini bersifat eksotermik atau menghasilkan panas. Pada saat oksidasi terjadi di permukaan yang terekspose ke udara, panas yang ditimbulkan segera dihilangkan dengan konveksi ke udara sehingga temperatur batubara tersebut tidak naik dan stabil.

Yang perlu diperhatikan adalah penyemprotan batubara yang panas dalam tumpukan tidak akan mencegah tumpukan tersebut untuk terus naik temperaturnya, bahkan penyemprotan batubara panas dengan air bahkan dapat mengakselerasi oksidasi yang terjadi. Jadi penanggulangan batubara di dalam tumpukan hanya dengan pembongkaran tumpukan tersebut untuk menurunkan temperaturnya. Setelah temperaturnya turun baru bisa dilakukan penyemprotan baik dengan air maunpun additive untuk mencegah terjadinya kembali self heating. Dengan demikian resiko terjadinya pembakaran spontan dapat dikurangi dengan memonitor temperatur secara reguler.

6) Melakukan management FIFO ( First In – First Out)

Management FIFO atau First in – First out di setiap stockpile baik di perusahaan tambang batubara maupun di end user harus diusahakan terlaksana. Karena hal ini juga akan mencegah resiko terjadinya pembakaran spontan di stockpile. Hal ini dikarenakan semakin lama batubara terkspose di udara semakin besar kemungkinan batubara tersebut mengalami oksidasi yang berarti pula semakin besar kemungkinan terjadinya self heating sampai terjadinya pembakaran spontan. Biasanya management FIFO ini terkendala dengan masalah kualitas. Ada kalanya batubara yang sudah ditumpuk pertama kali distockpile tidak dapat dimuat atau dibunkerkan karena alasan kualitas yang tidak masuk. Namun demikian setiap kesempatan management FIFO ini tetap harus prioritas dilakukan pada saat tidak ada alasan kualitas. Karena diantara ketujuh langkah pencegahan seperti tersebut diatas, management FIFO adalah yang paling murah.

(13)

Angin yang bertiup ke dan dari stockpile dapat mengakibatkan kerusakan pada batubara dan berakibat buruk bagi lingkungan. Angin yang bertiup ke arah tumpukan batubara akan mempercepat terjadinya oksidasi batubara yang berlanjut pada terjadinya self heating atau pemanasan pada tumpukan batubara tersebut. Apabila hal ini tidak dapat dikendalikan, maka akan berakhir dengan terjadinya pembakaran spontan atau spontaneous combustion. Tentunya hal ini akan merugikan, baik akibat hilangnya kuantitas batubara maupun biaya untuk merelokasi batubara yang terbakar. Selain itu angin yang bertiup dari arah stockpile ke luar akan membawa fine coal atau batubara dengan ukuran partikel halus sehingga mengakibatkan debu di ujdara dan dapat berpengaruh ke lingkungan. Masalah debu ini akan semakin besar pengaruhnya apabila lokasi stockpile berada dekat dengan pemukiman penduduk. Untuk mencegah kedua hal tersebut di atas perlu dibuatkan semacam green belt di sekitar stockpile atau paling tidak di daerah dimana biasanya angin berhembus atau prevalling wind. Green belt tersebut biasanya dapat dibuat dengan membuat jaring pepohonan di sekitar stockpile, sehingga pada saat angin berhembus ke arah stockpile dapat dipecahkan atau dihalangi oleh pepohonan tersebut. Selain itu juga debu batubara yang berasal dari stockpile juga dapat dicegah atau dihalangi oleh pepohonan tersebut. Untuk lokasi stockpile yang berada di sekitar bukit, maka dinding bukit tersebut dapat berfungsi sebagai wind sield. Di beberapa daerah di luar negeri, stockpile ada yang dibuat dengan memotong bukit, sehingga seolah – olah stockpile tersebut berada di dalam tanah dan terlindung dari angin.

2.4

Penanganan terhadap swabakar

Apabila spontaneous combustion tidak dapat dicegah, dan terjadi di stockpile, maka dapat dilakukan dengan cara penanganan swabakar yaitu dengan kompaksi alat mekanis maupun injeksi larutan kimia dengan syarat dan standar yang berlaku. Penanganan batubara yang terbakar harus segera dilakukan dengan terlebih dahulu memenuhi semua prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Treatment batubara yang terbakar dapat dilakukan sebagai berikut: 1) Penanganan Swabakar Dengan Kompaksi Alat Mekanis

Penanganan swabakar dengan cara kompaksi ini dapat dilakukan oleh alat – alat mekanis yang sering dijumpai pada proses penambangan biasanya yaitu berupa bulldozer

(14)

ataupun Power Crawler seperti backhoe. Adapun proses kerja dari penanganan swabakar dengan cara kompaksi alat mekanis ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :

a. Pembongkaran timbunan

Pembongkaran dilakukan pada batubara yang terbakar, adapun kegiatan pembongkaran ini bertujuan untuk menurunkan suhu dan setelah suhu batubara normal kembali, batubara dipisahkan dari tumpukan sebelumnya. Dengan menggunakan alat mekanis dilakukan penggalian terhadap batubara yang telah mengalami swabakar (spontaneous combustion).

b. Pemisahan

Pemisahan dilakukan dengan memindahkan atau mengalokasikan batubara yang telah terjadi swabakar dengan batubara yang belum terbakar. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya swabakar yang lebih besar lagi pada tumpukan batubara yang lain. Selain itu, dilakukan juga pembuangan abu yang terdapat pada temporary stockpile akibat dari terbakarnya batubara tersebut.

c. Pemadatan

Setelah batubara yang telah terbakar di stockpile dilakukan evakuasi dan dibuang, batubara yang belum terbakar pada temporary stockpile tersebut dilakukan pemadatan (compaction). Setelah dilakukan proses pendinginan pada batubara hasil swabakar yang telah dipadatkan, batubara dapat langsung didistribusi ataupun dikembalikan kembali pada tempat awalnya dengan dilakukan kembali proses kompaksi lanjutan. 2) Penanganan Swabakar Dengan Injeksi Larutan Kimia

Penanganan swabakar dengan injeksi larutan kimia haruslah memperhatikan aspek – aspek terkait di dalamnya, termasuk aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Dimana penggunaan bahan kimia ini juga haruslah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh Departemen Kementerian Lingkungan Hidup serta Departemen Kementerian Kesehatan. Produk yang digunakan dalam pengaplikasian metode injeksi larutan kimia ini adalah Fire Tide ( Fire Suppression ). Fire tide memiliki tingkat PH sebesar 6 – 8, dengan tingkat fammable yaitu tidak terbakar. Produk ini diaplikasikan dengan cara menyemprotkan larutan Fire Tide dengan menggunakan pipa dan nozzle sprayer pada area dan kedalaman stockpile yang hendak dipadamkan. Dilusi pemakaian fire tide yang disarankan adalah 1:50-60 liter air. Proses aplikasi penyemprotan ini dapat dilakukaan beberapa kali sesuai dengan hasil yang diharapkan terutama pada titik api dan asap.

Adapun mekanisme kerja dalam proses pemadaman api akibat swabakar dari fire tide adalah sebagai berikut :

(15)

a. O2 Blocker ( micro structure “stable lamella”) aktif yang terkandung dalam fire tide

mampu memblock /memperangkap oksigen sehingga mematikan api dalam stockpile. b. Radical scavenger ( aktif ) yang terkandung di dalam fire tide mampu menangkap dan

mematikan radikal - radikal yang terbentuk akibat adanya api sehingga menghentikan proses penjalaran api ke material disekelilingnya.

c. O2 displacement yaitu fire tide akan bereaksi dengan air menghasilkan inert gas dengan

berat molekul yang lebih besar dari oksigen sehingga akan mendorong oksigen keluar dari sistem.

d. Deeper penetration and quick spreading, dalam proses kerjanya fire tide ini menghasilkan penetrasi yang lebih dalam sehingga penyebaran reaksi hasil injeksinya dari luar ke dalam tumpukan batubara akan lebih cepat bereaksi.

(16)

BAB III

KESIMPULAN

Swabakae / spontaneouse combustion / self combustion yang berarti

pembakaran secara tiba-tiba karena faktor objektif (kondisi batubara yang teroksidasi

dan lingkungan sekitarnya). Pada dasarnya pembakaran dipeengaruhi oleh 3 (tiga)

unsur, yaitu :

1. Bahan bakar (kalor daru batubara)

2. Oksigen

3. Dan pemicu (Panas hasil Oksidasi dari batubara)

Batubara yang mengalami proses oksidasi, merupakan proses inisiasi

keterjadian swabakar bilamana diikuti dengan meningkatnya themperatur yang akan

memicu pembakaran pada batubara (swabakar) dan akan terus berkembang karena

adanya oksigen di udara. Cepat lambatnya proses swabakar dipengaruhi oleh kondisi

batubara itu sendiri bilamana batubara golongan rendah (lignite dan sub-bituminus)

karena prinsipnya semakin rendah kalor semakin cepat proses pembakarannya

sebaliknya semakin tinggi kalor semakin lama proses pembakarannya.

Keterjadian swabakar pada dasarnya diakibatkan karena hasil proses oksidasi

yang terakumulasi dan terpicu oleh themperatur dan oksigen. Penyimpanan batubara

pada stockpile memungkinkan terjadinya swabakar dikarenakan :

1. Themperature di lingkungan stockpile

2. penimbunan batubara di stockpile (tinggi timbunan, sudut timbunan, ukuran

butir)

3. ruang terakumulasinya hasil oksidasi pada penimbunan

4. saluran air pada stockpile, khususnya yang melewati timbunan batubara.

5. Waktu penyimpanan penimbunan

6. Jenis batubara yang ditimbun

Pengontrolan, pencegahan, dan penangannan Keterjadian swabakar bisa ditarik

kesimpulan dari prinsip terjadinya pembakaran yang meliputi 3 unsur, yitu : bahan

bakar, temperature, dan oksigen. yaitu :

(17)

1. Pengontrolan dan pengecekan cuaca di lingkungan stockpile khususnya pada

themperatur, arah angin, dan intensitas hujan.

2. Pengecekan kondisi penimbunan, dengan parameter SOP yang sudah

dipastikan dilaksanakan.( tinggi, kemiringan, ukuran butir, dan kepadatan pada

penimbunan)

3. Pengecekan lamanya timbunan dan jenis golongan batubaranya pada stockpile.

Bila swabakar telah terjadi penangan-penanganan yang memungkinkan

dilakukan sesua prosedur dan ketentuan yang diperbolehkan, dengan alat mekanis

yang meliputi pembongkaran, pemisahan, pemadaman dengan cara dikompaksi.

Dan penangannan lain dengan cara injeksi larutan kimia untuk menangani

batubara yang mengalami swabakar seperti penggunaan (O

2

blocker untuk, Radical

Scavenger (aktif), O

2

displacement, dan deeper penetration and qiick spreading.) yang

berfungsi menangani oksigen yang menjadi salahsatu unsur pembakaran pada

swabakar.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Wahidin Sudirohusodo Makassar dapat diduga bahwa seseorang yang menderita hiperkolesterol, diabetes, berbadan gemuk, dan berusia di atas 69 tahun berpeluang antara 69,64%

Sistem pakar ini dapat memberikan informasi tentang pengobatan tradisional penyakit jantung berdasarkan basis pengetahuan yaitu berupa gejala-gejala penyakit jantung

Kemudian diketahui juga nilai kepercayaan setelah dilakukan observasi terhadap hidung buntu sebagai gejala dari alergi, penyakit flue dan demam adalah:. {A, F, D} = 0,9 { Θ } = 1

Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan vaksinasi AI yang tidak bersamaan dengan vaksin ND ini yang dilakukan saat ayam masih memiliki maternal antibodi yang tinggi (ayam berumur <

Dalam pengembangan agrowisata yang berkelanjutan prinsip yang selalu dipengang yaitu adanya peran serta masyarakat lokal (Alam, 2006:11). Kota Batu menawarkan berbagai

Namun sengketa seringkali diselesaikan dalam jangka waktu yang sangat lama dan menghabiskan biaya yang besar sehingga keinginan untuk mendapatkan keadilan dengan cepat dan biaya

Dalam penelitian ini, variabel independen (pengetahuan, pendidikan, pekerjaan dan lingkungan) dan dependen (motivasi wanita usia subur) dikumpulkan dalam waktu

Kinerja Desember 2017: Portofolio reksa dana memberikan imbal hasil sebesar 8.92% sejak awal tahun sampai dengan akhir Desember, di bawah performa dari tolak ukur yang