1
TRANSFORMASI LUKISAN VONI WIJAYANTI PADA
BATIK SITUBONDO
Voni Wijayanti, Hardiman, I Gusti Ngurah Sura Ardana
Jurusan Pendidikan Seni Rupa
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: onneywijaya25@ymail.com, hardiman_art@yahoo.com,
surartdana@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) alat dan bahan yang digunakan dalam proses transformasi lukisan Voni Wijayanti pada Batik Situbondo, (2) proses transformasi lukisan Voni Wijayanti pada Batik Situbondo, (3) nilai estetis pada batik Situbondo hasil transformasi lukisan Voni Wijayanti. Penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research). Subyek penelitian adalah perajin “Saung Batik Puspa Bahari” di Desa Asembagus, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo; beberapa ahli dan akademisi seni. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, diskusi (fgd), dokumentasi, dan kepustakaan.
Hasil penelitian ini menujukkan (1) alat dan bahan yang digunakan dalam proses transformasi lukisan Voni WIjayanti pada Batik Situbondo yaitu: gunting, pensil, penghapus, spidol, kain/taplak, canting, wajan, kompor, ijuk, kuas, bambu, tong, ember, bak air, kain mori primisima, malam (lilin), zat warna remasol, waterglass, dan air; (2) proses transformasi lukisan Voni Wijayanti pada batik Situbondo meliputi proses memecah lukisan berdasarkan elemen-elemennya; membuat desain berdasarkan elemen lukisan; dan proses pembuatan batik meliputi beberapa tahapan nyanteng yaitu memberi perintang warna dengan menggunakan cairan lilin (malam), nyoletyaitu memberi warna motif pada kain, dan ngelorotyaitu pelepasan lilin (malam) pada kain; (3) nilai estetis pada batik Situbondo hasil transformasi dari lukisan Voni Wijayanti yang terdiri dari unsur-unsur desain, prinsip desain, dan asas desain. Kata kunci: transformasi, lukisan Voni Wijayanti, batik Situbondo, nilai estetis
Abstract
This study aimed to describe (1) the tools and materials used to transformation Voni Wijayanti painting into Batik Situbondo, (2) theprocess transformation Voni Wijayanti painting into Batik Situbondo, (3) the aesthetic value of Batik Situbondo that transformed from Voni Wijayanti painting. This research is action research. Subjects were craftsmen "Saung Batik Puspa Bahari" in the village of Asembagus, Kec. Asembagus, Situbondo; some of them are professional and academician of art. Data collection techniques used in this research are observation, interviews, discussions (FGD), documentation, and literature.
The results of this research showed (1) the tools and materials used in the transformation process of Voni Wijayanti painting into Batik Situbondo are: scissor, pencil, eraser, marker, fabric/cloth, canting, pans, stove, fiber, brushes, bamboo, barrel, buckets, tubs, primisima fabric, wax, substance remasol, waterglass, and water; (2) theprocess transformation Voni Wijayanti painting into Batik Situbondo include splitting process based elements; create a design based on elements of the painting; and batik making process includes several stages nyanteng which gives the color barrier by using a liquid wax, nyolet which gives color motifs, and ngelorot
2
namely the release of wax on the fabric; (3) the aesthetic value in Batik Situbondo painting transformed from Voni Wijayanti consisting of design elements, design principles, and the principles of design.
Keywords: transformation, Voni Wijayanti painting, batik Situbondo, aesthetic value
PENDAHULUAN
“Seni lukis merupakan bahasa ungkap dari pengalaman artistik maupun ideologis yang menggunakan garis dan warna, guna mengungkapkan perasaan, mengekspresikan emosi, gerak, ilusi maupun ilustrasi dari kondisi subjektif seseorang” (Susanto, 2011:241).
Berawal dari pengalaman penulis sebagai mahasiswi Jurusan Pendidikan Seni Rupa yang memilih Tugas Akhir Seni Lukis, membuat lukisan dengan obyek utamanya terdiri dari elemen motif kerang dan motif pendukung lainnya seperti motif kucing dan dedaunan. Elemen-elemen motif tersebut terisnpirasi dari motif daerah Situbondo dan binatang kesayangan yang diolah kembali atau distilir.
Lukisan penulis dilihat dari ciri-cirinya dapat dikategorikan sebagai lukisan dekoratif karena dibuat secara flat/datar, tidak berdimensi, bentuknya stilatif, dan tidak menunjukkan ketigadimensian.
Salah satu rupa dekoratif di Indonesia yang amat populer adalah batik. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni yang tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi turun-temurun sehingga
kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu.
Pada pembuatan batik tulis, penggunaan alat canting sampai saat ini masih dilakukan di Tanah Jawa. Setelah terjadi modernisasi teknologi di bidang industri kerajinan, kerajinan batik juga mengalami modernisasi pada proses dan alat pembuatannya yaitu munculnya batik printing dan cap.
Di Indonesia, ragam hias batik dibagi menjadi dua, yaitu batik keratonan dan batik pesisiran. Salah satu batik pesisiran yaitu batik Situbondo. Batik Situbondo juga dikenal dengan sebutan Batik Lente, Batik Cotto’an dan Batik Kilen.
Sepengetahuan penulis, penelitian terdahulu yang pernah dilaksanakan di Situbondo yaitu dengan topik “Kerajinan Ukir Kaca Hias di Ongky Art Glass Desa Asembagus Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo” telah dilakukan oleh Andriyanto (2014). Penelitian terdahulu lainnya yang pernah dilaksanakan di Situbondo dengan topik “Proses Kreatif Mbah Yatno” dilakukan oleh Niky Rohmatulloh (2014). Serta penelitian terkait dengan penelitian penulis mengenai batik adalah penelitian yang dilakukan oleh Rochman Kifrizyah (2014) dengan topik
3 “Batik Situbondo di Desa Selowogo Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo”. Penelitian terdahulu dan terkait dengan penelitian penulis mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya dari ketiga penelitian tersebut dilaksanakan di daerah Situbondo. Sedangkan perbedaannya adalah metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif. Sementara penulis menggunakan metode penelitian tindakan (action research).
Atas kesamaan gaya lukisan dekoratif penulis dengan batik Situbondo maka elemen dan gaya lukisan penulis bisa ditransformasikan ke batik dengan tujuan untuk memperkaya desain batik Situbondo. Maka dari itu, penelitian tindakan (action research) ini dipilih guna ingin mengetahui nilai estetis batik Situbondo hasil tranformasi dari lukisan penulis di “Saung Batik Puspa Bahari” Desa Asembagus, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Penelitian ini berjudul “Transformasi Lukisan Voni Wijayanti pada Batik Situbondo”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research). Penelitian tindakan menuntut adanya perkembangan. “Penelitian tindakan dideskripsikan sebagai suatu penelitian informal, kualitatif, subyektif, interpretif, reflektif, dan suatu model penelitian pengalaman, dimana semua individu dilibatkan dalam studi
sebagai peserta yang mengetahui dan menyokong” (Hopkin, 1993 dikutip Emzir, 2012:233).
a. Sasaran Penelitian
Penulis mendekati salah satu pemilik usaha batik Situbondo yaitu “Saung Batik Puspa Bahari” Desa Asembagus, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo dan beberapa perajin batik meliputi perajin pembuat sketsa motif batik, perajin nyanteng, dan perajin nyolet yang bekerja di Saung Batik ini.
b. Prosedur Tindakan
Guna mewujudkan penelitian ini, penulis menyusun rencana prosedur tindakan yang terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) memecah lukisan berdasarkan elemen-elemennya dengan membuat kontur atau garis pinggir dari bentuk elemen-elemen tersebut. Di dalam lukisan tersebut, terdapat tiga bentuk elemen berbeda yaitu elemen motif kucing, dedaunan, dan kerang-kerangan yang dibuat menyambung atau dirangkai jadi satu tangkai; (2) membuat desain berdasarkan elemen lukisan. Dari ketiga elemen lukisan tersebut kemudian nanti akan dikembangkan menjadi sebuah desain batik dengan mengkombinasikan batik Situbondo yaitu motif kerang-kerangan khas Situbondo yang sering dijadikan desain batik. Desainnya akan menyesuaikan hasil diskusi antara pemilik, perajin dan penulis; (3) dan proses pembuatan batik dengan
4 menitikberatkan pada benda pakai dan kain batik. Pembuatan benda pakai dan kain batik tentunya telah disepakati oleh penulis, pemilik, dan perajin.
c. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik yaitu: observasi, wawancara, diskusi (fgd), dokumentasi, dan kepustakaan.
1. Observasi
Sebelum penulis melakukan tindakan penelitian, terlebih dahulu yaitu melakukan observasi tempat batik yang ada di daerah Situbondo salah satunya di “Saung Batik Puspa Bahari” dan meminta ijin untuk melakukan penelitian ditempat tersebut. Penulis juga melakukan observasi alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan batik Situbondo di saung batik tersebut.
2. Wawancara
Wawancara dengan pemilik,perajin pembuat sketsa motif batik Situbondo, perajin nyanteng, dan perajin nyolet dilakukan untuk mendapatkan informasi atau data berupa alat dan bahan batik dan proses transformasi lukisan Voni Wijayanti pada batik Situbondo khususnya di “Saung Batik Puspa Bahari” Desa Asembagus, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo.
3. Diskusi (FGD)
FGD dilakukan pada saat proses transformasi lukisan penulis pada batik Situbondo berlangsung yaitu setelah
diperoleh batik Situbondo hasil transformasi lukisan. Diskusi ini dilakukan di rumah Guru Seni Budaya dan Kampus Bawah Undiksha bertujuan untuk mendapat tanggapan dan kritik dari para ahli, desainer, dan budayawan. Yang dimaksud ahli dalam hal ini adalah mahasiswa seni rupa, guru/dosen seni rupa, pengamat seni rupa. Yang dimaksud desainer dalam hal ini adalah orang yang ahli membuat desain dan menciptakan sebuah desain batik. Sedang yang dimaksud budayawan dalam hal ini adalah orang yang benar-benar ahli dan mengerti tentang seni. Tanggapan dan kritik tersebut akan menjawab rumusan masalah ketiga yaitu nilai estetis (unsur desain, prinsip desain, dan asas desain) batik Situbondo hasil transformasi lukisan.
4. Dokumentasi
Dokumentasi yang dilakukan ada 3 macam yaitu pertama dokumentasi alat dan bahan yang biasa digunakan dalam membuat batik, tahapan dalam proses transformasi, dan dokumentasi foto-foto batik Situbondo hasil transformasi dari lukisan Voni Wijayanti.
5. Kepustakaan
Instrumen penelitian ini digunakan untuk melengkapi data penelitian dengan mengambil data dari berbagai sumber secara teori dan data tersebut berkaitan dengan obyek penelitian.
Setelah diperoleh data, seperti dijelaskan Sudikan (2001:105-106) bahwa tahapan dalam analisis data penelitian
5 kebudayaan, tidak ubahnya dengan tahapan dalam analisis data penelitian kualitatif model Miles dan Hubermanmelalui beberapa tahapan yakni: (1) open coding meliputi proses merinci (breaking down), memeriksa (examining), membandingkan (comparing), dan mengkonseptualisasikan (conceptualizing), dan mengkategorikan (categorizing) data;(2)axial coding, pada tahap axial coding hasil yang diperoleh dari open coding diorganisir kembali berdasarkan kategori untuk dikembangkan ke arah proposisi; (3) dan selective coding, penulis mengklasifikasikan proses pemeriksaan kategori inti kaitannya dengan kategori lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Batik memiliki keragaman pola, jenis, motif, dan corak sesuai dengan daerahnya. Salah satunya “Saung Batik Puspa Bahari” di Desa Asembagus, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo memiliki kekhasan tersendiri dari segi warna, motif, dan coraknya.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan November 2015. 1) Alat dan Bahan yang Digunakan
dalam Proses Transformasi Lukisan Voni Wijayanti pada Batik Situbondo
Peralatan untuk membatik yang digunakan perajin batik di “Saung Batik Puspa Bahari” Desa Asembagus, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut.
a. Gunting
Dalam penelitian ini gunting adalah alat yang digunakan untuk tahap persiapan yang berfungsi untuk memotong kertas layangan (kertas minyak) dan kain mori yang akan dibatik. Gunting yang digunakan oleh perajin batik di “Saung Batik Puspa Bahari” desa Asembagus adalah gunting berukuran medium dengan panjang 17 cm. b. Pensil
Dalam penelitian ini pensil adalah alat untuk membuat sketsa desain motif pada kertas layangan (kertas minyak) dan juga digunakan untuk membuat sketsa desain motif pada kain mori. Jenis pensil yang digunakan adalah jenis pensil 2B. c. Penghapus
Dalam penelitian ini jenis penghapus yang digunakan adalah jenis penghapus pensil merek stabilizer.
d. Spidol
Dalam penelitian ini spidol adalah alat untuk mempertebal/membuat goresan di atas kertas. Jenis spidol yang digunakan adalah spidol snowman ukuran kecil berwarna hitam. Spidol tersebut digunakan untuk mempertebal desain motif yang dibuat pada kertas layangan (kertas minyak).
e. Kain/Taplak
Kain/taplak yang digunakan merupakan kain bekas berfungsi untuk menutup bagian paha perajin pada waktu membatik. Selain itu kain/taplak digunakan untuk membersihkan canting setelah mengambil cairan lilin agar tidak menetes pada waktu membatik.
6 f. Canting
Canting yang digunakan perajin batik di “Saung Batik Puspa Bahari” Desa Asembagus adalah canting yang berukuran medium atau canting klowongan. Canting klowongan adalah canting yang memiliki lubang paruh berukuran medium, lebih kecil dari canting tembok dan lebih besar dari canting cecekan.
g. Wajan
Wajan merupakan alat untuk mencairkan lilin (malam). Wajan yang digunakan perajin di “Saung Batik Puspa Bahari” Desa Asembagus adalah wajan kecil dengan diameter 25 cm dan bertangkai agar mudah dipindah-pindah. h. Kompor
Kompor yang digunakan oleh perajin batik di “Saung Batik Puspa Bahari” Desa Asembagus menggunakan kompor kecil karena wajan yang digunakan berukuran kecil. Kompor yang digunakan merupakan kompor minyak.
i. Ijuk
Dalam penelitian ini, perajin batik di “Saung Batik Puspa Bahari” Desa Asembagus menggunakan ijuk untuk membersihkan lubang canting agar tidak menyumbat cairan lilin pada proses membatik.
j. Kuas
Kuas adalah alat yang digunakan untuk mewarnai atau mencolet warna pada bidang atau bagian yang kecil dan keseluruhan kain (ngeblok). Kuas yang digunakan oleh perajin batik di “Saung Batik
Puspa Bahari” Desa Asembagus pada saat nyolet warna pada bagian atau bidang kecil dan keseluruhan kain atau ngeblok memiliki ukuran berbeda. Kuas khusus mewarnai keseluruhan kain atau ngeblok memiliki ukuran lebih besar dan memiliki bentuk unik karena kuas tersebut dibuat sendiri dengan bahan bambu dan spons yang diikat menggunakan benang.
k. Bambu
Dalam penelitian ini bambu adalah alat yang digunakan untuk merentangkan kain dengan ukuran 250 x 150 cm sebelum proses pencoletan atau pewarnaan agar lebih mudah pada saat pewarnaan kain batik.
l. Tong
Pada saat proses pelorotan, alat yang dibutuhkan diantaranya adalah tong. Tong berguna sebagai wadah kain dalam proses pelepasan lilin (malam) pada kain dengan cara mencelupkan ke dalam air mendidih. Tong yang digunakan adalah drum yang berbahan seng.
m. Ember
Dalam penelitian ini, ember sebagai wadah air untuk membilas kain setelah proses pelorotan maupun tempat untuk waterglass. Jenis ember yang digunakan di “Saung Batik Puspa Bahari” berbahan plastik berwarna hitam.
7 Dalam penelitian ini, bak digunakan sebagai wadah air untuk membilas kain setelah proses pelorotan. Semakin besar bak yang digunakan semakin cepat pula proses pencucian setelah pelorotan dalam jumlah banyak. Bak yang digunakan berukuran 150 x 150 cm berbahan bata dan campuran semen dengan pasir.
Gambar 1. Peralatan untuk Membatik
Bahan untuk membatik yang digunakan perajin di “Saung Batik Puspa Bahari” Desa Asembagus, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut.
a. Kain
Kain yang digunakan oleh perajin batik di “Saung Batik Puspa Bahari” Desa Asembagus menggunakan kain mori primisima. Kain mori primisima adalah kain dengan tekstur halus dan tidak transparan. b. Malam (Lilin)
Malam (lilin) yang digunakan oleh perajin batik di “Saung Batik Puspa Bahari” Desa Asembagus yaitu jenis malam (lilin) klowongan. Malam (lilin) ini berfungsi untuk membuat batik tulis halus atau bisa digunakan saat melakukan proses nglowongi atau ngengrengi motif yang sudah digambar dengan pensil pada kain c. Pewarna
Pewarna yang digunakan untuk membatik di “Saung Batik Puspa Bahari” adalah pewarna sintesis. Pewarna sintesis atau buatan berasal dari bahan kimia.
8 Pewarna sintesis yang digunakan adalah pewarna sintesis zat warna remasol.
d. Waterglass
Dalam penelitian ini waterglass adalah serangkaian bahan yang digunakan jika menggunakan jenis zat warna remasol. Waterglass berfungsi mengunci pewarna pada serat kain agar pada saat pelorotan malam (lilin) pewarna yang telah dicolet pada kain tidak luntur. Waterglass diperlukan dan berfungsi untuk mengunci pewarna agar tidak luntur pada saat pelorotan malam (lilin) karena pewarna yang digunakan perajin batik di “Saung Batik Puspa Bahari” adalah zat warna remasol yang merupakan serangkaian bahannya.
e. Air
Perajin batik di “Saung Batik Puspa Bahari” menggunakan air sebagai bahan pelarut warna dan waterglass. Air juga digunakan untuk membersihkan atau membilas kain sebelum dan sesudah proses pelorotan malam (lilin).
Gambar 2. Bahan untuk Membatik
2) Proses Transformasi Lukisan Voni Wijayanti pada Batik Situbondo
Proses “Transformasi Lukisan Voni Wijayanti pada Batik Situbondo” di “Saung Batik Puspa Bahari” Desa Asembagus, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut:
a. Memecah Lukisan Berdasarkan Elemen-Elemennya
Di dalam lukisan penulis, terdapat tiga bentuk elemen berbeda yaitu elemen motif kucing, kerang-kerangan, dan dedaunan yang dibuat satu tangkai. Penulis memecah lukisan berdasarkan elemennya.
b. Membuat Desain Berdasarkan Elemen Lukisan
Desain dibuat pada kertas layangan (kertas minyak) guna memudahkan perajin pada saat membuat sketsa elemen motif pada kain mori.
Setelah kain dipotong, perajin melakukan re-desain atau membuat ulang elemen motif yang dibuat penulis dan menyalin (menjiplak) desain pada kain dengan menggabungkan elemen motif pada lukisan yang telah dibuat pada kertas
9 layangan (kertas minyak) dengan beberapa motif batik Situbondo.
c. Proses Pembuatan Batik
Setelah proses re-desain pada kain mori yang menggabungkan elemen motif lukisan dengan motif batik Situondo selesai, selanjutnya proses pembuatan batik. Proses pembuatan batik ini menggunakan teknik manual atau batik tulis dengan tahapan:
(1) Nyanteng adalah pemberian lilin (malam) yang berfungsi sebagai perintang warna pada kain dengan menggunakan alat canting.
(2) Nyolet adalah tahap pewarnaan kain batik. Sebelum nyolet warna, kain direntangkan terlebih dahulu pada bambu agar memudahkan perajin pada saat nyolet.
Setelah itu, perajin mempersiapkan warna-warna yang akan dicolet dengan melihat beberapa contoh warna pada lukisan guna memperkuat proses transformasi lukisan pada batik Situbondo.
Terlebih dahulu perajin menyolet warna pada motif pokok dan motif pendukung pada kain.Setelah itu, pencoletan warna pada bagian latar atau pemberian warna dasar.
(3) Ngelorotadalah tahap akhir pada proses pembuatan batik yaitu pelepasan lilin (malam) pada kain. Sebelum dilorot, pewarna kain dikunci menggunakan cairan waterglass.
Kain yang sudah dilapisi cairan waterglass kemudian dikeringkan dengan menjemur kain di bawah terik matahari agar waterglass menyerap pada serat kain.
Setelah cairan waterglass kering, kemudian kain dibilas.Kain yang sudah dibilas bersih kemudian dicelupkan pada tong berisi air mendidih guna melepas lilin (malam) pada kain batik.Setelah lilin (malam) lepas, kain dibilas kembali untuk menghilangkan sisa lilin (malam) pada kain.
Setelah kain dibilas bersih, tahap akhir adalah mengeringkan atau menjemur kain di tempat teduh agar warna kain batik tidak mudah pudar.
3) Nilai Estetis Batik Situbondo Hasil Transformasi dari Lukisan Voni Wijayanti
Batik Situbondo hasil transformasi lukisan Voni Wijayanti memiliki nilai estetis. Secara visual batik tersebut terdiri dari unsur tiitk, garis, bidang, tekstur, dan warna.
Titik pada batik hasil transformasi terdiri dari titik nyata (real) dan titik semu. Garis terbagi lagi menjadi garis lengkung dan garis lurus. Bidangnya terbentuk oleh adanya garis dan adanya warna yang berbeda yang membentuk motif seperti motif kucing, motif kerang-kerangan, motif dedaunan, dan motif isian (isen). Terdapat tekstur semu yang terkesan kasar. Sedangkan warna pada batik Situbondo hasil transformasi lukisan adalah warna
10 sebagai warna dan warna sebagai representasi alam.
Secara estetis batik Situbondo hasil transformasi lukisan mengandung paduan harmoni, paduan kontras pada pewarnaan, dan paduan irama (repetisi) pada motif batik.
Asas yang terkandung dalam desain batik Situbondo adalah asas kesatuan, keseimbangan simetris, dan tidak menggunakan hukum proporsi realis.
Gambar 3. Batik Situbondo Hasil Transformasi Lukisan Voni Wijayanti
PENUTUP a. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Transformasi Lukisan Voni Wijayanti pada Batik Situbondo dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.
Alat dan bahan yang digunakan dalam proses transformasi lukisan Voni Wijayanti pada batik Situbondo adalah sebagai berikut; gunting, pensil, penghapus, spidol, kain/taplak, canting, wajan, kompor, ujung ijuk, kuas, bambu, tong, ember, bak besar, kain mori primisima, malam (lilin), zat warna remasol, waterglass, dan air.
Proses transformasi lukisan Voni Wijayanti pada batik Situbondo dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu dimulai dari: (1) memecah lukisan berdasarkan elemen-elemennya; (2) membuat desain berdasarkan elemen lukisan; dan (3) proses membatik meliputi: nyanteng yaitu memberi perintang warna dari cairan malam (lilin) pada motif batik, nyolet yaitu pemberian warna pada motif batik, dan ngelorot yaitu melepas malam (lilin) pada kain batik.
Batik Situbondo hasil transformasi lukisan Voni Wijayanti memiliki nilai estetis. Secara visual batik tersebut terdiri dari unsur tiitk, garis, bidang, tekstur, dan warna. Garis terbagi lagi menjadi garis lengkung dan garis lurus. Bidangnya terbentuk oleh adanya garis dan adanya warna yang berbeda. Terdapat tekstur semu yang terkesan kasar. Sedangkan warna pada batik Situbondo hasil transformasi lukisan adalah warna sebagai warna dan warna sebagai representasi alam. Secara estetis batik Situbondo hasil transformasi lukisan mengandung paduan harmoni, paduan kontras pada pewarnaan, dan paduan irama (repetisi) pada motif
11 batik. Sedangkan asas yang terkandung dalam desain batik Situbondo adalah asas kesatuan, keseimbangan simetris, dan tidak menggunakan hukum proporsi realis. b. Saran
Melihat kembali tujuan dan manfaat dari penelitian yang berjudul “Transformasi Lukisan Voni Wijayanti pada Batik Situbondo”, maka beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. 1) Bagi pemilik atau perajin batik
Bagi pemilik atau perajin batik, batik Situbondo adalah sebuah kerajinan tekstil yang terdapat di daerah Situbondo guna meningkatkan kualitas kerajinan batik di daerah Situbondo disarankan agar mengembangkan ide-ide kreativitasnya dengan mengeksplorasi alam dalam membuat desain batik.
2) Bagi masyarakat Situbondo
Bagi masyarakat Situbondo khususnya Desa Asembagus, penelitian ini hendaknya dijadikan sebagai arsip daerah dan dokumentasi sebuah produksi budaya lokal pada masa sekarang dan pengetahuan baru tentang adanya elemen motif baru pada batik Situbondo.
3) Bagi peneliti lain
Bagi peneliti lain yang akan melanjutkan penelitian dengan menggunakan metode penelitian tindakan (action research) atau penelitian lebih lanjut disarankan untuk mengaplikasikan batik hasil transformasi lukisan Voni Wijayanti pada benda fungsional.
Bagi peneliti yang akan melanjutkan penelitian dengan metode penelitian kualitatif atau kuantitatif disarankan meneliti dari aspek respon atau tanggapan perihal batik hasil transformasi lukisan Voni Wijayanti kemungkinan dari sisi produksi, distribusi, dan konsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Emzir. 2012. Metode Penelitian Tindakan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.
Sudikan, Setya Yuwana. 2001. Metode Penelitian Kebudayaan. Surabaya: Unesa Unipress dan Citra Wacana.
Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa.
Yogyakarta: Dicti Art Lab & Djagad Art House.