• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. 71% dari permukaan bumi tertutup oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. 71% dari permukaan bumi tertutup oleh"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air dan Manusia

Semua makhluk hidup di bumi memerlukan air, karena air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. 71% dari permukaan bumi tertutup oleh air. Air dalam tubuh manusia berkisar antara 50-70% dari seluruh berat badan. Kehilangan air untuk 15% dari berat badan dapat mengakibatkan kematian yang diakibatkan oleh dehidrasi. Karenanya orang dewasa perlu meminum minimal sebanyak 1,5-2 liter air sehari untuk keseimbangan dalam tubuh dan membantu proses metabolisme (Slamet, 2004). Di dalam tubuh manusia, air diperlukan untuk melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh. Misalnya untuk melarutkan oksigen sebelum memasuki pembuluh-pembuluh darah yang ada disekitar alveoli. Begitu juga zat-zat makanan hanya dapat diserap apabila dapat larut dalam cairan yang meliputi selaput lendir usus. Disamping itu, transportasi zat-zat makanan dalam tubuh semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air (Mulia, 2005).

2.2. Sumber Air

Sumber air di alam dapat diklasifikasikan atas air laut, air atmosfir (air metereologik), air permukaan, dan air tanah (Sutrisno, 2006).

2.2.1. Air Laut

Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut adalah sebanyak 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum.

(2)

2.2.2. Air Atmosfir (Air Meteriologik)

Air atmosfir biasanya lebih dekenal dengan air hujan. Dalam keadaan murni sangat bersih, tetapi dapat terjadi pengotoran karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri/debu dan lain sebagainya. Sehingga untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum hendaknya tidak menampung air hujan pada saat hujan baru turun karena masih mengandung banyak kotoran. Selain itu air hujan memiliki sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (karatan). Disamping itu air hujan ini mempunyai sifat lunak sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun.

2.2.3. Air Permukaan

Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Air permukaan ini dapat berupa air sungai dan air rawa/danau.

1. Air Sungai

Air sungai memiliki derajat pengotoran yang tinggi sekali. Hal ini karena selama pengalirannnya mendapat pengotoran, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Oleh karena itu dalam penggunaannya sebagai air minum haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna.

2. Air Rawa/ Danau

Kebanyakan air rawa berwarna kuning coklat yang disebabkan oleh adanya zat-zat organis yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar zat

(3)

organis yang tinggi tersebut, maka umumnya kadar Fe akan tinggi pula dan dalam keadaan kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe ini akan larut.

2.2.4. Air Tanah

Menurut Chandra (2006) dalam buku Pengantar Kesehatan lingkungan mengatakan bahwa air tanah merupakan sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi dan menyerap ke dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah. Sebelum mencapai lapisan tempat air tanah, air hujan akan menembus beberapa lapisan tanah dan menyebabkan terjadinya kesadahan pada air. Kesadahan pada air ini akan menyebabkan air mengandung zat-zat mineral dalam konsentrasi. Zat-zat mineral tersebut antara lain kalsium, magnesium, dan logam berat seperti Fe dan Mn. 1. Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapisan tanah di sini berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air yang akan terkumpul merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melaui sumur-sumur dangkal.

(4)

Air tanah dalam dikenal juga dengan air artesis. Air ini terdapat diantara dua lapisan kedap air. Lapisan diantara dua lapisan kedap air tersebut disebut lapisan akuifer. Lapisan tersebut banyak menampung air. Jika lapisan kedap air retak, secara alami air akan keluar ke permukaan. Air yang memancar ke permukaan disebut mata air artesis. Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapis air.

Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artesis. Jika air tidak dapat ke luar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini.

3. Mata Air

Mata air merupakan air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas/kuantitasnya sama dengan keadaan air dalam. Berdasarkan keluarnya (munculnya ke permukaan tanah) mata air dapat dibedakan atas :

a. Mata Air Rembesan, yaitu mata air yang airnya keluar dari lereng-lereng, b. Umbul, yaitu mata air dimana airnya keluar ke permukaan pada suatu dataran. 2.3. Pengertian Air Bersih dan Air Minum

Berdasarkan Permenkes RI No. 416 Tahun 1990 tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air, pengertian air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat dan dapat diminum langsung. Sedangkan air bersih adalah air yang digunakan

(5)

untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

2.4. Syarat Air Bersih

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).

2.4.1. Syarat Kuantitatif

Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar.

Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu 16,2 liter, lain-lain 33,3 liter (Slamet, 2004).

2.4.2. Syarat Kualitatif

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2004).

1. Parameter Fisik

Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya dibawah

(6)

suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.

a. Bau

Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air.

b. Rasa

Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak tawar dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. c. Warna

Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warna dapat disebabkan adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara alamiah pada air rawa, berwarna kuning muda, menyerupai urin, oleh karenanya orang tidak mau menggunakannya. Selain itu, zat organik ini bila terkena khlor dapat membentuk senyawa-senyawa khloroform yang beracun. Warnapun dapat berasal dari buangan industri.

d. Kekeruhan

Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga merupakan sumber kekeruhan.

(7)

e. Suhu

Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia didalam saluran/pipa, mikroorganisme pathogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air dapat menghilangkan dahaga.

f. Jumlah Zat Padat Terlarut

Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik pula. Selanjutnya, efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut.

2. Parameter Mikrobiologis

Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen, namum bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.

3. Parameter Radioaktivitas

Dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian, dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti

(8)

kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.

4. Parameter Kimia

Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa (Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990. Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi ambang batas berakibat tidak baik bagi kesehatan dan material yang digunakan manusia, contohnya pH. Air sebaiknya tidak asam dan tidak basa (Netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5-9.

2.5. Tanah Gambut

Tanah gambut di Indonesia kebanyakan terdapat di lahan pasang surut sekitar pantai dan di daerah rawa-rawa atau danau baik danau pegunungan maupun danau dataran rendah. Gambut dirawa merupakan gambut topogen, seperti gambut rawa Pening, Rawa Lakbok yang relatif tidak begitu luas dan kurang berarti dibandingkan dengan gambut pasang surut. Gambut pasang surut kebanyakan terdapat di pantai Timur Sumatera, seperti Riau, Jambi , Sumatera Selatan, Lampung, dan Sumatera Utara. Sedangkan di Kalimantan kebanyakan terdapat di pantai Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan sedikit di Kalimantan Timur. Pulau lain

(9)

yang diperkirakan lebih kurang 60 milyar m3 yang tersebar di pantai Sumatera (9,7 juta hektar), Kalimantan (6,3 juta hektar) dan Irian Jaya (2,5 juta hektar) (Rusmarkam,1988).

Menurut Anwar (1984) dalam buku Ekologi Ekosistem Sumatera, luas lahan gambut di Sumatera diperkirakan berkisar antara 7,3–9,7 juta hektar atau kira-kira seperempat luas lahan gambut di seluruh daerah tropika. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di Sumatera dapat dibedakan atas :

1. Gambut topogen, adalah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini mempunyai kedalaman 4 meter, tidak begitu asam airnya dan relatif subur dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.

2. Gambut ombrogen, adalah jenis tanah gambut yang lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat.

(10)

Gambut ombrogen kebanyakan terbentuk tidak jauh dari pantai. Tanah gambut ini kemungkinan bermula dari tanah endapan mangrove yang kemudian mengering, kandungan garam dan sulfida yang tinggi di tanah mengakibatkan hanya sedikit dihuni oleh jasad-jasad renik pengurai. Dengan demikian lapisan gambut mulai terbentuk di atasnya.

2.5.1. Proses Pembentukan Tanah Gambut

Pembentukan utama lahan gambut di Indonesia adalah vegetasi hutan tropis dan umumnya memiliki variasi kuning sampai coklat kehitaman, tergantung pada proses pelapukan, jenis tanaman dan kandungan sedimennya (Jurnal IPTEK 2004).

Unsur pembentuk lahan gambut adalah bahan organik yang terdiri dari karbon, nitrogen, oksigen dan hydrogen serta sedikit unsure anorganik yang terdiri dari silica, kalium dan magnesium. Unsur organik tersebut membentuk rantai molekul besar yang terdiri dari asam humat, asam fulvat humin, lignin dan senyawa organik lainnya. Suhu dan kelembaban lingkungan juga mempengaruhi terbentuknya tanah gambut. Gambut terbentuk pada daerah yang berkelembaban tinggi untuk menjamin pertumbuhan vegetasi penghasil bahan organik tinggi (Jurnal IPTEK 2004).

2.5.2. Ciri fisik tanah gambut 1. Warna

Warna tanah gambut merupakan warna khas yaitu coklat kelam atau sangat hitam kalau basah. warna tersebut dipengaruhi oleh perpaduan bahan asal kelabu, coklat atau coklat kemerahan dengan senyawa humik berwarna kelam.

(11)

2. Kerapatan Massa

Kerapatan massa atau berat volume dibanding dengan tanah permukaan

mineral 0,2 gr/mm3–0,3 gr/mm3, sedangkan tanah mineral permukaan 1,25 gr/mm3–1,45 gr/mm3

3. Kemampuan Menahan Air

Besarnya kemampuan menahan air merupakan ciri koloida yang dikembangkan oleh bahan organik dalam keadaan koloidal. Kalau tanah mineral kering mengadsorpsi dan mengikat air 1/5 sampai 2/5 beratnya, maka tanah gambut akan mengikat air 2-4 kali beratnya. Kemampuan menahan air, beratnya lebih dari 10 kali dari pada tanah mineral.

4. Struktur Tanah Gambut

Struktur fisik tanah gambut berbutir, berserat dan kenyal. Perbedaan struktur tanah gambut ditentukan oleh bahan asal, sifat dan derajat dekomposisi. Tanah gambut dapat berstruktur kasar atau halus tergantung pada sifat dan sisa tumbuhan asalnya yang diendapkan (Harry dan Brady, 1982).

2.6. Air Gambut

Menurut Kusnaedi (2006) dalam buku Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum, air gambut merupakan air permukaan yang banyak terdapat di daerah pasang surut dan berawa atau dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Intensitas warna yang tinggi (kuning atau merah kecoklatan) 2. pH yang rendah antara 2-5

(12)

3. Kandungan zat organik tinggi 4. Rasanya asam

5. Kandungan kation yang rendah

Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu. Adanya ion besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida Mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman (Kusnaedi,2006). Sedangkan rendahnya pH pada air gambut disebabkan oleh kehadiran zat organik dalam bentuk asam serta adanya kation yang berasal dari mineral-mineral terlarut (Suprihanto 1994).

Struktur gambut yang lembut dan mempunyai pori-pori menyebabkannya mudah untuk menahan air dan air pada lahan gambut tersebut dikenal dengan air gambut. Berdasarkan sumber airnya, lahan gambut dibedakan menjadi dua yaitu (Trckova, M., 2005) :

1. Bog

Merupakan jenis lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air hujan dan air permukaan. Karena air hujan mempunyai pH yang agak asam maka setelah bercampur dengan gambut akan bersifat asam dan warnanya coklat karena terdapat kandungan organik.

(13)

2. Fen

Merupakan lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air tanah yang biasanya dikontaminasi oleh mineral sehingga pH air gambut tersebut memiliki pH netral dan basa.

Berdasarkan kelarutannya dalam alkali dan asam, asam humus dibagi dalam tiga fraksi utama yaitu (Pansu, 2006) :

1. Asam humat

Asam humat atau humus dapat didefinisikan sebagai hasil akhir dekomposisi bahan organik oleh organisme secara aerobik. Ciri-ciri dari asam humus ini antara lain: a. Asam ini mempunyai berat molekul 10.000 hingga 100.000 g/mol.

b. Merupakan makromolekul aromatik komplek dengan asam amino, gula amino, peptide, serta komponen alifatik yang posisinya berada antara kelompok aromatik.

c. Merupakan bagian dari humus yang bersifat tidak larut dalam air pada kondisi pH < 2 tetapi larut pada pH yang lebih tinggi.

d. Bisa diekstraksi dari tanah dengan bermacam reagen dan tidak larut dalam larutan asam.

e. Asam humat adalah bagian yang paling mudak diekstrak diantara komponen humus lainnya.

f. Mempunyai warna yang bervariasi mulai dari coklat pekat sampai abu-abu pekat. g. Humus tanah gambut mengandung lebih banyak asam humat.

(14)

h. Asam humus merupakan senyawa organik yang sangat kompleks, yang secara umum memiliki ikatan aromatik yang panjang dan nonbiodegradable yang merupakan hasil oksidasi dari senyawa lignin (gugus fenolik).

2. Asam fulvat

Asam fulvat merupakan senyawa asam organik alami yang berasal dari humus, larut dalam air, sering ditemukan dalam air permukaan dengan berat molekul yang rendah yaitu antara rentang 1000 hingga 10.000. Bersifat larut dalam air pada semua kondisi pH dan akan berada dalam larutan setelah proses penyisihan asam humat melalui proses asidifikasi. Warnanya bervariasi mulai dari kuning sampai kuning kecoklatan.

3. Humin

Kompleks humin dianggap sebagai molekul paling besar dari senyawa humus karena rentang berat molekulnya mencapai 100.000 hingga 10.000.000. Sedangkan sifat kimia dan fisika humin belum banyak diketahui. Berdasarkan karakteristiknya humin berwarna coklat gelap, tidak larut dalam asam dan basa, dan sangat resisten akan serangan mikroba dan juga tidak dapat diekstrak oleh asam maupun basa.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rasau Jaya Pontianak, karakteristik kualitas air gambut adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 : Karakteristik Air Gambut di Rasau Paya Pontianak

No. Parameter Satuan Kadar

1 TDS Mg/I 10

2 Kekeruhan Skala NTU 0-20

3 Kesadahan, CaCO3 Mg/I 17.36

4 Fe Mg/I 0,1-1,0

5 Nitrat (NO3) Mg/I 0,3-0,4

(15)

7 pH - 3-6

8 Sulfat Mg/I 25-40

9 organik Mg/I 2,8-210

Sumber : BPPT, 1997

Karakteristik air gambut di Rasau Jaya Pontianak bila dibandingkan dengan Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990 dapat dilihat bahwa pH dan organik diatas kadar maksimal yang diperbolehkan yaitu 6,5-9 untuk pH dan 0,01 Mg/l untuk organik, sedangkan tujuh parameter lainnya yaitu TDS, kekeruhan, kesadahan, Fe, Nitrat, Nitrit dan Sulfat masih memenuhi kadar maksimal yang diperbolehkan.

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Puslitbang Pemukiman bekerja sama dengan PAU ITB, karakteristik air gambut dari berbagai lokasi di Sumatera & Kalimantan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 : Karakteristik Air Gambut dari Berbagai Lokasi di Sumatera & Kalimantan.

No Parameter Satuan Air Gambut Syarat

Air Minum Kalsel Kalbar Kalteng Sumsel Riau Menkes

1 Warna PtCo 753 527 725 1315 1125 15 2 Kekeruhan Mg/l S2O2 32 0 0,5 5 9 5 3 pH 4,1 3,9 3,6 5 75 6,5-8,5 4 Zat Organik Mg/l KMnO4 278 194 172 290 243 10 5 Kesadahan 0D 2,05 0,48 - 5,5 1,4 500 6 Kalsium Mg/l - - - 4,5 - - 7 Magnesium Mg/l 8,83 2,1 - 20,9 6,2 - 8 Besi Mg/l - - - 0,3 9 Mangan Mg/l - - - 0,1 10 Chloride Mg/l 11,11 5,48 - 162 18 250 11 SO4 Mg/l - - 5,1 11,2 - 400 12 HCO3 Mg/l - 51,4 - - - - 13 CO2 agresif Mg/l - - 31 - 80,6 -

(16)

Karakteristik air gambut bersifat spesifik, bergantung pada lokasi, jenis vegetasi dan jenis tanah tempat air gambut tersebut berada, ketebalan gambut, usia gambut, dan cuaca. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 karakteristik air gambut dari sebagian wilayah Indonesia yang merupakan hasil penelitian Puslitbang Pemukiman bekerja sama dengan PAU ITB (Irianto, 1998).

2.6.1. Pengaruh Air Gambut Terhadap Kesehatan

Air gambut tergolong air yang tidak memenuhi persyaratan air bersih yang telah ditetapkan oleh Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 . beberapa unsur yang tidak memenuhi persyaratan adalah sebagai berikut :

1. Segi estetika yaitu dengan adanya warna, kekeruhan dan bau pada air gambut akan mengurangi efektifitas usaha desinfeksi, karena mikroba terlindung oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Hal ini tentu berbahaya bagi kesehatan bila terdapat mikroba yang pathogen. Disamping itu penyimpanan terhadap standar yang diterapkan akan mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut yang selanjutnya dapat mendorong masyarakat untuk mencari sumber air lain yang kemungkinan tidak aman. Warna dan kekeruhan yang melebihi standart yang telah ditetapkan dapat menimbulkan kekhawatiran terbendungnya bahan-bahan kimia yang dapat mengakibatkan efek toksik terhadap manusia (Sutrisno, 1991).

2. Segi kesehatan yaitu pH rendah pada air gambut menyebabkan air terasa asam yang dapat menimbulkan kerusakan gigi dan sakit perut, kandungan zat organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme dalam air yang dapat menimbulkan bau apabila zat organik tersebut terurai secara biologis dan

(17)

jika dilakukan desinfeksi dengan larutan khlor akan membentuk senyawa

organokhrone yang bersifat karsinogenik (Suprihanto, 1994).

2.6.2. Proses Pengolahan Air Gambut

Menurut Kusnaedi (2006), ada 2 tahap proses pengolahan air gambut yaitu terdiri dari :

1. Tahap Koagulasi, Flokulasi,absorbsi, dan sedimentasi

Menurut kusnaedi (2006), koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia ke dalam air agar kotoran dalam air yang berupa padatan tersuspensi misalnya zat warna organik, lumpur halus, bakteri dan lain-lain dapat menggumpal dan cepat mengendap. Tahap ini berlangsung pada ember pertama dengan cara mencampurkan zat koagulasi yang dilengkapi dengan pengaduk. Bahan koagulan yang dapat digunakan antara lain : kapur, tawas, tanah liat (lempung) setempat, dan tepung biji kelor.

Proses koagulasi merupakan faktor kunci dalam elektrokoagulasi, proses ini menggambarkan interaksi antara koagulan dengan bahan polutan yang hendak diolah. Perinsip dari koagulasi adalah destabilisasi partikel koloid dengan cara mengurangi semua gaya yang mengikat, kemudian menurunkan energi penghalang dan membuat partikel menjadi bentuk flok. Koagulasi merupakan proses destabilisasi partikel-partikel koloid untuk memfasilitasi pertumbuhan partikel-partikel selama flokulasi.

Koagulasi menurut Mackenzie L. Davis adalah proses untuk membuat partikel-partikel kecil (koloid) dapat bergabung satu dengan yang lainnya

(18)

sehingga membentuk flok yang lebih besar. Sedangkan menurut Reynold (1977), koagulasi adalah proses destabilisasi pada suatu sistem koloid yang berupa penggabungan dari partikel-partikel koloid akibat pembubuhan bahan kimia. Pada proses ini terjadi pengurangan besarnya gaya tolak menolak antara partikel-partikel koloid di dalam larutan.

Ada tiga persyaratan kunci dari koagulan yang harus dipenuhi :

a. Kation trivalent. Adapun koloid-koloid di dalam air adalah bermuatan negatif, jadi diperlukan adanya kation untuk menetralkan muatannya. Kation trivalent merupakan kation yang paling efisien.

b. Tidak beracun. Kation yang digunakan harus tidak beracun sehingga memberikan hasil air olahan yang aman (misalkan untuk air minum).

c. Tidak larut dalam kisaran pH netral. Jadi koagulan yang ditambahkan harus mengendap dari larutannya sehingga ion-ionnya tidak tertinggal di dalam air. Pengendapan semacam ini akan sangat membantu proses penghilangan koloid.

Penggunaan polimer alum atau yang dikenal sebagai poli aluminium klorida (PAC) pada saat sekarang ini lebih sering digunakan sebagai koagulan karena efektivitasnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan garam aluminium maupun garam besi. Penelitian terbaru yang dilakukan Gao dan Yue menunjukkan bahwa poli aluminium klorida sulfat (PACS) bahkan lebih efektif dibandingkan dengan PAC karena PACS mempunyai struktur polimer yang lebih besar, yang lebih dapat meningkatkan agregasi partikel dalam air. Apapun jenis koagulan yang digunakan, uji secara laboratorium melalui jartest harus dilakukan untuk

(19)

mengetahui efektivitas koagulan tersebut dalam mengendapkan partikel-partikel koloid dalam air limbah yang diolah sehingga terjadi pemisahan yang sempurna antara lumpur dan air. Penerapan teknologi pengolahan limbah yang didasarkan pada prinsip optimalisasi antara teknologi, kualitas, dan biaya. akan memberikan hasil yang optimal sehingga biaya investasi dapat ditekan dan keselamatan lingkungan dapat dijaga (Hanum, 2002).

Ada 4 tipe utama bahan bantu koagulan yaitu alat pengatur pH, silika yang diaktifkan (activated silica), tanah liat (clay) dan polymer. Polimer adalah senyawa-senyawa karbon berantai panjang, berat molekulnya besar dan memiliki banyak bagian-bagian yang aktif. Bagian-bagian yang aktif ini akan menempel pada flok, menggabungkannya satu sama lain, lalu membentuk flok-flok yang lebih besar dan lebih kuat sehingga akan mengendap lebih baik. Proses ini disebut “jembatan antar partikel flok”. Macam dan dosis polimer yang akan dipakai harus ditentukan terlebih dahulu untuk setiap macam air yang akan diolah. Kebutuhannya dapat saja berubah setiap saat meskipun air limbah yang akan diolah berasal dari sumber yang sama (Suryadiputra, 1994).

2. Tahap Penyaringan (Filtrasi)

Filtrasi adalah proses penyaringan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi (yang diukur dengan kekeruhan) dari air melalui media berpori-pori (Ditjen PPM & PLP, 1998). Pada proses penyaringan ini zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui lapisan materi berbentuk butiran yang disebut media filter. Media filter biasanya pasir, anthracite, garnet,ilmenite, polystyrene dan beads.

(20)

Dalam buku Konsep Dasar Perbaikan Kualitas Air (Ditjen PPM & PLP, 1998) secara garis besar kemampuan filtrasi dapat dibedakan atas saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, saringan berkecepatan tinggi, dan saringan bertekanan.

1. Saringan Pasir Lambat

Saringan pasir lambat terutama berguna untuk menghilangkan organisme pathogen dari air baku yaitu bakteria dan virus yang ditularkan melalui air. Melalui adsorpsi dan proses lain bakteria dihilangkan dari air dan ditahan pada permukaan butiran pasir yaitu kira-kira 85%-99% total bekteri, dan menghasilkan air yang memenuhi syarat bakteriologis yaitu tidak mengandung Escherichia coli. Apabila beroperasi dengan baik, saringan pasir lambat dapat pula menghilangkan protozoa seperti Entamoeba histolyca dan cacing seperti Schistosoma haemablum dan Ascaris lumbricoide.

Saringan pasir lambat sesuai dengan namanya hanya mempunyai kemampuan menyaring relatif kecil yaitu 0,1–0,3 m/jam. Hal ini karena ukuran butiran pasirnya halus dan air bakunya mempunyai kekeruhan dibawah 10 NTU agar saringan dapat berjalan dengan baik.

2. Saringan Pasir Cepat

Saringan pasir cepat mempunyai kecepatan 40 kali lebih cepat dibanding kecepatan saringan pasir lambat, dapat dicuci dan dapat ditambahkan dengan koagulan kimia, sehingga efektif untuk pengolahan air dengan kekeruhan tinggi. Pada saringan pasir cepat biasanya digunakan pasir sebagai medium, tetapi prosesnya sangat berbeda dengan saringan pasir lambat. Hal ini disebabkan karena digunakan butir pasir yang lebih besar atau kasar.

(21)

Dalam pengolahan air tanah, saringan pasir cepat digunakan untuk menghilangkan besi dan mangan. Untuk membantu proses filtasi, sering dilakukan aerasi sebagai pengolahan pendahuluan untuk membentuk senyawa tidak terlarut dari besi dan mangan.

3. Saringan Berkecepatan Tinggi

Jenis saringan ini mempunyai kecepatan 3-4 kali lebih besar dibandingkan saringan pasir cepat. Pada saringan ini digunakan kombinasi dari beberapa media filter seperti pasir, dengan anthracite atau kombinasi antara pasir, antacite, dan garnet.

4. Saringan Bertekanan

Jenis saringan ini biasanya digunakan untuk menyaring air kolam renang. Prinsip kerja saringan ini sama seperti saringan pasir cepat, hanya proses filtrasi terjadi didalam tanki baja termasuk silinder yang tahan tekanan. Disini juga digunakan pasir atau media kombinasi, tetapi kecepatan penyaringannya kira-kira sama dengan saringan pasir cepat, meskipun digunakan pompa untuk mengalirkan air.

Pada prinsipnya, proses pengolahan air secara koagulasi-filtrasi menggunakan Sistem dua bak,yaitu bak pertama sebagai tempat reaksi kimia dan bak kedua sebagai tempat filtrasi/penyaringan. Prinsip kerja dari sistem pengolahan koagulasi-Filtrasi adalah dengan penambahan koagulan Aluminium sulfat akan menghasilkan reaksi Kimia dengan muatan-muatan negatif yang tolak menolak di sekitar partikel terlarut berukuran koloid. Selanjutnya, akan ternetralisasi oleh ion-ion positif dari koagulan

(22)

dan akhirnya partikel-partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk flok. Reaksi kimia yang terbentuk adalah sebagai berikut :

Al2(SO4)3.18H2O+3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3+3CaSO4+6CO2+18H2O Alkalinity

Al2(SO4)3.18H2O+3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3+3CaSO4+6CO2+18H2O Mengendap

Berikut skema proses pengolahan air dengan koagulasi-filtrasi : Bahan Baku Air

Bau, keruh, warna,

Reaksi kimia ion logam dengan koagulan terbentuk

partikel kasar Koagulan Filtrasi, Penangka pan ion Air Bersih Padatan senyawa logam dan senyawa

(23)

2.6.2.1. Tanah Liat Gambut

Menurut Astuti (1997), tanah liat atau lebih sering disebut dengan tanah lempung berasal dari hasil pelapukan kulit bumi yang sebagian besar terdiri dari batuan feldspatik berupa batuan granit dan batuan beku. Hasil pelapukan tersebut berbentuk partikel-partikel halus dan sebagian besar dipindahkan oleh tenaga air, angin dan gletser ke suatu tempat yang lebih rendah dan jauh dari tempat batuan induk. Sebagian lagi tetap tinggal di lokasi dimana batuan induk berada.

Tanah liat merupakan suatu zat yang terbentuk dari partikel-partikel yang sangat kecil terutama dari mineral-mineral yang disebut Kaolinit, yaitu persenyawaan dari Oksida Alumina (Al2O3), dengan Oksida Silica (SiO2) dan Air (H2O). Tanah liat dalam ilmu kimia termasuk Hidrosilikat Alumina, yang dalam keadaan murni mempunyairumus:

Al2O3 2SiO2 2H2O

Satu partikel tanah liat dibuat dari satu molekul Alimunium (2 atom Alumina dan 3 atom Oksigen), dua molekul Silikat (2 atom Silica) dan 2 atom Oksigen), dan dua molekul Air (2 atom Hidrogen dan 1 atom Oksigen), Formula tersebut terdiri:

39% Oksida Alumina 47% Oksida Silica 14% Air

Ketersediaan tanah liat di alam dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Tanah liat primer

(24)

Tanah liat primer (residu) adalah jenis tanah liat yang dihasilkan dari pelapukan batuan feldspatik oleh tenaga endogen yang tidak berpindah dari batuan induk. Tanah liat primer cenderung berbutir kasar, tidak plastis, daya leburnya tinggi dan daya susutnya kecil. Karena tidak tercampur dengan bahan organik seperti humus, ranting atau daun busuk dan sebagainya, maka tanah liat berwarna putih atau putih kusam. Adapun jenis tanah liat primer antara lain: kaolin, bentonite, feldspat, kwarsa dan dolomit, biasanya terdapat di tempat-tempat yang lebih tinggi daripada letak tanah sekunder. Mineral kuarsa dan alumina dapat digolongkan sebagai jenis tanah liat primer karena merupakan hasil samping pelapukan batuan feldspatik yang menghasilkan tanah liat kaolinit

2. Tanah liat sekunder

Tanah liat sekunder atau sediment adalah jenis tanah liat hasil pelapukan batuan feldspatik yang berpindah jauh dari batuan induknya karena tenaga eksogen, dan dalam perjalanan bercampur dengan bahan-bahan organik maupun anorganik sehingga merubah sifat-sifat kimia maupun fisika tanah liat tersebut. Jumlah tanah liat sekunder lebih banyak dari tanah liat primer. Transportasi air mempunyai pengaruh khusus pada tanah liat, salah satunya ialah gerakan arus air cenderung menggerus mineral tanah liat menjadi partikel-partikel yang semakin mengecil. Pada saat kecepatan arus melambat, partikel yang lebih berat akan mengendap dan meninggalkan partikel yang halus dalam larutan. Pada saat arus tenang, seperti di danau atau di laut, partikel-partikel yang halus akan mengendap di dasarnya. Tanah liat yang dipindahkan biasanya terbentuk dari beberapa macam jenis tanah liat dan dari beberapa sumber. Dibanding dengan tanah liat

(25)

primer, tanah liat sekunder mempunyai ciri tidak murni, warna lebih gelap, berbutir halus dan mempunyai titik lebur yang relatif rendah.

Menurut Kusnaedi (2006), Tanah liat gambut (tanah lempung) merupakan lempung organik yang mengandung zat Al2 (SO4) H2O, dari rumus molekul dan

kandungan lempung ini dapat berfungsi sebagai koagulan bagi daerah-daerah yang kualitas air gambutnya tinggi (kecoklat-coklatan), tanah liat ini dapat diperoleh di tepi-tepi sungai, saluran hasil galian ataupun pada areal tanah lempung di daratan alluvium yang dibentuk oleh endapan-endapan alluvial rawa-rawa dan sungai.

Adapun tanah liat gambut dapat diperoleh pada titik kedalaman sebagai berikut :

0 – 1 M : tanah penutup gambut

1–2,5 M : tanah liat abu-abu muda sampai tua, lunak dan plastis

> 2,5 M : tanah liat abu-abu tua, lunak, plastis kadang-kadang-kadang sedikit berpasir, mengandung fragmen kayu dan coal

Keterangan : asal bahan tanah liat gambut yang dapat dipakai untuk pengolahan air gambut.

2.6.2.2. Fungsi Tanah Liat Gambut

Menurut Kusnaedi (2006), tanah liat /tanah lempung gambut berfungsi untuk menghilangkan sebagian zat organik terlarut, mikroorganisme (plankton,bakteri) dan senyawa-senyawa lain yang menyebabkan warna, kekeruhan dalam air gambut. Air

(26)

gambut yang diolah memerlukan tanah liat sebanyak 25 gram per 20 liter air gambut, untuk membentuk flok-flok yang cukup baik.

Air yang mengandung koloidal akan diendapkan memakai bahan koagulan. Bahan koagulan yang dimaksud adalah Fe(SO), Fe(SO4), FeCl, atau FeSO +

Cl2;Al2(SO4);15-18 H2O, Al2(SO4)3.17H2O (tawas) atau Poly Aluminium Chlorida

(PAC). Rasa air hasil endapan dengan kedua koagulan tersebut sangat berbeda, Fe3+ memberi rasa besi pada air, sedangkan Al3+ tidak memberikan rasa apa-apa pada air,hanya endapan yang diberi Al3+ berwarna putih. (J.F.Gabriel, 2001).

2.7. Kerangka Konsep Air Gambut Kualitas fisik air setelah Pengolahan Pemeriksaan kualitas fisik setelah disaring Pemeriksaan

kualitas fisik sebelum disaring

Efektif ( memenuhi syarat air bersih

Permenkes RI No.416 Tahun 1990 ) Tidak Efektif (Tidak memenuhi syarat air bersih Permenkes RI No.416 Tahun 1990) Koagulasi dengan tanah liat Saringan Pasir Cepat Saringan Pasir Cepat

Gambar

Tabel 2.1 : Karakteristik Air Gambut di Rasau Paya Pontianak
Tabel 2.2 : Karakteristik Air Gambut dari Berbagai Lokasi di Sumatera &amp;

Referensi

Dokumen terkait

* 生産利用部栽培システム研究室 ** 生理遺伝部遺伝育種研究室 † 本研究の一部は園芸学会平成 13

Untuk mencapai produktivitas kerja karyawan yang tinggi, perusahaan perlu memperhatikan masalah upah dan jaminan sosial yang merupakan faktor pendorong dalam

Surat Keputusan Kwartir Nasional Nomor 224 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Organisasi dan Tata Kerja Kwartir Ranting Gerakan Pramuka;2. Memperhatikan : Keputusan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Tugas Akhir

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang etentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara R publik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran egara Republik Indonesia

Desa Di Jawa Barat berbeda dengan manfaat dari Direktori Buku Telepon, akan tetapi secara umum direktori ini bermanfaat bagi masyarakat dalam mencari. informasi mengenai

PT. Indonesia Millenium Perdana adalah sebuah perusahaan yang bergerak pada industri retail pelumas yang didirikan pada awal tahun 2000 oleh Bapak Ir. Laksmana Mangunwijaya, yang

Aspek teknis yang diperhatikan oleh peneliti diantaranya: harga alat bantu, koefisien gaya gesek statis, gaya magnet yang dibutuhkan untuk menopang kursi roda