• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Reksadana

Secara umum Reksadana adalah wadah dan pola pengelolaan dana bagi sekumpulan investor untuk berinvestasi dalam instrument-instrumen investasi yang tersedia di pasar dengan cara membeli unit penyertaan reksadana. Reksadana ini kemudian dikelola oleh manajer investasi (MI) ke dalam portofolio investasi, baik berupa saham, obligasi, pasar uang ataupun efek atau sekuritas lainnya (Nofie Iman, 2008)

Reksadana berasal dari kata “Reksa” yang berarti jaga atau pelihara dan kata “Dana” berarti uang. Sehingga reksadana pada umumnya diartikan sebagai kumpulan uang yang dipelihara. Reksadana yang dalam bahasa asalnya disebut mutual fund adalah salah satu investasi dalam suatu himpunan dana untuk diinvestasikan dalam berbagai bentuk investasi seperti saham, obligasi, ataupun melalui tabungan sertifikat deposito di bank-bank. Dengan demikian reksadana adalah diverifikasi dalam portofolio yang dikelola oleh manajer investasi diperusahaan reksadana (Nofie Iman, 2008).

Diluar negeri, terdapat bermacam istilah yang digunakan untuk reksadana. Misalnya di Amerika Serikat, reksadana dikenal dengan istilah Mutual Fund, Di

(2)

Inggris dikenal dengan sebutan Unit Trust, sedangkan di Jepang disebut sebagai

Investment Trust.

Berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995 pasal 1 ayat 27 telah diberikan definisi sebagai berikut “Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi”.

Sesuai dengan definisi yang telah disebutkan reksadana memiliki beberapa karakteristik :

a. Kumpulan dana dan pemilik dimana pemilik adalah berbagai pihak yang menginvestasikan danannya ke reksadana dengan variasi tujuan.

b. Reksadana diinvestasikan pada efek-efek yang dikenal dengan instrument investasi seperti saham, obligasi, sertifikat deposito, dan lain-lain.

c. Manajer investasi dipercaya sebagai pengelola dana milik masyarakat investor.

1. Pengelompokkan Reksadana

Menurut peraturan Bapepam dan LK No. IV.C.3 tahun 1997 (dalam http://www.bapepam.go.id, 2010), berdasarkan kebijakan alokasi asetnya, maka reksadana dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis yaitu sebagai berikut.

a. Reksadana pasar uang, yaitu reksadana yang hanya melakukan investasi pada efek bersifat utang dengan jatuh tempo kurang dari dari satu tahun.

(3)

b. Reksadana pendapatan tetap, yaitu reksadana yang yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dalam bentuk efek bersifat utang.

c. Reksa saham, yaitu reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dalam efek bersifat ekuitas.

d. Reksadana campuran adalah reksadana yang melakukan investasi dalam efek bersifat ekuitas dan efek bersifat utang yang perbandingannya tidak termasuk huruf b dan c.

Setiap jenis reksadana tentunya memiliki profil risiko dan tingkat pengembalian yang berbeda-beda tergantung profil risiko dan tingkat pengembalian instrumen investasi dalam portofolionya. Reksadana pasar uang merupakan reksadana dengan tingkat pengembalian dan risiko yang terendah dikuti dengan reksadana pendapatan tetap, kemudian reksadana campuran, dan terakhir reksadana saham dengan tingkat pengembalian dan profil risiko tertinggi.

Menurut Nofie Iman (2008 : 48) dilihat dari bentuknya, reksadana dapat dibedakan menjadi dua :

a. Reksadana Berbentuk Perseroan (Corporate Type)

Perusahaan penerbitan reksadana bentuk ini menghimpun dana dengan menjual saham, kemudian dana dari hasil penjualan saham tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis efek yang diperdagangkan di pasar uang dan pasar modal. Reksadana bentuk ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

(4)

2) Pengelolaan kekayaan reksadana didasarkan pada kontrak antara Direksi Perusahaan dengan Manajer Investasi yang ditunjuk.

3) Penyimpanan kekayaan reksadana didasarkan pada kontrak antara Manajer Investasi dengan Bank Kustodian (BK).

b. Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Contractual Type)

Reksadana bentuk ini merupakan kontrak antara Manajer Investasi dengan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Unit Penyertaan (UP), di mana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif sedangkan Bank Kustodian berwenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Reksadana bentuk inilah yang lebih populer dan jumlahnya semakin bertambah dibandingkan dengan reksadana berbentuk perseroan. Reksadana bentuk ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

1) Bentuk hukumnya adalah Kontrak Investasi Kolektif (KIK).

2) Pengelolaan reksadana dilakukan oleh Manajer Investasi berdasarkan kontrak. 3) Penyimpanan kekayaan investasi kolektif dilaksanakan oleh Bank Kustodian

berdasarkan kontrak.

Berdasarkan karakteristiknya reksadana dapat dibedakan menjadi Reksadana Tertutup dan Reksadana Terbuka. Menurut Nofie Iman (2008 : 49-50), sifat dari reksadana adalah :

a. Reksadana Bersifat Tertutup (Closed-End Fund)

Reksadana tertutup merupakan suatu bntuk reksadana di mana investor pemegang unit penyertaannya tidak dapat menjual kembali unit penyertaan tersebut

(5)

kepada Manajer Investasi. Pemegang unit penyertaan hanya dapat menjual kembali unit penyertaan melalui Bursa Efek tempat saham tersebut dicatatkan.

b. Reksadana Bersifat Terbuka (Open-End Fund)

Reksadana Terbuka merupakan reksadana yang pemegang unit penyertaannya dapat menjual kembali unit penyertaan yang dimiliki setiap saat diinginkan langsung kepada Manajer Investasi. Manajer Investasi reksadana melalui Bank Kustodian wajib membelinya sesuai dengan Nilai Aktiva Bersih per unit penyertaan pada hari tersebut.

Klasifikasi reksadana berdasarkan tujuan investasinya menurut Tjiptono Darmadji dan Hendry M. Fakhruddin (2007 : 214-215) terbagi atas berikut :

a. Growth Fund

Reksadana jenis ini menekankan pada upaya mengejar pertumbuhan nilai dana, sehingga biasanya reksadana ini mengalokasikan dananya pada saham. b. Income Fund

Reksadana ini menekankan pada upaya mendapatkan pendapatkan yang konstan, sehingga reksadana jenis ini mengalokasikan dananya pada obligasi atau surat utang.

c. Safety Fund

Reksadana jenis ini lebih mengutamakan keamanan daripada pertumbuhan. Pengalokasian dananya ditempatkan pada instrumen-instrumen di pasar uang seperti deposito berjangka, sertifikat deposito, dan surat utang jangka pendek.

(6)

2. Manfaat Reksadana

Menurut Nofie Iman (2008) reksadana memiliki beberapa manfaat yang dapat diperoleh investor antara lain sebagai berikut :

a. Dengan melakukan investasi pada produk reksadana, seorang investor walaupun tidak memiliki dana yang relatif besar, dapat memiliki portofolio investasi dalam bentuk efek, yang terdiversifikasi. Dengan reksadana, maka akan terkumpul dana dalam jumlah besar (karena dana yang ada dalam reksadana merupakan dana bersama dari masyarakat investor) sehingga memudahkan diversifikasi portofolio. Artinya, investasi dapat dilakukan pada berbagai jenis instrumen seperti deposito, saham, dan obligasi yang ada di pasar uang maupun di pasar modal.

b. Tidak semua investor memiliki pengetahuan dan keahlian untuk melakukan diversifikasi instrumen investasi, menentukan efek-efek yang baik untuk dibeli atau yang sebaiknya dijual, menghitung tingkat pengembalian dan risiko, ataupun melakukan penilaian kinerja investasi. Dengan melakukan investasi pada reksadana, semua hal tersebut menjadi tanggung jawab Manajer Investasi yang profesional dan memiliki keahlian dalam mengelola investasi.

c. Hanya dengan berinvestasi pada produk reksadana, yang berarti hanya dengan memiliki satu wadah investasi, manfaat yang dapat diperoleh seorang investor sama dengan memiliki beragam investasi yang terdiversifikasi (tersebar) secara optimal, sehingga dapat memperkecil risiko.

(7)

d. Secara umum, investasi awal minimum untuk membeli reksadana sangat terjangkau yaitu hanya berkisar antara Rp250.000,00 hingga Rp10.000.000,00. Bahkan, ada juga beberapa reksadana yang menetapkan persyaratan investasi minimum Rp100.000,00. Penyertaan tambahan berikutnya pada umumnya ditetapkan lebih rendah dari pada nilai investasi pertama. Karena penanaman modal dilakukan oleh sejumlah pihak secara bersama-sama, biaya akan menjadi lebih rendah (economic of scale). Secara umum pula, biaya pembelian (subscription fee) berkisar antara 0% sampai 2%, sedangkan biaya penjualan kembali (redemption fee) berkisar antara 0% sampai 3%. Pada intinya, biaya transaksi akan lebih rendah dibandingkan apabila investor melakukan transaksi sendiri dipasar modal atau pasar uang. e. Dengan melakukan investasi pada reksadana yang dikelola oleh manajer

investasi profesional, investor tidak perlu repot-repot meluangkan banyak waktunya untuk melakukan riset, analisa pasar, maupun berbagai pekerjaan administrasi yang berkaitan dengan pengambilan keputusan investasi setiap hari, karena kegiatan tersebut akan ditangani oleh Manajer Investasi secara terarah dan dapat dipertanggung jawabkan.

f. Pemenang unit penyertaan reksadana yang memerlukan uang tunai untuk suatu keperluan mendesak, dapat menjual kembali unit penyertaannya kepada Manajer Investasi dengan penerimaan selambat-lambatnya 7 hari bursa setelah tanggal transaksi penjualan kembali disetujui oleh Manajer Investasi dan Bank Kustodian.

(8)

g. Manajer Investasi memiliki kewajiban yang telah ditentukan BAPEPAM untuk memberikan informasi atas perkembangan portofolio investasi dan pembiayaannya secara berkesinambungan, sehingga pemegang unit penyertaan dapat memantau perkembangan keuntungan, biaya, dan tingkat risiko investasi setiap saat. Manajer Investasi wajib mengumumkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) setiap hari serta menerbitkan laporan keuangan secara rutin dengan pengawasan penuh oleh BAPEPAM dan DPS (Dewan Pengawas Syariah).

3. Nilai Aktiva Bersih (NAB)

NAB didefinisikan sebagai nilai portofolio investasi sesuai harga pasar dari masing-masing efek dalam portofolio setelah dikurangi kewajiban atas biaya-biaya yang ditanggung reksadana seperti imbalan jasa MI dan BK, biaya transaksi, biaya pajak, dan sebagainya (Pratomo, 2007).

Aktiva atau kekayaaan reksadana adalah nilai portofolio atau aktiva reksadana yang dapat berupa saham, obligasi, right, deposito, Sertifikat Bank Indonesia (BI), dan efek lainnya. Sementara, kewajiban reksadana diantaranya seperti fee untuk Manajer Investasi, fee untuk Bank Kustodian, biaya registrasi dan transaksi efek, biaya akuntan, notaris, dan konsultan hukum, serta pengeluaran pajak (Pratomo, 2007).

Menurut Nofie Iman (2008 : 128) Nilai Aktiva Bersih (NAB) merupakan jumlah nilai pasar wajar dari efek-efek dan kekayaan lain dari reksadana dikurangi

(9)

seluruh kewajibannya, sedangkan NAB per unit merupakan jumlah NAB dibagi dengan jumlah unit penyertaan (satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam portofolio investasi kolektif) yang beredar, atau dapat dirumuskan:

NAB = Total nilai pasar wajar seluruh aset reksadana – kewajiban reksadana Jumlah unit penyertaan yang beredar

Menurut Tjiptono Darmadji dan Hendry M. Fakhruddin (2007 : 225) NAB sangat bergantung pada kinerja aset-aset yang membentuk portofolio reksadana, sehingga sangat wajar pula jika NAB akan mengalami kenaikan dan penurunan. Perubahan harga pasar dari aset-aset reksadana menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kenaikan atau penurunan NAB dari waktu ke waktu. Jika harga pasar aset reksadana mengalami kenaikan, maka NAB tentu juga akan mengalami kenaikan dan berlaku sebaliknya.

Penghitungan NAB secara harian merupakan kewajiban Bank Kustodian untuk kemudian dimuat di harian nasional (Peraturan Bapepam dan LK No. IV.C.3, 1997). Investor umumnya menghitung tingkat pengembalian reksadana menggunakan indikator NAB/unit tersebut karena dengan nilai itulah mereka dapat membeli ataupun mencairkan unit penyertaan reksadana mereka.

NAB secara total itu sendiri juga digunakan untuk menghitung imbalan jasa bagi MI maupun BK yang ditentukan sebagai persentase dari total NAB reksadana (Pratomo, 2007) mengatakan bahwa besar aset yang dikelola akan memberikan keuntungan dari segi economies of scale yaitu dalam hal efisiensi biaya, bargaining power yang lebih tinggi dalam bertransaksi, memperbesar kesempatan investasi di

(10)

pasar modal, dan melakukan diversifikasi untuk memperkecil risiko. Selain itu, besarnya NAB juga menunjukkan kepercayaan nasabah terhadap MI yang bersangkutan.

B. Kinerja Reksadana

Kinerja reksadana menjadi pertimbangan utama para investor dalam memilih reksadana. Tindakan memberikan informasi dan pemahaman yang mendalam mengenai reksadana perlu dilakukan supaya investor ingin melakukan investasi pada reksadana. Standarisasi pengukuran kinerja menjadi suatu keharusan, sehingga kinerja suatu reksadana dapat dibandingkan dengan yang lainnya. Penelitian terhadap reksadana yang mampu memberikan tingkat pengembalian positif dan berisiko rendah perlu kepada investor agar para investor mengetahui kinerja dari reksadana tersebut (Manurung, 2007).

Penilaian kinerja portofolio menurut Pratomo dan Nugraha (2007), ada dua cara, yaitu :

1. Melakukan Perbandingan Langsung (direct comparison raw performance) Cara ini dilakukan dengan membandingkan kinerja suatu portofolio yang biasanya diwakili oleh reksadana (mutual fund) terhadap portofolio lain yang mempunyai risiko yang kurang lebih sama. Membandingkan kinerja biasanya menggunakan tolak ukur (benchmark) tertentu. Misalnya : untuk reksadana pasa uang menggunakan tolak ukur tingkat suku bunga deposito, reksadana pendapatan tetap

(11)

menggunakan tolak ukur indeksobligasi, dan reksadana saham menggunakan tolak ukur IHSG.

2. Menggunakan Parameter Tertentu (one parameter performance measure) Penilaian kinerja ini mempertimbangakan risiko sebagai parameter. Beberapa metode penilaian kinerja portofolio berdasarkan risiko ini, antara lain Sharpe

Measure, Treynor Measure, dan Jensen Measure. Dalam pengukuran kinerja

reksadana biasanya didasarkan pada perubahan NAB/unit (return).

C. Kebijakan Alokasi Aset

Kebijakan alokasi aset merupakan tindakan untuk menenpatkan bobot investasi atau proporsi instrumen keuangan bebas berisiko (risk free asset) dan instrumen keuangan berisiko (risk asset) (Samsul, 2007). Risk free asset diartikan sebagai instrumen investasi yang tidak mungkin mengalami gagal bayar bunga dan pokok inveatsi seperti Sertifikat Bank Indonesia (BI). Risk asset diartikan instrumen keuangan yang mengandung risiko tidak mendapat hasil investasi atau pokok inveatsi tidak kembali sebagai mana keseluruhan, seperti saham, dan obligasi.

Sependapat dengan Samsul, Drobetz and Kohler (2002), mendefinisikan kebijakan alokasi aset sebagai pembentukan kelas-kelas atas bobot aset yang normal dan bobot aset yang pasif. Dengan mengkelas-kelaskan aset, maka seorang investor ataupun manajer keuangan mengamati pergerakan keuntungan yang mungkin diperolehnya. Pada prinsipnya, proses kebijakan alokasi aset berbeda-beda akan tetapi

(12)

tujuannya sama yaitu memberikan tingkat keuntungan investasi yang lebih tinggi dibandingkan investasi lainnya dengan risiko tertentu.

D. Pemilihan Saham

Pemilihan saham merupakan kemampuan manajer dalam memilih dan membentuk suatu portofolio investasi agar portofolio tersebut mampu mendatangkan

return seperti yang diharapkan oleh investor. (Winingrum, 2011) membuktikan

bahwa manajer investasi lebih sering mengandalkan kemampuan memilih saham untuk mendapatkan return yang abnormal. Kemampuan market timing dan pemilihan saham (stock selection) dari manajer investasi produk reksadana membuat produk reksadana tersebut dapat menghasilkan imbal hasil yang lebih tinggi dari imbal hasil pasar. Kemampuan market timing lebih ditujukan pada kemampuan manajer investasi untuk membeli ataupun menjual saham pada saat yang tepat, sedangkan stock

selection merupakan kemampuan manajer investasi untuk memilih saham yang tepat

portofolinya sehingga mampu memberikan imbal hasil yang tinggi. Literatur manajemen investasi menyatakan bahwa kemampuan market timing sangat sulit dilakukan sehingga kemampuan stock selection dari manajer investasi sangat diandalkan untuk menapatkan return yang superior (Untung, 2007). Oleh karena itu, dalam penelitian ini mengabaikan faktor market timing dana hanya menilai pengaruh variabel stock selection yang diwakili oleh  (alpha).

(13)

E. Tingkat Risiko

Risiko dan return merupakan dua hal yang berlawanan namun keduanya tidak dapat dipisahkan, karena pertimbangan investasi merupakan trade-off dari kedua factor ini. Risiko dan return mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus ditanggung maka semakin besar juga return yang harus dikompensasikan (Jogiyanto, 2009).

Tingkat risiko adalah tingkat kemungkinan return actual tidak seperti yang diharapkan karena faktor-faktor yang mempengaruhinya. Semakin besar return dan semakin kecil risiko yang dihasilkan maka akan semakin tinggi rasionaya, dan semakin baik kinerja suatu reksadana (Pratomo dan Ubaidillah Nugraha, 2007).

Reksadana adalah suatu produk pasar modal yang mengandung risiko. Walupun reksadana sudah dikelola oleh manajer investasi yang handal, namun ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi penurunan nilai aktiva bersih reksadana. Hal ini disebabkan oleh turunnya nilai efek (saham, obligasi, deposito) pada portofolio reksadana.

Menurut Pratomo dan Ubaidillah Nugraha (2007) terdapat dua risiko dalam reksadana yaitu penurunan harga nilai aktiva bersih reksadana dan risiko likuiditas. a. Risko penurunan harga nilai aktiva bersih

Risiko penurunan harga aktiva bersih ini terjadi karena beberapa saham yang mengalami penurunan harga sehingga mempengaruhi juga harga nilai aktiva bersih, yang bisa terjadi jika manajer investasi kurang tepat memilih saham yang akan

(14)

dimasukkan ke dalam portofolio, atau memmang karena IHSG yang turun dikarenakan faktor ekonomi, politik, dan sosial baik local maupun global.

b. Risiko likuiditas

Pada semua jenis reksadana ada risiko likuiditas, artinya pada saat nasabah mencairkan reksadananya, reksadana tersebut tidak mempunyai cukup uang tunai. Dalam porotofolio tiap-tiap jenis reksadana harus ada komposisi tunai untuk menjaga likuiditas. Setiap reksadana mempunyai kebijakan yang berbeda berkisar 5% samapai 20%. Namun bisa saja likuiditas tersebut tidak mencukupi bila terjadai pencairan besar secara bersamaan. Untuk itu ditetapkan bahwa pencairan maksimum untuk setiap reksadana adalah 20% per hari dari total asset yang dikelola. Jika terjadi pencairan yang cukup besar maka reksadana harus menjual efek-efeknya untuk memenuhi pencairan dana nasabah. Faktor kurangnya likuiditas dapat menyebabkan tertundanya pencairan dana nasabah dan jika penjualan dilakukan dalam keadaan pasar turun maka hal ini juga menyebabkan nilai aktiva bersih turun.

Sebelum berinvestasi investor juga harus mengenal profil risiko dirinya sendiri, apakah mereka termasuk tipe investor yang konservatif, moderate atau agresif. Bukan berarti investor yang konservatif tidak bisa berinvestasi pada produk-produk yang fluktuatif seperti reksadana saham. Namun dengan menetapkan tujuan keuangan dan mengetahui jangka waktunya maka investor dapat tetap berinvestasi pada reksadana saham. Jika seorang investor yang konservatif belum pernah berinvestasi dalam reksadana saham, maka investor tersebut bisa memilih kompesisi reksadana saham pada saat alokasi aset digabungkan dengan reksadana pendapatan

(15)

tetap, dan pada tahun-tahun berikutnya kompesisi pada reksadana saham bisa ditambah.

Tabel 2.1

Profil Risiko dan Jangka Waktu Pengembalian

Sumber : Panduan Lengkap Reksadana Investasiku (Manurung, 2007)

F. Penelitian Terdahulu

Mulyana (2006) dengan judul “Pengaruh Kebijakan Alokasi Aset dan Pemilihan Sekuritas Terhadap Kinerja Reksadana Terbuka Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif” (reksadana saham, reksadana pendapatan dan reksadana campuran) pada tahun 2001-2003. Jumlah populasi yang diteliti adalah 55 reksadana yang terdiri dari tiga kelompok reksadana yaitu 17 buah reksadana saham, 18 buah reksadana pendapatan tetap dan 20 buah reksadana campuran. Dalam penelitian ini variable penelitian berupa kebijakan alokasi aset dan pemilihan sekuritas. Terdapat tiga kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu (1) kinerja reksadana saham dan reksadana pendapatan tetap lebih tinggi dari patok-duga yang digunakan sedangkan reksadana campuran seluruhnya memiliki kinerja lebih tinggi; (2) kebijakan alokasi aset dan pemilihan sekuritas yang dilakukan oleh para manajer

(16)

investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja reksa dan; dan (3) tidak terdapat perbedaan yang berarti antara kebijakan alokasi aset dan realisasi alokasi aset yang dilakukan reksadana saham dan reksadana pendapatan tetap sedangkan reksadana campuran terdapat perbedaan yang berarti yang mengindikasikan bahwa manajer investasi reksadana campuran tidak konsisten dalam melaksanakan kebijakan alokasi aset.

Penelitian yang dilakukan oleh Waelan (2008) dengan judul “Kemampuan Memilih Saham dan Market Timing Manajer Investasi Reksadana Saham di Bursa Efek Indonesia” terhadap 44 manajer investasi reksadana saham di BEI. Hasil penelitian Manajer Investasi reksadana saham di BEI tidak memiliki kemampuan memilih saham. Hanya terdapat 4 manajer investasi yang memiliki kemampuan memilih saham, 3 manajeer investasi yang memiliki kemampuan market timing dan 1 manajer yang memiliki kemampuan memilih saham dan kemampuan market timing.

Gumilang dan Subiyantoro (2008) dengan judul “ Analisi Market Timing dan Stock Selection Terhadap Kinerja Reksadana Berdasarkan Kelas Aset yang Dimiliki Manajer Investasi. Pengukuran masing-masing variabel diukur dengan pengukuran model Henriksson dan Merton dan model Treynor dan Mazuy, sedangkan untuk kinerjanya menggunakan metode Sharpe Ratio, Treynor Ratio, Jensen Ratio, dan

Appraisal Ratio (Information Ratio). Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa dengan

menggunakan model Henriksson dan Merton, diketahui bahwa semua kelompok manajer investasi telah berhasil melakukan market timing dan stockselection. Hal ini

(17)

ditandai oleh positifnya nilai  dan  masing-masing produk reksadana pendapatan tetap walaupun secara statistik tidak signifikan. Hasil serupa juga diketahui dengan penggunaan model Treynor dan Mazuy, namum hanya sekelompok manajer investasi yang signifikan secara statistik memiliki market timing dan stock selection.

Wijaya (2008) pada penelitianya yang berjudul “Penilaian Kinerja Reksadana Saham Melalui Pendekatan Sharpe Ratio periode Desember 2006-2007” menganalisis 10 reksadana saham dengan return tertinggi selama periode Desember 2006-2007. Hasil penelitian ini menyatakan return yang tertinggi pada reksadana saham belum tentu menjamin reksadana saham optimal, karena return yang tinggi dapat juga diikuti risiko yang tinggi. Kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian ini yaitu return dan risiko berpengaruh positif terhadap kinerja reksadana saham.

Secara ringkas penelitian terdahulu dipaparkan dalam table berikut : Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu No Judul dan Penelitian Variabel

Penelitian

Hasil Penelitian

1. Pengaruh Kebijakan Alokasi Aset dan Pemilihan Sekuritas Terhadap Kinerja Reksadana Terbuka  Kebijakan Alokasi Aset  Pemilihan Sekuritas

Kebijakan alokasi asset dan pemilihan sekuritas yang dilakukan oleh para manajer investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

(18)

Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Mulyana, 2006)

reksadana. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas tersebut memiliki peran yang penting dalam memperoleh kinerja reksadana secara optimal.

2. Kemampuan Memilih Saham dan Market Timing Manajer Investasi Reksadana Saham Di Bursa Efek (Waelan, 2008)

 NAB  BI  IHSG

1.Manajer investasi di BEI tidak memiliki kemampuan memilih saham.

2.Kemampuan market timing manajer invesatsi di BEI sangat kecil dan tidak signifikan. 3. Reksadana Pendapatan

Tetap di Indonesia : Analisis Market Timing dan Stock Selection Berdasarkan Kelas Aset yang Dimiliki Manajer Investasi (Gumilang dan Subiyantoro, 2008)  NAB Reksadana Pendapatan Tetatp  Market Timing  Stock Seletion Masing-masing produk reksadana pendapatan tetap yang dikelola oleh kelompok-kelompok manajer investasi yang dipilih mempunya nilai positif  dan  masing-masing dari produk reksadana pendapatan tetap tetap dan tidak signifikan pada nilai statistik. 4. Penilaian Kinerja  Return Return tertinggi pada reksadana

(19)

Reksadana Saham Melalui Pendekatan Sharpe Ratio Periode Desember 2006-2007 (Wijaya, 2008)

Reksadana  Risiko

Reksadana

saham belum manjemain reksadana tersebut optimal karena return yang tinggi dapat juga diikuti oleh risiko yang tinggi, sehingga sharpe ratio menjadi rendah. Sharpe ratio yang tinggi dengan return yang tinggi adalah yang terbaik.

Return dan risiko berpengaruh

positif terhadap kinerja reksadana saham.

Sumber : Jurnal penelitian terdahulu

G. Kerangka Pemikiran

Seorang investor pasti akan mempertimbangkan berbagai faktor dalam pemilihan produk investasi yang akan dipilihnya, begitu pula halnya dengan investor yang berminat untuk berinvestasi di produk reksadana saham. Bebagai jenis produk reksadana saham telah berkembang di Indonesia, oleh karena itu selain melihat kepada data historis imbal hasil yang tinggi (high return), hendaknya investor mempertimbangkan hal yang lebih mendasar. Imbal hasil yang tinggi dalam satu

(20)

periode tertentu saja tidak dapat mencerminkan kinerja yang baik dari produk reksadana saham tersebut.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kebijakan alokasi asset, pemilihan saham dn tingkat risiko sebagai variable dependen. Kebijakan alokasi asset, pemilihan saham dan tingkat risiko mempunyai pengaruh terhadap sifat atau arah hubungan antara vriabel dependen dengan variable independen yang mungkin positif ataupun negative. Model penelitian dalam penelitian ini dapat diilustrasikan gambar berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Konseptual Alokasi Aset

Pemilihan Saham Kinerja Reksadana

(21)

H. Pengembangan Hipotesis

Didalam reksadana terdapat 3 (tiga) pelaku penting yaitu manajer investasi, bank kustodian, dan investor yang menanamkan dananya ke dalam reksadana. Masing-masing pelaku tersebut memiliki peranan berbeda-beda. Investor adalah orang perorangan atau lembaga baik domestik atau non domestik yang melakukan suatu investasi (bentuk penanaman modal sesuai dengan jenis investasi yang dipilihnya) baik dalam jangka pendek atau jangka panjang. Investor berperan sebagai penyedia dana untuk mereka investasiskan ke dalam instrumen investasi tertentu.

Bank kustodian adalah suatu lembaga yang bertanggung jawab untuk mengamankan aset keuangan dari suatu perusahaan ataupun perorangan. Bank kustodian ini akan bertindak sebagai tempat penitipan kolektif dari aset seperti saham, obligasi, serta melaksanakan tugas administrasi seperti menagih hasil penjualan, menerima deviden, mengumpulkan informasi mengenai perusahaan acuan seperti misalnya rapat umum pemegang saham tahunan, menyelesaikan transaksi penjualan dan pembelian, melaksanakan transaksi dalam valuta asing apabila diperlukan, serta menyajikan laporan atas seluruh aktivitasnya sebagai kustodian kepada kliennya.

Manajer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para investor atau meneglola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok investor, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di dalam mengelola dana dari investor, manajer investasi harus

(22)

melakukan beberapa aktivitas diantaranya adalah menentukan kebijakan alokasi aset, pemilihan saham, dan memperhitungkan tingkat risiko.

Menurut Drobetz dan Kohler (2002) alokasi aset biasanya diartikan sebagai pembentukan bobot kelas aset normal atau bobot kelas aset pasif. Analisis terhadap alokasi aset pertama kali dilakukan oleh Brinson, Hood, dan Beebower (1991) melalui artikelnya yang fenomena, bahwa kontribusi proses penentuan alokasi aset ini terhadap total kinerja investasi yang akan didapat masing-masing sebesar 93,6% dan 91,5%. Seorang investor harus memperhatikan berbagai batasan yang mempengaruhi kebijakan alokasi aset seperti seperti seberapa besar dana yang dimiliki dan porsi pendistrbusian dana tersebut.

Ibotson dan Kaplan (2000) melakukan pengukuran kebijakan alokasi aset dengan model yang terdiri dari kebijakan return (PRit) dan aktif return (ARit). Kebijakan return merupakan bagian dari kebijakan alokasi aset (Rit), sedangkan aktif

return merupakan sisanya. Aktif return, tergantung pada kemampuan manajer secara

aktif menentukan besarnya bobot kelas-kelas aset dan sekumpulan sekuritas serta penetuan siklus pasar. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja reksadana sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan alokasi aset, hal ini belum mempertimbangkan pemilihan sekuritas yang dimasukkan ke dalam portofolio.

Penelitian yang dilakukan Purnomo (2007) yaitu tentang Pengaruh kebijakan alokasi aset dan Pemilihan Sekuritas Terhadap Kinerja Reksadana Syariah. Reksadana syariah memiliki kinerja lebih tinggi dari return pembanding dan dapat

(23)

disimpulkan bahwa kebijakan alokasi aset berpengaruh positif terhadap kinerja reksadana syariah. Hal tersebut menunjukkan bahwa alokasi merupakan aktivitas yang sangat penting dalam mingkatkan kinerja reksadana syariah. Berdasarkan uaraian diatas, maka diajukan hipotesis yang pertama sebagai berikut :

H1 : Kebijakan Alokasi Aset berpengaruh terhadap kinerja reksadana saham pada tahun 2008-2012

Pemilihan saham (Stock Selection Ability) adalah kemampuan manajer investasi dalam memilih saham yang tepat yang akan dimasukkan atau dikeluarkan dari portofolio reksadana sehingga memberikan tingkat pengembalianyang lebih baik dari tingkat pengembalian pasar. Untung (2007) melakukan penelitian mengenai ada tidaknya manajer investasi reksadana saham di Indonesia yang memiliki kemampuan pemilihan saham yang superior (alfa positif) dengan menggunakan model rumus dari

Treynor dan Mazuy (1966). Metode yang digunakan pada jurnal Untung adalah

model Treynor dan Mazuy yang merupakan model analisi regresi, untuk menguji apakah ada manajer investasi reksadana saham di Indonesia dengan alfa positif adalah dengan melakukan pengecekan signifikan pada hasil regresi. Satu hal yang menarik adalah reksadana memiliki tingkat diverivikasi yang rendah dengan adjusted R2.

Kesimpulan adalah ternyata ada manajer investasi reksadana sahama di Indonesia dengan alfa positif atau kemampuan pemilihan saham yang superior.

Penelitian Ekandini (2008) tentang analisis kinerja market timing dan pemilihan saham pada reksadana di Indonesia menggunakan aplikasi GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) menunjukkan bahwa

(24)

faktor kemampuan pemilihan saham dari manajer investasi secara positif berpengaruh signifikan terhadap return, sedangkan faktor kemampuan market timing dari para manajer investasi hanyalah memberikan kontribusi terhadap return dari reksadana. Berdasarkan uraian diatas, maka diajukan hipotesis yang kedua sebagai berikut : H2 : Pemilihan saham Aset berpengaruh terhadap kinerja reksadana saham

pada tahun 2008-2012.

Investasi pada reksadana mempunyai dua sisi yang selalu berlawanan, yaitu keuntungan dan risiko. Tingkat risiko reksadana tergantung pada kebijakan alokasi aset, artinya bagaimana Manajer Investasi mengalokasikan dana pada kelas-kelas aset yang tersedia dan seberapa besar porsi pendistribusian dananya. Pemilihan saham sangat penting dilakukan oelh investor untuk dapat dimasukkan ke dalam portofolio. Tahap ini memerlukan setiap saham yang ingin dimasukkan ke dalam portofolio. Hal ini sejalan dengan teori portofolio yang dikemukakan oleh Markowitz (1952), bahwa seorang investor dapat membentuk portofolio yang menghasilkan return yang diharapkan tertinggi dengan risiko tertentu atau membentuk portofolio yang menghasilkan return yang diharapkan tertentu dengan risiko yang rendah.

Penelitian yang dilakukan arifiani (2009) menganalisis pengaruh kompensasi manajemen, ukuran reksadana, dan tingkat risiko terhadap kinerja reksadana campuran. Dalam penelitian ditemukan bahwa tingkat risiko mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja reksadana campuran . Hal ini dikarenakan secara teori, risiko berhubungan positif dengan kinerja portofolio (reksadana). Tingkat risiko adalah tingkat kemungkinan return aktual tidak seperti yang diharapkan karena

(25)

faktor-kaftor yang mempengaruhi. Makin besar return dan makin kecil risiko yang dihasilkan makin tinggi rasionya, makin baik kinerja suatu reksadana. Berdasarkan uraian diatas, maka diajukan hipotesis ketiga sebagai berikut :

H3 : Tingkat Risiko berpengaruh terhadap kinerja reksadana saham pada tahun 2008-2012

Referensi

Dokumen terkait

Figure 4.4 Data Flow Diagram Level 2 for Troubleshoot, Reminder, Lending, and Report Process ..Error.. Bookmark

Bagaimana hasil dan analisis simulasi model matematika dari aliran fluida pada permukaan peregangan dengan kondisi batas konveksi di titik stagnasi dengan variasi parameter

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan maksud untuk memahami dan menggali lebih dalam mengenai Pencitraan Polri sehingga dapat diketahui

Figure 8: Kampung Jambangan in Surabaya Green & Clean Competition. (Image

Metode penelitian yang digunakan adalah menyimpan 4 merk mie instan yang berbeda yaitu merk A, B, C, dan D di dalam climatic cell dengan suhu 35 o C RH 60% selama satu bulan,

mengemukakan bahwa Keaktifan siswa dapat dilihat melalui keikutsertaan siswa dalam melaksanakan tugas belajarnya, terlibat dalam pemecahan masalah, bertanya kepada

Berdasarkan analisis hasil penelitian, maka dapat dirumuskan teori substantif sebagai berikut: “apabila gending rare dapat dinyanyikan di setiap waktu seperti; waktu

Hasil analisa menggunakan program berbasis FEM didapatkan hasil maximum stress terbesar terjadi pada kondisi side ramp door dengan beban kendaraan truck yaitu sebesar 93,91 N/mm 2