LAPORAN AKHIR
LAPORAN AKHIR
UJIAN PENELUSURAN PUSTAKA FORMULASI
UJIAN PENELUSURAN PUSTAKA FORMULASI
SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2015/2016
SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2015/2016
4-7 JANUARI 2016
4-7 JANUARI 2016
SOAL UJIAN 5000 BOTOL
SOAL UJIAN 5000 BOTOL
SUSPENSI SUKRALFAT
SUSPENSI SUKRALFAT
Disusun Oleh
Disusun Oleh
NAMA
NAMA
:
: ANISA
ANISA DESY
DESY ARYANTI
ARYANTI
NPM
NPM
:
: 260112150127
260112150127
NOMOR UNDIAN : 102
NOMOR UNDIAN : 102
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
JATINANGOR
2016
2016
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR
DAFTAR ISI ...ISI ... ... ii BAB I
BAB I TINJAUAN TINJAUAN FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI ... 1... 1 1. 1.
1. 1. Golongan Golongan Obat Berdasarkan Obat Berdasarkan Farmakologi Terapi Farmakologi Terapi ... ... 11 1.
1. 2. 2. Indikasi Indikasi ... ... 11 1.
1. 3. 3. Mekanisme Mekanisme Kerja Kerja ... ... 11 1. 4.
1. 4. Farmakokinetik Farmakokinetik ... . 22 1. 5.
1. 5. Dosis dan Dosis dan Cara Pemakaian Cara Pemakaian ... .... 22 1.
1. 6. 6. Kontra IKontra Indikasi ndikasi ... . 33 1. 7.
1. 7. Efek SampEfek Samping ing dan Tokdan Toksisitas sisitas ... ... 33 1.
1. 8. 8. Interaksi Interaksi Obat Obat ... . 44 BAB II
BAB II ASPEK KASPEK KIMIA DAN IMIA DAN PREFORMULASI PREFORMULASI ... 5.... 5 2.1.
2.1. Tinjauan Tinjauan Umum Umum Zat Zat Aktif Aktif dan dan Aspek Aspek Kimia Kimia ... ... 55 2.2.
2.2. Analisis Analisis Bahan Bahan Baku Baku ... ... 66 2.3.
2.3. Validasi Validasi Metode Metode Analisis Analisis Bahan Bahan Baku Baku dan dan Sediaan Sediaan ... ... 1111 2.4.
2.4. Metode Metode Analisis Analisis Sediaan Sediaan ... ... 1414 BAB
BAB IIIIII PENGEMBANGAN FORMULA PENGEMBANGAN FORMULA ... 15... 15 3.1.
3.1. Contoh Contoh Sediaan ySediaan yang ang Beredar dBeredar di Pasaran i Pasaran ... .. 1515 3.2.
3.2. Praformulasi Praformulasi dan dan Alasan Alasan Pemilihan Pemilihan Eksipien Eksipien ... ... 1515 3.3.
3.3. Formulasi, Formulasi, Metode, Metode, dan dan Alasan Alasan Pemilihan Pemilihan Bentuk Bentuk Sediaan Sediaan ... ... 1919 3.4.
3.4. Pengujian Pengujian Stabilitas Stabilitas ... ... 2121 3.5.
3.5. Up Up Scaling Scaling ... ... 2323 BAB
BAB IVIV MANUFAKTUR MANUFAKTUR DAN DAN QC QC ... 26... 26 4.1.
4.1. Aspek-Aspek Aspek-Aspek CPOB CPOB yang yang Terkait Terkait Proses Proses Produksi Produksi ... ... 2626 4.2.
4.2. Desain Desain IPC IPC ... ... 3636 4.3.
4.3. Pemilihan Pemilihan Mesin Mesin Produksi Produksi ... .. 4141 4.4.
4.4. Validasi Validasi Proses Proses Produksi Produksi ... ... 4444 4.5.
4.5. Pengemasan Pengemasan ... ... 4545 4.6.
4.6. Penyimpanan Penyimpanan ... ... 4747 BAB
5.1.
5.1. Registrasi Registrasi ... ... 4848 5.2.
5.2. Penandaan Penandaan Sesuai Sesuai Undang-Undang Undang-Undang ... ... 4949 BAB
BAB VIVI INFORMASI INFORMASI OBAT ...OBAT ... 51... 51 6.1.
6.1. Pelayanan Pelayanan Informasi Informasi Obat Obat ... .. 5151 6.2.
6.2. Brosur Brosur Obat Obat ... ... 5151 DAFTAR
BAB I BAB I
TINJAUAN FARMAKOLOGI TINJAUAN FARMAKOLOGI 1. 1.
1. 1. Golongan Obat Berdasarkan Farmakologi TerapiGolongan Obat Berdasarkan Farmakologi Terapi
Sukralfat termasuk dalam golongan obat gastrointestinal (GI) yang Sukralfat termasuk dalam golongan obat gastrointestinal (GI) yang berperan sebagai pelindung muko
berperan sebagai pelindung mukosa (Laurence, et al., 2011).sa (Laurence, et al., 2011).
1. 2.
1. 2. IndikasiIndikasi
Gastro-Esophageal Reflux Disease
Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD), tukak lambung, gastritis(GERD), tukak lambung, gastritis kronis, dan tukak duodenum (Sweetman, 2009).
kronis, dan tukak duodenum (Sweetman, 2009).
1. 3.
1. 3. Mekanisme KerjaMekanisme Kerja
Pada kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis yang dimediasi oleh Pada kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis yang dimediasi oleh pepsin
pepsin pada pada protein-protein protein-protein mukosa mukosa menyebabkan menyebabkan erosi erosi dan dan ulserasi ulserasi mukosal.mukosal. Proses ini dapat dihambat oleh polisakarida tersulfat. Sukralfat terdiri dari Proses ini dapat dihambat oleh polisakarida tersulfat. Sukralfat terdiri dari oktasulfat sukrosa di mana di dalamnya terdapat Al(OH)
oktasulfat sukrosa di mana di dalamnya terdapat Al(OH)33. Dalam suasana asam. Dalam suasana asam
(pH<4), sukralfat mengalami
(pH<4), sukralfat mengalami cross-linking cross-linking yang luas untuk memproduksi polimer yang luas untuk memproduksi polimer yang kental dan lengket yang menempel ke sel-sel epitelia dan bagian tukak yang kental dan lengket yang menempel ke sel-sel epitelia dan bagian tukak selama 6 jam setelah satu kali pemberian. Sebagai tambahan, untuk menghambat selama 6 jam setelah satu kali pemberian. Sebagai tambahan, untuk menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sukralfat mungkin mempunyai efek hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sukralfat mungkin mempunyai efek sitoprotektif tambahan, meliputi stimulasi produksi lokal prostaglandin (Laurence, sitoprotektif tambahan, meliputi stimulasi produksi lokal prostaglandin (Laurence, et al., 2011).
et al., 2011).
Sukralfat menghasilkan perubahan morfologi dan fungsi yang nyata pada Sukralfat menghasilkan perubahan morfologi dan fungsi yang nyata pada mukosa lambung, pelepasan mukus, ion transport serta meningkatkan pelepasan mukosa lambung, pelepasan mukus, ion transport serta meningkatkan pelepasan prostaglandin.
prostaglandin. Sukralfat Sukralfat juga juga dapat dapat meningkatkan meningkatkan sintesis sintesis dan dan pelepasanpelepasan prostaglandin
prostaglandin EE22 dari mukosa. Hasil pengujiandari mukosa. Hasil pengujian in vivoin vivo dan dan in vitroin vitro menunjukan menunjukan
bahwa
bahwa sukralfat sukralfat memproduksi memproduksi lapisan lapisan penghalang penghalang dan dan pelindung pelindung pada pada daerahdaerah ulkus yang telah mengalami degradasi oleh asam lambung dan pepsin. Sukralfat ulkus yang telah mengalami degradasi oleh asam lambung dan pepsin. Sukralfat dapat menunjang penyembuhan ulkus lambung dan duodenal dengan tiga aksi, dapat menunjang penyembuhan ulkus lambung dan duodenal dengan tiga aksi, yaitu (Aptalis Pharma Canada, 2013) :
1.
1. Membentuk kompleks kimia yang terikat pada tempat terjadinya ulkus untukMembentuk kompleks kimia yang terikat pada tempat terjadinya ulkus untuk membentuk
membentuk barrier barrier pelindung. pelindung. 2.
2. Menghambat aksi dari pepsin dan getah empedu.Menghambat aksi dari pepsin dan getah empedu. 3.
3. Penyumbatan difusi asam lambung di sepanjang lapisanPenyumbatan difusi asam lambung di sepanjang lapisan
1. 4.
1. 4. FarmakokinetikFarmakokinetik 1.
1. AbsorpsiAbsorpsi
Hanya sedikit sukralfat yang diabsorpsi di saluran cerna.
Hanya sedikit sukralfat yang diabsorpsi di saluran cerna. Durasi kerja 6 jam.Durasi kerja 6 jam. 2.
2. DistribusiDistribusi
Sukralfat terdistribusi minimal ke dalam jaringan namun tidak diketahui Sukralfat terdistribusi minimal ke dalam jaringan namun tidak diketahui apakah sukralfat dapat terdistribusi ke plasenta atau ke dalam ASI/Air Susu apakah sukralfat dapat terdistribusi ke plasenta atau ke dalam ASI/Air Susu Ibu.
Ibu. 3.
3. MetabolismeMetabolisme
Bereaksi dengan asam klorida dalam lambung membentuk sukrosa sulfat Bereaksi dengan asam klorida dalam lambung membentuk sukrosa sulfat yang tidak dapat dimetabolisme.
yang tidak dapat dimetabolisme. 4.
4. EliminasiEliminasi
Sukralfat diekskresikan sedikit melalui urin (3-5%) dan dieksresikan Sukralfat diekskresikan sedikit melalui urin (3-5%) dan dieksresikan
terutama di feses (>90%) sukrosa sulfat dalam waktu 48 jam. terutama di feses (>90%) sukrosa sulfat dalam waktu 48 jam.
(Mc Evoy,
(Mc Evoy, et al.,et al., 2011).2011).
1. 5.
1. 5. Dosis dan Cara PemakaianDosis dan Cara Pemakaian Sukralfat diberikan
Sukralfat diberikan secara oral dan secara oral dan harus harus dikonsumsi pada dikonsumsi pada waktu perutwaktu perut kosong sebelum makan dan sebelum tidur.
kosong sebelum makan dan sebelum tidur. Dosis lazim sukralfat adalah 1 g yangDosis lazim sukralfat adalah 1 g yang
dikonsumsi 4 kali sehari atau 2 g dikonsumsi 2 kali sehari selama 4 sampai 8
dikonsumsi 4 kali sehari atau 2 g dikonsumsi 2 kali sehari selama 4 sampai 8
minggu. Jika perlu, dosis dapat ditingkatkan sampai 8 g sehari. Jika terapi jangka
minggu. Jika perlu, dosis dapat ditingkatkan sampai 8 g sehari. Jika terapi jangka
panjang
panjang diperlukan, diperlukan, sukralfat sukralfat mungkin mungkin diberikan diberikan sampai sampai 12 12 minggu. Jminggu. Jika ika cocok,cocok,
dosis pemeliharaan 1 g dikonsumsi 2 kali sehari untuk mencegah keterulangan
dosis pemeliharaan 1 g dikonsumsi 2 kali sehari untuk mencegah keterulangan
tukak duodenum. Untuk profilaksis perdarahan saluran cerna karena tukak yang
tukak duodenum. Untuk profilaksis perdarahan saluran cerna karena tukak yang
parah, dosis lazim sukralfat adalah 1
parah, dosis lazim sukralfat adalah 1 g dikonsumsi 6 kali sehari (maksimal 8 gramg dikonsumsi 6 kali sehari (maksimal 8 gram
sehari)
1. 6. Kontra Indikasi
Kontraindikasi sukralfat pada pasien yang hipersensitif terhadap zat aktif atau pada salah satu eksipien (medscape.com).
1. 7. Efek Samping dan Toksisitas 1.7.1 Efek Samping
Efek samping yang paling umum dari sukralfat adalah sembelit (± 2%). Beberapa aluminium dari sukralfat dapat diserap, sukralfat harus dihindari pada pasien gagal ginjal yang berisiko mengalami kelebihan aluminium. Demikian juga, antasida yang mengandung aluminium tidak harus dikombinasikan dengan sukralfat pada pasien ini. Selain itu, efek samping dari sukralfat yaitu, diare, pusing, sakit kepala, vertigo, insomnia, dan mual. Reaksi pada pasien yang hipersensitif terhadap sukralfat seperti, timbulnya ruam, gatal-gatal, udema, dan rinitis (Laurence, et al., 2011).
1.7.2 Toksisitas 1. Toksisitas Akut
Tidak ada toksisitas terkait obat atau kematian yang diamati dalam penelitian toksisitas akut yang sudah diujikan dalam berbagai spesies hewan. Pada pemberian sukralfat dosis sukralfat yang digunakan hingga 5 g/kg sementara pada tikus digunakan 12 g/kg dan secara intraperitoneal diberikan dosis sebesar 8 g/kg.
2. Toksisitas Subakut
Penelitian dilakukan terhadap kelinci percobaan untuk mengetahui pengaruh sukralfat pada cecum dan usus besar. Dosis yang diberikan hingga 1000 mg/kg/hari selama 30 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sukralfat tidak memiliki efek buruk pada setiap daerah saluran pencernaan atau organ lainnya. Dilakukan pula penelitian terhadap tikus dengan 2 dosis pemberian yaitu 4 dan 8 g/kg/hari. Pada tikus yang diberikan dosis tinggi dalam pemeriksaan histologi jaringan, terdapat
infiltrasi neutrofil dalam submukosa dan propria tunika mukosa lambung. Temuan lainnya tidak ada efek pada pemberian dosis 2 g/kg/hari.
3. Toksisitas Kronik – Karsinogenik
Dalam penelitian kronik dilakukan terhadap tikus selama 6 bulan yang diberikan dengan dosis 0,5; 1; 2; dan 4 g/kg/hari secara oral. Tidak ada bukti toksisitas pada uji hematologi, darah atau bobot organ. Pada perut hewan yang diberikan dengan dosis 2 dan 4 g/kg/hari dan ditemukan infiltrasi neutofil dari submukosa. Selain itu, terdapat perubahan degeneratif yang terlihat di sel epitel tubulus ginjal pada pemberian 4 g/kg/hari. Studi toksisitas kronis/karsinogenisitas hasil yang diperoleh di antara semua kelompok menunjukkan fungsi ginjal normal sehingga temuan ginjal tidak dipertimbangkan secara klinis.
(Aptalis Pharma Canada, 2013)
1. 8. Interaksi Obat
1. Kemungkinan dapat mengikat sejumlah obat yang berada dalam saluran pencernaan sehingga dapat mengurangi tingkat absopsi. Pasien diintruksikan untuk mengonsumsi obat lain setidaknya 2 jam sebelum pemberian sukralfat dan memantau pasien jika terdapat perubahan dalam bioavailibilitas obat lain.
2. Antasida yang mengandung alumunium: penggunaan bersamaan dapat meningkatkan beban tubuh dan dapat memungkinkan peningkatan toksisitas yaitu penurunan fungsi ginjal. Digunakan secara hati-hati pada pasien dengan gagal ginjal kronis atas bagi yang sedang menjalankan dialisis. Pada penggunaannya antasida dapat diberikan 30 menit sebelum atau sesudah pemberian sukralfat.
3. Simetidine, digoxin, antibiotik fluoroquinolone, ketoconazole, levotiroksin, fenitoin, kuinidine, ranitidin, tetracyclin, theophylline, warfarin: Terjadi penurunan absorpsi pada obat-obat tersebut dan dapat digunakan 2 jam sebelum pemberian sukralfat.
BAB II
ASPEK KIMIA DAN PREFORMULASI 2.1. Tinjauan Umum Zat Aktif dan Aspek Kimia
2.1.1 Deskipsi Umum Sukralfat
Nama Obat : Sucralfate/Sukralfat Rumus
Molekul :
Al8(OH)16(C12H14O35S8)
[Al(OH)3]x[H2O]y; dimana x= 8-10 dan y= 22-31.
Berat
Molekul :
1448.682
Monoisotopik: 1447.588619666
Pemerian : Putih sedikit putih kekuningan; serbuk amorf.
(The USP Convention, 2015 ; Aptalis Pharma Canada Inc, 2013)
2.1.2 Sifat Fisikokimia Sukralfat
Struktur :
Gambar 2.1 Struktur Kimia Sukralfat
Kelarutan :
Larut dalam asam hidroklorik dan natrium hidroksida, namun praktis tidak larut dalam air, air mendidih, etanol atau kloroform.
logP : 0.98
pH : 4,5
Inkompatibilitas :
Penggunaan magnesium trisilikat sebagai anticacking , menyebabkan bioavailabilitas sukralfat menurun karena terbentuk kelat
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat dan bebas udara Wadah dan
Penyimpanan :
Simpan dalam wadah yang tertutup rapat, sejuk, dan kering.
(The USP Convention, 2015; Aptalis Pharma Canada Inc, 2013; Tetko et.al., 2005)
2.2. Analisis Bahan Baku 2.2.1 Analisis Zat Aktif
a. Uji Identifikasi (BP Comission, 2013) Metode A
Spektrofotometri Infra Merah
Sucralfat memiliki beberapa gugus fungsi berbeda yang akan membentuk puncak gelombang pada bilangan gelombang tertentu.
Metode B
Ke dalam 2 g zat ditambahkan 10 mL HCl 0,1 M dan didihkan. Didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH 0,1 M. Ke dalam 5 mL larutan ditambahkan 0,15 mL larutan tembaga sulfat yang dibuat baru dan 2 mL larutan NaOH encer yang dibuat baru. Larutannya berwarna biru dan jernih dan tetap setelah dididihkan. Ke dalam larutan panas ditambahkan 4 mL HCl encer dan dididihkan selama 1 menit. Ditambahkan 4 mL larutan NaOH encer, segera terbentuk endapan jingga.
Metode C
Dilarutkan sekitar 15 mg zat dalam campuran 0,5 mL HCl encer dan 2 ml air. Larutannya memberi reaksi terhadap aluminium.
b. Uji Kemurnian (BP Comission, 2013) Metode : Kromatografi cair
Preparasi sampel: Dilarutkan 450,0 mg zat untuk diuji ke dalam campuran yang setara dengan 88 g/L larutan NaOH dan 196,2 g/L larutan asam sulfat dan diencerkan dalam 10,0 mL campuran pelarut yang sama. Sambil dikocok dengan kecepatan sedang, ditambahkan sejumlah volum yang terukur akurat dalam mL, 4 g/L larutan NaOH sampai larutan mencapai pH 2,3. Encerkan larutan dg (15 — V) mL air. Kocok selama 1 menit. Bila pH tidak dalam rentang 2,3-3,5, ulangi ujinya menggunakan volume larutan NaOH 4g/L yang berbeda.
Larutan standar(a) : larutkan 40 mg Kalium sukrosa oktasulfat CRS dalam fase gerak dan encerkan hingga 5 mL dengan fase gerak.
Larutan standar (b) : encerkan 1 mL larutan standar (a) hingga 10 mL dengan fase gerak
Kolom : Ukuran : 0,25 m, diameter : 4.0 mm
Fase diam : aminopropilsilil silika gel untuk kromatografi R (5 µm)
Fase gerak : 70g/L larutan ammonium sulfat, ditambahkan dengan asam fosfor terkonsentrasi sampai pH 3,5.
Laju alir : 1 ml/ menit
Injeksi : 50 µl larutan uji dan larutan pembanding
Retensi relatif : Dengan pembanding sukrosa oktasulfat (waktu retensi = sekitar 6 menit), A= sekitar 0,6
c. Penetapan Kadar (BP Comission, 2013) Aluminium
Dispersikan 1 g dalam 10 mL HCL R 6 M. panaskan sambil diaduk dalam water bath 70oC selama 5 menit. Dinginkan dalam suhu ruang, pindahkan ke dalam labu ukur, encerkan hingga 250 mL dengan air dan kocok. Saring larutan, buang filtrat pertama. Ke dalam 10 mL larutan ditambahkan 10 mL natrium edetat 0,1 M dan 30 mL dari campuran larutan amonium asetat R dan asam asetat encer R sama banyak. Panaskan dalam waterbath pada suhu 70oC selama 5 menit, lalu dinginkan. Tambahkan 25 mL etanol 96% dan 1 mL larutan 0,25 g/Lditiozon R dalam etanol 96% yang dibuat segar. Titrasi natrium edetat sisa dengan 0,1 mL zink sulfat sampai warna berubah menjadi pink. 1 mL 0,1 M natrium edetat sebanding dengan 2,698 mg Al.
Sukrosa Oktasulfat
Metode : Kromatografi Cair seperti yang dijelaskan pada Uji Kemurnian, dengan beberapa modifikasi, yaitu:
Fase gerak : 132g/L larutan amonium sulfat, ditambahkan
dengan asam fosfor terkonsentrasi sampai pH 3,5.
Dihitung persentase kandungan C12H14O35S8 dari isi yang dinyatakan Kalium
sukrosa oktasulfat dan dengan mengalikan kandungan Kalium sukrosa sulfat dengan 0,757.
2.2.2 Analisis Eksipien
a. Sorbitol (Rowe, et al., 2009)
Pemerian : Serbuk hablur putih, manis, dan bersifat higroskopis. Identifikasi : Dengan spektrofotometri IR
Gambar 2.1 Spektrum IR Sorbitol Densitas : 1,293 g/cm3 (pada suhu 25oC) Viskositas : 110 mPas (pada suhu 25oC)
pH : 3,5 – 7,0
b. Metil Paraben
Identifikasi : Dengan spektrofotometer IR (Rowe, et al., 2009).
Gambar 2.2 Spektrum IR Metil Paraben
Penetapan kadar : timbang seksama lebih kurang 2 g zat masukkan ke dalam labu, tambahkan 40,0 ml NaOH 1N dan bilas dinding labu, tambahkan 5 tetes biru bromotimol LP. Titrasi kelebihan NaOH dengan asam sulfat 1 N LV samapi pH 6.6 yang mengandung perbandingan indikator yang sama.
Lakukan penetapan blanko. Tiap ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 152,2 mg C8H8O3(Depkes RI, 2015)
c. Propil Paraben
Identifikasi : Dengan spektrofotometer IR (Rowe, et al., 2009).
Gambar 2.3 Spektrum IR Propil Paraben
Penetapan kadar : mengacu pada penetapan kadar metil paraben. Tiap ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 180,2 mg C10H12O3(Depkes RI, 2015)
d. Hidroksietil selulosa (Rowe, et al., 2009)
Pemerian : Serbuk putih, putih kekuningan, putih keabu-abuan, tidak berbau dan tidak berasa.
Identifikasi : Dengan spektrofotometer IR
Gambar 2.4 Spektrum IR Hidroksietil Selulosa
Kelarutan : Larut dalam air panas atau dingin membentuk larutan bening, lembut, dan merata. Praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%), eter, toluen, dan pelarut organik lain. Dalam beberapa pelarut organik polar seperti glikol, hidroksietilselulosa mengembang atau larut sebagian
pH: 5,5 - 8,5
e. Natrium Sakarin (Rowe, et al., 2009)
Pemerian : Serbuk atau hablur berwarna putih, tidak berbau atau berbau aromatik lemah.
Kelarutan : mudah larut dalam air (1:1,2), praktis tidak larut dalam propanol, larut dalam propilen glikol (1:3,5).
Identifikasi : Dengan spektrofotometer IR
Gambar 2.5 Spektrum IR Natrium Sakarin f. Vanilin (Rowe, et al., 2009)
Pemerian : Hablur halur berbentuk jarum, putih hingga agak kuning, berasa dan berbau khas.
Kelarutan : Larut dalam metanol, eter, aseton, kloroform, dan larutan alkali hidroksida.
Identifikasi : Dengan spektrofotometer IR
Gambar 2.6 Spektrum IR Natrium Sakarin
Penetapan kadar : Larutan uji timbang seksama lebih kurang 100 mg, masukkan ke dalan labu tentukur 250 mL, tambahkan metanol P sampai tanda, campur. Pipet 2 mL larutan ke dalam labu tentukur 100 mL, tambahkan metanol P sampai tanda. Larutan baku, timbang seksama sejumlah vanilin BPFI, larutkan dan encerkan secara bertahap dan kuantitatif dengan
metanol P hingga kadar lebih kurang 8 µg/mL. ukur serapan larutan Uji dan larutan Baku pada panjang gelombang maksimum 308 nm, terhadap blanko metanol P. hitung jumlah mg C8H8O3, dengan rumus:
12,5 (
)
C adalah kadar vanilin BPFI dalam µg/mL larutan baku; Au dan As beturut-turut adalah serapan larutan uji dan larutan baku.
g. Air (Depkes RI, 2015)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau.
pH : 5 – 7
Zat padat total : Tidak lebih dari 0,001% (cara: uapkan 100 ml air di atas water bath hingga kering, keringkan residu pada suhu 105oC selama 1 jam). Viskositas : 0,89 mPas (0,89 cP) pada suhu 25oC.
2.3. Validasi Metode Analisis Bahan Baku dan Sediaan
Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukan bahwa prosedur analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Proses validasi metode untuk prosedur analitik dimulai dengan pengumpulan data validasi oleh pelaksana guna mendukung prosedur analitiknya. Menurut USP (United States Pharmacopeia), ada 8 parameter uji yang digunakan dalam validasi metode, yakni akurasi/kecermatan, presisi/keseksamaan, spesifitas, batas deteksi (LOD), batas kuantitasi (LOQ), linieritas, rentang dan ketahanan.
Parameter Uji
Validasi Parameter Indikator Kriteria Penerimaan
Spesifitas Resolusi > 1,5
Linearitas R > 0,99 - 1
LOD & LOQ Konsentrasi (PPM) Konsentrasi kerja lebih
besar dari LOD dan LOQ Presisi : a. Ripitabilitas b. Presisi Antara RSD RSD ≤ 2,0 % ≤ 2,0 %
Akurasi (Ketetapan) Recovery 98.0 % - 102.0 %
Range Rentang Kadar 80 – 120 %
Metode analisa suspensi sukralfat menggunakan HPLC. Pelaksanaan validasi metode analisis dilakukan seperti pada prosedur analisis zat dengan menggunakan HPLC.
a. Spesifitas/Selektifitas
Pengujian dilakukan untuk membuktikan bahwa metode analisa yang digunakan dapat mengukur analisa secara selektif disamping komponen lain yang ada dalam komponen sampel.
Prosedur : Lakukan pengujian sampel dengan HPLC, kemudian lihat kromatogram dari dua puncak yang berdekatan. Hitung R dengan rumus
=
−
+
, dimana t adalah waktu retensi masing-masing puncak dan W adalahlebar puncak. Nilai R harus tidak kurang dari 1,5 atau terlihat adanya puncak yang terpisah.
b. Linearitas
Pengujian dilakukan untuk menunjukkan respon instrumen (sumbu y) secara langsung/matematis berbanding lurus terhadap konsentrasi analis dalam contoh (sumbu x) pada rentang tertentu. Dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) yang menunjukkan ada hubungan linear antara x dan y.
Prosedur : Buat larutan baku dan larutan sampel suspensi sukralfat dengan 5 variasi konsentrasi. Ukur larutan baku dan larutan sampel dengan instrumen. Catat nilai respon instrumen dari tiap konsentrasi. Hitung nilai linearitas (r). Nilai r harus >0,99 – 1.
c. Akurasi
Merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk memperoleh nilai yang sebenarnya (ketepatan pengukuran).
Prosedur : Pengujian dilakukan dengan minimum 3 konsentrasi analit/baku kerja dalam rentang 80 – 120%, masing-masing 3 replikasi. Tentukan kadar sampel dengan HPLC. Hitung nilai %recovery dengan rumus:
Kadar yang diperoleh dari pengukuran
Kadar mula mula
100%
d. Presisi
Merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk menunjukkan kedekatan dari suatu seri pengukuran yang diperoleh dari sampel yang homogen.
Prosedur :
1. Ripitabilitas : Lakukan pengukuran sampel dengan minimal 3 variasi konsentrasi sebanyak 3 replikasi (9 nilai).
2. Presisi antara : Dilakukan oleh orang/analis yang berbeda pada hari yang berbeda dan reagen yang berbeda.
Hasil pengukuran kemudian ditentukan nilai RSD . Nilai RSD harus < 2%. e. Limit of Detection (LOD)
Merupakan jumlah analit terkecil yang masih bisa dideteksi namun tidak perlu dapat terukur.
Prosedur : Buat larutan sampel dengan variasi konsentrasi. Ukur dengan menggunakan instrumen kemudian buat kurva kalibrasi. Hitung nilai LOD dengan rumus:
3,3
dengan
adalah simpangan baku respon dan S adalahslope dari kurva kalibrasi. f. Limit of Quantity (LOQ)
Merupakan jumlah analit terkecil yang yang masih bisa diukur dengan akurat (tepat) dan presisi (teliti)/reprodusibel.
Prosedur : Buat larutan sampel dengan variasi konsentrasi. Ukur dengan menggunakan instrumen kemudian buat kurva kalibrasi.
Hitung nilai LOQ dengan rumus
dengan
adalah simpangan baku respondan S adalah slope dari kurva kalibrasi. g. Ketegaran ( Robustness)
Pengujian dilakukan untuk menentukan ketegaran dari suatu metode ( Robustness) dengan penyuntikan berulang setiap 60 menit selama 6 jam dari contoh homogen untuk menunjukkan stabilitas dari larutan. Ketegaran ( Robustness) dengan penyuntikan pada konsentrasi pengujian 100% pada sampel. Nilai RSD yang didapat dari pengukuran adalah < 2%.
h. Range (batasan)
Nilai rentang pengujian diperoleh pada saat melakukan uji linearitas, uji akurasi, dan presisinya telah memenuhi syarat
2.4. Metode Analisis Sediaan
Dalam analisis penetapan kadar sediaan suspensi sukralfat digunakan metode HPLC (Parimala, 2013).
Sistem Kromatografi
Kolom : Hypersil BDS column C18, 250 X 4.6mm, 5μ Column
Temperature 30oC
Flow rate : 1mL/min
Injection Volume : 10 μL
Detektor : UV 282nm
Run time : 20min.
Analisis dengan HPLC
Larutan A : Larutkan sebanyak 17,418 g dipotassium hidrogen fosfat dalam 1000 mL air (pH 8,9), lalu disaring dengan membran filter ukuran 0.45μ.
Larutan B : Ambil Asetonitril di 1000 mL gelas ukur dan didegas untuk menghilangkan gelembung udara.
Fase gerak : Siapkan campuran degassed larutan A dan larutan B dengan perbandingan 70:30 v/v
Diluent : Siapkan campuran degassed air dan methanol (70:30) v/v
Larutan baku : Ditimbang seksama sejumlah 500 mg sukralfat, dilarutkan dalam fase gerak dalam labu tentukur 100 mL. Jika perlu lakukan sonikasi.
Prosedur : Suntikkan 10 µL larutan baku dan larutan uji terpisah ke dalam kromatograf dan diukur respons puncak utamanya. Setelah itu, % Assay sucralfat dalam sediaan suspensi dapat dihitung dengan
BAB III
PENGEMBANGAN FORMULA 3.1. Contoh Sediaan yang Beredar di Pasaran
No. Nama
Dagang Pabrik Kekuatan Volume
1. Episan® Caprifarmindo 500 mg/ 5 ml 200 ml
2. Gitafat® Tempo Scan Pacific
Tbk.
500 mg/ 5 ml 100 ml
3. Inpepsa® Fahrenheit 500 mg/ 5 ml 100 ml,
200 ml
4. Kalpepsa® Kalbe Farma 500 mg/ 5 ml 100 ml,
200 ml
5. Mucogard® Soho 500 mg/ 5 ml 100 ml
6. Musin® Otto
Pharmaceuticals
500 mg/ 5 ml 120 ml
7. Neciblok ® Dankos Farma 500 mg/ 5 ml 200 ml
8. Peptifat® Etercon Pharma 500 mg/ 5 ml 200 ml
9. Peptovell® Novell
Pharmaceutical Lab.
500 mg/ 5 ml 200 ml
10. Profat® Promed Rahardjo 500 mg/ 5 ml 100 ml
11. Propepsa® Gracia Pharmindo 500 mg/ 5 ml 100 ml,
200 ml
12. Sucralfate Soho 500 mg/ 5 ml 100 ml
13. Taxilan® Pharos Indonesia 500 mg/ 5 ml 180 ml
14. Ulsafate® Combiphar 500 mg/ 5 ml 100 ml
15. Ulsicral® Ikapharmindo
Putramas
500 mg/ 5 ml 100 ml,
200 ml
3.2. Praformulasi dan Alasan Pemilihan Eksipien a. Deskripsi Zat Aktif (Sukralfat)
1. Pemerian : Serbuk amorf, berwarna putih dan hampir putih
2. Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, etanol 95%, dan metilen klorida. Larut dalam larutan asam mineral dan alkali hidroksi encer (BP Commission, 2013)
3. Stabilitas : Stabil pada penyimpanan dalam wadah yang tertutup rapat (Sweetman, 2009).
b. Deskripsi Eksipien (Rowe, et al ., 2009) 1. Sorbitol
Pemerian : Tidak berbau, putih atau hampir tidak berwarna, kristal dan higroskopik.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform, eter,, larut dalam etanol (95%), sedikit larut dalam metanol, larut 1:0,5 di dalam air.
Fungsi : Sebagai wetting agent dan stabilizing agent
Inkompatibilitas : Penambahan polietilenglikol cair dengan pengocokan akan membentuk lilin, gel yang larut air dengan titik leleh 35-40oC. larutan sorbitol bereaksi dengan besi oksida yang mengakibatkan warna memudar. Membentuk chelat yang larut air dengan adanya ion logam divalent dan trivalent pada suasana asam kuat atau basa kuat. Sorbitol dapat meningkatkan degradasi penisilin dalam larutan
air yang netral.
Penyimpanan : Disimpan pada wadah yang tertutup rapat ditempat yang dingin dan kering.
2. Metil Paraben
Pemerian : Kristal putih atau hampir tidak berwarna, tidak berasa, dan terasa terbakar di lidah.
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol 95 %, larut dalam air (1:50) pada suhu 50oC, dan larut dalam air (1:30) pada suhu 80oC.
Fungsi : Sebagai antimikroba (0.015-0.2%)
Inkompatibilitas : Terjadi penurunan aktivitas antimikroba dengan adanya surfaktan non ionik.
Penyimpanan : Disimpan pada wadah yang tertutup rapat. 3. Propil Paraben
Pemerian : Serbukputih, hablur, dan tidak berasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol 95% dan sukar larut dalam air. Fungsi : Sebagai antimikroba (0.01-0.02%)
Inkompatibilitas : Terjadi penurunan aktivitas antimikroba dengan adanya surfaktan non ionik.
Penyimpanan : Simpan pada wadah tertutup rapat. 4. Hidroksietilselulosa
Pemerian : Serbuk putih, putih kekuningan, putih keabu-abuan, tidak berbau dan tidak berasa.
Kelarutan : Larut dalam air panas atau dingin membentuk larutan bening, lembut, dan merata. Praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%), eter, toluen, dan pelarut organik lain. Dalam beberapa pelarut organik polar seperti glikol, hidroksietilselulosa mengembang atau larut sebagian
Fungsi : Sebagai suspending agent.
Inkompatibilitas : Hidroksietil selulosa inkompatible dengan pewarna fluorescent tertentu atau optic brighteners dan desinfektan
kuertener dapat meningkatkan viskositas larutan.
Penyimpanan : Simpan pada wadah tertutup rapat, di tempat yang dingin dan kering.
5. Natrium Sakarin
Pemerian : Putih, tidak berbau, serbuk kristal.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam propan-2-ol, larut dalam air (1:1,2), larut dalam propilen glikol (1:3.5).
Fungsi : Sebagai sweetening agent (0.04-0.25%). Penyimpanan : Simpan di wadah yang tertutup dan kering. 6. Vanilin
Pemerian : Kristal putih atau sedikit kekuningan, dengan karakteristik rasa manis dan berbau vanila.
Kelarutan : larut dalam asetao, kloroform. Larut dalam 1:2 etanol 95%.
Fungsi : Sebagai flavoring agent (0.01-0.02%).
Inkompatibilitas : Tidak stabil dengan aseton, akan membentuk senyawa berwarna terang. Membentu senyawa yang praktis tidak larut dalam etanol ketika vanilin ditambahkan dengan gliserin.
Penyimpanan : Disimpan pada wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya, pada tempat yang dingin dan kering.
7. Air
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
Fungsi : Sebagai pelarut. Stabilitas : Stabil
Penyimpanan : Simpan dalam wadah yang tertutup rapat. Jika disimpan dalam jumlah besar, kondisi penyimpanan harus dirancang untuk membatasi pertumbuhan mikroorganisme.
c. Analisa Preformulasi (Rowe, et al., 2009)
- Sukralfat merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, berarti bersifat hidrofob, maka sangat sukar terbasahi, sehingga diperlukan zat pembasah dalam formula. Pembasah yang digunakan adalah sorbitol, karena selain berfungsi sebagai pembasah, sorbitol juga berfungsi sebagai stabilizing agent . Sorbitol secara kimia relatif inert dan kompatibel dengan kebanyakan eksipien.
- Pada pembuatan suspensi, pembawa yang digunakan adalah air yang rentan ditumbuhi oleh mikroba, sehingga diperlukan pengawet. Pengawet yang digunakan adalah metil paraben dan propil paraben. Parabeni efektif melawan kapang, ragi, dan bakteri walaupun aktivitasnya terhadap bakteri lebih kecil daripada kapang dan ragi. Propil parabel dan metil paraben dikombinasikan karena dapat meningkatkan aktivitas antimikroba yang luas (broad spectrum) pada rentang pH yang lebar.
- Suspending agent yang digunakan yaitu hidroksietil selulosa karena dapat digunakan dengan berbagai pengawet. Selain itu hidroksietilselulosa juga mempunyai toleransi yang baik terhadap larutan elektrolit. Hidroksietil selulosa memiliki stabilitas yang baik pada rentang pH yang luas yakni 2-12 tanpa mengalami perubahan viskositas..
- Pemanis yang digunakan yaitu Natrium Sakarin dan perasa yang digunakan yaitu Vanilin.
3.3. Formulasi, Metode, dan Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan
- Sukralfat tidak larut dalam air, etanol, dan kloroform, larut dalam asam klorida dan larutan sodium klorida, oleh karena itu sukralfat akan dibuat dalam bentuk sediaan suspensi, dimana yang dimaksud suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair (Kemenkes RI, 2015).
- Pemilihan formulasi (pemilihan eksipien) mengacu pada formula suspensi sukralfat yang terdapat pada Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Liquid Products (Niazi and Sarfaraz, 2009).
Tabel 3.1 Komposisi Suspensi Sukralfat
Bahan Fungsi
Konsentrasi per Sediaan
(%)
Sucralfate Bahan aktif 100 mg/ml
Hidroksietil selulosa Suspending agent 1,5 % Sorbitol 70% Stabilizing agent; wetting agent 10 %
Na. Sakarin Pemanis 0,1 %
Metil Paraben Pengawet 0,18 %
Propil Paraben Pengawet 0,02 %
Vanila Perasa 0,01 %
Air Pelarut Ad 100 %
- Pehitungan jumlah sediaan yang akan dibuat Jumlah sediaan yang akan dibuat : 5.000 botol Jumlah dilebihkan 1% untuk keperluan IPC
Total jumlah sediaan yang dibuat = 5.000 + 1% =5.050 Tabel 3.2 Sampel untuk Pengujian
No Jenis Pengujian Mutu
Jumlah Diperlukan
(Botol)
1 Homogenitas
1 2 Distribusi ukuran partikel
3 Penentuan bobot jenis 4 Penetapan pH
5 Volume sedimentasi 1
6 Kemampuan redispersi 1
7 Penetapan viskositas dan rheologi (viskometer Brookfield) (min 250 ml)
3 8 Volume terpindahkan ( nondestruktif) 30
9 Identifikasi 3
10 Penetapan kadar 3
11 Uji efektifitas pengawet 5
Total 47
Tabel 3.3 Penimbangan
Metode Pembuatan:
1. Tangki pencampuran disiapkan, dicuci, dan dikeringkan. 2. Premixing tank
- Masukkan air dan hidroksietil selulosa pada suhu 60-70oC, aduk selama 30 menit.
- Masukkan ke dalam final mixing tank Premixing tank
- Campurkan zat aktif (sukralfat) dengan sorbitol 70%. - Masukkan ke dalam final mixing tank
Premixing tank
- Masukkan sejumlah air (40%) ke dalam tangki dan panaskan hingga 90-95oC.
- Tambahkan metil paraben dan propil paraben, aduk hingga larut, lalu dinginkan hingga 40oC. Bahan Kandungan per Sediaan (g) Per batch (5.050 botol) Sucralfate 10 50,500 kg Hidroksietilselulosa 1,5 7,5275 kg Sorbitol 70% 10 50,500 kg Na. Sakarin 0,1 0,505 kg Metil Paraben 0,18 0,909 kg Propil Paraben 0,02 0,101 kg Vanila 0,01 0,0505 kg Purified water Ad 100 mL Ad 505 L
- Masukkan ke dalam final mixing tank Premixing tank
- Natrium sakarin dan air, aduk hingga semua natrium sakarin larut. - Masukkan ke dalam final mixing tank
3. Campuran dalam final mixing tank dihomogenkan selama 15 menit. 4. Premixing tank
- Zat perasa (vanilin) dilarutkan dalam sejumlah air dan ditambahkan ke dalam final mixing tank dan volume sediaan dicukupkan dengan air, lalu dihomogenkan selama 30 menit.
5. Hasil pencampuran dipindahkan ke holding tank .
6. Dilakukan sampling untuk keperluan pengawasan mutu ( produk ruahan). 7. Lakukan pengisian suspensi dengan liquid filling automatic machine yang
sudah terhubung dengan mesin labelling dan mesin kemas sekunder. 8. Kedalam kemasan sekunder dimasukkan sendok dan brosur.
3.4. Pengujian Stabilitas
Uji stabilitas dilakukan terhadap sediaan kapsul dengan tujuan untuk menentukan shelf-life, menilai karakteristik stabilitas sediaan, menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai dimana produk masih memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan dan menentukan tanggal kadaluwarsa produk. Karena produk diproduksi di Indonesia dan pemasarannya akan dilakukan di Indonesia, maka pengujian stabilitas juga dilakukan dengan merujuk kepada zona iklim, yaitu zona IVb.
Prosedur Uji Stabilitas
1. Pemilihan Batch
Pengujian menggunakan paling sedikit tiga batch utama produk dengan formula yang sama dan dikemas dalam kemasan yang sama pada saat akan dipasarkan. Pengujian dilakukan pada produk yang dikemas dalam sistem pengemasan yang dimaksudkan untuk pemasaran (mencakup kemasan sekunder, label kemasan) (International Conference Of Harmonization, 2006).
2. Spesifikasi
Pengujian stabilitas harus mencakup karakteristik dari produk obat yang rentan terhadap perubahan selama penyimpanan dan cenderung mempengaruhi kualitas, keamanan, dan/ atau khasiat. Pengujian sebaiknya mencakup sifat fisika, kimia, biologi, dan mikrobiologi, kandungan bahan pengawet (antioksidan, antimikroba), dan pengujian penggunaan (dosis). Kriteria penerimaan umur simpan sebaiknya ditentukan dari seluruh informasi stabilitas yang didapat (International Conference Of Harmonization, 2006).
3. Frekuensi Pengujian
Pada pengujian jangka panjang, frekuensi pengujian harus cukup untuk menetapkan profil stabilitas dari produk obat. Untuk produk yang umur simpannya diusulkan paling tidak 12 bulan, maka frekuensi pengujiannya pada kondisi penyimpanan jangka panjang biasanya selama 3 bulan pada tahun pertama, setiap 6 bulan pada tahun kedua, dan setiap tahun sesudahnya melalui umur simpan yang diusulkan (International Conference Of Harmonization, 2006).
Pada kondisi penyimpanan dipercepat, minimal 3 titik waktu, mencakup titik waktu awal dan akhir (misalnya 0, 3, dan 6 bulan) dari 6 bulan pengujian yang dianjurkan. Jika hasil dari pengujian dipercepat
cenderung mendekati kriteria perubahan yang signifikan, pengujian tambahan harus dilakukan baik dengan menambahkan sampel pada titik waktu akhir atau dengan memasukkan titik keempat dalam desain pengujian (International Conference Of Harmonization, 2006).
4. Kondisi Penyimpanan
Secara umum, produk obat sebaiknya dievaluasi di bawah kondisi penyimpanan di mana pengujian memiliki stabilitas termal dan jika
memungkinkan sensitivitas terhadap kelembaban. Kondisi penyimpanan dan lamanya pengujian yang dipilih harus mencakup penyimpanan, pengiriman, dan penggunaan selanjutnya (International Conference Of Harmonization, 2006).
Pengujian jangka panjang harus mencakup minimal 12 bulan pada setidaknya 3 batch utama pada saat proses registrasi dan dilanjutkan untuk jangka waktu yang cukup mencakup umur simpan yang diusulkan.
Indonesia berada pada zona IVB menurut ICH zones, maka pengujian stabilitas sediaan suspensi Sukralfat adalah sebagai berikut:
a. Real Time Stability Test (Uji Jangka Panjang)
Kondisi : 30 ̊ ± 2 ̊ C dengan kelembaban 75% ± 5%
Waktu penyimpanan minimum : 12 bulan sampai masa edar yang diharapkan dengan rentang waktu pengujian pada bulan 0, 3, 9, 12, 18, 24, 36, 48, dan 60. Biasanya pengujian dilakukan sampai bulan ke-36, tetapi apabila masih memenuhi syarat pengujian harus diteruskan sampai bulan ke-60.
b. Accelerated Stability Test (Uji dipercepat)
Kondisi : 40 ̊ ± 2 ̊ C dengan kelembaban 75% ± 5%
Waktu penyimpanan minimum : 6 bulan dengan rentang waktu pengujian untuk uji stabilitas dipercepat dilakukan pada bulan 0, 1, 2, 3, dan 6. Biasanya pengujian pada bulan ke-6 hanya untuk senyawa obat baru.
Untuk sediaan larutan oral, hal yang diuji ialah penampilan (termasuk pembentukan endapan, kejernihan), warna, bau, produk degradasi, pH, viskositas, kandungan pengawet dan kadar mikroba. Tambahan untuk s uspensi ialaha redispersibilitas, sifat reologi (Asean Guideline on Stability Study of Drugs Product, 2013)
3.5. Up Scaling
Tabel 2.4 Penimbangan Up Scaling
No. Nama Bahan
Skala Pilot Skala Produksi
Massa/ 5.050
botol Massa/ 50.500 botol
1. Sucralfate 50,500 kg 505 kg 2. Hidroksietilselulosa 7,5275 kg 75,275 kg 3. Sorbitol 70% 50,500 kg 505 kg 4. Na. Sakarin 0,505 kg 5,05 kg 5. Metil Paraben 0,909 kg 9,09 kg 6. Propil Paraben 0,101 kg 1,01 kg
7. Vanila 0,0505 kg 0,505 kg
8. Purified water Ad 505 L Ad 5050 L
Upscaling merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan kata lain merupakan suatu proses untuk meningkatkan ukuran batch dengan suatu proses yang sama untuk volume output yang berbeda. Di mana peningkatan kapasitas produksi berhubungan dengan peralatan yang secara fisik lebih besar dari peralatan produksi yang digunakan sebelumnya.
Proses upscaling dimulai dari pembuatan skala terkecil, yaitu skala lab. Sediaan 5.000 botol suspensi sukralfat merupakan pembuatan skala pilot, yang berarti, pada skala labnya, sediaan dibuat 1/10 x dari jumlah skala pilot, yaitu 500 botol. Untuk peningkatan kapasitas produksi menjadi skala produksi, berarti jumlah produk yang dibuat akan lebih dari 5.000 botol. Untuk uji stabilitas, 3 batch pertama dari skala produksi hendakklah disiapkan.
Scale up penting untuk mengetahui pengaruh skala pada kualitas produk. Tujuan dari scale up sebagai berikut :
Formulation related
Mengidentifikasi dan mengontrol komponen penting dan variabel l ainnya
Equipment related
Identifikasi dan kontrol parameter penting and rentang pengoperasian
Documentation
Production and process related
Evaluasi, validasi, dan kontrol akhir
Product related
Pengembangan dan validasi prosedur pengolahan
Namun, sebelum dilakukan scale up dari skala pilot menjadi skala produksi, ada poin-poin dalam scale up pharmaceutical yang harus diperhatikan, ialah mengevaluasi hasil pilot plant (produk dan proses) termasuk proses ekonomi untuk membuat koreksi dan keputusan tentang melanjutkan pembangunan menjadi skala pabrik. Ketika scale up dapat menurunkan biaya produksi per unit apabila dibandingkan dengan keuntungan ekonomi yang tinggi, maka industri akan melakukan scale up pada produk tersebut (Wilig, 2001).
Permasalahan yang dihadapi oleh industri dalam proses scale up adalah didasari oleh proses trial and error , oleh sebab itu untuk mengatasi masalah tersebut, parameter kritis dari proses produksi seperti mixing harus sangat diperhatikan. Semua hal yang berkaitan dengan proses mixing seperti alat dan mesin (diameter dan kecepatan impeller, diameter dan tinggi tank, mixer), laju alir, transfer panas, viskositas harus diperhatikan. Prinsip scale up adalah prinsip ‘ similiarity’ atau kesamaan, sehingga dari skala lab atau pilot apabila ingin di scale up menjadi skala produksi, proses produksi harus dibuat semirip mungkin
namun disesuaikan dengan kapasitas produksi (Wilig, 2001).
Khusus dalam scale up obat cairan oral seperti suspensi, pengaruh waktu pengolahan yang lebih lama pada suhu optimal harus dipertimbangkan dari segi dampaknya terhadap stabilitas fisik atau kimia dari bahan-bahan serta produk. Selain itu luas area permukaan pada saat mixing juga perlu diperhatikan (Wilig, 2001).
BAB IV
MANUFAKTUR DAN QC 4.1. Aspek-Aspek CPOB yang Terkait Proses Produksi
Aspek-aspek CPOB yang harus diperhatikan terkait proses produksi sediaan suspensi Sukralfat yang akan dibuat meliputi :
4.1.1. Manajemen Mutu
Unsur manajemen mutu menurut CPOB 2012 melingkupi aspek infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. Aspek manajemen mutu pada proses produksi non-steril suspensi sukralfat berkaitan erat dengan pemastian mutu serta manajemen risiko. Prosedur pelaksanaan pemastian mutu, pengawasan mutu (terlampir pada poin berikutnya), serta manajemen risiko suatu industri dilakukan sesuai dengan persyaratan yang tertera pada CPOB (BPOM, 2012).
4.1.2. Personalia (BPOM, 2012)
- Manager produksi adalah seorang apoteker sesuai dengan yang dianjurkan berdasarkan anjuran CPOB dalam melakukan dan mengawasi proses produksi - Personil harus terkualifikasi, berpengalaman praktis dan dalam jumlah yang
memadai untuk melaksanakan semua tugas
- Personil harus memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi hygiene yang berkaitan dengan pekerjaannya
- Personil Kunci mencakup 1. kepala bagian Produksi,
2. kepala bagian Pengawasan Mutu
3. kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain.
4.1.3. Bangunan dan Fasilitas
Desain fasilitas produksi sebagian besar tergantung pada produk yang diproduksi dan potensi terjadinya kontaminasi silang dan kontaminasi
mikrobiologi. Zat aktif dan beberapa eksipien yang digunakan berbentuk serbuk yang dapat menghasilkan debu, oleh karena itu, desain sistem dan efisiensi sistem pembersihan debu harus dipertimbangkan. Efisiensi filtrasi sistem HVAC harus diperhatikan, dimana data efisiensi harus ada melalui sampling udara (Niazi and Sarfaraz, 2009).
Rekemondasi sistem tata udara untuk ruang pengolahan dan pengemasan primer obat non steril adalah ruang kelas E, suhu 20 – 27oC, kelembaban
maksimum 70%, efisiensi penyaringan 90% bila menggunakan sistem single pass (100% fresh air ) atau 99,95% bila menggunakan menggunakan sistem resirkulasi ditambah make up air (10 – 20 % fresh air ), kecepatan pertukaran udara tiap jam 5 – 20 kali/jam (BPOM, 2012).
a. Area Penimbangan
Area yang didesain khusus untuk kegiatan penimbangan di mana area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi (BPOM, 2012).
b. Area Produksi
Area produksi diatur untuk menghindari terjadinya cross-infection (apabila ada berbagai jenis produk yang di produksi bersamaan dengan suspensi sukralfat. Tata letak ruang produksi, luas area kerja, dan area penyimpanan disesuaikan dengan alur kegiatan kerja. Kriteria ruangan, ventilasi, saluran pembuangan, pencahayaan, dan seluruh hal yang berkaitan dengan konstruksi bangunan dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada pada CPOB 2012 (BPOM,
2012).
c. Klasifikasi Kebersihan Ruangan
Produksi suspensi sukralfat dibuat di kelas E (untuk produksi non-steril) dengan kriteria cemaran pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Jenis-Jenis Kelas di Industri Farmasi dan Kriteria Cemarannya
Non Operasional Operasional
Jumlah partikel/m3 yang diperbolehkan Ukuran Partikel ≥0,5µm ≥5µm ≥0,5µm ≥5µm Ruang produksi 3250000 29000 Tidak ditentukan Tidak ditentukan
(Kelas E) Ruang Pengemasan (Kelas F) Tidak ditentukan Tidak ditentukan Tidak ditentukan Tidak ditentukan Gudang (Kelas G) Tidak ditentukan Tidak ditentukan Tidak ditentukan Tidak ditentukan (BPOM, 2012). d. Area Penyimpanan
Area penyimpanan didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik dengan kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan protokol teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran. Kondisi dan alur ruangan disesuaikan dengan kebutuhan sesuai dengan CPOB 2012 (BPOM, 2012).
e. Area Pengawasan Mutu
Area ini didesain sesuai dengan kegiatan yang dilakukan dengan luas ruangan yang memadai untuk mencegah adanya kontaminasi dan pencemaran silang (BPOM, 2012).
f. Sarana Pendukung
Area ini didesain sesuai dengan kebutuhan mengacu pada CPOB 2012 (BPOM, 2012).
4.1.4. Peralatan
Peralatan yang digunakan harus dengan desain yang dapat dibersihkan dan harus termasuk pompa pembersih, katup, meteran aliran, dan peralatan lain yang mudah untuk disanitasi. Sanitasi dan pembersihan fasilitas, manufaktur dan pengisian harus diidentifikasi dan secara detail digambarkan dalam standar prosedur operasional (BPOM, 2012)
4.1.5. Sanitasi dan Higiene(BPOM, 2012)
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi harus diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Sumber pencemaran potensial harus dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
a. Higiene Perorangan
- Tiap personil yang masuk ke area pembuatan mengenakan pakaian pelindung termasuk penutup rambut yang bersih yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannya.
- Personil diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai.
- Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat pribadi hanya diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area produksi, laboratorium, area gudang dan area lain yang mungkin berdampak terhadap mutu produk.
b. Sanitasi Bangunan dan Fasilitas
- Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.
- Toilet tersedia dalam jumlah yang cukup dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan.
- Disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat.
- Rodentisida, insektisida, agens fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh mencemari peralatan, bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses atau produk jadi.
c. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
- Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat dibuat, divalidasi dan ditaati.
- Disinfektan dan deterjen dipantau terhadap pencemaran mikroba; enceran disinfektan dan deterjen disimpan dalam wadah yang sebelumnya telah dibersihkan dan hendaklah disimpan untuk jangka waktu tertentu kecuali bila disterilkan
d. Validasi Pembersihan dan Sanitasi
Prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas (BPOM, 2012).
4.1.6. Produksi (BPOM, 2012; BPOM, 2013) Produksi Suspensi Sukralfat
Produk cair suspensi sukralfat mudah terkena kontaminasi terutama terhadap mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi. Karena sifat alamiah produk, maka untuk melindungi produk terhadap pencemaran mikroba dianjurkan agar semua alat yang berhubungan langsung dengan produk didisinfeksi lebih dahulu sebelum dipakai, misal dengan etanol 70%, isopropanol atau hidrogen peroksida 3%.
Penggunaan sistem tertutup untuk produksi dan transfer sangat dianjurkan; area produksi di mana produk atau wadah bersih tanpa tutup terpapar ke lingkungan hendaklah diberi ventilasi yang efektif dengan udara yang disaring. Sistem tertutup adalah suatu sistem di mana produk hampir tidak terpapar ke lingkungan selama proses dan sedikit sekali melibatkan operator. Produk cair disaring dan ditransfer ke holding tank melalui pipa sebelum produk tersebut
diisikan ke dalam wadah akhirnya (misal botol dan tube) dan ditutup.Untuk melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer.
Tangki, wadah, pipa dan pompa yang digunakan hendaklah didesain dan dipasang sedemikian rupa sehingga memudahkan pembersihan dan bila perlu disanitasi. Dalam mendesain peralatan hendaklah diperhatikan agar sesedikit mungkin adanya sambungan mati (dead-legs) atau ceruk di mana residu dapat terkumpul dan menyebabkan perkembangbiakan mikroba. Untuk mencegah ada “sambungan mati” (deadlegs), sambungan hendaklah tidak lebih panjang dari 1,5 kali diameter pipa sampai katup. Hendaklah menggunakan jenis katup diafragma atau katup kupu-kupu dan bukan katup bola.
Penggunaan peralatan dari kaca sedapat mungkin dihindarkan. Baja tahan karat bermutu tinggi merupakan bahan pilihan untuk bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.
Kualitas kimia dan mikrobiologi air yang digunakan hendaklah ditetapkan dan selalu dipantau. Perawatan sistem air hendaklah diperhatikan untuk menghindarkan perkembangbiakan mikroba. Sanitasi secara kimiawi pada sistem air hendaklah diikuti pembilasan yang prosedurnya telah divalidasi agar sisa bahan sanitasi dapat dihilangkan secara efektif. Air yang digunakan untuk produksi hendaklah memenuhi persyaratan minimal kualitas Air Murni ( Purified Water ). Parameter kimia dan mikrobiologi hendaklah dipantau secara teratur, minimal seminggu sekali, sedangkan pH dan konduktivitas hendaklah dipantau tiap hari. Terhadap data hasil pemantauan
hendaklah dilakukan analisis kecenderungan (trend analysis). Sanitasi Sistem Pengolahan Air dapat dilakukan dengan carapemanasan, atau kimiawi.
Mutu bahan yang diterima dalam tangki dari pemasok hendaklah diperiksa sebelum dipindahkan ke dalam tangki penyimpanan. Pemeriksaan mutu bahan yang diterima sebelum dipindahkan ke dalam tangki penyimpanan adalah untuk mencegah agar bahan yang masih tersisa di dalam tangki penyimpanan (yang sudah memenuhi persyaratan mutu) tidak tercampur dengan bahan yang sama dari tangki pemasok yang belum diketahui mutunya.
Perhatian hendaklah diberikan pada transfer bahan melalui pipa untuk memastikan bahan tersebut ditransfer ke tujuan yang benar. Tiap pipa transfer hendaklah diberi penandaan yang jelas dengan mencantumkan identitas produk.
Bahan yang mungkin melepaskan serat atau cemaran lain seperti kardus atau palet kayu hendaklah tidak dimasukkan ke dalam area di mana produk atau wadah bersih terpapar ke lingkungan. Palet terbuat dari kayu, selain melepaskan serat, juga mengundang kutu kayu bersarang. Oleh sebab itu, pemakaian palet plastik
sangat dianjurkan.
Apabila jaringan pipa digunakan untuk mengalirkan bahan awal atau produk ruahan, hendaklah diperhatikan agar sistem tersebut mudah dibersihkan. Jaringan pipa hendaklah didesain dan dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dibongkar
dan dibersihkan.
Perhatian hendaklah diberikan untuk mempertahankan homogenitas campuran, suspensi dan produk lain selama pengisian. Proses pencampuran dan pengisian hendaklah divalidasi. Perhatian khusus hendaklah diberikan pada awal pengisian, sesudah penghentian dan pada akhir proses pengisian untuk memastikan produk selalu dalam keadaan homogen. Homogenitas hendaklah dipertahankan selama pengisian dengan pengadukan terus-menerus sejak awal sampai akhir proses pengisian.
Apabila produk ruahan tidak langsung dikemas hendaklah dibuat ketetapan mengenai waktu paling lama produk ruahan boleh disimpan serta kondisi penyimpanannya dan ketetapan ini hendaklah dipatuhi.
4.1.7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu bertujuan untuk memastikan produk secara konsisten mempunyai mutu sesuai tujuan pemakaiannya. Cakupan pengawasan mutu yaitu pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian (pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan) yang membuktikan mutu telah memenuhi persyaratan. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium namun segala keputusan yang terkait dengan mutu produk (BPOM, 2012).
Instalasi Pengawasan Mutu bertugas melakukan pengawasan mutu terhadap obat hasil produksi meliputi semua fungsi analisis termasuk ;
a. pengambilan contoh,
b. pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi.
c. Pemeriksaan kualitas bahan pengemas
Instalasi Pengawasan Mutu juga melakukan pengujian ; a. stabilitas dipercepat dan penetapan tanggal kadaluwarsa, b. validasi metode analisa,
c. dokumentasi dari suatu bets,
d. penyimpanan contoh pertinggal, penyusunan, dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku bagi tiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya. Selain itu, Pengawasan mutu juga bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan kerja menyangkut pengawasan bangunan, ruangan, dan peralatan serta fasilitas penunjang lain seperti kualitas udara, pengendalian mutu air, dan pemeriksaan limbah (BPOM, 2012).
4.1.8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit Serta Persetujuan Pemasok a. Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif, dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Inspeksi diri secara menyeluruh dilakukan minimal satu kali dalam satu tahun dengan tim inspeksi diri dapat berasal dari internal atau eksternal sesuai dengan ketetapan perusahaan. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif (BPOM, 2012).
b. Audit Mutu
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya.
Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak (BPOM, 2012).
c. Audit dan Persetujuan Pemasok
Setelah daftar pemasok disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas, daftar pemasok kemudian disiapkan dan ditinjau ulang. Evaluasi dilakukan sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi dengan mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Jika audit diperlukan, audit tersebut dilakukan untuk melihat kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB (BPOM, 2012).
4.1.9. Dokumentasi
Sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik adalah bagian dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas bertujuan memastikan tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko salah tafsir dan kekeliruan yang mungkin terjadi jika berkomunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis sehingga keterbacaan dokumen menjadi sangat penting (BPOM, 2012).
Dokumen yang diperlukan dalam industri farmasi antara lain: a. Spesifikasi
Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan ruahan serta produk jadi.
b. Dokumen produksi yang esensial yaitu:
- Dokumen produksi induk yang berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan (suspensi) dan kekuatan tertentu (500 mg/5mL), tidak tergantung dari ukuran batch.
- Prosedur produksi induk yang terdiri dari prosedur pengolahan dan pengemasan induk.
- Catatan produksi batch yang terdiri dari catatan pengolahan batch yang merupakan reproduksi dari masing-masing prosedur pengolahan induk
dan prosedur pengemasan induk serta berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu batch produk (suspensi sukralfat) (BPOM, 2012).
Sistem dokumentasi yang diterapkan seperti proses manufaktur, prosedur pengujian produk, operasional, hal-hal yang berhubungan dengan organisasi seperti pemasaran, distribusi dan registrasi atau hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan, disimpan dan dicatat dalam SOP (Standar Operasional Prosedur). Semua SOP akan ditinjau ulang secara rutin setiap tiga tahun. Jika terdapat kesalahan, maka SOP akan direvisi. Setelah SOP direvisi, SOP lama harus diberikan status tidak berlaku. Dokumen SOP (dalam bentuk hardcopy) yang telah diganti dengan yang baru akan disimpan selama 10 tahun sejak berstatus. Setelah 10 tahun, dokumen akan dihancurkan oleh pihak ketiga. Selain dalam bentuk hardcopy pengelolaan dokumen dilakukan juga secara online.
4.1.10. Kualifikasi dan Validasi
Industri farmasi harus mengidentifikasi validasi sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk
menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi (BPOM, 2012). a. Kualifikasi
Kegiatan kualifikasi terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu kualifikasi Desain/ Design Qualification (DQ) tujuannya untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa fasilitas atau sistem atau bangunan yang akan dipasang atau dibangun (rancang bangun) sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam ketentuan CPOB yang berlaku yang dicantumkan pada desain. Kedua, kualifikasi Instalasi/ Instalation Qualification (IQ)
dilakukan terhadap fasilitas, sistem, dan peralatan baru atau yang dimodifikasi. Kualifikasi instalasi dilakukan dengan menyesuaikan alat dan sarana penunjang lainnya dengan manual book dari masing alat tersebut. Ketiga, Kualifikasi Operasional/ Operational Qualification (OQ) dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Kualifikasi operasional
hendaklah mencakup kalibrasi, prosedur pengoperasian dan pembersihan, pelatihan operator dan ketentuan perawatan preventif. Keempat, Kualifikasi Kinerja/ Performance Qualification (PQ) dilakukan untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi beroperasi sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Sasaran/ target PQ adalah memastikan sistem dan peralatan bekerja sesuai yang diharapkan dan dengan spesifikasi yang diinginkan. Pada umumnya dilakukan dengan placebo lalu dilanjutkan dengan produk obat pada kondisi normal, dan dilakukan 3 kali berurutan.
b. Validasi
Tahapan dalam validasi dilakukan sekitar empat tahun sekali. Jadi selama marker tidak berubah maka tidak diperlukan validasi. Masing-masing mesin memp unyai jadwal validasi. Validasi dilakukan tiga run dengan batch yang berbeda. Sebelum melakukan sampling, dibuatlah suatu deskripsi protocol. Lalu, dilakukan point sampling terhadap peralatan yang akan di validasi. Setelah itu, dibuat laporan mengenai sampling yang telah dilakukan. Validasi yang dilakukan meliputi validasi proses, metode analisis, dan pembersihan.
4.2. Desain IPC
Prosedur umum pembuatan suspensi adalah sebagai berikut: Penimbangan Pencampuran bahan Pengisian dan penutupan botol Pelabelan
IPC (Organoleptis, homogenitas, kadar zat aktif, BJ, pH, Viskositas)
IPC (Penampilan, kebocoran, volume terpindahkan, penetapan kadar, mikrobiologi)
IPC (Penampilan, kelengkapan penandaan)
a. Organoleptik (Lachman, 1994). Tujuan : penerimaan oleh konsumen
Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau dan rasa.
Penafsiran hasil: warna homogen, tidak ada bintik-bintik atau noda, bau sesuai spesifikasi (bau khas bahan, tidak ada bau yang tidak sesuai), rasa sesuai spesifikasi.
b. Uji homogenitas (Depkes RI, 1995)
Tujuan: memastikan bahwa zat aktif terdistribusi merata didalam campuran dilihat secara visual, jika larutan berwarna, campuran dinyatakan homogen jika warna terdistribusi merata dalam campuran. Menetapkan kadar zat aktif
dengan cara sampling pada beberapa titik (atas, tengah, dan bawah) wadah pencampuran
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan susunan yang homogen
Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan sediaan di permukaan kaca terlihat merata
c. Penentuan Bobot Jenis
Tujuan : Menjamin sediaan memiliki bobot jenis untuk spesifikasi produk yang akan dibuat
Prinsip : Membandingkan bobot zat uji di udara terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama
Penafsiran Hasil : Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :
=
3
Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t w1 = bobot piknometer kosong
w2 = bobot piknometer + air suling
Pengemasan sekunder
Obat Jadi
IPC (Penampilan, kelengkapan penandaan)
w3 = bobot piknometer + cairan
d. Viskositas dan Rheology (Lachman, 1994)
- Tujuan : Menentukan viskositas dan rheologi cairan
- Prinsip : Pengukuran dilakukan menggunakan viskosimeter Brookfield pada beberapa harga kecepatan geser.
- Penafsiran hasil : Dibuat kurva antara kecepatan geser (rpm) dan usaha (dyne cm) yang dibutuhkan untuk memutar spindel. Usaha dihitung dengan mengalikan angka yang terbaca pada skala dengan 7,187 dyne cm (untuk viskometer Brookfield tipe RV )
e. Volume sedimentasi (Lieberman, 1989).
- Tujuan : Melihat kestabilan suspensi yang dihasilkan
- Prinsip : Perbandingan antara volume akhir (Vu) sedimen dengan volume
asal (Vo) sebelum terjadi pengendapan
Suspensi sukralfat dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 mL dan disimpan pada suhu kamar serta terlindung dari cahaya secara langsung. Volume
suspensi sukralfat yang diisikan merupakan volume awal (Vo). Perubahan volume diukur dan dicatat setiap selama 30 hari tanpa pengadukan hingga tinggi sedimentasi konstan. Volume tersebut merupakan volume akhir (Vu). Volume sedimentasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
F=Vu/Vo
- Penafsiran Hasil : Semakin besar nilai Vu atau nilai F=1 atau mendekati 1,
semakin baik suspendibilitasnya f. Redispersibilitas (Lieberman, 1989)
- Tujuan : Mengamati kemampuan redispersi dalam memperkirakan penerimaan pasien terhadap suatu suspensi di mana endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan sistem yang homogen.
- Prinsip : Penentuan kemampuan redispersi dilakukan dengan mengendapkan suspensi menggunakan pengocok mekanik dalam kondisi yang terkendali kemudian diredispersikan kembali.
- Prosedur pengujian: Suspensi yang sudah tersedimentasi (ada endapan) ditempatkan ke silinder bertingkat 100 mL. Kemudian dilakukan pengocokan (diputar) 360˚ dengan kecepatan 20 rpm. Titik akhirnya
adalah jika pada dasar tabung sudah tidak terdapat endapan
- Penafsiran hasil : Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik
g. Pengukuran pH (Depkes RI, 1995)
Tujuan : Mengetahui pH suatu bahan atau sediaan obat dan mengetahui kesesuaiannya dengan persyaratan yang ditentukan.
Alat : pH meter.
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
Penafsiran : Tidak ada lebih dari empat unit yang memiliki perbedaan dengan baku.
Prosedur :
- Larutan dapar dibuat untuk pembakuan pH meter
- Untuk pembakuan dipilih 2 larutan dapar untuk pembakuan mempunyai perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit dan sedemikian rupa sehingga pH
larutan uji diharapkan terletak diantaranya
- Sel diisi dengan salah satu larutan dapar untuk pembakuan pada suhu yang larutan ujinya akan diukur
- Kendali suhu dipasang pada suhu larutan dan kontrol kalibrasi diatur untuk membuat pH identifikasi dengan yang tercantum dalam tabel - Elektrode dan sel dibilas beberapa kali dengan larutan dapar untuk
pembakuan yang kedua lalu sel diisi dengan larutan tersebut - pH dari larutan dapar kedua ±0,07 unit dapar harga pada tabel
- Pembakuan diulangi hingga kedua larutan dapar memberikan harga pH tidak lebih dari 0,02 unit pH dari tabel