• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah diperdebatkan para pemikir Islam sejak hampir seabad yang lalu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang telah diperdebatkan para pemikir Islam sejak hampir seabad yang lalu"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Persoalan antara Islam dan Negara merupakan salah satu subjek penting yang telah diperdebatkan para pemikir Islam sejak hampir seabad yang lalu hingga dewasa ini. Pengalaman masyarakat muslim diberbagai penjuru dunia, khususnya sejak usai Perang Dunia II mengesankan terdapat hubungan yang canggung antara Islam (din) dan Negara (daulah), atau bahkan politik pada umumnya1.

Ada dua konseptual yang berbeda tentang agama yang membawa implikasi pada perbedaan wacana tentang hubungan agama dan Negara. Pertama, agama sebagai ajaran moralitas atau religion of morality, disamping konsep antropologis agama berisi soal-soal keagaiban, kedahsyatan, dan kesakralan. Dalam konsep ini, suatu agama dipandang tidak memiliki doktrin sosial-politik. Disini agama dimaksudkan suatu sistem ajaran moralitas. Sedangkan yang mengenai hukum, politik dan kenegaraan sebagai sistem, hal ini berada diluar wilayah kerja agama. Konsep kedua adalah agama dengan kandungan ajaran moralitas, pranata sosial politik dan hukum, bahkan mungkin doktrin atau ajaran tentang mode hidup bidang ekonomi, dan juga doktrin tentang hubungan politik2.

1 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: dari Fundamentalis, Modernisme hingga

Pos-Modernisme, (Jakarta:Paradigma, 1996), h.1

2 Muhammad Hari Zamharir, Agama dan Negara:Analisis Kritis Pemikiran Politik

Nurcholis Madjid, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 74-75 1

(2)

Ada yang beranggapan bahwa pada dasarnya tidak ada pemisahan antara Islam, Politik dan Negara. Karena Islam mencakup semua bidang termasuk politik. Dan ada juga yang beranggapan bahwa Islam tidak ada menjelaskan secara jelas hubungan antara agama dan Negara.

Problematika hubungan Islam dan Negara Indonesia sendiri sejak perdebatan konstituante pasca kemerdekaan (akhir tahun 1950-an), masalah ini meruncing dan tidak pernah terselesaikan. Perdebatan berkisar tentang bentuk Negara yang hendak diciptakan, apakah teokratis atau sekuler. Dua sisi ekstrim yang sulit dipertemukan. Akhirnya jalan tengah yang paling baik ditempuh yaitu negara yang non teokratis tetapi agama dilihat sebagai satuan dominasi dalam masyarakat yang diakui dan dipelihara oleh negara. Negara Indonesia itulah sebutannya.

Pada dasarnya dalam perspektif pemikiran politik Islam, setidaknya ada tiga paradigmaa hubungan antara agamadan negara yaitu: Pertama, paradigmaa integralistik. Dalam konsep ini agama dan negara menyatu (integral). Agama Islam dan negara, dalam hal ini tidak dapat dipisahkan. Wilayah agama juga meliputi wilayah negara (din wa dawlah). Karenanya menurut paradigmaa ini, negara merupakan lembaga politik dan keagamaan sekaligus. Pemerintahan negara diselenggarakan atas dasar “kedaulatan ilahi” (devine sovereignity) karena memang kedaulatan itu berasal dan berada di tangan Tuhan3.

3 Din Syamsudin, Usaha Pencarian Konsep Negara Dalam Sejarah Pemikiran Politik

Islam, dalam jurnal Ulumul Qur’an, No. 2 Vol. IV (tahun 1993), hlm. 5. Hal ini dimuat juga dalam

(3)

Paradigmaa ini dianut oleh kelompok Syi’ah. Hanya saja dalam term politik Syi’ah, untuk menyebut negara (ad-dawlah) diganti dengan istilah imamah (kepemimpinan). Sebagai lembaga politik yang didasarkan atas legitimasi keagamaan dan mempunyai fungsi menyelenggarakan “kedaulatan Tuhan”, negara dalam perspektif Syi’ah bersifat teokratis, salah satu wacana yang dikritik oleh kaum Islam liberal. Negara teokratis mengandung unsur pengertian bahwa kekuasaan mutlak berada di “tangan” Tuhan, dan konstitusi negara berdasarkan pada wahyu Tuhan (syari’ah).

Paradigma integralistik ini yang kemudian melahirkan paham negara agama, dimana praktek ketatanegaraan diatur dengan menggunakan prinsip-prinsip keagamaan, sehingga melahirkan konsep Islamdin wa dawlah. Sumber hukum positifnya adalah sumber hukum agama.4 Selain kelompok Syi’ah, pendukung paradigma ini juga berasal dari kelompok Suni seperti Hasan al-Banna, Sayyid Quthb, Sekh Muhammad Rasyid Rida dan Maulana Al-Maududi5.

Kedua, Paradigma Simbiotik. Menurut pandangan ini agama versus negara berhubungan secara simbiotik, yakni suatu hubungan yang bersifat timbal balik dan saling memerlukan. Dalam hal ini agama memerlukan negara karena dengan negara agama dapat berkembang, sebaliknya negara memerlukan agama, karena dengan agama, negara dapat berkembang dalam bimbingan moral dan etika. Paradigma simbiotik ini dapat ditemukan dalam

4Idid

(4)

pemikiran al-Mawardi dalam bukunya al-Ahkam al-Sultaniyah. Dalam buku ini ia mengatakan bahwa kepemimpinan negara (imamah) merupakan instrumen untuk meneruskan misi kenabian guna memelihara agama dan mengatur dunia (harasah al-din wa al-dunya). Pemeliharaan agama dan pengaturan dunia merupakan dua jenis aktifitas yang berbeda, namun mempunyai hubungan secara simbiotik. Keduanya merupakan dua dimensi dari misi kenabian6.

Ketiga, Paradigma Sekularistik. Paradigma ini menolak baik hubungan integralistik maupun hubungan simbiotik antara agama dan negara. Sebagai gantinya, paradigma sekularistik mengajukan pemisahan antara agama dan negara. Dalam konteks Islam, paradigma sekularistik menolak pendasaran negara kepada Islam, atau paling tidak menolak determinasi Islam akan bentuk tertentu dari negara. Pemrakarsa paradigma ini adalah Ali Abd al-Raziq, seorang cendekiawan muslim dari Mesir. Dalam bukunya Islam wa Usul al-Hukum, Raziq mengatakan bahwa Islam hanya sekedar agama dan tidak mencakup urusan negara. Islam tidak mempunyai kaitan agama dengan sistem pemerintahan kekhalifahan, termasuk kekhalifahan Khulafa’al-Rasyidin, bukanlah sebuah sistem politik keagamaan atau keIslaman, tetapi sebuah sistem yang duniawi. Ali Abd Raziq sendiri menjelaskan pandangan pokok bahwa Islam tidak menetapkan suatu rezim pemerintahan tertentu, tidak pula mendasarkan kepada kaum muslim suatu sistem pemerintah tertentu, tidak pula mendasarkan kepada kaum muslim suatu sistem pemerintahan tertentu lewat mana mereka harus diperintah tetapi Islam telah memberikan kita kebebasan

(5)

mutlak untuk mengorganisasikan negara sesuai dengan kondisi-kondisi intelektual, sosial, ekonomi yang kita miliki dan dengan mempertimbangkan perkembangan sosial dan tuntutan zaman7.

Sementara di Indonesia, Munawir Sjadzali mengemukakan bahwa bangsa Indonesia khususnya umat Islam patut bersyukur bahwa para pendiri negara ini telah merumuskan Pancasila untuk dijadikan ideologi negara. Dalam kaitan ini dapat dikemukakan, baik dalam sistem politik maupun sistem hukum, terdapat persamaan antara Republik Indonesia dan sebagian besar dari negara-negara Islam yang ada di dunia sekarang ini, sama-sama mengikuti pola politik berat, dengan adaptasi dan modifikasi, dan sama dalam hal, selain dalam bidang-bidang perkawinan, pembagian warisan dan perwakafan, sistem hukum di negara-negara tersebut tidak sepenuhnya bersumber hukum Islam8.

Menurutnya wacana Negara Islam sebenarnya berkaitan dengan perkembangan baru dunia Islam pasca-kolonial, bukan wacana berdasarkan syari’ah yang abadi dan tidak berubah. Tema melawan teokrasi ini biasanya dibicarakan dengan cara silent syari’ah. Kunci utama dari pendukung tema ini adalah penolakan terhadap apa yang disebut “mitologi negara Islam”, yaitu sebuah negara berdasar pada pemahaman total hukum Islam (syari’ah) dan peleburan monopolistic kekuasaan dan agama. Gerakan ini juga mendesakkan dialog antara agama dan perjuangan untuk menciptakan sebuah masyarakat politik demokratis dan pluralistik.

7Din Syamsuddin, op.cit., h. 7 8Munawir Sjadzali, op. cit.,h. 235-336

(6)

Munawir memandang bahwa semua proses politik dalam sejarah, termasuk suksesi kekuasaan baik yang dilakukan oleh Abu Bakar, Umar, Utsman maupun Ali, sepenuhnya adalah inisiatif dan ijtihad manusia (para sahabat Nabi) belaka. Tak ada petunjuk dari Nabi, apalagi dari Tuhan, tentang bagaimana seharusnya sebuah tata politik (polity) diciptakan. Dengan kata lain masalah politik sepenuhnya adalah rasional.Diilhami oleh keberanian dan kejujuran Umar, Munawir menyatakan bahwa harus dilakukan langkah-langkah yang berani dan jujur dalam memberlakukan ajaran-ajaran Islam.

Dalam perkembangan politik di Indonesia pasca reformasi, wacana negara Islam kembali mencuat terutama pada tahun 2010-2011 dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII), juga baru-baru ini yang dimulai dari pemilihan umum kepala daerah DKI Jakarta, di mana beberapa kelompok memiliki keinginan untuk menerapkan sistem ke-Khalifahan di Indonesia. Sehingga dengan kembali mencuatnya gerakan-gerakan ini, maka penulis merasa tertarik dan perlu mengangkat masalah ini. Yang hendak penulis ungkap dalam penelitian ini dengan judul “HUBUNGAN ISLAM DAN NEGARA

DIINDONESIA MENURUT MUNAWIR SJADZALI ”. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : bagaimana hubungan Islam dan Negara di Indonesia menurut Munawir Sjadzali ? Agar pembahasan ini lebih terarah maka penelitian ini dibatasi pada aspek berikut :

(7)

1. Bagaimana latar belakang gerakan Islam politik di Indonesia menurut Munawir Sjadzali ?

2. Bagaimana hubungan Islam dan negara menurut pemikiran Munawir Sadzali ?

3. Bagaimana hubungan Islam dan negara di Indonesia menurut pemikiran Munawir Sadzali?

C. Penjelasan Judul

Untuk menghindari kesalahpahaman tentang pengertian judul maka penulis pikir perlu untuk menjelaskan terlebih dahulu makna dari beberapa istilah yang digunakan dalam judul :

Islam : Islam dalam kamus ilmiah popular internasional diartikan sebagai damai, tentram, agama yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW dengan Kitab Suci Al-Qur’an.9

Negara : Dalam kamus ilmiah populer Internasional diartikan negeri wilayah yang memiliki kedaulatan dan pemerintahan. 10

Munawir Sjadzali : Tokoh Indonesia, lahir di Karang Anom, Klaten, Jawa Tengah tanggal 7 November 1925. Ia adalah tokoh intelektual dan agama serta diplomat yang menjabat sebagai Menteri Agama sejak Kabinet Pembangunan IV

9Budiono M.A. Kamus Populer Internasional (Surabaya : Karya Harapan, h. 267

(8)

(1983-1988) hingga Kabinet Pembangunan V (1988-1993). 11

Jadi yang dimaksud dengan kajian ini adalah penulis ingin merumuskan gambaran mengenai hubungan Islam dan Negara secara radikal dan sistematis sesuai dengan pemikiran Munawir Sjadzali.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan menjelaskan latar belakang gerakan Islam politik di Indonesiamenurut Munawir Sjadzali.

b. Untuk mengetahui hubungan Islam dan negara menurut pemikiran Munawir Sadzali.

c. Untuk mengetahui hubungan Islam dan negara di Indonesia menurut pemikiran Munawir Sadzali.

2. Kegunaan Penelitian

a. Penelitian ini bermanfaat untuk memperdalam dan menambah ilmu pengetahuan penulis agar lebih memahami pemikiran Munawir Sjadzali tentang hubungan Islam dan Negara.

b. Untuk memberi kejelasan mengenai hubungan Islam dan Negara dalam pemikiran Munawir Sjadzali.

c. Bagi kalangan praktisi filsafat politik dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih dan masukan yang bermanfaat dan berharga dalam proses perpolitikan di Indonesia.

(9)

E. Tinjauan Pustaka

Di dalam penulisan ini telah dilakukan peninjauan kepustakaan untuk memastikan bahwa masalah yang dibahas ini tidak memiliki kesamaan tentang masalah yang dibahas sebelumnya. Maka penulis mengambil satu buah skripsi yang ada hubunganya dengan penelitian yang akan dibahas, yaitu skripsi Intan Laili Susi Nur Fadilah NIM: 092322012 (IAIN Purwokerto),dengan judul PEMBARUAN HUKUM KEWARISAN ISLAM (Studi Pemikiran Munawir Sjadzali Dan Muhammad Shahrur), dalam penelitianya yang menjadi rumusan masalahnya adalah bagaimana pemikiran Munawir Sjadzali dan Muhammad Shahrur mengenai pembaruan hukum kewarisan Islam, serta bagaimana latarbelakang kedua tokoh tersebut dalam membangun pendapat mereka? Dalam kajian kedua tokoh tersebut mengenai hukum kewarisan Islam, dalam kesimpulannya menyatakan bahwa Muhammad Shahru menyarankan adanya penggabungan antara wasiat dan waris, yaitu dengan menyisihkan secara khusus sebagian dari harta untuk diwasiatkan, sedangkan sisanya dibagi berdasarkan mekanisme waris, agar dapat lebih menjamin keadilan dan kesetaraan, sedangkan menurut Munawir hal tersebut merupakan kebijakan mendahului, termasuk kategori bermain-main dengan agama, dan berbahaya bagi akidah dan keimanan.

F. Metodologi Penelitian

1. Bahan dan Materi Penelitian

Objek materi dari penelitian ini yaitu Islam dan Negara, sedangkan objek formalnya adalah Munawir Sjadzali. Penelitian ini dilakukan melalui

(10)

riset kepustakaan (Library Research), dengan melalui pendekatan kualitatif, karena objek pembahasannya mengenai pemikiran seorang tokoh yang sumber datanya diambil dari buku-buku kepustakaan, literature-literatur hubungan langsung dan tidak langsung dengan pembahasan.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian harus relevan dengan penelitian yang dilakukan. Yang dibagi menjadi sumber data primer dan sumber data sekunder. Karena penelitian ini meneliti pemikiran seorang tokoh maka sumber data primer diambil dari buku karangan Munawir Sjadzali, yaitu “Islam dan Tata Negara”, Islam Realitas Baru dan Orientasi Masa Depan Bangsa”, “Ijtihad Kemanusiaan”, “Bunga Rampai Wawasan Islam Dewasa ini”, “Islam dan Govermental Sistem : Teaching, History and Reflections”, dan Reaktualisasi Hukum Islam”. Data sekundernya dari buku-buku, laporan hasil penelitian, makalah, jurnal ilmiah atau literatur-literatur lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Langkah awal yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah mengklasifikasikan data-data yang berhubungan dengan masalah penelitian, yaitu buku-buku yang membahas tentang masalah sains. Langkah selanjutnya adalah mendiskripsikan masalah tersebut menurut pemikiran Munawir Sjadzali. Kemudian pemikiran Munawir Sjadzali

(11)

tersebut tentang Islam dan Negara dibandingkan dengan pendapat lain atau tokoh lain.12

4. Metode Analisis Data

Dalam menyelesaikan penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode untuk menganalisis data yang dikumpulkan :

a. Metode Interpretasi

Dalam hal ini penulis akan menemukan dan mendeskripsikan pemikiran Munawir Sjadzali tentang hubungan Islam dan Negara, sehingga penelitian akan menemukan, menuturkan, mengungkapkan makna objek yang terkandung.13 Peneliti berusaha untuk menelaah dan

mengungkapkan pemikiran Munawir Sjadzali tentang hubungan Islam dan Negara dalam buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan. Untuk itu, penulis tidak hanya memahami pemikiran seperti apa yang diungkapkan oleh Munawir Sjadzali tentang hubungan Islam dan Negara tetapi juga memaparkan pemikiran tentang sains oleh tokoh lain, tentunya setelah mengadakan perbandingan dengan pendapat lain. b. Metode Deskripsi

Penulis berusaha melukiskan kehidupan Munawir Sjadzali dengan berbagai latar belakangnya, baik sosial, pendidikan, Negara dan lainnya. Hal ini dikembangkan mengingat pemikiran seorang tokoh sangat dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya.

12Kaelan, Metodologi Kualitatif Bidang Filsafat, (Yogyakarta : Pramadina, 2005), h.

148-149

(12)

c. Metode Induktif

Metode ini adalah suatu proses mengambil kesimpulan setelah proses pengumpulan data dan analisis data. Yaitu melalui suatu sintesis dan penyimpulan secara induktif dan untuk mendapatkan data yang sempurna.14

Adapun metode penulisan skripsi ini penulis berpedoman kepada buku bimbingan penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh IAIN Imam Bonjol Padang tahun 2007.

G. Sistematika Penulisan

Untuk membantu tercapainya hasil penulisan skripsi ini dengan baik maka penulis susun secara sistematis yang tertuang dalam lima bab yang masing-masing mempunyai pembahasan sendiri, namun saling berkaitan satu sama lain, yaitu seperti yang tercantum di bawah ini :

BAB I : Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, penjelasan judul, tujuan dan kegunaan, metode pembahasan dan sistematika penulisan.

BAB II : Mendeskripsikan latar belakng pemikiran Munawir Sjadzali beserta karya-karyanya.

BAB III : Memaparkan pengertian Islam dan negara, latar belakang gerakan Islam politik di Indonesia, dan Problematika hubungan Islam dan negara di Indonesia.

(13)

BAB IV : Bab ini merupakan inti dari masalah skripsi ini yang terdiri dari ; latar belakang gerakan Islam politik di Indonesia menurut Munawir Sjadzali, hubungan Islam dan negara menurut pemikiran Munawir Sjadzali, dan hubungan Islam dan negara diIndonesia menurut pemikiran Munawir Sjadzali.

BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dari studi yang penulis lakukan dalam skripsi ini, sebagai yang terakhir ditutup dengan beberapa saran-saran yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui metode Quantum Teaching,. Tempat

Dari ketiga elemen metode utama tersebut, dijabarkan oleh Rasulullah ke dalam beberapa cara yang lebih aplikatif, di ataranya adalah sebagai berikut: Pertama;

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari motivasi dan kemandirian belajar selama masa pandemi Covid-19 terhadap hasil belajar siswa kelas XII

Menginstruksikan KPA Satker terkait agar memberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku kepada PPK dan Konsultan Pengawas atas kelalaiannya dalam melakukan pengawasan

Terdapat sebuah paribasan yang mengajarkan hal ini yaitu paribasan ”kacang mangsa ninggala lanjaran”. Paribasan Jawa ini hampir serupa dengan peribahasa Indonesia

Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah labasebelum bunga dan pajak.Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemenperusahaan dalam memperoleh keuntungan (laba)

Untuk itu, pemerintah juga perlu menerapkan kebijakan pembatasan lalu lintas, terutama pada area yang layanan angkutan umum dan fasilitas kendaraan tidak bermotornya sudah

Hingga aspek data dan informasi (mis. pendataan sumber daya perikanan tuna). Jika masalah-masalah ini terus dibiarkan akan menjadi penyebab turunnya sediaan sumber daya tuna di