• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN OKSIGEN PADA PASIEN CEDERA KEPALA DI RUANG HCU BEDAH RSUP DR. M. DJAMIL PADANG KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN OKSIGEN PADA PASIEN CEDERA KEPALA DI RUANG HCU BEDAH RSUP DR. M. DJAMIL PADANG KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN

OKSIGEN PADA PASIEN CEDERA KEPALA

DI RUANG HCU BEDAH

RSUP DR. M. DJAMIL

PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

REZA SUCI PUTRI NIM. 143110229

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG TAHUN 2017

(2)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN

OKSIGEN PADA PASIEN CEDERA KEPALA

DI RUANG HCU BEDAH

RSUP DR. M. DJAMIL

PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan

REZA SUCI PUTRI NIM. 143110229

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG TAHUN 2017

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Oksigen Pada

Pasien Cedera Kepala Di Ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang

Tahun 2017”. Kemudian sholawat beriring salam juga dihaturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.

Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Diploma III pada Program Studi D III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan KTI, sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan KTI ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Hj.Reflita,S.kp,M.Kep selaku pembimbing 1 yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam pembuatan KTI ini.

2. Bapak N.Rachmadanur,S.kp,MKM selaku pembimbing 2 yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam pembuatan KTI ini.

3. Bapak H.Sunardi, SKM,M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Padang.

4. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M. Biomed. selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Padang.

5. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S. Kep, M. Kep. selaku Ketua Program Studi Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Padang. 6. Ibu/Bapak staf Dosen Program Studi Keperawatan Padang Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang yang telah memberikan bekal ilmu untuk bekal peneliti.

7. Bapak/ Ibu Direktur dan Staf Rumah Sakit yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang peneliti perlukan.

(5)

8. Kedua orang tua tersayang yang telah memberikan dorongan, semangat, doa restu dan kasih sayang yang tiada terhingga.

9. Sahabat-sahabat yang telah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan KTI ini.

Akhir kata peneliti menyadari bahwa KTI ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Peneliti berharap KTI ini bermanfaat khususnya bagi peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin.

Padang, Juni 2017

(6)
(7)
(8)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017

Reza Suci Putri

“Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Oksigen pada Pasien Cedera

Kepala di Ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang” Isi: xi + 71 halaman, 6 tabel, 9 lampiran

ABSTRAK

Hasil observasi dokumentasi keperawatan pada intervensi dan implementasi belum terlihat adanya pemantauan secara kontiniu dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan oksigen pada pasien cedera kepala. Desain penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus dilakukan di ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang . Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan gangguan pemenuhan oksigen pada pasien cedera kepala. Sampel yang diteliti adalah dua orang partisipan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrument pengumpulan data yang digunakan format asuhan keperawatan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pengukuran, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Hasil analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah membandingkan dua partisipan dan teori. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, ketidakefektifan pola nafas, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, dan hipertermi. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu memonitor neurologi, memberikan manajemen jalan nafas, memberikan manajemen pengobatan dan memonitoring vital sign. Evaluasi keperawatan masih ditemukan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Disarankan melalui direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang khususnya pada perawat ruangan agar dapat melakukan pemantauan secara kontiniu dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Oksigen, Cedera kepala Daftar Pustaka : 26 (2010-2015)

(9)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ……… .. i KATA PENGANTAR ……… ... ii LEMBAR ORISINALITAS……… .. iv LEMBAR PERSETUJUAN ……… . v ABSTRAK………. . vi

DAFTAR ISI ……… .. vii

DAFTAR TABEL……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN……… .. x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Konsep Dasar Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi ... 9

1. Pengertian ... 9

2. Konsentrasi dan Sifat Oksigen ... 10

3. Anatomi dan Fisiologi Pernafasan ... 10

4. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigen ... 11

5. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi ... 12

6. Proses Oksigenasi ... 13

7. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen ... 16

8. Metode Pemberian Oksigen... 18

9. Perubahan fungsi jantung yang mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi ... 20

10. Gangguan Pemenuhan Oksigenasi dalam Tubuh ... 20

11. Faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan ... 24

12. Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada pasien Cedera Kepala ... 26

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada Pasien Cedera Kepala ... 27

1. Pengkajian Keperawatan ... 27

2. Diagnosa Keperawatan Yg Mungkin Muncul ... 30

3. Intervensi Keperawatan ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. Desain Penelitian ... 41

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

C. Populasi dan Sampel ... 41

D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ... 42

(10)

BAB IV DEKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS ... 45 A. Dekripsi Kasus ... 45 B. Pembahasan Kasus ... 61 1. Pengkajian Keperawatan ... 61 2. Diagnosa Keperawatan ... 62 3. Intervensi Keperawatan ... 65 4. Implementasi Keperawatan ... 66 5. Evaluasi Keperawatan ... 67 BAB V PENUTUP ... 70 A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan NANDA, NIC-NOC... 31

Tabel 4.1 Deskripsi Pengkajian Keperawatan ... 45

Tabel 4.2 Deskripsi Diagnosis Keperawatan ... 50

Tabel 4.3 Deskripsi Perencanaan Keperawatan ... 51

Tabel 4.4 Deskripsi Implementasi Keperawatan ... 56

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan KTI

Lampiran 2. Surat Persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 3. Laporan Asuhan Keperawatan Partisipan 1 dan 2 Lampiran 4. Surat Pengambilan Data

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian

Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian Lampiran 7. Lembar Konsultasi KTI Pembimbing 1

Lampiran 8. Lembar Konsultasi KTI Pembimbing 2 Lampiran 9. Daftar Hadir Penelitian

(13)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Reza Suci Putri

Tempat/Tanggal Lahir : Padang / 09 Januari 1997

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Alamat : Sungai Rotan, Pariaman Timur Nama Orang tua

Ayah : Media Putra S.pd Ibu : Risda Efiza

Riwayat Pendidikan

No Pendidikan Tahun Lulus

1 TK Teratai 2001-2002

2 SD Negeri 16 Pariaman 2002-2008

3 SMP Negeri 1 Pariaman 2008-2011

4 SMA Negeri 2 Pariaman 2011-2014 5 Prodi D –III Keperawatan Poltekkes

Kemenkes RI Padang

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar. Dasar paling bawah atau tingkat pertama termasuk kebutuhan fisiologis seperti udara, air dan makanan. Tingkat kedua yaitu kebutuhan keamanan dan perlindungan, termasuk juga keamanan fisik dan psikologis. Tingkat ketiga berisi kebutuhan akan cinta dan memiliki, termasuk didalamnya hubungan pertemanan, hubungan sosial, hubungan cinta. Tingkat keempat yaitu kebutuhan akan penghargaan diri termasuk juga kepercayaan diri, penghargaan dan nilai diri. Tingkat terakhir merupakan kebutuhan aktualisasi diri, keadaan pencapaian potensi dan mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan beradaptasi dengan kehidupan (Potter & Perry, 2009).

Kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan fisiologis dasar manusia yang paling vital. Oksigen dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kelangsungan metabolisme sel sehingga dapat mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai sel, jaringan atau organ. Kekurangan oksigen dapat menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya adalah kematian (Lyndon, 2013).

Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup oksigen setiap kali bernafas. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi, kardiovaskular dan keadaan hematologik (Pelapina Heriana, 2014).

Pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh sangat ditentukan oleh adekuatnya sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, dan sistem hematologi. Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas.

(15)

Sistem kardiovaskuler berperan dalam proses transportasi oksigen melalui aliran darah dan sistem hematologi yaitu sel darah merah yang sangat berperan dalam oksigenasi karena di dalamnya terdapat hemoglobin yang mampu mengikat oksigen. Akibat jika oksigen didalam tubuh berkurang, maka ada beberapa istilah yang dipakai sebagai manifestasi kekurangan oksigen tubuh, yaitu hipoksemia, hipoksia, dan gagal nafas. Status oksigenasi tubuh dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) dan oksimetri (Tarwoto dan Wartonah, 2011).

Masalah yang timbul jika terjadinya gangguan pada fungsi pernafasan antara lain dapat menyebabkan hipoksia, obstruksi jalan nafas, dan perubahan pola nafas. Pada Perubahan pola nafas diantaranya: ada hiperventilasi, hipoventilasi, takipnea, bradipnea, apnea, pernafasan kussmaul, dispnea, ortopnea, stridor, cheyne stroke. Perubahan dalam fungsi pernafasan ini disebabkan oleh penyakit dan kondisi-kondisi yang mempengaruhi ventilasi dan transportasi oksigen (Ernawati, 2012).

Gangguan dalam oksigen berpotensi mempengaruhi semua sistem tubuh. Karena sistem tubuh terdiri dari organ-organ, organ terdiri atas jaringan-jaringan tersusun atas sel-sel yang bergantung pada oksigen untuk melakukan tugasnya. Sebagai contoh, kekurangan oksigen di otak dapat menyebabkan gangguan status mental. Jika otak kekurangan O2 untuk waktu lama kerusakannya dapat semakin parah dan dapat permanen (misal stroke, cacat, koma) (Bennita W. Vaughans, 2013).

Upaya dalam mengatasi kekurangan oksigen salah satunya dengan pemberian oksigen. Dimana pemberian oksigen merupakan indikasi pada klien yang hipoksemia (hipoksia hipotenik, misalnya : seseorang yang terjadi penurunan difusi oksigen pada membran pernafasan, kegagalan jantung untuk mentransport oksigen, atau banyak kehilangan jaringan paru-paru karena tumor atau karena pembedahan). Sedangkan pemberian O2 untuk hipoksia histotoksik tidak akan memberikan perbaikan apa-apa, pada hipoksia jenis lain umumnya memberikan perbaikan sedikit saja. Pemberian oksigen dapat

(16)

dilakukan dengan beberapa cara: nasal canula, intranasal kateter, masker, menggunakan tenda (Elang Mohamad Atoilah, 2013).

Seorang perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan harus melakukan metode keperawatan berupa pengkajian, diagnosa keperawatan intervensi, implementasi, dan evaluasi, hal tersebut terintegrasi dalam sebuah proses manajemen keperawatan dimana pengakajian, masih terintegrasi dalam fungsi pengorganisasian. Implementasi keperawatan terintegrasi dalam fungsi manajemen pengarahan, dan evaluasi terintegrasi dalam fungsi manajemen pengawasan. Integrasi tersebut menyimpulkan bahwa manajemen terapi oksigen yang diberikan oleh perawat dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan dalam pemberian oksigen pada pasien (Marques & Huston, 2010).

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gangguan kebutuhan oksigen diantaranya ketidakefektifan perfusi jaringan otak, ketidakefektifan pola nafas, ketidakefektifan bersihan jalan napas, gangguan pertukaran gas, intoleransi aktivitas, dan gangguan proses berfikir (NANDA international, 2015-2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wedri dkk (2013) dalam Oksigen Perkuatan dengan Derajat Keparahan Asmadi Rumah Sakit Umum Bangli, Jawa Timur, menyatakan bahwa pada 47 responden (penderita asma) didapatkan yaitu sebanyak 19 responden (40,4%) dengan saturasi oksigen normal (95 - 100%), sebanyak 26 responden (55,3%) dengan saturasi oksigen (90-94%), dan sebanyak 2 responden (4,3%) dengan saturasi oksigen (75-89%). Hal ini menunjukkan adanya saturasi oksigen tidak normal pada sebagian besar penderita asma.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arief Bachtiar, dkk (2013) dalam pelaksanaan pemberian terapi oksigen pada pasien gangguan sistem pernafasan di RSUD Bangil Pasuruan, Jawa Timur, Hasil penelitian dari 24 orang diperoleh hasil 14 orang perawat berkemampuan “cukup baik” atau sekitar 58,3%. Serta 10 orang perawat berkemampuan “baik” dalam

(17)

melakukan pemberian terapi oksigen atau sekitar 41,6%. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan perlu ditingkatkan lagi sesuai dengan SOP.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budi Widiyanto dan L. S. Yamin (2013) dalam Terapi oksigen terhadap perubahan saturasi oksigen melalui pemeriksaan oksimetri pada pasien infark miokard akut (ima) di ruang IRD RSUD Dr. Moewardi Surakarta, menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan terhadap 38 responden sebelum diberikan terapi oksigen didapatkan nilai saturasi oksigen semua responden yaitu sebanyak 38 (100 %) mengalami hipoksia ringan. Sedangkan Dari hasil penelitian “Saturasi oksigen sesudah pemberian terapi oksigen binasal kanul pada pasien infark miokard akut” yang juga dilakukan oleh Budi Widiyanto dan L. S. Yamin ini diketahui bahwa dari 38 responden yang mendapatkan terapi oksigen didapatkan sebanyak 32 (84,2 %). Meningkatnya volume oksigen dalam hal ini FiO2 yang masuk kedalam paru-paru maka secara tidak langsung juga menambah kapasitas difusi paru dan meningkatkan tekanan parsial O2 (PO2) akan semakin banyak oksigen yang dapat diikat oleh hemoglobin untuk dihantarkan ke jaringan diseluruh tubuh sehingga dapat mengembalikan saturasi oksigen ke nilai normal. Responden yang mengalami peningkatan saturasi oksigen dari hipoksia ringan menjadi normal dan sebanyak 6 orang (15,8 %) responden tetap pada hipoksia ringan.

Menurut hasil penelitian Hendrizal, dkk (2013) di IGD RS Dr. M. Djamil Padang dalam Pengaruh Terapi Oksigen Menggunakan Non-Rebreathing Mask Terhadap Tekanan Parsial CO2 Darah pada Pasien Cedera Kepala Sedang, menyatakan bahwa Dari hasil penelitian tersebut dimana dari 16 sampel pasien cedera kepala sedang dari bulan Desember 2012 sampai Januari 2013 yang masuk IGD RS. Dr. M. Djamil Padang didapatkan nilai rata-rata pCO2 sebelum dan sesudah terapi oksigen menggunakan non-rebreathing mask masing-masing 32,06 ± 6,35 dan 39,00 ± 3,74. Nilai pH darah setelah pemberian terapi ini 75% berada pada nilai normal.

(18)

Menurut Brain Injury Association Of America, penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan dimedan perang merupakan penyebab utama trauma kepala (Bararah & Jauhar, 2013).

Sementara itu, berdasarkan hasil RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013, prevalensi cedera nasional adalah sebanyak 8,2 % dimana hasil tersebut meningkat dari tahun 2007 yang prevalensinya 7,5 %. Sedangkan presentasi penyebab cedera karena kecelakaan transportasi darat berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 terjadi peningkatan yang cukup tinggi, dari sebelumnya pada tahun 2007 25,9 % menjadi 47,7 % pada tahun 2013. (RISKESDAS, 2013)

Prevalensi cedera di Provinsi Sumatera Barat adalah 5,8 persen, prevalensi tertinggi ditemukan di Kota Solok (11,8%), terendah di Dharmasraya (1,7%). Adapun penyebab cedera yang lain meliputi terkena benda tajam/tumpul (7,4%), transportasi darat lain (5,4%) dan kejatuhan (3,0 %). Sedangkan untuk penyebab yang belum disebutkan proporsinya kecil. (RISKESDAS SUMBAR, 2013)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2014, pasien yang dirawat adalah sebanyak 24.204 orang tetapi yang menderita cedera kepala adalah sebanyak 409 orang (1,7%), sedangkan pada tahun 2015, pasien yang dirawat adalah sebanyak 23.847 orang dan yang menderita cedera kepala adalah sebanyak 92 orang (0,4 %), dan pada tahun 2016, pasien yang dirawat adalah sebanyak 23.496 orang dan yang menderita cedera kepala adalah sebanyak 37 orang (0,1%). (Rekam Medik RSUP Dr. M. Djamil Padang, 2016).

Berdasarkan data yang diperoleh di instalasi IRNA Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016 khususnya diruangan HCU Bedah, Pasien cedera kepala yang dirawat adalah sebanyak 5951 orang (25,32%) tapi tidak terdapat data tentang berat ringannya cedera. Khusus ruangan HCU Bedah ditemukan

(19)

pasien dengan cedera kepala sebanyak 354 orang (5.94%). Tiap bulannya pasien masuk dengan cedera kepala berfluktuasi terus mengalami peningkatan, pada bulan Januari pasien cedera kepala sebanyak 34 orang (9.6%), bulan Februari 26 orang (7.3%), bulan Maret 22 orang (6.21%), bulan April sebanyak 29 orang (8.9%), bulan Mei 19 orang (5.3%), bulan Juni 13 orang (3.6%), bulan Juli 23 orang (6.4%), bulan Agustus 56 orang (15,2%),bulan September 28 orang (7.9%), bulan Oktober 16 orang (4.5%), bulan November 43 orang (12.1%), dan bulan Desember sebanyak 45 orang (12.7%), dengan rata- rata umur pasien 20 - 40 tahun. Pasien yang dirawat di ruangan HCU merupakan pasien dengan cedera kepala sedang sampai berat (IRNA HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang, 2016).

Peran perawat dalam pemenuhan oksigen yaitu menentukan potensi dan respons pasien sebenarnya terhadap gangguan oksigen. Dalam beberapa contoh, pasien dapat menunjukkan kerusakan akut. Jika ini kasusnya, perawat harus berfokus pada pengumpulan informasi penting untuk mengatasi krisis yang mendesak. Data harus dikumpulkan dari pasien, penilaian fisik, dan studi dan prosedur laboratorium diagnostik (Bennita W. Vaughans, 2013). Perawat melakukan pengamatan dan penilaian yang tepat selama terapi oksigen agar cedera pada pasien dapat dicegah. Perawat harus terus memantau kebutuhan oksigen dan menilai berapa persen oksigen harus diberikan. Targetnya adalah untuk menghindari hyperoxia atau hipoksia, dan fluktuasi diantaranya (Solberg, 2010).

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan pada tanggal 17 Januari 2017, terdapat 2 orang pasien dengan cedera kepala yang sedang dirawat diruang Rawat Inap HCU Bedah RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan diagnosa keperawatan utama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan otak. Dari hasil survei didapatkan pengkajian dilakukan langsung kepada pasien dan keluarga secara sistematis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi keluhan pasien sudah dilakukan sesuai SOP yaitu mengatur posisi kepala dengan elevasi 30-45o, memonitor tekanan intracranial, memonitor adanya sumbatan jalan nafas dan tindakan kolaborasi pemberian oksigen 3 L/menit.

(20)

Evaluasi keperawatan yang dibuat perawat ruangan menggunakan SOAP. Dokumentasi dilakukan perawat sudah sistematis dan lengkap dibuku laporan pasien dan status pasien.

Berdasarkan masalah oksigen yang ditemukan pada pasien Cedera Kepala peneliti membandingkan konsep asuhan keperawatan antara keadaan klinik dan teori dengan judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada Pasien Cedera Kepala di Ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Cedera Kepala di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien dengan Cedera Kepala di ruangan HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

2. Tujuan khusus

Berdasarkan tujuan umum dapat dibuat tujuan khusus sebagai berikut : a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan gangguan

pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien dengan Cedera Kepala di ruangan HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien dengan Cedera Kepala di ruangan HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien dengan Cedera Kepala di ruangan HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

(21)

d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien dengan Cedera Kepala di ruangan HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien dengan Cedera Kepala di ruangan HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian 1. Aplikatif

a. Bagi Peneliti

Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien dengan Cedera Kepala serta dalam menulis karya tulis ilmiah.

b. Bagi Direktur Rumah Sakit

Laporan Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menjadi pembanding oleh perawat dalam meningkatkan pelayanan terhadap “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Oksigen pada Pasien Cedera Kepala di ruangan HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

2. Pengembangan Keilmuan

a. Bagi Institusi

Data dan hasil yang diperoleh dari laporan karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan pembelajaran di jurusan Keperawatan Padang khususnya mengenai Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Oksigen pada Pasien Cedera Kepala.

b. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian laporan karya tulis ilmiah ini dapat memberikan masukan bagi penelitian berikutnya untuk menambah pengetahuan dan data dasar dalam penelitian selanjutnya.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen 1. Pengertian Kebutuhan Oksigen

Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup oksigen setiap kali bernafas. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematolgik. (Pelapina Heriana, 2014)

Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling vital. Oksigen dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kelangsungan metabolisme sel sehingga dapat mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai sel, jaringan, atau organ. Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem (kimia atau fisika). Penambahan oksigen ke dalam tubuh dapat dilakukan secara alami dengan cara bernafas. Pernafasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas antara individu dan lingkungannya. Pada saat bernafas, tubuh menghirup udara untuk medapatkan oksigen dari lingkungan dan mengembuskan udara untuk mengeluarkan karbondioksida ke lingkungan. (Dr.Lyndon Saputra, 2013)

Oksigen merupakan satu unsur penting bagi tubuh manusia, bersama-sama dengan hidrogen, karbon, dan nitrogen. Tetapi, oksigen merupakan satu-satunya unsur yang diperlukan setiap menit. Kesemua proses penting, seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak, penyingkiran bahan buangan, pertumbuhan sel dan tisu, serta pembiakan hanya berlaku apabila terdapat banyak oksigen. Oksigen merupakan sumber tenaga yang segera bagi kebanyakan proses metabolisme dalam sel dan tisu. (Elang & Engkus, 2013)

Kebutuhan Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan kelangsungan

(23)

hidup dan aktivitas berbagai sel organ dalam kehidupan sehari-hari. (Ernawati, 2012)

2. Konsentrasi dan Sifat Oksigen

Dalam udara bebas konsentrasi udara terdiri dari : oksigen 20 % dalam tekanan 159 mmHg. Karbondioksida 0,04 % dengan tekanan 0,3% mmHg, Nitrogen 7% dengan tekanan 5597 mmHg serta uap air 0,05% dengan tekanan 3,9 mmHg.Pada suhu dan tekanan biasa, oksigen didapati sebagai dua atom oksigen dengan formula kimia O2. Oksigen merupakan gas yang dibebaskan leh tumbuhan ketika proses fotosintesis, dan diperlukan oleh hewan untuk pernafasan. Oksigen mempunyai sifat tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, terdapat bebas diatmosfer, mudah terbakar serta kering yang dapat mempermudah iritasi jaringan lunak.

Semua sel membutuhkan oksigen untuk keperluan metabolisme yang akan menghasilkan energi untuk kerja sel, tetapi sensitivitas setiap jaringan terhadap kekurangan oksigen berbeda tergantung dari kepekaan jaringan tersebut. Jaringan yang paling sensitif adalah kerteks cerebri, karena kekurangan oksigen dalam temp 30 detik saja akan mengalami kematian jaringan tersebut. (Elang & Engkus, 2013)

3. Anatomi dan fisiologi pernafasan

Saluran pernafasan bagian atas antara lain ; hidung, laring, faring dan efiglotis. Sedangkan saluran nafas bagian atas terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan paru. Sel dalam tubuh memperleh energi sebagian besar melalui reaksi kimia yang melibatkan oksigenasi dan pembuangan karbondioksida. Pertukaran gas pernafasan terjadi antara udara dilingkungan dan darah, terdapat langkah dalam proses oksigenasi:

a. Ventilasi

Merupakan proses untuk menggerakkan gas keluar dan kedalam paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis dan persarafan yang utuh. Otot pernafasan inspirasi utama adalah diafragma. Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik.

(24)

b. Perfusi

Adalah prooses mengalirkan darah ke kapiler alveoli dan dari membran kapiler alveoli sehingga terjadi dapat berlangsung pertukaran gas. Sirkulasi pulmonar merupakan suatu reservoar untuk darah sehingga paru dapat meningkatkan volume darahnya tanpa peningkatan tekanan dalam arteri atau vena pulmonar yang besar. Sirkulasi pulmonar juga berfungsi sebagai suatu filter, yang menyaring trombus kecil sebelum trombus tersebut mencapai organ-organ vital.

c. Difusi

Merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi dengan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernafasan terjadi dimembran kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan membran. (Ernawati, 2012)

4. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigen

Proses respirasi adalah proses keluar masuknya udara ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas. Dalam proses respirasi komponen yang berperan adalah: a. Paru-paru

b. Dinding dada (rangka otot pernafasan, diafragma, isi abdomen dan dinding abdomen). (Pelapina Heriana, 2014)

Pengertian Kebutuhan Oksigenasi dan Pengaturan Oksigenasi

Merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan kelangsungan hidup dan aktivitas berbagai sel organ dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan dari pengaturan pernafasan adalah suplai kebutuhan O2 terpenuhi untuk kebutuhan tubuh sehari-hari, misalnya saat melakukan latihan fisik, infeksi atau masa kehamilan. Pernafasan ini dikendalikan oleh :

a. Pengaturan saraf, mempertahankan irama dan kedalaman pernafasan serta keseimbangan antara inspirasi dan ekspirasi yang meliputi sistem saraf pusat, pengontrolan frekuensi, kedalaman, dan irama pernafasan.

(25)

b. Pengaturan kimiawi, mempertahankan frekuensi dan kedalaman pernafasan yang tepat berdasarkan perubahan konsentrasi karbondioksida, oksigen dan ion hydrogen dalam darah. (Ernawati, 2012)

5. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi

Sistem tubuh yang berperan dalam oksigenasi adalah sistem pernafasan atau sistem respirasi. Sistem pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem pernafasan atas dan sistem pernafsan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri atas hidung, faring, dan laring. Sistem pernafasan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru.

Didalam paru-paru terdapat bronkus, bronkiolus, dan alveolus. Alveolus memiliki dinding yang elastis dan banyak mengandung kapiler darah. Pada bagian inilah terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida. Alveolus bersifat lentur karena dilumasi suatu zat yang disebut surfaktan. Paru-pru dibungkus oleh selaput yang disebut pleura. Pleura sebelah dalam disebut pleura viselaris (pleura paru-paru) sedangkan pleura sebelah luar disebut pleura parietalis (pleura dinding rongga dada). Diantara kedua pleura terdapat cairan limfa yang melindungi paru-paru dari gesekan ketika mengembang dan mengempis.

Volume udara pernafasan dalam paru-paru dibedakan menjadi berapa jenis, yaitu sebagai berikut ;

a. Volume tidal: volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa (± 500 ml)

b. Volume cadangan isap : volume udara yang masih dapat dihirup ke dalam paru-paru setelah inspirasi biasa (±3000 mL)

c. Volume cadangan embus : volume udara yang masih dapat diembuskan keluar paru-paru setelah ekspirasi biasa (±1.100 mL)

d. Volume residu : volume udara yang tersisa didalam paru-paru dan tidak dapat diekspirasikan (±1.200 mL)

e. Ruang rugi : volume udara yang mengisi saluran pernafasan (± 150 mL) f. Kapasitas isap (inspirasi) : penjumlahan dari volume tidal dan volume

(26)

g. Kapasitas cadangan (residu) fungsional : penjumlahan dari volume cadangan embus dan volume sisa (± 2.400 mL)

h. Kapasitas vital paru-paru : penjumlahan dari volume tidal, volume cadanggan isap volume cadangan embus (± 4.800 mL)

i. Kapasitas total paru-paru : penjumlahan dari volume tidal, volume cadangan isap volume cadangan embus, dan volume sisa (± 5.800-6000 mL). (Dr.Lyndon Saputra, 2013)

Menurut buku Pelapina Heriana (2014), sistem tubuh yang berperan dalam oksigenasi adalah sistem pernafasan atau sistem respirasi.

a. Sistem Pernafasan

Dibagi menjadi 2 bagian, yaitu sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri atas hidung faring dan laring. Sistem pernafsan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru. Didalam paru terdapat bronkus, bronkiolus, dan alveolus. Alveolus memiliki dinding yang elastis dan banyak mengandung kapiler darah. Pada bagian inilah terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondiokksida. Alveolus bersifat lentur karena dilumasi suatu zat yang disebut surfaktan. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleura. Pleura sebelah dalam disebut pleura viselaris (pleura paru-paru), sedangkan pleura sebelah luar disebut pleura parietalis (pleura dinding rongga dada). Diantara kedua pleura terdapat cairan limfa yang melindungi paru-paru dari gesekan ketika mengembang dan mengempis.

6. Proses Oksigenasi

Menurut Ernawati (2012), tercapainya fungsi utama dari sistem pernafsan sangat tergantung dari proses fisiologi sistem pernafasan itu sendiri.

a. Ventilasi Pulmonal

Keluar masuknya udara dari atmosfer kedalam paru-paru, yang terjadi karena perbedaan tekanan udara. Sehingga udara bergerak dari tekanan yang lebih tinggi ke daerah yang bertekanan lebih rendah. Perubahan tekanan udara dialveoli ditentukan leh ukuran rongga thorak. Bila rongga

(27)

thorak semakin meningkat maka tekanan udara akan menurun dan udara akan masuk ke alveolus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi 1) Konsentrasi oksigen

Konsentrasi oksigen didataran tinggi akan lebih rendah dibandingkan dengan didaerah yang lebih rendah. Ini akan membawa dampak pada kerja dari sistem pernafasan dan kardiovaskuler. Didaerah yang lebih tinggi kerja jantung akan lebih besar.

2) Kondisi jalan nafas

Udara yang masuk dan keluar alveolus akan melewati hidung, faring, laring, trachea, bronchus, broncheolus serta alveolus. Saat jalan nafas mengalami gangguan akan mempengaruhi volume udara yang masuk. Keadaan ini dapat disebabkan karena :

a) Obstruksi mekanik b) Mucus yang tertahan

c) Lidah yang menutup jalan nafas d) Bronchospasme akibat reaksi alergi e) Meningkatnya permeabilitas kapiler 3) Complience dan recoil paru

Pengembangan dan pengempisan paru yang tidak sempurna dapat disebabkan karena edema, tumor atau paralise. Complience dan recoil sangat dipengaruhi oleh elastisitas jaringan paru (tergantung surfaktan) dan tegangan permukaan paru. Dalam keadaan fisiologi sekresi surfaktan akan meningkat dengan tarikan nafas panjang atau menguap. 4) Pengaturan pernafasan

Disaat kita tidur irama pernafasan tidak bisa diatur menurut kemauan kita, ini diatur oleh medulla dan pons. Sedangkan dikala kita sedang sadar kecepatan pernafasan dapat diatur sesuai kemauan kita. Pons bertanggungjawab untuk mengatur ritme sedangkan pusatnya ada di medulla.

(28)

b. Difusi gas

Pertukaran gas terjadi di membran alveolus kapiler, pertukaran gas dimaksud adalah oksigen yang masuk kedalam kapiler dan CO2 yang keluar kedalam alveoli yang dipengaruhi juga oleh perbedaan tekanan pasial gas masing-masing. Dalam keadaan normal tekanan partial gas dialveoli adalah PaO2 100mmHg, PaCO2 40 mmHg, sedangkan tekanan parsial di kapiler PaO2 40 mmHg sedangkan Pa CO2 46 mmHg. Kapasitas difusi CO2 lebih besar dibandingkan oksigen sehingga dengan perbedaan tekanan yang sedikit saja lebih mudah berdifusi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan Difusi : 1) Ketebalan membran difusi

Membran difusi adalah permukaan alveolus paru-paru. Semakin tebal semakin sulit difusi kedaan sperti ini bisa disebabkan oleh keadaan edema paru. Dalam keadaan normal ketebalan membran difusi adalah 0,6 mikron.

2) Luas permukaan

Kehilangan luas permukaan difusi lebih dari 25% akan tampak gangguan pernafsan terutama saat melakukan aktivitas. Luas permukaan alveoli bila dibentangkan + 25m2.

3) Koefisien difusi

Tergantung dari berat molekul gas dan daya larut gas. CO2 lebih tinggi berat molekul dan daya larutnya dibanding O2 sehingga difusinya lebih cepat.

4) Perbedaan tekanan parsial gas

Gas berpindah dari tekanan yang lebih tinggi ke daerah yang tekanannya lebih rendah.

5) Elastisitas membran

Semakin elastis semakin mudah berdifusi, ini sangat tergantung dari keberadaan surfaktan.

c. Transportasi Gas

Untuk mencapai jaringan sebagian besar (+97%) oksigen berikatan dengan haemoglobin (HbO2), sebagian kecilberikatan dengan plasma (+ 3%).

(29)

Setiap satu gram Hb dapat berikatan dengan 1,34 ml oksigen bila dalam keadaan konsentrasi darah jenuh (100%).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Transportasi Oksigen ; 1) Cardiac Ouput

Saat volume darah yang dipompakan oleh jantung berkurang makan jumlah oksigen yang ditransport pun akan berkurang.

2) Jumlah Eritrosit (Hb)

Dalam keadaan anemia oksigen yang berikatan dengan Hb berkurang juga sehingga jaringan akan kekurangan oksigen.

3) Latihan fisik

Aktivitas yang teratur akan berdampak pada keadaan membaiknya pembuluh darah sebagai sarana transportasi, sehingga darah akan lancar menuju daerah tujuan.

4) Hematokrit (Ht)

Perbandingan antara zat terlarut (darah) dengan zat pelarut (plasma darah). Semakin kental keadaan darah semakin sulit untuk ditransportasi.

5) Suhu Lingkungan

Panas lingkungan sangat membantu memperlancar peredaran darah d. Perfusi Di jaringan

Pertukaran gas dan penggunannya dijaringan merupakan proses perfusi. Proses ini erat kaitannya dengan metabolisme atau proses penggunaan oksigen dalam tubuh.

7. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen a. Faktor Fisiologi

1) Menurunnya kemampuan mengikat O2 seperti pada anemia.

2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran pernafasan bagian atas, peningkatan sputum yang berlebihan pada saluran pernafasan.

3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakkibatkan terganggunya O2.

(30)

4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka dan lain-lain.

5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas, muskuloskeletal yang abnormal, penyakit kronik seperti TBC paru.

b. Faktor Perkembangan

1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan. 2) Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.

3) Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.

4) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.

5) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun.

c. Faktor Perilaku

1) Nutrisi: misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis. 2) Latihan: dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.

3) Merokok: nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan koroner.

4) Penyalahgunaan subtansi (alkohol dan obat-obatan): menyebabkan intake nutrisi-Fe menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat pernapasan.

(31)

d. Faktor Lingkungan

1) Tempat kerja (polusi). 2) Temperatur lingkungan.

3) Ketinggian tempat dari permukaan laut. (Pelapina Heriana, 2014)

8. Metode Pemberian Oksigen

Menurut Jhon B. West (2010), metode dalam pemberian oksigen antara lain : a. Kanula nasal

Kanula nasal terdiri dari dua pipa kecil yang dimasukkan ke dalam nares anterior dan disokong oleh kerangka yang ringan. Oksigen diberikan pada kecepatan 1-4 liter/menit, menghasilkan konsentrasi oksigen inspirasi sekitar 25-30%. Semakin tinggi kecepatan aliran inspirasi pasien, semakin rendah konsentrasi yang dihasilkan. Gas harus dilembabkan sedekat mungkin dengan suhu tubuh untuk mencegah pengeringan sekret pada mukosa nasal. Keunggulan utama kanula adalah pasien tidak merasa tidak nyaman seperti dengan masker dan ia dapat bicara dan makan dan ada akses ke wajah. Kanula dapat dipakai terus-menerus untuk waktu yang lama, suatu hal yang penting karena pemberian oksigen biasanya harus kontinu bukan intermiten. Kekurangan kanula adalah konsentrasi oksigen inspirasi maksimum yang rendah dan konsentrasi yang tidak dapat diperkirakan, terutama jika pasien lebih banyak bernafas melalui mulut. b. Masker

Masker tersedia dalam berbagai rancangan. Masker plastik sederhana yang pas menutupi hidung dan mulut memberikan konsentrasi oksigen inspirasi sampai 60% jika diberikan dengan kecepatan aliran 6 liter/menit. Walaupun demikian, karena terjadi sedikit akumulasi CO2 didalam masker (sampai 2%), alat ini harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang rentan mengalami retensi CO2. Selain itu, beberapa pasien mengeluh merasa tercekik ketika masker jenis ini dipakai.

(32)

Sebuah masker yang berguna untuk mengalirkan konsentrasi oksigen terkendali didasarkan pada hukum Venturi. Ketika oksigen memasuki masker melalui jet yang sempit, ia memasukkan aliran udara yang konstan, yang masuk melalui lubang disekitarnya. Dengan aliran oksigen 4 liter/menit, aliran total (oksigen+udara) sekitar 40 liter/menit dialirkan kepada pasien. Pada kecepatan aliran tinggi seperti itu, terdapat sedikit gas ekspirasi yang dihirup kembali, sehingga tidak ada akumulasi CO2. Masker yang memberi konsentrasi oksigen inspirasi 24, 28, atau 35% dengan derajat reliabilitas yang lebih tinggi dan terutama berguna untuk menangani pasien yang rentan mengalami retensi CO2. Beberapa pasien mengeluhkan suara dan embusan udara, tetapi pasien lain menyukai embusan tersebut.

c. Ventilator

Jika pasien diventilasi secara mekanik melalui slang endotrakeal atau trakeostomi, dapat dilakukan kendali penuh pada komposisi gas inspirasi. Terdapat bahaya menghasilkan toksisitas oksigen jika konsentrasi oksigen lebih dari 50% diberikan lebih dari 2 hari. Umumnya, harus dipakai oksigen inspirasi terendah yang menghasilkan PO2 arterial yang dapat diterima. Kadar ini sulit didefinisikan, tetapi pada pasien dengan ARDS yang diventilasi secara mekanik dengan konsentrasi oksigen yang tinggi, angka 60 mmHg sering kali dipakai.

d. Oksigen hiperbarik

Jika O2 100% diberikan pada tekanan 3 atmosfer, PO2 yang diinspirasi adalah lebih dari 2000 mmHg. Dalam keadaan seperti ini dapat terjadi peningkatan konsentrasi oksigen arterial yang besar, terutama akibat tambahan oksigen yang terlarut. Misalnya, jika PO2 arteri adalah 2000 mmHg, oksigen dalam larutan adalah sekitar 6 ml/100 ml darah. Secara teori, ini cukup untuk memberi seluruh perbedaan arteri-vena menjadi 5 ml/100ml sehingga hemoglobin darah vena campuran tetap tersaturasi penuh.

Terapi oksigen hiperbarik terbatas pemakaiannya dan jarang diindikasikan dalam penatalaksanaan gagal nafas. Walaupun demikian, terapi ini telah

(33)

digunakan dalam penanganan keracunan karbon monoksida dari hemoglobin. Oksigen hiperbarik juga digunakan dalam penanganan infeksi gas gangren dan sebagai tambahan pada radioterapi karena PO2 jaringan yang tinggi meningkat radiosensitivitas tumor yang relatif avaskular. Ruangan bertekanan tinggi juga berguna untuk mengatasi penyakit dekompresi. (Jhon B. West, 2010)

9. Perubahan fungsi jantung yang mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi

a. Ganguan konduksi

Gangguan kondusi seperti disritmia (takikardi/bradikardi) b. Perubahan kardiak keluaran (cardiac output)

Seperti pada pasien dekoompensasi jantung menimbulkan hipoksia jaringan

c. Kerusakan fungsi katup seperti pada stenosis, obstruksi regurgitasi darah yang mengakibatkan ventrikel bekerja lebih keras.

d. MCI mengakibatkan kekurangan pasokan darah dari arteri koroner dan miokardium.

(Pelapina Heriana, 2014)

10. Gangguan Pemenuhan Oksigenasi dalam Tubuh

a. Hiperventilasi

Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah oksigen dalam paru-paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan karena:

1) Kecemasan 2) Infeksi/sepsis

3) Keracunan obat-obatan

4) Ketidakseimbangan asam basa seperti pada asidosis metabolik

Tanda dan gejala hipervetilasi adala takikardi, nafas pendek, nyeri dada menurunnya konsentrasi, disorientasi, tinitus.

(34)

b. Hipoventilasi

Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi laveolar tidak adekuat untuk memenuhi penggunaan oksigen tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup. Biasanya terjadi pada keadaan atelaktasis (Kolaps paru). Tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah sakit kepala, penurunan kesadaran, disorientasi disritmia jantung, ketidakseimbangan elektrolit, kejang dan henti jantung.

c. Hipoksia

Tidak adekuatnya pemenuhan oksigen selular akibat dari defisiensi oksigen yang diinspirasi atau meningatnya penggunan oksigen pada tingkat selular.

Tanda hipoksia antara lain : kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernafasan cepat dan dalam, sianosis, sesak nafas, dan clubbing (jari tabuh). (Pelapina Heriana, 2014) Menurut Lyndon (2013) gangguan pada fungsi pernafasan adalah sebagai berikut :

a. Hipoksia

Hipoksia adalah kondisi ketika kebutuhan oksigen di dalam tubuh tidak terpenuhi karena kadar oksigen di lingkungan tidak mencukupi atau penggunaan oksigen di tingkat sel meningkat. Hipoksia dapat disebabkan antara lain oleh ketidakmampuan sel mengikat O2 serta penurunan kadar Hb, kapasitas angkut oksigen dalam darah, konsentrasi O2 respirasi, difusi O2 dari alveoli ke dalam darah, dan perfusi jaringan. Gejala hipoksia antara lain terdapat warna kebiruan pada kulit (sianosis), kelelahan, kecemasan, pusing, kelemahan, penurunan tingkat kesadaran dan konsentrasi, peningkatan tanda-tanda vital, serta dispenia (kesukaran bernafas).

b. Obstruksi Jalan Nafas

Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi ketika pernafasan berjalan tidak normal karena penyumbatan saluran pernafasan. Obstruksi ini dapat terjadi total atau sebagian serta dapat terjadi di seluruh tempat di

(35)

sepanjang saluran pernafasan atau hanya di saluran nafas atas atau bawah. Obstruksi pada saluran nafas atas (hidung, faring,dan laring) dapat disebabkan oleh makanan atau akumulasi sekret. Obstruksi saluran nafas bawah meliputi obstruksi total atau sebagian pada saluran nafas bronkus dan paru. Tanda-tanda obstruksi jalan nafas antara lain batuk efektif; tidak dapat mengeluarkan sekresi di jalan nafas; jumlah, irama, dan kedalaman pernafasan tidak normal; serta suara nafas menunjukkan adanya sumbatan.

c. Perubahan Pola Nafas

1) Takipnea : frekuensi pernafasan yang cepat (lebih dari 24 kali per menit). Takipnea terjadi karena paru dalam keadaan atelektasi atau terjadi emboli. Kondisi ini biasanya dapat terlihat pada kondisi demam, asidosis metabolik, nyeri, dan pada kasusu hiperkapnian atau hipoksemia.

2) Bradipnea : frekuensi pernafasan yang lambat (kurang dari 10 kali per menit). Bradipnea dapat terlihat pada orang yang baru menggunakan obat-obatan seperti narkotika atau sedatif, pada kasus alkalosis metabolik, atau peningkatan TIK.

3) Hiperventilasi : peningkatan jumlah udara yang masuk ke dalam paru-paru karena kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolik untuk pembuangan karbon dioksida. Kondisi ini ditandai antara lain dengan peningkatan denyut nadi, nafas pendek, dada nyeri, dan penurunan konsentrasi CO2. Jika kondisi ini berlanjut terus, dapat terjadi alkolasi akibat pengeluaran CO2 yang berlebihan. Hiperventilasi umumnya disebabkan oleh infeksi, gangguan psikologis (misalnya kecemasan), dan gangguan keseimbangan asam basa (misalnya asidosis).

4) Hipoventilasi : penurunan jumlah udara yang masuk ke dalam paru-paru karena ventilasi alveolar tidak adekuat untuk mencukupi kebutuhan metabolik penyaluran O2 dan pembuangan CO2. Hipoventilasi ditandai dengan nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, dan ketidakseimbangan elektrolit. Kondisi ini

(36)

umumnya disebabkan oleh penyakit otot pernafasan, obat-obatan, dan anastesia.

5) Dispnea : ketidakmampuan atau ketidaknyamanan saat bernafas. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah atau jaringan, bekerja kelebihan, dan pengaruh psikologis.

6) Ortopnea : merupakan ketidakmampuan untuk bernafas, kecuali dalam posisi duduk atau berdiri. Kondisi ini sering ditemukan pada penderita kongensif paru.

7) Stridor : merupakan pernafasan bising yang terjadi akibat penyempitan saluran pernafasan. Kondisi ini dapat ditemukan pada kasus spasme atau obstruksi lari. (Lyndon, 2013)

Gangguan dalam oksigenasi berpotensi memengaruhi semua sistem tubuh. Karena sistem tubuh terdiri dari organ-organ, organ terdiri atas jaringan-jaringan jaringan tersusun atas sel-sel yang bergantung pada oksigen untuk melakukan tugasnya. Sebagai contoh, kekurangan oksigen diotak dapat menyebabkan gangguan status mental. Jika otak kekurangan O2 untuk waktu lama kerusakannya dapat semakin parah dan dapat permanen (misal stroke, cacat, koma).

Tanda-tanda pasti yang menunjukkan bahwa seorang pasien mempunyai masalah dengan oksigenasi, diantaranya :

a. Cemas, bingung, diosrientasi

b. Perubahan tanda-tanda vital (suhu, denyut nafas, tekanan darah) c. Nafas pendek

d. Cyanosis (tanda terlambat) e. Retraksi dinding dada f. Suara nafas abnormal g. Batuk

h. Cairan dalam paru-paru dan meningkatnya produksi sputum i. Sakit dada (disebabkan pernafasan atau jantung)

j. Desir jantung abnormal

(37)

l. Isi ulang kapiler <3 detik m. Edema atau bengkak

n. Perubahan warna kulit gelap dan ulser (kekurangan O2 pada jaringan periferal)

(Bennita W, 2011)

11. Faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan

a. Kerja saraf autonom

Rangsangan saraf autonom dapat mempengaruhi kemampuan saluran pernafasan untuk dilatasi atau kontriksi. Ketika terjadi rangsangan oleh simpatetik, ujung saraf dapat mengeluarkan neutrotransmiter (noradrenalin) yang berpengaruh terhadap bronkodilatasi (pelebaran saluran pernafasan). Pada saat terjadi rangsangan oleh saraf parasimpatetik, contoh neurotransmiter yang dikeluarkan oleh ujung saraf adalah asetilkolin yang berpengaruh terhadap bronkokonstriksi (penyempitan saluran pernafasan).

b. Hormon dan medikasi

Semua hormon dari derivat catecholamine dapat memperlebar saluran pernafasan. Beberapa jenis obat-obatan dapat memperlebar saluran pernafasan, misalnya sulfas atropin dan ekstrak belladona. Contoh obat yang dapat mempersempit saluran pernafasan adalah β-2 yang merupakan obat penghambat adrenergik tipe beta.

c. Kondisi kesehatan

Kondisi sakit tertentu dapat menghambat proses oksigenasi dalam tubuh. Contohnya adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan dan kardiovaskuler serta penyakit kronis. Reaksi alergi terhadap sesuatu dapat menyebabkan gangguan pada saluran nafas, misalnya bersin, batuk, dan sesak nafas.

d. Perkembangan

Tingkat perkembangan seseorang dapat mempengaruhi jumlah oksigen yang masuk ke dalam tubuh. Bayi prematur beresiko menderita penyakit membran hialin karena produksi surfaktan yang masih sedikit. Setelah

(38)

anak tersebut sedikit dewasa, paru-parunya sudah dapat menghasilkan surfaktan sehingga risiko tersebut menjadi jauh berkurang.

e. Perilaku gaya hidup

Contoh perilaku dan gaya hidup yang dapat mempengaruhi fungsi pernafsan adalah pola makan yang tidak baik sehingga menyebabkan obesitas atau malnutrisi, kebiasaan berolahraga, ketergantungan zat adiktif, emosi, dan kebiasaan merokok. Obesitas dapat menghambat ekspansi paru, malnutrisi mengakibatkan pelisutan otot pernafasan sehingga mengurangi kekuatan kerja pernafasan. Pengonsumsian alkohol dan obat-obatan secara berebihan serta pengonsumsian narkotika dan analgesik (terutama morfin dan meperidin) dapat mengakibatkan penurunan laju dan kedalaman pernafasan. Emosi, seperti rasa cemas, takut dan marah, akan merangsang saraf simpatetik sehingga menyebaban peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernafasan sehingga kebutuhan oksigen meningat. Selain itu, emosi juga meningkatkan laju dan kedalaman pernasafan.

f. Lingungan

Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi fungsi pernafsan antara lain suhu, ketinggian, dan polusi udara. Suhu lingungan mempengaruhi afinitas (kekuatan) ikatan Hb dan O2. Jadi, dapat dikatakan bahwa suhu lingkungan memengaruhi kebutuhan oksigen seseorang. Makin tinggi suatu daerah, makin rendah tekanan oksigennya sehingga makin sedikit oksigen yang dapat dihirup oleh individu yang berada didaerah tersebut. Akibatnya individu yang tinggal didaerah dataran tinggi memiliki laju pernafasan, denyut jantung, serta kedalaman pernafasan yang lebih tinggi daripada individu yang tinggal didataran rendah. Polusi udara seperti debu dan asap dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, batuk, tersedak, dan berbagai gangguan pernafasan lain bagi orang yang mengisapnya. (Dr.Lyndon Saputra, 2013)

(39)

12. Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada pasien Cedera Kepala

Adanya cedera kepala dapat mengakibatkan adanya gangguan atau kerusakan struktur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan edema dan biokimia otak misalnya penurunan adenosin tripospat dalam mitokondria, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian cedera. Cedera ini umumnya menimbulkan kerusakan pada tengorak, otak, pembuluh darah dan struktur pendukungnya. (shawnna, 1998)

Cedera kepala sekunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik. Pada cedera kepala sekunder pasien mengalami hipoksia, hipotensi, asidosis penurunan suplai oksigen otak (lejeune, 2002). Lebih lanjut keadaan ini menimbulkan edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai adanya penurunan kesadaran, muntah proyektil, papilla edema, nyeri kepala. Peningkatan tekanan intrakranial harus segera ditangani karena dapat menimbulkan gangguan perfusi jaringan otak dan herniasi serebral yang dapat mengancam kehidupan. Prinsip penatalasanaan peningkatan TIK adalah dengan mengontrol cerebral blood flow (CBF) untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Keadaan CBF ditentukan oleh berbagai faktor seperti tekanan darah sistemik, cerebral metabolic rate dan PaCO2. CBF yang adekuat akan berpengaruh terhadap tekanan perfusi otak (CPP), sehingga kebutuhan metabolisme otak terjaga.

Perdarahan serebral menimbulkan hematom misalnya pada epidural hematom yaitu berkumpulnya darah antara lapisan periosteum tengkorak dengan duramater subdural hematom diakibatkan berkumpulnya darah pada ruang antara dura mater dengan subarachnoid dan intracerebral hematom adalah berkumpulnya darah pada jaringan serebral.

(40)

Kematian pada cedera kepala banyak disebabkan karena hipotensi gangguan pada outoregulasi. Ketika outoregulasi terjadi kerusakan menimbulkan hipoperfusi jaringan serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak, karena otak sangat sensitif terhadap oksigen dan glukosa (Tarwoto, 2013).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada Pasien Cedera Kepala

1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Rendy Clevo (2012), pengkajian keperawatan pada gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah sebagai berikut:

a. Riwayat kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada umumnya pasien dengan cedera kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS dibawah 15), pernafasan cepat, letargi, mual dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralise, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar kejadian, kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit mencerna/ menelan makanan, akumulasi sputum pada saluran nafas, dan adanya kejang.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien pernah mengalami penyakit sistem persyarafan seperti neuritis, stroke, transeksi. Adanya riwayat trauma masa lalu yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung kekepala, riwayat penyakit darah seperti anemia. Adanya riwayat penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, penyakit darah tinggi (hipertensi), asam urat, dll. Biasanya pasien pernah mengkonsumsi obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, konsumsi alkohol berlebihan.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Aspek neurologis :

Biasanya GCS kurang dari 15, disorientasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda

(41)

vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparise.

Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesudah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertahankan keseimbangan tubuh. 2) Aspek Kardiovaskuler :

Didapatkan perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya.

3) Aspek sistem pernafasan :

Terjadi perubahan pola nafas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stroke, ataxia breathing), bunyi nafas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya secret pada tracheo bronkiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.

4) Aspek sistem eliminasi

Akan didapatkan retensi/inkontinensia dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, adanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan. 5) Pengkajian psikologis :

Dimana pasien dengan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang

(42)

tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.

6) Data spiritual

Ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Diagnostik

a) CT scan/MRI ditemukan adanya Hematom serebral, Edema serebral, dan Perdarahan intracranial.

b) X-Ray ditemukan adanya perubahan struktur tulang (fraktur) c) Angiografi serebral : menunjukkan adanya kelainan sirkulasi

serebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

2) Pemeriksaan Laboratorium

a) AGD : biasanya memperlihatkan acidosis respiratorik yaitu : 1) PH darah : < 7,35

2) PaO2 menurun antara 60-80 mmHg 3) PaCO2 : > 45 mmHg

4) HCO3 : > 22-26 mEq/l 5) Base axcess : -2,5 s.d + 2,5 6) Saturasi : 95%

b) Elektrolit Serum, biasanya didapatkan : 1) Natrium : > 14 mEq/l

2) Kalium : < 3,5 mEq/l 3) Kalsium : > 11 mg% 4) Fosfat : 3 mg%

(43)

c) Pemeriksaan Hb dan Leulosit biasanya didapatkan : 1) Penurunan Hb (kurang dari normal: 13-18 gr/dl )

2) Leukosit meningkat (lebih dari normal: 3,8-10,6 ribu mm3)

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan pada Pasien Cedera Kepala

Masalah keperawatan yang mungkin muncul dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien cedera kepala menurut NANDA (2015-2017) adalah sebagai berikut :

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma), edema serebral, penurunan TD sistemik/ hiposia, hipovolemia

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis, gangguan muskuloskeletal, nyeri, keletihan, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru

c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan :

1) Obstruksi jalan napas: adanya jalan napas buatan, benda asing dalam jalan napas, eksudat dalam alveoli, mucus belebihan , sekresi yang tertahan, spasme jalan napas.

2) Fisiologis: asma, infeksi, jalan napas alergik.

d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

(44)

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan berdasarkan NANDA, NIC-NOC No Diagnosa Keperawatan NOC NIC 1 Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma), edema serebral, penurunan TD sistemik/ hiposia, hipovolemia Batasan Karakteristik: - Penurunan kesadaran - Perubahan tanda vital - Papila edema - Perubahan pola nafas - Hasil pemeriksaan CT Scan adanya edema serebri, Hematoma NOC: a. Circulation status Kriteria hasil: 1) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan 2) Tidak ada ortostatikhiperte nsi

3) Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial b. Perfusi jaringan: serebral Kriteria hasil: 1) Mempertahankan tekanan intrakranial 2) Tekanan darah dalam rentang normal

3) Tidak ada nyeri kepala 4) Tidak ada muntah 5) Memonitor tingkat kesadaran NIC: Oxygen Therapy 1. Periksa mulut,

hidung, dan sekret trakea

2. Pertahankan jalan napas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Monitoring Peningkatan Intrakranial 1. Monitor tekanan perfusi serebral 2. Catat respon pasien terhadap stimulasi 3. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurologi terhadap aktifitas

4. Monitor intake dan output cairan 5. Kolaborasi dalam

pemberian antibiotic

6. Posisikan pasien pada posisi semi fowler

(45)

stimulasi dari lingkungan

Vital Sign Monitoring 1. Monitor TD, nadi,

suhu, dan RR 2. Monitor vital sign

saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri

3. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 4. Monitor TD, nadi,

RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas 5. Monitor kualitas dari nadi 6. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 7. Monitor pola pernapasan abnormal 8. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 9. Monitor sianosis perifer 10. Monitor adanya cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 11. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 2 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis, gangguan muskuloskeletal, NOC: a. Respiratory Status : Ventilation Indikator : 1) Respiratory rate dalam rentang normal NIC: Airway management

1. Buka jalan nafas. 2. Posisikan pasien

untuk

memaksimalkan ventilasi.

(46)

nyeri, keletihan, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru Batasan karakteristik : - Frekuensi pernafasan lebih dari 20/menit - Tampak kesulitan bernafas - Adanya pernafasan cuping hidung - Perubahan nilai AGD

2) Tidak ada retraksi dinding dada 3) Tidak mengalami dispnea saat istirahat 4) Tidak ditemukan orthopnea 5) Tidak ditemukan atelektasis b. Respiratory Status : Airway Patency Indikator : 1) Respiratory rate dalam rentang normal

2) Pasien tidak cemas 3) Menunjukkan jalan

nafas yang paten

3. Identifikasi pasien perlunya

pemasangan alat jalan nafas.

4. Lakukan fisioterapi dada bila perlu 5. Auskultasi suara nafas , catat adanya suara tambahan 6. Monitor respirasi dan status O2 Oxygen Therapy 1. Pertahankan jalan nafas yang paten 2. Atur peralatan oksigenisasi 3. Monitor aliran oksigen 4. Pertahankan posisi pasien 5. Observasi adanyan tanda – tanda hipoventilasi 6. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenisasi Vital Sign Monitoring 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

3. Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk atau berdiri

4. Monitor TD, nadi, RR sebelum, selama dan setelak aktivitas 5. Monitor kualitas nadi 6. Monitor frekuensi dan irama pernapasan

(47)

7. Monitor suara paru 8. Monitor pola pernapasan abnormal 9. Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit. 10. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 3 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas Batasan karakteristik: - Sputum terlalu banyak - Perubahan dalam frekuensi nafas - Batuk tidak efektif - Kegelisahan - Bunyi nafas tambahan NOC: a. Respiratory status: ventilation b. Respiratory status: airway patency Kriteria Hasil: 1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas ang bersih, tidak ada sianosi dan dyspneu (mampu

mengeluarkan

sputum, mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

2) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal) 3) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang menghambat jalan napas) NIC: Airway Suctioning 1. Pastikan kebutuhan oral/ tracheal suctioning 2. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suctioning 3. Informasikan pada

klien dan kelurga tentang suctioning 4. Minta klien napas

dalam sebelum suctioning dilakukan 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakeal 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan

tindakan

7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal 8. Monitor status oksigen pasien 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction 10. Hentikan suction dan berikan

(48)

oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2. Respiratory Monitoring Airway Management 1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan 4. Pasang mayo bila

perlu

5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6. Keluarkan sekret

dengan batuk atau suction

7. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab 11. Atur intake untuk

mengoptimalkan keseimbangan cairan

12. Monitor respirasi dan status O2

Gambar

Tabel 4.2  Diagnosa Keperawatan  Daftar Diagnosa  Keperawatan  1.  Ketidakefektifan perfusi  jaringan  serebral  berhubungan  dengan edema otak  2
Tabel 4.3  Intervensi Keperawatan  Intervensi  Keperawatan  1.  Ketidakefektifan  perfusi jaringan serebral  berhubungan  dengan  edema otak

Referensi

Dokumen terkait