• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan dagang yang bersifat lintas batas dapat mencakup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan dagang yang bersifat lintas batas dapat mencakup"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hukum perdagangan internasional adalah bidang hukum yang berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum ini pun cukup luas. Hubungan-hubungan dagang yang bersifat lintas batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari bentuknya yang sederhana, yaitu barter, jual beli barang atau komoditi, hingga hubungan atau transaksi dagang yang kompleks.

Kompleksnya hubungan atau transaksi dagang internasional sedikit banyak disebabkan oleh adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi), sehingga transaksi-transaksi dagang semakin berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi, bahkan dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa rekanan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi lain. Hal itu tampak dengan lahirnya transaksi-transaksi yang disebut dengan e-commerce. Begitu juga dengan cara pembayaran yang semakin bervariasi sehingga memungkinkan bagi para pelaku perdagangan internasional untuk memilih cara pembayaran yang paling sesuai dengan kondisi mereka.

(2)

Jual-beli perniagaan merupakan perjanjian jual-beli yang terjadi dalam dunia perniagaan, yaitu antara orang-orang yang melakukan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari. Dalam hal jual-beli perniagaan yang dilakukan dalam ruang lingkup antar negara atau melintasi batas negara, maka dapat disebut sebagai transaksi ekspor-impor.1

Dipandang dari segi teknis dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu-lintas Devisa, dalam transaksi ekspor dikenal dengan cara pembayaran antara lain Pembayaran Dimuka (Advance Payment), Rekening Terbuka (Open Account), Wesel Inkasso (Collection Draft), Konsinyasi (Consignment), L/C (Letter of Credit) dan cara pembayaran lainnya2.

Cara Pembayaran Dimuka (Advance Payment) adalah pembayaran yang dilakukan oleh importir kepada eksportir sebelum barang dikapalkan, baik untuk senilai seluruh barang (full payment) maupun untuk sebagian (partial payment) dengan transfer, payment order, cek atau wesel. Kesepakatan cara pembayaran ini ditentukan dalam kontrak jual-beli (Sales Contract) antara importir dengan eksportir, atau dalam surat pesanan (order) yeng diterima eksportir dari importir. Ditinjau dari segi pembiayaan, pembayaran untuk senilai barang ini adalah yang paling menguntungkan bagi eksportir dan kebalikannya bagi importir.

1 Hartono Hadisoeprapto, Kredit Berdokumen (L/C) – Cara Pembayaran Dalam Jual Beli

Perniagaan, Liberty, Yogyakarta, 1984, h. 7

2 Ramlan Ginting, Letter of Credit – Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, Salemba Empat, Jakarta,

(3)

Cara pembayaran dengan Rekening Terbuka (Open Account) adalah kebalikan dari cara Pembayaran Dimuka (Advance Payment). Importir dan eksportir sepakat bahwa penyelesaian atas transaksi akan diperhitungkan kemudian atau importir akan melunasi pembayaran pada kemudian hari pada tanggal yang sudah disepakati. Kesepakatan cara penjualan ini ditentukan dalam kontrak jual beli (sales contract) atau surat pesanan (order) yang diterima eksportir oleh importir. Barang dan dokumen pengapalan serta dokumen-dokumen lainnya dikirim oleh eksportir langsung kepada importir sehingga importir dapat dengan leluasa mengambil barang itu setelah tiba di pelabuhan tujuan. Pelaksanaan pembayaran dapat dilakukan melalui transfer, mengirimkan wesel atau dengan cek. Kepastian membayar atas transaksi tersebut bergantung sepenuhnya pada importir, oleh karena itu cara pembayaran ini sangat menguntungkan importir dan kebalikan bagi eksportir. Cara pembayaran dengan Wesel Inkasso (Collection Draft) adalah pembayaran yang dilakukan oleh inkaso (collection) melalui bank, yaitu pengiriman dokumen oleh eksportir kepada importir dengan menggunakan jasa bank untuk menagih pembayarannya, baik dengan menggunakan wesel atau promes (promissory notes). Apabila dibandingkan dengan cara pembayaran menggunakan Letter of Credit (L/C), cara pembayaran dengan inkasso ini lebih menguntungkan bagi importir karena pemesanan barang tidak diikuti dengan pembukaan L/C, sehingga importir tidak perlu menyetorkan sejumlah dana yang diperlukan sebagai jaminan untuk

(4)

pembukaan L/C tersebut. Di samping itu importir tidak perlu membayar biaya bank seperti komisi pembukaan L/C dan porto.

Cara pembayaran dengan Konsinyasi (Consignment) berarti bahwa eksportir menitipkan barang kepada suatu pihak di luar negeri untuk diperjual belikan. Dengan demikian barang tidak dijual oleh eksportir kepada importir tetapi hanya dititipkan saja untuk dijual. Pembayaran atas barang itu baru akan dilakukan kepada eksportir setelah barang itu terjual. Cara pembayaran ini berbeda dengan cara Rekening Terbuka (Open Account) karena dalam Rekening Terbuka hak atas barang sudah langsung berpindah ketangan importir sejak barang dikirim, sedangkan dalam Konsinyasi hak atas barang itu masih ada pada eksportir sampai barang itu dijual oleh importir. Cara konsinyasi ini paling penguntungkan importir dan kebalikannya bagi eksportir karena resikonya banyak, antara lain kemungkinan lamanya modal tertahan karena menunggu terjualnya barang.

Cara pembayaran menggunakan Letter of Credit (L/C) banyak disukai dalam transaksi perdagangan internasional karena banyak kelebihan yang dimiliki dibandingkan dengan cara pembayaran lainnya, antara lain karena adanya faktor keamanan bagi eksportir maupun importir yang tidak harus bertemu muka antara satu dengan lainnya, serta adanya kepastian bahwa pembayaran akan dilakukan apabila syarat L/C dipenuhi. Ketentuan dan persyaratan dalam L/C merupakan kesepakatan antara para pihak yang mengadakan transaksi yang merupakan implementasi atas asas kebebasan berkontrak sesuai Pasal 1338 Burgerlijk Wetboek (BW), L/C sebenarnya

(5)

hanya menindaklanjuti kontrak jual beli (sales contract) dan tidak terkait dengan kontrak jual beli itu sendiri. L/C bukan merupakan perjanjian pelengkap (accesoir) dan kontrak jual beli tersebut tetap merupakan kontrak tersendiri antara nasabah (applicant importir) dengan bank penerbit (issuing bank), antara bank penerbit dengan bank penerus (advising bank), dan antara bank penerus dengan eksportir (beneficiary).

Kegiatan perdagangan luar negri yang meliputi transaksi ekspor dan impor barang maupun jasa dapat dilaksanakan dengan baik apabila pembayarannya dapat diselenggarakan dengan lancar dan terjamin bagi semua pihak. Adapun cara pembayaran yang lazim dilakukan saat ini ialah dengan cara yang tidak langsung, artinya melalui jasa perbankan.

Diantara beberapa cara pembayaran yang diuraikan di atas, L/C dianggap sebagai suatu cara pembayaran yang paling ideal saat ini. Oleh karena pelaksanaannya melibatkan kegiatan jasa perbankan yang masing-masing berada pada negara yang berlainan, maka dirasa sangat perlu adanya kesesuaian cara pembayaran yang dilakukan oleh bank-bank itu dalam bentuk peraturan yang mengandung sifat keseragaman baik dalam cara maupun mengenai pengertiannya.

Walaupun pada hakikatnya dalam mekanisme pembayaran dengan L/C hanya terdapat 3 (tiga) pihak utama yaitu : pembeli, penjual dan bank pembuka. Akan tetapi dalam perkembangan bentuk dan jenisnya ternyata telah melibatkan lebih dari itu. Cara pembayaran dengan L/C tentu saja tidak lepas dari adanya syarat dan kondisi yang ditetapkan oleh para pihak yang

(6)

bersangkutan. Salah satu dari persyaratan itu ialah pembayaran baru dapat dilaksanakan apabila kepada bank telah diserahkan dokumen-dokumen yang secara formal telah memenuhi syarat yang ditetapkan dalam L/C itu.

Beberapa hal yang menjadi alasan mengapa L/C dipilih oleh para pelaku bisnis baik eksportir maupun importir sebagai instrumen yang menjembatani transaksi mereka adalah sebagai berikut :3

a. Konflik kepentingan

Sudah menjadi nature penjual kalau menginginkan pembayaran Secapa mungkin dan mengirim barang selambat mungkin. Sementara pembeli pasti menginginkan sebaliknya, barang diterima secepat mungkin, tapi pembayaran dilakukan semolor mungkin. Untuk menjebatani konflik kepentingan itulah L/C dipilih. Dengan L/C, hak dan kewajiban eksportir dan importir menjadi jelas. L/C mengatur kapan barang harus dikirim oleh

beneficiary dan kapan applicant harus membayarnya. Dengan L/C, urusan jual-beli menjadi lebih tertib dan terjamin.

b. Kebutuhan pembiayaan dari bank

Fungsi Bank dalam L/C adalah sebagai penjamin pembayaran L/C kepada

beneficiary. Applicant yang hendak membuka L/C diharuskan menyetor sebesar nilai L/C. Bisa berupa dana efektif, saldo rekening giro yang diblokir, maupun deposito yang diblokir. Di sinilah letak kekuatan jaminan itu, dana yang digunakan untuk pembayaran kepada beneficiary

3 Adrian Sutedi, Tinjauan Yuridis Letter of Credit dan Kredit Sindikasi, Alfabeta, Bandung, 2012,

(7)

sudah dikuasai oleh bank. Selama dokumen yang ditunjukkan oleh

beneficiary sesuai dengan syarat L/C, dana itu tinggal dibayarkan sesuai saat jatuh tempo yang diatur dalam L/C.

Tetapi bank tidak hanya berfungsi sebagai penjamin dalam kapasitas menguasai (cover) dana pembayaran dari applicant. Lebih dari itu, bank dapat mengambil peran lebih mendalam dengan membiayai proses transaksi ekspor impor itu. Tentu saja peran ini membuat bank terekspos kepada risiko yang mungkin timbul. Kebijakan pembiayaan dari bank ini disebut dengan Trade Finance.

Cara pembayaran menggunakan L/C dimulai dengan adanya kontrak jual beli (sales contract) antara eksportir dengan importir. Atas dasar kontrak jual beli tersebut importir memohon kepada bank penerbit untuk menerbitkan L/C kepada eksportir sebagai cara pembayaran untuk membayar barang yang akan diekspor oleh eksportir kepada importir. Bank penerbit menerbitkan L/C kepada eksportir langsung atau melalui Bank Penerus. Dalam hal diterbitkan oleh Bank Penerus, Bank Penerus akan meneruskan L/C kepada eksportir.

Soepriyo Adhibroto dalam bukunya Letter of Credit Dalam Teori dan Praktek4 membedakan bentuk dan jenis L/C dalam dua kelompok yaitu L/C

Dasar (Basic L/C) dan L/C Khusus (Special L/C). L/C Dasar terdiri dari

Revocable L/C, Irrevocable L/C dan Irrevocable Confirmed L/C. Sedangkan

4 Soepriyo Adhibroto, Letter of Credit – Dalam Teori dan Praktek, Dahara Prize, Semarang, 1992,

(8)

L/C Khusus terdiri dari Transferable L/C, Back to back L/C, Red Clause L/C, Green Ink Clause L/C, Revolving L/C dan Standby L/C.

Casius Pealer membedakan L/C antara commercial L/C dengan

Standby L/C dengan mengatakan bahwa “This commercial letter of credit differ in few but important ways from standbys. One significant difference is that the issuer of a commercial letter of credi expect to pay on the letter and be reimburshed by the applicant in the ordinary course of business, whereas the issuer of a standby will typically only pay in the event of a default by it’s customer/applicant”5. Mekanisme pada Commercial L/C, pembeli

menerbitkan L/C atas nama penjual sehingga penjual dapat memperoleh pembayaran dengan menunjukkan bukti pengiriman atau pengapalan barang. Sebaliknya pada Standby L/C kegunaan utamanya adalah untuk menyediakan kepada pihak ketiga (pihak penjual) suatu kewajiban pembayaran terhadap pemenuhan prestasi pihak penjual, misalnya dengan Standby L/C, kontraktor berhak untuk me-reimburse pembayaran (liquidated damages) melalui L/C jika proyek yang telah diselesaikan oleh kontraktor belum dibayar oleh pihak pemesan.

Cara pembayaran dengan menggunakan L/C biasanya hanya digunakan terhadap transaksi dimana benda atau obyek transaksi berupa benda bergerak yang mudah untuk dipindahtangankan, seperti barang komoditas bahan baku, mesin produksi atau barang elekronik. Cara

5 Casius Pealer, The Use of Standby Letter of Credit in Public and Affordable Housing Projects,

Journal of Affordable Housing, Vol 15, No. 3, University of Michigan Law School, 2006, hal. 278.

(9)

pembayaran dengan menggunakan L/C jarang digunakan untuk transaksi yang bernilai besar dan memiliki jangka waktu pengiriman atau penyelesaian yang lama, seperti proyek pembangunan infrastruktur atau pembangunan bangunan kapal. Hal itu disebabkan karena transaksi yang bernilai besar dan membutuhkan jangka waktu yang lama tersebut harus memiliki sumber pendanaan yang kuat, baik dari eksportir maupun importir. Untuk transaksi tersebut, dari pihak importir harus memiliki dana yang cukup untuk pembukaan L/C sedangkan dari pihak eksportir harus memiliki modal untuk membiayai proyeknya hingga barang atau proyek diserah-terimakan. Biasanya parapihak lebih cenderung memilih pembayaran per-termin, dimana pihak importir dapat mengangsur pembayaran secara bertahap sesuai progress, sebaliknya dari pihak eksportir dapat memperoleh pembiayaan modal dalam pengerjaan proyeknya melalui angsuran per termin yang dibayarkan oleh importir.

Dalam transaksi pembuatan bangunan kapal misalnya, yaitu antara pihak pembeli kapal sebagai importir dengan pihak galangan kapal sebagai eksportir, para pihak pada umumnya lebih memilih cara pembayaran per-termin berdasarkan progress fisik bangunan kapal, biasanya dibagi menjadi beberapa tahapan pembayaran seperti : (i) Penandatanganan kontrak atau efektif kontrak; (ii) pemotongan plat pertama; (iii) peletakan lunas (keel laying); (iv) peluncuran (launching) dan (v) serah terima kapal (delivery). Dengan dibagi menjadi beberapa tahapan tersebut tidak akan memberatkan bagi para pihak. Pihak importir akan diuntungkan dengan pembayaran secara

(10)

bertahap karena tidak harus menyediakan dana senilai proyek pada saat penandatanganan kontrak. Begitu juga dengan pihak eksportir yaitu galangan kapal, mereka akan mendapat pendanaan proyek yang bersumber dari angsuran dari pihak importir.

Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan jika cara pembayaran yang dilakukan oleh pihak pemesan kapal kepada pihak galangan kapal dilakukan dengan menggunakan L/C, khususnya yaitu Standby L/C. Cara pembayaran dengan menggunakan Standby L/C untuk proyek pembuatan kapal, dimana memiliki nilai nominal yang besar dan jangka waktu penyelesaian proyek yang relatif lama, tentunya terdapat beberapa kendala harus dihadapi baik dari pihak pemesan kapal maupun pihak galangan kapal, yaitu kendala pendanaan. Hal itu tidak menjadi masalah jika para pihak memiliki kekuatan finansial untuk membiayai proyek, namun akan sangat memberatkan bagi pihak galangan kapal kecil karena harus membiayai terlebih dahulu proyek pembangunan kapal mulai awal pembelian material hingga pada saat serah terima kapal (delivery). Jika pihak pemesan kapal selama masa pembangunan kapal hanya menyerahkan Standby L/C kepada pihak galangan kapal, pihak galangan kapal yang tidak memiliki kekuatan finansial yang cukup akan mencari sumber pendanaan lain selain dari pihak pemesan kapal, tentunya karena Standby L/C belum dapat dicairkan oleh pihak galangan sebelum serah terima bangunan kapal.

Untuk mengatasi permasalahan pendanaan proyek pembangunan kapal, pihak galangan kapal dapat bekerjasama dengan pihak bank untuk

(11)

memberikan kredit pembiayaan proyek. Dalam hal ini, pihak bank tidak sertamerta langsung memberikan pendanaan proyek kepada pihak galangan hanya berdasarkan perjanjian kredit, namun pihak bank dalam kewajibannya menerapkan prinsip kehati-hatian, akan terlebih dahulu melakukan penilaian yang berpegang pada prinsip keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi kewajibannya. Faktor-faktor yang digunakan oleh bank sebagai pedoman untuk memperoleh keyakinan sebelum kredit diberikan adalah dikenal dengan istilah ”the five C’s of credit”, yaitu

Character (watak, kepribadian), Capability atau Capacity (kemampuan),

Capital (modal), Collateral (jaminan, agunan) dan Condition of Economic

(kondisi ekonomi).6 Pentingnya keberadaan Collateral dalam pemberian

kredit ditegaskan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yaitu bahwa dalam memberikan kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor. Dalam penjelasannya, faktor agunan merupakan salah satu parameter penilaian keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor, sehingga pihak galangan kapal tersebut di atas harus menyertakan obyek jaminan sebagai agunan kepada pihak bank agar dapat memperoleh pembiayaan proyek. Dalam hal ini pihak galangan kapal sudah diberi Standby L/C oleh pihak

6 A. Hamzah dan Senjun Manullang, Lembaga Fiducia dan Penerapannya di Indonesia, Indhill-Co,

(12)

pemesan kapal sebagai jaminan bahwa pihak pemesan kapal akan membayar kepada pihak galangan pada saat kapal telah selesai dibangun dan diserah-terimakan.

Dalam perspektif hukum perbankan, istilah jaminan ini dibedakan dengan istilah agunan. Arti jaminan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, dalam penjelasan Pasal 8 ayat (1) menyatakan sebagai berikut yaitu : ”keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan”. Sedangkan istilah agunan dalam ketentuan Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, diartikan sebagai berikut : ”Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”. Dengan demikian berarti, istilah agunan sebagai terjemahan dari istilah collateral merupakan bagian dari istilah jaminan pemberian kredit. Artinya pengertian jaminan lebih luas daripada pengertian agunan, dimana agunan berkaitan dengan barang, sementara jaminan tidak hanya berkaitan dengan barang, tetapi berkaitan pula dengan Character, Capacity, Capital dan Condition of economy dari nasabah debitur yang bersangkutan.

Dari perumusan pengertian jaminan di atas, dapat disimpulkan bahwa jaminan itu suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa

(13)

kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akibat dari suatu hubungan utang piutang. Kebendaan tertentu diserahkan debitur kepada kreditur dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang diberikan kreditor kepada debitur sampai debitur melunasi pinjamannya tersebut. Apabila debitur wanprestasi, kebendaan tertentu tersebut akan dinilai dengan uang, selanjutnya akan dipergunakan untuk pelunasan seluruh atau sebagian pinjaman atau utang debitur kepada kreditornya. Dengan kata lain, jaminan disini berfungsi sebagai sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi7.

Penggunaan Standby L/C dalam sistem pembayaran sangat jarang diterapkan oleh pelaku bisnis lokal, hal ini terjadi karena para pelaku bisnis lokal kurang familiar dengan penggunaan Standby L/C, selain itu masyarakat mungkin masih meragukan kemampuan payable dari Standby L/C tersebut, hal ini bertolak belakang dengan pelaku bisnis di negara-negara maju yang lebih sering menggunakan Standby L/C untuk menjamin kewajiban pembayaran kepada pihak ketiga.

Menurut ISP 98 fungsi Standby L/C disebutkan sebagai berikut :

”Standbys are issued to support payment, when due or after default, of obligations based on money loaned or advanced, or upon the occurence or non occurence of another contingency”. Penerbitan Standby L/C oleh pihak pemohon (applicant) dengan pihak bank penerbit dapat didasarkan pada peraturan internasional yang ada, peraturan internasional tentang Standby L/C

(14)

dapat didapat dari : Uniform Customs and Practice (UCP 600) atau

International Standby Practices 98 (ISP 98), keduanya diterbitkan oleh

International Chamber of Commerce (ICC).

1.2 Rumusan Masalah

Atas dasar latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas lebih lanjut dalam tesis ini adalah mengenai aspek hukum penggunaan Standby L/C dalam transaksi internasional sebagai berikut : 1. Apakah Standby L/C yang diterbikan oleh bank memiliki nilai

ekonomis?

2. Apakah Standby L/C dapat menjadi obyek jaminan fidusia untuk mengamankan pemberian kredit oleh bank?

1.3 Tujuan Penulisan Tesis

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan utama dalam penulisan tesis ini adalah

a. Untuk mengkaji aspek hukum yang berkaitan dengan penggunaan

Standby L/C sebagai salah satu alternatif cara pembayaran dalam transaksi perdagangan internasional.

b. Untuk mengkaji kegunaan fasilitas Standby L/C selain sebagai alat pembayaran.

(15)

1.4 Manfaat Penulisan Tesis

Penulisan tesis ini diharapkan menjadi kajian lebih mendalam guna menunjang pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum perdagangan internasional terutama yang berhubungan dengan ekspor-impor barang dengan menggunakan L/C sebagai alat pembayaran dalam perdagangan internasional. Disamping itu diharapkan pula, tesis ini dipergunakan sebagai acuan bagi para pengusaha nasional baik eksportir maupun importir dalam melakukan perdagangan internasional berkaitan dengan cara pembayaran dan pembiayaan.

1.5 Kajian Pustaka

Dasar Hukum Letter of Credit

Dasar hukum penggunaan Letter of Credit di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa, namun belum ada ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 yang secara rinci mengatur L/C. Sesuai kenyataan dalam praktek perbankan di Indonesia, ketentuan UCP untuk mengatur L/C telah digunakan, dan Bank Indonesia mendukung pelaksanaan penggunaan UCP sebagai ketentuan L/C.

Ramlan Ginting8 dalam bukunya Letter of Credit, Tinjauan Aspek

Hukum dan Bisnis, menyampaikan kutipan pendapat Herbet A. Getz dan C.F.G. Sunaryati Hartono. Menurut Herbet A. Gelz, Sarjana Amerika,

8 Ramlan Ginting, Ibid., h.18

(16)

menyatakan bahwa UCP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (force of law). UCP merupakan kompilasi kebiasaan dan praktik internasional mengenai L/C. Tetapi, UCP diberlakukan secara sukarela di lebih 160 negara. C.F.G Sunaryati Hartono berpendapat bahwa UCP dapat dikatakan merupakan hukum kebiasaan yang berlaku secara internasional

Bank lndonesia dalam Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 mengatur bahwa L/C yang diterbitkan bank devisa (bank umum) boleh tunduk atau tidak pada UCP.

Dalam hal L/C ingin tunduk pada UCP, maka agar UCP mempunyai kekuatan hukum mengikat atas L/C, bank penerbit harus melakukan suatu tindakan dengan mencantumkan suatu klausul dalam L/C yang menyatakan bahwa L/C tunduk pada UCP. Hal itu diatur dalam Pasal 1 UCP 600 sebagai berikut : "The Uniform Customs and Practice for Documentary Credits, 2007 revision, ICC Publication No.600, are rules that apply to any documentary credit (including, to the extent to which they may be applicable, any standby Letter of Credit) when the text of the credit expressly indicates that it is subject to these rules. They are binding on all parties thereto unless expressly modified or excluded by the credit."

UCP 600 yang diterbitkan oleh International Chamber of Commerce

(ICC) bukanlah satu-satunya sumber hukum internasional tentang L/C, terdapat beberapa variasi peraturan yang dapat dipilih, misalnya peraturan tentang Standby L/C, selain UCP 600 terdapat beberapa peraturan yaitu :

(17)

Article 5 Uniform Commercial Code (UCC) dan United Nations Convention on Independent Guarantees and Stand-by Letters of Credit (CIGSLC).

Sumber hukum lainnya adalah hukum kebiasaan intemasional, putusan pengadilan dan peraturan perundang-undangan. Pihak bank di Indonesia sering menggunakan UCP karena keberadaan UCP telah diterima secara internasional. Ketentuan-ketentuan UCP pun boleh tidak diikuti seluruhnya atau sebagian oleh para pihak dalam L/C. Para pihak dapat mengatur sendiri beberapa klausul dalam L/C sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak jual beli (Sales Contract). Pernyataan tegas para pihak dalam L/C berlaku sebagai hukum bagi para pihak. Hal demikian itu sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 BW. Asas kebebasan berkontrak berlaku bagi L/C karena L/C itu sendiri merupakan kontrak, sehingga apabila L/C tidak tunduk pada UCP hal demikian juga tidak membuat L/C tersebut menjadi dapat dibatalkan atau batal demi hukum.

Jenis Standby L/C merupakan L/C yang digunakan sebagai alat penjaminan atau sering disebut juga Guarantee L/C. Standby L/C harus memuat persyararan minimal yaitu bersifat tidak dapat diubah atau dibatalkan, keterikatan bank penerbit untuk membayar atas pengajuan keterangan atau pernyataan yang menyatakan wanprestasi, tanggal jatuh tempo masa berlaku dan pernyataan tunduk pada UCP. Hakikat Standby L/C

adalah bahwa bank penerbit bersiap-siap untuk melaksanakan kewajibannya dalam hal pemohon wanprestasi. Selain Standby L/C menjamin pelaksanaan

(18)

kewajiban pembayaran, Standby L/C juga menjamin kewajiban lainnya yang diperjanjikan dalarn kontrak dalam hal terjadi wanprestasi seperti tidak dipenuhinya kualitas barang atau jadwal waktu pengiriman barang, dan dapat digunakan sebagai jaminan pelaksanaan (performance guarantee) secara tidak terbatas.

1.6 Metode Penelitian

a. Pendekatan Masalah

Penulisan tesis ini dilaksanakan dengan menggunakan metode pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku (Statue approach) dibidang hukum perikatan, hukum perbankan, hukum jaminan dan hukum internasional mengenai Pelaksanaan Ekspor Impor melalui Letter of Credit.

b. Sumber Bahan Hukum

Sebagai kegiatan kajian hukum normatif, maka bahan yang akan dianalisis adalah merupakan bahan hukum yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hukum perikatan, hukum perbankan, hukum jaminan dan hukum internasional mengenai Pelaksanaan Ekspor Impor melalui Letter of Credit, serta berbagai keputusan-keputusan/surat edaran Direksi Bank Indonesia yang berkaitan dengan Letter of Credit. Sedangkan bahan hukum sekunder terdiri atas literatur, artikel, dokumen, kamus hukum, dan lain lain yang berkaitan dengan jaminan dan

(19)

Letter of Credit serta berkaitan dengan permasalahan dalam penulisan tesis ini.

c. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Bahan

Hukum Bahan-bahan hukum yang diperoleh di inventarisasi, kemudian terhadap bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan dilakukan identifikasi untuk digunakan sebagai bahan analisis.

Bahan-bahan hukum tersebut akan dianalisis secara sistematis sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh tentang konsep penggunaan

Standby L/C dalam transaksi ekpor dikaitkan dengan fungsi atau kegunaan

Standby L/C menurut UCP 600 dan ISP 98, serta analisis pembiayaan proyek yang menggunakan Standby L/C sebagai agunan pemberian kredit pada bank. Berdasarkan penelitian dan analisis yang dilakukan akan dapat ditarik kesimpulan dan saran-saran yang dipandang bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum dan para pengusaha yang bergerak dalam ekspor – impor. d. Sistematika Penulisan Tesis

Dalam penulisan tesis ini, untuk pembahasan yang sistematis dan menyeluruh, maka tesis ini dibagi menjadi empat bab dan masing-masing bab terdiri dalam beberapa sub bab yang satu sama lain saling berkaitan, sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, merupakan pengantar awal dari keseluruhan bab yang ada dalam tesis ini sehingga dapat memperjelas pembahasan-pembahasan dalam bab-bab selanjutnya, bab ini meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan Tesis, dan Manfaat Penulisan

(20)

Tesis agar penulisan tesis ini mengarah pada hal-hal yang dimaksud, serta Kajian Pustaka sebagai kerangka dan landasan penelitian.

Bab II menguraikan dan memperjelas tentang peraturan internasional yang mengatur tentang Standby L/C, juga dijelaskan tentang nilai ekonomis

Standby L/C tersebut sebagai alat pembayaran maupun alat jaminan. Dari pembahasan yang terdapat dalam Bab II ini, diharapkan akan diperoleh pemahaman tentang manfaat Standby L/C.

Setelah dijelaskan mengenai Standby L/C menurut peraturan-peraturan internasional dan nilai ekonomisnya sebagai agunan, maka dalam bab III diuraikan tentang lembaga jaminan yang dapat mengikat Standby L/C. Dari pembahasan yang diuraikan dalam bab III ini, diharapkan akan diperoleh jawaban dari permasalahan kedua yang dikemukakan dalam tesis ini.

Bab IV Penutup, berisi kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebelumnya serta alternatif penyelesaian yang sesuai dengan permasalahan penelitian ini, yang dituangkan dalam sub bab saran.

Referensi

Dokumen terkait

Engaged, informed, and empowered store associates are more productive and customer-focused—delivering improved shopper satisfaction and increased sales.. 73% of shoppers

Nanoenkapsulasi sendiri merupakan suatu proses penyalutan partikel padatan berukuran mikron, droplet cairan, atau gas dalam suatu kulit penyalut yang inert, untuk

Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan tentang logat bahasa yang selalu dipakai para preman dalam adegan Tayangan Sketsa menujukan jumlah responden terbanyak

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa peranan masa kerja terhadap perla- kuan pemberian cerita sukses organisasi melalui metode storytelling untuk mening- katkan

Tidak adanya alasan tertentu dalam memberikan nama toko pun didasari oleh beberapa pendapat seperti pemilik toko tidak mengetahui secara detail dari pertimbangan pendiri

Penyusunan Rencana Kerja (RENJA) Tahun 2021 ini merupakan kewajiban bagi setiap Perangkat Daerah (PD) yang berfungsi sebagai pedoman/acuan kerja dan dokumen RENJA ini

KPR BRISyariah iB adalah Pembiayaan Kepemilikan Rumah kepada Perorangan untuk memenuhi sebagian atau keseluruhan kebutuhan akan hunian dengan menggunakan prinsip

Karena Allah ada sebagai persekutuan tiga Pribadi ilahi memberikan diri mereka sepenuhnya satu sama lain, pria dan wanita (yang diciptakan menurut gambar Allah Tritunggal)