• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Status Epileptikus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Status Epileptikus"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS EPILEPTIKUS

I. PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. 1

Epilepsi (yang disebut juga “kejang ayan”) ditandai dengan aktivitas berlebihan yang tidak terkendali dari sebagian atau seluruh sistem saraf pusat. 2

Dua puluh sampai tiga puluh persen pada orang dewasa dengan diagnosa epilepsi akan datang dengan status epilepsi. 3

Status epileptikus merupakan kedaruratan medis karena bila tidak ditangani, maka anoksia yang terjadi bisa menyebabkan kerusakan otak permanen yang berhubungan dengan resiko yang tinggi untuk terjadi kecatatan dan kematian. 3,4

II. DEFENISI

Status epileptikus (SE) didefinisikan sebagai bangkitan yang berulang kali atau berkepanjangan, berlangsung lebih dari 30 menit, tanpa diselingi pemulihan kesadaran diantara bangkitan-bangkitan yang terjadi. Definisi tadi pada tahun 1999 mulai dikritik karena waktu 30 menit dianggap terlalu lama. Revisi yang diusulkan, sebagai suatu definisi operasional adalah sebagai berikut: status epileptikus yaitu konvulsi yang terjadi pada orang dewasa dan anak yang lebih dari 5 tahun yang berlangsung selama 5 menit atau lebih lama, atau, dua atau lebih bangkitan epilepsi dimana kesadaran diantara bangkitan-bangkitan tidak pulih secara sempurna. 2,3

III. EPIDEMIOLOGI

Status epileptikus merupakan masalah kesehatan umum yang diakui meningkat akhir-akhir ini terutama di Negara Amerika Serikat. Ini berhubungan dengan mortalitas yang tinggi dimana pada 152.000 kasus yang terjadi tiap tahunnya di USA menghasilkan kematian. 5 Begitu pula

dalam praktek sehari-hari status epileptikus merupakan masalah yang tidak dapat secara cepat dan tepat tertangani untuk mencegah kematian ataupun akibat yang terjadi kemudian. 6

(2)

Paling tinggi terjadi pada umur 20 tahun pertama lalu menurun sampai umur 50 tahun dan meningkat lagi setelahnya terkait dengan kemungkinan terjadinya penyakit cerebrovaskular. Pada 75% pasien, epilepsi terjadi pada umur kurang dari 18 th. 6

IV. ETIOLOGI

Peningkatan neurotransmitter eksitatori (misal glutamate, asetilkolin) atau penurunan neurotransmitter inhibitori (contoh, asam gamma-aminoburitik (GABA)) dapat menyebabkan kejang berkelanjutan yang diikuti dengan kematian neuron (sel saraf). 7

Penyebab status epileptikus dengan disertai gangguan kejang yang mendahuluinya disebabkan karena ketidakpatuhan pada pengobatan dan efek tambahan alkohol. Sedangkan yang tidak ada gangguan kejang yang mendahuluinya yaitu disebabkan oleh trauma, infeksi (meningitis, ensefalitis, abses), tumor, stroke, metabolik, hipoksia, atau overdosis obat terkait dengan alkohol. erlangga, UGM

V. DIAGNOSIS

Status epileptikus (SE) merupakan kondisi darurat medis yang dapat menyebabkan kesakitan (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) yang bermakna. 3

Terdapat dua jenis status epileptikus: status epileptikus konvulsif dan status epileptikus non konvulsif. Kejang tonik-klonik pada status epileptikus konfulsif menandakan keberlanjutan aktivitas kejang. Hal ini tidak terjadi pada status epileptikus non konvulsif. Para pasien ini mungkin membentuk sampai 10% dari semua pasien status epileptikus yang dirawat di unit perawatan intensif. Tidak ada tanda klinis kejang yang menandai status epileptikus tipe ini, tetapi pasien tetap tumpul atau tidak sadar selama lebih dari 30 menit setelah kejang tonik klonik yang nyata telah berhenti. Keadaan komatosa ini sering disangka disebabkan oleh efek sedative obat-obat yang diberikan selama keadaan keadaan kejang. 7

Satu-satunya alat untuk mendiagnosis status epileptikus non konvulsif adalah elektroensefalogram. Karena sering salah diagnosis maka angka kematian sangat tinggi. 7

(3)

Diluar serangan, penderita dalam keadaan sehat. Jika penderitanya dating diluar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakan diagnosis penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita dan orang yang menyaksikan (alloanamnesa). 8

Klasifikasi status epileptikus 1 Status epileptikus pada neonates - Status epileptikus neonates

- Status epileptikus pada sindrom epilepsy neonates spesifik - Spasmus infantile

- Status epileptikus demam

- Status epileptikus pada sindrom epilepsy parsial anak-anak benigna - Status epileptikus pada epilepsy mioklonik-astatik

- Status epileptikus elektrik selama slow wave - Sindrom Landau-Kleffner

Status epileptikuspada anak dan dewasa 1

- Status epileptikus tonik klonik

- Status epileptikus lena

- epilepsia partialis continua

- Status epileptikus dalam koma

- Status epileptikus bentuk khusus pada retardasi mental

- Sindrom Status epileptikus partial sederhana

- Status epileptikus parsial sederhana

- Status epileptikus parsial kompleks

- Status epileptikus non-konvulsif sederhana

Status epileptikus pada lanjut usia 1

- Status epileptikus de novo lena dan lanjut usia

VI. PATOFISIOLOGI

Epilepsi adalah manisfestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun dengan gajala tunggal yang khas yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan.9

Selama SE, sistem GABA tidak berfungsi menghambat serangan kejang. Terdapat bukti bahwa reseptor GABAA mengalami perubahan/termodifikasi selama SE sedemikian rupa sehingga meyebabkan kejang yang menetap. Namun, tampaknya tidak mungkin jika satu-satunya mekanisme untuk SE adalah akibat ketiadaan GABA semata. 7

(4)

Terdapat dua fase pada GCSE (Status Epileptikus Kejang Umum). Selama fase I, masing-masing serangan kejang menimbulkan peningkatan bermakna dalam kadar plasma epinefrin, norepinefrin dan steroid yang dapat menyebabkan hipertensi, takikardia dan aritmia jantung. Asidosis, hipotensi, syok (renjatan), rhabdomyolisis, hiperkalemia sekunder dan nekrosis tubuler akut dapat terjadi kemudian. 7

Fase II dimulai 60 menit dalam serangan kejang dan pasien mulai tidak dapat mengkompensasi. Pasien mungkin mengalami hipotensi dan aliran darah otak mungkin terkompensasi. Glukosa bisa saja normal atau menurun dan hipertermia, gangguan pernafasan, hipoksia dan gagal nafas terjadi. 7

Pada serangan kejang yang diperpanjang, aktivitas motorik mungkin terhenti, tetapi kejang elektrik dapat menetap. 7

VII. PENATALAKSANAAN

Tujuan dari terapi ini adalah (1) stabilitas pasien (misal menjaga oksigenasi yang memadai agar fungsi kardiorespiratori tetap baik dan penatalaksanaan komplikasi sistemik), (2) diagnosis yang tepat mengenai subtipe dan identifikasi faktor pemicu, (3) menghentikan aktivitas alat bantu klinis dan elektrik secepat mungkin, dan (4) mencegah kekmbuhan kejang. 7

Tata laksana dapat dibagi menjadi tiga komponen : - Tindakan resusitasi segera airway, breathing, circulation - Pengendalian kejang

- Identifikasi (dan pengobatan) penyebab yang mendasari 2

Pengendalian kejang selanjutnya dibagi lagi berdasarkan tahap klinisnya: - Fase Pramonitor- diazepam (10-20 mg) bisa diberikan secara

intravena atau rectal, diulangi sekali lagi 15 menit selanjutnya bila status epileptikus berlanjut mengancam jiwa. Alternatifnya, bolus intravena klonazepam (1-2 mg) dapat diberikan. 2

- Status awal- saat ini benzodiazepine yang lebih dipilih adalah lorazepam intravena (biasanya bolus 4 mg), dan bila perlu diulang satu kali setelah 10 menit. 2

- Status menetap- bolus fenobarbital (10mg/kg; 100mg/menit) dan/atau infuse fenintoin (15 mg/kg :50 mg/menit, dengan pemantauan EKG).

(5)

Meskipun benzodiazepine (misalnya klonazepam, 0,5 – 1,5 mg/jam) memiliki resiko kecil terjadinya depresi pernapasan, namun kontrol perlu dicapai segera sementara fenintoin sedang diberikan. 2

- Status refrakter – bila kejang berlanjut lebih dari 30 menit dengan tindakan diatas, maka dilakukan anesthesia umum menggunakan tiopenton (bolus intravena selanjutnya dengan infuse). Ventilasi buatan biasanya dibutuhkan. Dosis anestesik tidak boleh diturunkan sampai paling tidak 12 jam setelah kejang terakhir (yang mungkin membutuhkan pemantauan EKG bila pasien diberi vantilasi dan dilumpuhkan dengan relaksan otot. 2

5

Perawatan sebelum ke RS

 Pantau tanda vital (nadi, nafas, dll)  Pertimbangkan diazepam PR (0,5

mg/kg/dosis sampai 10-20 mg) atau midazolam IM (0,1-0,2 mg/kg)

 Bawa ke RS jika kejang terus terjadi Pemeriksaan Laboratorium  Darah lengkap dengan hitung

jenis

 Profis kimia darah (elektrolit, glukosa, fungsi hepar dan ginjal, kalsium, magnesium)  Gas darah arterial

 Kultur darah

 Kadar serum antikonvulsan  Skrining kadar urin alcohol/ Perawatan awal di RS

 Kajilah dan control fungsi jalan nafas serta jantung :pulse oxymetry

 100% oksigen  Gunakan kateter

 Jika tidak dapat akses iv dan pasien > 6 tahun berikan secara intraosseous  Mulailah pemberian cairan IV  Tiamin 100 mg (dewasa)  Prisoksin 50-100 mg (bayi)

 Glukosa (dewasa : 50 ml dari cairan 50%; anak :0-0,25-0,5 g/kg)

 Nalokson 0,1 mg/kg jika dicurigai overdosis narkotika

 Antibiotic, jika dicurigai infeksi Status awal

0-10 menit

 Lorazepam (4 mg dewasa; 0,03-0,1 mg/kg dengan laju 2 mg/menit) dapat diulang jika tak ada respon dalam 10 sampai 15 menit

 Terapi tambahannmungkin tidak diperlukan jika kejang berhenti dan penyebabnya dapat diketahui

(6)

Gambar Algoritme Penatalaksanaan Status Epileptikus Kejang Umum (GCSE)7

VIII. PROGNOSIS

Meskipun secara statistik didapatkan hasil yang tidak signifikan, peneliti mengamati terdapat keburukan pada status epileptikus dan hal ini ditentukan dari bagaimana treatmen dilakukan yanga akan meimulkan resiko untuk akan terjadi serangan ulang. 10

Komplikasi yang bisa timbul dari status epileptikus termasuk disfungsi jantung atau paru-paru, perubahan metabolik, peningkatan suhu tubuh, dan akhirnya, cedera otak ireversibel. 11

Angka kematian penderita status epileptikus tetap tinggi, sekitar 22 % sampai 25 %, walaupun dengan terapi obat secara invasif. Aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit dan usia lanjut adalah faktor yang berperan memperburuk prognosis. 11

Kematian pada status epileptikus disebabkan oleh hiperpireksia dan ostruksi respirasi, aspirasi muntahan, dan kegagalan mekanisme kompensasi dan regulatorik. 11

6

Tahap status Established/Menetap (30-60 menit) Kejang berlanjut

 Tambahkan dosis kecil fenintoin ataupun fosgenintoin FE* (setara dengan fenintoin) dapat diberikan, jika pasien tidak menunjukkan respon

 Fenobarbital* 15-20 mg/kg dengan laju 100 mg/menit pada dewasa dan 30 mg/menit pada bayi dan anak *

Tahap Status Refrakter/ Membandel (>60 menit) Kejang klinis atau elektrik berlanjut:

 Tambahan fenobarbital* 10 mg/kg: 10 mg/kg dapat diberikan setiap jam sampai jenag berhenti atau

 Valproat 20 mg/kg diikuti dengan 1-4 mg/kg/jam atau  Anastesi umum dengan salah satu dari obat berikut:

Midazolam 2 mg/kg bolus diikuti dengan 50-500 mcg/kg/jam

Phenobarbital 15-20 mg/kg bolus selama 1 jam, lalu 1-3 mg/kg/jam untuk

mempercepat supresi pada EEG, jika terjadi hipotensi, perlambat laju infuse atau mulailah pemberian dopamine atau propofol 1-2 mg/kg bolus diikuti dengan 2-10 mg/kg/jam

(7)

Mobiditas pada anak yang usianya lebih dari 15 tahun lebih rendah. Pada anak-anak yang mengalami status epileptikus kejang tonik klonik umu, akan terdapat sekuele pada 9% kasus. Diantaranya 59 % sekuele atau gejala sisa pada motoriknya, 29% pada motorik dan kognitifnya, ada 13 % hanya pada kognitifnya. 12

IX. KESIMPULAN

Status epileptikus merupakan keadaan darurat medis neurologis.

Complications that could arise from status epilepticus include dysfunction of the heart or lungs, metabolic changes, an increase in body temperature, and ultimately, irreversible brain injury.Status epileptikus (SE) adalah “serangan

kejang berulang tanpa disela suatu periode sadar sebelum serangan kejang berikutnya” atau “serangan kejang yang berlangsung selama lebih dari 5 menit, dengan ataupun tanpa gangguan kesadaran”.

Terdapat dua jenis status epileptikus: status epileptikus konvulsif dan status epileptikus non konvulsif.

Satu-satunya alat untuk mendiagnosis status epileptikus non konvulsif adalah elektroensefalogram. Karena sering salah diagnosis maka angka kematian sangat tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. Epilepsy edisi 2. Status epileptikus. Jogjakarta : UGM Press : 2007 : hal 177-92

2. Arthur C Guyton M D. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Sistem Saraf. Jakarta:ECG : 2004 hal 782

3. Guidelines for management of Epylepsy in India. Status Epileptikus. Review artikel. New England Journal of Medicine.

4. Ginsberg Lionel. Neurologi edisi delapan. Kedaruratan Neurologis. Jakarta : Erlangga : hal 191-2

5. Lowenstein HD, Alldredge BK. Status Epileptikus. 1998. Review artikel: The new England Journal of Medicine hal 970-6

6. Bahan kuliah : status epileptikus dan koma

7. Elin Yulianah , dkk. Iso Farmakoterapi. Status epileptikus. Jakarta : ISFI. 594-612

8. Lumbantobing S M. neurologi Klinik Pemeriksaan fisik dan Mental. Anamnesis. Jakarta: FK UI hal: 2

(8)

9. Mardjono Mahar, Priguna Sidharta. Neurologi Dasar Klinis. Dasar-dasar pemeriksaan neurologik khusus. Jakarta : Dian Rakyat : 2002 hal 439-450 10. Andrea O, Rosetti, dkk. Management and prognosis of status epilepticus according to hospital setting: a prospective study. Original Article. Swiss Med Wkly 2009 ; 139 (49-50): 719-723

11. Sylvia Anderson dan Lorraine Mc carty. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Gangguan Kejang. Jakarta : ECG : 2006 hal 1161-1164

12. Pramono Ardi, dr M.kes Sp.An. Status Epileptikus dan Anastesi. Artikel ilmiah download: 18 Maret 2012. http : //www.authorstream.com /presentation/monoardi-1161128-epilepsi-dan-anastesi/

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini meyatakan bahwa : Rahayu Iriani Sari 110 208 122 Anna Satria 110 207 061 Allen Aditya C 111 08 270

Telah menyelesaikan referat dengan judul Status Epileptikus dalam rangka menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Neurologi Fakultas Kedoteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Maret 2012

Supervisor Pembimbing

(dr. Louis Kwandou, Sp.S (K)) (dr. Evita Rosada Lili Santoso)

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

I. PENDAHULUAN ………. 1 II. DEFINISI ……….. 1 III. EPIDEMIOLOGI ……… 1 IV. ETIOLOGI ……….. 2 V. DIAGNOSIS ………. 2 VI. PATOFISOLOGI ………... 4 VII. PENATALAKSANAAN ……… 4 VIII. PROGNOSIS ………. 7 IX. KESIMPULAN ………. 7 X. DAFTAR REFERENSI ……… 8

BAGIAN NEUROLOGI REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MARET, 2012

3 iii

(10)

REFERAT: STATUS EPILEPTIKUS

OLEH:

RAHAYU IRIANI SARI

110 208 122

ANNA SATRIA

110 207 061

ALLEN ADITYA

C 111 08 270

PEMBIMBING:

dr. EVITA ROSADA LILI SANTOSO

SUPERVISOR:

dr. LOUIS KWANDOU, Sp.S (K)

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2012

Referensi

Dokumen terkait

1. %!rak &!r'indah !'a 'ada h!*an dis!&u....a. +,k,,si -. ria&ilias &. Ak,,dasi d. ng!si !.

 Sistem Pakar yang dibuat dapat membantu para pakar yaitu bidan/dokter kandungan dalam mendiagnosa gangguan yang terjadi pada masa kehamilan yang diakibatkan

Kecamatan Sumbawa merupakan salah satu dari 24 Kecamatan yang ada dalam wilayah Kabupaten Sumbawa yang memiliki proporsi wilayah sebesar 6,63 persen dari seluruh

), dan proses tempering pada temperatur rendah, umumnya diterapkan untuk mendapatkan kombinasi yang baik dari kekuatan dan ketangguhan. Terdapat beberapa studi

Jadi menurut analisa penulis dari penelitian ini adalah lafadz yang dipratekkan masyarakat Jorong Kinawai Nagari Balimbing dalam perjanjian antara pemilik

Munandar (2001) memberikan pengertian yang lebih rinci bahwa ilmu psikologi I/O adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam perannya sebagai tenaga

Kondiloma akuminata (KA) adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh virus papiloma humanus (VPH) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan

Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang, cara seseorang berespons terhadap