• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Perlindungan Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Perlindungan Anak"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

 D  Diitteerrbbiittkkaann::KKaammiiss,,2222JJaannuuaarrii220011552211::4444  D  DiittuulliissoolleehhMMuulliiyyaawwaann A Annaakkaaddaallaahh bbaaggiiaann yyaannggttiiddaakktteerrppiissaahhkkaann ddaarriikkeebeberrllaannggssuunnggaann hhiidduuppmamannuussiiaaddaann keber

keberllangsungaangsungan n sebuah sebuah bangbangsa sa dan dan neganegarra. a. AAgar gar kelkelak ak mmamampu pu berberttangganggung ung jjawawabab da

dallam am kebekeberrllanangsungsungagan n babangngsa sa dadan n nenegagarra, a, setsetiiap ap ananak ak peperrllu u mmenendadapapat t peperrlliindndunungagann dan

dan kesemkesempatpatan an yang yang selseluas-uas-lluasnya uasnya untuntuk uk ttumumbuh buh dan dan berberkemkembanbang g secarsecara a optoptiimmalal b

baaiikkfifissiikk,,mmeennttaall,,mmaauuppuunnssoossiiaall..UUnnttuukkiittuu,,ppeerrlluuddiillaakkuukkaannuuppaayyaa ppeerrlliinndduunnggaannuunnttuukk m

mewewujujudkan udkan kkesejesejahtahtereraan aan anak anak dengadengan n mmememberberiikan kan jjamamiinan tnan tererhadahadap p pempemenuhaenuhann ha

hakk--hhaakknnyyaattaannppaa aaddaannyyaappeerrllaakkuauann ddiisskkrriimmiinnaattiiff..DDaallaamm hhaallmemennjjaammiinn sseeoorraangng aannaakk aga

agar r kkehiehidupdupannannya ya bibisa sa berberjjalalan an dendengan gan nornormmalal, , mmaka aka negnegarara a ttelelah ah mmememberberiikankan payung

payung hukum hukum yyakni akni UUndang-ndang-UUndang ndang NNomomor or 23 Tahun 23 Tahun 2002 2002 ttententang ang PPererlliindunganndungan A

Ananak. k. NNamamun un seiseirriing ng beberrjjalalanannya nya wwaktaktu, u, papada da kenyatkenyataaaannya nnya unundadangng--unundadang ng tterersebusebutt di dirraassaabbeelluumm ddaappaattbbeerrjjaallaann sseeccaarraaeeffeekkttiiffkkaarreennaammaassiihhaaddaannyyaattumumppaanngg ttiinnddiihhaannttaarr pe perraattuurraann ppeerruunnddaanngg--uunnddaannggaann sseekkttoorraalltteerrkkaiaittddeenngganan ddeefifinniissiiaannaakk,,didissiissiillaaiinn m maarraakknnyyaakkeejjaahhaattaanntteerrhhaaddaappaannaakkddiitteennggaahh--tteennggaahhmmaasysyaarraakkaatt,,ssaallaahhssaattuunnyyaaaaddaallaahh kej kejaahhaattaann sseekkssuuaallyyaangngssaaatatiinniibbaannyyaakkddiillaakkuukkaann oolleehh oorraanngg--oorraannggddeekkaattssaannggaannaakk,, se serrttaabbeelluumm tteerraakkoommooddiirrnnyyaappeerrlliinndduunnggaannhhuukkuumm tteerrhhaaddapapaannaakkppeennyyaannddaannggddiissaabbiilliittaas.s. S

Sehiehingga, ngga, berberdasardasarkan kan parparadiadigmgma a tterersebut sebut mmaka aka UUndang-ndang-UUndang ndang NNomomor or 23 23 TahunTahun 20

200022tteennttaannggPPeerrlliinndduunnggaannAAnnaakkyyaannggssaaaattiinniissuuddaahhbbeerrllaakkuu±±((kkuurraanngglleebbiihh))1122((dduuaa bel

belas) as) ttahuahun n aakhikhirrnya nya didiubaubah h dendengan gan UUndandang-ng-UUndandang ng NNomomor or 35 35 Tahun Tahun 2012014 4 ttententangang P

Pererubahan ubahan AAttas as Undang-Undang-UUndang ndang NNomomor or 23 23 Tahun Tahun 2002 2002 ttententang ang PerPerlliindungan ndungan AAnak,nak, yang

yang mmemempeperrttegegas as ttententanang g peperrllunya unya pepemmbeberratatan an sanksi sanksi pipidadana na dan dan dedendnda a babagi gi pepellakuaku kej

kejahahatatan an ttererhahadadap p ananak ak ttererututamama a kepakepada da kejkejahahatatan an seksual seksual yyanang g beberrttujujuauan n ununttukuk m

memembeberriikan kan efefek ek jjerera, a, sersertta a mmenendodorronong g adadanya anya llanangkagkah h konkrkonkriit t ununttuk uk mmememululiihkanhkan ke kemmbbaalliififissiikk,,ppssiikkiissddaannssoossiiaallaannaakk..HHaalltterersseebbuuttppeerrlluuddiillaakkuukkananuunnttuukkmmeennggaannttiissiippaassii an anaakk((kkoorrbbanan kkeejjaahhaattaann))ddiikkeemumuddiiaann hhaarriittiiddaakkmmeennjjaaddiippeellaakkuu kkeejjaahhaattaann yyaannggssaammaa.. K Kaarreennaabbeerrddasasaarrkkaann ffaakkttaayyaannggtteerruunnggkkaappppaaddaa ssaaaattppelelaakkuukkeejjaahhaattaann tteerrhhaaddaappaannaakk ( (tteerruuttaammaa ppeellaakkuu kkeejjahahaattaann sseekkssuuaall))ddiippeerriikkssaa ddiippeerrssiiddaannggaann,,tterernnyyaattaa ssaanngg ppeellaakkuu dul

dulunya unya jjuga uga perpernah nah mmengengalalamami i ((pelpelecehan ecehan seksseksualual) ) sewsewaktaktu u sang sang pelpelaku aku mmasiasihh ber

berusiusia a anak, anak, sehisehingga ngga sang sang pelpelaku aku ttererobsesi obsesi untuntuk uk mmelelakukan akukan hal hal yyang ang samsamaa seb

sebagagaiaimmanana a yanyang g pperernanah h ddiialalamamii..

U

Undanndang-g-UUndanndang g NNomomor or 35 35 Tahun Tahun 2014 2014 yang yang mmululai ai efefektektiif f berberllaku aku perperttanggaanggal l 1818 O

Oktktober ober 2014 2014 banybanyak ak mmengalengalamami peri perubahan ubahan ""parparadiadigmgma a hukhukumum"", di, diantantararanyanyaa m

(2)

daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua atau wali dalam hal penyelenggaran perlindungan anak,sertadinaikannyaketentuanpidanaminimalbagipelakukejahatan seksualterhadapanak,sertadiperkenalkannyasistem hukum baruyakniadanyahak restitusi.Dalam tulisaninipenulisakanmembahassecarasingkatbeberapaketentuan dalam undang-undangtersebutyangdianggap"paradigmabaru".

Tanggung Jawab Negara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Mengenai tanggung jawab negara, pemerintah dan pemerintah daerah dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 diatur dalam beberapa pasal yang diantaranya mewajibkan dan memberikan tanggung jawab untuk menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa,status hukum,urutan kelahiran,dan kondisifisik dan/atau mental,serta melindungi, dan menghormati hak anak dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan perlindungan anak. Kemudian dalam undang-undang ini pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan perlindungan anak di daerah yang dapat diwujudkan melalui upaya daerah membangun kabupaten/kota layak anak, serta memberikan dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Selain kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana di atas negara, pemerintah, dan pemerintahdaerahjugamenjaminperlindungan,pemeliharaan,dankesejahteraananak denganmemperhatikanhakdankewajibanorangtua,wali,atauoranglainyangsecara hukum bertanggung jawab terhadap anak, mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak, menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuaidenganusiadantingkatkecerdasananak,sertakewajibandantanggungjawab yangpalingpentingadalahmenyelenggarakanpendidikandasarminimal9(sembilan) tahun untuk semua anak dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan serta memberikan biaya pendidikan atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang tinggal didaerah terpencil. Semoga amanah besar yang diberikan oleh undang-undanginidapatdilaksanakanolehnegara,pemerintahdanpemerintahdaerah demi mewujudkan tanggung jawab dan kewajibannya terhadap anak yang merupakan generasibangsa.

(3)

Kewajiban dan Tanggung Jawab Masyarakat

Selaintanggungjawabnegara,pemerintahdanpemerintahdaerah,undang-undangini pun memberikan amanah, tanggung jawab dan kewajiban kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak boleh lagi berpangku tangan dan bermasa bodoh dalam hal perlindungan kepada anak, diantara kewajiban dan tanggung jawab masyarakat diantaranya adalah melakukan kegiatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraanperlindungananakyangdilaksanakan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan,akademisi,dan pemerhatianak.Sehingga dalam haliniorganisasi masyarakat, akademisi dan pemerhati anak sudah seharusnya turun langsung ke lapangan melakukan pencegahan dengan jalan banyak melakukan edukasi dalam hal perlindungankepadaanak,sehingga kasus-kasuskejahatan terhadapanak(terutama kejahatanseksual)yangakhir-akhirinibanyakmenghantuikitabisadiminimalisir.

Kewajiban dan Tanggung Jawab Orang Tua

Selain undang-undang ini memberikan kewajiban dan tanggung jawab kepada negara, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, undang-undang ini juga memberikan kewajiban dan tanggung jawab kepada orang tua dalam hal perlindungan kepada anak, mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak, menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya, mencegah terjadinya perkawinan padausiaanakdanmemberikanpendidikankarakterdanpenanamannilaibudipekerti pada anak. Karena pada kenyataannya orang tualah yang paling dekat dengan sang anak dalam kesehariannya yang secara langsung memantau pertumbuhan fisik dan psikis sang anak dan memantau pergaulan keseharian sang anak.

Kejahatan Seksual Terhadap Anak

Salah satu kejahatan terhadap anakyangmenjadiperhatian publikadalah kejahatan seksualyangakhir-akhirinibanyakterjadidisekelilingkita,bahkanterkadangdilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan sang anak yang selama ini kita tidak pernah sangka-sangka,sepertikejahatan seksualyang dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya (baik ayah kandung maupun ayah angkat), bahkan pada tahun 2014 ada kasus yang menggemparkan dunia pendidikan yakni adanya kejahatan seksual yang terjadi disalah satu sekolah yang konon kabarnya "bertaraf internasional" yang "diduga"

(4)

dilakukanoleh oknum pendidik,serta masih banyak kasuskejahatan seksuallainnya yangterjadidiberbagaipelosoknusantara.

Dahulu, kejahatan seksual terhadap anak dianggap tabu dan menjadi aib yang luar biasa,namun seiring berjalannya waktu dan kemajuan teknologi,kejahatan seksual terhadap anak sudah dianggap sesuatu hal yang tidak tabu lagi. Bahkan pelaku kejahatan seksual terhadap anak, adalah pelaku-pelaku yang mempunyai trauma masa lalu,tentumasihsegardalam ingatankitapelakukejahatan seksualpadatahun 1996 yangterjadidiJakartayangdilakukanolehRobotGedekyangmenyodomi8(delapan) orang anak dan selanjutnya membunuh anak-anak tersebut dan dari pengakuannya Robot Gedek mengaku puas dan merasa tak bersalah dan tidak takut masuk penjara apalagi dosa. Semua itu dilakukan demi kepuasaan seksnya dan ia mengaku pusing kepala apabila dalam sebulan tidak melakukan perbuatan tersebut (www.museum.polri.go.id).Dalam kasuslain yang tidak kalah hebohnya terjadipada tahun2014dimanajumlahkorbanpedofiliadenganpelakuAndriSobarialiasEmon,24 tahun, telah mencapai 110 anak (tempo.co), ternyata baik Robot Gedek dan Emon mempunyai trauma masa lalu dalam hal pelecehan seksual. Maraknya kasus-kasus kejahatan seksualtersebutmenjadiperhatian publik,sehingga publikpun mendesak supaya hukuman bagi pelaku kejahatan seksual lebih diperberat dan ketentuan minimalnyadinaikkan.

Dalam undang-undang perlindungan anak yang lama ancaman pelaku kejahatan seksualhanyadiancam denganpidanamaksimal15(limabelas)tahun,minimal3(tiga) tahun dan denda maksimal Rp300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan minimal Rp60.000.000,- (enam puluh juta rupiah), sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 diubah dengan ancaman pidana maksimal 15 (lima belas) tahun, minimal 5 (lima)tahun dan denda maksimalsebanyak Rp5.000.000.000,-(lima milyarrupiah). Yang lebih khusus dalam undang undang ini adalah jika pelaku pemerkosaan atau pencabulan dilakukan oleh orang tua,wali,pengasuh anak,pendidik,atau tenaga pendidikmakapidananyaditambah1/3(sepertiga).

Anak Penyandang Disabilitas

Dalam undang-undang ini juga sudah mengakomodir perlindungan hukum kepada anak -anakpenyandang"disabilitas".Istilah"disabilitas"mungkinmasihawam kitadengarapa yangdimaksuddengan"disabilitas".IstilahinimulaidikenaldalamConvention on The

(5)

Rights of Persons With Disabilities(CRPD). DalamCRPDtersebut, penyandang disabilitasdiartikan sebagaimereka yang memilikikerusakan fisik,mental,intelektual, atau sensorik jangka panjang yang dalam interaksinya dengan berbagai hambatan dapatmerintangipartisipasimereka dalam masyarakatsecara penuh dan efektif. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 lebih spesifik kepada pengertian anak penyandang disabilitas yaitu anak yang memilikiketerbatasan fisik, mental,intelektual,atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkanuntukberpartisipasipenuhdanefektifberdasarkankesamaanhak.

Sehingga, dengan berlakuknya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, diharapkan sudah memberikan perlindungan hukum, persamaan derajat anak penyandang disabilitasdengananak-anakyangnormal,dantidakadalagidiskriminasikepadaanak penyandang disabilitas. Dan hal tersebut merupakan tanggung jawab negara, pemerintah dan pemerintah daerah dalam memberikan fasilitas kepada anak-anak penyandang disabilitas, karena hal tersebut merupakan hak asasi anak-anak penyandangdisabilitas.

Restitusi

Hal yang sangat baru dalam sistem pemidanaan kita di Indonesia adalah adanya hak restitusidalam undang-undang ini.Mendengaristilah restitusimungkin kita belum mengertiapayangdimaksuddengan"restitusi"walaupunmengenairestitusiinisudah diaturdalam hukum positifkitadiIndonesia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia restitusi dapat berarti ganti kerugian, pembayaran kembali, pegawai berhak memperoleh pengobatan, penyerahan bagian pembayaran yg masih bersisa, sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak AsasiManusia yang Berat,restitusiadalah gantikerugian yang diberikankepadakorbanataukeluarganyaolehpelakuataupihakketiga,dapatberupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan,ataupenggantianbiayauntuktindakantertentu.

Berdasarkan gambaran tersebut di atas tentu kita sudah faham bahwa yang dimaksud dengan restitusi adalah adanya ganti rugi kepada korban. Dalam Undang-Undang

(6)

Nomor 35 Tahun 2014 masalah restitusi hanya di atur dalam satu pasal yakni pada Pasal 71 D yang menyebutkan bahwa:

(1) Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggung  jawab pelaku kejahatan;

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam penjelasan pasaltersebutdiatas yang dimaksud dengan "restitusi"adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilanyangberkekuatanhukum tetapataskerugianmateriildan/atauimateriilyang dideritakorbanatauahliwarisnya.Khususuntukanakyangberhadapandenganhukum yangberhakmendapatkanrestitusiadalahanakkorban.

Demikian tulisan ini, semoga memberikan gambaran baru kepada kita akan paradigma baru perlindungan kepada anak yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang selama ini belum diatur dalam aturan yang lama yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Penulis: Muliyawan, S.H., M.H., Hakim Pengadilan Negeri Palopo, artikel sama  pernah dimuat di surat kabar harian Palopo Pos

 Anak

adal

ah

amanah

dan

kar

uni

a

Tuhan

YME,

yang

dal

am

di

r

i

nya

mel

ekat

har

kat

dan mar

t

abat

sebagai

manusi

a

seut

uhnya

dan anak

bukanl

ah

mi

ni

at

ur

or

ang

dewasa

Disuatunegaratidakadasistem hukum yangbesifatabadi,sistem hukum tersebutakan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman (dinamika masyarakat). Jika suatu sistem hukum "dianggap" sudah tidak sesuai lagi dengan paradigma hukum yang berkembang dalam masyarakat maka sistem hukum tersebut haruslah diubah, itulah keunikan "hukum", akan selalu berubah seiring dengan perkembangan pola pikir masyarakatdisuatutempat.Haltersebutsesuaidenganbunyipepatahlatin"tempora

(7)

mutantur nos etmutamur in illis" (zaman berubah dan kita juga akan berubah bersamanya)dimanapepatahinipertamakalimunculdaribukuWilliam Harrisonyang berjudul"DescriptionofEngland"(1577.170).

Salah satu sistem hukum yang saat ini sudah berubah adalah sistem hukum peradilan pidana terhadapanak(sebagaipelaku).Kenapasistem hukum peradilan pidana anak berubah?Karenasistem peradilanpidanaanakyangduludiwakiliolehrezim Undang -Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dianggap sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai lagi dengan prinsip-prinsip dan semangat hukum yang berkembangdalam masyarakatkitasaatini,sehingga digantilahdenganrezim hukum yang baru dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang biasa disingkat dengan SPPA, yang secara resmi menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, maka terjadilah "era baru" perubahan paradigma hukum dalam peradilan pidana anak dari yang dulunya bersifat absolut dan masih menggunakan pendekatan paradigma hukum lama yang selalu mengedepankan bahwa setiap anak yang melakukan perbuatan (pidana) harus dibalas dengan hukuman yang setimpal atau kita kenal dengan istilah "hak untuk membalas secara setimpal" (ius talionis),dimana pendekatan tersebuttidak jauh berbeda dengan perlakuan terhadap orang dewasa yang melakukan tindak pidana, berubah dengan pendekatan sistem hukum yang lebih humanis yang lebih mengutamakan pendekatan keadilan restoratif(restorative justice) yang menurut Toni Marshaladalah "suatu prosesdimana semua pihakyang terlibatdalam suatu tindak pidana tertentu, secara bersama-sama memecahkan masalah bagaimana menangani akibat dimasa yang akan datang". Dalam Undang-Undang SPPA pendekatan keadilan restoratif(restorativejustice)dapatkitalihatdalam Pasal1angka(6)yangmenyebutkan "keadilan restoratifadalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku,korban,keluargapelaku/korban,danpihaklainyangterkaituntukbersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali kepada pada keadaan semula, dan bukanlah pembalasan.

Undang-UndangSPPA yangberlakuefektifsejaktanggal31Juli2014bertujuanuntuk menjaga harkat dan martabat anak dengan pendekatanrestorative justice, dimana

(8)

seorang anak berhak mendapatkan perlindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam sistem peradilan pidana.Oleh karena itu,SPPA tidakhanya ditekankan pada penjatuhan sanksipidana bagianakpelakutindakpidana,melainkanjuga difokuskan pada pemikiran bahwa penjatuhan sanksi dimaksudkan sebagai sarana mewujudkan kesejahteraananakpelakutindakpidanatersebut.Haldemikiansejalandengantujuan penyelenggaraanSPPAyangdikehendakiolehduniainternasional.

MenurutProf.Dr.LilikMulyadi,S.H.,M.H.(KetuaPengadilanNegeri/PerikananKlas1A Khusus Jakarta Utara) dalam makalahnya yang berjudul "Menyongsong berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, ProblemadanSolusinya", yang disampaikan dalam Seminar Hukum Nasional pada hari Selasa, 26 Maret 2013 di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, menyatakanbahwaapabiladitelusuri,alasanutamapenggantiUndang-Undangtersebut dikarenakan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena secara komprehensif belum memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Dikaji dari perspektifmasyarakatinternasionalterhadap perlindungan hak-hak anak,antara lain terlihatdariadanyaResolusiPBB 44/25–ConventionontheRightsoftheChild(CRC) (diratifikasi dengan Keppres Nomor 36 Tahun 1990), Resolusi PBB 40/33 –UN StandardMinimum RulesfortheAdministrationsofJuvenileJustice(TheBeijingRules), Resolusi PBB 45/113 –UN Standard fortheProtectionofJuvenileDeprived ofTheir Liberty, Resolusi PBB 45/112 –UN Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency(The Riyardh Guidelines) dan Resolusi PBB 45/110 –UN Standard Minimum Rules for Custodial Measures 1990(The Tokyo Rules). Hal demikian, didasarkan pada pemikiran bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah Bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting ini, hak anak telah secara tegas dinyatakan dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 hasil amandemen, dimana negara menjamin setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasandandiskriminasi.

Seorang anak (pelaku) yang diusianya yang masih sangat muda tetapi sudah berani melakukan perbuatan yang melanggar hukum (melakukan tindak pidana), pada

(9)

dasarnyaanaktersebutbukanlahseoranganakyang“jahat”sehinggakitatidakboleh terlalucepatmemberikanlabelkepadaanaktersebutsebagaiseorang"penjahat"atau labelapasajayangbisamembuatanaktersebuttidaknyamandalam berinteraksisosial, karena pada dasarnya anak tersebut adalah korban dari sebuah sistem sosial yang diakibatkanolehbeberapafaktorsepertifaktorlingkungandansosialyangtidaksehat, terpengaruh dengan budaya konsumerisme, serta tidak adanya panutan yang positif dalam keluarganya(broken home)yangbisadijadikanpanutansianakdalam menjalani kehidupannya. Dan faktor-faktor tersebutlah membuat si anak yang merasa mulai terkucilkandandiasingkanolehlingkungansosialnyamengambiljalanpintasuntukeksis dengan melakukan berbagai macam tindak pidana, seperti bergabung dengan t eman-temannya (yang merasa senasib) membuat suatu komunitas misalnya membentuk "komunitasgengmotor".Jauhsebelumnyahaltersebutsudahpernahdikemukukanoleh salah seorang maha guru hukum pidana yang bernama Separovic yang menyatakan, bahwa: "Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan yaitu (1) faktor personal,termasuk didalamnya faktorbiologis(umur,jeniskelamin,keadaan mental danlain-lain)danpsikologis(agresivitas,kecerobohan,danketerasingan),dan(2)faktor situasional,sepertisituasikonflik,faktortempatdanwaktu".

Sehingga kedepan, kita semua (baik penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat ) harus lebih bijak memperlakukan seorang anak (pelaku) yang berhadapan dengan hukum (melakukan perbuatan pidana)agarbisa diberikan penyelesaian yang terbaik buatsianak,demikepentingansianakdalam menjalanikehidupannya;

Penyelesaian Perkara Anak dengan Diversi

Era baru pendekatan sistem hukum peradilan pidana anak sejak berlakunya Undang-Undang SPPA jauh berbeda dengan saat masih berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dimana di Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tersebuttidakmengenalprosespengalihanpenyelesaianperkarayangmelibatkananak (pelaku)diluarperadilan anak yang selama inidilaluidengan proses persidangan, dimana istilah tersebutlebih popularsaatinidengan istilah diversi.Dalam Undang-Undang SPPA yang baru, seorang anak (pelaku) yang sudah berumur 12 (dua belas) tahun dan belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang sudah berumur 12 (dua belas tahun) meskipun sudah pernah kawin dan belum mencapai usia 18 (delapan belas)tahun tetapisudah kawin,pada saatdiproses baik ditingkat

(10)

penyidikan,penuntutandanpadasaatanakdiperiksadiPengadilanNegerimakapada setiaptingkatanpemeriksaantersebutwajibdilakukandiversi,walupundalam halproses diversiadapembatasanbahwayangbisadi-diversiadalahtindakpidanayangancaman pidananyadibawah 7 (tujuh)tahun dantermasukdiatas 7(tujuh)tahun ataulebih, apabilabentuksuratdakwaannyaberbentuksubsidaritas,alternatif,kumulatif,maupun kombinasi,dan termasuk yangtidakbisalagidi-diversiadalah anakyangmelakukan pengulangantindakpidanawalaupuntindakpidanayangdilakukananaktersebuttidak sejenisdengantindakpidanaterdahulu.

Diversi dalam Undang-Undang SPPA memang menjadi salah satu ciri pembeda dengan aturanyangterdahulu(UU Nomor3Tahun1997),danpenulisyakinbahwaistilahdiversi adalahistilahyangmasihawam danmasihterasa asing(alienisasi)ditelingakita,apa sihyangdimaksuddengan"Diversi"?.KonsepdiversidiIndonesiamemangmerupakan hal yang baru dan baru kita kenal sejak Undang-Undang SPPA diundangkan walupun sebenarnyaistilahdiversidibeberapanegarasudahlamadikenalsepertikonsepdiversi sudahmulaidikenaldiAmerikaSerikatdanAustraliasebelum tahun1960.Diversidalam pengertiangramatikaladalah"pengalihan"sedangkanpengertianumum diversiadalah pengalihanpenyelesaianperkaraanakdariprosesperadilanpidanaformalkeprosesdi luar peradilan pidana dengan syarat atau tanpa syarat. Dalam Pasal 1 angka (7) Undang-UndangSPPA,diversididefenisikansebagaipengalihanpenyelesaianperkara anakdariprosesperadilanpidanakeprosesdiluarperadilanpidana.

Secaraumum prosesdiversiinidilakukandengantujuanmencapaiperdamaianantara korban dan anak (pelaku), menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindari anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

Peran serta Masyarakat

Ciri khas lain dalam Undang-Undang SPPA, yakni memberikan peran serta kepada masyarakat untuk berperan aktif, dimana masyarakat dapat berperan serta dalam perlindungan anak mulai dari pencegahan sampai dengan reintegrasi sosial anak, sehingga dalam menjalankan Undang-Undang SPPA ini bukan hanya menjadi kewajiban penegak hukum tetapi termasuk kepada kita masyarakat umum diberikan ruang dan gerakuntukikutaktifmelaksanakanperintahUndang-UndangSPPA tersebut.Sebagai contoh peran serta masyarakat pada saat proses diversi dilaksanakan di setiap

(11)

tingkatan dapatdihadirkan perwakilan masyarakat(tokoh masyarakat)yang dapat dimintaipendapatolehfasilitatorbaikditingkatpenyidikan,penuntutandanpadasaat proses di Pengadilan Negeri mengenai hal yang terbaik kepada si anak (pelaku). Berbeda ketika masih berlakuknya rezim Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang sama sekali tidak memberikan ruang dan gerak kepada masyarakat untuk ikut terlibat dalam menyelesaikan suatu perkara pidana yang melibatkananak.

Semoga tulisan singkat ini memberikan kita pemahaman dan gambaran yang baru tentangsistem peradilanpidanaanakyangsaatinisudahmulaiberlakusejakefektifnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA per 31 Juli 2014

Referensi

Dokumen terkait

Organisasi kepemudaan memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam kaitannya untuk mengatur aspirasi pemuda dalam kehidupan

Salah satu pesaing bisnis buah semangka CV SA adalah Bapak Haji Marno. Bapak Haji Marno juga memiliki usaha yang bergerak di bidang buah semangka di wilayah Metro. Varietas buah

Setelah diberikan penjelasan tentang ukuran kertas gambar siswa dapat mengidentifikasi masalah menentukan ukuran kertas gambar yang sesuai dengan

Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini berjudul peningkatan kemampuan menulis naskah drama dengan menggunakan metode mind mapping pada siswa kelas XI Teknik Komputer

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ucapkan karena skripsi dengan judul “ Perancangan Sistem Pelayanan Perpustakaan Berbasis Teknologi Informasi Dengan

Sistem informasi akuntansi piutang dagang yang telah lama dijalankan oleh PT Aspirasi Jaya Lestari ini telah cukup baik, tetapi masih memiliki beberapa kekurangan yang

Tindak pidana pencucian uang adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui