• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI SYARI AH MENURUT HUKUM POSITIF JURNAL ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGATURAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI SYARI AH MENURUT HUKUM POSITIF JURNAL ILMIAH"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGATURAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI SYARI’AH

MENURUT HUKUM POSITIF JURNAL ILMIAH

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata I (S-1) Pada

Program Studi Ilmu Hukum

Oleh : RIYAN SAPUTRA D1A013338 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2017

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

PENGATURAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI SYARI’AH

MENURUT HUKUM POSITIF

Program Studi Ilmu Hukum

Oleh : RIYAN SAPUTRA D1A013338 Mataram, 09 Agustus 2017 Menyetujui, Pembimbing Pertama, Dr. Hj. Sumiati Ismail, SH., MM., MH. NIP. 19540408 198803 2 001

(3)

RIYAN SAPUTRA D1A013338 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaturan perjanjian asuransi syari’ah berdasarkan prinsip tolong-menolong dan untuk menjelaskan pengaturan pengaturan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap perusahaan asuransi syari’ah menurut hukum postif. Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. Hasil penelitian ini adalah : Pertama, perjanjian asuransi syari’ah berdasarkan prinsip ta’awun diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PKM.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syari’ah, dan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah, yang dicantumkan dalam polis asuransi syari’ah. Perjanjian asuransi syari’ah merupakan perjanjian saling menanggung risiko di antara peserta, sehingga kedudukan peserta atau tertanggung juga sebagai penanggung. Kedua, Pengaturan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap perusahaan asuransi syari’ah menurut hukum positif diatur dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yaitu analisis laporan, pemeriksaan, dan penyidikan.

Kata Kunci : Asuransi Syari’ah, Pengawasan, Hukum

FINANCIAL AUTONOMY SUPERVISORY SUPERVISOR (OJK) AROUND THE SYARI'AH INSURANCE COMPANY BY POSITIVE LAW

RIYAN SAPUTRA D1A013338 FACULTY OF LAW UNIVERSITY MATARAM

ABSTRACT

This study aims to explain the insurance agreement setting Shari'ah based on the principle of mutual help and to explain the regulation of the Financial Services Authority supervision arrangements against an insurance company under the laws of Shari'ah positive. Study is a normative research. The results of this study are: First, Setting the insurance agreement based on the principles of Shariah ta'awun regulated in Law Number 40 Year 2014, Minister of Finance Regulation No.18/PKM.010/2010 concerning Application of Basic Principles Implementation of Insurance Business and Reinsurance The Shari'ah principle, and the National Sharia Board Fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 on general guidelines for Sharia insurance, which is included in the insurance policy Shari'ah. Shari'ah insurance agreement is an agreement of mutual risk among participants, so that the position of the participant or the insured as well as the party. Second, Financial Services Authority supervision arrangements against an insurance company under the laws of Shariah positively regulated in Article 57 paragraph (1) of Law Number 40 Year 2014 concerning Insurance, the report analysis, inspection, and investigation.

(4)

I. PENDAHULUAN

Seiring dengan pertumbuhan perbankan syar‟ah yang cukup pesat dan menjanjikan, lembaga keuangan non bank juga tumbuh dan berkembang, salah satunya adalah asuransi syari‟ah. Pada dasarnya, manusia selalu dihadapkan pada suatu keadaan yang bisa berakibat sangat merugikan. Oleh karena itu, keberadaan asuransi syari‟ah sangat di perlukan karena itu merupakan salah satu cara untuk menanggulangi sesutau yang bersifat merugikan tersebut dengan cara saling tolong-menolong dalam menghadapi peristiwa itu dengan sedikit pemberian (derma) agar dapat mengurangi atau menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh orang yang tertimpa peristiwa tersebut.

Dewasa ini, Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawas yang salah satunya adalah pengawas asuransi syari‟ah menarik untuk diteliti karena Peraturan Pelaksana undang-undang yang memberikan tugas pengawasan belum diatur oleh pemerintah sampai sekarang. Asuransi syari‟ah yang tergolong lama berkembang di Indonesia masih berpegang dan mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian sebagaimana yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian yang tentu berbeda dengan prinsip-prinsip utama yang berlaku. Jika mengambil dasar hukum dari Al-Qur‟an dan Al-Hadit‟s, hal tersebut masih sangat umum dijelaskan sehingga perlu mengimplikasikannya ke dalam bentuk peraturan perundang-undangan khusus yang berlaku mengingat amanah Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan

“negara Indonesia adalah negara hukum”.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat ditarik beberapa hal yang menjadi permasalahan yang menarik untuk diteliti, yaitu: 1. Bagaimana pengaturan

(5)

perjanjian asuransi syari‟ah berdasarkan prinsip tolong-menolong. 2. Bagaimana pengaturan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap perusahaan asuransi syari‟ah menurut hukum positif yang berlaku ?

Adapun tujuan penelitian penulisan ini yang hendak dicapai adalah: 1. Untuk menjelaskan pengaturan perjanjian asuransi syari‟ah berdasarkan prinsip tolong-menolong. 2. Untuk menjelaskan pengaturan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap perusahaan asuransi syari‟ah di Indonesia menurut hukum positif yang berlaku. Manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis dan 2. Manfaat Praktis.

Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang meneliti peraturan perundang-undangan, teori hukum beserta berbagai gejalanya di masyarakat untuk dapat menjawab permasalahan atau isu hukum yang sedang diteliti. Pendekatan yang digunakan adalah: 1. Pendekatan Perundang-Undangan, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 2. Pendekatan Konseptual, yaitu Pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum. 3. Pendekatan Analisis, yaitu pendekatan yang didasarkan pada seperangkat ungkapan-ungkapan dan asumsi-asumsi kebahasaan dan sosiolinguistics

Sumber dan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1.Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan aturan khusus yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, dalam hal ini antara lain: a). Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan; b) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransurasian; c) Peraturan Menteri Keuangan; d)

(6)

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan; dan e) Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional (DSN). 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atas bahan

hukum primer, yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi, yaitu buku-buku karangan para ahli maupun sarjana yang relevan. 3. Bahan Hukum Tersier (bahan hukum penunjang), yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus (hukum), ensiklopedia, jurnal, dan lain-lain.

Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara studi kepustakaan, yaitu proses pengumpulan bahan hukum yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang diteliti, baik itu berupa peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, literatur-literatur, karya tulis, dan lain sebagainya sehingga mampu melengkapi apa yang sedang diteliti.

Bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan akan dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan cara mengolah dan menginterpretasikan bahan-bahan hukum guna mendapatkan hasil dari penelitian, selanjutnya dilakukan penulisan kesimpulan secara deduksi, yaitu penulisan kesimpulan dari hal yang umum ke yang khusus.

(7)

II. PEMBAHASAN

Pengaturan Perjanjian Asuransi Syari’ah Berdasarkan Prinsip Tolong-Menolong Seiring dengan perkembangan zaman, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian yang merupakan salah satu unsur penting guna memajukan industri asuransi syari‟ah di tanah air. Dengan Undang-Undang Perasuransian yang baru yang sudah mengakomodasi keberadaan asuransi syari‟ah secara lebih terperinci, industri asuransi syari‟ah di tanah air akan bisa bergerak lebih optimal ke depannya dan bisa terus berkembang, setelah sebelumnya kurang berkembang akibat terkendala banyak hal, termasuk diantaranya regulasi yang kurang mendukung.

Keberadaan asuransi syari‟ah di Indonesia menjadi kemajuan tersendiri dalam dunia islam karena setiap sesuatu yang bernuansa syari‟ah telah jelas aturannya dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadit‟s. Asuransi syari‟ah yang pada pokoknya adalah tolong-menolong telah jelas aturannya dalam Al-Qur‟an surat Al-Maidah ayat 2.

Prinsip tolong-menolong tersebut menjadikan para anggota atau peserta sebagai sebuah keluarga besar, dimana yang satu dengan yang lain saling menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi syari‟ah adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan.1

Prinsip tolong menolong-menolong dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, secara umum diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan:

1

Agus Nuryanto, Pelaksanaan Prinsip Ta’awun Dalam Pengelolaan Premi Tabarru’ Asuransi

(8)

Asuransi Syari‟ah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syari‟ah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syari‟ah guna saling menolong dan melindungi dengan cara:

a. memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau

pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Pembentukan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PKM.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syari‟ah di dasarkan pada pemikiran bahwa perlu adanya kepastian hukum dalam penyelenggaraan usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syari‟ah bagi pihak yang berkepentingan.

Prinsip tolong-menolong yang tercantum dalam Surat Al-Maidah ayat 2, diadopsi juga dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PKM.010/2010 tersebut. Adapun pengaturan mengenai hal itu dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1), Pasal 1 ayat (4), Pasal 1 ayat (7), Pasal 2, Pasal 4 ayat (1), Pasal 7, dan Pasal 8.

Selain yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PKM.010/2010, perjanjian asuransi syari‟ah berdasarkan prinsip tolong-menolong diatur pula dalam Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari‟ah sebagai berikut: Pertama : Ketentuan Umum, Kedua : Akad dalam Asuransi, Ketiga : Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tijarah & Tabarru’, Keempat : Ketentuan dalam Akad Tijarah & Tabarru’, Kelima : Jenis Asuransi dan Akadnya, Keenam : Premi, Ketujuh : Klaim, Kedelapan : Investasi, Kesembilan : Reasuransi, Kesepuluh : Pengelolaan, Kesebelas : Ketentuan Tambahan

(9)

Pengaturan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Terhadap Perusahaan Asuransi Syari’ah Menurut Hukum Positif yang Berlaku

Sebagai lembaga pengawas, Otoritas Jasa Keuangan sudah ditunjuk oleh undang-undang untuk mengawasi masalah asuransi, baik asuransi konvensional maupun asuransi syari‟ah. Hal tersebut diatur dalam Pasal 6 huruf Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan bahwa:

OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, pengaturan tentang asuransi syari‟ah lebih terperinci dan spesifik, mulai dari ketentuan umum sampai dengan ketentuan peralihan, termasuk di dalamnya adalah tentang pengawasan. Pengaturan pengawasan terhadap perusahaan asuransi syari‟ah oleh Otoritas Jasa Keuangan diatur dalam BAB XIII, yaitu Pasal 57 ayat (1) yang menyatakan:

“pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha perasuransian dilakukan oleh OJK”.

Meskipun sudah jelas lembaga yang mengawasi, namun ketentuan tersebut masih sangat umum. Dalam penjelasannya, dinyatakan bahwa:

Pengaturan dan pengawasan kegiatan Usaha Perasuransian oleh Otoritas Jasa Keuangan antara lain aspek tata kelola, perilaku usaha, dan kesehatan keuangan. Yang dimaksud dengan "pengawasan" antara lain analisis laporan, pemeriksaan, dan penyidikan.

Aspek yang disebutkan dalam penjelasan Pasal tersebut telah diakomodir dalam beberapa peraturan yang sudah ada, diantaranya:

(10)

Aspek Tata Kelola

Aspek tata kelola usaha perasuransian secara umum diatur dalam BAB VI Undang-Undang Perasuransian, yaitu Pasal 35 ayat (1) sampai dengan ayat (5). Pasal-pasal tersebut, oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 memberikan kewenangan kepada OJK untuk menjelaskan lebih terperinci dalam ketentuan yang akan dibuat dan disahkan. Oleh karena itu, dalam menjalankan amanah yang diberikan undang-undang, OJK mengeluarakan Peraturan Nomor 73/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. Hal ini dilakukan untuk melengkapi tugasnya sebagai lembaga pengawas. Pasal-pasal dalam Peraturan tersebut yang menyebutkan tentang tata kelola adalah Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4.

Perilaku Usaha

Perilaku usaha dalam bidang asuransi syari‟ah, dasar utamanya adalah Firman Allah dalam Surat Al-Hasyir ayat 18.

ِإ َ َّللَّا اىُقَّتا َو ٍدَغِل ْتَمَّدَق اَم ٌسْفَو ْرُظْىَتْل َو َ َّللَّا اىُقَّتا اىُىَمآ َهيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

ََّللَّا َّن

َنىُلَمْعَت اَمِب ٌريِبَخ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.2

OJK dalam peraturannya lebih menekan kepada standar perilaku usaha yang diatur dalam Bab III Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syari‟ah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syari‟ah, yaitu Pasal 14 sampai Pasal 52.

2

(11)

Kesehatan Keuangan

Kesehatan keuangan yang dimaksud dalam Penjelasan Pasal 57 ayat (1) Undang Nomor 40 Tahun 2014, lebih lanjut disebutkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Dengan Prinsip Syari‟ah. Kesehatan keuangan tersebut secara umum disebutkan dalam Bab V, yaitu Pasal 9 sampai Pasal 32.

Setelah mengetahui pengaturan pengawasan OJK terhadap perusahaan asuransi dengan sistem syari‟ah, lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 57 ayat (1) tersebut menjabarkan tentang “Pengawasan” lebih jauh, bahwa “yang dimaksud dengan pengawasan adalah analisis laporan, pemeriksaan, dan penyidikan. Penyusun mencoba menjabarkan tentang 3 (tiga) hal tersebut supaya tidak rancu dan setengah-setengah pemahamannya ketika membaca penelitian ini. Berikut uraiannya:

Analisis Laporan (Keuangan)

Analisis Laporan (Keuangan) berarti menguraikan pokok informasi dari pos-pos laporan keuangan yang bersifat signifikan untuk memahami lebih dalam mengenai kondisi keuangan agar mengahsilkan keputusan yang tepat.3 Tujuannya adalah : 1. Mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu, baik harta, kewajiban, modal, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode. 2. Mengetahui kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan perusahaan. 3. Mengetahui kekuatan yang dimiliki. 4. Mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan ke depan yang berkaitan dengan posisi

3

Sofyan Syafri Harahap, Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada,

(12)

keuangan saat ini. 5. Melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan, apakah perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau tidak. 6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang hasil yang mereka capai.

Pemeriksaan (Langsung)

Menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 63/POJK.05/2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.05/2014 Tentang Pemeriksaan Langsung Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, yang dimaksud dengan Pemeriksaan Langsung adalah rangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah, dan mengevaluasi data dan/atau keterangan mengenai Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank yang dilakukan di kantor Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank dan di tempat lain yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank.

Tujuannya adalah : 1. memperoleh gambaran mengenai kondisi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank; 2. memperoleh keyakinan yang memadai mengenai tingkat risiko Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank; dan/atau 3. menilai kepatuhan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank.

Ruang lingkup yang diperikasa oleh OJK adalah seluruh aspek penyelenggaraan kegiatan usaha Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank atau terhadap aspek-aspek tertentu dari kegiatan usaha Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank. Sehingga bila disimpulkan, bahwa pengawasan yang dilakukan OJK hanya sektor

(13)

dan lini tertentu saja, tidak semua aspek. Hal itu karena OJK merupakan lembaga pengawas diluar perusahaan (eksternal).

Penyidikan

Menurut Pasal 1 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 /POJK.01/2015 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan, Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik OJK dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi di sektor jasa keuangan dan guna menemukan tersangkanya.

Kewenangan OJK dalam penyidikan ketika terjadi suatu tindak pidana dalam sektor keuangan, termasuk di dalamnya adalah kejahatan di sektor asuransi syari‟ah. Kewenangan tersebut diatur dalam Bab II, yaitu Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6

(14)

III. PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : 1. perjanjian asuransi syari‟ah berdasarkan prinsip ta’awun diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PKM.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syari‟ah, dan Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari‟ah, yang dicantumkan dalam polis asuransi syari‟ah. Perjanjian asuransi syari‟ah merupakan perjanjian saling menanggung risiko di antara peserta, sehingga kedudukan peserta atau tertanggung juga sebagai penanggung. 2. Pengaturan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap perusahaan asuransi syari‟ah menurut hukum positif diatur dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yaitu analisis laporan, pemeriksaan, dan penyidikan.

Saran

Agar mendapatkan dasar hukum dan pemahaman yang jelas terakit dengan pengawasan, Otoritas Jasa Keuangan perlu segera membuat Peraturan Pelaksana tentang analisis laporan (keuangan) sesuai dengan ketentuan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

(15)

DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku

Agus Nuryanto, Pelaksanaan Prinsip Ta’awun Dalam Pengelolaan Premi Tabarru’

Asuransi Syari’ah Menurut Hukum Positif Indonesia, Mataram, Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2016.

Al-„Aliyy, Al-Qur’an dan Terjemahannya, CV. Penerbit Diponegoro, Bandung, 2005. Sumber Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan

a. Hukum Islam (Al-Qur‟an dan Al-Hadit‟s);

b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransurasian, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618);

c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2012 tentang Otoritas Jasa Keuangan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);

d. Surat Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syari‟ah.

e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PKM.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 35);

f. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.05/2014 tentang Pemeriksaan Langsung Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5576);

g. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22/POJK.01/2015 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 315, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5785);

(16)

h. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syari‟ah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syari‟ah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5992);

i. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Dengan Prinsip Syari‟ah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 305, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5995);

j. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 306, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5996);

k. Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari‟ah.

Referensi

Dokumen terkait

Bolabasket adalah permainan olahraga yang dilakukan secara berkelompok, terdiri atas 2 tim yang beranggotakan masing-masing 5 orang yang saling bertanding dengan

Tumbuhan hutan pantai Ujung Genteng juga kaya akan jenis JA yaitu sebanyak 23 jenis (Puspitasari et al., 2011), dibandingkan dengan hutan dari dataran tinggi

Dengan demikian hipotesis berbunyi model pembelajaran make a match efektif untuk meningkatkan prestasi belajar matematika pada siswa tunagrahita kelas V di SLB ABC

pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir dan masa antara (KB). Mampu mengidentifikasi rencana tindakan asuhan kebidanan

Cushenbery (1985: 3) proposed nine principles of teaching reading. These aspects are important for teachers since the principles affect their perspectives in lesson planning,

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara tidak langsung citra perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan.. Berdasarkan hasil analisis,

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok.. Pertimbangan untuk nasihat lain •