SIKLUS KMB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ILEUS OBSTRUKTIF
DISUSUN OLEH:
TIYA MONICA BAMINDA BP. 1541312035
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2015
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Ileus
Obstruktif
A. Definisi
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60--70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus interstinal (Nettina, 2001). Obstruksi usus dapat diartikan sebagai kegagalan usus untuk melakukan propulsi (pendorongan) isi dari saluran cerna. Kondisi tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk baik yang terjadi pada usus halus maupun usus besar (kolon). Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Terdapat 2 jenis obstruksi usus: (1) Non-mekanis (mis: ileus paralitik atau ileus adinamik), peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus; (2) Mekanis, terjadi obstruksi di dalam lumen usus atau obstruksi mural yang disebabkan oleh tekanan ekstrinsik.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
B. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi fisiologi tentang sistem pencernaan yang meliputi: a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu: Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi. Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang
maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
c. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.
d. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung antara lain:
Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum kardium biasanya berisi gas.
Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura minor.
Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus.
Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi pilorus.
Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior. e. Usus halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenumadalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dankantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latinduodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis
pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".
Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat halus melalui lipatan mukosa dan makro villi memudahkan penernaan dan absorpasi
Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
f. Usus besar
Adalah bagain usus antara usus buntu dan rectum. Fungsi utama adalah menyerap air. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 7 bagian:
Sekum.
Kolon asenden.
Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm
Appendiks
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm. Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28 cm.
Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya ± 25 cm.
Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah berhubungan dengan rektum.
Rektum
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
g. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus. Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.
D. Etiologi
Obstruksi non-mekanis atau ileus adinamik sering terjadi setelah pembedahan abdomen karena adanya refleks penghambatan peristaltik akibat visera abdomen yang tersentuh tangan. Refleks penghambatan peristaltik ini sering disebut sebagai ileus paralitik, walaupun paralisis peristaltik ini tidak terjadi secara total. Keadaan lain yang sering menyebabkan terjadinya ileus adinamik adalah peritonitis. Atoni usus dan peregangan gas sering timbul menyertai berbagai kondisi traumatik, terutama setelah fraktur iga, trauma medula spinalis, dan fraktur tulang belakang.
Penyebab obstruksi mekanis berkaitan dengan kelompok usia yang terserang dan letak obstruksi. Sekitar 50% obstruksi terjadi pada kelompok usia pertengahan dan tua, dan terjadi akibat perlekatan yang disebabkan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus merupakan penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan orang tua. Kanker kolon merupakan penyebab 90% obstruksi yang terjadi. Volvulus adalah usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria usia tua dan biasanya mengenai kolon sigmoid. Inkarserasi lengkung usus pada hernia inguinalis atau femoralis sangat sering menyebabkan terjadinya obstruksi usus halus. Intususepsi adalah invaginasi salah satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya dan merupakan penyebab obstruksi yang hampir selalu ditemukan pada bayi dan balita. Intususepsi sering terjadi pada ileum terminalis yang masuk ke dalam sekum. Benda asing dan kelainan kongenital merupakan penyebab lain obstruksi yang terjadi pada anak dan bayi.
a. Mekanis
Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik) Karsinoma
Volvulus Intususepsi Obstipasi Polip
b. Fungsional (non mekanik) Ileus paralitik
Lesi medula spinalis Enteritis regional
Ketidakseimbangan elektrolit Uremia
E. Patofisiologi
1. Obstruksi usus halus
Akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi di daerah diatas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya ruptur atau perforasi dari dinding usus, dengan akibat peritonitis.
Muntah refluks dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah, yang akhirnya mencetuskan alkalosis metabolik. Dehidrasi dan asidosis yang terjadi kemudian, disebabkan karena hilangnya cairan dan natrium. Dengan kehilangan cairan akut, syok hipovolemik dapat terjadi.
2. Obstruksi usus besar
Seperti pada obstruksi usus halus, obstruksi usus besar mengakibatkan isi usus, cairan, dan gas berada proksimal disebelah obstruksi. Obstruksi dalam kolon dapat menimbulkan distensi hebat dan perforasi kecuali gas dan cairan dapat mengalir balik melalui katup ileal.
Obstruksi usus besar, meskipun lengkap, biasanya tidak dramatis bila suplai darah ke kolon tidak terganggu. Apabila suplai darah terhenti, terjadi strangulasi usus dan nekrosis (kematian jaringan); kondisi ini mengancam hidup. Pada usus besar, dehidrasi terjadi lebih lambat dibandingkan pada usus kecil karena kolon mampu mengabsorpsi isi cairannya dan dapat melebar sampai ukuran yang dipertimbangkan diatas kapasitas normalnya.
F. Manifestasi klinis 1. Obstruksi Usus Halus
a. Gejala awal biasanya nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian epigastrium yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat intermitten. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus maka nyeri bersifat konstan.
b. Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
c. Umumnya gejala obstruksi usus berupa konstipasi, yang berakhir pada distensi abdomen, tetapi pada klien dengan obstruksi parsial biasa mengalami diare.
d. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kearah mulut.
e. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi dibawah area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen.
f. Jika obstruksi usus berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi shock hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi. Suhu tubuh biasanya normal tapi kadang-kandang dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi strangulate.
g. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstrusi terus berlanjut, peristaltic akan menghilang dan melemah. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi.
2. Obstruksi Usus Besar
a. Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
b. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya dalam satu hari.
c. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
d. Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah. (Suratun & Lusianah, 2010. Hal. 339 )
G. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38%-50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27%-44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda-tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
2. Radiologi
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level” terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak
menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
CT scan kadang-kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.
H. Komplikasi
Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma. (Brunner
and Suddarth, 2001, hal 1122) I. Penatalaksanaan
a. Obstruksi usus halus
Dekompresi usus melalui selang usus halus atau nasogatrik bermanfaat dalam mayoritas kasus. Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan intervensi bedah. Sebelum pembedahan, terapi IV diperlukan untuk mengganti penipisan air, natrium, klorida, dan kalium.
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus sangat tergantung pada penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi, seperti hernia dan perlekatan, prosedur bedah mencakup perbaikan hernia atau pemisahan perlekatan pada usus tersebut. Pada beberapa situasi, bagian dari usus yang terkena dapat diangkat dan dibentuk anastomosis. Kompleksitas prosedur bedah untuk obstruksi usus tergantung pada durasi obstruksi dan kondisi usus yang ditemukan selama pembedahan.
b. Obstruksi usus besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pada sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Prosedur ini memberikan jalan keluar untuk mengeluarkan gas dan sejumlah kecil rabas. Selang rektal dapat digunakan untuk dekompresi area yang ada dibawah usus.
Tindakan yang biasanya dilakukan, adalah reseksi bedah untuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara atau permanen mungkin diperlukan. Kadang-kadang anastomosis ileoanal dilakukan bila pengangkatan keseluruhan usus besar diperlukan.
Menurut Pierce (2006) penatalaksanaan penting yang dapat dilakukan pada penderita obstruksi usus adalah:
2) Ganti kelilangan cairan dan elektrolit: berikan ringer laktat atau NaCl dengan suplemen K+
3) Pantau pasien-diagram keseimbangan cairan, kateter urine, diagram suhu, nadi, dan napas regular, pemeriksaan darah.
4) Minta pemeriksaan penunjang sesuai dengan penyebab yang mungkin 5) Hilangkan obstruksi dengan pembedahan jika:
a. Penyebab dasar membutuhkan pembedahan (misalnya hernia, karsinoma kolon)
b. Pasien tidak menunjukan perbaikan dengan terapi konservattif (misalnya obstruksi akibat adhesi); atau
c. Terdapat tanda-tanda starngulasi atau peritonitis.
1. Pengkajian a. Keluhan utama
Biasanaya klien datang dengan keluhan sakit perut yang hebat, kembung, mual, muntah, dan tidak ada BAB/defekasi yang lama.
b. Riwayat penyakit sekarang
Perubahan BAB sejak kapan? (frekunsi, jumlah, karakteristik) Sakit perut? Kembung?
Mual, muntah? (frekuensi, jumlah, karakteristik) Demam?
Bisa flatus?
Apakah diberi obat sebelum masuk RS? c. Riwayat penyakit dahulu
Ada atau tidak riwayat tumor ganas, polip, peradangan kronik pada usus? Riwayat pernah dioperasi pada daerah abdomen?
Apakah ada riwayat hernia?
Apakah pernah mengalami cedera/trauma abdomen? d. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
o Apakah klien tampak sakit, meringis
o Ada muntah? Kaji warna dan karakteristik. Biasanya muntah fekal
o kelihatan sulit bernapas karena kembung?
o Distensi abdomen
o Tonjolan seperti bengkak pada abdomen Auskultasi
Pada awal, bising usus cepat meningkat di atas sisi obstruksi, kemudian bising usus berhenti.
Perkusi. Timpani Palpasi. Nyeri tekan e. Pengkajian pola Gordon
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk. Tanda : Kesulitan ambulasi 2) Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok) 3) Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus Tanda : Perubahan warna urine dan feces
4) Makanan atau cairan
Gejala : anoreksia,mual atau muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk.
5) Nyeri atau Kenyamanan
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan 6) Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan, Tanda : Napas pendek dan dangkal
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri dan distensi abdomen b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi
d. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intralumen usus e. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan 3. Intervensi Keperawatan
NO .
DIAGNOSA NOC NIC
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri dan distensi abdomen
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency Vital sign Status
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapy
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi pasien Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
Monitor suara paru Monitor pola pernapasan
abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 2. Risiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Fluid balance Hydration
Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Fluid management
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Monitor status hidrasi
( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
Monitor vital sign
Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
Lakukan terapi IV Monitor status nutrisi Berikan cairan
Berikan cairan IV pada suhu ruangan
Dorong masukan oral Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
Atur kemungkinan tranfusi Persiapan untuk tranfusi 3. Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi
Nutritional Status : food and Fluid Intake
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi Berikan makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
perubahan pigmentasi Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah Monitor mual dan muntah Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht Monitor makanan kesukaan Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet 4. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intralumen usus Pain Level, Pain control, Comfort level Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien Kaji kultur yang
mempengaruhi respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi
nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
Anxiety control Coping
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Gunakan pendekatan yang menenangkan
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis Dorong keluarga untuk
menemani anak
Lakukan back / neck rub Dengarkan dengan penuh
perhatian
kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Penyakit Dalam, edisi XIII, EGC: Jakarta.
Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi III, Penerbit Erlangga: Jakarta
Buku Saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 – NANDA International
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG