• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Maluku Utara, dan letaknya di sebelah utara pulau Halmahera, yang diresmikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Maluku Utara, dan letaknya di sebelah utara pulau Halmahera, yang diresmikan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitaan

4.1.1 Gambaran Umum Masyarakat Tobelo

Tobelo merupakan ibukota dari Kabupaten Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara, dan letaknya di sebelah utara pulau Halmahera, yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri tanggal, 31 Mei 2003 di Ternate berdasarkan Undang-Undang Nomor: 1 tahun 2003.

Kabupaten Halmahera Utara dengan ibukota Tobelo, terdiri dari 9 kecamatan dan 174 desa, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor: 1 & 2 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Kecamatan & Desa, maka mulai tahun 2006 secara administratif Kabupaten Halmahera Utara, terdiri dari 22 kecamatan dan 260 desa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor : 53 tahun 2008, maka secara administratif Pulau Morotai telah menjadi Kabupaten baru dengan ibukota Daruba, terdiri dari 5 kecamatan dan 64 desa, sehingga secara administratif Kabupaten Halmahera Utara, terjadi perubahan jumlah kecamatan dan desa yaitu 17 kecamatan dan 196 desa.

(2)

Tobelo merupakan daerah administratif dan terbesar di Kabupaten Halmehera Utara yang memiliki 5 kecamatan yaitu sebagai berikut :

1. Kecamatan Tobelo , dengan jumlah Desa sebanyak 13 desa 2. Kecamatan Tobelo Tengah, dengan jumlah Desa sebanyak 5 Desa 3. Kecamatan Tobelo Utara, dengan jumlah Desa sebanyak 6 Desa 4. Kecamatan Tobelo Selatan, dengan jumlah Desa sebanyak 10 Desa 5. Kecamatan Tobelo Timur, dengan jumlah Desa sebanyak 9 Desa.

4.1.2 Sejarah Singkat Tobelo

Tobelo berasal dari kata O Belo yang artinya penambat atau tiang untuk menambatkan perahu. Tobelo mempunyai makna filosofis yaitu pemberhentian dari suatu perjalanan melalui sungai atau laut. Menurut kisahnya bahwa pada saat itu orang-orang Tobelo sudah mempunyai sebuah kampung, namun karena mempunyai masalah dengan penjajah Portugis, maka penjajah Portugis menyerang dan meratakan kampung dengan cara dibakar. Setelah kampung mereka terbakar, mereka mencari daerah baru untuk tempat tinggal mereka . Akhirnya mereka pun menemukan sebuah kampung baru lalu membangunnya, dan daerah itu di namakan Gamsungi yang artinya Negeri yang Baru.

Kampung lama yang dibakar penjajah dinamai Gamhoku yang dalam bahasa ternate artinya Negeri yang Terbakar. Karena orang-orang Tobelo sudah mendapat daerah baru, maka mereka lalu menancapkan tongkat ditanah dan berkata inilah kampung kita dan tidak lagi berpindah. Lama- kelamaan orang-orang dari luar Tobelo datang untuk berkebun dan menetap.

(3)

4.1.3 Letak Geografis

Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara terletak dikawasan Timur Indonesia, tepatnya berbatasan dengan:

 Samudera Pasifik dan Kab. Pulau Morotai di sebelah Utara

 Kecamatan Wasile Kabupaten Halmahera Timur dan Laut Halmahera di sebelah timur

 Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat di sebelah selatan  Kecamatan Loloda, Sahu, Ibu dan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat di

sebelah Barat

4.1.4 Kondisi Sosial Budaya dan Agama

Sejak dulu suku-suku di Halmahera Utara telah mengenal istilah O Dumule (bahasa Tobelo) dan De O Doro (bahasa Galela) yang artinya bertanam di kebun. Secara turun temurun telah dikenal berbagai jenis pisang dan umbi-umbian sebagai tanaman hasil pertanian, juga dikenal sistem berladang padi. Masyarakat Halmahera Utara juga mengenal cara meramu pohon sagu untuk diambil patinya.

Selain bertani, masyarakat Tobelo juga berburu dan menangkap ikan. Hal ini dapat dilihat dengan dikenalnya sejenis alat-alat untuk berburu binatang di hutan yang disebut O Kuama De O Toimi dan istilah O Gahioko, yaitu menentang badai untuk mencari ikan yang mereka sebut Yo Koiho De Yo Yaungu, yakni mengejar dan memancing ikan.

(4)

Masyarakat Tobelo mewarisi tatanan adat yang telah dibentuk semasa petualangan para leluhur untuk mencari permukiman baru di mana mereka berada di perjalanan sampai dengan menetap dan membentuk komunitas dalam peradaban awal di Telaga Lina. Seni budaya masyarakat Halmahera Utara merupakan pancaran ketulusan jiwa dan semangat mensyukuri akan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa terhadap tanah persadanya.

Budaya merupakan simbol dari suatu kelompok salah satu contoh yaitu budaya Hibua Lamo yang ada di Kecamatan Tobelo. Simbol dari budaya Hibualamo yaitu Rumah adat. Rumah-rumah adat di Indonesia pada umumnya merupakan salah satu bentuk perwujudan pandangan hidup suatu komunitas etnis. Desain arsitektur, ornamen-ornamen eksterior maupun interior, warna-warni merupakan simbol-simbol yang mempunyai makna-makna tertentu.

Ciri khas arsitektur Hibualamo adalah berbentuk delapan sudut dengan pintu masuk mengarah ke empat mata angin. Orang Tobelo mengistilahkan dengan wange mahiwara (pintu bagian Timur), wange madamunu (pintu bagian Barat), koremie (pintu bagian Utara) dan korehara (pintu bagian Selatan). Keempat pintu yang menghadap ke keempat mata angin melambangkan keterbukaan kepada siapa saja yang datang.

Penyebaran Agama Islam pertama kali di Halmahera Utara dilakukan oleh kesultanan Ternate dan Tidore. Penyebaran ini dimulai ketika kepemimpinan Sultan Zainal Abidin yang telah mendalami Ilmu Islam di Sunan Ampel. Semangat Islamisasi ini kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Bayanullah

(5)

dengan metode penyebaranya di kalangan petinggi kesultanan sehingga dengan mudah mereka menyebarkannya kepada masyarakat luas.

Ekspansi Islam kemudian sampai ke Halmahera Utara, namun tidak ada bukti tertulis yang menggambarkan tarik masuknya agama Islam di Halmahera Utara secara tepat dan benar. Namun bisa digambarkan bahwa para pedagang, perantau, dan nelayan di pesisir pantai Halmahera yang menganut Islam pertama yang dibawakan oleh para Ulama. Hal ini akibat dari terisolasinya wilayah pedalaman dan pesisir menyebabkan proses Islamisasi terhambat, dan hingga abad ke 19 daerah pedalaman Kao, Galela, Sahu, Jailolo, dan Ibu belum tersentuh oleh Islam.

Penyebaran ini kemudian terhambat dengan kedatangan bangsa Portogis, Spayol, dan Belanda yang juga memboncengi ajaran Kristen Katolik dan Prosestan. Akibat dari politik adu domba, sehingga pihak kesultanan harus mengerahkan seluruh pikiran, tenaga dan waktu guna mempertahankan eksistensi kerajaan dan ajaran Islam.

Masuknya agama Kresten di Halmahera Utara di awali sejak masuknya Portugis. Pada tahun 1536, Antonio Calvao menjadi wali negeri ke-7 di Ternate, ia mengirim Pastor Ferdinand Vinogre ke Mamuya. Upaya ini tidak berhasil. Konon kegagalan Vinogre selain dimusuhi rakyat, juga karna tekanan dari Sultan Jailolo. Karna berbagai kegagalan dalam Kristenisai maka Raja Muda Portogis di Goa pada tahun 1542 mendatangkan Franciscus Xaverius seorang misonaris yang sangat jenius.

(6)

Dengan metode penyebaran di kalangan elit, ia berhasil mempengaruhi istri Sultan Bayanullah yang telah pisah yakni Nyai Tsyili. Setelah beberapa lama di Ternate, Xaverius melakukan perjalanan mengilingi Halmahera Utara (Tobelo dan Morotai) praktis tidak membawa hasil yang memadai. Namun dengan politik pecah bela (devide et impera), kerajaan kecil menjadi sasaran gerakan tersebut dengan tujuan melemahkan kerajaan besar seperti Ternate dan Tidore. Raja Mamuya dari kerajaan kecil Morotia misalnya, dilindungi dari ancaman Kerajaan Ternate asalkan ia mau masuk Kristen. Akhirnya sang Raja tersebut beralih menganut agama Kristen demi keselamatanya. Proses penyebaran ini terus berlanjut hingga pengusiran Portugis oleh Babullah dan kedatangan Belanda.

Pada tahun 1866, tiba di Galela dan Tobelo pendeta-pendeta dari Perhimpunan Zending Utrecht (Utrechtshe Zending Genootschap (UZG) ) di bawah pimpinan H.H. Bode dan Van Dijken. Mereka menetapkan Galela sebagai pusat Kristenisasi dan membangun pos-pos oprasionalnya di tempat yang dianggap penting di Halmahera Utara. Berdasarkan bahan-bahan publikasi dan laporan-laporan sudah mengetahi bahwa didaerah-daerah pesisir Halmahera Utara yang mereka bidik, sudah merupakan komunitas Islam. Lima tahun pertama, hasil Zending nol besar hingga kedatangan Van Baarda dalam tahun-tahun tugasnya, ia mampu menggarap kampung-kampung disekitanya. Seperti Dokumalamo dan Soatobaru mulai di Kristenkan. Dalam tahun 1905, mereka mulai membentuk pos-pos guna mengorganisir dengan cepat.

Suatu hal yang sangat mencolok dari penempatan Pos-pos ialah bahwa semuanya dilakukan pada perkampungan yang sebagian besar penduduknya telah

(7)

memeluk Islam sehingga terjadi semacam perebutan anggota jamaah antara kedua agama tersebut. Tahun 1942, Jepang mulai mendarat di Indonesia para Evangelis Belanda menjadi tawanan perang, dan sejak itu pula Belanda menghentikan kegiatanya. Tugas mereka seluruhnya diambil alih oleh GMIH (Gereja Masehi Injili Halmahera) yang berpusat di Tobelo yang merupakan wadah tunggal Kristen di Halmahera Utara, khusunya di Galela dan Tobelo.

4.1.5 Keadaaan Demografi

Penduduk merupakan sumber daya yang potensial dalam proses pembangunan suatu bangsa. Hal ini dapat terjadi bila jumlah penduduk yang besar dapat dikembangkan sebagai tenaga kerja yang produktif sehingga berfungsi sebagai pengelola sumber daya alam. Namun penduduk yang besar juga dapat menimbulkan permasalahan sosial dalam proses pembangunan itu sendiri seperti pengangguran, kemiskinan dan sebagainya, bila potensi itu sendiri tidak mendapat perhatian dan penanganan yang serius.

Sampai dengan tahun 2012 jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Utara sebanyak 165.479 jiwa yang terdiridari 84.868 jiwa laki-laki dan 80.611 jiwa perempuan, sehingga rasio jenis kelamin Halmahera Utara 107 artinya setiap 100 penduduk perempuan di Kabupaten Halmahera Utara, terdapat 107 penduduk laki-laki.

4.1.6 Etnis

Tobelo merupakan dearah dengan kondisi multietnik. Suku bangsa yang mendiami Kecamatan Tobelo penduduk asli masyarakat Tobelo dan etnis pendatang sebagaimana dicantumkan table di bawah ini.

(8)

Tabel 1

Suku Bangsa Yang Mendiami Kecamatan Tobelo No Etnis Penduduk Asli Pendatang

1 Tobelo  2 Morotai  3 Galela  4 Makean  5 Sangihe  6 Manado  7 Minahasa  8 Gorontalo  9 Tidore  10 Ternate  11 Ambon  12 Makasar  13 Bugis  14 Jawa  15 China  16 Banggai 

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

(9)

Berdasarkan Observasi yang dilakukan peneliti bahwa Masyarakat Tobelo adalah masyarakat yang mempunyai latar belakang sosial, ekonomi, tradisi, agama dan budaya yang beraneka ragam serta selalu mempunyai pandangan ataupun pemahaman yang berbeda. Perbedaan yang ada tidak menjadi suatu hambatan bagi masyarakat Tobelo untuk membudidayakan budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat tersebut.

Mengenai Hibua Lamo, kita mulai menutur kisahnya dari Danau/Talaga Lina. Pada awalnya sekelompok orang yang jumlahnya sangat banyak tiba di danau Lina kurang lebih dalam Abad VIII mereka mendiami danau tersebut. Pada waktu tiba di danau tersebut mereka tidak mengurus diri masing-masing tetapi mereka mempunyai “ketua” sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama mereka sudah membangun beberapa bangunan diantaranya sebuah bangunan untuk pertemuan khusus apabila membicarakan hal-hal yang sangat penting dan rahasia dan juga sebagai bangunan untuk tempat makan bersama dan tempat upacara perkawinan, juga upacara-upaara lainnya yang kemudian bangunan tersebut di beri nama Halu yang artinya Hibua Lamo, Hibua Lamo ada sejak adanya Tobelo. Hibua Lamo merupakan budaya perekat suku, dan agama yang berbeda di Tobelo. Hibua Lamo sebagai jembatan perdamaian Tobelo, masyarakat Tobelo hidup berdasarkan dalam nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tersebut.

Telah menjadi pengetahuan umum bahwa manusia merupakan mahluk individu sekaligus mahluk sosial. Sebagai mahluk individu, manusia selalu berusaha memenuhi kepentingan pribadinya. Sebagai mahluk sosial manusia pun berusaha untuk mengadakan hubungan sosial dengan sesamanya demi pemenuhan

(10)

hasrat hidupnya. Konsep tersebut menunjukan bahwa manusia tak dapat berkembang dengan sempurna tanpa adanya interaksi sosial dengan sesamanya.

Kehidupan masyarakat sering terjadi kesenjangan sosial dalam berhubungan berinteraksi, karena diantara mereka mempunyai kebiasaan dan tabiat yang berbeda-beda serta kerja sama yang akrab akan terjadi apabila diantara mereka saling membutuhkan, tolong menolong, dan mampu menyatukan persepsi, sebaiknya akan terjadi kesalapahaman jika mereka tidak mampu dalam menyatukan persepsi.

Kehidupan masyarakat majemuk terdiri dari kelompok-kelompok kelembagaan yang otonom dan secara terstruktur terpisah satu sama lain, baik dari segi sosial maupun agama. Sehingga harapan kita yakni keberagaman budaya yang seharusnya menjadi bagian kebangsaan kini menjadi batu sandungan yang amat riskan untuk kemajuan bangsa. Konflik yang terus terjadi di daerah dengan skala yang berbeda ini dan tidak kunjung selesai dikarenakan cara penyelesaian konflik yang dilakukan oleh Pemerintah tidak efektif, dimana substansi permasalahnya tidak di sentuh. Selain itu, tragedi di Halmahera Utara 1999 juga seharusnya dijadikan sebagai catatan kritis untuk melihat masa depan negara ini karena jika konflik terus terjadi maka peluang untuk melahirkan disintegrasi bangsa semakin besar. Karena faktor yang mempengaruhi konflik sangat beragam yakni menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia seperti ideologi politik, agama, ekonomi, dan sosial budaya.

Setiap konflik yang terjadi akibat dari hubungan antara kedua pihak atau lebih baik individu maupun kelompok yang memiliki sasaran dan tujuan yang

(11)

tidak sejalan. Perbedaan visi inilah kemudian melahirkan kekerasan fisik maupun non fisik diantara kedua pihak.

Menurut (wawancara Jesayah Banari 16 April 2013) Hibua Lamo merupakan budaya perekat antara semua etnis dan agama yang ada dalam masyarakat di Tobelo, Hibua Lamo ini ada sejak lahirnya kaum Tobelo. Hibua Lamo atau “rumah besar”menjadi simbol atau idiologi dalam mitos masyarakat Tobelo pasca era Talaga Lina. Konsep Hibua Lamo secara sosial dan budaya mempunyai nilai-nilai penting yaitu :

1. Hibua Lamo sebagai nilai Spritual bagi masyarakat Tobelo bisa di lihat dari simbolisasi tempat asal muasal para leluhur dari Talaga Lina. Hibua Lamo atau rumah besar disini merupakan tempat pencipta kaum Tobelo yang harus disakralkan atau menjadi spirit yang harus dipegang dan dijaga oleh kaum Tobelo saat ini.

2. Hibua Lamo sebagai nilai Sosial merupakan simbolis dari tempat yang melakukan musyawarah atau higaro, termasuk juga sebagai tempat untuk melakukan syukuran. Dalam nilai sosial ini Hibua Lamo menjadi perangkat sosial yang berfungsi untuk merektkan dan menyatukan keberagaman yang ada dalam struktur sosial masyarakat Tobelo, misalnya dalam pelaksanaan adat babari (gotong royong).

3. Hibua Lmao sebagai nilai Material merupakan bangunan fisik yang menjadi identitas sosial dan budaya dari masyarakat Tobelo.

Nilai-nilai tersebut sebagai patokan bagi setiap masyarakat yang bernaung dibawah payung adat Hibua Lamo. Menurut informan partisipasi masyarakat

(12)

dalam pelaksanaan budaya Hibua Lamo yaitu dengan cara bergotong royong atau disebut juga dengan ”adat babari. Pelaksanaan budaya Hibua Lamo berupa acara perkawinan, upacara besar Hibua lamo yaitu memperingati perjanjian deklarasi damai antara komunitas Islam dan Kristen pada tanggal 19 april 2001, seluruh lapisan masyarakat Tobelo terlibat dalam acara tersebut dengan mengenakan pakaian adat dari setiap suku yang ada di Tobelo, tata cara pelaksanaannya yaitu masing-masing suku menyiapkan tarian khas suku tersebut. (wawancara Yowan Pilendatu 16 April 2013)

Erik Y. Leba (wawancara 17 April 2013 ) berbicara mengenai Kontribusi budaya Hibua Lamo dalam masyarakat maka kita berbicara mengena peran budaya Hibua Lamo. Lembaga adat Hibua Lamo merupakan kearifan lokal seluruh masyarakat adat Halmahera Utara yang sangat menjunjung tinggi juga mempunyai peran penting dalam pelaksanaan otonomi daerah. Peran yang dimainkan oleh lembaga adat Hibua Lamo tidak hanya peran adat atau masalah-masalah adat saja, melainkan peran yang menyangkut bidang-bidang lain seperti bidang-bidang pemerintahan/politik ekonomi, sosial, budaya dan keamanan .Budaya Hibua Lamo berperan penting dalam masyarakat, karena budaya Hibua Lamo merupakan kunci perdamaian masyarakat Tobelo.

Sedangkan menurut Muhamad Boba (wawancara 17 April 2013 ) Masyarakat Halmahera utara umumnya dan komunitas Islam-Kristen di Kecamatan Tobelo khususnya diikat oleh berlakunya kekerabatan Hibua Lamo. Bagaimana pentingnya tradisi budaya tersebut dalam mempersatukan semua elemen masyarakat yang ada, serta mampu berperan dalam mengikat kesatuan

(13)

etnis masyarakat Tobelo melintasi batas-batas agama mereka dalam kurun waktu yang panjang, sampai menjelang pecahnya konflik horisontal pada akir tahun 1999 dan awal tahun 2000.

Tobelo merupakan tempat dimana peradaban suku-suku setempat bermula dan berada di bawah payung adat/lembaga adat “HIBUA LAMO” sebagai komunitas masyarakat adat yang sangat menjunjung nilai-nilai kekeluargaan dengan slogan “ngone o ria dodoto” yang berarti “kita semua bersaudara”. Hibualamo adalah tempat pertemuan dari berbagai suku-suku yang ada di Halmahera Utara, sehingga Hibua Lamo disebut sebagai payung adat/lembaga adat, kemudian inilah yang menjadi kearifan lokal masyarakat Tobelo. (wawancara Jarot 16 april 2013 )

Rumah adat Budaya Hibualamo ada 4 dengan makna filosofis yang berbeda. Warna hitam melambangkan solidaritas, merah melambangkan semangat juang komunitas Canga, sedangakan kuning melambangkan kecerdasan, kemegahan dan kekayaan, dan warna putih melambangkan kesucian masyarakat 10 Hoana yang saat ini mendiami wilayah Tobelo.

Menurut Jaina Arahman (wawancara 17 April 2013 ) Semangat Hibualamo pada saat ini mempunyai semangat kebersamaan, keanekaragaman dalam balutan kebinekaan. Karena semangat kenusantaraan yang ada di Tobelo sudah lama dilakukan di rumah adat Hibualamo. Konsep pemberdayaan budaya dengan pemerintah juga diwujudkan dalam bentuk lambang daerah Halmahera Utara yang selama ini dipakai, Lambang Hibualamo yang ada pada logo daerah merupakan bentuk perekat.

(14)

Fungsi Hibualamo sebagai simbol rekonsiliasi damai di bumi Halmahera saat dilanda konflik horisontal 12 tahun silam. Dengan simbol itu, warga Tobelo mendeklarasi untuk tidak lagi melakukan kerusuhan dan hidup berdampingan. Rumah adat Hibulamo tidak asing untuk kegiatan adat tapi telah menjadi wadah rekonsiliasi di bumi Halmahera sehingga budaya ini perlu dipertahankan dan dilestarikan.

Akar konflik horisontal di Kecamtan Tobelo adalah faktor ekonomi, dimana terjadi suatu kecemburuan sosial karena persaingan antara pelaku ekonomi dari komunitas Islam dan Kristen, permaianan elit politik menjelang suksesi pemilihan Umum Kepala Daerah. Konflik terjadi karena masalah Suku, Ras dan Agama (SARA).

Menurut Dani Titian (wawancara 18 April 2013) dampak dari terjadinya konflik yaitu terjadi kesenjangan sosial antara komunitas Islam dan Kristen yang ada di Tobelo. Hal ini sangat nampak pada setiap hajatan-hajatan komunitas tertentu, ketika sebelum terjadinya konflik horisontal hubungan antara kedua komunitas saling mengunjungi dalam acara tersebut, terjadi pergeseran pola interaksi baik antar individu, kelompok ataupun masyarakat, ini nampak tidak terjadi lagi saling mengunjungi ketika pada hari-hari besar antar kedua komunitas (Islam-Kristen) kalupun ada hanya sebatas pada keluarga dekat saja. Pola Interaksi sosial yang terjadi hanya sebatas kerabat atau keluarga ini nampak pada hajatan-hajatan keluarga (perkawinan dan kematian), adanya konflik tersebut maka terjadilah pergeseran nilai-nilai budaya Hibua Lamo, masyarakat Tobelo tidak lagi mengedepanan adat melainkan Agama mereka masing-masing.

(15)

Menurut Rizky djafar (wawancara 18 April 2013) pada saat itu upaya-upaya yang ditempuh dalam mengatasi pergeseran budaya Hibua Lamo, para pemuka agama dan para tokoh adat dua komunitas tersebut yang ada di Tobelo berusaha untuk melerai dengan mengampanyekan perdamaian, namun gagal dan kedua kelompok itu harus berpisah untuk sementara waktu dengan mengungsi, seakan-seakan saling bermusuhan dengan saling mencurigai. Tepatnya 19 April 2001 warga masyarakat Tobelo dan sekitarnya bersumpah untuk meninggalkan masa kelabu dan berjanji untuk menghentikan kerusuhan. Dan dengan keyakinan adat adalah perekat dari semua keyakinan mereka pun menggelar upacara deklarasi damai .Pertemuan dalam deklarasi itu pun didengungkan dan mengangkat adat untuk dijadikan sarana perdamaian kemudian berjalan damai hingga sekarang.

Lebih Lanjut menurut ajun (wawancara 18 April 2013)Peran pemerintah terhadap budaya Hibua Lamo adalah dari pihak lembaga adat sendiri dan pemerintah daerah tidak pernah terjadi lagi ketimpangan ataupun permasalahan yang berhubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah karena posisi jabatan-jabatan strategis di duduki oleh elit-elit politik di daerah, misalnya kepala adat Halmahera Utara di pegang oleh Bupati Halmahera Utara sebagai Jiko Makolano serta sekretaris lembaga adat Hibua Lamo di pegang oleh seorang anggota DPRD Kab. Halut. Terkait adat dan konflik, masyarakat Tobelo juga menganalogikan sederhana “Kalau setiap rapat-rapat yang digelar kalau terjadi konflik maka solusinya selalu dikatakan biar nanti diselesaikan secara adat. Budaya Hibua

(16)

Lamo merupakan jembatan perdamaian masyarakat Tobelo yang harus dipertahankan dan dilestarikan.

Dari berbagai informasi diatas maka bisa di tarik benang merah bahwa sumber utama konflik di Halmahera Utara 1999 adalah akibat perebutan wilayah agama. Namun isu agama seakan dibungkus secara rapi dengan berbagai macam isu, seperti kebijakan pembentukan Kecematan Malifut, isu perebutan kursi gubernur, isu perebutan sumber daya alam, isu penempatan ibu kota propinsi dan masih banyak lagi isu yang berkembang sehingga menjadi diagnosa analisis untuk memahami akar penyebab konflik tersebut. Namun perebutan wilayah agama adalah isu sentral dan ini menjadi target akhir dari gerakan tersebut. Semangat untuk menjadikan Halmahera Utara sebagai basis gerakan sudah terbangun ribuan tahun silam dimana kedua agama (Islam-Kristen) ini saling berlomba membangun hegemoni di tanah daratan tersebut. Fenomena inilah yang menjadi warisan sejarah dimana tercipta masyarakat yang memiliki sikap tetap negatif, emosi tetap tinggi, membedakan antara satu dengan yang lain dengan latar belakan agama yang dikedepankan. Terkait dengain faktor ini, tidak tercipta keharmonisan diantara kedua agama tersebut. Ketidak harmonisan ini kemudian menjadi lahan subur munculnya konflik agama.

Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas maka penulis berasumsi bahwa kebudayaan Hibua Lamo yang ada di Tobelo sangat berpengaruh pada masyarakat yang ada di Tobelo. Realitas soasial dalam masyarakat Tobelo adalah hidup berdampingan antara suku dan agama yang berbeda-beda khususnya agama Kristen dan agama Islam . Kedua agama tersebut membawa perubahan besar bagi

(17)

kehidupan sosial masyarakat, terutama dalam meletakan basis kepercayaan agama yang diyakininya. Hal ini membawa perbedaan sikap dalam melihat realitas kehidupan di dunia ini, atas dasar ajaran teologis mereka. Meskipun demikian, kedua agama tersebut sama-sama mengajarkan menghargai sesama umat, dengan harapan dapat mensejahterahkan manusia. Upaya Mencapai tujuan tersebut mereka melakukan politik penyebaran wilayah pengaruh agama yang memunculkan konflik.

Kenyataan dalam kehidupan sehari-hari , tingkah laku sosial tidak selalu sejalan dengan ajaran teologis, bahkan dapat menolaknya karena agama hanya diletakkan secara simbolis belaka. Hal ini dapat terjadi karena nilai-nilai ajaran tersebut tidak dilihat secara holistik tetapi dilihat secara parsial. Pelanggaran berat hak asasi manusia di Tobelo tentunya bukan karena ajaran agama yang salah tetapi ulah sebagian kecil manusia yang mempunyai kekuatan untuk memanfaatkan agama demi legitimasi kekuasaan. Konflik tersebut menimbulkan kerenggangan antara kedua agama yang ada di Tobelo, adanya konflik tersebut menimbulkan pergeseran nilai-nilai kebudayaan Hibua Lamo yang ada di Tobelo. Upaya-upaya yang tempuh dalam mengatasi pergeseran tersebut tokoh agama, tokoh masyarakat antara kedua komunitas tersebut melalukan perdamaian.

Akhirnya pada Ramadhan 2001 berdamai. Deklarasi damai lakukan dengan adat. Semua senjata tombak, parang, bom diletakan di tengah lapangan. Lalu ada peristiwa sakral. Mereka saling bertukar pedang, lalu makan pinang sirih. Cara memberikan pinang sirih di ujung pedang. Setelah saling makan lalu minta maaf. Di atas senjata itu semua disiram dengan minyak kelapa (simbol

(18)

ketenangan kejernihan dan gula sebagai simbol damai. Di atas siraman gula dan minyak itu mereka bersumpah. Jika setelah ini ada yang merencanakan peperangan akan jadi korban terlebih dahulu. Itulah pada tanggal 19 April 2001 hari perdamaian.

Patut di akui bahwa adat mempunyai dimensi sakral yang mampu menyatukan masyarakat. Dari situlah dilakukan monumen yaitu rumah besar budaya Hibua Lamo. Hibua Lamo adalah tempat bermusyawarah, menyelesaikan semua pertikaian dalam satu meja bersama, makan bersama minum bersama.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila penyewa telah cocok dengan harga yang ditawarkan pemilik kamar kos-kosan untuk penyewaan kamar kos-kosan, maka penyewa membayar sebagian dari total harga

Berdasarkan hasil penelitian kepercayaan diri dan keterampilan berkomunikasi terhadap kemampuan public speaking mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya

Selanjutnya, tugas kelompok untuk membuat acara-acara besar atau kegiatan agar anggota-anggota di dalam whatsapp group, dapat bertemu satu sama lain dengan anggota

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Idris Mointi selaku kepala Dusun Nantu Desa Tunas Harapan mengatakan bahwa untuk meningkatkan keterampilan aparatur

Pada setiap upacara adat terdapat unsur bau-bauan yang digunakan baik itu sebagai unsur pelengkap ataupun sudah menjadi suatu kebiasaan atau tradisi, seperti

Berkaitan dengan Tradisi Dhawuhan persiapan dilaksanakan 1 hari sebelum upacara berlangsung. Langkah yang diambil yaitu membentuk kesepakatan antara 3 desa yaitu; Desa Cukil,

Kondisi budaya-budaya di parigi moutong khususnya Rumah Adat harus mendapat perhatian dari pemerintah daerah karena kondisi Rumah Adat di beberapa kecamatan

Media komunikasi dalam proses penyampaian pesan pada perayaan upacara Seren Taun sebenarnya sudah cukup diinterpretasikan melalui berbagai prosesi yang ditampilkan,