• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Kao. Kabupaten Halmahera Utara, Propinsi Maluku Utara. Luas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Kao. Kabupaten Halmahera Utara, Propinsi Maluku Utara. Luas"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

54

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Kao

Kecamatan Kao adalah kecamatan yang terletak di Kabupaten Halmahera Utara, Propinsi Maluku Utara. Luas daerah Kecamatan Kao adalah 111. 20 Km2. Kecamatan Kao terdiri dari 14 Desa, dan memiliki jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 9.203 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 4.742 dan perempuan sebanyak 4.461 jiwa. Masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Kao kebanyakan mempunyai pekerjaan sebagai nelayan, petani, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kecamatan Kao mempunyai dua tempat layanan kesehatan yaitu 1 Puskesmas rawat inap dan 1 rumah sakit. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada penderita TB paru berupa pemeriksaan dahak yang dilakukan tenaga kesehatan Puskesmas Kao ke Desa – Desa yang ada di Kecamatan Kao. Obat yang diberikan sesuai dengan lama penderita itu menderita TB paru. Tenaga kesehatan juga sering mengontrol penderita dalam mengkonsumsi obat anti-tuberkulosis secara berkesinambungan.

(2)

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Gambaran Umum Riset Partisipan

Partisipan 1 adalah istri dari penderita TB paru dan tinggal satu rumah bersama penderita dan 1 orang anak mereka. Partisipan 2 adalah anak dari penderita TB paru dan tinggal serumah bersama penderita dan 4 orang anggota keluarga lainnya (partisipan, penderita TB paru, anak laki-laki dari penderita TB dan menantu). Partisipan 3 adalah istri dari penderita TB paru, tinggal dalam satu rumah dengan penderita, bersama 2 orang anak. Partisipan 4 adalah istri dari penderita TB paru yang tinggal satu rumah dengan penderita, bersama dengan 1 orang anak. Partisipan 5 adalah istri dari penderita TB paru yang tinggal serumah dengan penderita bersama 3 orang anak.

Tabel 4.1 Data Riset Partisipan Data Umum Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3 Partisipan 4 Partisipan 5 Inisial partisipan

Ibu.T Nn. N Ibu.S Ibu.A Ibu.A

Umur 48 Thn 24 Thn 34 Thn 45 Thn 48 thn Agama Kristen Kristen Kristen Kristen Islam Status pernikahan Sudah Menikah Belum Menikah Sudah Menikah Sudah Menikah Sudah Menikah Pekerjaan Ibu Rumah

Tangga - Ibu Rumah Tangga Ibu Rumah Tangga Ibu Rumah Tangga

(3)

4.2.2 Observasi Riset Partisipan

Rumah Partisipan

Dari hasil observasi pada saat wawancara dilakukan, rumah partisipan 1 terlihat cukup bersih di ruang tamu, tidak terlihat sampah berserakan di lantai. Rumah partisipan adalah rumah papan, lantainya dari tanah dan sedikit lembab, tidak mempunyai plafon maupun ventilasi, mempunyai ruang tamu dan terdapat 3 kamar, serta dihuni oleh 4 orang dan terdapat sinar matahari. Di dapur partisipan, lantai terlihat kotor. Terlihat banyak ayam yang berkeliaran.

Dari hasil observasi partisipan ke 2, rumah partisipan terbuat dari tembok dan seng, tapi masih dalam perbaikan. Rumah terlihat berantakan. Terlihat banyak pakaian di ruang tengah dan diatas tempat tidur. Rumah masih berlantai tanah dan sedikit lembab. Terdapat 2 kamar tidur. Ada sinar matahari yang masuk di ruang tamu dan ruangan lain. Tetapi untuk sementara partisipan dan penderita tinggal di rumah anaknya penderita TB yang lain sudah menikah dan rumah mereka terbuat dari papan, mempunyai 3 kamar dan dihuni oleh 4

(4)

orang dan rumah terlihat gelap tidak mempunyai plafon serta berlantai tanah tapi terlihat lembab.

Hasil observasi partisipan ke-3 pada saat dilakukan wawancara, rumah partisipan terbuat dari papan dan seng, mempunyai lantai semen, dan terdapat ventilasi. Di dalam rumah terdapat 2 kamar dan dihuni oleh 4 orang. Rumah terlihat sangat kotor, terlihat pasir dan bungkusan cemilan di lantai. Ruangan kamar terlihat gelap dan jendela tidak terbuka, hampir semua ruangan tidak terpapar sinar matahari.

Rumah pertisipan 4 terbuat dari papan dan belum selesai dikerjakan. Rumah tersebut mempunyai 2 kamar dan dihuni oleh 3 orang. Rumah diterangi sinar matahari dan terlihat terang di semua ruangan. Rumah terlihat kotor dan ada genangan air di dapur, dan lantai rumah partisipan 4 hanya dari tanah namun kondisinya kering. Terlihat beberapa pakaian yang digantung di jendela ruang tamu.

Dari hasil observasi pada saat wawancara di rumah partisipan 5, terlihat rumah yang terbuat dari tembok dan keramik. Rumah tersebut mempunyai 3 kamar dan dihuni oleh 5 orang. Saat dilakukan

(5)

wawancara rumah terlihat bersih, tidak terlihat pasir atau sampah berserakan di lantai, mempunyai plafon dan ventilasi di ruang tamu dan setiap ruangan, terlihat adanya sinar matahari di ruang tamu dan ruang tengah. Di kamar penderita jendela tidak terbuka dan terlihat gelap.

Interaksi Penderita TB Paru dengan Masyarakat dan Keluarga

Dari hasil observasi pada saat dilakukan wawancara, dari 5 partsipan, terlihat sering berinterkasi dengan masyarakat desa, dan perilaku penderita dan masyarakat setempat seperti biasa, tidak adanya perbedaan atau isolasi untuk penderita TB itu sendiri. Pada waktu peneliti melakukan wawancara penderita sempat batuk dan tidak menutup mulut. penderita juga kalau keluar rumah tidak pernah menggunakan masker, dan kalau batuk tidak menutup mulut.

4.2.3 Penemuan Sub Thema Dari Verbatim

Dari Analisa Verbatim Pada Riset Partisipan Ditemukan 3 Sub Tema Yang Akan Diuraikan Terperinci Dibawah Ini.

(6)

1. Pengetahuan Keluarga Terhadap Penyakit TB

Sebelum partisipan melakukan berbagai usaha untuk pemutusan rantai penularan TB paru, peneliti mengkaji tingkat kognitif partisipan terhadap penyakit TB. Partisipan 1 mengatakan tahu tentang penyakit TB dan cara penularannya. Lebih lengkapnya dapat dilihat dalam pernyataan partisipan dibawah ini.

(RP1)“..penyakit Tb itu penyakit tidak baik dan menular. Penyakit itu datang dari jantung..”(14)

(RP1)“..Tb itu menular jika batuk tidak menutup mulut. Terus saya sering mengatakan ke bapak dahaknya itu jangan dibuang di sembarang tempat…”(16)

Partisipan 2 waktu dikaji tentang pengetahuan TB paru partisipan mengatakan tahu tentang penyakit TB tetapi tidak tahu bagaimana cara penularannya. Pernyataan partisipan dapat dilihat dibawah ini.

(RP2)“.. yang saya tahu penyakit Tb itu berbahaya dia menular itu saja yang kami tahu..”(56)

(RP2)“..kami tidak tahu dia menular melalui apa, yang kami tahu hanya penyakit Tb ini menular tapi tidak tahu cara penularannya..”(58)

(7)

Partisipan 3 mengatakan tahu tentang penyakit TB dan pernah mendengar bagaimana cara penularan penyakit TB paru. Pernyataan partisipan 3 seperti dibawah ini.

(RP3)“…saya tahu penyakit Tb itu penyakit mematikan dan menular..”(98)

(RP3)“..caranya yang kami tahu itu, dari banyak macam cara tenaga kesehatan mengatakan piring, gelas, sendok harus dipisah tetapi saya tidak pisah, saya jadikan satu. Soalnya bapak suami saya, kan tidak baik kalau dipisah….”(100)

Partisipan 4 mengatakan tahu tentang penyakit TB dan cara penularannya. Partisipan juga mengatakan kalau warga desa Gol-Gol jijik dengan mereka karena penyakit TB ini. Pernyataan partisipan 4 seperti dibawah ini.

(RP4)“..ibu tahu penyakit bapak itu tidak baik, dia menular, jadi orang-orang kampung sini pada jijik dengan kami karena sakit Tb ini…”(138)

(RP4)“…ia tahu caranya menular itu melalui dahak yang kami buang dan tidak ditutup..”

(140)

Partisipan 5 mengatakan tahu tentang penyakit TB dan bagaimana cara penularannya. Pernyataan partisipan 5 terlihat dibawah ini.

(8)

(RP5)“..kami semua disini tahu kalau penyakit Tb itu tidak baik, penyakit ini dapat menular…”(180)

(RP5)“..yang kami tahu itu Tb ini bisa menular melalui dahak dan waktu bapak sakit kami tidak berani masuk ke kamarnya bapak..”(182)

2. Keluarga sebagai Inisiator-Kontributor

Berhasilnya pemutusan rantai penularan TB paru, didukung juga dengan upaya-upaya keluarga terhadap penderita dalam mencegah penularan TB paru sehingga penyakit TB paru tidak tertular ke orang lain maupun keluarga.

Usaha-usaha yang dilakukan partisipan 1 dan keluarga yaitu dengan selalu mengingatkan penderita tentang bagaimana penderita harus mencegah penularan penyakit TB, dan partisipan berusaha agar rumah selalu bersih dan ada sinar matahari yang menerangi ke dalam rumah.

(RP1)“… caranya saya menjaga kebersihan dan membuka jendela agar sinar matahari masuk di dalam rumah. Kalau bapak batuk saya sering mengingatkan bapak kalau batuk harus menutup mulut dan jangan membuang dahak di sembarang tempat karena dapat menularkan ke orang lain…”(22)

Partisipan 2 mengatakan tidak melakukan apa-apa dalam mencegah penularan TB penderita. Dan

(9)

tidak ada usaha-usaha yang dilakukan partisipan dan keluarga dalam mendukung pemutusan rantai penularan TB paru karena kurangnya pengetahuan terhadap bagaimana cara penularan TB paru.

(RP2)“… kami tidak melakukan apa-apa, kami saja tidak tahu bagaimana cara penularannya melalui apa saja, apalagi untuk mencegahnya…”(64)

Partisipan 3 tidak terlalu banyak melakukan usaha-usaha dalam pencegahan penularan partisipan 3 ini hanya mengingatkan penderita TB paru untuk tidak membuang dahak di sembarang tempat.

(RP3)“…saya ingatkan bapak tidak boleh buang dahak di sembarang tempat..”(106)

Usaha yang dilakukan partisipan 4 dalam pencegahan penularan TB penderita, dengan cara memisahkan alat makan penderita, mengingatkan penderita tidak boleh membuang dahak di sembarang tempat. Pernyataan selengkapnya sebagai berikut.

(RP4)“….ibu sering mengingatkan bapak kalau buang dahak itu jangan di sembarang tempat. Terus piring, gelas dan alat makannya bapak semuanya saya pisah, soalnya saya takut kami dapat tertular. Kalau bapak selesai makan atau

(10)

minum tempat makannya saya beri abu tungku panas dan biarkan selama 1 jam baru dicuci…”(146)

Partisipan 5 melakukan usaha pencegahan pada keluarga dengan memisahkan alat makan. Dan tidak mau masuk ke dalam kamarnya penderita karena takut penyakit TB akan menular ke keluarga.

(RP5)“…dirumah kami pisahkan alat makan (piring, gelas, sendok) sendiri. Soalnya kami takut sakitnya bapak menular pada kami. Kalau bapak belum mendapat obat, kami tidak pernah masuk ke kamar bapak. Setelah diberikan obat sudah minum, sekarang kami sudah bisa masuk kamarnya bapak…”(188)

3. Keluarga Memberikan Perawatan pada Penderita

TB

Upaya-upaya yang dilakukan partisipan terkait merawat anggota keluarga yang sakit dalam pemutusan rantai penularan TB paru dengan cara pencegahan penularan TB paru dan usaha dalam pengobatan penderita serta membantu penderita untuk meningkatkan kesembuhan dari penyakit TB paru.

Usaha yang dilakukan partisipan 1 dalam membantu kesembuhan penderita adalah dengan

(11)

cara mengingatkan penderita untuk selalu minum obat selain itu partisipan sering membawa penderita untuk kontrol lagi ke Puskesmas Desa untuk pengobatan penyakit Tb paru penderita.

(RP1)“… saya sering mengingatkan bapak

untuk teratur minum obat dan kalau obat sudah habis saya membawa bapak kontrol lagi ke puskesmas desa supaya dikasih obat lagi untuk bapak..” (34)

Pada partisipan 2 tidak ada usaha yang dilakukan partisipan atau keluarga terhadap kesembuhan penderita TB paru. Partisipan mengatakan yang tahu hanya ibu bidan desa dan penderita saja. Semua keluarga tidak tahu tentang pengobatan penderita.

(RP2)“…kami tidak lakukan apa-apa tapi bidan desa datang dan berikan obat kepada mama, kami sekeluarga tidak tahu apa yang harus kami lakukan karena yang tahu hanya ibu bidan dan mama..”(78)

Partisipan 3 mengatakan tidak ada yang mereka lakukan dalam kesembuhan penderita, karena penderita sudah mendapat obat dan nanti akan sembuh sendiri.

(RP3)“…saya tidak lakukan apa-apa, saya tahu bapak pasti sembuh karena sudah

(12)

diberikan obat dari Puskesmas dan diminum oleh bapak…”(120)

Partisipan 4 melakukan usaha dalam kesembuhan penderita dengan selalu mengingatkan penderita untuk minum obat dan membawa penderita kontrol ke Puskesmas Kao agar penderita cepat sembuh. Penderita sudah 3 bulan mendapat pengobatan.

(RP4)“….saya ingatkan bapak untuk selalu minum obat dan kalau sudah jadwal kontrol saya membawa bapak untuk kontrol, saya mau bapak cepat sembuh. Sudah 3 bulan ini bapak minum obat….”(146)

Usaha yang dilakukan partisipan adalah dengan selalu mengawasi penderita untuk minum obat dan selalu ingatkan penderita agar tidak lupa minum obat. Dan penderita pun tidak pernah lupa untuk minum obat. Sudah selama 5 bulan ini, partisipan selalu mendukung dalam kesembuhan penderita.

(RP5)“…pertama kami membawa bapak untuk pengobatan tradisional, karena tidak sembuh maka kami membawa ke puskesmas Kao untuk diperiksa dan diberikan obat saya selalu ingatkan bapak minum obat sampai bapak sudah minum obat baru saya tinggalkan. Dan sudah 5 bulan berjalan bapak tidak pernah lupa untuk minum obat..”(202)

(13)

4.3 Uji Keabsahan Data

4.3.1 Triangulasi Sumber

1. Pengetahuan Keluarga Terhadap Penyakit Tb

Dari ke-4 keluarga riset partisipan dan 1 tenaga kesehatan. Partisipan 1, 3, 4 dan 5 adalah penderita TB paru, mengatakan tahu tentang penyakit TB paru dan bagaimana cara penularannnya. Sedangkan untuk partisipan ke-2, yang menjadi triangulasi adalah bidan desa itu sendiri, dan mengatakan tahu tentang penyakit TB dan cara penularannya, bahkan bidan desa selalu meberitahukan informasi tentang penyakit TB pada keluarga dan penderita.

2. Keluarga sebagai Insiator-Kontributor

Dari ke-4 keluarga partisipan dan 1 tenaga kesehatan. Penderita TB paru, partisipan 1, 3 mengatakan untuk partisipan 1 berperan dengan mengingatkan selalu membuka jendela-jendela ruangan rumah. Untuk partisipan 3 partisipan tidak melakukan apa-apa dalam pencegahan penularan TB ini. Untuk keluarga partisipan 2, 4 dan 5 keluarga menyiapkan tempat dahak didalam kamar. Partisipan

(14)

2 yang dikatakan bidan desa bahwa penderita menaruh baskom berisi abu tungku panas untuk tempat pembuangan dahak, partisipan 4 memasukan baskom berisi pasir di dalam kamar dan partisipan 5 memasukan kaleng cat untuk tempat dahak penderita.

3. Keluarga Memberikan Perawatan pada Penderita

TB.

Penderita partisipan 1, 3, 4 dan 5 mengatakan partisipan dan keluarga membantu penderita dalam kesembuhan, dengan membawa kontrol dan selalu mengingatkan penderita untuk minum obat secara teratur dan penderita juga tidak lupa untuk meminum obat. Sedangkan untuk partisipan 2 keluarga memang tidak tahu tentang pengobatan, karena yang selalu mengantarkan obat ke penderita adalah bidan desa setempat. Jadi keluarga atau partisipan 2 tidak terlalu tahu dengan pengobatan penderita.

(15)

4.4 Pembahasan

Dari hasil analisa data di atas didapatkan bahwa pengetahuan keluarga tentang penyakit TB paru dan cara penularan TB paru yaitu; pengetahuan partisipan 1, 2, 3, 4 dan 5 tentang pengertian TB paru masih minim. Sejauh yang peneliti lihat dan dengar ketika wawancara bahwa partisipan 1 sampai 5 hanya mengetahui kalau penyakit TB paru itu menular, dan tidak tahu penyebab dari penyakit TB paru. Peneliti bisa katakan belum tahu karena dilihat dari perkataan partisipan 1 kalau penyakit TB itu menular dan penyakit TB paru datang dari jantung. Bila dikaitkan dengan teori Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pancaindra yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Partisipan 1, melalui hasil wawancara diketahui hanya mendapat informasi tentang penyakit TB paru satu kali dari bidan dengan materi yang terfokus pada penyakit TB menular, pantangan makanan untuk penderita dan bagaimana mencegah penularan TB paru. Partisipan 2, 3, dan 5 melalui hasil wawancara diketahui hanya mendapat informasi satu kali dari bidan desa dengan materi yang terfokus pada penyakit TB dapat menular. Partisipan 4, mendapat informasi dari tenaga kesehatan Puskesmas Kao

(16)

kalau penyakit TB menular dan pantangan makanan untuk penderita TB paru. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. (Efendy, 2009).

Partisipan 1, 4 dan 5 tahu tentang cara penularan TB paru karena dari pernyataan partisipan bahwa penyakit TB paru dapat menular melalui dahak yang tidak ditutup, batuk tidak menutup mulut dan membuang dahak di sembarang tempat. Pernyataan ini sesuai dengan teori pencegahan TB paru yaitu pencegahan penularan TB paru dapat diinstruksikan melalui pentingnya menjaga kebersihan, menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin, membuang tisu bekas pakai dengan baik dan bagi penderita TB paru jangan membuang dahak di sembarang tempat. Cara membuang dahak yang benar yaitu, menimbun dahak dengan tanah/pasir, tampung dahak dalam kaleng berisi lisol, air sabun, spritus, dan dapat dibuang di lubang WC. (Asih, 2004). Sedangkan partisipan 2 tidak tahu bagaimana cara penularan TB paru. Partisipan 2 kurang terpapar dengan informasi-informasi tentang penyakit TB paru. Partisipan 2 hanya mendapat informasi kalau penyakit TB paru dapat menular tetapi tidak dengan informasi bagaimana cara penularannya. Partisipan 3 mendapat informasi kalau penyakit TB ini dapat menular melalui alat

(17)

makan penderita penyakit tuberkulosis paru. Pernyataan partisipan 3 tidak sesuai dengan teori. Menurut Muttaqin (2008), penularan pertama penyakit TB paru disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang terdapat dalam droplet (percikan dahak) yang dikeluarkan penderita TB paru sewaktu batuk, bersin bahkan saat berbicara.

Dengan adanya pengetahuan keluarga tentang bagaimana cara penularan TB paru dan penyakit TB paru itu sendiri, maka dengan begitu keluarga akan melakukan upaya pencegahan dan pengobatan untuk pemutusan rantai penularan TB paru. Menurut Sukana & Manalu (2011), faktor pengetahuan pada keluarga sangatlah penting dalam penularan TB paru. Dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang TB paru maka akan menunjukkan suatu perilaku yang tidak baik antara lain kebiasaan penderita meludah di sembarang tempat, batuk tanpa menutup mulut, dan pengobatan yang tidak teratur.

Upaya pencegahan yang dilakukan partisipan 3, 4 dan 5 cukup baik, dalam melakukan perannya sebagai anggota keluarga dalam mengingatkan penderita TB paru untuk tidak membuang dahak di sembarang tempat dan memisahkan alat makan penderita. Adapun partisipan 1 melakukan perannya sebagai anggota keluarga dalam pemutusan rantai penularan

(18)

dengan baik. Hasil observasi peneliti, menunjukan bahwa rumah yang ditempati partisipan 1 terlihat bersih, tidak terlihat sampah yang berhamburan di lantai, dan terdapat sinar matahari yang menerangi rumah pada setiap ruangan yang ada. Partisipan 1 juga melakukan perannya sebagai istri dan anggota keluarga dalam mengingatkan penderita TB paru untuk tidak membuang dahak di sembarang tempat dan kalau batuk harus menutup mulut. Partisipan 4 dan 5 menyediakan tempat dahak untuk penderita TB paru di dalam kamar, seperti baskom berisi pasir, dan kaleng cat kosong. Tindakan yang dilakukan partisipan 4 dan 5 ini tidak sesuai dengan teori, sehingga dapat memungkinkan terjadinya penularan pada anggota keluarga lainnya atau orang lain. Adapun cara membuang dahak yang benar yaitu, menimbun dahak dengan tanah/pasir, tampung dahak dalam kaleng berisi lisol, air sabun, spritus dan membuang dilubang WC (Asih, 2004).

Partisipan 2 tidak melakukan apa-apa dalam pemutusan rantai penularan ini, sehingga bisa dilihat peran keluarga untuk partisipan 2 tidak baik karena kurangnya informasi tentang penyakit TB paru dan pengetahuan partisipan terhadap penyakit TB paru, dan juga bisa dikatakan tidak baik karena terkait dengan hasil penelitian Lukman (2002) mengatakan keluarga yang mempunyai strategi koping yang baik, akan

(19)

berpengaruh bagi keluarga dalam mempertahankan keutuhan keluarga, kerja sama dan rasa optimis dalam menghadapi keadaan. Dalam hal ini strategi koping dipengaruhi oleh pendidikan dan pengetahuan keluarga, sikap keluarga, ketersediaan sarana dan fasilitas kesehatan, serta persepsi keluarga terhadap penyakit TB paru itu sendiri. Oleh karena itu kepatuhan penderita TB paru dalam pengobatan, berhubungan dengan strategi koping dan tingkat stress penderita.

Selain peran keluarga dalam melakukan upaya pencegahan dalam pemutusan rantai penularan TB paru, pengobatan juga temasuk dalam pemutusan rantai penularan. Dengan begitu tujuan utama pengobatan penderita TB paru adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan penderita TB paru dan strategi penanggulangan TB paru DOTS (Directly Observed Treatmen Short-Course) (Depkes RI, 2009).

Peran partisipan 1 dan 4 cukup baik dalam membantu pengobatan penderita TB. Dikatakan cukup baik karena partisipan 1 dan 4, melakukan peran sebagai pengingat untuk penderita agar penderita tidak lupa untuk meminum obat. Partisipan 1 dan 4 juga membawa penderita untuk kontrol ke Puskemas supaya penderita TB paru cepat sembuh. Partisipan 5 melakukan dengan cukup baik. Usaha dalam pengobatan

(20)

yang dilakukan partisipan 5 dalam menyembuhkan penderita TB paru dengan mencoba pengobatan-pengobatan tradisional untuk kesembuhan penderita TB paru. Ketika upaya pengobatan tradisional tidak sembuh, partisipan membawa penderita Tb paru pergi ke Puskesmas diperiksa dan diberikan obat. Peran partisipan 5 dalam pengobatan juga cukup baik, karena partisipan 5 berperan sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO) untuk penderita TB paru. Hal ini tampak dalam pernyataan partisipan 5 yang menjaga penderita sampai selesai meminum obat baru keluar dari kamarnya. Menurut Widayanti (2012), dukungan keluarga yang diterima penderita TB paru dipengaruhi oleh penilaiannya terhadap peran keluarga dalam mendorong kesembuhan penderita. Partisipan 5 juga menyadari perannya sebagai PMO, yang harus mendorong kesembuhan penderita dengan baik. Persepsi terhadap dukungan keluarga sebagai PMO adalah pandangan dan penilaian penderita TB terhadap interaksi dengan keluarga berupa informasi, perhatian, dorongan, dan bantuan dari PMO sehingga memunculkan kualitas hubungan yang dapat mempengaruhi kesembuhan penderita. Sedangkan partisipan 2 dan 3 tidak melakukan usaha pengobatan dalam mendukung kesembuhan penderita TB paru. Partisipan 2 memiliki keterbatasan pengetahuan terkait pengobatan dan kurang

(21)

mendapat informasi. Partisipan 3, tidak melakukan apa-apa dalam membantu kesembuhan penderita karena partisipan juga tidak tahu bagaimana harus melakukan perannya sebagai PMO, dan keterbatasan pengetahuan terkait penyakit TB paru sehingga membuat partisipan 2 dan 3 tidak melakukan apa-apa dalam membantu pemutusan rantai penularan TB paru dengan cara pengobatan.

Gambar

Tabel 4.1 Data Riset Partisipan   Data  Umum   Partisipan 1  Partisipan 2  Partisipan 3  Partisipan 4  Partisipan 5  Inisial  partisipan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji hipotesis menunjukkan t hitung > t tabel (10,087 > 1,661), maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya bahwa program Jamsostek mempunyai hubungan nyata dan

Pada penelitian ini, akan digunakan metode ultrasonik- milling dalam proses pembuatan nanopartikel silika.. Menurut Sidqi (2011),

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan petunjuk, kemudahan serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir sebagai

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas kasih dan limpahan berkatnya, sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan dengan judul Biostimulasi

Gambar 2. Hari kedua program pelatihan pada pengabdian guru kelas Hasil dari kegiatan pengabdian ini, guru kelas memiliki ketrampilan dalam pembuatan game puzzle tebak

 Adanya perkebunan di hampir sekitar tapak memberikan suasana alam yang dapat memberikan view yang cukup baik dalam menimbulkan kesan healing  Lokasi tapak tidak jauh dengan

terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga, dapat mengakibatkan gangguan yang serius terhadap penduduk & lingkungan, menimbulkan kematian dan gangguan kesehatan, kerusakan

Pendekatan komparasi dilakukan dengan membandingkan undang-undang negara Inggris, Belanda, Filipina dan Korea Selatan yang berkaitan dengan kewenangan ombudsman dalam