• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKAWINAN ADAT SUKU DAYAK NGAJU DI DESA DANDANG KABUPATEN KAPUAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKAWINAN ADAT SUKU DAYAK NGAJU DI DESA DANDANG KABUPATEN KAPUAS"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

33 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

PERKAWINAN ADAT SUKU DAYAK NGAJU DI DESA DANDANG KABUPATEN KAPUAS

Oleh :

THAMRIN SALOMO dan Utuyama Hermansyah Doesen FKIP Universitas Palangka Raya

Abstrak: Perkawinan menurut adat pada saat sekarang ini lebih dominan dilakukan oleh kalangan masyarakat pedesaan, termasuk masyarakat desa Dandang. Dengan masih dipergunakannya tata cara perkawinan hanya menurut adat istiadat sudah barang tentu hal ini akan menimbulkan berbagai masalah dalam sebuah rumah tangga dilihat dari perspektif hukum di Indonesia.

Beranjak dari pemikiran tersebut diatas maka masalah yang akan dimunculkan dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah syarat – syarat perkawinan adat dayak ngaju di Desa Dandang Kabupaten Kapuas. Bagaimana tujuan perkawinan adat dayak ngaju di Desa dandang Kabupaten Kapuas. Bagaimanakah proses perkawinan adat suku Dayak Ngaju di Desa Dandang Kabupaten Kapuas. Bagaimana masyarakat memaknai Upacara perkawinan adat dayak ngaju di Desa Danadang Kabupaten Kapuas.Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Dandang Kecamatan Pasak Talawang Kabupaten Kapuas. Tujuan perkawinan bagi masyarakat dayak ngaju terutama pada masyarakat desa Dandang yaitu menjalin ikatan pernikahan yang sakral bermartabat, berbudaya, dan memiliki nilai – nilai agama yang baik dalam ikatan perkawinan saling mengungkap janji biasanya bagi masyarakat Desa Dandang dengan istilah Cinta Hentang Tulang memiliki makna ikatan sehidup semati.

Prosesi perkawinan adat Dayak Ngaju di Desa Dandang sama halnya dengan perkawinan masyarakat Indonesia pada umumnya selalu mengikiti kemajuan jaman oleh karena itu secara langsung pergeseran budaya akan terjadi secara tidak sengaja, dalam prosesi pernikahan biasanya yang menyebabkan pergeseran adalah alasan klasik yaitu alasan mahalnya biaya melaksanakan perkawinan adat serta syarat yang banyak, sehingga sebagian masyarakat yang ekonomi menengah ke bawah melaksanakan perkawinan dengan jalan mereka sendiri yang singkat hanya menurut aturan agama saja.

Kata Kunci : Perkawinan Adat

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Salah satu kebutuhan manusia adalah hidup bersama antara pria dan wanita. Faktor yang penting keinginan untuk hidup bersama terutama sekali untuk melangsungkan keturunan, tetapi ada pula keinginan hanya ada berkumpul tanpa mengharapkan keturunan, seperti halnya pada mereka yang sudah lanjut usia dan tidak memungkinkan lagi untuk memberikan keturunan padanya.

Konsekuensi dari hidup bersama atau perkawinan itu menimbulkan beberapa akibat hukum yang sangat penting dalam masyarakat sebagai akibatnya : Pertama, bahwa dengan hidup bersama antara seorang pria dan wanita yang disebut suami isteri, keduanya hidup bersama dalam sebuah ikatan perkawinan yang sering

(2)

34 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

disebut dengan rumah tangga.

Dengan beberapa akibat yang sangat penting itulah masyarakat membutuhkan suatu aturan yang mengatur perilaku dalam hidup bersama, diantaranya mengenai tata cara dan syarat-syarat untuk sahnya hidup bersama tersebut.

Untuk sahnya hidup bersama sebagai suami isteri pada dasarnya harus didahului dengan suatu upacara-upacara tertentu yang biasanya disebut dengan upacara perkawinan, sehingga perkawinan itu merupakan suatu momen penting bagi suami sebagai suatu ikatan yang akan melahirkan hak dan kewajiban antara satu dengan yang lainnya beserta akibat yang timbul dari suatu perkawinan tersebut dalam perkawinan yang dianggap sacral menjalin ikatan atau hubungan sehidup semati sempai maut yangmemisahkan dalam istilah adat dayak ngaju sering disebut “Sinta hentang Tulang” atinya dalam membina rumah tangga hendaknya seumur hidup. Oleh karena itui pemerintah juga berpernan aktif mencatat perkawinan di catatan sipil bahkan adat juga mencatat berdasarkan aturan – aturan yang berlaku.

Perangkat peraturan perkawinan yang merupakan suatu kesatuan yang berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat di Indonesia diatur didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan serta Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Dan dengan berlakunya peraturan perundangan ini maka ketentuan-ketentuan peraturan perundangan yang mengatur tentang perkawinan sejauh ini telah diatur dalam peraturan perundangan ini dinyatakan tidak berlaku.

Meskipun UU No. 1 Tahun 1974 menghendaki adanya suatu ketentuan yang mengatur tentang perkawinan yang berlaku bagi segenap lapisan masyarakat, daerah ditanah air ini. Dan di Kalimantan Tengah perlakuan UU ini tidak sepenuhnya diberlakukan di dalam pelaksanaan sebuah perkawinan, akan halnya seperti pada daerah-daerah pedesaan di Kalimantan Tengah perlakuan perundangan itupun tidak sepenuhnya dilaksanakan secara utuh dan menyeluruh dalam melaksailakan proses perkawinan yang dilaksanakan.

Perkawinan menurut adat pada saat sekarang ini lebih dominan dilakukan oleh kalangan masyarakat pedesaan, termasuk masyarakat desa yang ada di desa. Dengan masih dipergunakannya tata cara perkawinan hanya menurut adat istiadat sudah barang tentu hal ini akan menimbulkan berbagai masalah dalam sebuah rumah tangga dilihat dari perspektif hukum di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut diatas, disini penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan merumuskan masalah yang ada didalam judul seperti : “PERKAWINAN ADAT SUKU DAYAK NGAJU DI DESA DANDANG KABUPATEN KAPUAS”.

1.2. Masalah dan Rumusan Masalah

Beranjak dari pemikiran tersebut diatas maka masalah yang akan dimunculkan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah syarat – syarat perkawinan adat dayak ngaju di Desa Dandang Kabupaten Kapuas.

2. Bagaimana tujuan perkawinan adat dayak ngaju di Desa dandang Kabupaten Kapuas.

3. Bagaimanakah proses perkawinan adat suku daya ngaju di Desa Dandang Kabupaten Kapuas.

4. Bagaimana masyarakat memaknai Upacara perkawinan adat dayak ngaju di Desa Danadang Kabupaten Kapuas.

(3)

35 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dapat penulis tegaskan sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui Syarat – syarat apa saja yang disiapkan dalam perkawinan adat dayak ngaju di Desa Dandang Kabuapten Kapuas.

2. Untuk mengetahui tujuan perkawinan adat dayak ngaju di Desa Dandang Kabupaten Kapuas.

3. Untuk Mengetahui proses perkawinan adat dayak ngaju di Desa Dandang Kabupaten Kapuas.

4. Untuk Mengetahui Cara mesyarakat memaknai perkawinan adat dayak ngaju di Desa Dandang Kabupaten Kapuas.

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Perkawinan

Manusia tidak dapat berkembang tanpa adanya perkawinan, karena perkawinan menyebabkan adanya keturunan dan akibat dari perkawinan menyebabkan adanya keturunan dan akibat dari perkawinan menimbulkan keluarga yang berkembang menjadi kerabat, jadi perkawinan merupakan unsur yang sangat vital sekali dalam hal meneruskan keturunan, kehidupan manusia dan masyarakat.

Menurut Dr. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya yang berjudul perkawinan di Indonesia, mengatakan bahwa: “Perkawinan adalah cara hidup bersama antara laki-laki dengan wanita yang diatur formal (yuridis dan sering juga secara religius) sesuai maksud dua orang itu dan undang-undang. Perkawinan dilakukan seumur hidup bersama itu adalah nafsu birahi, pra reaksi, keutuhan persaudaraan, dorongan meelihara anak dan keinginan mendidik anak itu menjadi anggota yang baik di masyarakat. (Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, 1974 : 7).

Karena penting akibat dari perkawinan seperti dilihat dari definisi-defenisi di atas maka masyarakat memerlukan peraturan-peraturan yang mengaturnya, peraturan inilah yang meberikan pengertian bahwa perkawinan yaitu hidup bersama dari seorang pria dan seorang wanita yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan-peraturan tersebut.

Sejalan dengan pendapat tersebut diatas Hilman Hadikusama, SH, dalam bukunya yang berjudul Hukum Perkawinan Adat mengatakan bahwa: “perkawinan merupakan nilai hidup untuk dapat meneruskan keturunan, mempertahankan silsilah dan kedudukan sosial sseorang”. Dan dalam undang-undang perkawinan1 Tahun 1974 ditegaskan bahwa :“ Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Berdasarkan kutipan diatas dapat dijelaskan bahwa sebagai warga negara yang berdasarkan Pancasila dimana sila pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja hanya mempunyai unsur lahir/ jasmani, tetapi juga mempunyai unsur bathin/rohani yang mempunyai yang sangat penting membentuk keluarga yang bahagia mendapat keturunan yang juga menjadi

(4)

36 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

tujuan perkawinan dalam upaya pemeliharaan dan pendidikan yang menjadi tugas orang tua.

2.2. Tujuan Perkawinan

Seperti halnya tujuan perkawinan menurut undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa tujuan perkawinan adalah:” Untuk membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Untuk merealisasikan tujuan tersebut suami istri perlu saling membantu dalam melengkapi diri agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan spritual dan material.

Suatu perkawinan dikatakan sah menurut hukum apabila perkawinan itu benar-benar dilakukan menurut aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat, dimana perkawinan itu dilakukan dengan tujuan-tujuan mulia sesuai dengan agama dari masing-masing bersangkutan. Agama menghendaki bawha perkawinan itu bertujuan untuk memenuhi kahendak dan akal manusia secara duniawi dan surgawi sebagai suatu usaha melaksanakan perintah Tuhan.

Dari uraian-uraian diatas secara singkat dapat dikemukakan bahwa perkawinan adalah kehidupan bersama antara pria dan wanita untuk seumur hidup dengan tujuan:

a. Membina rumah tangga yang rukun, bahagia sejahtera dan kekal. b. Meneruskan keturunan.

c. Memelihara lembaga keluarga.

d. Menjaga persatuan peradaban manusia. e. Memelihara adat istiadat.

2.3. Tujuan Perkawinan menurut Hukum Adat

Dalam pandangan hukum adat bahwa tujuan perkawinan itu adalah membina kerukunan kehidupan dan mencapai kesejahteraan keluarga dengan maksud ingin mempertahankan, meneruskan keturunan dalam upaya menjaga kelestarian dan kekerabatan keluarga. Untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian, serta untuk mempertahankan warisan.

Pada masyarakat adat yang patrilinial perkawinan bertujuan mempertahankan garis keturunan Bapak, sehingga anak laki-laki (tertua) harus melaksanakan perkawinan ambil istri (dengan pembayaran uang jujur). Dimana setelah perkawinan berlangsung isteri ikut masuk dalam kekerabatan suami dan melepaskan Kedudukan adatnya dalam susunan kekerabatan bapaknya.

Kemudian pada masyarakat yang matrilineal, perkawinan bertujuan mempertahankan garis keturunan ibu, sehingga anak wanita (tertua) harus melaksanakan perkawinan ambil suami. Suami dalam hal ini ikut masuk kekerabatannya dan isteri melepaskan kedudukannya dalam susunan kekerabatan orang tuanya.

Bagi masyarakat yang parental, dimana ikatan kekerabatannya sudah mulai melemah, seperti pada suku Dayak pada umumnya. Bagi mereka yang melakukan perkawinan tujuannya semata-mata untuk membina hubungan kekeluargaannya sendiri untuk masa yang akan datang, 1ebih1ebih apabila perkawinan itu campuran antara berbagai sub suku yang ada yang bukan hanya bertumpu pada sukunya sendiri.

(5)

37 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

2.4. Syarat-Syarat Perkawinan

Seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, bahwa syarat-syarat untuk melangsungkan suatu ikatan perkawinan, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Perkawinan haruslah berdasarkan atas perstujuan kedua calon mempelai.

b. Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang mencapai umur 21 tahun haruslah mendapat izin dari kedua orang tuanya.

c. Haruslah mendapat izin dari kedua orang tuanya yang masih hidup atau walinya apabila orang tua telah tiada.

d. Perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan wanita 16 tahun.

e. Perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan.

f. Perkawinan haruslah dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).

2.5. Pencatatan Perkawinan

Seperti yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 dalam Bab 1 Pasal 2 ayat (20) yang menyatakan bahwa : tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku." (UU No. 1/1974:8).

Apabila disimak dari kutipan di atas bahwa perkawinan yang dilaksanakan tidak bisa dilakukan asal jadi, tetapi dilaksanakan dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku, baik ketentuan-ketentuan hukum secara nasional maupun hukum agama serta hukum adat yang ada pada masing-masing calon mempelai. Dan bukti dari kesemua peristiwa itu haruslah dicatat dengan rapi, dicatat dalam arti baik secara Administrasi oleh Pemerintah maupun o1eh masyarakat adat setempat.

Sebagai bukti yang dianggap paling otentik tentang adanya perkawinan itu bisa dilihat baik dalam surat yang resmi dikeluarkan oleh pihak Pemerintah yang berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Surat dimaksud diperoleh pada Kantor Pemerintah bagian Pencatatan Sipil, juga surat-surat yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan agama yang juga dapat dilihat pada arsip dari organisasi Agama yang juga dapat dilihat pada arsip dari organisasi Agama yang melaksanakannya disamping surat-surat bukti yang dikeluarkan oleh pihak keluarga dalam hal ini surat yang berdasarkan hukum adat yang berlaku yang melaksanakan perkawinan itu sendiri dalam hal ini surat perjanjian perkawinan adat yang didalamnya menerangkan identitas yang sah dan resmi tentang Siapa suami isteri itu, serta ketentuan-ketentuan pemenuhan hukum adat yang harus dipenuhi, baik oleh calon mempelai laki-laki maupun calon mempelai wanita, serta juga Disana diatur bagaiana tanggung jawab seseorang suami maupun isteri dalam hal membina rumah tangga mereka.

Pada sisi lain dalam surat perjanjian perkawinan adat, juga diatur tentang bagaimana mengelola harta benda hasil perkawinan baik selama hidup maupun setelah salah satu atau keduanya meninggal dunia. Lebih-lebih Disana juga diatur tentang hak orang tua untuk memelihara keturunannya sekiranya perkawinan itu membuahkan keturunan.

(6)

38 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

2.6. Adat Perkawinan Menurut Suku Dayak Ngaju

Sebelum penulis menguraikan tentang Adat Perkawinan Menurut suku Dayak Ngaju, maka ada baiknya penulis ketenggahkan terlebih dahulu tentang pengertian tentang adat itu sendiri.

Sesuatu yang sering dilakukan berulang-ulang dan akhirnya menjadi kebiasaan, dimana kebiasan itu normatif yang telahterwujud aturan tingkah lakunya yang berlaku ddalam masyarakat dan dipertahankan oleh masyarakat. (Hilman Hadikusuma, SH. 1983 : 16).

Apabila disimak dari pendapat tersebut diatas maka adat adalah suatu kebiasaan yang normatif dan diberlakukan dalam masyarakat serta dipertahankan oleh masyarakat. Dengan demikian walaupun kebiasan tidak terlalu berulang secara terus menerus, tetapi berulangnya pada suatu waktu tertentu, maka hal itupun sudah dikategorikan sebagai suatu pengulangan yang bersifat pelanggaran maka terhadap pelanggaran itu akan ada reaksi dari masyarakat pendukungnya karena dianggap sebagai suatu penyimpangan normatif yang ada.

Tahapan-tahapan atau prosesi yang sistematis dalam perkawinan adat antara lain yaitu :

a. Tahap Pertama

Tahap ini disebut dengan Manyampai atau Manjuluk Duit Pangumbang, maksudnya yaitu pihak pria menyampaikan adat atau berupa uang kepada perempuan melalui seseorang perantara atau yang mewakili keluarga pihak pria. Uang atau benda adat tersebut sebagai tanda atau bukti kebenaran isi hati pihak pria untuk mengambil si wanita untuk dijadikan istri. Setelah benda adat atau uang tersebut diterima oleh orang tua pihak perempuan, maka pihak perempuan segera mengumpulkan seluruh kerabat guna mengadakan musyawarah mufakat untuk menentukan apakah maksud dari orang tua pihak pria itu diterima atau ditolak. Apabila diterima maka pihak perempuan harus segera mengirim kabar kepada pihak pria bahwa maksud dan tujuan Pangumbang tersebut diterima. b. Tahap Kedua

Dalam tahapan kedua ini tersebut dengan Mamupuh atau Mamanggul. Pada tahap ini dibarengi dengan perundingan tentang syarat-syarat untuk mencapai tahapan berikutnya dan dalam hasil perundingan ini dituangkan dalam satu Surat Perjanjian Mamunggul atau mamupuh dimana dalam surat perjanjian itu juga memuat sanksi-sanksi adat yang disebut singer atau denda. Besar kecilnya singer atau denda ditentukan atas kesepakatan kedua belah pihak. Dalam surat perjanjian tersebut akan ditulis Jalan Hadat yang akan dibayar oleh pihak perempuan pada saat melaksanakan perkawinan nantinya.

c. Tahap Ketiga

Tahap ketiga yang disebut Tahap Perkawinan. Dalam tahap inipun melalui beberapa tingkatan upacara yang disebut Penganten Manda’i yaitu calon mempelai pria ketempat calon mempelai perempuan dengan arak-arakan yang dilakukan pada siang hari. Kemudian pada malam harinya akan dilaksanakan upacara “Haluang Hapelek” yaitu acara penyerahan atau pemenuhan Jalan Hadat antara lain Palaku. Kemudian sesuai hari yang telah ditentukan berdasarkan atas kesepakatan dari kedua belah pihak maka resepsi perkawinan dilaksanakan. d. Tahap Keempat

Tahap ini adalah tahap terakhir menurut adat perkawinan suku Dayak yaitu Pakaja Manantu maksudnya mempelai wanita dibawa kerumah atau

(7)

39 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

kekampung orang tua mempelai pria untuk diperkenalkan kepada kerabat mempelai pria, dalam acara ini orang tua mempelai pria menyerahkan benda adat (Batu Kaja) yang belum dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Perjanjian Jalan Hadat.

METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif yang digunakan untuk mengetahui hasil data yang berupa kata - kata tertulis maupun lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati, baik secara observasi, wawancara maupun dokumentasi.

Berdasarkan kutipan diatas, metode kualitatif digunakan untuk melihat dan menjelaskan fakta-fakta yang terjadi pada saat ini.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai awalnya adalah ekseprimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sample sumber data dilakukan secara porposive dan snuwboal, teknik pengumpulan dengan terianggulasi (Gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makana dari pada generalsisasi. Menurut Sugiyono (2009 : 15)

Pada penelitian kualitatif data yang didapat dan dihasilkan dari wawancara dipergunakan peneliti sebagai data dan peneliti menjadi instrumen penting didalamnya. Dengan demikian diharapkan penelitian ini mampu mencapai tujuan umum yaitu mengenai Perkawinan Adat Suku Dayak Ngaju Di Desa Dandang Kabupaten Kapuas.

3.2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang akan diteliti yaitu di Desa Dandang Kecamatan Pasak Talawang Kabuapten Kapuas propinsi Kalimantan tengah Indonesia. Dalam pelaksanan penelitian peneliti hanya mengumpulkan data mengenai perkawainan adat dayak ngaju di Desa Dandang Kabuapten Kapuas. Data yang dihimpun berasal dari masyarakat Desa Dandang dilaksanakan selama mengadakan penelitian.

3.3. Sumber Data

Menurut Sudarsono (dalam Bagong suyanto dan Sutinah, Eds.2006: 55- 56) bahwa sumbardat dapat dibagi menjadi dua yakni: (1) Sumbar data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek yang akan di teliti; (2) Sumber data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari lambaga atau intansi tertantu.

Penelitian ini dilakukan di Desa Dandang Kabuapten Kapuas. Data yang dihimpun berasal dari masyarakat Desa Dandang dilaksanakan selama mengadakan penelitian. Data yang diperoleh berupa data teks mengenai aturan perkawinan adat dayak ngaju di Desa Dandang. Data bisa berupa VCD dan kemudian diteransferkan kedalam bentuk teks,sebagai data peimer,dan data dari buku – buku literature sebagai bahan penunjang penelitian ini melalui studi kepustakaan. Sedangkan data sekunder di peroleh melalui informasi atau keterangan dari informan di lapangan dari nara sumber seperti Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat,dan tokoh Agama atau orang – orang yang memahami mengenai aturan perkawinan adat setempat.

(8)

40 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data tidak dipandang sekedar apa yang diberikan alam, melainkan merupakan hasil interaksi antara peneliti dengan sumber data. Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian berupa penempatan subjek penelitian informasi yang dilakukan. pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: observasi, wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi, pengambilan foto. Sedangkan teknik penggunaannya dapat dijelaskan sebagai berikut :

3.4.1. Observasi

Observasi adalah tehnik dan alat pengumpulan data untuk menjaring / pengumpulan data.

Sebagaimana pendapat berikut mengatakan bahwa :

“observasi adalah sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki” (Bohar Soeharto, 1993: 141).

Yang diobservasi dalam suatu penelitian kualitatif lazimnya suatu situasi sosial tertentu. Setiap situasi sosial setidak-tidaknya mempunyai tiga elemen utama yaitu :

1. Lokasi / fisik tempat sesuatu itu berlangsung. Seperti gedung belajar yang dipakai untuk proses pembelajaran, peralatan yang disediakan untuk membantu berjalannya proses pembelajaran serta sarana dan prasarana yang ada ditempat proses pembelajaran tersebut.

2. Manusia-manusia pelaku dan aktor yang mendukung status / posisi tertentu dan memainkan peran-peran tertentu.

3. Kegiatan atau aktifitas para pelaku pada lokasi/tempat berlangsungnya suatu situasi sosial. (Sanafiah Faisal, 1990: 77).

3.4.2. Wawancara

Wawancara, adalah Sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Dalam menggunakan tekhnik wawancara ini, keberhasilan dalam mendapatkan data atau informasi dari obyek yang diteliti sangat bergantung pada kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara.

Yang dilakukan oleh pewawancara agar proses wawancaranya berhasil ialah kemauan mendengar dengan sabar, dapat melakukan interaksi dengan orang lain secara baik, dapat mengemas pertanyaan dengan baik, dan mampu mengalaborasi secara halus apa yang sedang ditanyakan jika dirasa yang diwawancarai belum cukup memberikan informasi yang di harapkan.

Penulis mengadakan tatap muka dan wawancara langsung dengan Tokoh Adat, Masyarakat. Hal ini di lakukan untuk memperkuat data yang akurat.

3.4.3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah alat untuk mencari data yang bersifat tertulis, seperti buku – buku laporan, profil dari Tokoh Adat. Data-data yang dicari melalui dokumentasi, seperti data-data pribadi, proses administrasi dan lain-lain, yang didapat dari hasil wawancara atau pembicaraan tatap muka secara langsung dengan Tokoh Adat. Metode pencarian data ini sangat bermanfaat karena dapat dilakukan dengan tanpa mengganggu obyek atau suasana penelitian.

(9)

41 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

3.4.4. Pengambilan foto dengan kamera

Pengambilan foto dengan kamera foto di lamangan serta omeman dekoratif yang digunakan sehingga mendapat gambaran system pelaksanaan perkawinan adat dalam bentuk yang baik den jelas dalam sebuah gambar mengenai tata cara pelaksanaan perkawinan adat Khususnya di Desa Dandang Kabupaten Kapuas. 3.5. Instrumen Penelitian

Dalam rangka untuk membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini, maka dipergunakan beberapa sarana pendukung yang mempunyai peranan yang sangat penting demi kelancaran pelaksanaan penelitian yaitu perkawinan adat dayak ngaju di Desa Dandang Kabuapten Kapuas. Adapun saranan yang di gunakan antara lain:

A. Tape reckorder dipergunakan untuk merekam uraian atau keterangan dari para informan.

B. Kodak untuk membantu dokomentasi tentang lokasi penelitian yang diteliti. C. Buku dan alat – alat tulisan untuk mencatat hal – hal penting lainya.

3.6. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisa data kualitatif, data di olah sehingga dapat di ambil kesimpulan atau makna yang valit, serta metode yang sebaiknya untuk menganalisis data kualitatif agar dapat memenuhi syarat ilmiah dalam penelitian.

Untuk menganalisis data kulalitatif yang diperoleh dari lapangan, peneliti menggunakan proses analisa data dari Burhan Bungin 2001 : 99. Sebagai Berikut:

Dalam pengolahan data, penulis berpedoman pada langkah-langkah pengambilan data yang bersifat umum, yakni:

a) Reduksi Data

Data yang diperoleh di lapangan baik ditulis / diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Dari laporan yang ada perlu direduksi, dirangkum. Dipilih hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya, jadi laporan lapangan sebagai bahan “mentah” disingkatkan, direduksi, disusun lebih sistematis, ditonjolkan pokok yamg penting, diberi susunan lebih sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan.

b) Penyajian data (Display Data)

Nasution (1996: 129) menyatakan bahwa “peneliti” berusaha untuk mencari makna data yang dikumpulkan. Untuk itu ia mencari pola, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya. Jadi data yang diperoleh ia mencoba mengambil kesimpulan.

Kesimpulan-kesimpulan Penarikan/Verifikasi Penyajian Data (Display data) Pengumpulan data Reduksi data

(10)

42 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

Ada pendapat yang mengatakan bahwa “Display data adalah menyajikan data dalam bentuk matrik, network, chart atau grafik dan sebagainya.” (Usman dan Akbar, 995: 87).

Hal itu juga sesuai dengan pendapat ahli yang mengatakan bahwa display data adalah “Sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.” ( Miles dan Huberman, 1992: 17)

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil kesimpulan dari data yang diperoleh, walaupun data yang diperoleh belum memperoleh gambaran secara meneyeluruh. Dengan demikian perlu display data agar peneliti dapat menguasai data dan terenam dengan setumpuk data.

c) Kesimpulan dan verifikasi

Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperolehnya. Untuk itu peneliti mencoba mencari pola model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul dan sebagainya. Jadi dari data yang diperoleh tersebut dapat peneliti mencoba mengambil kesimpulan, permulaan kesimpulan itu kabur, tetapi lama kelamaan semakin jelas, karena data yang diperoleh semakin mendukung dan verivikasi daapt dilakukan dengan singkat yaitu dengan mengumpulkan data baru. Hal itu sesuai dengan pendapat para ahli yang mengatakan bahwa:

Untuk dapat memperoleh kesimpulan penelitian perlu dilakukan pengolahan data sesuai dengan metode atau tekhnik atau tekhnik yang sesuai dengan bentuk data itu sendiri atau tekhnik yang digunakan untuk data kualitatif dan non statistik atau analisis kualitatif. ( Soeharto, 1993: 135 ).

Hal itu juga kembali dipertegas dengan pendapat lainnya yang menyatakan bahwa: “Laporan penelitian kualitatif dikatakan ilmiah jika persyaratan validitas, reliabilitas, dan objektivitasnya sudah terpenuhi. “ (Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, 1995: 87) .

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 5.1. Pembahasan Tentang Perkawinan Menurut Dayak Ngaju

Yang dimaksud dengan bentuk perkawinan di sini adalah macam-macam perkawinan dilihat dari cara pelaksanaan perkawinan tersebut. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan nara sumber Bp. Anggas Jantan

1. Kawin hatamput atau kawin lari

Kawin saling membawa “kawin lari”. Kawin hatamput terjadi apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan sepakat dan atas kehendak bersama melarikan diri dari orang tua mereka dengan maksud untuk bisa hidup bersama sebagai suami istri. Karena tak mungkin bagi mereka untuk dapat dikawinkan menurut proses dan tata cara yang lazim bagi setiap perkawinan biasa. Antara laki-laki dan perempuan sepakat menikah dengan cara kawin lari dan pergi ke tokoh adat, atau salah satu keluarga baik pihak perempuan maupun pihak laki-laki dengan maksud menyampaikan keinginan mereka untuk menikah, dan tinggal beberapa hari selama dalam pengurusan hingga tiba hari pernikahan.

Cara penyelesaian perkawinan hatamput ini adalah pihak laki-laki dikenakan tuntutan dan diharuskan membayar denda yang disebut sebagai “singer tekap bau mate” denda penutup muka dan mata, yang artinya denda penutup mata atau denda penghapus aib yang diderita oleh pihak perempuan.

(11)

43 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

Selain denda tersebut syarat-syarat yang lazim di tuntut oleh adat (karena ini merupakan salah satu pelanggaran adat) maka harus tetap dipenuhi pula.

2. Kawin manyakey atau mandai “kawin menaiki”

Kawin ini bisa dilakukan oleh pihak laki-laki atau pun oleh pihak perempuan, peristiwanya terjadi dan diawali dengan kedatangan yang melakukan pekerjaan manyakey atau mandai di rumah kekasihnya. Ketika datang itu diungkapkan bahwa maksudnya mendatangi kekasihnya untuk minta dikawini.

Faktor-faktor yang menyebabkan kawin manyakey yaitu :

a. Orang tua yang tidak setuju dengan pilihan hati anaknya. Larangan atau halangan ini dirasa tidak mungkin lagi diatasi dengan cara-cara halus sehingga terpaksa yang bersangkutan meninggalkan rumah orang tuanya mendatangani kekasihnya minta kawin.

b. Pernah adanya janji untuk mengawini yang melakukan pekerjaan manyakey tersebut tetapi setelah ditunggu sekian lama tidak juga menjadi kenyataan, biasanya melakukan pekerjaan manyakey dengan alasan begini biasanya perempuan yang merasa dirinya dipermainkan oleh laki-laki yang memberinya harapan-harapan dan janji-janji namun pada hakekatnya hanyalah mempermainkan dirinya saja.

c. Penolakan lamaran, yang sering melakukan manyakey dengan alasan ini adalah dengan alasan yang dicari-cari atau disertai dengan penghinaan oleh pihak perempuan.

3. Kawin sakin penyangka “Kawin yang dikukuhkan berjangka atau kawin gantung”. Kawin sakin penyangka terjadi apabila dua keluarga saling berjanji untuk mengawinkan anak – anak mereka sedangkan anak-anak mereka masih kanak-kanak. Kedua anak laki – laki dan perempuan yang bersangkutan dipersandingkan dan dipalas, (upacara palas adalah upacara membersihkan manusia dari kesalahan dan dosa-dosanya dengan mengunakan darah, air dan dilengkapi dengan ramuan daun-daunan atau lainnya). Darah dan kelengkapannya itu disapukan pada orang yang dipalas, dalam hubungan ini diartikan bahwa kedua anak yang dipersandingkan itu telah disucikan hubungannya dalam ikatan perkawinan.

4. Kawin Picak Kacang “Kawin turus kacang”. Penamaan kawin pincak kacang mungkin dilatarbelakangi oleh kenyataan adanya selisih yang besar antara umur mempelai laki-laki atau suami dengan bakal istrinya. Bakal istrinya itu mungkin masih kanak-kanak. Di sinilah diumpamakan yang laki-laki sebagai turus kacang (tonggak) yang pasti saja lebih panjang dan perempuan diumpamakan sebagai turus kacang yang baru saja tumbuh.

Barulah nanti setelah beberapa waktu kacang akan tumbuh dan menjalar sehingga sepadan dengan tiruannya. Seorang laki-laki meminta seorang anak perempuan untuk dijadikan istrinya walaupun anak perempuan itu masih amat muda dan dibawah umur. Jika permintaan itu dikabulkan maka keduanya dipersandingkan dan dipalas, kedua orang itu belumlah diijinkan untuk hidup bersama sebelum si istri benar-benar dewasa dan telah memenuhi syarat untuk kawin.

5. Kawin hisek “Kawin pinang” atau ”kawin hisek” merupakan bentuk perkawinan yang dianggap paling ideal. Bentuk perkawinan pinang ini

(12)

44 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

sebagaimana pula perkawinan pinang di tempat lain di Indonesia dianggap sebagai bentuk yang paling terhormat dilaksanakan.

5.2. Persiapan

Dalam masyarakat Dayak Ngaju apabila seorang pemuda berkehendak untuk mengambil seorang wanita menjadi istrinya, maka maksudnya itu disampaikan kepada orang tuanya. Ada beberapa tahap atau fase yang dilakukan sebelum upacara perkawinan.

5.2.1. Hakumbang auh (lamaran awal).

Dalam proses ini apabila ada kesepakatan dari orang tua dan si anak untuk meminang seorang gadis, maka pihak keluarga laki-laki berusaha untuk mencari tahu lebih banyak tentang asal-usul, sejarah keluarga, situasi dan kondisi si gadis. Pihak keluarga biasanya mencari seseorang anggota keluarga yang akan bertindak sebagai seorang perantara (dalam bahasa Dayak Ngaju seorang perantara biasanya disebut luang ( tatean tupay) untuk menyampaikan kehendak mereka kepada pihak perempuan, serta untuk menanyakan apakah wanita masih sendiri atau sudah ada yang punya. a. acara pelaksanaan hakumbang auh.

Uang atau barang tersebut disebut “duit / tanda katutun auh atau duit / tanda palekak kutak, duit / tanda kumbang auh” (uang tanda kesanggupan hati maupun perkataan). Semuanya dimaksud untuk mencari kesesuaian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Bagi pihak perempuan, uang atau pun barang tersebut berfungsi sebagai pegangan untuk mengadakan perundingan antarkeluarga guna menangapi maksud dari pihak laki-laki.

Setelah, seorang utusan dari pihak laki-laki yaitu luang atau tatean tupay datang ke tempat pihak perempuan untuk bertanya atau menyerahkan barang / uang tanda kesungguhan dari pihak laki-laki maka pihak perempuan menerima barang / duit tersebut dan akan membicarakan masalah tersebut kepada semua keluarga dan juga si anak yang bersangkutan.

Kemudian pihak keluarga perempuan berunding serta berkumpul untuk bermusyawarah apakah pinangan tersebut diteriam atau tidak. Dalam musyawarah tersebut akan diperhatikan dan ditanyakan silsilah atau pun kekerabatan saudara, karena dalam masyarakat Dayak Ngaju tidak akan menerima suatu perkawinan apabila ada silsilah keluarga yang tidak baik. Pada tahap selanjutnya apabila wanita menerima / menolak pinangan dari pihak laki-laki luang / tatean tupay akan dipanggil kembali untuk menyampaikan maksud dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki.

Apabila uang / barang dikembalikan berarti pihak perempuan menolak lamaran dari pihak laki-laki. Tetapi, apabila diterima, maka pihak perempuan menyampaikan keputusan dan akan bertanya kapan pihak laki – laki akan datang lagi untuk membicarakan langkah-langkah lebih lanjut, yaitu meresmikan pertunangan (maja pisek). Menurut adat pihak laki-laki akan datang lagi dalam waktu yang tidak lebih dari satu bulan setelah keputusan penerimaan dari pihak perempuan disampaikan.

(13)

45 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

Proses komunikasi yang terjadi dalam fase ini, pesan disampaikan dari sumber pesan (keluarga pihak laki-laki) sebagai calon suami, lewat kunjungan dari seorang perantara (luang / tatean tupay) dengan embawa atau menyerahkan barang sebagai syarat perkawinan pada tahap hakumbang auh seperti gong, pakaian, satu buah lilis lamiang, serta uang yang kemudian diserahkan kepada pihak perempuan sebagai symbol kebenaran / kesungguhan hati dari pihak laki-laki.

Pesan kemudian diterima oleh pihak perempuan (penerima pesan) yang kemudian akan memberikan umpan balik, yang berisi pesan tersebut apakah ditolak atau diterima. Proses ini mengkomunikasikan dalam kehidupan masyarakat Dayak Ngaju sebagai kehati-hatian serta kecocokan dan kelayakan untuk dijadikan teman hidup. Lewat pesan yang disampaikan oleh pihak perempuan (sebagai calon istri) dengan menerima barang/ uang dari pihak laki-laki maka pada tahap ini sudah terjadi komunikasi antara pihak perempuan dan pihak laki-laki (yaitu komunikasi antara sumber pesan dan penerima pesan). 5.2.2. Maja Pisek (pertunangan)

Apabila pada tahap hakumbang auh pihak wanita menerima pinangan maka kemudian pihak laki-laki akan datang kembali ke rumah pihak perempuan untuk melaksanakan maja pisek (pertunangan). Misek berarti bertanya sek dalam pengertian hukum adat perkawinan berarti suatu upacara sebelum perkawinan, dan pada saat inilah maka pihak laki-laki menanyakan syarat-syarat perkawinan nanti serta dibuatnya surat perjanjian pertunangan.

a. Cara melaksanakan maja pisek (pertunangan)

Setelah lamaran awal diterima maka pada waktu yang telah ditetapkan oleh pihak laki-laki maupun perempuan, pihak laki-laki bersama anggota keluarga serta orang tua-orang tua lainnya datang ke tempat pihak perempuan. Demikian juga pihak perempuan mengumpulkan pihak keluarganya untuk bersama-sama menyaksikan peresmian pertunangan anak-anak mereka. Dalam acara meja pisek melalui seorang yang dianggap perantara antara kedua belah pihak. Maka pihak laki-laki menyatakan syarat-syarat perkawinan nanti (jalan hadat perkawinan) yang akan dipenuhi dalam perkawinan. Jadi pada waktu “pisek” ditetapkan besar kecilnya pembayaran syarat-syarat pesta perkawinan, dan sebagainya nanti.

Upacara maja pisek biasanya secara keseluruhan ditanggung oleh pihak keluarga si gadis. Setelah tercapainya mufakat mengenai “jalan hadat perkawinan” pihak laki-laki menterahkan kepada pihak perempuan “ramu pisek” (barang-barang syarat pertunangan) yang terdiri dari : dapat dilihat dalam tabel 3.

Syarat – Syarat Ramu Pisek

NO Jenis Jumlah

1 Gong 5 Kg – 10 Kg 1 Buah. Jika tidak ada bisa dig anti dengan uang. 2 Pakayan sinde mendeng ( Seperangkat

Pakayan Perempuan )

3 Set 3 Lilis / Lamiang ( Manik – Manik Kono ) 1 Biji

4 Uang Rp …

(14)

46 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

Sumber : Hasil Wawancara Tanggal 15 Oktober 2013

Hrro A.D. Jantan , arti dari simbol pertunangan masyarakat Dayak Ngaju ini adalah :

1) Gong, fungsi gong ini dalam bahasa Dayak Ngaju disebut “batu pisek”, sebagai simbol ikatan yang memperkuat bahwa kedua belah telah melaksanakan pertunangan anak-anak mereka dan berjanji pada waktunya akan melaksanakan perkawinan anak-anak mereka tersebut .

2.) Pakaian sinde mendeng (seperangkat pakaian perempuan) sebagai simbol bahwa pihak laki-laki berterimakasih kepada sang perempuan karena telah menjaga kehormatannya.

3). Lilis/ lamiang, (manik-manik kuno yang warnanya abadi tidak akan pernah luntur oleh waktu), fungsi lamiang / lilis ini adalah sebagai “penekang hambaruan” atau penguat semangat dan keyakinan dalam setiap tindakan bahkan berperan pula sebagai alat pengakuan dan kemantapan berpijak. Bagi pihak laki-laki ini juga memberi warna bahwa mereka menghormati dan menghargai pihak perempuan.

4). Uang, sebagai simbol rejeki untuk kedua calon pengantin.

5). Ayam, darahnya berfungsi untuk mamalas (menyucikan) kedua calon mempelai. Ini sebagai simbol agar kedua calon mempelai senatiasa dalam keadaan selamat dan murah rejeki dalam masa-masa mempersiapkan perkawinan mereka. Kemudian untuk menguatkan janji ini, maka setelah acara pemalasan (penyucian) dibuat dan ditandatanganilah surat perjanjian pertunangan.

Dalam surat pertunangan ini dicantumkan antara lain syarat-syarat perkawinan yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki. Waktu dilangsungkan perkawinan, serta sanksi yang dikenakan kepada pihak-pihak yang melanggar perjanjian pertunangan yang menyebabkan batalnya perkawinan. Surat perjanjian pertunangan ini ditandatangani oleh kedua orang tua calon mempelai dan saksi-saksi dari kedua belah pihak dan diperkuat oleh kepala kampong / adat. Waktu atau masa pertunangan adalah kira-kira satu sampai tiga tahun lamanya.

5.2.3. Mukut rapin tuak

Apabila telah sampai pada waktu yang telah ditentukan untuk dilangsungkannya pesta perkawinan, maka pihak perempuan akan memberitahukan kepada pihak laki-laki bahwa mereka akan datang untuk “mukut rapin tuak” (menagih biaya untuk membuat minuman keras) sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam perjanjian pertunangan.

a. Cara pelaksanaan mukut rapin tuak

Pada waktu yang telah ditentukan orang tua pihak perempuan dating ke tempat pihak laki-laki, dan dalam kesempatan ini dibicarakan ketetapan / kepastian tanggal pesta perkawinan dilangsungkan.

Menurut Mahan “bulan baik untuk perkawinan adalah hitungan bulan yang ganjil dan ketika bulan di langit terbit terang benderang”. Dalam menentukan waktu perkawinan dengan memperhitungkan bulan, dan yang sedapat mungkin dihindari adalah bulan lembut (permulaan bulan terbit), bulan tapas bulan yang menurut perhitungan purnama ternyata tidak purnama, bulan mahutus (saat pergantian bulan), dan bulan kalah (seminggu setelah bulan purnama).

(15)

47 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

Jika telah tercapai kesepakatan dan mufakat mengenai waktu pelaksanaan perkawinan, barulah laki-laki membayar rapin tuak seperti yang telah ditetapkan. Dengan telah diterimanya rapin tuak ini berarti pihak perempuan mulai mempersiapkan sesuatu untuk keperluan pelaksanaan perkawinan nantinya.

b. Proses komunikasi dalam mukut rapin tuak

Proses komunikasi dalam fase ini adalah pesan disampaikan dari sumber pesan (yaitu pihak perempuan) lewat kunjungan dari orang tua pihak perempuan kepada pihak laki-laki, untuk menagih janji atau biaya dalam perkawinan nanti. Kemudian pesan diterima pihak laki-laki (sebagai penerima pesan) yang kemudian akan memberikan umpan balik, yang berisi pesan tersebut akan dibayar sesuai dengan perjanjian pertunangan. Proses ini mengkomunikasikan dalam kehidupan sosial masyarakat Dayak Ngaju bahwa janji harus ditepati dan makna minuman tuak dalam kehidupan masyarakat Dayak Ngaju adalah sebagai penetral pengaruh buruk dan jahat dari berbagai arah dalam kehidupan.

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Proses perkawinan masyarakat Dayak Ngaju di Desa Dandang dalam upacara perkawinan masih berlangsung sampai dengan saat ini. Dalam perkembangannya terjadi perubahan khususnya dalam simbol-simbol non-verbal sebagai akibat dari perkembangan jaman dan interaksi antar masyarakat maupun kelompok dan secara keseluruhan perubahan – perubahan yang terjadi dalam upacara perkawinan Dayak Ngaju bisa diterima oleh masyarakat baik itu masyarakat Dayak maupun masyarakat non-Dayak.

Tujuan perkawinan bagi masyarakat dayak ngaju terutama pada masyarakat desa Dandang yaitu manjalin ikatan pernikahan yang sacral bermartabat, berbudaya, dan memiliki nilai – nilai agama yang baik dalam ikatan perkawinan saling mengungkap janji biasanya bagi masyarakat Dasa Dandang dengan istilah Cinta

Hentang Tulang memiliki makna ikatan sehidup semati.

Prosesi perkawinan adat Dayak Ngaju di Desa Dandang sama halnya dengan perkawinan masyarakat Indonesia pada umumnya selalu mengikiti kemajuan jaman oleh karena itu secara langsung pergeseran budaya akan terjadi secara tidak sengaja, dalam prosesi pernikahan biasanya yang menyebabkan pergeseran adalah alahsan klasik yaitu alasan mahalnya biaya melaksanakan perkawinan adat serta syarat yang banyak, sehingga sebagian masayarakat yang ekonomi menengah ke bawah melasanakan perkawinan dengan jalan mereka sendiri yang singkat seperti di Islam Ijab dan Kabul.

Masyarakat memaknai perkawinan sebagai hal yang sacral dari leluhur terdahulu sehingga sebahagian masyarakat masih menggunakan taradisi yang lama yaitu kentalnya nuansa adat dayak dalam upacara perkawinan, sebagian masyarakat memaknai perkawinan adalah ikrar dan janji kedua mempelai sealing menjaga sehidup semati.

6.2. Saran

Saran bagi kalangan masyarakat Dayak Ngaju pada umumnya dan masyarakat Desa Dandang pada khususnya.

(16)

48 | V o l u m e 1 N o m o r 1 J u n i 2 0 1 4

- Untuk tokoh adat di Desa Dandang hendaknya membuat susunan adat perkawinan yang sesuai dengan adat dayak ngaju dan mampu untuk mensosialisasikan kepada masyarakat terutama dala pelaksanaan perkawinan adat.

- Bagi masyarakat yang mau melaksanakan perkawinan hendaknyua konsultasi kepada tokoh adat supaya tidak multi tafsir terhadap persyaratan perkawinan adat.

- Untuk tokoh agama harus sepaham dengan perkawinan adat yang dilaksanakn dengan tanpa mengensamping nilai – nilai agama yang ada dan jika ada hal yang merugikan agama lain maka hal itu bisa ditinggalkan seperi rapintuak.

Mari bersama – sama melastarikan budaya adat Dayak Ngaju dalam melaksanakan perkawianan adat supaya perkawinan adat tidak hanya menjadi kisah sejarah saja akan tetapi relisasi lapangan yang sangat berat.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.

Alfathri (2006). Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas. Yogyakarta dan Bandung Jalasutra.

Alo Liliweri (2003). Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Astrid S. Susanto Astrid S. (1980). Komunikasi Sosial Di Indonesia. Bandung : Bina Cipta.

Deddy Mulyana (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remadja Rosdakarya

Hadi Sutrisno, 1983. Metodologi Research. Fakultas Pertanian. Jakarta. Hadikusuma, Hilman, 1983. Hukum Perkawinan Adat. Surabaya: Alumni Iman Sudayat, 1981. Hukum Adat. Sketsa Azas. Cet. II Liberty. Yogyakarta. Kuntowijoyo (1987). Manusia dan Kebudayaan. Yogyakarta : Widya Wacana. Leuer, H.Robert (1993). Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta : Rineka cipta. Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 1989. Metodologi Penelitian.

Miles BM, dan Huberman M, 1992. Analisis Data Kualitataif , UI-Press, Jakarta Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rodakarya. Bandung. Soerojo, Wignjodipoero (1995). Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. JakartaGunung Sutikno, Imam, 1995 Pengantar Antropologi Budaya Jilid II Cetakan ke IV.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan membawa semua dokumen kualifikasi dan penawaran asli atau salinan yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang. Demikian undangan ini kami sampaikan atas

Dari latar belakang diatas maka judul penelitian yang diteliti adalah “Pengaruh pengawasan internal, pemahaman sistem akuntansi keuangan, dan kapasitas sumber

Puspita, The Correlation between Vocabulary Mastery and Speaking Ability of Third Semester Students of English Department of Sarjanawiyata Tamansiswa University, Thesis,

[r]

Hasil penelitian meliputi data penetapan kadar NaCl dan data penurunan kadar kolesterol pada telur mentah, telur asin hasil olahan dengan cam- puran media bata merah dan

Pengaruh Tingkat Pemakaain Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi Menggunakan Bacillus Amyloliquifacien (Kukaf) dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur pada Ayam. Skripsi, Fakultaas

Taat, mujahadah dan muraqabah menyatu dalam kepribadian seorang sufi, untuk memperindah pelaksanaan syariat, dengan tingkat pengamalan yang ihsan dan eksklusip