• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

5.1 Kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku 5.1.1 Pantai Tuguragung

Pantai Tuguragung berada di Desa Dadapan Kecamatan Pringkuku dengan lebar pantai 9,5 meter dan panjang pantai 35 m (Gambar 17). Karakteristik pantai berpasir di Pantai Tuguragung berwarna kecoklatan. Jarak yang harus ditempuh untuk menuju pantai ini cukup jauh karena melewati jalan setapak dan tegalan sawah milik masyarakat. Tepi pantainya di dominasi oleh batuan besar dan kecil. Pantai ini dimanfaatkan sebagai tempat memancing. Pantai Tuguragung belum dikelola sebagai kawasan wisata dan masyarakat memanfaatkan pantai ini sebagai lokasi untuk mencari kerang-kerangan dan ikan (Lampiran 8). Jenis kerang yang banyak diperoleh adalah jenisTurbodan Cypraea.

Gambar 17 Kondisi Pantai Tuguragung

5.1.2 Kawasan Srau

Kawasan Srau merupakan kawasan pesisir yang terletak di desa Candi (Lampiran 9). Kawasan Srau terdiri atas enam pantai berpasir. Keenam pantai berpasir tersebut adalah pantai Pare, Pantai Srau, Pantai Wayang, Pantai Gampar, Pantai Wawaran dan Pantai Mblue. Kawasan Srau memiliki satu pintu (loket masuk). Kawasan Srau dikelola oleh Pemda setempat yaitu Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan. Petugas penjaga loket masuk melibatkan masyarakat sekitar. Selain itu masyarakat sekitar juga dilibatkan dalam kegiatan wisata yaitu sebagai penjaga loket, penjaga mushola dan penjual makanan ataupun oleh-oleh. Pada kawasan Srau ini dapat dilihat beberapa pulau teras terangkat. Pulau teras terangkat merupakan pulau yang terbentuk dari proses

(2)

tektonik, namun pada saat pengangkatan terjadi pembentukan teras yang sebagian besar berasal dari koral (Bengen dan Retraubun 2006). Potensi air permukaan di pulau ini sedikit tetapi cukup banyak air tanahnya terutama jika batuan dasar dari pulau ini terdiri atas endapan yang kedap air sehingga memungkinkan air tersimpan di dalam akuifer batu gamping (Bengen dan Retraubun 2006). Gambaran pulau teras terangkat yang terlihat di kawasan Srau dapat dilihat pada Lampiran 10.

5.1.2.1. Pantai Pare

Pantai Pare terletak di Desa Candi. Pantai ini berpasir putih dengan kondisi pantai yang cukup landai dan cukup lebar (sekitar 25 meter) dengan panjang pantai sekitar 90 meter (Gambar 18). Pada pantai ini ditemukan hamparan karang, namun sebagian besar berupa karang mati. Pantai Pare memiliki ciri batuan besar di tepi pantai yang banyak dimanfaatkan untuk tempat berpijak saat memancing. Vegetasi pantai yang tumbuh di tepi pantai antara lain Pandanus sp. dan semak belukar. Selain vegetasi tersebut, ditemukan pula jenis mangrove ikutan yaitu Baringtonia asiatica.Pada musim tertentu (bulan Juli-Agustus) sering ditemukan ubur-ubur (biru dan merah) yang cukup mengganggu aktivitas wisatawan maupun masyarakat karena apabila bersentuhan dengan anggota tubuh dapat bereaksi seperti tersengat dan menimbulkan gatal-gatal (Gambar 19).

Gambar 18 Kondisi Pantai Pare

Pantai ini menjadi tempat pendaratan penyu, namun saat ini frekuensinya sudah berkurang (jarang). Pantai Pare sudah dikelola untuk kegiatan wisata yang termasuk dalam wilayah pengelolaan kawasan wisata Pantai Srau beserta enam pantai berpasir lainnya. Pantai Pare juga banyak dimanfaatkan oleh wisatawan

(3)

terutama mancanegara untuk aktivitas surfing karena tipe gelombangnya yang cukup besar.

Gambar 19 [1] BuahBaringtonia asiatica;[2] Ubur-ubur; [3]Pandanussp.

5.1.2.2 Pantai Srau

Pantai Srau terletak di Desa Candi dengan jarak sekitar 25 km dari Kota Pacitan. Pantainya landai, berpasir putih, lebar sekitar 21 meter dengan panjang pantai sekitar 331 meter (Gambar 20). Pada pantai ini ditemukan karang, dan lamun. Sumberdaya lamun hanya dapat ditemukan di pantai ini. Jenis lamun yang ditemukan di pantai ini adalahCymodocea serrulata(Gambar 21). Pada pantai ini juga terdapat bulu babi (Diadema sp.) dan pada musim tertentu (bulan Juli-Agustus) terdapat ubur-ubur (biru dan merah) yang cukup mengganggu. Hal ini dikarenakan apabila bersentuhan dengan anggota tubuh dapat bereaksi seperti tersengat.

Gambar 20 Kondisi Pantai Srau

Pantai ini dahulu merupakan tempat pendaratan penyu, namun sekarang frekuensinya sudah jarang karena penduduk banyak yang memburu penyu dan

(4)

mengambil telurnya. Pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah penyu yang mendarat cukup banyak (> 10 ekor), namun saat ini hanya satu penyu dalam satu tahun. Namun pada saat penelitian dilaksanakan, tidak dijumpai adanya penyu. Pantai Srau telah dikelola untuk kegiatan wisata dengan keindahan pantai yang eksotis serta aktifitas memancing yang menjadi daya tarik unggulan pantai ini.

Gambar 21 Beberapa sumberdaya yang dijumpai di Pantai Srau.

5.1.2.3 Pantai Wayang

Pantai Wayang terletak di Desa Candi, yang merupakan pantai berpasir yang masuk dalam kawasan wisata Pantai Srau. Memiliki pantai berpasir putih, pantainya cukup landai dan cukup lebar sekitar 36 meter dengan panjang pantai sekitar 269 meter (Gambar 22).

Gambar 22 Kondisi Pantai Wayang

Pantai ini memiliki ciri khas yaitu lubang seperti lorong yang memanjang yang biasa disebut watu kelir (dalam bahasa Indonesia maksudnya batu kelir). Sumberdaya yang terdapat di pantai ini antara lain karang, kerang-kerangan, dan ikan karang. Pantai ini, seperti pantai Pare dan pantai Srau juga menjadi tempat pendaratan penyu walaupun sekarang sudah jarang terjadi. Jika dua pantai

(5)

sebelumnya (Pare dan Srau) terdapat ubur-ubur pada musim tertentu fenomena tersebut tidak terjadi di pantai ini. Selain berpasir putih, di pantai ini juga terdapat hamparan bebatuan.

Pantai Wayang dicirikan dengan pasir putih dengan sedikit karang dimana terdapat vegetasi Pandanus sp. dan semak belukar di bagian tepinya. Biota yang banyak ditemukan antara lain Diadema sp. (bulu babi),Polychaeta (cacing laut), Ophiuroidea (bintang ular) dan ikan karang (Gambar 23). Pantai Wayang juga menjadi salah satu tempat pendaratan penyu, namun frekuensinya sudah jarang karena adanya penangkapan penyu oleh masyarakat. Pantai ini dilengkapi dengan dua shelter yang dapat digunakan wisatawan untuk duduk-duduk menikmati pemandangan.

Gambar 23 Beberapa sumberdaya yang dijumpai di Pantai Wayang.

5.1.2.4 Pantai Gampar

Pantai Gampar terletak di desa Candi. Memiliki pantai berpasir putih, cukup landai dengan bentangan pasir yang cukup lebar sekitar 18 meter dan panjang pantai sekitar 116 meter (Gambar 24).

(6)

Pantai Gampar dicirikan dengan adanya pantai berpasir putih dan batuan karang di tepinya. Pada pantai ini terdapat Diadema sp. (bulu babi), Polychaeta (cacing laut), dan kerang-kerangan (seperti Turbo, Cypraeadan Nassarius). Pada bagian tepi pantai ditumbuhiPandanussp. dan semak belukar (Gambar 25). Pada saat sore hari kita dapat melihatsunsetyang indah di pantai ini.

Gambar 25 Beberapa sumberdaya yang ditemukan di Pantai Gampar.

5.1.2.5 Pantai Wawaran

Pantai Wawaran merupakan pantai paling sempit dari enam pantai yang terdapat di kawasan wisata Pantai Srau. Pantai Wawaran ini memiliki lebar pantai 12 meter dan panjang pantai 50 meter (Gambar 26). Pantai ini cukup indah, masyarakat juga memanfaatkannya untuk mencari kerang, karang dan lobster (Gambar 27). Namun pada bagian lain yang berhadapan dengan pantai ini dibangun resort milik pihak asing yang menyebabkan masyarakat maupun wisatawan tidak leluasa untuk beraktivitas di pantai ini.

(7)

Gambar 27 [1] Batuan karang yang biasa di ambil masyarakat; [2] Alat tangkap krendet (untuk menangkap lobster)

5.1.2.6 Pantai Mblue

Pantai Mblue terletak di Desa Candi. Pantai ini berpasir putih dan cukup landai. Memiliki hamparan pasir yang cukup lebar (32 meter) dan panjang pantai sekitar 216 meter (Gambar 28).

Gambar 28 Kondisi Pantai Mblue

Selain itu terdapat pula hamparan batuan karang yang cukup luas serta bebatuan di bagian tepinya. Biota yang banyak ditemukan antara lainOphiuroidea (bintang ular), Polychaeta (cacing laut), kerang-kerangan (seperti Nerita, Turbo, Nassarius,teritip dan Cypraea) sertaDiadema sp. (bulu babi). Selain biota-biota yang telah tersebut juga terdapat kepiting. Pada tepi pantai juga ditumbuhi Pandanus sp. dan Callophyllum inophyllum (Nyamplung) dengan jumlah yang sedikit (Gambar 29).

Pantai Mblue memiliki mata air tawar yang berada dekat dengan pantai. Selain itu, terdapat pertemuan antara air tawar dan air laut di pantai ini. Namun karena pasokan/debit air tawar yang terbatas, air laut menjadi lebih dominan.

(8)

Banyak batuan besar di sekitar karang dan pada saat air surut dapat terlihat dengan jelas. Pada Pantai Mblue telah dibangun beberapa resort milik swasta asing yang umumnya dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi maupun disewakan.

Gambar 29 [1] Kepiting; [2] Ophiuroidea; [3] Callophyllum inophyllum (Nyamplung); [4] Diademasp.

5.1.3 Kawasan Watukarung

Kawasan Watukarung terletak di Desa Watukarung dan Desa Jlubang (Lampiran 11). Kawasan ini terdiri atas 13 pantai berpasir. Kawasan Watukarung dikelola oleh masyarakat setempat yang dilakukan oleh desa Watukarung. Desa Jlubang tidak ikut mengelola karena hanya memiliki satu pantai berpasir yaitu pantai Kreweng sehingga pengelolaan wisata diserahkan kepada desa Watukarung. Masyarakat Jlubang tidak masalah dengan pengelolaan tersebut selama mereka tidak dibatasi dalam memanfaatkan pantai dalam hal pengambilan kerang dan memancing. Pada kawasan Srau dapat juga dilihat beberapa pulau teras terangkat. Gambaran pulau teras terangkat di kawasan Watukarung disajikan pada Lampiran 12.

5.1.3.1 Pantai Kreweng

Pantai Kreweng berada di Desa Candi. Dicirikan dengan pantai berpasir putih, dengan relief yang cukup landai dan sempit. Lebar pantainya sekitar 9

1 2

(9)

meter dan panjang pantainya sekitar 18 meter (Gambar 30). Pantai ini tidak termasuk dalam kawasan wisata Pantai Srau. Pantai Kreweng didominasi oleh batuan besar, selain itu ombaknya pun cukup besar. Banyak yang memanfaatkan pantai ini untuk kegiatan memancing. Biota yang ditemukan seperti Diademasp. (bulu babi) danPolychaeta(cacing laut).

Gambar 30 Kondisi Pantai Kreweng

5.1.3.2 Pantai Seruni

Pantai Seruni yang terletak di Desa Jlubang posisinya berdekatan dengan Pantai Kreweng yang dipisahkan oleh bukit berbatu. Pantai ini memiliki hamparan pasir putih yang landai dengan lebar pantai mencapai 20 meter dan panjangnya 89 meter (Gambar 31). Pada bagian tepi pantainya banyak ditumbuhi Pandanus sp. Biota yang terdapat di pantai ini antara lain kerang-kerangan (sepertiCypraea, Turbodan Nerita), dan alga hijau.

Gambar 31 Kondisi Pantai Seruni

5.1.3.3 Pantai Peden Ombo

Pantai Peden Ombo berada di Desa Watukarung yang letaknya bersebelahan dengan Pantai Seruni. Pantai ini merupakan pantai berpasir putih, banyak terdapat kerang-kerangan (seperti Cypraea, Turbo dan Nerita), dan alga hijau.

(10)

Kerang-kerangan tersebut sering dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk dikonsumsi pribadi. Pantai Peden Ombo memiliki lebar mencapai 35 meter dan panjang 332 meter (Gambar 32). Sepertiga bagian dari pantai ini didominasi oleh batuan yang terjal, sedangkan sisanya adalah pasir putih dengan kontur yang landai.

Gambar 32 Kondisi Pantai Peden Ombo

5.1.3.4 Pantai Kasap

Pantai Kasap terletak di Desa Watukarung yang merupakan pantai berpasir putih dengan hamparan batu karang. Hamparan pantainya tidak terlalu luas, menyerupai teluk kecil (cekungan). Banyak terdapat Diadema sp. (bulu babi), Polychaeta (bintang ular dan cacing laut). Panjang pantai ini sekitar 91 meter dengan lebar 18 meter (Gambar 33 dan 34). Pantai Kasap bersebelahan dengan Pantai Peden Ombo

(11)

Gambar 34 [1] Pandanus sp; [2] Trochus (kerang lola); [3] Polychaeta (cacing laut); [4]Diademasp (bulu babi) danOphiuroidea(bintang ular).

5.1.3.5 Pantai Brecak

Pantai Brecak berada di Desa Watukarung yang berukuran lebih lebar dari pada Pantai Kasap. Pantainya dicirikan dengan pasir putih yang landai. Banyak ditemukan kerang-kerangan (seperti Nerita) di sekitar pantai dan terdapat pula Pandanus sp. yang tumbuh di tepi pantai. Lebar pantainya 27 meter dan panjangnya 118 meter (Gambar 35 dan 36). Pantai ini menjadi tempat favorit untuk memancing. Akses untuk menuju pantai ini cukup sulit karena harus melewati bukit.

Gambar 35 Kondisi Pantai Brecak

1 2

(12)

Gambar 36 Nerita(Kelompok Moluska, Kelas Gastropoda).

5.1.3.6 Pantai Watukarung

Pantai Watukarung yang terletak di desa Watukarung merupakan tempat pendaratan ikan dan berlabuhnya kapal-kapal nelayan. Di pantai ini terdapat muara sungai yang menyebabkan pasir pantainya berwarna kecoklatan (Gambar 37).

Gambar 37 Kondisi Pantai Watukarung

Tempat pendaratan ikannya telah dilengkapi dengan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dan fasilitas pendukung lainnya. Pada daerah sekitar muara sungai terdapat beberapa vegetasi mangrove antara lainAcantus sp (Gambar 38). Vegeratsi mangrove yang terdapat di muara sungai tidak banyak. Sebagian besar mangrove masih berupa anakan karena ukurannya yang kecil dengan tinggi hanya sekitar dua meter. Mangrove di kawasan ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk pakan ternak. Hal tersebut yang menyebabkan vegetasi mangrove di kawasan ini hanya sedikit. Pantai yang memiliki panjang 250 meter dan lebar 40 meter ini menjadi pusat kegiatan perikanan tangkap di desa setempat.

(13)

Gambar 38 [1]Clerodendrumsp.; [2]Acanthussp

5.1.3.7 Pantai Sirah Towo

Pantai Sirah Towo berada di Desa Watukarung, bersebelahan dengan Pantai Watukarung yang merupakan pantai berpasir putih yang landai dengan kemiringan pantai kurang dari 10°. Lebar pantainya mencapai 20 meter dan panjangnya 124 meter. Selain memiliki pantai berpasir putih, pantai ini juga memiliki hamparan batu karang dengan lebar sekitar 30 meter (Gambar 39). Biota yang terdapat di pantai ini antara lain Diademasp. (bulu babi), Polychaeta (cacing laut), Ophiuroidea (Bintang ular) dan kerang-kerangan (seperti Nerita, TurbodanCypraea).

Gambar 39 Kondisi Pantai Sirahtowo

5.1.3.8 Pantai Jantur

Pantai Jantur berada di Desa Watukarung, bersebelahan dengan Pantai Sirah Towo (terpisahkan bukit). Pantai ini memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan Pantai Sirah Towo. Biota yang ditemukanpun sebagian besar sama yaitu Diadema sp. (bulu babi), Polychaeta (cacing laut), Ophiuroidea (bintang ular) dan kerang-kerangan (seperti Nerita, Turbo, dan Cypraea). Ditemukan juga ikan jenis Lepu ayam namun masih berukuran kecil. Pantai ini

(14)

memiliki lebar sekitar 17 meter dan panjang 80 meter, kemiringan pantainya kurang dari 10° (Gambar 40). Pantai ini masuk dalam kawasan wisata Pantai Watukarung.

Gambar 40 Kondisi Pantai Jantur

5.1.3.9 Pantai Ngalurombo

Pantai Ngalurombo berada di Desa Watukarung dan termasuk dalam kawasan wisata Pantai Watukarung. Pantai ini cukup luas dan relatif landai sehingga cukup nyaman untuk kegiatan wisata. Pantai ini banyak dimanfaatkan untuk kegiatan surfing dan berenang. Pantai inilah yang menjadi objek wisata utama dari kawasan wisata Pantai Watukarung. Pantai Ngalurombo memiliki lebar 34 meter dan panjang 532 meter. Lebar karang pada saat surut mencapai 50 meter (Gambar 41).

Gambar 41 Kondisi Pantai Ngalurombo

Vegetasi di tepi pantainya antara lain Pandanus sp., kelapa dan semak belukar. Biota yang ditemukan cukup banyak antara lain jenisPolychaeta(cacing laut), beberapa jenis alga, kerang-kerangan (seperti Turbo, Cypraea, Nerita,

(15)

Nassarius), ikan karang,Diademasp. (bulu babi), danOphiuroidea(bintang ular) (Gambar 42).

Gambar 42 [1] Kepiting; [2]Ophiuroidea(bintang ular); [3]Boergesenia forbesii (alga hijau); [4] Alga hijau; [5]Polychaeta(cacing laut).

Di pantai ini juga terdapat rumput laut pada musim tertentu. Rumput laut tersebut banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk dikonsumsi atau dijual ke pengumpul. Masyarakat setempat juga banyak memanfaatkan/mencari kerang-kerangan pada saat air surut untuk dikonsumsi. Selain kerang dan rumput laut, masyarakat sekitar juga melakukan penangkapan ikan dan kepiting di sekitar karang. Batu karang yang telah mati, diambil oleh masyarakat sekitar untuk di jual dan dibuat sebagai hiasan.

5.1.3.10 Pantai Waduk

Pantai Waduk yang berada di Desa Watukarung merupakan salah satu pantai yang masuk dalam kawasan wisata Pantai Watukarung. Pantai ini sempit, tidak jauh berbeda ukurannya dengan Pantai Jantur. Pantai Waduk memiliki karakteristik pantai berpasir putih dengan batuan karang. Lebar karangnya sekitar 20-30 meter. Biota yang ditemukan tidak jauh berbeda dengan pantai Ngalurombo.

1 2 3

(16)

Lebar pantai Waduk sekitar 20 meter dan panjang 96 meter (Gambar 43). Terdapat Polychaeta (cacing laut), beberapa jenis alga, kerang-kerangan (seperti Turbo, Cypraea, Nerita dan Nassarius), ikan karang, Diadema sp. (bulu babi), dan Ophiuroidea (bintang ular). Posisi pantainya yang tersembunyi membuat pantai ini tidak seramai Pantai Ngalurombo. Beberapa bagian dari pantai ini terdapat batuan besar.

Gambar 43 Kondisi Pantai Waduk

5.1.3.11 Pantai Ngalihan

Pantai Ngalihan berada di Desa Watukarung dan letaknya bersebelahan dengan Pantai Waduk. Pantainya lebih lebar dan lebih panjang dibandingkan Pantai Waduk. Beberapa bagian dari pantai ini terdapat batuan di tepinya. Pantai ini memiliki kemiringan diatas 10° namun masih nyaman untuk aktivitas wisata karena pantainya yang cukup luas. Pantai Ngalihan memiliki lebar 22 meter dan panjang 392 meter (Gambar 44).

(17)

Tepi pantai Ngalihan ditumbuhi Pandanus sp. dan semak belukar. Biota yang terdapat di pantai ini seperti Diadema sp. (bulu babi), Polychaeta (cacing laut), dan Ophiuroidea (bintang ular). Masyarakat banyak yang memanfaatkan batu karang di pantai ini untuk dijual (Gambar 45). Pantai Ngalihan merupakan salah satu bagian dari kawasan wisata Pantai Watukarung.

Gambar 45 [1] Pecahan batu karang yang dikumpulkan untuk di jual; [2] Pandanussp.

5.1.3.12 Pantai Bresah

Pantai Bresah berada di Desa Watukarung yang letaknya tidak jauh dari Pantai Ngalihan. Jalan yang dilalui untuk dapat menuju pantai tersebut berupa jalan setapak. Beberapa bagian dari pantai ini dicirikan oleh batuan di tepi pantainya. Di sekitar pantai ditumbuhi Pandanus sp. dan semak belukar. Pantai Bresah memiliki panjang pantai sekitar 149 meter dan lebar 25 meter (Gambar 46).

Gambar 46 Kondisi Pantai Bresah

Pemandangan yang terlihat jelas di pantai ini adalah adanya dua pulau teras terangkat tepat di depan pantai. Pulau tersebut mendapat sebutan Pulau

(18)

Wayang dan Pulau Ledek (Gambar 47). Biota yang ditemukan di pantai ini antara lain Polychaeta(cacing laut), kerang-kerangan (seperti Turbo danCypraea), dan Diademasp. (bulu babi).

Gambar 47 [1] Pulau Wayang; [2] Pulau Ledek

5.1.3.13 Pantai Geben

Pantai Geben merupakan pantai berpasir putih, berada di Desa Watukarung yang letaknya paling ujung. Wilayah di sekitar pantai ini banyak dimanfaatkan untuk kegiatan memancing. Pantai Geben memiliki lebar sekitar 15 meter dan panjang 42 meter (Gambar 48). Pantainya cukup landai, namun jalan untuk menuju pantai cukup jauh karena masih berupa jalan setapak. Di pantai ini terdapat Polychaeta (cacing laut), kerang-kerangan (seperti Turbo, Cypraea, Nerita dan Nassarius), dan Diadema sp. (bulu babi). Masyarakat sekitar banyak yang mengambil kerang-kerangan tersebut untuk dijual. Selain itu, di tepi pantai banyak ditumbuhiPandanussp (Gambar 49).

Gambar 48 Kondisi Pantai Geben

(19)

Gambar 49 Pandanussp.di Pantai Geben

5.2 Kualitas Air

Parameter kualitas air merupakan salah satu data pendukung yang diamati dan diukur dalam penelitian. Parameter kualitas air diambil dari 9 titik dimana masing-masing titik dilakukan tiga kali ulangan (Lampiran 13). Kualitas perairan di pesisir Kecamatan Pringkuku tergolong masih baik karena belum ada pengaruh yang dominan dari kegiatan manusia (dalam hal ini pembuangan limbah rumah tangga) dan belum adanya kegiatan industri yang berada di sekitar pantai. Parameter kualitas air yang diukur yaitu parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang terdiri atas oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH), suhu, salinitas, kecerahan, bau, sampah, BOD, TSS dan e-coli (Tabel 24).

Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah gas oksigen yang terlarut dalam air dalam mg/l. Oksigen terlarut dalam air tersebut dapat berasal dari proses fotosintesis oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya dan difusi dari udara. Kelarutan oksigen dalam laut dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas atau kadar Cl-. Temperatur dan salinitas yang semakin tinggi dapat menyebabkan tingkat kelarutan oksigen dalam air semakin rendah. Kisaran nilai oksigen terlarut (DO) di perairan Kecamatan Pringkuku masih sesuai dengan baku mutu air laut (KEP-51/MENKLH/2004), nilainya lebih dari 5 mg/l.

Nilai DO tersebut berkisar antara 5,0-10,7 mg/l. Nilai DO tertinggi (10,7 mg/l) berasal dari titik yang dekat dengan muara. Tingginya nilai DO akan berdampak terhadap kehidupan organisme perairan. Menurut Pradhan et al. (2009), nilai DO dan nitrat di daerah estuaria cenderung lebih tinggi dan akan meningkat pada saat musim hujan dan akan memiliki korelasi yang negatif terhadap salinitas dan temperatur.

(20)

Tabel 24 Hasil pengukuran parameter kualitas air

Parameter

Stasiun Pengukuran Baku

mutu* 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DO (mg/l) 7,1-9,2 5,0-5,7 6,8-10,6 6,6-7,4 7,2-10,7 5,2-5,8 5,6-6,8 9,0-9,5 6,3-7,2 > 5 pH 7 7 7 7 7,0-7,5 7 7 7 7 7,0- 8,5 Suhu (°C) 28,2-28,6 28,4-28,6 28,4-28,7 28,3-29,5 28,8-29,3 28,4-28,7 28,3-28,5 28,5-28,629,0-29.6 Alami Salinitas (‰) 35 34-35 34 35 3-35 10 34 33-37 35 Alami Kecerahan (%) 100 100 100 100 100 95 100 100 100 > 6 meter Kedalaman (m) 0,5 – 2 0,5-1 1-1,5 1-1,5 1-1,5 0,5-1 0,5-1 0,5-1,5 0,5-1,5 Bau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Sampah Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil

BOD (mg/l) - 1,25 - - - 3,5 1,4 - - 10 TSS (mg/l) - 6 - - - 10 6 - - 20 E coli (MPN/100 ml) - 0 - - - 48 0 - - 200

Sumber: Data primer diolah, 2012 ( * Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk wisata bahari)

Kandungan DO juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang masuk ke perairan, baik oleh aktivitas manusia dari daratan maupun masukan dari aliran sungai (Sandra 2011). Nilai DO yang masih sesuai dengan baku mutu menunjukkan bahwa pengaruh kegiatan sekitar (aktivitas manusia dan alam) sangat kecil bahkan hampir tidak ada. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perairan di pesisir Kecamatan Pringkuku masih layak/sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata dan masih dapat menunjang kehidupan biota laut yang ada.

Derajat keasaman (pH) merupakan sifat kimia yang berperan penting untuk mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam perairan. Ikan dan organisme lainnya dapat hidup pada selang pH tertentu. Nilai pH dapat digunakan untuk menilai kesesuaian suatu perairan dalam menunjang kehidupan organisme perairan. Nilai derajat keasaman (pH) perairan di sekitar lokasi pengambilan contoh berkisar antara 7,0-7,5. Nilai yang diperoleh tersebut sesuai dengan baku mutu air laut (kisaran pH antara 7,0-8,5 merupakan daerah yang potensial sebagai tempat rekreasi). Perairan yang diinginkan untuk daerah rekreasi terutama rekreasi pantai adalah perairan yang umumnya memiliki kisaran pH antara 7,0-7,5 sehingga tidak menyebabkan iritasi mata. Aktivitas wisata pantai yang sering dilakukan adalah berenang sehingga pH perlu menjadi faktor penting

(21)

dalam penetapan suatu lokasi kawasan wisata pantai. Perairan di Pulau Batam yang memiliki pH 7,5-8,2 juga masih layak untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata pantai (Garno 2001).

Bagi kehidupan organisme/biota perairan, suhu merupakan salah satu faktor fisika yang sangat penting. Batas toleransi tiap organisme perairan terhadap perubahan suhu berbeda-beda. Selain suhu, biota perairan juga terpengaruh terhadap parameter lainnya (fisika dan kimia). Nontji (2005), suhu perairan dapat digunakan untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam perairan laut yang terkait dengan kehidupan hewan atau tumbuhan. Adanya perubahan suhu perairan dapat mempengaruhi proses-proses biologis dan ekologis yang terjadi di dalam air. Saat proses biologi dan ekologi terpengaruh, maka komunitas biologi yang ada di dalamnya akan terpengaruh juga. Hasil pengukuran suhu di stasiun pengambilan contoh diperoleh nilai suhu perairan di pesisir Kecamatan Pringkuku berkisar 28,2-29,6 °C. Suhu permukaan laut yang diperoleh tersebut masih sesuai dengan suhu permukaan laut di perairan nusantara yang pada umumnya antara 28-31,0 °C (Nontji 2005). Kisaran suhu dapat saja berubah pada waktu pengukuran yang berbeda tergantung pada cuaca dan kondisi perairan.

Salinitas adalah kandungan garam yang terdapat dalam air laut. Salinitas menjadi komponen yang berperan penting untuk mengontrol densitas air laut dan juga berpengaruh terhadap biota laut. Salinitas disebut pula jumlah berat semua garam (gram) yang terlarut dalam satu liter air, dinyatakan dalam satuan ‰ (per mil, gram per liter). Salinitas di laut sebarannya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji 2005). Nilai salinitas di pesisir Kecamatan Pringkuku rata-rata sebesar 35‰, hanya pada daerah muara sungai yang memiliki kisaran salinitas yang lebih rendah, mencapai 3‰ dan 10‰ pada saat surut. Nilai tersebut masih berada pada kisaran nilai salinitas yang normal untuk perairan laut dan masih sesuai dengan baku mutu air laut untuk wisata bahari. Nilai salinitas yang sesuai dengan baku mutu tersebut menunjukkan bahwa perairan di Kecamatan Pringkuku sesuai untuk kegiatan wisata.

Kecerahan perairan merupakan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Kegiatan wisata pantai membutuhkan

(22)

kecerahan perairan yang baik. Hal ini dikarenakan wisatawan dapat terganggu apabila kondisi kecerahan perairan kurang baik. Nilai kecerahan yang diperoleh rata-rata sebesar 100% (kecerahan sampai dasar perairan). Kedalaman perairan pantai antara 0,5-1,5 meter. Pada kedalaman tersebut dasar perairan masih terlihat dengan jelas. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perairan pantai di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku kecerahannya masih di bawah dari baku mutu. Namun kecerahan tersebut cukup baik mengingat kedalaman perairan masih terlihat dengan jelas. Selain itu, dengan tingkat kecerahan tersebut perairan pantai di pesisir Kecamatan Pringkuku masih baik untuk aktivitas berenang.

Perairan pesisir di Kecamatan Pringkuku tidak berbau. Perairannya masih alami dan belum ada bahan pencemar yang masuk ke perairan sehingga kondisi ini harus harus terus dijaga dan dipertahankan. Tidak adanya bau akan membuat wisatawan merasa nyaman dan tidak terganggu saat melakukan kegiatan wisata. Hasil pengamatan menunjukkan tidak ditemukan sampah (nihil) di sepanjang pantai Kecamatan Pringkuku. Kondisi tersebut sesuai dengan baku mutu sehingga pantai-pantai di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku sesuai untuk kegiatan wisata.

Hasil pengukuran contoh air diperoleh nilai BOD5 sebesar 1,25-3,5 mg/l. Nilai tersebut tidak melebihi baku mutu (10 mg/l). Hal tersebut menunjukkan kandungan bahan organik yang ada di pantai Kecamatan Pringkuku cukup sedikit. Bahan organik yang sedikit menyebabkan jumlah pasokan oksigen yang tersedia masih banyak. Nilai BOD5 yang diperoleh masih menunjukkan bahwa perairan pantai di Kecamatan Pringkuku masih dalam kondisi baik dan sesuai untuk kegiatan wisata.

Perairan pantai di kecamatan Pringkuku tergolong jernih karena kadar TSS tidak melebihi baku mutu, yaitu berkisar antara 6-10 mg/l. Hal tersebut senada dengan kondisi kecerahan perairannya yang mencapai 100%. Kadar maksimum TSS dalam air laut untuk kegiatan wisata bahari yang ditetapkan Menteri Negara Lingkungan Hidup adalah 20 mg/l. Kadar TSS yang diperoleh sesuai dengan baku mutu sehingga kawasan pantai di wilayah ini sesuai untuk kegiatan wisata.

Hasil analisis laboratorium terhadap contoh air dari perairan pantai di Kecamatan Pringkuku tidak ditemukan adanya bakteriE. Coli,kecuali dari contoh

(23)

air yang berasal dari muara sungai. Bakteri E. Coli yang ditemukan sebesar 48 MPN/100 ml. Nilai tersebut masih sesuai dengan baku mutu, dimana baku mutu tidak boleh melebihi 200 MPN/100 ml. Rendahnya kandunganE. Coliantara lain disebabkan oleh kondisi perairan yang berarus cukup besar, sehingga proses resirkulasi air berjalan dengan baik. Meskipun kemungkinan keberadaan bakteri E. Colidi perairan tetap ada, namun derasnya arus akan mengakibatkan terjadinya flushing yang menyebabkan bakteri terbawa arus. Tidak adanya bakteri E. Coli menunjukkan bahwa perairan pantai di Kecamatan Pringkuku cukup baik digunakan untuk kegiatan berenang. Akan tetapi kondisi arus, gelombang dan batasan area aman untuk berenang harus diperhatikan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan wisatawan.

Secara umum kualitas perairan pantai di Kecamatan Pringkuku sesuai untuk kegiatan wisata. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis kualitas air mencakup DO, pH, suhu, salinitas, kecerahan, bau, sampah, BOD, TSS dan E. Coli yang nilainya masih berada di bawah standar baku mutu untuk kegiatan wisata di kawasan tersebut.

5.3 Analisis Kesesuaian Kawasan

Analisis kesesuaian peruntukan wilayah sebagai kawasan wisata pantai dilakukan dengan menggunakan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW). Analisis kesesuaian tersebut diukur dengan memberikan bobot dan skor pada parameter (faktor pembatas) yang telah ditentukan. Analisis kesesuaian kawasan untuk wisata pantai dilakukan pada 20 pantai berpasir (dominan putih) yang ada di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku (Lampiran 14). Kesesuaian wilayah untuk wisata pantai ditentukan dari aktivitas yang bisa dilakukan pada kawasan tersebut. Kegiatan yang dilakukan wisatawan untuk wisata pantai adalah berenang, berjemur, wisata olahraga, rekreasi pantai, surfing dan memancing. Untuk aktivitas surfing, sangat bergantung pada kondisi ombak dan angin di masing-masing tempat.

Penghitungan IKW didasarkan pada hasil observasi dan pengukuran yang telah dilakukan pada 20 pantai terhadap kriteria tipe pantai, lebar pantai, kemiringan pantai, penutupan lahan pantai, ketersediaan air tawar, kedalaman,

(24)

material dasar perairan, kecepatan arus, kecerahan perairan dan biota berbahaya (Tabel 25).

Tabel 25 Analisis kesesuaian pantai untuk wisata pantai

No Lokasi Jumlah Skor Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) Kelas Kesesuaian Peta kesesuaian

1 Pantai Tuguragung 41 48,81 TS Lampiran 8

2 Pantai Pare 77 91,67 S1 Lampiran 15

3 Pantai Srau 79 94,05 S1 Lampiran 16

4 Pantai Wayang 76 90,48 S1 Lampiran 17

5 Pantai Gampar 76 90,48 S1 Lampiran 18

6 Pantai Wawaran 63 75,00 S1 Lampiran 19

7 Pantai Mblue 71 84,52 S1 Lampiran 20

8 Pantai Kreweng 59 70,24 S2 Lampiran 21

9 Pantai Seruni 69 82,14 S1 Lampiran 22

10 Pantai Peden Ombo 69 82,14 S1 Lampiran 23

11 Pantai Kasap 67 79,76 S1 Lampiran 24

12 Pantai Brecak 67 79,76 S1 Lampiran 25

13 Pantai Watukarung 76 90,48 S1 Lampiran 26

14 Pantai Sirah Towo 71 84,52 S1 Lampiran 27

15 Pantai Jantur 71 84,52 S1 Lampiran 28

16 Pantai Ngalurombo 73 86,90 S1 Lampiran 29

17 Pantai Waduk 76 90,48 S1 Lampiran 30

18 Pantai Ngalihan 72 85,71 S1 Lampiran 31

19 Pantai Bresah 75 89,29 S1 Lampiran 32

20 Pantai Geben 71 84,52 S1 Lampiran 33

Sumber: Data primer, diolah (2012) Keterangan : TS =Tidak sesuai

S2 =Sesuai S1 =Sangat sesuai

Kedalaman pantai-pantai yang terdapat di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku berkisar antara 0,5-3,0 meter. Tipe pantainya sebagian besar pasir putih, hanya beberapa yang berupa pasir kecoklatan. Panjang pantai yang dapat digunakan untuk kegiatan wisata berkisar 35-532 meter. Material dasar laut sebagian besar pasir dan beberapa bagian terdapat karang. Kecepatan arusnya antara 0,20-0,25 meter/detik. Penutupan lahan pantai merupakan lahan terbuka dimana terdapat pohon kelapa, pandan dan semak belukar. Hampir di sebagian besar pantai ditemukan adanya bulu babi. Ketersediaan air tawar di pantai-pantai yang ada di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku memiliki jarak <0,5 km hingga >1,0 km.

Sebagian besar pantai yang terdapat di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku memiliki kelas kesesuaian S1 (sangat sesuai) dan hanya satu pantai yang memiliki kesesuaian S2 (sesuai) (Tabel 25). Kelas kesesuaian S1 disebut

(25)

juga sangat sesuai, yaitu pantai yang sangat sesuai untuk kegiatan wisata (tidak ada faktor pembatas yang serius untuk melakukan kegiatan wisata). Kawasan tersebut dikatakan sangat sesuai apabila nilai IKW yang diperoleh antara 75-100. Pantai yang memiliki kelas kesesuaian sangat sesuai yaitu pantai Pare, Srau, Wayang, Gampar, Mblue, Watukarung, Sirah Towo, Jantur, Ngalurombo, Waduk, Ngalihan, Bresah, Geben, Wawaran, Seruni, Peden ombo, Kasap dan Brecak. Pantai lainnya memiliki kelas kesesuaian S2 yang biasa disebut juga dengan sesuai (terdapat beberapa pembatas untuk dapat melakukan kegiatan wisata di kawasan tersebut, namun secara umum sesuai untuk dilaksanakan kegiatan wisata). Suatu kawasan pantai dikatakan sesuai apabilai nilai IKW antar 50 - <75. Pantai yang memiliki kelas kesesuaian S2 yaitu Pantai Kreweng. Selain pantai yang memenuhi kriteria kesesuaian, terdapat satu pantai yang tidak sesuai untuk kegiatan wisata yaitu pantai Tuguragung. Aksesibilitas menuju pantai yang sulit, kondisi pantai yang sempit dan berbatu serta jaraknya yang jauh dari pusat keramaian juga menjadi pertimbangan dalam penilaian kesesuaian.

Pantai yang sesuai untuk kegiatan wisata sudah seharusnya dikembangkan menjadi objek wisata andalan daerah yang dapat memberikan manfaat terutama bagi masyarakat sekitar lokasi. Beberapa kegiatan wisata pantai yang dapat dikembangkan pada pantai yang memenuhi kriteria antara lain berjemur, bermain air, berenang maupun berperahu di sekitar pantai (Senoaji 2009). Kondisi perairan yang masih jernih, hamparan pasir putih yang luas dan landai, serta kedalaman perairan yang ideal (<5 m) menjadikan kawasan pantai di Kecamatan Pringkuku sangat ideal bagi pengembangan kegiatan wisata pantai dan berenang (Fauziet al. 2009). Peran pemerintah dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan melalui penyediaan fasilitas wisata akan menarik minat wisatawan baik domenstik maupun mancanegara sehingga diharapkan akan meningkatkan jumlah kunjungan wisata di masa mendatang.

5.4 Daya Dukung Kawasan

Daya dukung kawasan (DDK) yaitu jumlah wisatawan dalam kawasan yang tersedia pada waktu tertentu yang dapat diterima secara fisik tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia (Yulianda 2007). Aktivitas wisata yang biasa dilakukan di pantai antara lain berenang,surfing, berjemur, rekreasi pantai (seperti

(26)

jalan-jalan di tepi pantai, foto-foto, menikmati pemandangan), wisata olahraga (seperti voli pantai, jogging, bersepeda) dan memancing. Supaya aktivitas-aktivitas tersebut dapat dilakukan, maka dibutuhkan kondisi kawasan yang baik dan memiliki area yang cukup luas. Selain itu, tingkat kerusakan di dalam kawasan dan daya dukungnya harus selalu diperhatikan agar kawasan tersebut tetap terjaga. Daya dukung untuk tujuan wisata memiliki syarat keberlanjutan, sehingga untuk memenuhi tujuan tersebut kondisi eksisting tidak boleh melebihi daya dukung (Coccossis 2002 inDiedrich dan Garcia-Buades 2009). Hasil analisis terhadap daya dukung ekologis kawasan pantai menunjukkan bahwa setiap pantai yang dikaji memiliki DDK yang berbeda (Tabel 26).

Tabel 26 Daya dukung ekologis kawasan pantai di Kecamatan Pringkuku

No Lokasi

Panjang Pantai

(m)

Jenis Kegiatan (orang/hari) DDK

Bere-nang Berje -mur Rekrea si Pantai Olah-raga Pantai Meman cing Orang/ hari Orang/ tahun Kawasan Srau 1 Pantai Pare 90 4 4 4 4 18 34 12.410 2 Pantai Srau 331 13 13 13 13 66 118 43.070 3 Pantai Wayang 269 11 11 11 11 54 98 35.770 4 Pantai Gampar 116 5 5 5 5 23 43 15.695 5 Pantai Mblue 216 9 9 9 9 43 79 28.835 6 Pantai Wawaran 50 2 2 2 2 10 18 6.570 Kawasan Watukarung 1 Pantai Kreweng 18 1 1 1 1 4 8 2.920 2 Pantai Seruni 89 4 4 4 4 18 34 12.410 3 Pantai Peden Ombo 332 13 13 13 13 66 118 43.070 4 Pantai Kasap 91 4 4 4 4 18 34 12.410 5 Pantai Brecak 118 5 5 5 5 24 44 16.060 6 Pantai Watukarung 250 10 10 10 10 50 90 32.850 7 Pantai Sirah Towo 124 5 5 5 5 25 45 16.425 8 Pantai Jantur 80 3 3 3 3 16 28 10.220 9 Pantai Ngalurombo 532 21 21 21 21 106 190 69.350 10 Pantai Waduk 96 4 4 4 4 19 35 12.775 11 Pantai Ngalihan 396 16 16 16 16 79 143 52.195 12 Pantai Bresah 149 6 6 6 6 30 54 19.710 13 Pantai Geben 42 2 2 2 2 8 16 5.840

Sumber: Data primer, diolah (2012)

Semakin panjang kawasan suatu pantai yang dapat digunakan untuk aktivitas wisata, maka daya dukung ekologisnya akan semakin tinggi, sebaliknya

(27)

semakin pendek kawasan pantai yang tersedia untuk aktivitas wisata maka daya dukungnya akan semakin rendah. Pantai Ngalurombo memiliki panjang pantai mencapai 532 meter, diikuti Pantai Ngalihan dengan panjang pantai mencapai 396 meter dan Pantai Peden Ombo yang memiliki panjang pantai 332 meter. Ketiga pantai tersebut merupakan kawasan yang memiliki daya dukung tertinggi dengan kisaran 118-190 orang/hari.

Pantai Kreweng merupakan kawasan dengan daya dukung terendah (8 orang/hari) karena hanya memiliki panjang pantai 18 meter. Pantai yang terletak diantara bukit batu karang terjal ini memang memiliki luas area yang sempit dan aksesibilitas yang sulit. Sempitnya area yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas wisata menyebabkan daya dukung ekologisnya menjadi rendah.

Kawasan wisata Pantai Srau yang meliputi Pantai Pare, Pantai Srau, Pantai Wayang, Pantai Gampar, Pantai Wawaran dan Pantai Mblue yang telah dikelola oleh Dinas Pariwisata secara keseluruhan memiliki daya dukung ekologis sebesar 390 orang/hari. Pada saat musim liburan sekolah dan hari besar keagamaan, jumlah wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata tersebut akan meningkat sehingga terjadi kepadatan wisatawan di pantai tertentu. Namun di waktu yang lainnya, terjadi kekosongan pengunjung. Zacarias et al. (2011) mengemukakan bahwa luas area yang dapat memberikan kenyamanan untuk setiap pengunjung melakukan aktivitas wisata antara 5-10 m²/orang. Aktivitas wisata yang melibatkan pengunjung akan selalu menimbulkan dampak terhadap lingkungan dengan tingkatan dampak yang berbeda. Tujuan wisatawan untuk mendapatkan kenyamanan, kepuasan dan memenuhi rasa keingintahuan hendaknya diantisipasi dengan melakukan pengelolaan dan pengaturan yang baik sehingga tidak mengakibatkan adanya kerusakan lingkungan, pengambilan sumberdaya di lokasi wisata dan tidak membahayakan bagi pengunjung (Zacariaset al.2011).

Wisatawan yang mengunjungi dan menikmati suatu area alami dapat menyebabkan kerusakan ekologi terhadap area yang mereka nikmati terutama jika melebihi daya dukung. Oleh karena itu penting memperhatikan daya dukung untuk dapat memelihara ekosistem (Kerkvliet dan Nowell 2000). Nilai daya dukung ekologis suatu kawasan wisata pantai sangat bermanfaatan dalam menyusun strategi dan kebijakan pengelolaan suatu kawasan sehingga skenario

(28)

pengelolaan dapat berjalan efektif dan efisien (Ribeiro et al 2011). Penggunaan nilai DDK sebagai faktor pembatas dalam pengelolaan suatu kawasan pantai bukanlah suatu nilai mutlak. Kondisi kawasan pantai yang telah berkembang menjadi destiniasi wisata akan berubah sehingga secara langsung akan berpengaruh terhadap daya dukung kawasan. Hal tersebut menyebabkan penggunaan konsep daya dukung harus dilakukan dengan lebih fleksibel, menerapkan prinsip kehati-hatian, dilakukan secara terpadu dan keberlanjutan (Silvaet al.2007) sehingga tujuan pengelolaan kawasannya dapat tercapai.

Beberapa aktivitas dapat dilakukan di area pantai (Tabel 27). Jenis aktivitas yang dapat dilakukan tersebut antara lain berenang, rekreasi pantai, berjemur, olahraga pantai, memancing, surfing dan berkemah. Namun tidak semua area pantai dapat dilakukan semua aktivitas tersebut. Area pantai yang dapat dilakukan seluruh aktivitas mulai daari berenang hingga berkemah adalah Pantai Ngalurombo.

Tabel 27 Jenis aktivitas yang dapat dilakukan di setiap area pantai

N

o Lokasi

Aktivitas yang dapat dilakukan Bere-nang Berje -mur Rek-reasi Pantai Olah-raga Pantai Meman

cing Surfing Berkemah Kawasan Srau 1 Pantai Pare       2 Pantai Srau       3 Pantai Wayang       4 Pantai Gampar       5 Pantai Mblue      6 Pantai Wawaran      Kawasan Watukarung 1 Pantai Kreweng      2 Pantai Seruni      

3 Pantai Peden Ombo      

4 Pantai Kasap     

5 Pantai Brecak     

6 Pantai Watukarung      

7 Pantai Sirah Towo     

8 Pantai Jantur      9 Pantai Ngalurombo        10 Pantai Waduk      11 Pantai Ngalihan       12 Pantai Bresah      13 Pantai Geben     

(29)

5.5 Analisis Ekonomi

Kegiatan wisata memberikan manfaat ekonomi pada suatu area. Kehadiran pengunjung dapat mempengaruhi keanekaragaman hayati, khususnya jika mereka memanfaatkan lingkungan yang sensitif (Coombes dan Jone 2010).

5.5.1 Nilai wisata Kawasan Srau

Nilai pemanfaatan wisata diestimasi berdasarkan pengeluaran pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata (biaya melakukan aktivitas wisata). Hasil analisis menggunakan pendekatan individual travel cost model menunjukkan bahwa nilai wisata aktual (eksisting) berdasarkan jumlah kunjungan wisatawan tahun 2011 sebesar Rp 307.992.650.000/ha/tahun (Lampiran 34), sedangkan nilai wisata berdasarkan jumlah pengunjung sesuai daya dukung sebesar Rp 954.597.159.800/ha/tahun (Lampiran 35). Dari nilai tersebut, diketahui bahwa tingkat pemanfaatan kawasan Srau sekitar 32,26%. Artinya, masih terdapat selisih potensi nilai manfaat yang belum diperoleh sebesar Rp 646.604.509.800/ha/tahun bila seluruh kapasitas daya dukung yang ada dapat dimanfaatkan dengan optimal. Kawasan Srau dikelola oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga. Dari seluruh area kawasan Srau masih ada beberapa area yang belum dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan wisata pantai di Kecamatan Pringkuku masih perlu dikembangkan untuk mendapatkan manfaat ekonomi yang lebih tinggi dengan tetap memperhatikan daya dukung ekologisnya.

Pengelolaan suatu kawasan wisata pantai membutuhkan waktu dan upaya yang tidak sedikit. Ketersediaan sarana dan prasarana menjadi faktor penting yang harus diperhatikan. Pantai Miami di Amerika Serikat membutuhkan sedikitnya 8 tahun untuk mengundang wisatawan berkunjung dan menikmati berbagai fasilitas yang ada. Keuntungan ekonomi dari kegiatan wisata di Pantai Miami tahun 2007 bahkan mencapai 11 milyar US$ (Houston 2008). Perhatian dan peran pemerintah daerah baik melalui instansi terkait atau pelibatan pihak swasta dalam pengembangan wisata sangat diperlukan. Pengelolaan yang baik akan memberikan manfaat yang optimal baik bagi pemerintah daerah setempat maupun masyarakat yang terlibat.

(30)

5.5.2 Nilai wisata Kawasan Watukarung

Jumlah kawasan pantai di pesisir Kecamatan Pringkuku yang belum dikelola dan dimanfaatkan sebagai tujuan wisata lebih banyak bila dibandingkan kawasan wisata Srau. Nilai wisata aktual dari seluruh kawasan Watukarung sebesar Rp 157.230.307.100 /ha/tahun (Lampiran 36). Apabila daya dukung dari seluruh kawasan dapat dimanfaatkan maka nilai wisata menjadi Rp 1.356.099.839.000/ha/tahun (Lampiran 37). Pemanfaatan di kawasan Watukarung masih lebih rendah dibanding kawasan Srau yaitu 11,59%. Masih terdapat potensi nilai manfaat yang belum diperoleh yang nilainya sebesar Rp 1.198.869.531.900/ha/tahun. Kawasan Watukarung itu sendiri dikelola oleh masyarakat sekitar. Pengelolaan yang dilakukan dalam hal penjagaan kawasan supaya tetap bersih. Penyediaan kelengkapan fasilitas masih belum dapat dilakukan karena kurangnya dana (dana hanya diperoleh dari tiket masuk kawasan dimana tiket tersebut nominalnya bersifat sukarela). Meskipun demikian, diperlukan perencanaan strategis untuk menentukan prioritas kawasan yang akan dikembangkan dengan mempertimbangkan ketersediaan aksesibilitas, potensi, sarana/prasarana dan keamanan pengunjung.

5.5.3 Nilai perikanan

Aktivitas perikanan yang dilakukan di pesisir Kecamatan Pringkuku didominasi oleh perikanan skala kecil dengan armada penangkapan < 10 GT. Umumnya nelayan melakukan operasi penangkapan dengan trip harian (one day fishing). Nilai pemanfaatan perikanan dihitung dari jumlah pengeluaran nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan dan pendapatan yang diperoleh dari hasil menjual hasil tangkapan. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan yang diperoleh dalam waktu satu tahun yakni bulan Januari-Desember 2011.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai perikanan aktual yang diperoleh sebesar Rp 26.510.238.840/ha/tahun (Lampiran 38). Nilai tersebut sekitar 17,93% dari nilai produksi perikanan Kabupaten Pacitan. Armada penangkapan yang masih terbatas menyebabkan nelayan hanya melakukan penangkapan di sekitar pantai dan tidak mampu menjangkau perairan yang lebih jauh (Lampiran 39). Hal ini menjadi salah satu penyebab tingginya ketergantungan nelayan pada pola musim yang terjadi. Pada saat musim barat, nelayan umumnya tidak dapat

(31)

melakukan operasi penangkapan sehingga pendapatannya menjadi menurun. Sebagian nelayan juga memiliki aktivitas lain seperti bertani dan beternak. Hasil bertani/beternak tersebutlah yang digunakan nelayan untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari apabila tidak dapat melaut.

Nilai perikanan di kawasan pantai Kecamatan Pringkuku dapat ditingkatkan namun tetap dapat dipertahankan dengan perikanan skala kecil. Peningkatan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Peningkatan tersebut antara lain melakukan perbaikan terhadap armada tangkap. Armada dibuat lebih bersih, mengembangkan usaha pengolahan ikan (nelayan diberi pelatihan tentang pengolahan hasil perikanan (nuget, bakso, masakan dari hasil laut) sehingga hasil dapat dijual dengan harga yang lebih baik dan melibatkan nelayan dalam kegiatan wisata. Pelibatan nelayan diharapkan pendapatan nelayan bisa lebih baik lagi dan nelayan dapat terlibat dengan kegiatan wisata juga.

5.6 Analisis Kesenjangan (GAP Analisis)

Analisis kesenjangan (Gap) dibuat dalam dua skenario. Skenario 1 merupakan skenario saat kondisi sesuai daya dukung dan skenario 2 saat kondisi tidak sesuai daya dukung (kurang dari daya dukung). Dua skenario yang ditentukan dilihat pengaruh dari ekonomi, sosial dan ekologi Nilai dari pembobotan peringkat yang dilakukan stakeholder terhadap prioritas pengelolaan secara ekonomi, sosial dan ekologi kemudian dimasukkan dalam masing-masing skenario. Masing-masing skenario dilakukan perhitungan yaitu perkalian antara bobot dengan skor yang diperoleh (Tabel 28).

Tabel 28 Prioritas pengelolaan yang merupakan perkalian skor (dengan prioritas pengelolaan) Kriteria Skenario 1 2 Ekonomi 40 (0,40 x 100) 16 (0,40 x 39) Sosial 5 (0,05 x 100) 3 (0,05 x 65) Ekologi 55 (0,55 x 100) 5 (0,55 x 100 )

(32)

Hasil analisis gap menunjukkan bahwa prioritas pengelolaan pada skenario 1 yang memiliki nilai lebih tinggi. Skenario 1 merupakan skenario dimana semua kondisi sesuai dengan daya dukung. Atribut ekonomi terdiri atas pendapatan kawasan dan kunjungan wisatawan. Atribut ekonomi memiliki skor rata-rata 100 pada skenario 1 dan skor rata-rata 30 pada skenario 2. Atribut sosial terdiri atas mata pencaharian masyarakat lokal dan akses lokal. Atribut sosial memiliki skor rata-rata 100 pada skenario 1 dan skor rata-rata 65 pada skenario 2. Atribut ekologi terdiri atas kualitas air, kejernihan air dan kondisi pantai berpasir. Skor rata-rata dari atribut sosial pada skenario 1 dan 2 yaitu 100. Hasil total rata-rata skor dari skenario 1 dan 2 menunjukkan bahwa pengelolaan wisata di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku masih perlu dioptimalkan. Pengelolaan mengutamakan faktor ekologi sebagai faktor utama yang menjadi daya tarik wisata. Pengoptimalan pengelolaan tersebut dengan mengembangkan akses lokal (jalan), pencaharian masyarakat lokal, pendapatan kawasan dan kunjungan wisatawan. Pengembangan yang dilakukan harus disesuaikan dengan daya dukung supaya pengelolaannya dapat berkelanjutan. Pada kawasan wisata Srau, terdapat selisih nilai ekonomi aktual dan nilai ekonomi sesuai daya dukung. Pada kedua nilai ekonomi tersebut terdapat selisih yang cukup jauh (Gambar 50).

Gambar 50 Selisih nilai ekonomi di kawasan Srau dan Watukarung

Selisih tersebut sekitar Rp 646.604.509.800/ha/tahun. Hal tersebut menunjukkan adanya potensi ekonomi cukup besar yang belum dimanfaatkan.

(33)

Meskipun demikian, pemanfaatan potensi tidak boleh melebihi dari daya dukung ekologisnya. Apabila melebihi dari daya dukung kawasan, akan terjadi ketidaknyamanan dan dapat mengakibatkan kerusakan dari kawasan tersebut. Adanya kerusakan dan ketidaknyamanan dapat menurunkan nilai ekonomi kawasan.

Kawasan wisata Srau sudah lebih banyak dimanfaatkan dibandingkan kawasan Watukarung karena sudah dikelola oleh pemerintah daerah (Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga). Sistem tiket sudah diberlakukan berdasarkan peraturan daerah. Namun, kawasan Srau masih perlu dioptimalkan lagi pengelolaannya. Pengoptimalan tersebut dapat dilakukan dengan perbaikan fasilitas seperti tempat duduk, toilet, dan kios makanan yang ada sehingga membuat wisatawan lebih nyaman. Wisatawan banyak yang tertarik berkunjung ke Srau, mereka merasa cukup nyaman berada di kawasan tersebut sehingga untuk dapat meningkat nilai ekonominya, perlu dilakukan pelayanan dan pengelolaan yang lebih baik. Salah satu yang menjadi daya tarik di kawasan ini adalah panoramanya yang indah, pantai yang aman digunakan untuk beraktivitas dan saat surut wisatawan dapat menikmati hamparan daerah intertidal yang cukup luas.

Kawasan wisata Watukarung juga memiliki selisih antara nilai ekonomi aktual dan nilai ekonomi sesuai daya dukung. Selisih nilai ekonomi kawasan Watukarung sangat jauh (Gambar 49) menunjukkan bahwa nilai ekonomi yang belum dioptimalkan masih sangat besar. Selisih tersebut sekitar Rp 1.198.869.531.900/ha/tahun, nilai selisihnya lebih tinggi dibandingkan kawasan Srau. Selisih yang jauh tersebut dikarenakan masih banyak area yang belum dimanfaatkan (Gambar 51). Selain itu pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat desa setempat (Desa Watukarung) masih belum optimal. Pengelolaan baru sebatas menjaga kawasan, belum ada perbaikan maupun penambahan fasilitas yang diperlukan oleh wisatawan seperti tempat duduk, gardu pandang, kios makanan maupun toilet. Tidak seperti Srau yang sudah disediakan kios makanan oleh pihak pengelola, kawasan Watukarung belum memiliki kios makanan. Masyarakat yang menjual makanan untuk wisatawan menggunakan peralatan dari mereka sendiri dengan memanfaatkan meja yang mereka punya untuk menjajakan makanan. Hal tersebut menyebabkan kawasan terlihat tidak

(34)

teratur. Ketidak teraturan tersebut dapat menyebabkan ketidaknyamanan wisatawan yang nantinya dapat menurunkan nilai ekonomi kawasan tersebut.

Kawasan Watukarung yang memiliki nilai ekonomi sistem tiket yang diberlakukan oleh pengelola (Desa Watukarung) nominalnya masih bersifat sukarela. Hasil dari pungutan tiket tersebut digunakan untuk dana kebersihan kawasan. Hasil dari penjualan tiket belum cukup untuk pembangunan fasilitas yang dibutuhkan wisatawan. Kawasan Watukarung masih dikelola secara swadaya karena adanya perbedaan persepsi antara Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan dan Dinas Kelautan dan Perikanan. Desa Watukarung merupakan desa binaan nelayan sehingga seluruh pengelolaan kawasan diserahkan kepada Dinas Kelautan dan Perkanan. Pengelolaan yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan hanya dilakukan khusus di daerah TPI dan yang terkait perikanan tangkap saja. Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi jika antara instansi dan stakeholder terkait lebih mengedepankan pengelolaan yang terpadu, untuk memanfaatkan potensi Desa Watukarung baik perikanan maupun wisata.

Kawasan Srau memiliki total area pantai berpasir seluas 2,1886 ha dari total enam pantai berpasir. Luas area pantai berpasir yang dimanfaatkan sebesar 1,4374 ha (4 pantai berpasir) sedangkan luas area yang belum termanfaatkan sebesar 0,7512 ha (Gambar 51). Area yang belum dimanfaatkan seharusnya dapat dioptimalkan untuk mendapatkan nilai ekonomi yang lebih tinggi sesuai dengan daya dukung sehingga gap yang terjadi tidak terlalu jauh.

(35)

Sebagaimana kawasan Srau, Watukarung pun memiliki area pantai berpasir yang belum dimanfaatkan. Area yang belum dimanfaatkan tersebut sebesar 3,2262 ha, lebih besar daripada luas area yang sudah dimanfaatkan yaitu 3,1368 ha (Gambar 52). Pengoptimalan masih perlu dilakukan supaya hasil yang diperoleh bisa lebih baik lagi. Namun daya dukung tetap perlu diperhatikan. Dalam pengoptimalan pemanfaatan kawasan, perlu memperhatikan kebersihan dan meminimumkan terjadinya kerusakan. Hal ini perlu diperhatikan karena apabila terjadi kerusakan maka wisatawan semakin lama akan semakin berkurang sehingga mempengaruhi nilai ekonomi.

Gambar 52 Pemanfaatan area di Kawasan Watukarung (Data primer diolah 2012)

Pemanfaatan kawasan wisata Srau selayaknya dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar mengingat keterbatasan sumberdaya manusia yang dimiliki oleh dinas/instansi terkait. Pelibatan masyarakat sekitar memang sudah dilakukan, namun masih belum banyak yang terlibat. Masyarakat yang terlibat mengatakan sudah memperoleh manfaat dari keterlibatan mereka yaitu berjualan di kios makanan maupun menjaga loket. Selain itu ada juga yang terlibat dalam hal menjaga kebersihan kawasan baik area pantai, toilet maupun tempat ibadah. Masyarakat yang telah memiliki pengetahuan dan kesadaran terhadap pentingnya menjaga kelestarian alam akan sangat membantu dalam melakukan pengelolaan kawasan wisata di suatu daerah.

Hal ini dilakukan karena selama ini masyarakat sekitarlah yang telah melakukan pengelolaan. Desa setempat dapat membuat Peraturan Desa mengenai

(36)

pengelolaan kawasan untuk wisata. Dengan dilakukannya hal tersebut diharapkan pemasukan yang diperoleh dapat digunakan untuk memperbaiki dan menambah fasilitas (tempat duduk, kios makanan dan toilet) yang dibutuhkan wisatawan selain untuk menjaga kebersihan kawasan.

5.7 Analisis Kepuasan Wisatawan 5.7.1 Analisis kepuasan wisatawan srau

Pada analisis kepuasan wisatawan, analisis dilakukan terhadap persepsi wisatawan saat akan mengunjungi kawasan dan apa yang dihadapi/diperoleh ketika sampai di kawasan wisata. Persepsi kepuasan wisatawan dibagi atas lima kriteria utama dan 15 sub kriteria tambahan. Lima kriteria utama tersebut antara lain petugas di kawasan, karakteristik alam, infrastruktur, fasilitas dan informasi-komunikasi (Tabel 29).

Tabel 29 Tingkat kepuasan wisatawan (%) dari kriteria utama

Kriteria Kurang puas Cukup puas Puas

Petugas di kawasan 6,00 52,00 42,00

Karakteristik alam 1,33 24,67 74,00

Infrastruktur 76,00 17,00 7,00

Fasilitas 25,00 63,67 11,33

Informasi-komunikasi 42,00 58,00 0,00

Sumber: Data Primer diolah 2012

Analisis kepuasan diperoleh berdasarkan hasil kuesioner dan analisis MUSA untuk mendapatkan bobot dan rata-rata indeks kepuasan. Tingkat kepuasan wisatawan paling tinggi terdapat pada kriteria karakteristik alam sementara yang paling rendah terdapat pada kriteria informasi-komunikasi dan infrastruktur. Tingkat kepuasan yang rendah ditunjukkan dari kriteria informasi-komunikasi, infrastruktur dan fasilitas. Karakteristik infrastruktur sebanyak 76,00% menyatakan kurang puas, karakteristik informasi-komunikasi sebanyak 42,00% menyatakan kurang puas dan dari sehi fasilitas sebanyak 25,00% yang kurang puas. Ketersediaan infrastruktur sudah cukup baik, namun kondisi beberapa jalan yang mengalami kerusakan menimbulkan ketidakpuasan wisatawan. Pelayanan yang diberikan oleh petugas di kawasan wisata memberikan tingkat kepuasan yang cukup bagi wisatawan (52%). Fasilitas di

(37)

kawasan sudah ada, namun masih belum lengkap. Kondisi dan keberadaan fasilitas membuat wisatawan cukup puas, namun sebagian besar menyatakan perlu untuk dilengkapi lagi dan diperbaiki, terutama yang mengalami kerusakan (MCK).

Sub kriteria yang dianalisis ada 15 sub kriteria. Sub kriteria tersebut berasal dari lima kriteria utama. Kriteria karakteristik alam terdiri atas sub kriteria keindahan alam, pantai berpasir dan kejernihan air. Kriteria infrastruktur terdiri atas sub kriteria jalan, penginapan, dan pusat informasi. Kriteria fasilitas terdiri atas sub kriteria kios, toilet, tempat sampah dan tempat ibadah. Kriteria informasi-komunikasi terdiri atas sub kriteria tanda dan papan penunjuk (Tabel 30). Dari 15 sub kriteria, tingkat kepuasan paling banyak terdapat pada sub kriteria pantai berpasir, dan kepuasan paling sedikit terdapat pada sub kriteria penginapan, tempat sampah, tanda maupun penunjuk.

Tabel 30 Tingkat kepuasan wisatawan (%) dari sub kriteria

Kriteria Kurang puas Cukup puas Puas

Pengetahuan 24,00 66,00 10,00 Pelayanan 44,00 52,00 4,00 Komunikasi 36,00 54,00 10,00 Kesopanan 64,00 36,00 0,00 Keindahan alam 2,00 36,00 62,00 Pantai berpasir 2,00 12,00 86,00 Kejernihan air 0,00 26,00 74,00

Jalan (menuju kawasan) 58,00 30,00 12,00

Penginapan 94,00 4,00 2,00 Pusat informasi 58,00 30,00 12,00 Tempat duduk 4,00 82,00 14,00 Kios 2,00 76,00 22,00 Toilet 18,00 70,00 12,00 Tempat sampah 64,00 36,00 0,00 Tempat ibadah 4,00 88,00 8,00 Tanda 46,00 54,00 0,00 Papan petunjuk 38,00 62,00 0,00

Sumber: Data primer diolah 2012

Ketersediaan fasilitas penginapan yang belum memadai baik jumlah maupun kualitasnya menyebabkan sebagian besar warga di sekitar kawasan menyediakan/menyewakan rumahnya jika ada wisatawan yang ingin menginap.

(38)

Wisatawan tidak jarang membuat tenda di daerah yang lapang di dekat pantai. Tempat sampah juga jarang sekali di temukan di kawasan wisata, itulah yang membuat wisatawan yang merasa sedikit tidak puas terhadap kriteria ini.

Bobot diperoleh dari modifikasi kepuasan wisatawan dari hasil penelitian Arabatzis and Grigoroudis 2010. Bobot tertinggi terdapat pada elemen karakteristik alam karenakarakteristik alam merupakan merupakan daya tarik wisatawan dalam mengunjungi suatu kawasan (Tabel 31).

Tabel 31 Bobot dan indeks kepuasan dari kriteria utama

Kriteria Bobot (%) Indeks kepuasan (%)

Petugas di kawasan 18,38a 34,19

Karakteristik alam 23,76a 52,91

Infrastruktur 20,43a 16,55

Fasilitas 19,07a 26,00

Informasi-komunikasi 18,36a 19,83

Keterangan:a= modifikasi Arabatzis dan Grigoroudis 2010

Indeks kepuasan tertinggi terdapat pada karakteristik alam. Karakteristik alam tersebut yang menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi kawasan. Bobot pada sub kriteria tertinggi terdapat pada kejernihan air seperti disajikan pada Tabel 32.

Tabel 32 Bobot dan indeks kepuasan dari sub kriteria

Sub kriteria Bobot (%) Indeks kepuasan (%)

Pengetahuan 9,70a 13,19 Pelayanan 2,80a 3,08 Komunikasi 2,85a 3,53 Kesopanan 3,03a 2,61 Keindahan alam 7,25a 15,22 Pantai berpasir 8,38a 19,60 Kejernihan air 8,14a 18,23

Jalan (menuju kawasan) 8,52a 8,86

Penginapan 11,91a 6,91 Pusat informasi 2,28a 2,37 Tempat duduk 4,79a 7,66 Kios 3,16a 5,37 Toilet 2,53a 3,64 Tempat sampah 3,48a 2,99 Tempat ibadah 2,84a 4,37 Tanda 7,68a 7,98 Papan petunjuk 10,68a 11,97

(39)

Kejernihan air dan karakteristik alam lain penting karena menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi kawasan tersebut. Indeks kepuasan wisatawan tertinggi terdapat pada sub kriteria pantai berpasir sedangkan yang terendah terdapat pada sub kriteria penginapan. Tujuan utama wisatawan berwisata ke kawasan pantai Srau dan Watukarung memang lebih dominan untuk menikmati pemandangan alam berupa hamparan pantai pasir putihnya yang eksotis. Indeks kepuasan dan tingkat kepuasan wisatawan dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola terkait jenis fasilitas apa saja yang perlu ditambahkan dan diperbaiki untuk membuat kawasan wisata menjadi lebih baik lagi. Pengelolaan yang baik akan meningkatkan nilai ekonomi yang diperoleh, peningkatan jumlah pengunjung dan pendapatan asli daerah juga akan meningkat. Namun pengelola juga harus memperhatikan kenyamanan pengunjung dengan tetap memperhatikan jumlah kunjungan sesuai dengan daya dukung dalam satu waktu.

5.7.2 Analisis kepuasan wisatawan Watukarung

Pada analisis kepuasan wisatawan di kawasan Watukarung, analisis dilakukan terhadap persepsi wisatawan saat akan mengunjungi kawasan dan apa yang dihadapi/diperoleh ketika sampai di kawasan wisata. Persepsi kepuasan wisatawan dibagi atas lima kriteria utama dan 15 sub kriteria tambahan. Lima kriteria utama tersebut antara lain petugas di kawasan, karakteristik alam, infrastruktur, fasilitas dan informasi-komunikasi (Tabel 33).

Tabel 33 Tingkat kepuasan wisatawan (%) dari kriteria utama

Kriteria Kurang puas Cukup puas Puas

Petugas di kawasan 27,00 67,00 6,00

Karakteristik alam 0,00 25,33 74,67

Infrastruktur 76,00 17,00 7,00

Fasilitas 27,67 63,00 9,33

Informasi-komunikasi 48,00 52,00 0,00

Sumber: Data Primer diolah 2012

Analisis kepuasan diperoleh berdasarkan hasil kuesioner dan analisis MUSA untuk mendapatkan bobot dan rata-rata indeks kepuasan. Tingkat kepuasan wisatawan paling tinggi terdapat pada kriteria karakteristik alam sementara yang paling rendah terdapat pada kriteria informasi-komunikasi dan infrastruktur. Ketersediaan infrastruktur sudah cukup baik, namun kondisi

(40)

beberapa jalan yang mengalami kerusakan menimbulkan ketidakpuasan wisatawan. Pelayanan yang diberikan oleh petugas di kawasan wisata memberikan tingkat kepuasan yang cukup bagi wisatawan (67,00%). Fasilitas di kawasan sudah ada, namun masih belum lengkap. Kondisi dan keberadaan fasilitas membuat wisatawan cukup puas, namun sebagian besar menyatakan perlu untuk dilengkapi lagi dan diperbaiki, terutama yang mengalami kerusakan (MCK).

Sub kriteria yang dianalisis ada 15 sub kriteria. Sub kriteria tersebut berasal dari lima kriteria utama. Kriteria karakteristik alam terdiri atas sub kriteria keindahan alam, pantai berpasir dan kejernihan air. Kriteria infrastruktur terdiri atas sub kriteria jalan, penginapan, dan pusat informasi. Kriteria fasilitas terdiri atas sub kriteria kios, toilet, tempat sampah dan tempat ibadah. Kriteria informasi-komunikasi terdiri atas sub kriteria tanda dan papan penunjuk (Tabel 34). Dari 15 sub kriteria, tingkat kepuasan paling banyak terdapat pada sub kriteria pantai berpasir, dan kepuasan paling sedikit terdapat pada sub kriteria penginapan, tempat sampah, tanda maupun penunjuk.

Tabel 34 Tingkat kepuasan wisatawan (%) dari sub kriteria

Kriteria Kurang puas Cukup puas Puas

Pengetahuan 10,00 74,00 16,00 Pelayanan 22,00 74,00 4,00 Komunikasi 26,00 70,00 4,00 Kesopanan 50,00 50,00 0,00 Keindahan alam 0,00 36,00 64,00 Pantai berpasir 0,00 14,00 86,00 Kejernihan air 0,00 26,00 74,00

Jalan (menuju kawasan) 58,00 30,00 12,00

Penginapan 94,00 4,00 2,00 Pusat informasi 74,00 26,00 0,00 Tempat duduk 4,00 82,00 14,00 Kios 2,00 76,00 22,00 Toilet 18,00 70,00 12,00 Tempat sampah 64,00 36,00 0,00 Tempat ibadah 4,00 88,00 8,00 Tanda 46,00 54,00 0,00 Papan petunjuk 50,00 50,00 0,00

Sumber: Data primer diolah 2012

Ketersediaan fasilitas penginapan yang belum memadai baik jumlah maupun kualitasnya menyebabkan sebagian besar warga di sekitar kawasan menyediakan/menyewakan rumahnya jika ada wisatawan yang ingin menginap.

(41)

Wisatawan terkadang membuat tenda di daerah yang lapang di dekat pantai. Tempat sampah juga jarang sekali ditemukan di kawasan wisata, itulah yang membuat wisatawan yang merasa sedikit tidak puas terhadap kriteria ini.

Bobot diperoleh dari adaptasi kepuasan wisatawan dari hasil penelitian Arabatzis and Grigoroudis 2010. Bobot tertinggi terdapat pada elemen fasilitas, karena fasilitas merupakan hal yang paling dibutuhkan wisatawan saat mengunjungi suatu kawasan (Tabel 35).

Tabel 35 Bobot dan indeks kepuasan dari kriteria utama

Kriteria Bobot (%) Indeks kepuasan (%)

Petugas di kawasan 18,38a 23,71

Karakteristik alam 23,76a 53,38

Infrastruktur 20,43a 16,55

Fasilitas 19,07a 25,11

Informasi-komunikasi 18,36a 18,73

Keterangan:a= adaptasi dari Arabatzis dan Grigoroudis 2010

Indeks kepuasan tertinggi terdapat pada karakteristik alam. Karakteristik alam tersebut yang menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi kawasan. Bobot pada sub kriteria tertinggi terdapat pada kejernihan air seperti disajikan pada Tabel 36.

Tabel 36 Bobot dan indeks kepuasan dari sub kriteria

Sub kriteria Bobot (%) Indeks kepuasan (%)

Pengetahuan 9,70a 15,12 Pelayanan 2,80a 3,70 Komunikasi 2,85a 3,65 Kesopanan 3,03a 3,03 Keindahan alam 7,25a 15,51 Pantai berpasir 8,38a 19,77 Kejernihan air 8,14a 18,23

Jalan (menuju kawasan) 8,52a 8,86

Penginapan 11,91a 6,91 Pusat informasi 2,28a 1,73 Tempat duduk 4,79a 7,66 Kios 3,16a 5,37 Toilet 2,53a 3,64 Tempat sampah 3,48a 2,99 Tempat ibadah 2,84a 4,37 Tanda 7,68a 7,98 Papan petunjuk 10,68a 10,68

Keterangan:a= Modifikasi Arabatzis dan Grigoroudis 2010

Kejernihan air dan karakteristik alam lain penting karena menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi kawasan tersebut. Indeks kepuasan wisatawan

(42)

tertinggi terdapat pada sub kriteria pantai berpasir sedangkan yang terendah terdapat pada sub kriteria penginapan. Tujuan utama wisatawan berwisata ke kawasan pantai Srau dan Watukarung memang lebih dominan untuk menikmati pemandangan alam berupa hamparan pantai pasir putihnya yang eksotis. Indeks kepuasan dan tingkat kepuasan wisatawan dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola terkait jenis fasilitas apa saja yang perlu ditambahkan dan diperbaiki untuk membuat kawasan wisata menjadi lebih baik lagi. Pengelolaan yang baik akan meningkatkan nilai ekonomi yang diperoleh, peningkatan jumlah pengunjung dan pendapatan asli daerah juga akan meningkat. Namun pengelola juga harus memperhatikan kenyamanan pengunjung dengan tetap memperhatikan jumlah kunjungan sesuai dengan daya dukung dalam satu waktu.

Pada diagram aksi kepuasan (Gambar 53) karakteristik alam baik kawasan Srau maupun Watukarung memiliki tingkat kepentingan dan pemanfaatan yang tinggi karena merupakan elemen kunci yang menjadi daya tarik bagi wisatawan.

Gambar 53 Diagram aksi kepuasan wisatawan pada kriteria utama

Kualitas pelayanan yang diberikan pegawai kawasan masih kurang (ditunjukkan dengan indeks kepuasan yaitu 34,19% untuk kawasan Srau dan 23,71% untuk kawasan Watukarung). Tingkat kepentingannya dari pegawai kawasan sedang, namun kebutuhan wisatawan terhadap petugas kawasan cukup tinggi yaitu sebagaiguideataupun pihak pemberi informasi. Infrastruktur, fasilitas

P E M A N F A A T A N R e n d a h T in g g i KEPENTINGAN Rendah Tinggi Informasi-komunikasi Karakteristik alam Petugas kawasan Fasilitas Infrastruktur

(43)

dan informasi-komunikasi memiliki tingkat kepentingan yang tinggi, akan tetapi pelaksanaannya masih rendah. Pihak pengelola diharapkan dapt memperhatikan hal-hal yang terkait dengan pengelolaan yang lebih baik lagi sehingga kegiatan wisata dapat terus berkelanjutan.

5.8 Strategi Pengelolaan Kawasan

Hasil analisis terhadap potensi, daya dukung, nilai ekonomi, kesenjangan pemanfaatan dan kepuasan wisatawan menunjukkan bahwa kawasan pesisir di Kecamatan Pringkuku memiliki peluang pengembangan yang cukup besar. Pengembangan tersebut dapat dilakukan untuk sektor perikanan maupun wisata. Peningkatan pemanfaatan potensi yang tersedia perlu dilakukan dengan dibuat strategi pengelolaan yang diharapkan dapat mengakomodir seluruh kepentingan yang ada di dalamnya baik yang terkait dengan aktivitas wisata, perikanan maupun pengembangan masyarakat.

Strategi pengelolaan kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku dapat dikelompokkan dalam 2 kategori utama yaitu bidang perikanan dan wisata. Strategi bidang perikanan lebih diarahkan pada perbaikan armada, pengolahan hasil perikanan dan melibatkan nelayan dalam kegiatan wisata. Strategi pengelolaan wisata lebih dititik beratkan terhadap upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan aktivitas wisata dengan melibatkan masyarakat sekitar, menjaga kelestarian dan daya dukung lingkungan.

5.8.1 Strategi pengelolaan perikanan

Perikanan di Kecamatan Pringkuku sebaiknya tetap dipertahankan dalam skala kecil. Hal ini disebabkan perikanan di Kabupaten Pacitan sebagian besar telah didukung dari produksi perikanan di PPP Tamperan dan TPI Sidomulyo Kecamatan Kebonagung. Selain itu apabila perikanan di Kecamatan Pringkuku diperbesar skalanya, akan ditakutkan mempengaruhi kondisi wisata di sekitarnya. Walaupun kondisi perikanan tetap dipertahankan dalam skala kecil, pendapatan nelayan tetap dapat ditingkatkan. Peningkatan pendapatan tersebut dengan melibatkan nelayan dalam kegiatan wisata yaitu mendampingi wisatawan dalam wisata memancing di laut, melibatkan keluarga nelayan dalam kegiatan wisata kuliner (dengan bahan utama hasil tangkapan nelayan) dan meningkatkan

(44)

keterampilan dalam hal pengolahan hasil perikanan. Pengelolaan perikanan dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan berkoordinasi dengan masyarakat sekitar dimana dalam hal ini adalah nelayan.

1) Perbaikan armada perikanan

Perbaikan armada perikanan yang ddapat dilakukan yaitu pengecetan, pembersihan dan pemberian tempat duduk di kapal. Pemberian tempat duduk tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan nelayan untuk membawa wisatawan menikmati wisata memancing di laut. Perbaikan armada dapat memperlancar aktivitas nelayan dalam menangkap ikan (tidak ada alat tangkap yang rusak).

2) Peningkatan keterampilan dalam pengolahan hasil perikanan

Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan selama ini langsung dijual dalam bentuk segar. Harga ikan dalam bentuk segar lebih murah dibandingkan harga ikan yang sudah diolah. Oleh karena itu perlu diberikan keterampilan pengolahan hasil perikanan. Pengolahan yang dilakukan dapat berupa pengolahan hasil menjadi nuget, bakso skala rumah tangga (dengan melibatkan keluarga nelayan dan masyarakat sekitar) maupun pengolahan dalam bentuk makanan kuliner yang khas. Makanan kuliner tersebut dapat dijual di kios makanan yang nantinya dapat dinikmati oleh wisatawan. Adanya makanan kuliner yang khas dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

3) Pengembangan pemasaran

Nelayan melakukan aktivitas penangkapan one day fishing yang artinya penangkapan harian. Dalam sehari aktivitas penangkapan dilakukan selama enam jam dengan area penangkapan di perairan sekitar Watukarung (Lampiran 39). Selama ini penjualan dimonopoli oleh tengkulak sehingga harga jual produk tidak terlalu tinggi. Oleh karena itu pihak pengelola perlu melakukan pengaturan pasar sehingga harga tidak merugikan nelayan. Selain itu pemerintah dapat turun tangan supaya tengkulak tidak memonopoli pemasaran ikan segar. Apabila pengolahan hasil perikanan sudah dilakukan, perlu dikembangkan pemasaran untuk hasil olahan tersebut misalnya sebagai oleh-oleh khas wisatawan.

Gambar

Gambar 20 Kondisi Pantai Srau
Gambar 21 Beberapa sumberdaya yang dijumpai di Pantai Srau.
Gambar 25 Beberapa sumberdaya yang ditemukan di Pantai Gampar.
Gambar 28 Kondisi Pantai Mblue
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan ekstrak alga cokelat ( Padina sp.) sebagai imunostimulan pada ikan gurami ( Osphronemus goramy ) untuk

7 Ekonomi Politik Hubungan Moneter Internasional Mahasiswa dapat memahami isu ekonomi politik dalam hubungan moneter internasional, baik antar negara maupun

Rifaat Annur ext. 2091 rifat@bnisekuritas.co.id Branch Manager Yogyakarta Agus Purwanto ext. 2090 agus.purwanto@bnisekuritas.co.id Branch Manager Solo Achmad Ridwan

Mata kuliah ini berfungsi membekali mahasiswa calon guru anak usia dini dengan pemahaman dan wawasan yang komprehensif tentang hakikat PAUD, hakikat kurikulum PAUD yang

Meeting of The ASEAN+3 abmi Working Group on the Technical Assistance. Coordination and ABMI

Terlebih lagi, objek penyatuan tersebut bukanlah Wujud Tertinggi atau Tuhan, sebagaimana diakui oleh kaum sufi, melainkan maujud-maujud spiritual yang lebih rendah, termasuk Akal

tidak hanya pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir saja yang dipindahkan ke Pasar Jakabaring ini, namun banyak juga para pedagang dari pasar yang ada di Kota

Sekolah Dasar Inklusi sebagai suatu lembaga mempunyai struktur organisasi yang tidak jauh berbeda dengan lembaga formal lainnya, dimana terdiri atas Kepala Sekolah, Tata