• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 2 TAHUN 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 2 TAHUN 2012"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU

NOMOR 2 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KABUPATEN DOMPU

(2)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DOMPU TAHUN 2011 - 2031

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU,

a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029, maka kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah;

b. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Dompu dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perlu disusun rencana tata ruang wilayah; c. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan

pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dompu Tahun 2011-2031;

Menimbang : :

(3)

2

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

7. Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);

8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);

9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

10.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

(4)

3

11.Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

12.Undang–Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

13.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

14.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

15.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

16.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

17.Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 4444); 18.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

(5)

4

33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

19.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

20.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

21.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725;

22.Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 4727); 23.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);

24.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

25.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);

26.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);

27.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

28.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

(6)

5

29.Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

30.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);

31.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

32.Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);

33.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1548, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);

34.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

35.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

36.Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);

37.Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan

(7)

6

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1997 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);

38.Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);

39.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

40.Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);

41.Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153);

42.Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Lahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385;

43.Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);

44.Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453);

45.Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490);

46.Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

(8)

7

47.Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);

48.Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);

49.Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696), sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);

50.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

51.Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);

52.Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

53.Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

54.Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);

(9)

8

55.Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);

56.Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tatacara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097);

57.Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

58.Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tatacara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Propinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);

59.Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110);

60.Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);

61.Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tatacara Penetapan Kawasan Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5125);

62.Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tatacara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

63.Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri;

64.Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

65.Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional;

(10)

9

66.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Ruang di Daerah;

67.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan;

68.Peraturan Menteri Dalam Negari Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;

69.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

70.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraaan Penataan Ruang di Daerah;

71.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

72.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

73.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kota, beserta Rencana Rincinya; 74.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;

75.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2009 tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan; 76.Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 9

Tahun 1989 tentang Pembangunan Kawasan Pariwisata di Daerah Nusa Tenggara Barat (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 1989 Nomor 3);

77.Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 5 Tahun 2007 tentang Perlindungan Hutan, Flora dan Fauna Provinsi Nusa Tenggara Barat (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2007 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 26); 78.Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 2

Tahun 2008 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2008 Nomor 31, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 31); 79.Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah

(11)

10

Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 56);

80.Peraturan Daerah Kabupaten Dompu Nomor 13 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Dompu Tahun 2006 Nomor 13).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DOMPU dan

BUPATI DOMPU

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DOMPU TAHUN 2011- 2031.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Kabupaten adalah Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2. Bupati adalah Bupati Dompu.

3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara daerah.

4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5. Daerah otonom selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya.

(12)

11

7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 8. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

9. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

10. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

11. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

12. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. 13. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan

ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

16. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

17. Wilayah Pertambangan selanjutnya disebut WP adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari rencana tata ruang nasional.

18. Wilayah sungai selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

19. Daerah aliran sungai selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

20. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi.

21. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disebut CAT adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis

(13)

12

seperti proses penimbunan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

22. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

23. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

24. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

25. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

26. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

27. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

28. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. 29. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area

memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja ditanam.

30. Kawasan Rawan Bencana adalah Kawasan yang pernah atau berpotensi tinggi mengalami bencana, seperti tanah longsor, banjir, gelombang tsunami, abrasi, letusan gunung berapi yang perlu dikelola agar dapat menghindarkan dari ancaman bencana.

31. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

32. Kawasan Peruntukan Pariwisata adalah kawasan dengan luasan tertentu yang dibangun atau disediaka untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. 33. Kawasan peruntukan Peternakan meliputi kawasan yang dikembangkan

dengan fungsi untuk kegiatan peternakan ternak besar, peternakan teknak kecil, dan peternakan unggas.

(14)

13

34. Kawasan peruntukan Perkebunan adalah kawasan yang dikembangkan dengan fungsi tanaman komoditi skala besar yang meliputi tanaman tahunan, atau perkebunan tanaman musiman.

35. Kawasan peruntukan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.

36. Kawasan peruntukan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya sebagian atau seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi penelitian, penyelidikan umum, eksplorasi, operasi produksi/eksploitasi dan pasca tambang, baik di wilayah daratan maupun perairan, serta tidak dibatasi oleh penggunaan lahan, baik kawasan budidaya maupun kawasan lindung.

37. Kawasan peruntukan Perikanan adalah kawasan Budidaya sumberdaya perikanan air tawar.

38. Kawasan peruntukan Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

39. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan;

40. Daerah Tujuan Wisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata, adalah Kawasan Geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang didalamnya terdapat daya tarik wisata fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan

41. Kawasan Perlindungan Setempat mencakup kawasan sempadan sungai dan kawasan sekitar mata air.

42. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai tetap hutan.

43. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistimnya

44. Kawasan Pesisir adalah kawasan yang merupakan peralihan antara darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

45. Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

46. Kawasan Hutan Pelestarian Alam adalah Hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi Pokok perlindungan sistem penyangga,

(15)

14

sistem kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatannya secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

47. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.

48. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

49. Hutan Produksi Tetap adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai nilai di bawah 125, diluar kawasan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru.

50. Hutan Produksi terbatas adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai 125-174, diluar kawasan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru.

51. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

52. Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokkan sumberdaya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung didalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari.

53. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

54. Pemanfaatan kawasan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.

55. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya.

56. Hutan Tanaman Industri selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.

(16)

15

57. Hutan Tanaman Rakyat selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan.

58. Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi selanjutnya disingkat HTHR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun melalui kegiatan merehabilitasi lahan dan hutan pada kawasan hutan produksi untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam rangka mempertahankan daya dukung, produktivitas dan peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan.

59. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan yang mewakili ekosistem khas yang merupakan habitat alami yang memberikan perlindungan bagi perkembangan flora dan fauna yang khas dan beranekararagam.

60. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam darat maupun perairan yan terutama dimanfaatkan untuk pariwisata.

61. Kawasan Pengelola Hutan Lindung selanjutnya disingkat KPHL adalah kesatuan pengelolaan hutan yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan lindung.

62. Kesatuan Pengelola Hutan Produksi disingkat KPHP adalah kesatuan pengelolaan hutan yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan produksi.

63. Kesatuan Pengelola Hutan Konservasi disingkat KPHK adalah kesatuan pengelolaan hutan yang luas wilayahnya atau didominasi oleh kawasan hutan konservasi.

64. Perubahan fungsi kawasan hutan adalah Perubahan sebagian atau seluruh fungsi hutan dalam atau beberapa kelompok hutan menjadi fungsi kawasan hutan lain.

65. Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata buru.

66. Tukar menukar kawasan hutan adalah Perubahan kawasan hutan produksi tetap dan /atau hutan produksi terbatas menjadi bukan kawasan hutan diimbangi dengan memasukkan lahan pengganti dari bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan.

67. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.

68. Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disebut KLHS adalah rangkaian analisa yang sistematis menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan serta status wilayah atau kebijakan, rencana dan program.

(17)

16

69. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang/pemanfaatan kabupaten dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten.

70. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

71. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.

72. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dompu yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten Dompu adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah daerah yang menjadi pedoman bagi penataan wilayah yang merupakan dasar dalam penyusunan program pembangunan.

73. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

74. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

75. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk menjadi PKL.

76. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara.

77. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

78. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. 79. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian

jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. 80. Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling

menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pegnaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.

81. Jalan Arteri Primer adalah Jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.

(18)

17

82. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.

83. Jalan Lokal Primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.

84. Jalan Arteri Sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

85. Jalan Kolektor Sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

86. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

87. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya di sebut TPS Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disebut TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.

88. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya disebut TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.

89. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disebut TPA adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.

90. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya KDB adalah angka perbandingan jumlah luas lantai dasar terhadap luas tanah perpetakan yang sesuai dengan rencana kota.

91. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disebut KLB adalah angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai terhadap luas tanah perpetakan yang sesuai dengan rencana kota.

92. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.

93. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

(19)

18

94. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Dompu dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

BAB II

RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Luas dan Batas Wilayah

Pasal 2

(1)Secara geografis, Kabupaten ini berada diantara 11742 sampai 11830 Bujur Timur dan 806 sampai 905 Lintang Selatan, dengan luas daratan 232.455 Ha dan luas perairan 239.296 Ha terdiri atas :

a. Kecamatan Dompu; b.Kecamatan Woja; c. Kecamatan Pajo; d.Kecamatan Hu’u; e. Kecamatan Manggelewa; f. Kecamatan Kempo; g. Kecamatan Pekat; dan h.Kecamatan Kilo.

(2)Batas wilayah kabupaten meliputi:

a. Sebelah Barat : Kabupaten Sumbawa b.Sebelah Timur : Kabupaten Bima

c. Sebelah Utara : Laut Flores dan Sebagian Kabupaten Bima d. Sebelah Selatan : Samudera Hindia

Bagian Kedua Fungsi

Pasal 3

Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Dompu menjadi pedoman untuk: a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

(20)

19

c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;

d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor; e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan

f. penataan ruang kawasan strategis Kabupaten.

BAB III

TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG Bagian Kesatu

Tujuan Penataan Ruang Pasal 4

Penataan ruang wilayah Kabupaten Dompu bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Dompu yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan yang bertumpu pada sektor pertanian sebagai basis ekonomi yang didukung oleh sektor industri pengolahan, perikanan dan kelautan, perdagangan dan jasa, pariwisata serta pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dan pengurangan resiko bencana.

Bagian Kedua

Kebijakan Penataan Ruang Pasal 5

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, disusun kebijakan penataan ruang wilayah.

(2) Kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. pengembangan wilayah pertanian tanaman pangan dan hortikultura; b. mempertahankan kawasan lindung, terutama area-area hutan

lindung, kawasan konservasi, sungai dan mata air, serta Ruang Terbuka Hijau;

c. pengelolaan mitigasi dan adaptasi kawasan rawan bencana alam; d. pengelolaan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek

keberlanjutan dan kelestarian lingkungan hidup.;

e. pemantapan sistem permukiman perkotaan yang berperan sebagai pusat pelayanan regional dan lokal, yang terintegrasi dengan

(21)

pusat-20

pusat pelayanan yang berperan sebagai simpul pelayanan produksi ekonomi perdesaan;

f. pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung kegiatan pariwisata, industri pengolahan, perdagangan dan jasa;

g. pengembangan kawasan strategis; dan

h. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

Bagian Ketiga Strategi Penataan Ruang

Pasal 6

(1) Strategi pengembangan wilayah pertanian tanaman pangan dan hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, terdiri atas:

a. mengembangkan wilayah dengan potensi unggulan pertanian tanaman pangan dan hortikultura sebagai daerah produksi;

b. meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang produksi;

c. merencanakan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil pertanian;

d. merencanakan dan mengembangkan pertanian terpadu; e. merencanakan lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan f. mengoptimalkan pemanfaatan lahan kering.

(2) Strategi mempertahankan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, terdiri atas :

a. memantapkan fungsi kawasan lindung, baik untuk melindungi kawasan bawahannya (fungsi hidrologis), kawasan perlindungan setempat, maupun kawasan rawan bencana;

b. memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam rangka mempertahankan daya dukung lingkungan;

c. memberi perlindungan terhadap keanekaragaman flora, fauna dan ekosistemnya;

d. mendelineasi kawasan lindung sesuai dengan kriteria kawasan lindung yang diterapkan bagi Kabupaten Dompu dan hasil analisis tumpang tindih (overlay);

e. memantapkan kawasan perlindungan setempat terutama sempadan pantai dan sempadan sungai;

f. menjaga dan memelihara terumbu karang, dan hutan mangrove (bakau); dan

(22)

21

g. mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung agar sesuai dengan fungsi lindung yang telah ditetapkan dalam mengupayakan tercapainya kelestarian dan keseimbangan lingkungan dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan pembangunan.

(3) Strategi pengelolaan mitigasi dan adaptasi kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c, terdiri atas:

a. menata kawasan bencana alam;

b. merencanakan aksi pengelolaan kawasan rawan bencana alam; c. memanfaatkan kawasan rawan bencana alam sesuai dengan

kaedah-kaedah yang berlaku dengan berpegang pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan hidup;

d. mencegah kegiatan budidaya yang berdampak terhadap kerusakan lingkungan hidup pada kawasan rawan bencana alam;

e. mendorong kerjasama antar komponen dalam rangka pengurangan risiko bencana;

f. memotivasi dan melibatkan masyarakat di semua aspek pengurangan risiko bencana;

g. memanfaatkan teknologi ramah lingkungan untuk meminimalisasi dampak kerusakan lingkungan hidup pada kawasan rawan bencana alam;

h. memanfaatkan teknologi tanggap dini kejadian bencana alam; dan i. meningkatkan upaya sosialisasi dan kesadaran kepada pemerintah,

swasta dan masyarakat tentang bahaya serta upaya antisipasi terjadinya bencana alam.

(4) Strategi pengelolaan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan kelestarian lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d, terdiri atas:

a. memanfaatkan ruang untuk kegiatan budidaya, baik produksi maupun permukiman secara optimal sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungan;

b. mendelineasi kawasan budidaya didasarkan pada hasil analisis kesesuaian lahan untuk berbagai kegiatan budidaya dengan memperhatikan adanya produk-produk rencana sektoral serta penggunaan lahan yang ada;

c. mengembangkan kawasan budidaya untuk mengakomodir kegiatan sektor pertanian (perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan, kehutanan), permukiman serta pariwisata;

d. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan;

e. mengelola dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;

(23)

22

f. mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya agar tidak terjadi konflik antar kegiatan dan /atau sektor, daerah produksi dan daerah pemasaran;

g. mendukung kebijakan moratorium logging dalam kawasan hutan serta mendorong berlangsungnya investasi bidang kehutanan yang diawali dengan kegiatan penanaman/rehabilitasi hutan;

h. membatasi perkembangan kawasan terbangun pada kawasan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan tidak sporadis untuk mengefektifkan tingkat pelayanan infrastruktur dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan; dan

i. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

(5) Strategi pemantapan sistem permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e, terdiri atas :

a. memantapkan pusat pertumbuhan utama kota Dompu;

b. memantapkan pusat pertumbuhan sekunder untuk menciptakan sistem pusat-pusat pertumbuhan yang hirarkis;

c. membagi wilayah pelayanan yang proporsional untuk tiap pusat-pusat pelayanan (central places); dan

d. meningkatkan keterkaitan antar pusat-pusat kegiatan baik secara fungsional dengan mengembangkan fungsi pelayanan yang terintegrasi; dan

e. merencanakan pemantapan kawasan lindung dilakukan dengan melibatkan masyarakat agar berperan aktif dalam pengawasan dan pengendalian kawasan lindung.

(6) Strategi pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung kegiatan pariwisata, industri pengolahan, perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f, terdiri atas:

a. mengembangkan sistem transportasi dilakukan untuk mengintegrasikan sistem kota-kota secara internal maupun dengan wilayah eksternal dan mengembangkan kawasan-kawasan produktif; b. mengembangkan sistem jaringan infrastruktur dalam

mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara untuk mendukung pariwisata, industri pengolahan, perdagangan dan jasa;

c. mengembangkan akses jaringan jalan menuju kawasan pariwisata, industri pertanian, perikanan dan daerah terisolir;

(24)

23

d. mengembangkan dan meningkatkan jalan lingkar perkotaan dan jalan lingkar utara-selatan wilayah Kabupaten Dompu;

e. mengembangkan jaringan prasarana energi dan listrik, telekomunikasi serta pengairan dilakukan untuk mendukung sistem kegiatan;

f. meningkatkan jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan pengelolaan lingkungan; dan

g. mengembangkan sarana dan prasarana sosial ekonomi dilakukan untuk memantapkan sistem pusat-pusat permukiman wilayah (sistem kota).

(7) Strategi pengembangan kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf g, terdiri atas :

a. mendorong pengembangan kawasan-kawasan potensial yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik pada kawasannya maupun kawasan sekitarnya untuk mendukung perkembangan wilayah kabupaten Dompu;

b. mendukung kebijakan peningkatan sarana dan prasarana sehingga perkembangannya mampu mempercepat pembangunan wilayah kabupaten untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya; dan

d. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat pertumbuhan.

(8) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf h terdiri atas :

a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan;

b. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan;

c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun disekitar kawasan khusus pertahanan dan kemanan; dan d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan

(25)

24 BAB IV

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN DOMPU

Bagian Kesatu Umum Pasal 7

(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Dompu meliputi : a. pusat-pusat kegiatan;

b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya.

(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Pusat-pusat Kegiatan

Pasal 8

(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Dompu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, terdiri atas :

a. PKWp di Kota Dompu;

b. PKL Pekat, Kempo, Hu’u dan Kilo; c. PKLp Pajo, Manggelewa dan Woja; dan

d. PPK meliputi Hu’u, Sawe, O’o, Kadindi, Doropeti, Soriutu, Kwangko, Soro, Dorokobo, Malaju, Mbuju, Jambu dan Ranggo.

e. PPL meliputi Nangasia, Madawa, Mangge Asi, Nangamiro, Sorinomo, Riwo, Nowa, Lanci Jaya, Banggo, Napa, kesi, Ta’a, Karamat, Lasi, Lepadi, dan Soro Adu.

(2) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berfungsi sebagai: a. pusat pelayanan pemerintahan skala kabupaten;

b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala kabupaten dan hinterlandnya;

c. simpul transportasi skala wilayah;

d. pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan; dan e. pusat pelayanan umum dan sosial skala regional.

(26)

25

(3) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berfungsi sebagai: a. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala lokal dan/atau

regional;

b. simpul transportasi skala lokal; dan

c. pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan skala lokal dan/atau regional.

(4) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berfungsi sebagai: a. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala lokal dan/atau

regional;

b. simpul transportasi skala lokal; dan

c. pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan skala lokal dan/atau regional.

(5) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berfungsi sebagai :

a. pusat pelayanan umum dan sosial skala kawasan;

b. simpul transportasi skala kawasan;

c. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala kawasan dan atau lokal;

d. pusat pelayanan dan pengembangan sektor unggulan; dan

e. pusat pendidikan dan jasa skala kawasan.

(6) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, berfungsi sebagai:

a. simpul transportasi skala lingkungan;

b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala lingkungan dan atau kawasan; dan

c. pusat pelayanan umum dan sosial skala lingkungan.

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 9

(1) Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Dompu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan transportasi laut; dan c. sistem jaringan transportasi udara.

(2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum

(27)

26

dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. jaringan jalan;

b. jaringan prasarana lalu lintas; c. jaringan layanan lalu lintas; dan d. jaringan penyeberangan.

(2) Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tercantum dalam lampiran I.1 yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. pengembangan terminal penumpang tipe B di kecamatan Woja; dan b. pengembangan terminal penumpang tipe C di kecamatan Manggelewa,

Calabai, Kempo, Rasabou dan Kilo.

(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. jaringan layanan lalulintas angkutan barang; dan

b. jaringan layanan lalulintas trayek angkutan penumpang.

(5) Jaringan lalulintas angkutan barang dan trayek penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

(6) Jaringan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:

a. pelabuhan Calabai-P. Moyo (Kab. Sumbawa) b. pelabuhan Soro- Calabai ; dan

(28)

27 Paragraf 2

Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 11

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, meliputi :

a. tatanan kepelabuhanan; dan b. alur pelayaran.

(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Dompu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. pelabuhan pengumpan regional Calabai Kecamatan Pekat;

b. pelabuhan pengumpan regional Teluk Cempi;

c. pelabuhan pengumpan lokal Kempo Kecamatan Kempo; dan

d. pelabuhan pengumpan regional Kilo Kecamatan Kilo.

(3) Rencana pengembangan alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. alur pelayaran Cempi-Labangka ( Kab. Sumbawa); b. alur pelayaran Calabai- Bima (Kota Bima);

c. alur pelayaran Cempi-Waworada (Kab. Bima);

d. alur pelayaran Kempo-Labuan Badas (Kab. Sumbawa); dan e. alur pelayaran Kempo-Calabai.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 12

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, terdiri atas:

a. tatanan kebandarudaraan; dan b. ruang udara untuk penerbangan.

(2) Tatanan kebandarudaraan di Kabupaten Dompu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni rencana pembangunan bandar udara khusus.

(3) Rencana pembangunan bandar udara khusus sebagaimana dimaksud ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(29)

28

(4) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP) yang meliputi:

a. Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas; b. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;

c. Kawasan dibawah permukaan transisi;

d. Kawasan dibawah permukaan horizontal dalam; e. Kawasan dibawah permukaan kerucut; dan f. Kawasan dibawah permukaan horizontal luar.

(5) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b di atur lebih lanjut dalam rencana induk bandar udara.

Bagian Keempat

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 13

(1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. sistem jaringan energi dan Kelistrikan; b. sistem jaringan telekomunikasi;

c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

(2) Sistem jaringan prasarana lainnya digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Energi dan Kelistrikan

Pasal 14

(1) Sistem jaringan energi dan kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a meliputi:

a. pembangkit tenaga listrik; dan b. jaringan prasarana energi.

(30)

29

(2) Rencana pengembangan pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Dompu, Kempo, Kwangko, dan Pekat;

b. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Doropeti, P. Bajo dan Soriutu;

c. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Dompu, Woja, Hu’u dan Pekat;

d. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kilo, Pekat, Hu’u dan Woja; e. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di Hu’u;

f. Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) di Ria Woja; dan

g. Pembangkit Listrik Tenaga Bio Energi (PLTBE) diseluruh Kecamatan.

(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. jaringan pipa minyak dan gas bumi; dan b. jaringan transmisi tenaga listrik.

(4) Jaringan pipa minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, terdiri atas:

a. depo minyak dan gas di Kabupaten Dompu di Kempo, Pekat, Manggelewa dan Woja;

b. depo gas terdapat di Kecamatan Kempo, Pekat, Manggelewa dan Woja; c. pengembangan pengolahan migas (kilang) terdapat di Kecamatan

Kempo, Kilo dan Pekat; dan

d. wilayah penunjang migas terdapat di Kecamatan Kempo dan Pekat.

(5) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, terdiri atas:

a. gardu induk terdapat di Kecamatan Dompu;

b. jaringan distribusi diarahkan pada seluruh Wilayah Kabupaten Dompu; dan

c. jaringan transmisi tegangan tinggi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) Dompu- Labuan dan Saluran Tegangan Tinggi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (SUTT PLTP) Hu’u di Dompu.

(6) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk Peta Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi dan Tabel Sistem Jaringan Energi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV dan Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(31)

30 Paragraf 2

Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 15

(1) Rencana sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. sistem jaringan terestrial; dan b. sistem jaringan Satelit.

(2) Sistem jaringan terestrial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, teraplikasi dalam bentuk jaringan teknologi selular yang tersebar diseluruh kecamatan terdiri atas :

a. pengembangan Sentra Telpon Otomat (STO) tersebar diseluruh kecamatan;

b. rencana Rencana Pengembangan sistem Jaringan Telekomunikasi berupa Microdigital dan Serat Optik dilakukan dalam rangka memperlancar arus komunikasi dan mendukung kelancaran kegiatan ekonomi di Kabupaten Dompu meliputi:

1. Dompu-Ambalawi (  40 km); 2. Kempo-Kesi (  24 km);

3. Kempo-So Nggaja ( 38 km); dan 4. Kempo-Tolokalo ( 29 km). 5. Kilo-Karama ( 21 km); 6. Kilo-Kiwu ( 28 km); 7. Kilo-Manggelewa-Nangatumpu ( 30 km); 8. Pajo-UPT Woko ( 20 km); 9. Pekat-Pancasila ( 15 km); dan 10.Pekat-Tambora ( 20 km).

c. rencana pembangunan stasiun-stasiun komunikasi nirkabel di wilayah-wilayah tertinggal/terisolasi.

d. penambahan jaringan telepon rumah di wilayah yang termasuk kawasan perkotaan.

(3) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, teraplikasi dalam bentuk pengembangan jaringan internet yang ada di Kabupaten Dompu.

(4) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan dalam bentuk Peta Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(32)

31 Paragraf 3

Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 16

(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. Wilayah Sungai (WS);

b. Cekungan Air Tanah (CAT); c. Daerah Irigasi (DI);

d. prasarana air baku untuk air bersih;

e. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan f. sistem pengendalian banjir.

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air secara terpadu (integrated) dengan memperhatikan arahan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air WS Sumbawa.

(3) WS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu WS strategis nasional Sumbawa serta daerah aliran sungai yang tercantum dalam lampiran I.5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(4) CAT yang berada pada Kabupaten Dompu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah CAT Dompu seluas kurang lebih 375 km2 dan CAT Pekat seluas kurang lebih 977 km2.

(5) DI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. DI kewenangan Pemerintah Provinsi, meliputi:

1. D.I. Baka seluas 1.810 Ha; 2. D.I. DaHa I, II seluas 1.273 Ha; 3. D.I. Kadindi seluas 1.200 Ha; 4. D.I. Katua seluas 1.403 Ha; 5. D.I. Laju seluas 1.050 Ha; dan 6. D.I Latonda Pekat seluas 1.217 Ha.

b. DI kewenangan Pemerintah Kabupaten, meliputi: 1. DI E. Jambu seluas 700 Ha;

2. DI. E. Tonda Selatan seluas 460 Ha; 3. DI. E. Kempo seluas 200 Ha;

4. D.I. E. Kesi seluas 318 Ha; 5. D.I. E. Lanangga seluas 705 Ha;

(33)

32

6. D.I. E. Soncolopi seluas 600 Ha; 7. D.I. E. Soneo seluas 300 Ha; 8. D.I. Kwangko seluas 400 Ha; 9. D.I. lae Ranggo seluas 600 Ha, 10.D.I., Monggolenggo seluas 800 Ha; 11.D.I. Nae Kempo seluas 510 Ha; 12.D.I. Patula seluas 356 Ha; 13.D.I. RaHalayu seluas 441 Ha; 14.D.I Roju seluas 70 Ha;

15.D.I. Sakolo seluas 330 Ha; 16.D.I. Sambana 441 Ha;

17.D.I. Songgo Pasante seluas 400 Ha; dan 18.D.I Ta’a seluas 125 Ha.

c. Rencana pengembangan jaringan saluran irigasi di kabupaten Dompu meliputi:

1. saluran induk sepanjang 850.645 m1; 2. saluran sekunder sepanjang 1.557.917 m1; 3. saluran pembuangan sepanjang 132.072 m1; 4. suplesi sepanjang 98.360 m1; dan

5. bendung seluas 46.852 m2.

d. Rehabilitasi, pemeliharaan, dan peningkatan jaringan irigasi yang ada; e. Pengembangan Daerah Irigasi (DI) pada seluruh daerah potensial yang memiliki lahan pertanian yang ditujukan untuk mendukung ketahanan pangan dan pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan; dan

f. Membatasi konversi alih fungsi lahan sawah irigasi teknis dan setengah teknis menjadi kegiatan budidaya.

(6) Rencana pengembangan prasarana air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas :

a. Rencana pengembangan sumber air baku meliputi : 1. bendung Rababaka; dan

2. sungai Hoddo di kecamatan Kempo dan Sungai Banggo di Kecamatan Manggelewa

b. Rencana pengembangan jaringan sumber air baku mengutamakan air permukaan dengan prinsip keterpaduan air tanah;

c. SPAM di Kabupaten di padukan dengan sistem jaringan sumberdaya air untuk menjamin ketersediaan air.

d. Pengembangan jaringan perpipaan air baku dan air minum diseluruh kecamatan; dan

(34)

33

e. Instalasi air minum terdapat diseluruh lokasi kecamatan yang memiliki sumber air baku.

(7) Rencana jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, yaitu pengembangan sistem instalasi pengolahan air bersih (IPA) diseluruh kecamatan yang mempunyai potensi air baku untuk sumber air.

(8) Rencana sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, meliputi:

a. penetapan batas luasan genangan banjir;

b. ketersediaan lokasi dan jalur evakuasi dari pemukiman penduduk; c. pengaturan daerah sempadan sungai, danau dan waduk;

d. kesesuaian struktur bangunan dengan kondisi fisik wilayah; dan

e. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bagi permukiman dan fasilitas lainnya.

Paragraf 4

Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan Pasal 17

(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf d, terdiri atas :

a.sistem jaringan persampahan; b.sistem jaringan drainase;

c. Sistem jaringan air minum;

d.sistem jaringan pengolahan air limbah dan limbah B3; dan e. jalur evakuasi bencana.

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. TPST direncanakan di kecamatan Hu’u, Pajo, Manggelewa, Calabai, dan Pekat

b. pengelolaan persampahan meliputi penempatan sementara atau disebut TPS yang berlokasi diseluruh kecamatan dan beberapa sub kegiatan kawasan perkotaan dan pemrosesan akhir atau disebut TPA berlokasi di Kecamatan Woja;

c. meningkatkan jumlah sarana pengangkutan sampah dan pendistribusian secara proporsional disetiap wilayah;

d. mengembangkan sistem pengelolaan sampah terpadu pada wilayah permukiman, khususnya kawasan permukiman kawasan perkotaan;

(35)

34

e. mengembangkan sistem pengolahan sampah dengan prinsip 3R yaitu

ReDuce, ReUse dan ReCycle;

f. penentuan sebaran lokasi dan kriteria TPS, TPST dan /atau TPA sebagaimana dimaksud pada huruf a ditetapkan dengan Peraturan Bupati; dan

g. penyelenggaraan pengelolaan sampah lebih lanjut diatur dalam Peraturan Bupati.

(3) Rencana pengembangan sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. normalisasi aliran sungai-sungai yang berada pada wilayah permukiman penduduk antara lain sungai Bou, sungai Talatoi, sungai Donggo, sungai Labunae, sungai Doro dan sungai Kempo;

b. peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan drainase;

c. penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas bagi aparat pengelola;

d. peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pelayanan; e. pengembangan alternatif pembiayaan;

f. drainase primer adalah pengumpul dari drainase sekunder dan dapat dialirkan ke sungai;

g. drainase sekunder dilakukan pembangunan sistem drainase pada wilayah permukiman perkotaan dan perdesaan yang rawan bencana banjir dan genangan air limbah menuju drainase primer; dan

h. drainase tersier dilakukan pembangunan sistem drainase pada lingkungan permukiman perkotaan dan perdesaan menuju drainase sekunder.

(4) Rencana pengembangan sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. meningkatkan usaha pelestarian sumber-sumber air baku untuk air minum di seluruh wilayah kabupaten;

b. penyediaan sistem air minum perpipaan dan non perpipaan untuk memenuhi kebutuhan air minum;

c. peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem air minum;

d. peningkatan kapasitas dan kualitas pengelolaan air minum;

e. penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas bagi aparat pengelola air minum;

f. pengembangan alternatif pembiayaan;

(36)

35

h. pengembangan jaringan perpipaan air baku dan air minum terdapat di beberapa kecamatan antara lain kecamatan Dompu, Calabai, Kempo, Hu’u dan Kilo; dan

i. instalasi air minum terdapat diseluruh lokasi kecamatan yang memiliki sumber air baku.

(5) Rencana pengembangan sistem jaringan pengolahan air limbah dan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:

a. sistem pengolahan air limbah dan Limbah B3 terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah secara terpusat pada kawasan pusat pemerintahan, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan pertambangan, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perumahan dan kawasan permukiman padat di Kabupaten; b. pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan terpadu baik on site

maupun off site yang memungkinkan adanya pengurangan, pengolahan dan pemanfaatan limbah;

c. mengelola limbah buangan rumah tangga secara terpadu dengan sistem riol (tertutup) pada kawasan padat penduduk, sedangkan pada permukiman perdesaan menggalakkan program pemanfaatan septic tank;

d. penyediaan sarana pendukung yakni truk tinja untuk membantu masyarakat mengatasi masalah limbah rumah tangga;

e. sistem pembuangan air limbah setempat dilakukan secara individual melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat pada kawasan-kawasan yang belum memiliki sistem terpusat di Kabupaten; f. lokasi instalasi pengolahan air limbah dan Limbah B3 harus

memperhatikan aspek teknis, lingkungan, sosial budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga, berlokasi di kecamatan Dompu; dan

g. pengelolaan Limbah B3 harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(6) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:

a. jalur evakuasi bencana tanah longsor meliputi desa Kadindi kecamatan Pekat, desa Jambu kecamatan Pajo, kelurahan Dorotangga Kecamatan Dompu, desa Mangge Asi Kecamatan Dompu dan desa Soriutu Kecamatan Manggelewa;

b. jalur evakuasi bencana banjir meliputi kelurahan Potu kecamatan Dompu, kelurahan Simpasai kecamatan Woja, desa Serakapi kecamatan Dompu dan desa Nowa kecamatan Woja;

Referensi

Dokumen terkait

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah

Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten adalah Rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya

Sesuai dengan amanat Pasal 23 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bangka merupakan pedoman untuk

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN LEBAK. Daerah adalah Kabupaten Lebak. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah

Rencana Tata ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2006 – 2016 memberikan arahan dalam pemanfaatan ruang dimana didalamnya diatur alokasi pemanfaatan

Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Daerah Tingkat yang selanjutnya disingkat RUTRK Kabupaten adalah Kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II yang menetapkan

Pada BAB Ini berisikan keterpaduan strategi pengembangan kabupaten/kota berdasarkan arahan kebijakan Daerah yang ada, antara lain arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Peta rencana alokasi pemanfaatan ruang, struktur tata ruang dan kawasan prioritas dengan skala 1:100.000 serta Buku RTRW Kabupaten Kotabaru (Buku Rencana Tata Ruang Wilayah