• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh suplementasi zinc terhadap perbaikan klinis penderita laryngopharyngeal reflux disease

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh suplementasi zinc terhadap perbaikan klinis penderita laryngopharyngeal reflux disease"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014 Pengaruh suplementasi zinc terhadap LPR

1 ABSTRAK

Latar Belakang: Laryngopharyngeal Reflux Disease (LPRD) menyebabkan kerusakan mukosa laring dan faring. Zinc adalah kelompok zat gizi mikro yang berperan dalam inhibisi terhadap sekresi asam lambung, pembentukan carbonic anhidrase, dan reepitelisasi. Tujuan: Mengetahui pengaruh suplementasi zinc pada perbaikan klinis penderita LPRD. Metode: Penelitian eksperimental dengan pre-post test randomized control trial pada penderita LPRD di klinik THT-KL RSUP Dr. Kariadi yang memenuhi kriteria penelitian. Kelompok kontrol diberikan omeprazol dan plasebo, sedangkan kelompok perlakuan diberikan omeprazol dan zinc. Pemberian terapi dilakukan selama 4 minggu kemudian dianalisis skoring Reflux Symptom Index (RSI) dan Reflux Finding Score (RFS) sebelum terapi dan sesudah terapi pada kedua kelompok. Analisis data dengan uji Wilcoxon dan independent t test. Hasil: Sampel sebanyak 27 penderita, kelompok kontrol 13 orang, dan kelompok perlakuan 14 orang. Skor RSI sebelum terapi pada kelompok kontrol 22,92±6,982, sedangkan pada kelompok perlakuan 19,57±6,136 (p=0,223). Skor RFS sebelum terapi pada kelompok kontrol 10,46±2,367, sedangkan pada kelompok perlakuan 10,86±2,983 (p=0,767). Skor RSI sesudah terapi pada kelompok kontrol 15,92±8,893, sedangkan pada kelompok perlakuan 9,07±6,294 (p=0,034). Skor RFS sesudah terapi pada kelompok kontrol 6,54±1,808, sedangkan pada kelompok perlakuan 4,54±2,240 (p=0,024). Kesimpulan: Suplementasi zinc berpengaruh pada perbaikan klinis penderita LPRD. Perbaikan klinis penderita LPRD yang diberikan suplementasi zinc lebih baik dibanding tanpa suplementasi zinc. Kata kunci: Reflux Symptom Index, Reflux Finding Score, zinc

ABSTRACT

Background: Laryngopharyngeal Reflux Disease (LPRD) could cause mucosal damage on larynx and pharynx. Zinc is microsubstance which has a role as inhibiting factor to gastric acid, carbonic anhidrase establishment, and reepitelization. Objective: The study aimed to know the effect of zinc on LPRD patient’s clinical improvement. Methods: Experimental study with pre-post test randomized control trial on LPRD patients in ENT center RSUP Dr. Kariadi. Control group was prescribed omeprazole and placebo,while interventioned group was prescribed omeprazole and zinc. The treatment was conducted for 4 weeks, and Reflux Symptom Index (RSI) and Reflux Finding Score (RFS) were analyzed before and after treatment for both groups. Data were analyzed with Wilcoxon’s test and independent t-test. Result: The sample was 27 patients, consisted of 13 patients in control group and 14 patients in interventioned group. RSI score before theraphy on control group was 22,92±6,982, on interventioned group 19,57±6,136 (p=0,223). RFS score on control group 10,46±2,367, on interventioned group 10,86±2,983 (p=0,767). RSI after theraphy on control group 15,92±8,89,3 while on interventioned group 9,07±6,294 (p=0,034). RFS score after theraphy on control group 6,54±1,808, while on interventioned group 4,54±2,240 (p=0,024). Conclusion: This study found that zinc supplementation had an effect on clinical improvement on patients with LPRD. Clinical improvement on LPRD patients who got zinc supplementation was found better than without zinc supplementation.

Keywords: Reflux Symptom Index, Reflux Finding Score, Zinc

Laporan Penelitian

Pengaruh suplementasi zinc terhadap perbaikan klinis penderita

laryngopharyngeal reflux disease

Chrisma Pramana, Muyassaroh, Dwi Antono

Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Rumah Sakit Dr. Kariadi

Semarang

ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014 Ekspresi P53 dan HSP70 pada sel punca KNF

9

trematomus bernacchii (family nototheni-idae). J Exp Biol 2000; 203(15):2331-9. 24. Place SP, Zippay ML, Hofmann GE.

Constitutive role for inducible genes:

evidence for the alteration in expression of the inducible Hsp70 gene in Antarctic notothenioid fishes. Am J Physiol 2004; 287(2):429-36.

131

ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014 Ekspresi P53 dan HSP70 pada sel punca KNF

9

trematomus bernacchii (family nototheni-idae). J Exp Biol 2000; 203(15):2331-9. 24. Place SP, Zippay ML, Hofmann GE.

Constitutive role for inducible genes:

evidence for the alteration in expression of the inducible Hsp70 gene in Antarctic notothenioid fishes. Am J Physiol 2004; 287(2):429-36.

(2)

ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014 Pengaruh suplementasi zinc terhadap LPR

3

tuk kelompok perlakuan, sedangkan kelom-pok kontrol diberikan omeprazol 2x20 mg dan plasebo. Evaluasi dilakukan 4 minggu setelah pemberian terapi. Sampel yang di-tentukan sebanyak 15 orang tiap kelompok. Riwayat mengkonsumsi obat refluk, riwa-yat pemakaian steroid, riwariwa-yat menderita kanker kepala leher, dan riwayat menjalani radioterapi di daerah leher sebelumnya di-eksklusikan. Analisis dilakukan pada skor RSI dan RFS sebelum dan sesudah pembe-rian terapi pada kedua kelompok. Analisis data dengan uji Wilcoxon dan independent t

test. Taraf kemaknaan (α) untuk uji hipotesis

adalah 0,05.

HASIL

Ada sebanyak 30 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Tiga orang gagal mengikuti penelitian dan sebanyak 27 orang dapat dianalisis. Perempuan lebih banyak dibanding laki dengan rasio 1,7:1. Rerata usia adalah 46 tahun (±11,103 tahun). Usia terendah 19 tahun dan tertinggi 60 tahun.

Tabel 1. Distribusi keluhan (RSI) dan kelainan laring (RFS).

N % RSI Problem suara Throat clearing Lendir di tenggorok Kesukaran menelan

Batuk setelah makan/berbaring Kesukaran bernafas

Batuk yang mengganggu Rasa mengganjal di tenggorok Heart burn 25 27 26 25 18 18 25 24 23 92,6 100 96.3 92,6 66,7 66,7 92,6 88,9 85,2 RFS Edema subglotik Obliterasi ventrikuler Erytema/hiperemis Edema pita suara Edema laring difus

Hipertrofi komissura posterior Granulasi/jaringan granulasi Thick endolaryngeal mucus

6 20 25 20 25 20 2 16 22,2 74,1 92,6 74,1 92,6 92,6 7,4 59,3

Tabel 2. RSI dan RFS sebelum terapi pada masing-masing kelompok.

Mean±SD

Kontrol (n=13) Perlakuan(n=14)Mean±SD p

RSI

RFS 22,92 ± 6,98210,46 ± 2,367 19,57 ± 6,13610,86 ± 2,983 0,223

¥

0,767¥

Keterangan: ¥ Mann Whitney Test

ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014 Pengaruh suplementasi zinc terhadap LPR

3

tuk kelompok perlakuan, sedangkan kelom-pok kontrol diberikan omeprazol 2x20 mg dan plasebo. Evaluasi dilakukan 4 minggu setelah pemberian terapi. Sampel yang di-tentukan sebanyak 15 orang tiap kelompok. Riwayat mengkonsumsi obat refluk, riwa-yat pemakaian steroid, riwariwa-yat menderita kanker kepala leher, dan riwayat menjalani radioterapi di daerah leher sebelumnya di-eksklusikan. Analisis dilakukan pada skor RSI dan RFS sebelum dan sesudah pembe-rian terapi pada kedua kelompok. Analisis data dengan uji Wilcoxon dan independent t

test. Taraf kemaknaan (α) untuk uji hipotesis

adalah 0,05.

HASIL

Ada sebanyak 30 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Tiga orang gagal mengikuti penelitian dan sebanyak 27 orang dapat dianalisis. Perempuan lebih banyak dibanding laki dengan rasio 1,7:1. Rerata usia adalah 46 tahun (±11,103 tahun). Usia terendah 19 tahun dan tertinggi 60 tahun.

Tabel 1. Distribusi keluhan (RSI) dan kelainan laring (RFS).

N % RSI Problem suara Throat clearing Lendir di tenggorok Kesukaran menelan

Batuk setelah makan/berbaring Kesukaran bernafas

Batuk yang mengganggu Rasa mengganjal di tenggorok Heart burn 25 27 26 25 18 18 25 24 23 92,6 100 96.3 92,6 66,7 66,7 92,6 88,9 85,2 RFS Edema subglotik Obliterasi ventrikuler Erytema/hiperemis Edema pita suara Edema laring difus

Hipertrofi komissura posterior Granulasi/jaringan granulasi Thick endolaryngeal mucus

6 20 25 20 25 20 2 16 22,2 74,1 92,6 74,1 92,6 92,6 7,4 59,3

Tabel 2. RSI dan RFS sebelum terapi pada masing-masing kelompok.

Mean±SD

Kontrol (n=13) Perlakuan(n=14)Mean±SD p

RSI

RFS 22,92 ± 6,98210,46 ± 2,367 19,57 ± 6,13610,86 ± 2,983 0,223

¥

0,767¥

Keterangan: ¥ Mann Whitney Test

2

Pengaruh suplementasi zinc terhadap LPR ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014

Alamat korespondensi: Muyassaroh (08122902490), Departemen IKTHT-KL FK Undip/RSUP Dr. Kariadi, Jl. Dr. Sutomo 16 Semarang. Alamat email: muyastht@gmail.com.

PENDAHULUAN

Laryngopharyngeal Reflux Disease

(LPRD) adalah penyakit akibat berbaliknya isi lambung ke daerah laringofaring. LPRD dapat dijumpai bersama atau tanpa penyakit

refluks gastro-esofageal (Gastroesophageal

Reflux Disease/GERD).1 Kejadian LPRD

kadang tidak disadari dan terlewatkan oleh dokter karena gejalanya yang tidak khas. Prevalensi LPRD dilaporkan sekitar 10% dari pasien yang datang ke tempat praktek dokter THT dan sekitar 50% pasien dengan serak memiliki LPRD. LPRD dapat meru-pakan faktor pencetus munculnya penyakit keganasan di laring.2

Mekanisme terjadinya LPRD berbeda dengan GERD. Pada LPRD terjadi kerusak-an mukosa laringofaring akibat iritasi asam lambung dan pepsin. Kerusakan terjadi kare-na lemahnya otot sfingter esofagus atas dan tidak adanya barrier pertahanan pada muko-sa laringofaring terhadap amuko-sam lambung dan pepsin.3,4. Mekanisme pertahanan yang

memainkan peran penting dalam menjaga mukosa dari efek merusak refluks asam lam-bung adalah carbonic anhidrase. Carbonic merupakan suatu metaloenzim dan berperan dalam regulasi pH dan keseimbangan cai-ran.5,6 Hilangnya fungsi spesifik

metaloen-zim merupakan gejala yang berhubungan dengan defisiensi zinc. Zinc menawarkan inhibisi yang cepat dan jangka waktu yang lama terhadap sekresi asam lambung. Hal tersebut bersifat reversibel dan bekerja cepat dalam inhibitor sekresi asam.7 Fungsi zinc

juga terbukti dalam proses wound healing ataupun reepitelisasi pada saluran nafas.8

Zinc termasuk dalam kelompok zat gizi

mikro yang mutlak dibutuhkan dalam me-melihara kehidupan yang optimal. Secara kimiawi, zinc mempunyai keunikan

tersen-diri karena berfungsi pada sel-sel penga-tur, katalitik, dan struktural yang penting pada berbagai sistem biologi sel. Zinc juga berperan pada metabolisme karbohidrat, lipid, serta sintesis dan degradasi asam nukleat melalui perannya pada enzim

car-bonic anhidrase. Zinc penting untuk

fung-si pertumbuhan dan perkembangan, fungfung-si reproduksi, sensori kekebalan, antioksidan, dan stabilisasi membran.9

Penatalaksanaan LPRD meliputi diet dan perubahan gaya hidup, medikamentosa, dan pembedahan.1-4 Terapi medika mentosa

yang menjadi pilihan adalah obat golongan penghambat pompa proton (Proton Pump

Inhibitor/PPI). Obat-obat penetral asam

lambung lain seperti antasid dan antagonis reseptor histamin-2 (Histamine-2 Receptor

Antagonists/ H2RA), hanya memiliki sedikit

kegunaan pada pengobatan LPRD.2,3,10

Pene-litian Patigaroo et al (2011) pada 50 pasien LPRD yang diberikan terapi PPI selama 16 minggu terdapat perubahan signifikan pada

Refluks Finding Score (RFS).11 Pengaruh

su-plementasi zinc pada perbaikan klinis LPRD belum pernah dilaporkan. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh suple-mentasi zinc pada perbaikan klinis penderi-ta LPRD. Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang pengaruh suplementasi zinc pada perbaikan klinis penderita LPRD.

METODE

Penelitian eksperimental dengan desain

randomized control trial pre-post test design

dengan simple random sampling pada pa-sien usia 15–60 tahun yang datang di klinik THT RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan diagnosis LPRD. Subjek diberikan omepra-zol 2x20 mg dan preparat zinc 2x20 mg

un-132 132

(3)

ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014 Pengaruh suplementasi zinc terhadap LPR

3

tuk kelompok perlakuan, sedangkan kelom-pok kontrol diberikan omeprazol 2x20 mg dan plasebo. Evaluasi dilakukan 4 minggu setelah pemberian terapi. Sampel yang di-tentukan sebanyak 15 orang tiap kelompok. Riwayat mengkonsumsi obat refluk, riwa-yat pemakaian steroid, riwariwa-yat menderita kanker kepala leher, dan riwayat menjalani radioterapi di daerah leher sebelumnya di-eksklusikan. Analisis dilakukan pada skor RSI dan RFS sebelum dan sesudah pembe-rian terapi pada kedua kelompok. Analisis data dengan uji Wilcoxon dan independent t

test. Taraf kemaknaan (α) untuk uji hipotesis

adalah 0,05.

HASIL

Ada sebanyak 30 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Tiga orang gagal mengikuti penelitian dan sebanyak 27 orang dapat dianalisis. Perempuan lebih banyak dibanding laki dengan rasio 1,7:1. Rerata usia adalah 46 tahun (±11,103 tahun). Usia terendah 19 tahun dan tertinggi 60 tahun.

Tabel 1. Distribusi keluhan (RSI) dan kelainan laring (RFS).

N % RSI Problem suara Throat clearing Lendir di tenggorok Kesukaran menelan

Batuk setelah makan/berbaring Kesukaran bernafas

Batuk yang mengganggu Rasa mengganjal di tenggorok Heart burn 25 27 26 25 18 18 25 24 23 92,6 100 96.3 92,6 66,7 66,7 92,6 88,9 85,2 RFS Edema subglotik Obliterasi ventrikuler Erytema/hiperemis Edema pita suara Edema laring difus

Hipertrofi komissura posterior Granulasi/jaringan granulasi Thick endolaryngeal mucus

6 20 25 20 25 20 2 16 22,2 74,1 92,6 74,1 92,6 92,6 7,4 59,3

Tabel 2. RSI dan RFS sebelum terapi pada masing-masing kelompok.

Mean±SD

Kontrol (n=13) Perlakuan(n=14)Mean±SD p

RSI

RFS 22,92 ± 6,98210,46 ± 2,367 19,57 ± 6,13610,86 ± 2,983 0,223

¥

0,767¥

Keterangan: ¥ Mann Whitney Test

ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014 Pengaruh suplementasi zinc terhadap LPR

3

tuk kelompok perlakuan, sedangkan kelom-pok kontrol diberikan omeprazol 2x20 mg dan plasebo. Evaluasi dilakukan 4 minggu setelah pemberian terapi. Sampel yang di-tentukan sebanyak 15 orang tiap kelompok. Riwayat mengkonsumsi obat refluk, riwa-yat pemakaian steroid, riwariwa-yat menderita kanker kepala leher, dan riwayat menjalani radioterapi di daerah leher sebelumnya di-eksklusikan. Analisis dilakukan pada skor RSI dan RFS sebelum dan sesudah pembe-rian terapi pada kedua kelompok. Analisis data dengan uji Wilcoxon dan independent t

test. Taraf kemaknaan (α) untuk uji hipotesis

adalah 0,05.

HASIL

Ada sebanyak 30 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Tiga orang gagal mengikuti penelitian dan sebanyak 27 orang dapat dianalisis. Perempuan lebih banyak dibanding laki dengan rasio 1,7:1. Rerata usia adalah 46 tahun (±11,103 tahun). Usia terendah 19 tahun dan tertinggi 60 tahun.

Tabel 1. Distribusi keluhan (RSI) dan kelainan laring (RFS).

N % RSI Problem suara Throat clearing Lendir di tenggorok Kesukaran menelan

Batuk setelah makan/berbaring Kesukaran bernafas

Batuk yang mengganggu Rasa mengganjal di tenggorok Heart burn 25 27 26 25 18 18 25 24 23 92,6 100 96.3 92,6 66,7 66,7 92,6 88,9 85,2 RFS Edema subglotik Obliterasi ventrikuler Erytema/hiperemis Edema pita suara Edema laring difus

Hipertrofi komissura posterior Granulasi/jaringan granulasi Thick endolaryngeal mucus

6 20 25 20 25 20 2 16 22,2 74,1 92,6 74,1 92,6 92,6 7,4 59,3

Tabel 2. RSI dan RFS sebelum terapi pada masing-masing kelompok.

Mean±SD

Kontrol (n=13) Perlakuan(n=14)Mean±SD p

RSI

RFS 22,92 ± 6,98210,46 ± 2,367 19,57 ± 6,13610,86 ± 2,983 0,223

¥

0,767¥

Keterangan: ¥ Mann Whitney Test

2

Pengaruh suplementasi zinc terhadap LPR ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014

Alamat korespondensi: Muyassaroh (08122902490), Departemen IKTHT-KL FK Undip/RSUP Dr. Kariadi, Jl. Dr. Sutomo 16 Semarang. Alamat email: muyastht@gmail.com.

PENDAHULUAN

Laryngopharyngeal Reflux Disease

(LPRD) adalah penyakit akibat berbaliknya isi lambung ke daerah laringofaring. LPRD dapat dijumpai bersama atau tanpa penyakit

refluks gastro-esofageal (Gastroesophageal

Reflux Disease/GERD).1 Kejadian LPRD

kadang tidak disadari dan terlewatkan oleh dokter karena gejalanya yang tidak khas. Prevalensi LPRD dilaporkan sekitar 10% dari pasien yang datang ke tempat praktek dokter THT dan sekitar 50% pasien dengan serak memiliki LPRD. LPRD dapat meru-pakan faktor pencetus munculnya penyakit keganasan di laring.2

Mekanisme terjadinya LPRD berbeda dengan GERD. Pada LPRD terjadi kerusak-an mukosa laringofaring akibat iritasi asam lambung dan pepsin. Kerusakan terjadi kare-na lemahnya otot sfingter esofagus atas dan tidak adanya barrier pertahanan pada muko-sa laringofaring terhadap amuko-sam lambung dan pepsin.3,4. Mekanisme pertahanan yang

memainkan peran penting dalam menjaga mukosa dari efek merusak refluks asam lam-bung adalah carbonic anhidrase. Carbonic merupakan suatu metaloenzim dan berperan dalam regulasi pH dan keseimbangan cai-ran.5,6 Hilangnya fungsi spesifik

metaloen-zim merupakan gejala yang berhubungan dengan defisiensi zinc. Zinc menawarkan inhibisi yang cepat dan jangka waktu yang lama terhadap sekresi asam lambung. Hal tersebut bersifat reversibel dan bekerja cepat dalam inhibitor sekresi asam.7 Fungsi zinc

juga terbukti dalam proses wound healing ataupun reepitelisasi pada saluran nafas.8

Zinc termasuk dalam kelompok zat gizi

mikro yang mutlak dibutuhkan dalam me-melihara kehidupan yang optimal. Secara kimiawi, zinc mempunyai keunikan

tersen-diri karena berfungsi pada sel-sel penga-tur, katalitik, dan struktural yang penting pada berbagai sistem biologi sel. Zinc juga berperan pada metabolisme karbohidrat, lipid, serta sintesis dan degradasi asam nukleat melalui perannya pada enzim

car-bonic anhidrase. Zinc penting untuk

fung-si pertumbuhan dan perkembangan, fungfung-si reproduksi, sensori kekebalan, antioksidan, dan stabilisasi membran.9

Penatalaksanaan LPRD meliputi diet dan perubahan gaya hidup, medikamentosa, dan pembedahan.1-4 Terapi medika mentosa

yang menjadi pilihan adalah obat golongan penghambat pompa proton (Proton Pump

Inhibitor/PPI). Obat-obat penetral asam

lambung lain seperti antasid dan antagonis reseptor histamin-2 (Histamine-2 Receptor

Antagonists/ H2RA), hanya memiliki sedikit

kegunaan pada pengobatan LPRD.2,3,10

Pene-litian Patigaroo et al (2011) pada 50 pasien LPRD yang diberikan terapi PPI selama 16 minggu terdapat perubahan signifikan pada

Refluks Finding Score (RFS).11 Pengaruh

su-plementasi zinc pada perbaikan klinis LPRD belum pernah dilaporkan. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh suple-mentasi zinc pada perbaikan klinis penderi-ta LPRD. Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang pengaruh suplementasi zinc pada perbaikan klinis penderita LPRD.

METODE

Penelitian eksperimental dengan desain

randomized control trial pre-post test design

dengan simple random sampling pada pa-sien usia 15–60 tahun yang datang di klinik THT RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan diagnosis LPRD. Subjek diberikan omepra-zol 2x20 mg dan preparat zinc 2x20 mg

(4)

ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014 Pengaruh suplementasi zinc terhadap LPR

5

tidak berbeda bermakna (p>0,05). Rerata RSI setelah terapi pada kontrol 15,92±8,893 dan perlakuan 9,07±6,294 (p =0,034), sedangkan rerata RFS setelah terapi pada kelompok kontrol 6,54±1,808 dan kelompok perlakuan 4,64±2,240 (p=0,024). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kirchoff (2010) yang melaporkan bahwa pemberian zinc dan omeperazol terjadi peningkatan pH yang lebih cepat secara signifikan dibanding pemberian omeprazol saja.7 Hasil penelitian

Jing-Jiung et al19 dengan menggunakan X-ray fluorescence microscopy menunjukan

transportasi zinc oleh sel parietal adalah bagian penting yang berfungsi untuk mengatur keasaman dalam kompartemen sekretori, termasuk tubulovesikel dari sel parietal dan lumen kelenjar. Keberadaan

zinc dalam kompartemen ini menyebabkan

terjadinya alkalisasi, menunjukkan bahwa adanya zinc akan mengisolasi kompartemen terhadap kebocoran ion H+.20

Perbaikan skoring RSI secara bermakna terjadi pada semua keluhan (data tidak di-tampilkan). Hal ini terjadi karena didapatkan perbaikan RFS. Perbaikan tersebut terdiri dari ventrikular obliterasi, eritema, edema pita suara, edema laring difus, dan hipertrofi komisura posterior. Hal ini terjadi kemung-kinan karena efek zinc dalam mensupresi asam lebih baik dibanding zinc dan omepra-zol dengan menaikkan pH lebih cepat dalam jangka waktu lama sesuai dengan penelitian Kirchhoff (2010).7 Cario et al21 menunjukan

bahwa jumlah fisiologis zinc eksogen me-ningkatkan perbaikan epitel dengan memacu penyembuhan luka, serta menurut penelitian Axford et al6 secara laboratory ditemukan

jumlah carbonic anhidrase yang cukup ting-gi pada komisura posterior.

Zinc berfungsi dalam proses wound healing, yaitu zinc berperan dalam

pem-bentukan fibroblast dan fibroblast berfung-si sebagai pembentuk membran basalis dari epitel sehingga proses repair dari mukosa la-ring yang mengalami cedera karena refluks

akan terjadi dengan lebih baik. Kebutuhan

zinc meningkat pada individu yang

meng-alami infeksi atau dalam masa penyembuhan.

Zinc juga berfungsi dalam

pemben-tukkan carbonic anhydrase pada sisi aktif-nya, dan carbonic anhydrase berfungsi se-bagai barier bikarbonat untuk meningkatkan pH. Penilaian terhadap status zinc cukup ru-mit karena belum ditemukannya cara peni-laian yang baku sebab 95% zinc berada in-traseluler. 6,19,21

Keterbatasan dan kendala pada peneli-tian ini diantaranya adalah edukasi diet dan modifikasi gaya hidup belum bisa diukur ketaatannya dan kondisi kadar zinc pada subjek sebelum pemberian zinc tidak dinilai. Asupan zinc lainnya dari makanan sehari-hari pasien sulit dikontrol oleh peneliti.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah suplementasi zinc ber-pengaruh pada perbaikan klinis penderita LPR. Perbaikan klinis penderita LPR yang diberikan suplementasi zinc lebih baik di-banding tanpa suplementasi zinc. Disarankan perlu penelitian lebih lanjut untuk mengana-lisis faktor lain yang berpengaruh termasuk diet dan modifikasi gaya hidup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Naseri I. Laryngopharyngeal refux: over-view and clinical implications. Northeast Florida Medicine 2011; 62(1):35-8.

2. Ford C. Evaluation and management of laryngopharyngeal reflux JAMA. 2005; 294(12):1534-40.

3. Belafsky P, Rees C. Identifying and mana-ging laryngopharyngeal reflux. Hospital Physician 2007 ;43(7):15-20.

4. Sataloff R, Hawkshaw M, Gupta R. Lary-ngopharyngeal reflux and voice disor-ders: an overview on disease mechanisms, treatments, and research advances. Discov Med 2010; 10(52):213-24.

5. Orlando R. Esophageal epithelial defen-ses against acid injury. Am J Gastroenterol 1994; 89(8):S48-52.

6. Axford S, Sharp N, Ross P, Pearson JP,

4

Pengaruh suplementasi zinc terhadap LPR ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014

PEMBAHASAN

Usia diatas 40 tahun merupakan subjek terbanyak di penelitian ini. Kecenderungan terjadinya LPRD pada usia di atas 40 tahun karena terjadi perubahan mukosa laring yaitu edema lapisan superfisial pada lamina propia terutama pada perempuan setelah me-nopause. Perubahan juga terjadi pada muko-sa epitel plika vokalis yang menjadi lebih tipis menyebabkan keadaan laring menjadi rentan terpapar zat asam sehingga mening-katkan angka kejadian LPRD. Daerah supra-laring juga terjadi perubahan berupa atropi dari otot-otot wajah, faring, dan otot-otot mastikasi disertai kelemahan sfingter eso-fagus sehingga memudahkan terjadinya re-fluk.12

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa subjek perempuan lebih banyak dibanding laki-laki dengan rasio 1,7:1. Hasil yang sama juga dilaporkan Andriani (2011).13

Hal ini disebabkan faktor hormonal berpe-ran dalam meningkatkan sekresi lambung. Faktor hormonal pada sekresi asam dapat secara langsung menstimulasi sel parietal dan kelenjar pentik tanpa intervensi sistem saraf. Jalur hormonal ini diperantai mulai dari hipotalamus, kelenjar pituari anterior, dan ACTH mempengaruhi kelenjar adrenal menghasilkan kortison dan adrenal yang merangsang sel parietal dan kelenjar peptik untuk menghasilkan HCl dan pepsin.14

Keluhan utama terbanyak yang mem-bawa subjek datang untuk berobat adalah

throat clearing. Keluhan tersebut terdapat

pada semua subjek. Hasil penelitian ini sesuai penelitian Kornel (2008) yang mendapatkan

throat clearing merupakan keluhan pada

se-mua subjek yang didiagnosis LPRD.12 Epitel

respiratori bersilia di laring akan meningkat jumlahnya bila sistem penghalang terjadi-nya refluk gagal dan disfungsi silia ini akan menyebabkan pengumpulan mukus sehing-ga terjadi sensasi post nasal drip dan me-rangsang throat clearing (mendehem). Iritasi cairan refluk secara langsung menyebabkan batuk dan tersedak akibat sensitifitas saraf sensoris laring terangsang dengan inflamasi lokal. Kombinasi faktor tersebut menyebab-kan terjadinya edema plika vokalis, ulkus kontak, dan granuloma yang menyebabkan timbulnya gejala LPRD seperti suara serak, globus faringeus,dan nyeri tenggorok.15-17

Hasil pemeriksaan laringoskopi serat optik didapatkan frekuensi RFS tertinggi pada eritema/hiperemis, edema laring difus, hipertrofi komisura posterior 25 (92,6%), dan terendah pada granuloma 2 (7,4%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Adriani (2011) yang mendapatkan frekuensi RFS terbanyak adalah eritema/hiperemis (100%) dan teren-dah adalah granuloma (3,84%).13 Kelainan

tersebut didukung oleh analisis beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa gejala spesifik tersebut disebabkan oleh iritasi dan inflamasi laring, keadaan tersebut menun-jang diagnosis LPRD. Walaupun eritema/ hiperemis laring relatif tidak spesifik untuk diagnosis LPRD, namun lebih dari 50% penderita LPRD terdapat eritema/hiperemis. Koufman menyatakan edema laring meru-pakan penemuan laring yang paling sering dihubungkan dengan refluks.18

Rerata RSI dan RFS sebelum pemberian terapi pada kelompok kontrol dan perlakuan

Tabel 3. RSI dan RFS sesudah terapi pada masing-masing kelompok.

Mean±SD

Kontrol (n=13) Perlakuan(n=14)Mean±SD p

RSI

RFS 15,92 ± 8,8936,54 ± 1,808 9,07 ± 6,2944,64 ± 2,240 0,034

¥

0,024¥

Keterangan: ¥ Mann Whitney Test

(5)

ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014 Pengaruh suplementasi zinc terhadap LPR

5

tidak berbeda bermakna (p>0,05). Rerata RSI setelah terapi pada kontrol 15,92±8,893 dan perlakuan 9,07±6,294 (p =0,034), sedangkan rerata RFS setelah terapi pada kelompok kontrol 6,54±1,808 dan kelompok perlakuan 4,64±2,240 (p=0,024). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kirchoff (2010) yang melaporkan bahwa pemberian zinc dan omeperazol terjadi peningkatan pH yang lebih cepat secara signifikan dibanding pemberian omeprazol saja.7 Hasil penelitian

Jing-Jiung et al19 dengan menggunakan X-ray fluorescence microscopy menunjukan

transportasi zinc oleh sel parietal adalah bagian penting yang berfungsi untuk mengatur keasaman dalam kompartemen sekretori, termasuk tubulovesikel dari sel parietal dan lumen kelenjar. Keberadaan

zinc dalam kompartemen ini menyebabkan

terjadinya alkalisasi, menunjukkan bahwa adanya zinc akan mengisolasi kompartemen terhadap kebocoran ion H+.20

Perbaikan skoring RSI secara bermakna terjadi pada semua keluhan (data tidak di-tampilkan). Hal ini terjadi karena didapatkan perbaikan RFS. Perbaikan tersebut terdiri dari ventrikular obliterasi, eritema, edema pita suara, edema laring difus, dan hipertrofi komisura posterior. Hal ini terjadi kemung-kinan karena efek zinc dalam mensupresi asam lebih baik dibanding zinc dan omepra-zol dengan menaikkan pH lebih cepat dalam jangka waktu lama sesuai dengan penelitian Kirchhoff (2010).7 Cario et al21 menunjukan

bahwa jumlah fisiologis zinc eksogen me-ningkatkan perbaikan epitel dengan memacu penyembuhan luka, serta menurut penelitian Axford et al6 secara laboratory ditemukan

jumlah carbonic anhidrase yang cukup ting-gi pada komisura posterior.

Zinc berfungsi dalam proses wound healing, yaitu zinc berperan dalam

pem-bentukan fibroblast dan fibroblast berfung-si sebagai pembentuk membran basalis dari epitel sehingga proses repair dari mukosa la-ring yang mengalami cedera karena refluks

akan terjadi dengan lebih baik. Kebutuhan

zinc meningkat pada individu yang

meng-alami infeksi atau dalam masa penyembuhan.

Zinc juga berfungsi dalam

pemben-tukkan carbonic anhydrase pada sisi aktif-nya, dan carbonic anhydrase berfungsi se-bagai barier bikarbonat untuk meningkatkan pH. Penilaian terhadap status zinc cukup ru-mit karena belum ditemukannya cara peni-laian yang baku sebab 95% zinc berada in-traseluler. 6,19,21

Keterbatasan dan kendala pada peneli-tian ini diantaranya adalah edukasi diet dan modifikasi gaya hidup belum bisa diukur ketaatannya dan kondisi kadar zinc pada subjek sebelum pemberian zinc tidak dinilai. Asupan zinc lainnya dari makanan sehari-hari pasien sulit dikontrol oleh peneliti.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah suplementasi zinc ber-pengaruh pada perbaikan klinis penderita LPR. Perbaikan klinis penderita LPR yang diberikan suplementasi zinc lebih baik di-banding tanpa suplementasi zinc. Disarankan perlu penelitian lebih lanjut untuk mengana-lisis faktor lain yang berpengaruh termasuk diet dan modifikasi gaya hidup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Naseri I. Laryngopharyngeal refux: over-view and clinical implications. Northeast Florida Medicine 2011; 62(1):35-8.

2. Ford C. Evaluation and management of laryngopharyngeal reflux JAMA. 2005; 294(12):1534-40.

3. Belafsky P, Rees C. Identifying and mana-ging laryngopharyngeal reflux. Hospital Physician 2007 ;43(7):15-20.

4. Sataloff R, Hawkshaw M, Gupta R. Lary-ngopharyngeal reflux and voice disor-ders: an overview on disease mechanisms, treatments, and research advances. Discov Med 2010; 10(52):213-24.

5. Orlando R. Esophageal epithelial defen-ses against acid injury. Am J Gastroenterol 1994; 89(8):S48-52.

6. Axford S, Sharp N, Ross P, Pearson JP,

4

Pengaruh suplementasi zinc terhadap LPR ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014

PEMBAHASAN

Usia diatas 40 tahun merupakan subjek terbanyak di penelitian ini. Kecenderungan terjadinya LPRD pada usia di atas 40 tahun karena terjadi perubahan mukosa laring yaitu edema lapisan superfisial pada lamina propia terutama pada perempuan setelah me-nopause. Perubahan juga terjadi pada muko-sa epitel plika vokalis yang menjadi lebih tipis menyebabkan keadaan laring menjadi rentan terpapar zat asam sehingga mening-katkan angka kejadian LPRD. Daerah supra-laring juga terjadi perubahan berupa atropi dari otot-otot wajah, faring, dan otot-otot mastikasi disertai kelemahan sfingter eso-fagus sehingga memudahkan terjadinya re-fluk.12

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa subjek perempuan lebih banyak dibanding laki-laki dengan rasio 1,7:1. Hasil yang sama juga dilaporkan Andriani (2011).13

Hal ini disebabkan faktor hormonal berpe-ran dalam meningkatkan sekresi lambung. Faktor hormonal pada sekresi asam dapat secara langsung menstimulasi sel parietal dan kelenjar pentik tanpa intervensi sistem saraf. Jalur hormonal ini diperantai mulai dari hipotalamus, kelenjar pituari anterior, dan ACTH mempengaruhi kelenjar adrenal menghasilkan kortison dan adrenal yang merangsang sel parietal dan kelenjar peptik untuk menghasilkan HCl dan pepsin.14

Keluhan utama terbanyak yang mem-bawa subjek datang untuk berobat adalah

throat clearing. Keluhan tersebut terdapat

pada semua subjek. Hasil penelitian ini sesuai penelitian Kornel (2008) yang mendapatkan

throat clearing merupakan keluhan pada

se-mua subjek yang didiagnosis LPRD.12 Epitel

respiratori bersilia di laring akan meningkat jumlahnya bila sistem penghalang terjadi-nya refluk gagal dan disfungsi silia ini akan menyebabkan pengumpulan mukus sehing-ga terjadi sensasi post nasal drip dan me-rangsang throat clearing (mendehem). Iritasi cairan refluk secara langsung menyebabkan batuk dan tersedak akibat sensitifitas saraf sensoris laring terangsang dengan inflamasi lokal. Kombinasi faktor tersebut menyebab-kan terjadinya edema plika vokalis, ulkus kontak, dan granuloma yang menyebabkan timbulnya gejala LPRD seperti suara serak, globus faringeus,dan nyeri tenggorok.15-17

Hasil pemeriksaan laringoskopi serat optik didapatkan frekuensi RFS tertinggi pada eritema/hiperemis, edema laring difus, hipertrofi komisura posterior 25 (92,6%), dan terendah pada granuloma 2 (7,4%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Adriani (2011) yang mendapatkan frekuensi RFS terbanyak adalah eritema/hiperemis (100%) dan teren-dah adalah granuloma (3,84%).13 Kelainan

tersebut didukung oleh analisis beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa gejala spesifik tersebut disebabkan oleh iritasi dan inflamasi laring, keadaan tersebut menun-jang diagnosis LPRD. Walaupun eritema/ hiperemis laring relatif tidak spesifik untuk diagnosis LPRD, namun lebih dari 50% penderita LPRD terdapat eritema/hiperemis. Koufman menyatakan edema laring meru-pakan penemuan laring yang paling sering dihubungkan dengan refluks.18

Rerata RSI dan RFS sebelum pemberian terapi pada kelompok kontrol dan perlakuan

Tabel 3. RSI dan RFS sesudah terapi pada masing-masing kelompok.

Mean±SD

Kontrol (n=13) Perlakuan(n=14)Mean±SD p

RSI

RFS 15,92 ± 8,8936,54 ± 1,808 9,07 ± 6,2944,64 ± 2,240 0,034

¥

0,024¥

Keterangan: ¥ Mann Whitney Test

(6)

ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014 Evaluasi disfagia orofaring dengan FEES

1 ABSTRAK

Latar Belakang: Disfagia adalah kesulitan dalam memulai atau menyelesaikan proses menelan. Disfagia dapat dibedakan menjadi disfagia orofaring dan disfagia esofagus. Sebagian besar pasien dengan keluhan disfagia mengeluhkan atau mengalami kesulitan menelan terutama pada fase orofaring. Disfagia orofaring dapat disebabkan oleh kelainan neurologis dan kelainan struktur yang terlibat dalam proses menelan. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kejadian temuan FEES pada disfagia neurogenik dan mekanik. Metode: Penelitian observasional pada 10 kasus disfagia neurogenik dan 40 kasus disfagia mekanik kemudian dilakukan pemeriksaan FEES untuk melihat regurgitasi, leakage, residu, penetrasi, dan aspirasi setelah diberikan 6 jenis bolus makanan yang berbeda mulai dari air, susu, bubur saring, bubur tepung, bubur biasa 5 ml, dan seperempat biskuit. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara disfagia neurogenik dengan disfagia mekanik dalam hal kejadian residu air (p=0,001; RP=16,000; IK 95%: 2,830-90,465), penetrasi (p=0,006; RP=9,333; IK 95%: 1,721-50,614). Penetrasi air (p=0,020; RP=6,000; IK 95%: 1,365–26,451), aspirasi (p=0,018; RP=7,000; IK 95%: 1,480-33,109), aspirasi air (p=0,018; RP=7,000; IK 95%: 1,480-33,109). Tidak didapat perbedaan yang bermakna dalam hal regurgitasi; leakage; residu susu, bubur saring, bubur tepung, dan biskuit; penetrasi susu, bubur biasa, bubur tepung, dan biskuit; serta aspirasi susu, bubur biasa, bubur tepung, dan biskuit. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara disfagia neurogenik dengan mekanik dalam hal kejadian residu air, penetrasi air, aspirasi, dan aspirasi air. Tidak didapat perbedaan yang bermakna dalam hal regurgitasi, leakage, residu, penetrasi, dan aspirasi pada konsistensi yang lain.

Kata kunci: Disfagia neurogenik, disfagia mekanik, fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing. ABSTRACT

Background: Dysphagia is difficulty in swallowing or completing ingestion. Dysphagia can be divided as oropharyngeal dysphagia and esophageal dysphagia. The majority of dysphagia cases are in oropharyngeal phase. Oropharyngeal dysphagia in adults can be due to neurological disorders or anatomical abnormalities. Objective: This research aimed to observe the differences of FEES findings in neurogenic dysphagia and mechanical dysphagia. Methods: The study was conducted using the observational method and the cross-sectional approach to 10 neurogenic dysphagia and 40 mechanical dysphagia. FEES examination was conducted to observe regurgitation, leakage, residu, penetration, and aspiration after the administration of 5 ml bolus of food with 6 types of different consistencies: water, milk, liquified sifted rice porridge, flour porridge, rice porridge, and a quarter of biscuit. Results: The research findings revealed that there was a significant difference between the neurogenic with mechanical dysphagia in residual of water (p=0.001; RP=16,000; 95% CI=2.830 to 90.465), penetration (p=0.006; RP=9.333; 95% CI=1.721 to 50.614). Penetration of water (p=0.020; RP=6.000; 95% CI=1.365 to 26.451), aspiration (p=0.018; RP=7.000; 95% CI=1.480 to 33.109), aspiration of water (p=0.018; RP=7.000; 95% CI=1.480 to 33.109. Conclusion: There was a significant difference between the neurogenic with mechanical dysphagia in water residual, penetration, penetration of water, aspiration, and aspiration of water. There were no significant differences for regurgitation, leakage and residual of

Laporan penelitian

Evaluasi proses menelan disfagia orofaring dengan Fiberoptic Endoscopic

Examination of Swallowing (FEES)

Muhammad Iqbal, Amsyar Akil, Riskiana Djamin

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala-Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,

Makassar

6

Pengaruh suplementasi zinc terhadap LPR ORLI Vol. 44 No. 2 Tahun 2014

Dettmar PW, Panetti M, et al. Cell biology of laryngeal epithelial defenses in health and disease: preliminary stu-dies. Ann Otol Rhinol Laryngol 2011; 110(12):1099-108.

7. Kirchhoff P, Socrates T, Sidani SK, Duffy A, Breidthardt T, Grob C, et al. Zinc salts provide a novel, prolonged and rapid inhibition of gastric acid secretion. Am J Gastroenterol 2011; 106(1):62-70.

8. Tran TA, Carter J, Ruffin R, Zalewski PD. New insights into the role of zinc in the respiratory epithelium. Immunol Cell Biol 2001; 79(2):170-7.

9. King J, Schmid J, Williams T, JD JW. Zinc. Modern nutrition in health and disease. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 1999. p.223-39

10. Barry D, Vaezi M. Laryngopharyngeal reflux: more question than answer. Clev Clin J Med 2010; 77(5):327-34.

11. Patigaroo SA, Hashmi SF, Hasan SA, Ajmal MR, Mehfooz N. Clinical manifesta-tions and role of proton pump inhibitors in the management of laryngopharyngeal ref-lux. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg 2011; 63(2):182-9.

12. Kornel Y. Efektivitas terapi omeprazole terhadap perbaikan tingkat gejala klinis dan patologis laring pada penderita refluks la-ringofaring. Majalah Kedokteran Bandung 2008:102-9.

13. Adriani Y, Akil MA, Gaffar M, Punagi AQ. Deteksi pepsin pada penderita refluks laringofaring yang didiagnosis berdasarkan reflux symtom index dan reflux finding score. ORLI 2011; 41(2):121-7.

14. Crowford. The gastrointestinal tract. In: Robbins, editors. Pathologic basic of disea-se. 5th ed. Philadelphia: W. B. Saunders; 1994. p.761-78

15. Sidhu H, Shaker R, Hogan J. Gastro-esophageal reflux laryngitis. In: Castel O, Richer J, editors. The esophagus. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wal-kins; 2004. p.518-28.

16. Postma G, McGuirt Jr W, Clyne S. Role of reflux. In: Shapshay S, Woodson G, Net-terville J, editors. The larynx. 1st ed. Phi-ladelphia: Lippincot Williams and Walkins, 2003. p.499-511.

17. Tauber S, Gross M, Wolfgang J. Associa-tion of laryngopharyngeal symptoms with gastroesophageal reflux disease. Laryngos-cope 2002; 112:879-86.

18. Koufman J, Belafsky P, Postma G. Laryngopharyngeal reflux symtoms im-prove before change in physical findings. Laryngoscope 2001; 111:978-81.

19. Jing-jiung L, Kohler JE, Bias AL, Mocofanescu JAMA. Demand for zinc in acid-secreting gastric mucosa and its requirement for intracellular calsium. Plos One 2011; 6(6):1-9.

20. Gerbino A, Hofer AM, McKay B, Lau BW, Soybel DI. Divalent cations regulete acidi-ty within the lumen and tubulovesicle com-partment of gastric parietal cells. Gastroen-terology 2004; 126(1):182-95.

21. Cario E, Jung S, d’Heureuse H, Schulte C, Sturm A. Effects of exogenous zinc supplementation on intestinal epithelial repair in vitro. Eur J Clin Invest 2000; 30(5):419-28.

Gambar

Tabel 2. RSI dan RFS sebelum terapi pada masing-masing kelompok.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berjudul “ Simbolisasi dan Pemaknaan Iklan Susu BearBrand Edisi 2015 di Televisi (Analisis Semiotika Roland Barthes) ” Penelitian ini bertujuan untuk

Dalam laporan Proyek Akhir ini penulis mengambil judul “Komputerisasi Sistem Persediaan Obat Pada Rumah Sakit Banyumanik Semarang ” , alasannya karena penulis

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa tinggi hasil belajar siswa dan seberapa tinggi minat siswa dapat ditumbuhkan pada pembelajaran topik penjumlahan

Hasil throughput rata-rata user dengan Algoritma dengan Batasan Daya dan QoS tampak pada tabel 5 Nilai yang diambil pada user ke-1 hingga user ke-5 dengan

Berdasarkan pola persamaan garis regresi yang ditunjukkan bahwa pada kelas perlakuan, baik itu pada kelas dengan strategi pembelajaran kooperatif STAD, TGT, maupun STAD+TGT;

Sediaan lipstik pada praktikum ini menghsilkan lipstik yang sesuai dengan keinginan pada awal pembuatan yaitu berbentuk batang, berwarna orange merata pada

Sebaliknya bila hasil perbandingan kedua varian tersebut menghasilkan nilai lebih dari 1, maka mean yang dibandingkan menunjukkan ada perbedaan.. Analisis varian (ANOVA)

Untuk perkembangan kereta penumpang di Oktober 2020, jumlahnya sebanyak 11,94 juta orang atau naik 4,45% dari bulan sebelumnya, dan tetap menurun 67,25% dibandingkan periode yang