• Tidak ada hasil yang ditemukan

ACHIEVEMENT ORIENTED CULTURE : THE EFFECTIVE PERFORMANCE ASSESSMENT SYSTEM FOR ORGANIZATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ACHIEVEMENT ORIENTED CULTURE : THE EFFECTIVE PERFORMANCE ASSESSMENT SYSTEM FOR ORGANIZATION"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

197

ACHIEVEMENT ORIENTED CULTURE :

THE EFFECTIVE PERFORMANCE ASSESSMENT SYSTEM

FOR ORGANIZATION

Sukma Rani Moerkardjono

Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

sukma.rani@ukrida.ac.id

Abstract

Performance assessment plays important roles in company, both its employees and organization. Organization implementing Achivement Oriented Culture will develop clear performance assessment that one's performance effectivity will be clearly showed by mean of performance assessment system. The effective assessment system must be able to measure the level of individual, organizational, and motivational performances. Based on the fact in national banking organization implementing performance assesment systems of result based and competency based combinations. The doubt of performance assesment system implementation is due to reward inconsistency so it will be affecting to the result of performance assessment and other factors such as incentive, employee's motivation, and company's profit. This research is a case study in nasional banking organization. The method of data collection is done by deep interview and management data showing reward inconsistency on performane assessment.The study is to find the causes of ratescute for the result of employee performance assessment. The recomendation is the improvement of performance assessment system.

Keywords : achivement oriented culture, result-based performance assessment

competency-based performance assessment, performance appraisal system

Pendahuluan

Suatu perusahaan mempunyai karakteristik yang membedakan perusahaan tersebut dengan perusahaan lain dan disebut sebagai budaya perusahaan. Budaya perusahaan itu menjadi kepribadian perusahaan itu dalam berinteraksi dengan stakeholdernya. Robbins dan Coulter (dalam Tsai 2011) memberikan suatu gambaran tentang budaya organisasi. Budaya organisasi berisikan nilai,

(2)

198

kepercayaan (beliefs), norma perilaku atau persepsi yang diyakini oleh karyawan tersebut. Dengan demikian, budaya organisasi dapat mempengaruhi karyawan dalam sikap dan perilakunya di perusahaan tersebut, tentu saja hal ini juga akan memberikan pengaruhnya pada kinerja karyawan.

Budaya perusahaan yang terinternalisasi dalam diri karyawan akan berkaitan dengan outcome perusahaan yang positif seperti kepuasan kerja, komitmen kerja dan kinerja (Ritchie, 2000). Hal tersebut terjadi karena budaya perusahaan dapat mendorong karyawan untuk bertindak sesuai dengan harapan perusahaan (Hapsara dan Atika, 2010). Suatu budaya perusahaan yang kuat akan mendorong karyawannya untuk memberikan kinerja yang baik (Kandula dalam Mujeeb dan Ahmad, 2011). Menurut Wibowo (2011), elemen budaya organisasi sangat penting dalam mempengaruhi kinerja dan menentukan masa depan organisasi. Salah satu elemen kunci bagi organisasi yang sukses di dalam lingkungan yang kompetitif yaitu membangun achivement oriented cultrure (budaya berorientasi pada prestasi).

Salah satu elemen penting yang harus dilakukan untuk membangun achivement oriented culture adalah mengembangkan pengukuran kinerja yang jelas, dimana efektifitas kinerja seseorang akan terlihat dengan bantuan sistem penilaian kinerja. Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan fungsi kunci untuk melaksanakan manajemen sumber daya manusia secara efektif. Namun dalam banyak kondisi, fungsi penilaian kinerja hanya dipandang sebelah mata oleh para pengambil kebijakan dalam organisasi. Masalah umum yang timbul pada perspektif ini adalah kegiatan penilaian kinerja menghabiskan begitu banyak waktu, dan sebagian besar orang-orang (para karyawan dan eksekutif) dalam organisasi tidak begitu menyukainya, meskipun para karyawan dan eksekutif berkepentingan secara langsung terhadap fungsi tersebut, (Wibowo, 2011).

Berangkat dari kasus nyata yang terjadi di salah satu perusahaan perbankan nasional, dimana perusahaan perbankan nasional tersebut saat ini telah mengembangkan sistem penilaian yang berorientasi hasil kerja (result-based) dan orientasi proses kerja (competency-based). Permasalahan yang timbul di perusahaan perbankan nasional tersebut berkaitan dengan sistem penilaian kinerja yang berorientasi hasil kerja (result-based) dan orientasi proses kerja (competency-based) adalah terjadinya ratescute. Hal ini disebabkan karena pedoman penilaian dari sistem penilaian kinerja yang berorientasi hasil kerja (result-based) dan berorientasi proses kerja (competency-based) masih belum jelas tersosialisasikan

(3)

199

kepada para penilai sehingga para penilai mengalami kesulitan untuk melakukan penilaian dan dampaknya penilai sulit membedakan karyawan yang berada pada taraf rata-rata dan karyawan yang berada pada taraf diatas rata-rata. Penilai yang mengalami kesulitan dalam melakukan penilaian secara akurat akan mempengaruhi hasil penilaian sehingga berdampak pada penghargaan financial yang akan diterima oleh masing-masing karyawan.

Puncak dari permasalahan yang berkaitan dengan penilaian kinerja dan akhirnya menjadi pertimbangan bagi manajemen dalam menentukan kebijakan. Ketika performance dari perusahaan perbankan tersebut secara eksplisit dikatakan underperform, sedangkan pertumbuhan biaya karyawan dari perusahaan perbankan tersebut naik menjadi 25 %, dan akhirnya mempengaruhi profit dari perusahaan. Berangkat dari permasalahan tersebut, maka sistem penilaian kinerja di perusahaan perbankan nasional tersebut belum memadai dalam mencapai tujuan. Perusahaan perbankan nasional tersebut mulai ragu dengan keefektifan dari sistem penilaian kinerja yang telah diterapkan dan perlu mengevaluasi ulang agar dapat menggambarkan secara tepat kondisi setiap karyawan.

Menurut Cascio (2006), penilaian kinerja adalah deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan individu. Penilaian kinerja ini memiliki peran penting di perusahaan untuk mengukur atau menilai tingkat performa karyawan. Penilaian kinerja yang dilakukan dengan benar akan memberikan keuntungan dan manfaat yang berharga bagi karyawan dan perusahaan. Dengan melakukan penilaian kinerja, perusahaan mengetahui kinerja dari masing-masing individu dalam organisasi sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja keseluruhan perusahaan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, terlihat bahwa perusahaan perbankan nasional tersebut belum efektif untuk mengevaluasi kinerja karyawan jika dihubungkan dengan target kerja perusahaan. Oleh sebab itu perlu dilakukan penyempurnaan sistem penilaian kinerja di perusahaan perbankan nasional tersebut, sehingga dapat selaras dan mencerminkan prestasi kerja karyawan berdasarkan target atau sasaran kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan perbankan.

Tujuan dari penulisan ini adalah memberikan usulan untuk meningkatkan efektifitas sistem penilaian kinerja di dalam organisasi agar sistem penilaian kinerja dapat di implementasikan secara efektif sehingga mampu membedakan secara

(4)

200

tepat karyawan yang perform baik dari segi penilaian yang berorientasi hasil kerja (result-based) dan orientasi proses kerja (competency-based).

Pembahasan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada suatu perusahaan perbankan nasional di Indonesia, dimana perusahaan perbankan nasional tersebut membangun achivement oriented culture dengan mengembangkan budaya yang beorientasi pada prestasi. Salah satu cara untuk menghargai prestasi adalah memberikan penghargaan kepada karyawan yang telah memberikan pencapaian hasil prestasi secara optimal. Disamping itu, salah satu cara untuk mengukur prestasi adalah dengan penilaian kinerja yang dilakukan secara profesional (Wibowo, 2011).

Perusahaan perbankan nasional tersebut telah mengembangkan suatu sistem penilaian kinerja yang mengkombinasikan antara orientasi hasil kerja (result based) dan orientasi proses kerja (competency based). Namun demikian, secara realita sistem penilaian kinerja di perusahaan perbankan nasional tersebut, belum terimplementasikan dengan efektif, sehingga muncul permasalahan ratescute untuk hasil penilaian kinerja karyawan. Hal ini disebabkan karena para penilai mengalami kesulitan untuk dapat membedakan karyawan yang berada pada taraf rata-rata dan karyawan yang berada pada taraf diatas rata-rata, akhirnya penilai menjadi bias ketika menentukan standard penilaian yang tepat bagi karyawannya.

Menurut Cascio (2006), mengemukakan bahwa sistem penilaian kinerja yang efektif sebaiknya cukup peka dalam membedakan antara karyawan yang kinerjanya efektif dan tidak efektif. Hal ini sangat penting sehingga sistem penilaian kinerja tersebut dapat memiliki kemampuan untuk membedakan karyawan yang berhasil dengan karyawan yang berhasil.

Menurut Milkovich & Newman (2008), mengemukakan masalah yang berkaitan dengan sistem penilaian kinerja, dimana kenyataan dilapangan banyak penilai yang melakukan kesalahan di dalam penilaian sehingga penilaian yang telah ditentukan tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Penilai sebaiknya melakukan evaluasi ulang terhadap hasil penilaian yang telah ditetapkan bagi karyawannya dengan cara mengkomunikasikan dan menyusun penilaian yang lebih efektif. Hasil penilaian yang tidak tepat akan berpengaruh terhadap merit increase sehingga akan menurunkan motivasi kerja karyawan.

(5)

201

Menurut Ruki (2006) mengatakan bahwa masih banyak perusahaan yang tetap memanfaatkan hasil penilaian kinerja sebagai dasar bagi penerapan kenaikan gaji, mengikuti apa yang disebut sebagai sistem merit. Dalam keperluan penilaian kerja, perusahaan tersebut biasanya mencoba untuk mempermudah penilaian dengan mengalokasikan angka dalam bentuk % maupun angka mutlak setiap KRA atau indikator dan faktor-faktor yang dinilai. Namun kelemahan terbesar dari teknik pengalokasian angka adalah dimana karyawan yang dinilai dan penilai (atasanya) menjadi terobsesi dengan angka-angka tersebut. Hal ini akan terjadi terutama bila kebijakan perusahaan yang sudah diketahui oleh seluruh karyawan hanya memberikan kenaikan gaji atas dasar prestasi atau memberikan bonus hanya kepada karyawan yang minimal berprestasi rata-rata.

Dampaknya yang terjadi adalah usaha untuk mencapai skor yang paling sedikit akan diberi penilaian rata-rata (C), dengan demikian para penilai ingin membantu bawahannya akan memulai proses penilaian dengan menetapkan terlebih dahulu target penilaian pada level jauh diatas rata-rata (A), diatas rata-rata (B) dan rata-rata (C), kemudian baru menyesuaikan angka-angka penilaian untuk setiap target dan faktor agar secara otomatis mencapai nilai prestasi yang diinginkan.

Hal ini didukung oleh pendapat Anonymous (dalam Merit Pay Strategies. The Controller’s Report, Accounting & Tax Periodicals pg.12, Januari 2008) yang mengatakan bahwa di dalam organisasi di mana sejumlah besar karyawan dinilai sebagai istimewa atau jauh melampaui standar, harus dilakukan pengkajian atau evaluasi terhadap standar yang telah ditetapkan oleh setiap unit, sehingga ketika memutuskan untuk meningkatkan prosentasi kenaikan gaji bagi karyawan benar-benar sesuai dengan hasil kinerja yang telah ditunjukkan oleh karyawan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Organisasi yang menerapkan achivement oriented culture (budaya berorientasi pada prestasi) akan fokus untuk mengembangkan pengukuran kinerja yang jelas, dimana efektifitas kinerja seseorang akan terlihat dengan bantuan sistem penilaian kinerja

. Sistem penilaian kinerja karyawan dapat efektif di dalam proses pelaksanaannya, maka perlu di dukung oleh pihak Human Resource (HR) untuk memberi penjelasan mengenai konsep dasar dari sistem penilaian kinerja karyawan

(6)

202

dapat tercapai dengan baik. Selain itu perlu adanya dukungan secara penuh dari pihak pimpinan puncak di dalam suatu organisasi dan seluruh jajaran manajemen, sehingga para penilai tidak hanya memiliki gambaran bahwa penilaian prestasi kinerja merupakan suatu syarat untuk memperoleh kenaikan tunjungan atau bonus prestasi. Dengan demikian dapat melatih para penilai untuk mampu memberikan hasil penilaian secara tepat sehingga tidak terjadi perbedaan yang significan ketika akan menentukan prosentasi kenaikan tunjangan dan bonus prestasi.

Sistem penilaian kinerja yang telah dikembangkan di perusahaan perbankan tersebut masih perlu dievaluasi kembali terutama di dalam pedoman penilaian kinerja pada karyawan sehingga penilai dapat membedakan secara signifikan karyawan yang memiliki kinerja yang efektif dan tidak efektif.

Rekomendasi yang diberikan untuk perusahaan perbankan nasional tersebut berkaitan dengan sistem penilaian kinerja adalah pedoman penilaian yang memiliki standard yang jelas di dalam melakukan pengukuran. Sistem penilaian kinerja yang saat ini telah dikembangkan oleh perusahaan perbankan tersebut, yaitu sistem penilaian kinerja yang berorientasi pada hasil kerja (result based) dan dan orientasi proses kerja (competency based), sebaiknya tetap di implementasikan, hanya saja perlu perbaikan yang berkaitan dengan pedoman penilaian sehingga para penilai tidak mengalami kesulitan ketika melakukan penilaian kinerja.

Pedoman penilaian kinerja yang berorientasi pada hasil kerja (result based), dapat di implementasikan dengan metode forced distribustion, dimana penilai diminta untuk mengkategorisasikan karyawan berdasarkan distribusi yang ditetapkan sebelumnya. Misalnya 10% karyawan yang memiliki penilaian tertinggi mendapat bonus sebesar 30% dari gaji, selanjutnya 20% karyawan yang mendapatkan penilaian 10% nilai tertinggi mendapatkan bonus sebesar 20% dari gaji, begitu seterusnya. Kelebihan dari metode ini dapat menghilangkan pengelompokan sebagian sebesar karyawan dalam distribusi atas (perilaku dinilai diatas rata-rata sampai dengan sangat memuaskan), distribusi bawah (perilaku dinilai memuaskan sampai dengan dibawah rata-rata), atau control tendency (dimana perilaku dinilai rata-rata). Metode ini sangat berguna ketika terdapat banyak karyawan yang harus diberi peringkat dan terdapat lebih dari satu penilai (Cascio, 2006).

Pedoman penilaian yang berorientasi pada proses kerja (competency based), sebaiknya menggunakan metode critical incidents, yang dapat dimanfaatkan oleh

(7)

203

penilai untuk membuat laporan secara tertulis mengenai apa yang telah dilakukan karyawan yang efektif atau tidak efektif. Indikator dari penilaian kinerja yang berorientasi pada proses kerja (competency based), adalah key behaviour dari core competencies yakni kompetensi yang disyaratkan di tiap tingkat jabatan. Bentuk evaluasi yang dapat diterapkan dengan mempertimbangkan tindakan yang muncul, dan rating penilaian dikaitkan dengan tingkat atau frekuensi perilaku yang ditunjukkan.

Pedoman penilaian kinerja yang direkomendasikan bagi perusahaan perbankan nasional tersebut, sebaiknya tetap di dalam pengawasan yang ketat dari HR (Human Resources) berupa pemeriksaan ulang dari hasil penilaian dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang terkait dalam penilaian. Penilai sebaiknya melakukan penilaian dengan tepat dan sesuai pedoman yang telah ditetapkan. Hasil penilaian karyawan akan mempengaruhi merit increase yang berupa kenaikan gaji, tunjangan maupun bonus, dimana penghargaan tersebut merupakan faktor yang dapat memotivasi karyawan di dalam meningkatkan prestasinya.

Daftar Pustaka

Anonymous. Januari 2008. Merit Pay Strategies. The Controller’s Report. Accounting & Tax Periodicals pg.12

Cascio, Wayne, F. (2006). Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life, Profits. 7th .ed., International ed. Boston: McGraw-Hill.

Ehtesham ul Mujeeb; Muhammad, SA. Department of Management Sciences. 2011. Impact of Organizational Culture on Performance Management Practices in Pakistan. International Management Review Vol. 7 No. 2

Milkovich, G.T & Newman, J.M (2008). Compensation. 9th .ed., International ed. Boston: McGraw-Hill

O. Hapsara; JH Atikah. Mei 2010. Vol. 8 Nomor 2. Kajian Terhadap Penilaian Kinerja dan Budaya Organisasi

Ritchie, Michael. Southern Business Review; Spring 2000; 25, 2; Organizational culture: An examination of its effect on the internalization process and member performance. ABI/INFORM Research.

Ruky, A.S. (2006). Sistem Manajemen Kinerja (Performance Management System): Panduan Praktis Untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

(8)

204

Wibowo. (2011). Budaya Organisasi: Sebuah Kebutuhan Untuk Meningkatkan Kinerja Jangka Panjang. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers.

Yafang, Tsai. 2011. Relationship between Organizational Culture, Leadership Behavior and Job Satisfaction. BMC Health Services Research

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Keputusan Pengadilan Purworejo tanggal 6 Januari 1937 (T.148 hal. 307) dijelaskan bahwa anak angkat masih mewarisi orang tua kandungnya dan kerabatnya sendiri. Hanya di dalam

Penilaian hasil ujian di atas dilakukan oleh pengaiar dan dituliskan dalam Daftar Nilai yang dinyatakan dalam angka bulat dari 0 s/d 100, Panitia penyelenggara

Pancasila merupakan dasar ideologi bagi Negara Kesatuan Republik Indonesa (NKRI), Pancasila merupakan gabungan dari dua kata yaitu Panca yang memiliki arti lima dan Sila yang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional tentang Disiplin Kehadiran Pegawai Negeri

Penelitian ini bertujuan untuk menguji penerapan e-learning menggunakan media edmodo dalam pembelajaran fisika berbasis nilai karakter untuk meningkatkan hasil

Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol yang selanjutnya disingkat dengan SIUP-MB adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan perdagangan khusus

Artinya fenomena adanya keterkaitan poitif antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan tingkat Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) dapat terjadi atau tidak terjadi