• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Variasi Jumlah Kromosom dalam Pemuliaan Tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aplikasi Variasi Jumlah Kromosom dalam Pemuliaan Tanaman"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Aplikasi Variasi Jumlah Kromosom dalam

Pemuliaan Tanaman

APLIKASI VARIASI JUMLAH KROMOSOM DALAM

PEMULIAAN TANAMAN

Muhamad Syukur

(dalam Buku Sitogenetika (Editor Sarsidi S.))

Dalam pemuliaan tanaman, seleksi merupakan kegiatan utama. Terdapatnya keragaman genetik dalam populasi bahan seleksi penting karena seleksi tidak menciptakan keragaman tetapi berperan atas adanya keragaman, dan seleksi hanya akan efektif berlangsung jika terdapat perbedaan-perbedaan mewaris (genetik).

Pada pemuliaan tanaman poliploid, upaya manipulasi kromosom dapat sangat membantu tercapainya tujuan program pemuliaan yang hendak dicapai.

Pemanfaatan spesies liar dalam pembentukan alopoliploid, yang biasanya

dilanjutkan dengan autopoliploid sering dilakukan. Biasanya hanya sebagian kecil dari sifat spesies liar yang dimanfaatkan untuk disisipkan ke dalam spesies

budidaya, oleh karena itu memerlukan teknik khusus, seperti substitusi kromosom.

Secara umum, tanaman poliploid dapat digolongkan ke dalam kelompok disomik poliploid dan polisomik poliploid. Karakteristik kemudahan dalam memperoleh rekombinasi baru pada zuriat dari kedua kelompok poliploid tersebut bertolak

(2)

belakang; pada disomik poliploid rekombinasi sukar diperoleh, sebaliknya polisomik poliploid rekombinasinya kompleks sehingga sukar diinterpretasikan.

Pemanfaatan Spesies Liar dalam Pemuliaan Tanaman

Pengembangan keragaman genetik sangat diperlukan dalam usaha mendapatkan varietas unggul tanaman. Keragaman genetik dapat diperoleh selain dari pool tanaman budidaya seperti varietas lokal, varietas unggul nasional, dan galur-galur percobaan, juga diperoleh dari kerabat liar.  Sudah banyak dilaporkan bahwa

spesies liar merupakan sumber gen-gen yang menyandikan sifat-sifat penting yang bermanfaat dalam kegiatan pemuliaan, seperti ketahanan terhadap sebagian besar hama dan penyakit tanaman serta toleransi terhadap stres lingkungan abiotik. Dengan memindahkan gen pengendali sifat yang bermanfaat  ke tanaman

budidaya  akan dihasilkan perluasan genetik untuk keperluan program pemuliaan tanaman.

Salah satu cara memindahkan gen spesies liar ke varietas budidaya adalah dengan persilangan kerabat jauh (interspecific hybridization), yang dilanjutkan silang balik dengan salah satu tetuanya (Brar, 1991).  Silang balik  mempunyai dua sasaran. Pertama, memperbaiki fertilitas; kedua, mengembalikan genom tetua resipien yang kemudian mengandung satu atau beberapa gen donor. F1 yang steril umumnya disebabkan adanya ketidakseimbangan perpasangan kromosom. Dengan

melakukan silang balik beberapa kali (misalnya sampai BC5), perpasangan kromosom menjadi normal kembali (Welsh, 1981).

Melalui metode ini, telah berhasil diperoleh tanaman baru dengan sifat yang diharapkan. Diantaranya adalah pemindahan gen ketahanan terhadap tungro dan busuk batang dari O. officinalis, sifat mandul jantan sitoplasma dari O.

glumaepatula dan O. perrenis (IRRI 1993), dan ketahanan terhadap hawar daun dan

penyakit blast dari O. minuta (Amante-Bordeos et al., 1992) ke padi budidaya (O.

sativa).

Pemanfaatan spesies liar dalam pemuliaan tanaman dibahas dalam berikut yaitu

chromosome addition lines, subsitusi kromosom, transfer sebagian kromosom,

(3)

Galur-galur dengan Kromosom Tambahan

Galur-galur dengan kromosom tambahan (chromosome addition lines) adalah galur-galur dari tanaman budidaya yang mendapat tambahan kromosom dari spesies lain, biasanya dari spesies liarnya. Apabila penambahan hanya satu kromosom asing saja ke genom tanaman budidaya  disebut monosomic alien

addition line (MAAL), sedangkan penambahan satu pasang kromosom asing disebut disomic alien addition line (DAAL). Pembentukan MAAL dan DAAL dimulai dari

persilangan kerabat jauh (interspecific hybridization) yang dilanjutkan silang balik dengan tetua tanaman budidaya.

Umumnya kromosom dari spesies liar dalam tanaman MAAL tidak stabil. Ketidakstabilan ini disebabkan gagalnya perpasangan kromosom monosomik tersebut. Untuk meningkatkan kesetabilan kromosom monosomik, dibentuklah DAAL dengan cara melakukan selfing tanaman MAAL.

MAAL antara lain digunakan untuk menguji efek dari penambahan kromosom. Dengan mengamati fenotipe dari tanaman MAAL akan diketahui efek dari penambahan kromosom asing tersebut, sekaligus juga dapat memetakan gen pengendalinya. Misalkan jika terjadi MAAL  untuk kromosom I, maka fenotipe yang ditampilkan dikendalikan oleh gen-gen yang terletak pada kromosom I tersebut. Tanaman MAAL yang mempunyai komplemen kromosom lengkap dari O. sativa dan satu kromosom dari O. officinalis berhasil diproduksi oleh  Jena dan Khush (1989), sedangkan tanaman MAAL dari O. sativa yang mempunyai satu kromosom dari O.

punctata oleh Yasui and Iwata (1991). Prosedur pembentukan MAAL disajikan pada

Gambar 8.1. Melalui prosedur tersebut, Yasui dan Iwata (1991) dapat

mengidentifikasi 11 grup tipe MAAL berdasarkan morfologinya sesuai dengan jumlah kromosom  O. punctata (Gambar 8.2). Secara sitologi dapat dilihat adanya kromosom asing (O. punctata) dalam genom O. sativa .

Melalui pembentukan MAAL, transfer gen dari spesies liar yang berkerabat jauh dengan spesies budidaya dapat dilakukan. Misalnya pada tanaman padi, hingga saat ini telah diinventarisasi sekitar 22 spesies padi liar, beberapa diantaranya yaitu

O. officinalis, O. rufipogon, dan O. ridleyi menunjukkan ketahanan terhadap infeksi

virus tungro (Kobayashi et al., 1994), O. minuta memiliki ketahanan terhadap

Xanthomonas campestris pv. oryzae penyebab penyakit hawar daun dan Pyricularia oryzae penyebab penyakit blas (Sitch      et al., 1989), serta beberapa spesies padi

(4)

karakter yang bermanfaat ke dalam padi budidaya, akan dihasilkan perluasan genetik untuk keperluan pemuliaan tanaman.

Karakter ketahanan terhadap wereng punggung coklat berhasil ditransfer dari O.

officinalis ke padi budidaya (Jena dan Khush, 1990), ketahanan terhadap nematoda

penyebab root-knot dari tomat spesies liar Lycopersicon peruvianum ke tomat budidaya Lycopersicon esculentum (Doganlar et al., 1997), ketahanan terhadap

Fusarium, Erwinia dan Pseudomonas dari spesies liarnya ke tanaman bunga potong Cyclament persicum (Ishizaka, 1996), ketahanan terhadap hawar daun bakteri dan

wereng coklat dari O. australiensis ke padi budidaya (IRRI, 1995), ketahanan terhadap hawar daun bakteri dan blas dari O. minuta (Amante-Bordeos et al., 1992), ketahanan terhadap virus kerdil rumput dan busuk pelepah dari O. nivara serta ketahanan terhadap hawar daun bakteri dan wereng coklat dari Oryza

granulata (IRRI, 1993).

Substitusi Kromosom

Untuk lebih meningkatkan kestabilan kromosom, maka dari tanaman DAAL dibuat menjadi substitution line melalui substitusi kromosom. Substitusi kromosom adalah pertukaran sepasang kromosom spesies tanaman tertentu dengan sepasang

kromosom kerabat dekatnya. Kultivar gandum roti di Jerman tahun 1930-an telah dihasilkan melalui proses substitusi kromosom. Kromosom donor berasal dari rye sedangkan resipien adalah gandum (wheat).

Kromosom asing hanya akan disubstitusi oleh group kromosom homoeolognya. Sebagai konsekuensi dari subsitusi tersebut, ada kromosom resipien yang tereliminasi dari genom tanaman. Jika kromosom asing tanaman tersebut telah masuk ke dalam genom suatu tanaman komersial maka akan mempunyai perilaku mengikuti perilaku genom tanaman komersial tersebut.

Transfer Sebagian Kromosom

Subsitusi kromosom umumnya lebih stabil dan sukses daripada penambahan kromosom, tetapi keberadaan gen-gen pautan/linkage yang tidak diinginkan

(5)

membatasi kegunaannya sebagai bahan pemuliaan tanaman. Keadaan yang diharapkan adalah memasukkan gen-gen target dan mengeluarkan gen-gen lain yang tidak berhubungan yang terbawa dalam kromosom. Kendala tersebut dapat diatasi melalui transfer sebagian kecil dari kromosom asing.

Transfer sebagian kecil dari kromosom merupakan hal yang biasa terjadi pada proses rekombinasi. Transfer sebagian kromosom dari spesies liar sudah banyak dilakukan pemulia tanaman. Sebagai contoh adalah transfer gen blast dari spesies liar padi, O. minuta, ke padi budidaya. Tanaman BC2 yang tahan blast dan progeni selfingnya fertil serta tidak menunjukkan adanya sifat-sifat morfologi dari O.

minuta, secara tidak langsung menunjukkan bahwa materi genetik yang ditransfer

dari tetua liarnya hanya dalam jumlah yang kecil. Bukti lainnya adalah perpasangan kromosom saat meiosis berjalan normal berdasarkan uji sitologi (Amante-Bordeos

et al., 1992).

Induksi Translokasi melalui Kendali Genetik

Kontrol genetik terhadap perpasangan bivalen pada gandum terjadi karena adanya gen Ph yang terletak pada kromosom 5B. Gen Ph menghambat perpasangan antara kromosom asing dengan homoeolognya pada gandum sehingga tidak ditemukan rekombinannya pada zuriat. Mutasi delesi pada kromosom 5B mengakibatkan kromosom homoeolog dapat berpasangan. Manipulasi kromosom 5B dapat dilakukan untuk meningkatkan rekombinasi antara kromosom gandum dengan kromosom asing lainnnya.

Transfer kromosom atau gen dengan cara memodifikasi kromosom 5B pertama kali berhasil dilakukan pada gandum. Pendekatan yang sama digunakan dalam transfer sifat ketahanan embun tepung dari Avena barbata ke tanaman oat (Avena sativa) menggunakan Avena longiglumis untuk menginduksi perpasangan kromosom homoeolog.

Induksi perpasangan kromosom homoeolog dengan cara delesi pada kromosom 5B merupakan metode yang digunakan dalam transfer ketahanan leaf rust resistance dari A. elongastum ke gandum. Penggunaan galur substitusi untuk kromosom 3Ag dan 7Ag telah menghasilkan hibrid yang heterozigot untuk kromosom Ag, nulisomik untuk kromosom 5B dan trisomik untuk kromosom 5D.

(6)

Penggandaan Kromosom sebagai Jembatan Transfer Gen

Penggandaan kromosom (genom) terjadi ketika semua kromosom lengkap

mengalami replikasi tanpa diikuti oleh pembelahan sel. Salah satu mekanismenya adalah gagalnya terbentuk benang-benang gelendong. Benang-benang gelendong berperanan menarik kromosom ke kutub, melalui sentromer, setelah terjadi

pembelahan sentromer. Benang-benang gelendong muncul pada saat metafase akhir. Gagalnya pembentukan benang gelendong ini menyebabkan tidak terjadi pembelahan inti yang selanjutnya tidak terjadi pembelahan sel (Jensen, 1974).

Mekanisme penggandaan kromosom diantaranya adalah endomitosis,

endoreduplikasi, C-mitosis dan fusi inti. Pada endoreduplikasi terjadi dua kali

replikasi pada saat interfase, sehingga setelah interfase jumlah kromatid menjadi 4. Mitosis tetap berjalan normal akan tetapi jumlah kromosom sel anak menjadi dua kali lipat dari sel induknya. Pada endomitosis, mitosis gagal membentuk benang gelendong dan mitosis berhenti lebih awal, membran inti gagal larut sehingga tidak terjadi pembelahan inti akan tetapi kromosom telah mengalami replikasi. C-mitosis adalah  gagalnya mitosis karena pengaruh kolkisin, baik secara parsial maupun kromosom lengkap. Kolkisin menghalangi aktifnya mekanisme pembentukan benang gelendong. Gagalnya pembentukan benang gelendong menyebabkan

kromosom tidak tertarik ke kutub pada saat anafase. Dengan demikian pembelahan inti tidak terjadi, akan tetapi kromosom telah mengalami replikasi. Fusi inti adalah peristiwa terjadinya penggabungan antara dua sel yang berdekatan atau antara dua inti sel (Jensen, 1974).

Penggandaan kromosom dapat terjadi secara spontan (alami) maupun diinduksi. Ada beberapa teknik yang dapat menyebabkan terjadi penggandaan kromosom yaitu perlakuan panas, perlakuan pelukaan, dan bahan kimia. Bahan kimia yang sering digunakan adalah kolkisin, podophyllin, dinitrogen monoksida (N2O) (Jensen,

1974), antimicrotubule herbicides (amiprophos-methil atau APM), oryzalin,

pronamide, dan trifluralin) serta hormon (Hansen et al., 1998).

Dalam penggunaan metode silang balik (backcross), tanaman BC1F1 diperoleh dengan dua cara, yaitu: 1) hibrid F1 langsung disilangbalikkan dengan tetua

berulangnya tanpa melalui penggandaan kromosom (Jena dan Khush, 1986), dan 2) hibrid F1 digandakan terlebih dahulu kromosomnya baru kemudian disilangbalikkan dengan tetua berulangnya (Mariam et al., 1996).

(7)

Penggandaan kromosom mampu meningkatkan jumlah benih padi BC1

dibandingkan tanpa penggandaan. Silang balik F1 (dari tunas aksilar yang diberi perlakuan kolkisin) dengan Oryza sativa menghasilkan benih (seed set) yang meningkat enam kali lipat (dari 0,02% menjadi 0,12%) dibandingkan F1 tanpa perlakuan kolkisin (Amante-Bordeos et al., 1992).

Penggandaan kromosom juga diperlukan untuk mendapatkan tanaman double

haploid yang fertil. Akhir-akhir ini, pembentukan tanaman haploid dari kultur anter

atau metode lainnya memberikan  metode yang cepat untuk menghasilkan galur murni dengan tingkat homozigositas yang tinggi. Tanaman haploid ini harus

ditingkatkan ploidinya menjadi dihaploid sebelum digunakan untuk pengujian dan evaluasi (Wong, 1989).

Kendala Hibridisasi Interspesifik

Dalam pelaksanaannya, upaya persilangan kerabat jauh tidak mudah karena adanya kendala alami seperti benih hibrid yang lemah dan tidak mampu bertahan hidup, serta tanaman F1 yang diperoleh menjadi steril.  Sejauh ini penghalang yang dijumpai dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama adalah hambatan sebelum terjadinya pembuahan (pre-fertilization barrier), yaitu  berupa kegagalan dalam perkecambahan serbuk sari atau lambatnya pertumbuhan tabung serbuk sari. Kedua adalah hambatan sesudah terjadinya pembuahan (post-fertilization barrier), antara lain aborsi embrio saat masih muda dan terjadinya eliminasi kromosom.

Kegagalan perkembangan embrio menjadi biji dewasa merupakan fenomena paling umum dijumpai pada persilangan kerabat jauh (Khush dan Brar, 1986).

Ketidakmampuan untuk tumbuh tersebut terjadi karena adanya mekanisme yang dapat mempengaruhi perkembangan zigot sejak pembelahan sel pertama hingga pembuahan dan hingga diferensiasi akhir dari organ reproduktif dan pembentukan gamet. Penyebab lain kegagalan perkembangan embrio adalah adanya aksi gen spesifik, serta tidak ada keserasian antara inti dan sitoplasma atau antara embrio dan endosperm dari spesies yang digunakan dalam persilangan (Khush dan Brar, 1986). Pada gandum berhasil diidentifikasi gen Kr sebagai penghambat utama terjadinya persilangan kerabat jauh (Snape et al., 1979).

(8)

adalah ketidakserasian antarspesies (Sitch et al.. 1989). Halangan tersebut

diidentifikasikan sebagai ketidakserasian nukleo-sitoplasmik dan embrio-endosperm pada silangan tak sempurna dan ketidakseimbangan kromosom pada hibrid F1. Studi terhadap spesies tanaman pangan memperlihatkan bahwa ketidakserasian dapat berperan pada sejumlah tahapan, yaitu dari tahap penyerbukan hingga tahap perkembangan biji hibrid yang diperoleh.

Berbagai penghalang tersebut menyebabkan rendahnya tingkat keberhasilan dalam persilangan kerabat jauh.  Keberhasilan persilangan (crossability) pada beberapa kombinasi persilangan dibatasi oleh kemampuan dalam pembentukan biji (seed set ), yang tergantung pada genom kedua tetua (Brar, 1991). Pada Triticale, keringnya biji hibrid dikaitkan dengan terjadinya aberasi pembelahan mitotik dalam

endosperm, yang dapat dikaitkan dengan terjadinya keterlambatan duplikasi heterokromatin pada bagian ujung kromosom rye (Pickersgill, 1993).

Ketidakserasian Genom F1 Interspesifik

Genotipe tetua adalah faktor yang sangat menentukan dalam proses pembentukan embrio hibrid (Mariam et al., 1996). Tingkat pembentukan embrio hibrid

interspesifik tergantung pada spesies atau galur yang disilangkan, karena setiap spesies atau galur memiliki tingkat keberhasilan persilangan berbeda-beda (Choi-Yonghwan et al., 1996). Penelitian Masyhudi et al. (1994)  mendapatkan persen pembentukan embrio hasil persilangan tiga kultivar padi, yaitu Ranau, Cisadane dan IR 64 dengan O. australiensis sebesar 1.47%, persilangan Cisadane dan IR 64 dengan O. officinalis sebesar 8.47%.  Mariam et al (1996) mendapatkan persilangan O. sativa dengan         O. minutaO. sativa dengan O. australiensis 0.5-3.2%. 9.5-25.1% dan Brar (1991) mendapatkan persilangan         

Perbedaan spesies yang mempengaruhi tingkat pembentukan biji hibrid tersebut juga berhubungan dengan tingkat kekerabatan antara tetua yang disilangkan. Persilangan kerabat jauh antara padi spesies liar (O. minuta x O. australiensis) lebih berhasil dibandingkan persilangan antara padi budidaya dengan spesies liar (O.

sativa x O. australiensis) (Li et al., 1963). Tingkat pembentukan biji hibrid kelompok

padi galur lokal lebih tinggi dibandingkan varietas unggul nasional karena galur lokal lebih mendekati spesies liar dibandingkan varietas unggul nasional yang telah banyak mengalami proses pemuliaan (Amalliyah, 1999).

(9)

Perbedaan spesies memberikan perbedaan struktur dan morfologi kromosom.  Kondisi tersebut akan menghambat terjadinya homologi kromosom kedua tetua. Perbedaan genom pada persilangan interspesifik antara Capsicum annuum x C.

baccatum menyebabkan ketidaknormalan dalam perpasangan pada waktu meiosis,

sehingga muncul jembatan dan lagging (Gambar 8.10). Perbedaan ukuran yang sangat nyata antara O. sativa dengan O. australiensis akan mengurangi peluang terbentuknya embrio hibrid (Li et al., 1963; Nezu et al., 1960; Amalliyah, 1999).  Kromosom O. australiensis berukuran jauh lebih besar (2-4 kali) dari kromosom O.

sativa sehingga ketidakserasian kedua spesies untuk menyilang semakin tinggi.

Keseimbangan genom atau atau tingkat ploidi kedua tetua yang terlibat dalam persilangan memiliki peranan yang besar dalam menentukan persen pembentukan hibrid.  Keberhasilan pembentukan hibrid interspesifik pada persilangan kerabat jauh lebih tinggi jika genom tetua jantan memiliki tingkat ploidi lebih tinggi dibandingkan tingkat ploidi tetua betina (Nezu et al., 1960).  Persilangan antara

Triticum turgidum (AABB) dengan beberapa tanaman diploid yaitu Aestivum umbellulata (UU), Aestivum uniaristata (UnUn), Aestivum longisima (LL) dan Aestivum bicornis (SbSb) menghasilkan benih hibrid yang tidak viabel, tetapi

persilangan resiprokalnya lebih berhasil (Maan, 1987).

Sterilitas Tanaman F1 Interspesifik

Hibrid interspesifik bersifat steril penuh karena perbedaan genom tetua (Singh dan Hymowitz, 1985).  Meskipun secara morfologi berbeda spesies, Glycine clandestina,

Glycine latifolia dan Glycine  tabacina hanya dibedakan oleh sebuah inversi

parasentrik. Tetua yang memiliki genom yang sama menghasilkan tingkat efisiensi tinggi dalam mendapatkan hibrid, sedangkan tetua yang memiliki genom yang berbeda menghasilkan tingkat efisiensi yang rendah (Khush dan Brar, 1986).

Spesies dengan genom yang sama tidak menjamin terbentuknya hibrid karena ada kemungkinan terdapat perbedaan struktur gen dan kromosom kedua spesies (Nezu

et al., 1960; Amalliyah, 1999).

Perbedaan genom antara tetua yang terlibat dalam persilangan dapat

menyebabkan hibrid yang dihasilkan bersifat mandul penuh    (Li et al., 1961; Amalliyah, 1999; Brubaker et al., 1999; Nikova, 1999). Kemandulan dapat

disebabkan oleh perbedaan struktur dan jumlah kromosom, kurang/tidak adanya homologi kromosom yang menyebabkan posisi univalen dan produksi gamet yang tidak seimbang, yang mengarah pada tingginya tingkat aborsi serbuk sari (Mariam

(10)

et al., 1996). Kromosom yang univalen dapat mencapai 60% (Ladizinsky, 2000).

Meskipun demikian kemandulan tanaman F1 hibrid juga dapat ditemukan pada persilangan tetua dengan genom yang sama baik antar spesies, maupun dalam spesies yang sama (Wan et al., 1997).  Hibrid yang mandul hasil persilangan

dengan genom yang sama tersebut diduga karena adanya karakter mandul jantan pada tetua betina yang disilangkan, sehingga untuk mengatasinya dapat dilakukan silang balik.  Adanya beberapa gen letal yang saling mendukung (Yao et al., 1958) dan adanya pengaruh struktur kriptik dari kromosom hasil persilangan diduga dapat menyebabkan kemandulan (Manuel et al.,  1990).

Berdasarkan pengamatan sitologi, berhasil diidenti-fikasi penyebab kemandulan tanaman hibrid. Kemandulan tanaman hibrid hasil persilangan O. sativa dengan O.

australiensis disebabkan besarnya perbedaan ukuran kromosom  antar  kedua 

tetua  sehingga tidak  terjadi   perpasangan  saat  periode meiosis (Li et al., 1961). Terjadi homologi parsial pada tanaman hibrid hasil persilangan antara O. sativa yang bergenom AA dengan O. officinalis yang bergenom CC (Katayama, 1966).

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran 1: Skala Kecerdasan Emosional Lampiran 2 : Skala Konsep Diri Lampiran 3 : Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosional Lampiran 4 : Uji Validitas dan

Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi

Penyusunan Tugas Akhir ini berjudul “Perencanaan Geometrik dan Tebal Perkerasan Lentur Pada Ruas Jalan Agropolitan Center - Remayu Kecamatan dalam Muara Beliti STA 0+000

Wina, Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan , Jakarta, Prenada Media, 2011, h.. 1) Prinsip ketergantungan positif ( positive

Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh atau dampak dari pelaksanaan sosialisasi politik kepada para pemilih pemula terhadap tingkat partisipasi

Hal ini sangat memberikan peluang bagi mahasiswa untuk sambil belajar dan sambil mencari ( searching ) informasi melalu digital. Akan tetapi berdasarkan hasil survey, hal tersebut

Puji syukur dan terima kasih kepada Allah SWT, atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Paparan Karbon Monoksida

Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan dan Growth Opportunity Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Struktur Modal Sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan Manufaktur