• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Formula Antiserangga Alami

Trial and error formulasi antiserangga alami dilakukan dalam penelitian pendahuluan untuk

mempersiapkan komposisi bahan dalam formula antiserangga yang akan diujikan pada penelitian utama. Bahan baku yang dipilih adalah bahan-bahan alami yang aman digunakan oleh manusia dan ramah lingkungan. Bahan tersebut meliputi bahan aktif, bahan pembawa, dan bahan tambahan. Bahan aktif yang digunakan yaitu minyak daun cengkih dan minyak serai wangi.

4.1.1 Penentuan Bahan Pembawa dan Bahan Pewangi

Air merupakan bahan yang paling aman jika dibandingkan dengan etanol, metanol atau heksan yang biasa digunakan sebagai pelarut minyak atsiri. Sehingga air dipilih sebagai bahan pembawa. Air mawar dipilih, karena aromanya dapat membuat aroma formula antiserangga menjadi lebih wangi. Ini dilakukan setelah trial and error formulasi dengan air suling biasa dibandingkan dengan menggunakan air mawar. Masing-masing dikombinasikan dengan pewangi melati, minyak daun cengkih, dan minyak serai wangi. enam orang ditanya langsung untuk memberikan pendapatnya. Pendapat empat dari enam orang lebih menyukai campuran yang bahan pembawanya air mawar.

Air mawar memiliki aroma seperti minyak mawar, meskipun intensitas aromanya jauh lebih lemah. Aroma mawar yang menurut Brechbill (2009) adalahrosy sweet floral

,

dapat dikombinasikan dengan aroma melati dan aroma bahan aktif yang digunakan, yaitu aroma spicy dari minyak daun cengkih, serta aroma citrusydari minyak serai wangi.

Pewangi melati juga dipilih berdasarkan trial and error, yaitu mencoba beberapa pewangi seperti minyak atsiri lemon, jeruk purut, kenanga, dan pewangi teh hijau. Minyak daun cengkih dan minyak serai wangi masing-masing dicampur dengan minyak lemon, jeruk purut, kenanga, dan pewangi teh hijau. Enam orang ditanya langsung untuk memberikan komentar terkait aromanya. Komentar aroma campuran dengan minyak lemon yaitu wanginya enak tapi menyengat dan aromanya segar tapi agak aneh. Komentar aroma campuran dengan minyak jeruk purut adalah aromanya aneh, menyengat dan aromanya seperti minyak gosok. Komentar aroma campuran dengan kenanga adalah tidak enak, aromanya seperti minyak tawon dan minyak si nyongnyong. Komentar aroma campuran dengan pewangi teh hijau adalah menyengat dan tidak enak. Komentar aroma campuran dengan pewangi melati adalah wangi, aromanya seperti minuman teh melati, segar dan wangi tapi aromanya aneh. Pendapat-pendapat tersebut bersifat subjektif yakni bergantung pada selera pribadi, tetapi memberikan gambaran tentang kombinasi aroma yang terbentuk dalam trial and error ini, sehingga menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan bahan pewangi yang sekiranya dapat diterima oleh panelis pada uji hedonik di penelitian utama. Komentar pewangi melati dinilai lebih baik daripada yang lainnya, sehingga pewangi melati dipilih sebagai bahan pewangi formula antiserangga alami ini.

4.1.2 Penentuan Bahan Pengemulsi

Air dan minyak atsiri memiliki sifat yang antagonistik. Air bersifat polar dan minyak atsiri bersifat nonpolar. Oleh karena itu, perlu agen pengemulsi agar dapat mencampurkan keduanya. Agen pengemulsi ini memiliki dua gugus yang berbeda dalam ikatan kimianya, yaitu gugus hidrofilik yang

(2)

akan berikatan dengan air dan gugus lipofilik yang akan berikatan dengan minyak. Agen pengemulsi yang dipilih adalah pengemulsi yang dapat digunakan untuk emulsi minyak dalam air yaitu yang memiliki nilai HLB (hydrofil lipofil balance) antara 8-18.

Formula antiserangga dalam bentuk emulsi sudah ada di pasaran. Salah satunya yaitu Mortein Natur Gard. Produk ini menggunakan air sebagai bahan pembawa, serta bahan alami tambahan yaitu d-limonen, dan bahan aktif yang digunakannya adalah bahan sintetik, yaitu esbiotrin, permetrin dan imiprotrin. Oleh karena itu, produk ini dijadikan kontrol positif sebagai pembanding stabilitas emulsi dan efektivitas formula antiserangga alami.

Hasil pengukuran stabilitas emulsi produk Mortein adalah 92% dalam 7 hari. Nilai ini menjadi acuan atau target dalam membuat formula antiserangga. Pengamatan stabilitas pada perlakuan-perlakuan yang dilakukan dalam trial and error formulasi ini dihentikan ketika persentase stabilitasnya sudah dinyatakan tidak memenuhi target (92% dalam 7 hari). Stabilitas emulsi produk mortein ditunjukan oleh Gambar 5 dan data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pengemulsi yang pertama kali dipilih adalah pengemulsi yang memiliki nilai HLB 13, yakni yang memenuhi nilai HLB 8-18 untuk pengemulsi minyak dalam air. Polyethilenglicol 40

hydrogenated castor oil atau biasa disebut fixolite memiliki nilai HLB 13. Fixolite biasa digunakan

sebagai pengemulsi formula kosmetik atau parfum. Namun hasil trial and error menunjukan bahwa

fixolite tidak cocok dijadikan pengemulsi formula antiserangga ini, karena stabilitas emulsinya rendah.

Ini dapat dilihat berdasarkan hasil pengukuran stabilitas emulsi yang ditunjukan oleh Gambar 6, dan data hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 4.

92 85 90 95 100 1 2 3 4 5 6 7 St ab il it as E m ul si (% )

Waktu Pengamatan (Hari ke-)

93 95 97 100 88 90 92 94 96 98 100 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 St ab il it as E m ul si (% )

Waktu Pengamatan (Jam ke-)

A B C D 0 0

Gambar 6. Stabilitas emulsi formula antiserangga dalam penentuan jenis bahan pengemulsi Gambar 5. Stabilitas emulsi kontrol positif atau produk pembanding (Mortein)

(3)

Keterangan :

A : Formula yang terdiri atas air mawar, minyak atsiri 5%, dan perbandingan

fixolite dengan minyak atsiri 1:1.

B : Formula yang terdiri atas air mawar, minyak atsiri 5%, perbandingan fixolite dengan minyak atsiri 1:1, dan vaselin 2,5%.

C : Formula yang terdiri atas air mawar, minyak atsiri5%, perbandingan fixolite dengan minyak atsiri 1:1, dan etanol konsentrasi 95% sebanyak 20%.

D : Formula yang terdiri atas air mawar, minyak atsiri 5%, dan perbandingan tween 80 dengan minyak atsiri 1:1.

Gambar 6 menunjukan bahwa stabilitas emulsi formula A terus menurun, yaitu hanya 93% setelah 2 jam pengamatan. Selain itu, masih terbentuk butiran minyak yang kecil di bagian atas campuran. Trial and error dilakukan lagi dengan formulasi B. Vaselin ditambahkan sebagai agen pendispersi yang akan membantu fixolite mendispersikan minyak dalam air. Stabilitas yang dihasilkan kurang baik, yaitu 95% setelah ½ jam. Pengamatan tidak dilanjutkan karena dalam campuran tersebut sebagian vaselin terpisah dan membentuk campuran yang tidak homogen dengan fixolite. Trial and

error dilakukan lagi dengan formulasi C. Etanol dalam formula ini berperan sebagai ko-surfaktan.

Minyak atsiri dilarutkan terlebih dahulu dalam etanol 95% sedikit demi sedikit hingga terbentuk cairan bening. Setelah itu dicampurkan dengan fixolite, kemudian dengan air mawar sambil diaduk. Cara emulsifikasi seperti ini belum mendapatkan formula yang diharapkan. Stabilitas emulsi formula C ini hanya 97% setelah tiga jam.

Fixolite teknis yang digunakan dalam formula antiserangga alami ini ternyata tidak

menghasilkan stabilitas yang diharapkan. Ini dapat disebabkan oleh fixolite yang sudah tercampur homogen dengan minyak, sulit bercampur dengan air. Oleh karena itu, dilakukan lagi pemilihan agen pengemulsi lain yang sifatnya lebih hidrofilik. Ini dilihat berdasarkan sistem emulsi formula antiserangga yang dibuat adalah sistem emulsi minyak dalam air, yang persentase airnya jauh lebih banyak daripada minyaknya. Suryani et al. (2000) menyatakan bahwa pengemulsi dengan HLB yang lebih tinggi memiliki sifat hidrofilik yang lebih besar. Tween 80 memiliki HLB 15 dan Tween 20 memiliki HLB 16.7.

Tween 20 menimbulkan busa yang lebih banyak daripada tween 80, sehingga tween 80 dipilih untuk formulasi ini. Busa tersebut merupakan indikasi bahwa emulsi yang terbentuk kurang baik, karena busa akan mempercepat terjadinya oksidasi formula akibat terperangkapnya udara dalam cairan formula. Dengan demikian tween 80 dipilih sebagai pengemulsi formula antiserangga ini.

4.1.3 Penentuan Konsentrasi Tween 80

Trial and error penggunaan tween 80 sebagai pengemulsi awal dilakukan pada perbandingan

minyak atsiri dengan tween 1:1. Gambar 6 menunjukan hasil pengamatan setelah 5 jam, stabilitasnya tetap yaitu 100%. Trial and error perlakuan tween 80 pada konsentrasi yang lebih rendah pun dilakukan. Ini bertujuan mengetahui apakah penggunaan tween 80 dapat direduksi atau tidak, karena pertimbangan harga tween 80 teknis hampir menyamai harga bahan aktif antiserangga. Hasil pengamatan stabilitas emulsi pada perlakuan tersebut ditunjukkan oleh Gambar 7.

(4)

Formula pada perlakuan perbandingan minyak atsiri dengan tween 80 1:0.2, masih terdapat butiran-butiran minyak setelah pencampuran. Formula dengan perlakuan 1:0.4, stabilitasnya menurun menjadi 93% setelah 1 hari. Formula dengan perlakuan 1:0.6, stabilitas emulsi menurun menjadi 97% pada hari kedua, dan terbentuk endapan putih serta di bagian atas terbentuk butiran-butiran minyak yang kecil. Perlakuan 1:0.8 dan 1:1 menunjukan hal yang sama yaitu stabilitasnya menurun dari 97% dan 96% di hari ke 3, menjadi 88% dan 89% di hari ke 4. Selain itu, pada kedua perlakuan tersebut terbentuk endapan putih sekitar 3%, dimana butiran bening terperangkap dalam endapan tersebut. Data stabilitas emulsi formula pada trial and error penentuan konsentrasi tween 80 dapat dilihat pada Lampiran 5.

4.1.4 Emulsifikasi dengan Cara Sonikasi

Modifikasi teknik emulsifikasi pun dilakukan untuk memperbaik stabilitas emulsi formula. Langkah yang ditempuh adalah dengan cara sonikasi. Getaran yang ditimbulkan oleh sonikator diharapkan dapat membuat butiran minyak menjadi lebih kecil, sehingga mudah terdispersi dalam air. Hasil sonikasi tersebut ternyata belum menghasilkan sistem emulsi yang baik. Apungan minyak pada Gambar 8, masih terbentuk pada formula dengan sonikasi selama ½ dan 1 jam.

93 97 88 89 80 85 90 95 100 1 2 3 5 7 9 12 15 18 21 24 48 72 96 St ab il it as E m ul si (% )

Waktu Pengamatan (Jam ke-)

Minyak atsiri : Tween 80 1:0.4

Minyak atsiri : tween 80 1:0.6

Minyak atsiri : tween 80 1:0.8

Minyak atsiri : tween 80 1:1

Sonikasi ½ jam Sonikasi 1 jam 0

Gambar 7. Stabilitas emulsi formula antiserangga alami dengan perlakuan perbedaan konsentrasi tween 80

(5)

Apungan minyak yang terbentuk disebabkan oleh sonikator yang digunakan tidak cukup kuat memberikan energi getaran untuk memecah butiran minyak. Frekuensi alat ini cukup tinggi yaitu 40 kHz, tetapi dalam aplikasinya kurang cocok. Sonikator yang digunakan adalah sonikator yang biasa digunakan untuk mencuci peralatan kimia (merk Branson 5510). Sebenarnya alat ultrasonik yang biasa digunakan untuk emulsifikasi adalah alat yang dapat menimbulkan proses kavitasi, sedangkan pada proses sonikasi yang dilakukan tidak terjadi kavitasi. Menurut Suryani et al. (2000), fenomena kavitasi terjadi ketika cairan terkena gelembung ultrasonik dan pecah secara acak karena terjadi tensi dan kompresi secara bergantian. Selain itu, risiko emulsifikasi dengan proses sonikasi adalah terjadinya koalense. Getaran sonikasi menyebabkan peningkatan frekuensi tumbukan antar partikel. Jika yang saling bertumbukan adalah partikel yang fasanya sama seperti partikel minyak, maka partikel minyak akan menumbuk partikel minyak yang lainnya dan menyatu menjadi partikel yang lebih besar, sehingga terjadi koalense seperti yang terlihat pada Gambar 8 tersebut.

4.1.5 Emulsifikasi dengan Cara Memperpanjang Waktu Pengadukan

Cara emulsifikasi yang lain dicoba lagi, yakni dengan cara memperpanjang waktu pengadukan. Tujuannnya adalah membuat campuran yang lebih homogen. Waktu pengadukan yang semakin lama akan memperkecil ukuran butiran minyak dan mempermudahnya terdispersi ke dalam air sehingga terbentuk campuran yang lebih homogen.

Perlakuan dalam trial and error ini adalah pengadukan dengan pengaduk magnetik selama 1, 2, dan 3 jam. Hasil pengamatan menunjukan bahwa cara tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stabilitas emulsi. Stabilitas emulsi dengan perbandingan minyak atsiri : tween 1:0.8 diaduk selama 1, 2 dan 3 jam, pada hari ke-5 menurun menjadi 88%, 89%, 87%, dan menurun lagi pada hari ke-6 menjadi 77%, 76%, 79%. Adapun stabilitas emulsi dengan perbandingan bahan aktif : tween 1:1 diaduk selama 1, 2 dan 3 jam, pada hari ke-5 menurun menjadi 86%, 91%, 91%, dan menurun lagi pada hari ke-6 menjadi 79%, 78%, dan 80%. Perlakuan stabilitas emulsi dengan cara ini belum mencapai target yaitu 92% sampai hari ke-7. Stabilitas emulsi hasil pengamatan tersebut ditunjukan oleh Gambar 9 dan data stabilitas emulsi dengan perlakuan lama pengadukan ini dapat dilihat pada Lampiran 6.

60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6 St ab il it as E m ul si (% )

Waktu Pengamatan (hari ke-)

pengadukan 1 jam; minyak atsiri : tween 80 = 1:0.8

pengadukan 1 jam; minyak atsiri : tween 80 = 1:1

pengadukan 2 jam; minyak atsiri : tween 80 = 1:0.8

pengadukan 2 jam; minyak atsiri : tween 80 = 1:1

pengadukan 3 jam; minyak atsiri : tween 80 = 1:0.8

pengadukan 3 jam; minyak atsiri : tween 80 = 1:1

0

(6)

4.1.6 Penggantian Bahan Tambahan pada Formula Antiserangga Alami

Trial and error selanjutnya, yaitu dengan mencoba formula baru yang merujuk pada pengajuan

paten Supriadi (2010), namun ada beberapa bahan yang tidak diikutsertakan yaitu gum arab, setil alkohol dan tween 20 diganti dengan tween 80. Gum arab dan setil alkohol tidak ditambahkan karena membuat formula lebih kental, sehingga sulit disemprotkan, atau butiran semprotannya akan cepat jatuh. Formula ini dibuat dengan cara mencampurkan tween 80 dengan bahan aktif terlebih dahulu, kemudian ditambahkan air suling dan diaduk. Setelah itu ditambahkan asam stearat yang sudah dicairkan dan natrium hidroksida. Kalium klorida dan trietanol amin ditambahkan sebagai penstabil pH, kemudian formula tersebut diaduk selama 1 jam.

Pengamatan terhadap formula yang merujuk pada paten tersebut menunjukan adanya gumpalan yang terbentuk dalam formula setelah 4 hari. Gumpalan tersebut adalah asam stearat yang memadat wujudnya kembali menjadi padat. Proses perbaikan formula ini tidak dilanjutkan lagi, karena mempertimbangkan kembali aplikasi produk antiserangga alami. Formula ini tidak sesuai dengan aplikasi produk dalam penelitian ini, yaitu sebagai antiserangga alami yang digunakan dalam kegiatan rumah tangga, sedangkan formula ini aplikasinya sebagai pestisida untuk tanaman. Penggumpalan asam stearat yang terjadi ditunjukkan oleh Gambar 10.

Gambar 10. Penggumpalan asam stearat

4.1.7 Emulsifikasi dengan Cara Penambahan Fasa Air Sedikit Demi Sedikit

Langkah selanjutnya yang ditempuh adalah dengan menggunakan cara emulsifikasi lain yaitu penambahan air mawar dilakukan sedikit demi sedikit. Menurut Becher dalam Suryani et al. (2000) emulsifikasi dapat dilakukan dengan metode agen dalam minyak yaitu penambahan air langsung ke dalam campuran agen dalam minyak, sehingga terbentuk sistem emulsi air dalam minyak. Penambahan air yang terus menerus akan merubah sistem tersebut menjadi sistem emulsi minyak dalam air atau biasa disebut proses inversi.

Cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan buret untuk menambahkan bahan sedikit demi sedikit ke dalam bahan lain yang sedang diaduk . Tujuannya adalah membuat campuran lebih homogen. Formulasi ini tetap menggunakan bahan yang terdiri atas air mawar, bahan aktif, dan pengemulsi. Vaselin pun digunakan kembali dalam formula ini, karena merujuk pada penelitian Prasetyo (2011) yang telah membuat formula antinyamuk semprot yang menggunakan vaselin dengan perbandingan vaselin dengan tween 80 1:14.6. Vaselin berperan sebagai propellant yang membuat butiran semprotan formula menjadi lebih halus dan merata. Selain itu, vaselin juga berperan sebagai penghambat pembentukan busa. Udara yang terperangkap dalam formula (busa) dapat menyebabkan oksidasi sehingga produk cepat rusak.

Pertimbangan penambahan vaselin ini dilakukan berdasarkan trial and error kualitatif dengan cara menyemprotkan formula ke dinding tembok. Penyemprotan dilakukan dari jarak 20 cm. Bekas

Asam stearat memadat kembali setelah 4 hari

(7)

semprotan terlihat basah, baik semprotan Mortein, formula dengan vaselin, maupun yang tidak menggunakan vaselin. Diameter bekas semprotan mortein sekitar 5.5 cm. Diameter bekas semprotan formula dengan vaselin sekitar 7 cm. Diameter bekas semprotan formula tanpa vaselin sekitar 10.5 cm dan ada butiran air yang mengalir ke bawah, sedangkan pada formula dengan penambahan vaselin tidak ada butiran air yang mengalir ke bawah. Deskripsi bentuk semprotan Mortein, semprotan formula dengan tambahan vaselin dan semprotan formula yang tidak menggunakan vaselin ditunjukan oleh Gambar 11.

Gambar 11. Bentuk bekas semprotan Mortein (a), formula dengan vaselin (b) dan formula tanpa vaselin (c)

Selain itu, pertimbangan pemilihan vaselin juga dilakukan karena setelah proses pengadukan, dilakukan pengamatan terhadap busa yang terbentuk. Campuran tanpa vaselin masih membentuk busa dalam pengamatan selama 5 menit. Campuran dengan vaselin, awalnya terbentuk busa sesaat setelah pengadukan, tetapi setelah 5 menit, busanya menghilang.

Langkah pertama yang dilakukan dalam teknik emulsifikasi tersebut adalah pembuatan campuran yang terdiri atas tween 80, vaselin dan air suling (disebut campuran x). Ketiga bahan tersebut dicampurkan dan panaskan hingga suhu 60oC, sambil diaduk hingga homogen. Awalnya bahan yang digunakan adalah air mawar, tetapi ketika dipanaskan sampai suhu 60oC, tercium aroma

yang tidak enak seperti bau asap daun yang terbakar, sehingga air mawar diganti dengan air suling karena baunya netral. Campuran x dicampurkan ke dalam bahan aktif setelah suhunya mencapai 40oC,

karena jika dicampurkan saat suhunya masih 60oC, akan menyebabkan bahan aktif cepat menguap.

Pada suhu dibawah 40oC campuran x mulai mengental, sehingga campuran tersebut harus

ditambahkan ke dalam bahan aktif yang sedang diaduk, jika tidak sambil diaduk, vaselin akan cepat memadat kembali sebelum tercampur. Setelah itu, air mawar dari buret dialirkan ke dalam campuran tersebut dengan katup terbuka 1/3-nya sekitar 50ml/4menit, sambil diaduk selama 1 jam.

(a) (b)

(c)

Noda basah bekas semprotan yang mengindikasikan perbedaan partikel semprotan yang terbentuk Butiran air mengalir pada dinding tembok yang mengindikasikan bahwa partikel semprotan yang terbentuk ukurannya lebih besar

(8)

Cara emulsifikasi dengan penambahan fasa air sedikit demi sedikit ke dalam fasa minyak, merubah sistem emulsi (inversi) secara perlahan. Sistem emulsi awal yang terbentuk adalah sistem emulsi air dalam minyak. Air mawar yang ditambahkan sedikit demi sedikit dari buret akan terdispersi ke dalam campuran minyak atsiri dan campuran x yang sedang diaduk. Penambahan air dari buret yang kontinyu merubah sistem emulsi secara perlahan-lahan. Fasa air terus meningkat, sementara pengadukan tetap berlangsung, sehingga homogenitas campuran tetap terjaga. Kondisi sistem emulsi pun berbalik, yakni fasa minyak menjadi terdispersi dalam air, sehingga terbentuk emulsi minyak dalam air yang tetap homogen.

Hasil pengamatan menunjukan bahwa teknik emulsifikasi yang menggunakan buret dapat mendekati target 92% pada hari ke 7. Stabilitas emulsi dengan perbandingan tween 80 : bahan aktif 1:0.8 dan 1:1 menggunakan metode ini adalah 86% dan 91% pada pengamatan hari ke-7. Stabilitas emulsi dengan teknik ini ditunjukkan oleh Gambar 12 dan datanya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Berdasarkan trial and error yang telah dilakukan, formula antiserangga yang akan diujikan terdiri atas bahan aktif, air mawar, tween 80, vaselin, dan pewangi melati. Air mawar digunakan sebagai bahan pembawa, tween 80 sebagai pengemulsi, pewangi melati, dan vaselin sebagai

propellant dan bahan anti busa. Perbandingan tween 80 dengan minyak atsiri dan pewangi adalah 1:1,

perbandingan vaselin dengan tween 80 adalah 1:14.6, dan pewangi melati sebanyak 1%. Adapun teknik emulsifikasi untuk membuat formula antiserangga alami ini adalah dengan menambahkan air mawar sedikit demi sedikit sekitar 50ml/4menit menggunakan buret ke dalam campuran bahan aktif, pewangi melati, tween 80, vaselin, dan air suling.

4.2 Efektivitas dan Penerimaan Formula Antiserangga Alami

Penelitian utama meliputi uji efikasi dan uji hedonik. Uji efikasi dilakukan terhadap lalat dan nyamuk. Uji ini bertujuan mengetahui efektivitas formula antiserangga dalam melumpuhkan serangga (lalat dan nyamuk). Adapun uji hedonik bertujuan mengetahui penerimaan atau tingkat kesukaan konsumen terhadap aroma formula antiserangga. Pengaruh faktor dalam penelitian utama ini yaitu perbedaan bahan aktif dan konsentrasi. Bahan aktif yang digunakan adalah minyak daun cengkih, minyak serai wangi dan campuran kedua minyak tersebut dengan perbandingan 1:1. Setiap jenis bahan aktif diuji pada tiga tingkat konsentrasi yaitu 2.5%, 5%, dan 7.5%.

86 91 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6 7 St ab il it as E m ul si (% )

Waktu Pengamatan (Hari ke-)

minyak atsiri : tween 80 1:0.8

minyak atsiri : tween 80 1:1

0

(9)

4.2.1 Uji Efikasi Lalat

Lalat uji yang digunakan adalah lalat yang didapat dari sekitar tempat sampah asrama putri Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor (IPB). Menurut Santi (2001), lalat rumah

(Musca domestika) banyak berkembang biak dan hidup pada sampah yang ditumpuk di tempat

terbuka yang terdapat zat-zat organik. Tempat sampah asrama putri TPB IPB, kondisinya sama dengan yang digambarkan oleh Santi (2001) tersebut. Dengan demikian lalat yang diuji dalam penelitian ini termasuk lalat rumah.

Efektivitas antiserangga dalam melumpuhkan lalat pada konsentrasi 2.5%, 5%, dan 7.5% dengan bahan aktif minyak daun cengkih adalah 0%, 3%, 13%, dengan bahan aktif minyak serai wangi adalah 0%, 2%, 15%, dan dengan bahan aktif campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi 0%, 2%, dan 13%. Adapun produk pembanding, dapat melumpuhkan 100% lalat. Hasil uji efikasi lalat diilustrasikan oleh Gambar 13 .

Berdasarkan Gambar 13, antiserangga alami yang dibuat memiliki efektivitas yang rendah dalam melumpuhkan lalat, jika dibandingkan dengan produk pembanding, yaitu kurang dari 20%. Respon lalat terhadap antiserangga dan produk pembanding saat pengujian berbeda. Setelah penyemprotan dengan Mortein, lalat terbang kesana-kemari dengan cepat dan mengeluarkan suara yang keras. Lalat banyak yang jatuh sebelum dua menit pengamatan. Lalat yang jatuh dengan posisi punggung di bawah, terus bergerak berputar-putar pada posisi yang sama dan masih mengeluarkan suara. Sebagian besar lalat yang jatuh tidak menunjukan respon gerakan saat disentuh dengan cotton bud setelah pengamatan berakhir pada menit ke-20. Setelah perawatan selama 24 jam pun, yakni dimasukan ke dalam wadah berisi kapas basah oleh sukrosa 10% dan disimpan pada suhu kamar, semua lalat tersebut tidak menunjukan adanya respon gerakan, dan dinyatakan mati. Sedangkan respon lalat setelah disemprot dengan antiserangga, secara umum menunjukan respon yang berbeda dengan responnya terhadap mortein.

Setelah penyemprotan formula antiserangga alami, lalat terbang kesana-kemari tanpa suara yang keras seperti setelah penyemprotan mortein. Lalat sebagian besar terus menempel di dinding alat uji dan tidak terbang, lalat kemudian jatuh dan masih bisa jalan merayap. Setelah 20 menit pengamatan, lalat dipindahkan ke dalam gelas plastik untuk perawatan. Setelah 24 jam, sebagian lalat ada yang masih bisa merayap ke pinggir gelas, dan ada juga yang hanya merespon gerakan sedikit loncatan ketika disentuh dengan cotton bud. Data hasil uji efikasi lalat dapat dilihat pada Lampiran 9.

0 3 13 0 2 15 0 2 13 100 0 20 40 60 80 100 2.5% 5% 7.5% Mortein K el um puh an L al at (% ) Perlakuan Konsentrasi

minyak daun cengkih minyak serai wangi

campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi

produk pembanding

(10)

Hasil analisis menggunakan rancangan acak lengkap menunjukan bahwa perbedaan jenis bahan aktif tidak berpengaruh signifikan terhadap kelumpuhan lalat. Perbedaan konsentrasi bahan aktif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kelumpuhan lalat. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa konsentrasi 2.5% dan 5% berpengaruh sama terhadap kelumpuhan lalat tapi pada konsentrasi 7.5% pengaruhnya berbeda dibandingkan dengan semua perlakuan konsentrasi. Uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 10.

Berdasarkan analisis statistik tersebut, racun kontak yang terkandung dalam bahan aktif minyak daun cengkih dan minyak serai wangi memiliki kinerja yang sama dalam melumpuhkan lalat. Efek dari racun kontak baru terlihat pada perlakuan konsentrasi 5%, sedangkan pada konsentrasi 2.5% tidak ada lalat yang jatuh. Lalat yang jatuh terus meningkat jumlahnya pada perlakuan 7.5%. Ini menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi, lalat yang jatuh semakin banyak.

Peningkatan konsentrasi menyebabkan kelumpuhan lalat juga meningkat. Ini disebabkan oleh paparan racun terhadap lalat semakin banyak. Lalat lumpuh karena dalam bahan aktif mengandung racun kontak. Menurut Harris (1987) sitronela bersifat racun dehidrasi (desiscant) saat kontak dengan serangga. Hart (1990) menyatakan bahwa eugenol merupakan senyawa fenol yang memiliki gugus alkohol sehingga dapat melemahkan dan mengganggu sistem saraf.

Fardaniyah (2007) telah melakukan penelitian tentang daya tolak minyak serai wangi terhadap lalat hijau. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa daya proteksi minyak serai wangi terhadap lalat yang hinggap semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi, yaitu pada konsentrasi 0%, 2.5%, 5%, 10%, 20%, 40% memiliki daya proteksi 93.6%, 94.2%, 96.6%, 97%, 98.6%, dan 99.8%. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Fardaniyah (2007) tersebut. Minyak serai wangi dalam penelitian ini dikontakkan langsung (dipaksa kontak) dengan lalat, sedangkan penelitian Fardaniyah (2007) tidak. Namun demikian, data tersebut dapat dijadikan pendukung karena peningkatan konsentrasi menyebabkan lalat dapat mendeteksi adanya peningkatan bahaya racun pada bahan aktif, dan terjadi paparan racun yang lebih banyak pada kosentrasi bahan aktif yang lebih tinggi.

4.2.2 Uji Efikasi Nyamuk

Nyamuk uji yang digunakan adalah nyamuk Aedes aegypti. Pengujian dilakukan dari pukul 7.30-16.00. Ini adalah waktu nyamuk Aedes aegypti sedang aktif. Sebagaimana menurut Wijana dan Ngurah (1982) Aedes aegypti termasuk nyamuk "day biter" (aktif menghisap makanan di siang hari).

Efektivitas formula antiserangga alami dalam melumpuhkan nyamuk pada konsentrasi 2.5%, 5% dan 7.5% dengan bahan aktif minyak daun cengkih adalah 10%, 18%, 33%, dengan bahan aktif minyak serai wangi adalah 10%, 17%, 32%, dan dengan bahan aktif campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi adalah 8%, 18%, dan 32%. Adapun produk pembanding, dapat melumpuhkan 100% nyamuk. Hasil uji efikasi nyamuk diilustrasikan oleh Gambar 14.

Gambar 14 menunjukkan bahwa formula antiserangga alami memiliki efektivitas yang rendah dalam melumpuhkan nyamuk yaitu paling tinggi mencapai 33%. Respon nyamuk terhadap antiserangga alami dan produk pembanding saat pengujian berbeda. Nyamuk yang sesaat setelah disemprot dengan mortein sebagian besar langsung jatuh. nyamuk yang tidak langsung jatuh, menempel ke dinding alat dan beberapa menit kemudian juga jatuh. Sedangkan nyamuk yang disemprot dengan antiserangga alami, ada yang langsung jatuh dalam waktu dua menit setelah penyemrotan, tapi sebagian besar menunjukan respon limbung, yakni nyamuk terbang rendah dan jatuh, kemudian terbang rendah dan jatuh lagi. Ada juga nyamuk yang menempel di dinding beberapa menit, kemudian jatuh. Setelah 20 menit pengamatan, masih ada nyamuk jatuh yang menunjukan respon loncatan saat akan dipindahkan ke dalam gelas plastik.

(11)

Setelah 24 jam perawatan dengan pemberian pakan sukrosa 10% dalam kapas basah, nyamuk yang mati tidak menunjukan adanya gerakan saat disentuh dengan cotton bud, sedangkan nyamuk yang masih hidup memberikan respon gerakan atau menempel ditutup kasa bagian atas gelas plastik.

Nyamuk yang jatuh tidak semuanya mati, tetapi setelah perawatan 24 jam, ada nyamuk yang masih hidup atau pulih kembali. Gambar 15, 16, dan 17 menunjukan persentase nyamuk yang mati dan pingsan dengan perbedaan konsentrasi pada setiap jenis bahan aktif. Data hasil uji efikasi nyamuk dapat dilihat pada Lampiran 11.

10 18 33 10 17 32 8 18 32 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2.5% 5% 7.5% Mortein K el um puh an N ya m uk (% ) Perlakuan Konsentrasi

minyak daun cengkih minyak serai wangi campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi produk pembanding 8.3 10 13.3 1.7 8.3 20 0 10 20 30 40 2.5% 5% 7.5% K el um puh an N ya m uk (% )

Konsentrasi Minyak Daun Cengkih mati pingsan 6.7 3.3 11.7 3.3 13.3 20 0 10 20 30 40 2.5% 5% 7.5% K el um puh an N ya m uk (% )

Konsentrasi Minyak Serai wangi mati pingsan

Gambar 14. Efektivitas formula antiserangga alami dalam melumpuhkan nyamuk Aedes aegypti

Gambar 15. Persentase nyamuk yang mati dan pingsan dengan bahan aktif minyak daun cengkih

(12)

Hasil analisis menggunakan rancangan acak lengkap menunjukkan bahwa perbedaan bahan aktif tidak berpengaruh signifikan terhadap kelumpuhan nyamuk. Perbedaan konsentrasi bahan aktif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kelumpuhan nyamuk. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa konsentrasi 2.5% dan 5% memberikan pengaruh yang sama terhadap kelumpuhan nyamuk, tetapi pada konsentrasi 7.5% pengaruhnya berbeda dibandingkan dengan semua perlakuan konsentrasi lainnya. Kecuali perlakuan dengan bahan aktif minyak daun cengkih, perbedaan tingkat konsentrasi memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain terhadap kelumpuhan nyamuk. Analisis sidik ragam uji efikasi nyamuk dapat dilihat pada Lampiran 12.

Berdasarkan analisis statistik tersebut, racun kontak yang terkandung dalam bahan aktif minyak daun cengkih dan minyak serai wangi memiliki kinerja yang sama dalam melumpuhkan nyamuk. Efek dari racun kontak sudah terlihat pada perlakuan konsentrasi 2.5%. Nyamuk yang jatuh terus meningkat jumlahnya pada perlakuan 5% dan 7.5%. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan aktif, nyamuk yang jatuh semakin banyak.

Peningkatan konsentrasi menyebabkan peningkatan jumlah nyamuk yang lumpuh dalam penelitian ini disebabkan oleh paparan racun kontak yang semakin banyak. Penelitian serupa telah dilakukan oleh Kiswanti (2009) yang melakukan uji efikasi produk gel penolak nyamuk terhadap

Culex quinquefasciatus. Hasil penelitiannya menunjukan jumlah nyamuk yang jatuh setelah 6 jam dan

dinyatakan mati, pada konsentrasi serai wangi 10% adalah 26,67%, pada konsentrasi 15% sebanyak 52% dan pada konsentrasi 20% mencapai 60%.

Nyamuk mati atau pingsan disebabkan oleh racun kontak yang terkandung dalam bahan aktif. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Harris (1987) bahwa sitronela bersifat racun dehidrasi (desiscant) saat kontak dengan serangga dan mati akibat kehilangan cairan terus menerus. Hart (1990) menyatakan bahwa eugenol merupakan senyawa fenol yang memiliki gugus alkohol sehingga dapat melemahkan dan mengganggu sistem saraf. Mutchler (1991) diacu dalam Setyaningrum (2007) menerangkan bahwa mekanisme kerja racun kontak sitronela adalah dengan menghambat enzim asetilkolinesterase, sehingga terjadi fosforilasi asam amino serin pada pusat asteratik enzim bersangkutan. Gejala keracunannya timbul karena adanya penimbunan asetilkolin yang menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, kejang, kelumpuhan pernafasan, dan kematian.

6.7 5 18.3 1.7 13.3 13.3 0 10 20 30 40 2.5% 5% 7.5% K el um puh an N ya m uk (% )

Konsentrasi Campuran Minyak Daun Cengkih dan Minyak Serai Wangi

mati pingsan

Gambar 17. Persentase nyamuk yang mati dan pingsan dengan bahan aktif campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi

(13)

4.2.3 Uji Hedonik

Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau penerimaan konsumen terhadap aroma formula antiserangga alami. Komposisi formula dalam uji hedonik ini sama dengan komposisi formula dalam uji efikasi. Komponen bahan dalam uji hedonik terdiri atas bahan aktif, air mawar, tween 80, vaselin, dan pewangi melati 1%. Perlakuan dalam uji hedonik ini yaitu perbedaan jenis bahan aktif dan konsentrasinya.

Tingkat kesukaan setiap perlakuan ditentukan berdasarkan persentase panelis terbanyak menilai pada tingkat kesukaan tersebut. Produk pembanding diujikan dalam uji hedonik ini untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap produk tersebut dan hasilnya dijadikan pembanding dengan formula antiserangga alami yang dibuat. Berdasarkan hasil uji hedonik tersebut, panelis terbanyak yaitu mencapai 39%, memberikan penilaian tidak suka terhadap aroma mortein. Tingkat kesukaan panelis terhadap Mortein ditunjukan oleh Gambar 18.

Formula antiserangga alami dengan bahan aktif minyak daun cengkih pada konsentrasi 2.5%, 5%, dan 7.5% mencapai tingkat kesukaan yang berbeda satu sama lain. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma dengan bahan aktif minyak daun cengkih ini dapat dilihat pada Gambar 19.

6 39 16 19 3 16 0 0 10 20 30 40 50 sangat tidak suka tidak suka agak tidak

suka

netral agak

suka suka sangat suka

Pe rs en ta se P an el is ( % ) Tingkat Kesukaan 0 10 20 30 40 50 29 45 26 Pe rs en ta se P an el is (% ) Tingkat Kesukaan konsentrasi 2.5% konsnetrasi 5% konsnetrasi 7.5% Gambar 18. Tingkat kesukaan aroma Mortein

(14)

Berdasarkan Gambar 19 di atas, panelis terbanyak yaitu 29% panelis menilai aroma formula dengan minyak daun cengkih 2.5% pada tingkat agak suka. Panelis terbanyak yakni mencapai 45% panelis menilai aroma formula dengan minyak daun cengkih 5% pada tingkat suka. Adapun formula dengan minyak daun cengkih 7.5%, panelis terbanyak yaitu 26% panelis menilai aromanya pada tingkat netral. Dengan demikian, aroma formula dengan perlakuan konsentrasi minyak daun cengkih 2.5% agak disukai, konsentrasi 5% disukai, dan konsentrasi 7.5% aromanya netral.

Formula antiserangga alami dengan minyak serai wangi pada konsentrasi 2.5%, 5%, dan 7.5% mencapai tingkat kesukaan yang sama. Panelis terbanyak yaitu 32% panelis menilai agak tidak suka terhadap aroma formula dengan konsentrasi minyak serai wangi 2.5%. Panelis terbanyak yaitu 35% panelis menilai aroma formula dengan konsentrasi minyak serai wangi 5% pada tingkat agak tidak suka juga. Demikian pula, panelis terbanyak yaitu 29% panelis menilai agak tidak suka terhadap aroma formula dengan konsentrasi minyak serai wangi 7.5%. Dengan demikian, aroma dengan minyak serai agak tidak disukai oleh panelis. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma formula dengan minyak serai wangi ini dapat dilihat pada Gambar 20.

0 5 10 15 20 25 30 35 323529 Pe rs en ta se pa ne li s 9% ) Tingkat Kesukaan konsentrasi 2.5% konsentrasi 5% konsnetrasi 7.5% 0 10 20 30 40 35 35 26 Pe rs en ta se P an el is (% ) Tingkat Kesukaan konsentrasi 2.5% konsentrasi 5% konsentrasi 7.5% Gambar 20. Tingkat kesukaan aroma formula dengan bahan aktif minyak serai wangi

Gambar 21. Tingkat kesukaan aroma dengan bahan aktif campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi

(15)

Gambar 21 menunjukan bahwa formula antiserangga alami dengan bahan aktif campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi 1:1, pada konsentrasi 2.5% agak disukai oleh panelis, pada konsentrasi 5% dan 7.5% disukai oleh panelis. Panelis terbanyak yaitu 26% panelis menilai agak suka terhadap aroma formula dengan perlakuan konsentrasi 2.5%. Panelis terbanyak yaitu 35% panelis menilai suka terhadap aroma formula dengan perlakuan 5% dan 7.5%.

Penerimaan aroma formula antiserangga alami dalam penelitian ini dibatasi atau diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok aroma yang tidak diterima oleh panelis yaitu aroma pada tingkat kesukaan agak tidak suka, tidak suka dan sangat tidak suka. Kedua kelompok aroma netral. Ketiga, kelompok aroma yang diterima oleh panelis yaitu pada tingkat kesukaan agak suka, suka, dan sangat suka. Persentase jumlah panelis yang menilai agak suka, suka dan sangat suka diakumulasikan menjadi persentase panelis yang menerima aroma formula antiserangga. Persentase tertinggi, yaitu 77% persen panelis menerima formula berbahan aktif campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi (1:1) dengan konsentrai 5%. Persentase panelis yang menerima aroma formula antiserangga alami ditunjukkan oleh Gambar 22.

Keterangan:

A1 = minyak daun cengkih dengan konsentrasi 2.5% A2 = minyak daun cengkih dengan konsentrasi 5% A3 = minyak daun cengkih dengan konsentrasi 7.5% B1 = minyak serai wangi dengan konsentrasi 2.5% B2 = minyak serai wangi dengan konsentrasi 5% B3 = minyak serai wangi dengan konsentrasi 7.5%

C1 = Campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi (1:1) dengan konsentrasi 2.5% C2 = Campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi (1:1) dengan konsentrasi 5% C3 = Campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi (1:1) dengan konsentrasi 7.5%

Berdasarkan Gambar 22, panelis cenderung lebih banyak menyukai aroma dengan perlakuan bahan aktif minyak daun cengkih, dan campuran minyak daun cengkih dengan minyak serai wangi. Hal ini mengindikasikan bahwa kombinasi aroma yang ditimbulkan oleh aroma air mawar, dan pewangi melati, dengan minyak daun cengkih lebih baik daripada dikombinasikan dengan minyak serai wangi. Namun demikian, kombinasi aroma yang ditimbulkan oleh aroma air mawar, dan pewangi melati dengan campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi lebih disukai daripada perlakuan lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh komposisi aroma pada formula dengan perlakuan bahan aktif campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi memiliki aroma yang lebih kaya daripada formula lainnya.

65 71 48 35 35 45 65 77 45 19 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Pe rs en ta se P an le is (% ) Perlakuan

Gambar

Gambar 6. Stabilitas emulsi formula antiserangga dalam penentuan jenis bahan pengemulsi Gambar 5
Gambar 7. Stabilitas emulsi formula antiserangga alami dengan perlakuan   perbedaan konsentrasi tween 80
Gambar 9. Stabilitas emulsi dengan perlakuan perbedaan lama waktu pengadukan
Gambar 11. Bentuk bekas semprotan Mortein (a), formula dengan vaselin (b)                                      dan formula tanpa vaselin (c)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah studi fasa forsterit dengan bahan dasar serbuk silika amorf dari hasil pemurnian pasir silika Tanah Laut dan serbuk

Takrir atau pengulangan yang dilakukan dalam menghafal Al- Qur‟an masuk dalam kategori pertama yaitu pengulangan yang dilakukan tanpa mengubah struktur dan yang terpenting

Dari hasil analisis, dapat dilihat perbedaan antara puncak endotermik yang dihasilkan oleh KPE kitosan-pektin dengan polimer asalnya yaitu kitosan dan pektin.. Hal tersebut

Pada analisa tahanan tanah lateral yang bersifat liner elastis, tanah dimodelkan sebagai spring dengan dilakukan peninjauan pada tiap meter kedalaman tanah sebagai gaya

Perseroan optimis dana tersebut dapat terserap seluruhnya hingga akhir tahun ini dikarenakan kerja sama dengan produsen semen yang pasar utamanya berada di Kawasan

ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. 3) Cooperative Learning dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia diharapkan menjaga stabilitas moneter melalui pengawalan terhadap inflasi, karena hasil penelitian baik dalam jangka pendek