• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah kasus PT. Askrindo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah kasus PT. Askrindo"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Tata Kelola Perusahaan

Makalah Tata Kelola Perusahaan

Kasus PT. Askrindo Tentang Tanggung Jawab

Kasus PT. Askrindo Tentang Tanggung Jawab Direksi

Direksi

Dan Dewan Komisaris

Dan Dewan Komisaris

Disusun oleh: Disusun oleh: Dani Rachmat S.K. Dani Rachmat S.K. Farisan W. Farisan W. Miranti Miranti Novita Wardhani Novita Wardhani

PROGRAM EKSTENSI AKUNTANSI PROGRAM EKSTENSI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN AJARAN 2015/2016 TAHUN AJARAN 2015/2016

(2)

STATEMENT OF AUTHORSHIP STATEMENT OF AUTHORSHIP

“ Kami yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas “ Kami yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir merupakan murni hasil dari pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada terlampir merupakan murni hasil dari pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada  pekerjaan orang lain yang

 pekerjaan orang lain yang saya/kami gunakan tanpa msaya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.enyebutkan sumbernya.  Materi ini belum/tidak pernah dasajikan/digunakan sebagai bahan makalah/tuga  Materi ini belum/tidak pernah dasajikan/digunakan sebagai bahan makalah/tugass

mataajaran lain kecuali makalah/tugas ini saya kumpulkan dapat diperbanyak mataajaran lain kecuali makalah/tugas ini saya kumpulkan dapat diperbanyak dan dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”

dan dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”

 Nama

 Nama : Farisan Wanaputra: Farisan Wanaputra  NPM

 NPM : 1406645304: 1406645304 Tanda Tangan :

Tanda Tangan :

 Nama

 Nama : Miranti: Miranti  NPM

 NPM : 1406645701: 1406645701 Tanda Tangan :

Tanda Tangan :

 Nama

 Nama : Novita Wardhani: Novita Wardhani  NPM

 NPM : 1406645872: 1406645872 Tanda Tangan :

Tanda Tangan :

 Nama

 Nama : Dani R: Dani R  NPM

 NPM : 1406645134: 1406645134 Tanda Tangan :

Tanda Tangan :

Mata

Mata Ajaran Ajaran : : Tata Tata Kelola Kelola PerusahaanPerusahaan Judul

Judul Makalah/Tugas Makalah/Tugas :: Kasus PT. Askrindo Kasus PT. Askrindo Tanggal

(3)

Daftar Isi

Statement Of Authorship... 2

Daftar Isi... 3

Pendahuluan ... 4

Landasan Teori ... 6

Kronologi Kasus PT. Askrindo ... 12

Keterkaitan Kasus denganOECD Principal  ... 15

Keterkaitan Kasus dengan Peraturan Bank Indonesia ... 18

Keterkaitan Kasus dengan Peraturan Bapepam-LK ... 19

Keterkaitan Kasus dengan sistemOne-Tier dan Two-Tier  ... 20

Kesimpulan ... 22

(4)

Bab 1

Pendahuluan

Internal perusahaan menjadi hal yang vital dalam kelangsungan hidup  perusahaan. Dalam prinsip OECD no 6 (enam), internal perusahaan, baik itu pihak dewan direksi maupun dewan komisaris, bertanggung jawab dalam melaksanakan  pengelolaan dan pengawasan sumber daya perusahaan. Banyak peraturan- peraturan yang menjelaskan tentang tugas, tanggung jawab, dan kewenangan

dewan direksi maupun dewan komisaris.

Menurut Peraturan BI no. 8 tahun 2006, Direksi sebagai pengelola kegiatan emiten, bertanggungjawab secara penuh dan dengan iktikad baik serta menganut  prinsip kehati-hatiannya menjalankan tugas pengelolaan terhadap emiten dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan pihak-pihak yang terkait. Disisi lain, terdapat pihak independen, yaitu komisaris yang bertanggung jawab untuk mengawasi secara profesional segala tindak tanduk dan keputusan direksi, sebagai koridor untuk mencapai tujuan perusahaan. Kedua pihak tersebut memainkan  peran penting dalam menjamin kepercayaan investor dalam menanamkan modalnya dalam emiten. Direksi serta komisaris harus bersifat lebih terbuka dan menjunjung tinggi nilai objektivitas agar semua pihak dapat diuntungkan tanpa terkecuali.

Disisi lain terdapat yang namanya komisaris independen. Komisaris independen disebut sebagai salah satu elemen pendukung para komisaris lainnya dalam mengambil keputusan. Keterbatasan informasi dan minimnya kontribusi dari komisaris, dijadikan suatu motivasi bagi komisaris independen untuk memperjuangkan nilai dan etika dalam penerapan Good Corporate Governance. Fungsi pengawasan dan independensi menjadi kontribusi yang dapat diberikan oleh komisaris independen untuk menciptakan nilai objektivitas dan fairness dalam internal perusahaan.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai permasalahan yang dialami oleh PT Askrindo. Kasus korupsi dan penyelewengan dana PT Askrindo terindikasi

(5)

karena adanya permainan dari pihak internal perusahaan. Sehingga menimbulkan  pertanyaan, ada apa dengan dewan direksi dan dewan komisaris PT Askrindo?

(6)

Bab 2

Landasan Teori

2.1 Tugas dan Kewajiban Dewan Direksi

Menurut UU no 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas dan Peraturan BI no 8/4/BI/2006, direksi dalam menjalankan perseroan memiliki tugas-tugas, yaitu :

1. Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas pengurusan Perseroan dengan tetap memperhatikan keseimbangan kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan dengan aktivitas Perseroan

2. Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang  berlaku, Anggaran Dasar dan keputusan RUPS dan memastikan seluruh aktivitas Perseroan telah sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan  perundang-undangan yang berlaku, Anggaran Dasar, keputusan RUPS

serta peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Perseroan

3. Direksi dalam memimpin dan mengurus Perseroan semata-mata hanya untuk kepentingan dan tujuan Perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas Perseroan

4. Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan Perseroan secara amanah dan transparan. Untuk itu Direksi mengembangkan system  pengendalian internal dan system manajemen resiko secara terstruktural

dan komprehensif

5. Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan Perseroan berbenturan dengan kepentingan pribadi.

Kewajiban direksi dalam perseroan adalah sebagai berikut:

1. Direksi wajib bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebagai organ yang wajib bertanggungjawab, Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusan itu kepada RUPS

(7)

2. Direksi wajib membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, Risalah RUPS dan Risalah Rapat Direksi, menyelenggarakan pembukuan Perseroan; melaporkan kepemilikan sahamnya dan keluarga yang dimiliki  pada Perseroan atau Perseroan lain.

3. Direksi wajib menyiapkan laporan tahunan (termasuk pertanggung  jawaban tahunan) untuk RUPS.

4. Direksi wajib memberikan keterangan kepada RUPS mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan perseroan.

5. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan atau RUPS lain yang dianggap  perlu (termasuk melakukan pemanggilan dan lain-lain).

6. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan sebagian besar atau seluruh kekayaan Perseroan.

7. Direksi wajib menyiapkan rencana penggabungan, peleburan atau  pengambilalihan untuk diajukan kepada RUPS.

2.2 Tugas dan Kewajiban Dewan Komisaris

Menurut UU no 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas dan Peraturan BI no 8/4/BI/2006, tugas utama Komisaris adalah Komisaris wajib melakukan  pengawasan terhadap kebijakan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberi nasihat kepada Direksi. Fungsi pengawasan dapat dilakukan oleh masing-masing Anggota Komisaris namun keputusan pemberian nasihat dilakukan atas nama Komisaris secara Kolektif (sebagai Board). Fungsi  pengawasan adalah proses yang berkelanjutan. Oleh karena itu, Komisaris wajib  berkomitmen tinggi untuk menyediakan waktu dan melaksanakan seluruh tugas komisaris secara bertanggungjawab. Pelaksanaan tugas tersebut diantaranya adalah :

1. Pelaksanaan rapat secara berkala satu bulan sekali

2. Pemberian nasihat, tanggapan dan/atau persetujuan secara tepat waktu dan  berdasarkan pertimbangan yang memadai

3. Pemberdayaan komite-komite yang dimiliki Komisaris. Contohnya Komite Audit, Komite Nominasi dll.

(8)

Kewajiban komisaris yaitu:

1. Komisaris berkewajiban mengawasi kebijakan Direksi dalam menjalankan Perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi

2. Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan

3. Komisaris wajib melapor kepada Perseroan tentang kepemilikan sahamnya  beserta keluarganya.

2.3 Perbedaan dan Persamaan Peranan Dewan Direksi dan Dewan Komisaris

Perbedaan antara peranan dewan direksi dan komisari terletak pada tugasnya, dewan direksi bertugas mengelola operasional dan kinerja perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yang diinginkan, sedangkan dewan komisaris merupakan sebagai pengawas, mengawasi kinerja dari dewan direksi agar operasional perusahaan tetap sejalan dengan tujuan perusahan tersebut.

Persamaan peranan dewan direksi dan dewan komisaris menurut UU no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada pasal 97 ayat 2 dan pasal 114 ayat 2, yaitu dewan direksi dan komisaris dengan iktikad baik, kehati-hatian dan  bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya. Selanjutnya, pada pasal 97 ayat 3 dan pasal 114 ayat 3, yaitu Dewan direksi dan dewan komisaris bertanggung  jawab atas segala kerugian yang dialami oleh Perseroan apabila yang  bersangkutan lalai dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan tujuan perseroan. Selain itu dalam pasal 97 dan 114 ayat 6, pemegang saham dapat menggugat dewan direksi dan dewan komisaris karena kesalahan dan kelalaiannya yang menyebabkan kerugian pada perseroan ke Pengadilan Negeri.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan dari Struktur Dewan One-tier Board   dan Two-tier Board 

Sistem two-tier board   banyak dianut oleh perusahaan di Eropa dan Asia. Tata kelola internal perusahaan diberlakukan adanya pemisahan antara pihak

(9)

direksi dan pihak komisaris. Pihak direksi melakukan fungsi pengelolaan entitas dan pihak komisaris melakukan fungsi pengawasan terhadap direksi.

Menurut Brändle dan Jürgen Noll mengenai The Power of Monitoring , kelebihan dari sistem two-tier   membuat tiap unit dewan dapat memaksimalkan kinerjanya dengan baik karena konsentrasi terhadap unit kerja yang terpisah dengan jelas. Komisaris sebagai fungsi pengawas dapat bekerja dengan maksimal,  begitu juga sebaliknya terhadap direksi. Selain itu dalamtwo-tier  terdapat komite

audit yang kredibel karena independensi dan jauh dari kepentingan perusahaan.

Kelemahan sistem two-tier   terdapat pada inefisiensi karena kedua dewan tersebut harus bekerja sama untuk satu tujuan. Konsentrasi antar dewan menyebabkan adanya miskomunikasi dan miskoordinasi antara direksi dan komisaris. Bahkan sering kali komisaris tersebut jarang dilibatkan dalam aktivitas  bisnis perusahaan. Jarangnya dilibatkan dalam aktivitas persuahaan menyebabkan dewan komisaris sulit untuk menerima dan memberikan keputusan terkait  perusahaan, hal ini karena informasi yang diberikan hanya berdasarkan pada

direksi saja. Apabila terdapat adanya benturan kepentigan antar kedua dewan, bisa saja direksi memberikan informasi yang manipulatif kepada komisaris. Selain itu, tugas komisaris disini hanya sebagai pemberi nasihat dan lebih ke arah konseling kepada direksi selaku perwakilan dari para pemegang saham.

Sistem one-tier   dianut oleh negara seperti Amerika Serikat dan Inggris. Sistem tat kelola internal dalam one-tier board   menggunakan sistem terpusat, yaitu dewan yang bertugas pada sifat manajerial, dewan eksekutif dan dewan yang tidak terlibat terhadap keseharian kinerja perusahaan, dewan non-eksekutif.

Kelebihan dari one-tier board   terdapat pada kesamaan posisi antara dewan eksekutif dan dewa non eksekutif, dimana antara kedua dewan tersebut dapat andil dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan bisnis perusahaan. Selain itu, pengembilan keputusan menjadi lebih cepat karena bersifat terpusat, hal ini karena komunikasi antara kedua dewan sangat intensif. Dewan eksekutif dan non-eksekutif mendapatkan kemudahan akses dalam mendapatkan informasi mengenai

(10)

keadaan kinerja dan finansial perusahaan, sehingga tidak memunculkan adanya salah informasi daan pengambilan keputusan dalam praktiknya.

Kelemahan sistem one-tier board   adalah kurangnya independensi terhadap lembaga non-eksekutif. Permasalahan ini dapat menyebabkan kurangnya sistem  pengawasan terhadap direksi dan CEO. Segala keputusan yang dibuat sangat  bergantung pada satu pucuk, yaitu CEO perusahaan. CEO seolah-olah memiliki kuasa terhadap dewan dan lebih leluasa memberikan arahan dan perintah untuk kepentingan perusahaan. Selain itu, tidak jelas siapa yang memiliki sistem  pengawasan terhadap internal perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan komite

audit yang memiliki profesionalitas yang tinggi untuk mengawasi segala gerak-gerik internal perusahaan.

2.5 Komisaris Independen

Menurut peraturan Bapepam-LK IX.I.5 mengenai Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, komisaris independen adalah anggota komisaris yang:

1. Berasal dari luar emiten atau perusahaan publik 

2. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik 

3. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan  publik, serta komponen didalamnya

4. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan usaha emiten atau perusahaan publik.

Selain itu menurut Peraturan BI nomor 8/4/2006 tentang PelaksanaanGood Corporate Governance  bagi Bank Umum, komisaris independen adalah anggota dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan Komisaris lainnya, Direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.

(11)

Peran Komisaris Independen sangat penting untuk menciptakan iklim internal perusahaan yang objektif dan lebih independen tanpa adanya benturan kepentingan. Fungsi komisaris independen sama dengan fungsi komisaris pada umumnya, yaitu pengawasan terhadap internal perusahaan. Peran ini sangat  berguna dalam struktur kepemilikan di negara-negara Asia Timur yang kepemilikan sahamnya bersifat cross-hoolding   dan  family factor   yang kuat. Sehingga terdapat kepentingan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Komisaris independen sebagai penengah dan memberikan keseimbangan antara kepentingan keduanya.

Peraturan di Indonesia terhadap komisaris independen bisa dibilang cukup lemah, walaupun telah disebutkan bahwa komisaris independen harus memiliki syarat-syarat berdasarkan peraturan diatas, tidak ada peraturan khusus yang menerangkan tentang kriteria terperinci, asas, pedoman dan sanksi-sanksi yang mengatur tentang komisaris independen. Tidak ada dijelaskan mengenai fungsi spesifik, tugas dan wewenangnya. Karena tugas komisaris sama saja seperti komisaris pada umumnya, sehingga status hukum komisaris independen sangat dipertanyakan, apalagi hal ini berkaitan dengan tugas dan profesionalisme komisaris independen. Tidak adanya status hukum yang jelas mengenai komisaris independen membuat kinerjanya menjadi lemah dan fungsi pengawasan yang diharapkan lebih, terutama bagi keseimbangan antara pemilik saham mayoritas dan minoritas, tidak terwujud.

(12)

Bab 3

Kasus PT Askrindo

3.1 Kronologi Kasus

Awal mula dari kasus ini adalah ketika empat perusahaan, yaitu PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Multimegah tidak mampu membayar  pinjamannya kepada Bank Mandiri sebesar US$ 50,78 juta. Pada saat itu

Askrindo sebagai penjamin dari letter of credit tersebut mengharuskan Bank Mandiri mencairkan deposito Askrindo demi menutupi kredit tersebut. Tapi cara yang ditempuh Askrindo tidak langsung membayarkan klaimnya ke Bank Mandiri tetapi justru memberikan sejumlah uang kepada empat perusahaan tersebut untuk membayarkan utangnya ke Bank Mandiri.

Setelah mengetahui hal itu, PT Askrindo kemudian melakukan tindakan  penyelamatan, pre-claim treatment, dengan membeli Promissory Note (PN) PT Tranka Kabel senilai 42,7 miliar dan memberikan dana talangan sebesar 26 miliar untuk biaya operasional. Dengan harapan PT Tranka Kabel mampu melunasi utangnya, tapi hal tersebut juga tidak berhasil. Askrindo kembali memberikan pinjaman berupa pembelian Medium Term Note (MTN) milik PT Tranka Kabel sebesar Rp 89 miliar dan pinjaman sebesar Rp 140 miliar guna operasional perusahaan. dan Medium Term Notes (MTN) milik PT Tranka Kabel tujuannya agar jaminan yang dibayarkan Askrindo pada Bank Mandiri kembali ke kas Askrindo, namun hal tersebut juga gagal.

Beberapa jalan ditempuh kembali oleh Askrindo, yaitu dengan tetap memberikan  pinjaman kepada para nasabahnya. Tapi sekarang cenderung berbeda dengan

sebelumnya, yaitu mempromosikan nama-nama perusahaan yang menjadi nasabahnya kepada sejumlah perusahaan manajer investasi serta mengatakan  bahwa nasabah-nasabahnya adalah nasabah premium atau nasabah yang berhak menerima sejumlah pinjaman. Dengan cara tersebut, akhirnya Askrindo menyalurkan sejumlah dana ke manajer investasi dan selanjutnya manajer investasi meginvestasikan dana tersebut kepada nasabahnya. Penyaluran dana

(13)

(KPD), obligasi, dan reksadana serta nama-nama manajer investasi tersebut adalah PT Jakarta Asset Management, PT Jakarta Investment, PT Reliance Asset Management, PT Jakarta Securities, PT Harvestindo Asset Management, dan PT Batavia. Nasabah yang dipromosikan adalah PT Tranka Kabel. Dengan cara tersebut pun para manajer investasi juga tidak dapat mengembalikan dana.

Sebelumnya, dari hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pemberian investasi langsung pada nasabah melalui perusahaan MI menyimpang dengan Keputusan Direksi Askrindo Nomor 66 Tahun 2003. Hal itu diutarakan Auditor BPKP Harapan Tampubolon saat menjadi ahli dalam perkara ini.

Sejumlah perusahaan MI yang dipilih Askrindo adalah PT Harvestindo Asset Management (HAM), PT Jakarta Investment (JI), PT Reliance Asset Management (RAM), PT Batavia Prosperindo Financial Services (BPFS), dan PT Jakarta Securities (JS). Menurut Harapan, kesalahan juga terjadi karena pengelolaan Repurchase Agreement (Repo) saham, Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), obligasi maupun reksadana tidak melampirkan sejumlah data pendukung.

Ia mengatakan, penghitungan kerugian negara pihaknya tersebut didasari dari  berkas-berkas yang didapat dari penyidik Kepolisian. Selain tidak didukung data-data pendukung, dokumen yang diperoleh dari penyidik tersebut juga tak didukung keberadaan fisiknya.

“Investasi Askrindo kita anggap ini semua fiktif karena tidak ada fisiknya, obligasinya gak ada, reksadana juga tidak ada bentuk fisiknya. Sehingga

 penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian negara Rp422 miliar,” tutur

Harapan yang merupakan supervisor tim audit perkara ini.

Dari kasus ini, terdapat dugaan korupsi antara manajemen PT Askrindo dengan  perusahaan yang dijaminnya. Direksi dari PT Tranka Kabel yang merupakan salah satu perusahaan yang dijamin PT Askrindo, Umar Zen, divonis penjara 15 tahun dan denda Rp. 5 Miliar subside 2 tahun penjara. Umar Zen yang mengetahui  bahwa perusahaannya tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan dana dari PT

(14)

PT Askrindo Rene Setyawan dan Kadiv Keuangan dan Akuntansi PT Askrindo, Zulfan Lubis untuk mendapatkan dana. PT Tranka Kabel dianggap tidak memenuhi syarat karena sebelumnya perusahaan telah beberapa kali mendapatkan  bantuan dana dari PT Askrindo.

Atas kasus ini juga, Rene yang merupakan Direktur Keuangan PT Askrindo divonis oleh Mahkamah Agung (MA) hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 5 Miliar subsider 2 tahun penjara. Selain itu Zulvan Lubis yang merupakan Kadiv Keuangan PT Askrindo juga divonis oleh MA dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 Miliar subside 6 bulan kurungan serta pembayaran uang  pengganti senilai Rp 796,38 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain pada direksi PT Askrindo dan juga perusahaan yang dijamin oleh Askrindo seperti PT Traka Kabel, efek dari kasus ini juga dirasakan oleh perusahaan manajer investasi (MI) yang berhubungan dengan investasi bermasalah PT Askrindo. Perusahaan MI tersebut antara lain adalah PT Harvestindo Asset Management, PT Jakarta Investment, PT Reliance Asset Management, PT Batavia Prosperindo Financial Services, dan PT Jakarta Securities yang sempat disidik oleh pihak kepolisian. Dari seluruh perusahaan MI tersebut, PT Reliance Asset Management dan PT Jakarta Investment dicabut izin usahanya oleh Bapepam-LK. Bapepam-LK juga mencabut izin dari beberapa wakil MI dan direktur perusahaan MI tersebut.

(15)

Bab 4

Analisis Kasus

4.1 Keterkaitan Kasus dengan Prinsip OECD ke Enam

Pelanggaran yang dilakukan PT. Askrindo terhadap prinsip OECD adalah pada Prinsip ke 6 mengenai Tanggung Jawab Direksi dan Dewan komisaris, dari kronologi kasus diatas terlihat jelas bahwa PT. Askrindo telah melakukan  beberapa pelanggaran OECD prinsip ke 6 diantaranya :

Sub bab point A yang berisi, “Board members should act on a fully informed

 basis, in good faith, with due diligence and care, and in the best interest of the

company and the shareholders”. Duty of care menuntut dewan bertindak dengan

dasar informasi yang lengkap, dengan itikad baik, dengan ketekunan dan  perhatian. Sementara yang dilakukan PT. Askrindo disini pengambilan keputusan yang tidak disertai dengan ke hati-hatian. Demi menghindari pembayaran klaim  pada bank mandiri dewan direksi PT. Askrindo terutama Direktur Keuangan dan Teknologi Informasi Rene Setyawan beserta kadiv keuangannya tanpa berpikir  panjang justru mengalirkan melalui pre-claim treatment dengan membeli surat

sanggup/promisorry note Tranka Kabel senilai Rp 42,7 miliar dan memberikan dana talangan sebesar Rp 26 miliar untuk biaya operasional PT. Tranka Kabel agar PT. Tranka dapat beroperasi kembali dan mampu membayar kreditnya kepada bank mandiri padahal telah diketahui kondisi perusahaan sedang mengalami kesulitan. Kecerobohan kedua dan yang lebih fatal adalah mengetahui PT. Tranka pada akhirinya masih tidak mampu membayar kreditnya pada bank, PT. Askrindo justru mengalirkan dananya kembali melalui jasa keuangan yakni manajer investasi dengan penempatan dana di Repo dan KPD yang jelas bukan  jenis investasi yang diperbolehkan untuk perusahaan asuransi. Hal tersebut menunjukan bahwa PT. Askrindo tidak patuh terhadap peraturan yang ada sehingga telah melanggar sikap good in faith yang ada pada point A tersebut. Tindakan yang salah ini pun berujung perusahaan manajer investasi tersebut tidak dapat mengembalikan dana ke Askrindo sehingga Askrindo kembali mengalami kerugian.

(16)

Sub bab point B, yang menekankan bahwa dewan direksi harus bersikap adil terhadap kepentingan semua shareholder, sementara dalam kasus tersebut investasi yang dilakukan PT. Askrindo tidak melalui RUPS yang berarti tidak melalui persetujuan dari para pemegang saham minoritas sehingga dapat merugikan kepentingan para pemegang saham.

Sub bab point C, yang menekankan bahwa setiap dewan harus memiliki standar etika yang tinggi yang berarti disetiap tindakan maupun keputusan bisnis harus didasarkan pada perilaku etika yang baik. Namun yang kita lihat pada kasus tersebut justru sebaliknya, seperti pada saat PT. Askrindo melakukan investasi  pada PT. Tranka dan beberapa perusahaan lain melalui PT. Jakarta Investment, PT. Askrindo dengan sengaja melakukan kebohongan dengan memasarkan PT. Tranka dan perusahaan lain pada PT. JI sebagai investasi premium padahal diketahui bahwa perusahaan-perusahaan tersebut sedang mengalami berbagai masalah keuangan. PT. Askrindo juga tidak melaporkan pengembalian dana investasi yang dilakukan langsung oleh 3 nasabah kepada PT. JI yang kemudian membuat PT. JI mengalami kerugian.

Sub bab point D nomor 1 yang berisi bahwa dewan komisaris seharusnya melakukan pengawasan dan memandu perusahaan dalam menyusun strategi, melakukan perencanaan bisnis maupun keuangan, melakukan monitoring dan juga implementasi pada setiap pengeluaran dan kinerja perusahaan, namun dapat kita lihat dewan komisaris PT. Askrindo gagal menjalankan fungsi tersebut. Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) yang merupakan Investasi terlarang dilakukan oleh PT. Askrindo sejak tahun 2005 dan Repo sejak tahun 2008. Investasi terlarang tersebut kemudian diketahui oleh Bapepam pada tahun 2008, jadi selama jangka waktu 3 tahun perusahaan telah melakukan investasi terlarang dan pihak dewan komisaris sama sekali tidak mengambil tindakan atau bahkan tidak mengetahui adanya transaksi tersebut. Hal tersebut tentu menunjukan adanya pengawasan yang sangat lemah oleh dewan komisaris.

Pelanggaran sub bab D nomor 3 yang berisi bahwa dewan komisaris dapat mengajukan nominasi dan remunerasi dewan eksekutif ketika melakukan

(17)

dengan baik maka ia dapat mengajukan pergantian eksekutif pada RUPS atas  pelanggaran yang dilakukan direktur keuangan dan kadiv nya.

Pelanggaran sub bab D nomor 6 yang menekankan bahwa dewan komisaris perlu melakukan monitoring dan pengelolaan apabila terdapat indikasi potensial konflik atau benturan kepentingan antara manajemen anggota dewan dan para pemegang saham. Fungsi ini merupakan peran paling strategis yang perlu diperhatikan Dewan Komisaris. Disini terdapat indikasi jelas adanya benturan kepentingan yang dilakukan antara pihak direksi dengan pihak nasabahnya yang juga melibatkan pihak perusahaan investasi yang pada akhirnya justru merugikan  perusahaan. Pihak direktur keuangan yang secara berani melakukan investasi terlarang pada perusahaan yang jelas-jelas sedang dalam masalah keuangan mengindikasikan adanya pengejaran kepentingan oleh pihak direksi untuk mempertahankan kekayaan perusahaan dan mengembalikan kas kembali ke tangan PT. Askrindo, kebohongan yang dilakukan oleh direksi pada perusahaan investasi mengenai kualitas nasabah juga merupakan salah satu indikasi tersebut. Apabila dewan komisaris mampu secara dini mendeteksi adanya benturan kepentingan tersebut tentu permasalahan tidak akan menajadi berlarut-larut dan semakin merugikan perusahaan.

Pelanggaran sub bab D nomor 7 yang menekankan pada dewan komisaris juga harus memastikan integritas dalam akuntansi dan pelaporan keuangan.

Dalam laporan keuangan Askrindo tahun 2010 yang telah diaudit, tercantum  beberapa investasi berupa obligasi dan reksadana yang dimiliki Askrindo. Namun, setelah Bapepam melakukan pemeriksaan pada tahun 2011. Beberapa obligasi dan reksadana tersebut tidak ditemukan bukti nyatanya. Dewan Komisaris bertugas melakukan tanda tangan laporan keuangan tahunan yang telah di audit setiap tahunnya, namun mengapa kecurangan tersebut tidak dapat dideteksi oleh dewan komisaris, hal tersebut mengindikasikan bahwa dewan komisaris tidak melakukan  pengecekan ulang terhadap laporan keuangan tersebut yang menunjukan

(18)

4.2 Keterkaitan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Terkait dengan peraturan Bapepam-LK menyangkut masalah tugas dan tanggung jawab komisaris, beberapa aturan tidak dilaksanakan dengan baik. Contoh pertama yang sangat berkenaan dengan komisaris adalah tugasnya sebagai  pengawas. Kejadian Askrindo mungkin bisa dihentikan apabila komisaris langsung turun tangan dan melarang direksi dalam memberikan pinjaman, hal ini  juga menyangkut ke pasal 9 ayat 4 bagian A yang berisikan bahwa Komisaris harus terlibat dalam penyediaan dana kepada pihak terkait tentang batas maksimum pemberian kredit.

Dalam menindaklanjuti temuan audit, direksi malah melakukan hal yang seharusnya dilarang oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 99/PMK/010/2011, yang berisikan Askrindo dilarang menginvestasikan dana di instrumen gadai saham alias repurchase agreement (repo). Aturan sebelumnya  juga menyebutkan, Askrindo cuma boleh berinvestasi di deposito dan investasi  jangka pendek di surat berharga yang diperdagangkan. Seharusnya, Askrindo tidak boleh melakukan transaksi repo. Disini komisaris tidak bergeming dengan keputusan direksi.

Apabila komisaris melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan benar, setelah melakukan pengawasan seharusnya bila merasa ada yang tidak beres dengan kondisi perusahaan nya, komisaris harus menyelesaikannya dengan pihak internal, dan adapun masalah tersebut terkait dengan kelangsungan usaha bank maka komisaris harus segera memberitahu Bank Indonesia dengan paling lambat 7 (tujuh) hari. Tapi karena komisaris tidak bergerak dengan semestinya maka hal tersebut tidak dilaksanakan.

(19)

4.3 Keterkaitan dengan Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.I.6. Terkait Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik

Persyaratan Bapepam-LK terkait Direksi dan Komisaris tergolong cukup umum, tapi sulit untuk diambil celahnya. Dalam persyaratannya direksi dan komisari wajib memenuhi persyaratan yang salah satunya memiliki akhlak dan moral baik. Akhlak dan moral baik sepertinya agak sulit ditelaah karena sifatnya yang subyektif tapi kita dapat melihat dari kasus diatas, bahwa direksi “mempromosikan” nasabahnya kepada manajer investasi, padahal Askrindo tahu  benar bahwa nasabahnya sudah tidak mampu membayar utang-utangnya sekian  banyak. Tapi direksi rela berbohong atau pura-pura tidak tahu dalam hal ini.

Menunjukan bahwa direksi memiliki moral yang buruk.

Persyaratan lainnya adalah mampu melaksanakan perbuatan hukum. Pelanggarannya atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 99/PMK/010/2011, yang berisikan Askrindo dilarang menginvestasikan dana di instrumen gadai saham alias repurchase agreement (repo). Sudah jelas direksi tidak mampu melaksanakan perbuatan hukum. Bahkan bukan REPO saja melainkan Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) juga dijadikan instrumen investasi.

Direksi sudah pasti dilarang melakukan tindak pidana, tetapi dengan terjadinya kasus diatas membuat direksi terindikasikan dugaan korupsi dan  penyelewengan dana. Karena seperti sudah jelas bahwa PT Traka Kabel sudah tidak dapat mengembalikan dana pinjaman, tapi kenapa Askrindo terus menyuapinya dengan pinjaman lagi dan lagi berharap akan suatu hari nanti dikembalikan.

Selain persyaratan tugas dan tanggung jawab direksi dan komisaris disini  juga jelas, pernyataan tidak benar serta tidak mengungkapan fakta material. Fakta material diatas contohnya dalam kasus adalah ketika Askrindo merekayasa nilai investasi pada laporan keuangan. Dituliskan di laporan keuangan investasi sebesar Rp 29 Milyar sudah ada pada saat tutup buku 2005, padahal transaksi tersebut dilakukan pada januari 2006. Direksi jelas melanggar hal tersebut dan menyebabkan perusahaan manajer investasi salah dalam mengambil keputusan.

(20)

Ditambah dengan temuan auditor BPKP yaitu sejumlah investasi tidak ditemukan  bukti-buktinya, atau bisa disebut investasi fiktif.

4.4 Keterkaitan kasus dengan Sistem Two-tier Boards 

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa sistem two-tier boards  memiliki kelebihan pada pemisahan tugas antara dewan pengelola (direksi) dan dewan pengawas (komisaris). Pemisahan tugas justru berguna dalam melaksanakan tugas tiap dewan masing-masing. Namun dalam kasus PT Askrindo ini, komisaris malah tidak melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengawas operasional perusahaan dengan baik. Banyak sekali keputusan-keputusan direksi PT Askrindo yang kontroversial justru missed   dari pengawasan komisaris. Kredibilitas dan profesionalitas komisaris, komisaris independen dan komite audit PT Askrindo justru dipertanyakan. Padahal keputusan direksi tersebut menimbulkan risiko tinggi terhadap perusahaan, risiko tinggi tersebut berimbas  pada masalah keuangan PT Askrindo, sehingga pihak direksi melakukan

manipulasi dan penyelewengan dana untuk menyelamatkan muka perusahaan. Terkait lemahnya pengawasan komisaris diatas, permasalahan tersebut juga akibat dari kelemahan sistem two-tier boards  sendiri, yaitu komisaris jarang terlibat kegiatan bisnis. Jarangnya keterlibatan komisaris dalam bisinis berimbas kepada minimnya informasi yang dimiliki oleh komisaris, sehingga minim  pengawasan terkait kegiatan usaha dan keputusan direksi PT Askrindo. Apabila komisaris memiliki informasi yang kuat mengenai informasi dan  permasalahannya, seharusnya PT Askrindo mungkin tidak akan terlibat  permasalahan sampai sejauh ini.

Selain itu, lemahnya pengawasan komisaris PT Askrindo juga kemungkinan akibat dari informasi yang diberikan direksi bersifat manipulatif, mengakibatkan komisaris setuju-setuju saja dengan segala keputusan yang diambil direksi. Informasi yang manipulatif merupakan imbas dari kelemahan sistem two-tier boards  sendiri, karena akses informasi yang sedikit dan minim, komisaris membutuhkan informasi harus melalui direksi terlebih dahulu, jadi informasi  bersifat tidak langsung. Informasi dari direksi juga belum tentu kredibel dan

(21)

independen. Oleh karena hal tersebut, seharusnya pihak komisaris dapat memainkan peran komite audit dengan baik untuk mendapatkan informasi dari  pihak manajemen PT Askrindo langsung. Namun sepertinya tidak dilakukan, sehingga fungsi pengawasannya tidak maksimal. Hal ini terbukti pada saat mencuatnya kasus ini ke publik, tidak ada satu orang dari pihak komisaris yang ditangkap, divonis atau terlibat dalam kasus penyelewengan dana tersebut. Berarti memang komisaris tidak tahu-menahu soal adanya penyelewengan dana sebelumnya.

Untuk mencegah kembalinya hal ini terjadi, maka pihak komisaris harus  bersifat kritis dan skeptis terhadap segala keputusan dan kebijakan dari pihak

direksi. Apabila pihak komisaris merasa kesulitan, maka komisaris independen lah yang harus memainkan peran lebih untuk meningkatkan dan mendorong komisaris lainnya. Manfaatkan keberadaan komite audit untuk melakukan  penyidikan dan penelusuran terkait informasi perusahaan selama tahun berjalan.

(22)

Bab 5

Kesimpulan

Dalam kasus Askrindo, dapat disimpulkan bahwa Dewan Komisaris maupun Dewan Direksi tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas tugas dan fungsi masing-masing. Pelanggaran atas aturan Bapepam-LK serta BEI sebagai  berikut :

1. PT. Askrindo menganut sistem Two Tier namun dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan fungsi masing-masing dewan.

2. Persyaratan anggota direksi dan komisaris, tidak terpenuhi

3. Anggota Direksi melakukan rekayasa dalam laporan keuangan yang mempengaruhi keputusan stakeholder

4. Anggota Direksi melakukan aktivitas yang dilarang oleh Peraturan Menteri Keuangan, yaitu investasi dalam bentuk REPO dan KPD

5. Anggota Komisaris tidak melakukan pengawasan sebagaimana mestinya yang diatur oleh peraturan Bapepam-LK

6. Anggota Komisaris mengeluarkan putusan untuk penarikan investasi, tapi tidak ditindaklanjuti yang berarti gagal dalam menjalankan kewenangannya.

(23)

DAFTAR PUSTAKA OECD. 2004. OECD Corporate Governance Principles. Brändle, Jürgen Noll. 2004.The Power of Monitoring .

Peraturan Bapepam-LK No IX.I.6 tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum

Surat keputusan Direktur PT BEI Nomor KEP-00001/BEI/01-2-14 Taun 2014 tentang Perubahan Peraturan Nomor 1-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat

http://www.kompasiana.com/azmiroiqul/menyoal-peran-penting-komisaris-independen_55283ac0f17e61612a8b462a https://antoniusketut.wordpress.com/2015/05/04/peranan-komisaris-independen- dalam-implementasi-good-corporate-governance-terkait-dengan-integritas- pengelola-perusahaan/ http://nasional.kontan.co.id/news/kasus-jakarta-investment-vs-askrindo-berlanjut http://economy.okezone.com/read/2011/08/05/320/488765/inilah-kasus-askrindo-versi-bapepam http://news.detik.com/berita/2284344/ma-naikkan-vonis-korupsi-kasus-pt-askrindo-dari-5-tahun-jadi-15-tahun

Referensi

Dokumen terkait

Decoding adalah proses pemisahan (ekstrak) watermark dengan citra encode sehingga watermark dapat dilihat. Citra cover adalah citra yang digunakan untuk media yang akan

Ideology can not be separated from the discourse. Ideology is produced through discourse construction. C) explains that ideology is articulated in a concept that links

Munculnya lapisan petani dengan status kesejahteraan miskin tidak hanya terjadi pada lapisan petani tunakisma mutlak maupun tunakisma tidak mutlak tetapi juga pada lapisan

Pada penelitian ini, digunakan partikel arang ampas tebu sebagai bahan penguat ( reinforcement ) dan matrik epoksi sebagai bahan pengikat dalam campuran komposit partikel..

Pekerjaan dimulai dari titik A saja dengan alat berat melaksanakan ditempatkan satu sisi menuju titik B kemudian dilanjutkan ke sisi satunya lagi dan pengerjaan

(1985) Learning strategies used by beginning and intermediate ESL students . Language Learning,

Sebagai arahan pembentuk sistem pusat kegiatan wilayah kabupaten yang memberikan layanan bagi kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan di sekitarnya yang berada

Organisasi Darud Da’wah wal Irsyad adalah organisasi sosial keagamaan yang didirikan oleh ulama- ulama Sulawesi Selatan. Inisatif pendiriannya bermula dari Musyawarah