• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KECENDERUNGAN PEMECAHAN MASALAH PADA MAHASISWA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KECENDERUNGAN PEMECAHAN MASALAH PADA MAHASISWA SKRIPSI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL

DENGAN KECENDERUNGAN PEMECAHAN MASALAH

PADA MAHASISWA

SKRIPSI

Oleh: Dian Afriyani Mira Aliza Rachmawati

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

(2)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL

DENGAN KECENDERUNGAN PEMECAHAN MASALAH

PADA MAHASISWA

Telah Disetujui Pada Tanggal

_________________

Dosen Pembimbing

(3)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KECENDERUNGAN PEMECAHAN MASALAH

PADA MAHASISWA

Dian Afriyani Mira Aliza Rachmawati

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional (emotional intelligence) dengan kecenderungan pemecahan masalah (problem solving) pada mahasiswa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kecerdasan emosional (emotional intelligence) dengan kecenderungan pemecahan masalah (problem solving) pada mahasiswa. Semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi kecenderungan pemecahan masalahnya, dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosional maka semakin rendah kecenderungan pemecahan masalahnya.

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yang berusia 18-24 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode accidental sampling. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang disusun sendiri oleh peneliti yaitu Skala Kecerdasan Emosional disusun dengan mengacu pada aspek kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman (1999) dan Skala Kecenderungan Pemecahan Masalah disusun dengan mengacu pada dimensi problem solving yang dikemukakan oleh Heppner, dkk. (2004).

Metode analisis yang dilakukan untuk menguji hipotesis menggunakan uji korelasi

product moment dari Pearson. Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi (r)=0,58; p=0,00 (p<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosional (emotional intelligence) dengan kecenderungan pemecahan masalah (problem solving) pada mahasiswa. Jadi hipotesis penelitian diterima.

Kata Kunci:

Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence), Kecenderungan Pemecahan Masalah (Problem Solving)

(4)

PENGANTAR

Setiap individu pasti pernah mengalami masalah dalam kehidupannya. Masalah adalah sesuatu yang wajar dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari (Stein dan Book, 2002). Individu akan berhadapan dengan masalah yang beragam mulai dari masalah sederhana sampai masalah yang lebih kompleks.

Permasalahan yang terjadi dapat memunculkan ketegangan-ketegangan apabila tidak terselesaikan dengan baik. Permasalahan bersumber dari dalam diri sendiri maupun lingkungannya (Suharnan, 2005). Permasalahan yang berasal dari dalam diri sendiri dapat berupa ketidaksesuaian antara harapan dengan kemampuan yang dimiliki untuk mewujudkannya, sedangkan permasalahan yang berasal dari lingkungan dapat terjadi apabila terdapat ketidaksesuaian antara harapan pribadi dengan kondisi lingkungannya.

Permasalahan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia begitu juga mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa. Mahasiswa merupakan suatu komunitas yang dianggap tinggi dalam masyarakat yang diharapkan dapat menjadi sumber daya manusia intelektual dan kompetitif. Mahasiswa yang menyandang atribut intelektual muda harus bergelut secara kritis dalam proses perubahan masyarakat, sebab mahasiswa merupakan pelaksana pembangunan masa depan (Teguh dkk, 2003).

Perubahan-perubahan yang terjadi harus dapat diatasi secara efektif dan efisien (Hardjito, 1994). Individu dituntut untuk lebih mengoptimalkan pemecahan masalah dalam menghadapi perubahan yang terjadi secara cepat dan tepat. Permasalahan akan menjadi semakin rumit apabila individu tidak segera

(5)

menangani dan mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi. Adanya permasalahan yang semakin kompleks seharusnya diiringi dengan pemecahan masalah yang semakin baik (Stein dan Book, 2002). Pemecahan masalah dilakukan untuk membantu individu dalam menghadapi perubahan dan penyesuaian dalam kehidupannya (Heppner, dkk., 2004).

Kenyataan yang terjadi saat ini adalah bukan pemecahan masalah yang baik namun sebaliknya justru mahasiswa cenderung lari dari kenyataan dan menghindari pemecahan masalah. Hal ini terjadi pada Eko Prasetyo berusia 25 tahun mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Yogyakarta yang mengalami kesulitan mencari dosen untuk keperluan penyusunan skripsi. Ia merasa pusing karena memikirkan skripsi yang tak kunjung selesai. Akhirnya warga Gadingsari Ketalo, Sanden, Bantul ini memutuskan bunuh diri. Korban ditemukan dalam keadaan sudah tewas gantung diri di dapur rumahnya (http://news.okezone.com).

Fenomena di atas merupakan bukti pentingnya kecenderungan pemecahan masalah secara baik agar tidak terjebak pada perilaku-perilaku yang merugikan. Stein dan Book (2002) mengatakan bahwa mencurahkan perhatian pada pemecahan masalah sangat penting. Menurut Santrock (2003) pemecahan masalah (problem solving) diartikan sebagai suatu usaha untuk menemukan cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan dimana tujuan tersebut merupakan pencegahan terhadap hambatan atau masalah yang terjadi. Problem solving juga diartikan sebagai upaya untuk mencari pemecahan dan dipacu untuk mencapai pemecahan dari suatu permasalahan (Walgito, 2004). Heppner, dkk. (2004) mendefinisikan

(6)

kecenderungan untuk mendekati atau menghindari pemecahan dari permasalahan hidupnya.

Keadaan emosi sangat berarti ketika individu sedang memecahkan masalah. Emosi merupakan salah satu karakteristik personal yang mempengaruhi kecenderungan pemecahan masalah. Emosi memotivasi individu untuk berpikir dan mengambil tindakan. Semakin tinggi kemampuan individu dalam memahami emosi maka semakin mudah individu memecahkan masalah yang terjadi (Bradberry dan Greaves, 2007).

Emosi erat kaitannya dengan kecerdasan emosional (Hariwijaya, 2005). Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, serta kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri maupun dalam berhubungan dengan orang lain (Goleman, 1999).

Dari uraian-uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional (emotional intelligence) dengan kecenderungan pemecahan masalah (problem solving) pada mahasiswa ?

METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini diambil secara accidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila sesuai karakteristik

(7)

penelitian (Sugiyono, 2007). Karakteristik subjek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta berusia antara 18 sampai dengan 24 tahun yang terdiri dari laki-laki maupun perempuan.

B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala yaitu:

1. Skala Kecenderungan Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Skala ini dimaksudkan untuk mengungkap seberapa tinggi kecenderungan pemecahan masalah (problem solving) pada subjek. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi problem solving yang dikemukakan oleh Heppner, dkk. (2004) yaitu: problem solving confidence (PSC), a pproach-avoidance style (AAS), dan personal control (PC).

Skala kecenderungan pemecahan masalah (problem solving) terdiri dari 30 aitem. Skala ini terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Aitem-aitem yang terdapat pada skala terdiri dari aitem yang bersifat favourable dan unfavourable

terhadap atribut yang diukur. Sifat dari aitem tersebut yang menentukan skor yang akan diberikan. Pemberian skor pada aitem favourable yaitu untuk jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak sesuai (TS) diberi skor 2, Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 1, dan sebaliknya untuk aitem

unfavourable.

2. Skala Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence)

Skala ini dimaksudkan untuk mengungkap seberapa tinggi tingkat kecerdasan emosional (emotional intelligence) subjek. Skala ini disusun sendiri

(8)

oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman (1999) yaitu: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.

Skala kecerdasan emosional terdiri dari 50 aitem. Skala ini terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Aitem-aitem yang terdapat pada skala terdiri dari aitem yang bersifat favourable dan unfavourable terhadap atribut yang diukur. Sifat dari aitem tersebut yang menentukan skor yang akan diberikan. Pemberian skor pada aitem favourable yaitu untuk jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak sesuai (TS) diberi skor 2, Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 1, dan sebaliknya untuk aitem unfavourable.

C. Metode Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yaitu mencari hubungan antara kecerdasan emosional (emotional intelligence) dengan kecenderungan pemecahan masalah (problem solving) pada mahasiswa. Peneliti menggunakan analisis data berupa analisis statistik yaitu uji korelasi product moment dari Pearson dengan program komputer SPSS12.00 for Windows.

HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah 88 mahasiswa Universitas Islam Indonesia. Deskripsi subjek penelitian secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut:

(9)

Tabel 1

Deskripsi Subjek Penelitian

No Faktor Kategori Frekuensi Persentasi (%) 1 Jenis kelamin a. Laki-laki

b. Perempuan 37 51 42 58 2 Usia a. 18 Tahun b. 19 Tahun c. 20 Tahun d. 21 Tahun e. 22 Tahun f. 23 Tahun g. 24 Tahun 1 14 21 19 24 6 3 1,1 15,9 23,9 21,6 27,3 6,8 3,4 3 Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) a. 2,50-3,00 b. 3,01-3,50 c. 3,51-4,00 32 44 12 36,36 50 13,64 Jumlah 88 100

2. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2

Deskripsi Data Penelitian

Empirik Hipotetik

Variabel

Min Max Mean SD Min Max Mean SD Kecenderungan Pemecahan Masalah 46 83 67,98 7,58 23 92 57,50 11,50 Kecerdasan Emosional 85 130 106,28 9,59 36 144 90 18

Tinggi rendahnya kecenderungan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional subjek dapat diketahui melalui pengkategorian skor total yang diperoleh masing-masing subjek pada skala kecenderungan pemecahan masalah dan skala kecerdasan emosional. Tujuan pengkategorian ini adalah untuk menempatkan subjek dalam kelompok-kelompok terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur, sehingga dapat diketahui kontinum jejang dari tingkat rendah hingga ke tingkat tinggi. Terdapat lima

(10)

kategori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi (Azwar, 2004). Batasan kategori ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Tabel 3

Rumus Norma Kategorisasi

No Kategori Rumus Norma

1 Sangat Rendah x = (µ - 1,8s ) 2 Rendah (µ - 1,8s ) = x = (µ - 0,6s ) 3 Sedang (µ - 0,6s ) < x = (µ + 0,6s ) 4 Tinggi (µ + 0,6s ) < x = (µ + 1,8s ) 5 Sangat Tinggi x > (µ + 1,8s ) Keterangan : µ = Mean Hipotetik s = Standar Deviasi

Skala kecenderungan pemecahan masalah terdiri dari 23 aitem. Setiap aitem diberi skor antara 1 sampai 4. Skor total subjek yang terendah sebesar 23×1=23 dan yang tertinggi sebesar 23×4=92, sehingga rentang skor total terendah dan tertinggi yaitu 92–23=69. Rentangan skor tersebut dibagi dalam satuan deviasi standar yaitu 69/6=11,50. Kelompok subjek dikategorikan mempunyai kecenderungan pemecahan masalah sangat rendah (X=36,80), rendah (36,80<X=50,60), sedang (50,60<X=64,40), tinggi (64,40<X=78,20), dan sangat tinggi (X>78,20). Kategori kecenderungan pemecahan masalah pada subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4

Deskripsi Kategorisasi Kecenderungan Pemecahan Masalah Pada Subjek Penelitian

Skor Kategori Frekuensi Persentasi (%) X = 36,80 36,80 < X = 50,60 50,60 < X = 64,40 64,40 < X = 78,20 X > 78,20 Sangat rendah rendah Sedang tinggi Sangat tinggi 0 2 23 59 4 0 2,27 26,14 67,05 4,54 jumlah 88 100

(11)

Skala kecerdasan emosional terdiri dari 36 aitem. Setiap aitem diberi skor antara 1 sampai 4. Skor total subjek yang terendah sebesar 36×1=36 dan yang tertinggi sebesar 36×4=144, sehingga rentang skor total terendah dan tertinggi yaitu 144–36=108. Rentangan skor tersebut dibagi dalam satuan deviasi standar yaitu 108/6=18. Kelompok subjek dikategorikan mempunyai kecerdasan emosional sangat rendah (X=57,60), rendah (57,60<X=79,20), sedang (79,20<X=100,80), tinggi (100,80<X=122,40), dan sangat tinggi (X>122,40). Kategori kecerdasan emosional pada subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5

Deskripsi Kategorisasi Kecerdasan Emosional Pada Subjek Penelitian

Skor Kategori Frekuensi Persentasi (%) X = 57,60 57,60 < X = 79,20 79,20 < X = 100,80 100,80 < X = 122,40 X > 122,40 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0 0 24 60 4 0 0 27,27 68,18 4,55 Jumlah 88 100 3. Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan sebelum melakukan analisis data dengan uji hipotesis. Uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukannya uji korelasi agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji variabel penelitian ini yaitu kecenderungan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional terdistribusi secara

(12)

normal atau tidak. Kaidah yang digunakan yaitu jika p>0,05 maka sebaran data normal, dan jika p<0,05 maka sebaran data tidak normal.

Uji normalitas dengan menggunakan teknik one-sample Kolmogorof-Smirnov Test dari program SPSS 12.00 for Window menunjukkan nilai SZ=0,77; p=0,29 (p>0,05) untuk kecenderungan pemecahan masalah. Nilai K-SZ=0,57; p=0,45 (p>0,05) untuk kecerdasan emosional. Hasil uji normalitas ini berarti bahwa kecenderungan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional memiliki sebaran normal.

b. Uji Linieritas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui variabel penelitian ini yaitu kecenderungan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional memiliki hubungan yang linear atau tidak. Hubungan antara kedua variabel dikatakan linier apabila p<0,05 dan sebaliknya hubungan antara kedua variabel dikatakan tidak linier apabila p>0,05.

Uji linearitas dengan menggunakan program SPSS 12.00 for Windows

dengan teknik Compare Means menunjukkan nilai F=56,33; p=0,00 (p<0,05). Hasil uji linieritas ini berarti bahwa hubungan antara variabel kecenderungan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional linier.

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis yang dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara kecerdasan emosional dengan kecenderungan pemecahan masalah yaitu uji korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan program komputer

(13)

Uji korelasi antara variabel kecerdasan emosional dan kecenderungan pemecahan masalah menunjukkan nilai r=0,58; p=0,00 (p<0,01). Hasil uji korelasi ini berarti bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosional (emotional intelligence) dengan kecenderungan pemecahan masalah (problem solving) pada mahasiswa, sehingga hipotesis penelitian ini diterima.

Uji hipotesis penelitian ini diterima yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional (emotional intelligence) berhubungan dengan kecenderungan pemecahan masalah (problem solving) dengan korelasi determinan sebesar 0,338. Hal ini berarti bahwa kecerdasan emosional memberikan sumbangan sebesar 33,80 % terhadap kecenderungan pemecahan masalah dan selebihnya sebesar 66,20 % dipengaruhi oleh faktor lain di luar kecerdasan emosional.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka hipotesis yang telah diajukan yaitu ada hubungan positif antara kecerdasan emosional (emotional intelligence) dengan kecenderungan pemecahan masalah (problem solving) dapat

diterima. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,58 dengan p=0,00 (p<0,01) yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosional dengan kecenderungan pemecahan masalah. Semakin tinggi kecerdasan emosional subjek maka semakin tinggi kecenderungan pemecahan masalah, dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosional subjek maka semakin rendah kecenderungan pemecahan masalahnya.

(14)

Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi cenderung memecahkan masalah dengan baik yaitu individu yang mampu menilai dan memahami setiap emosi yang muncul dan menjadikannya tolak ukur yang positif untuk menghasilkan pemecahan yang efektif. Menurut Goleman (1999) kecerdasan emosional merupakan suatu kecerdasan yang melibatkan perasaan yang dikelola atau dikendalikan dengan baik, sehingga dengan perasaan yang terkendali diharapkan dapat membalik emosi marah menjadi tenaga pendorong untuk memecahkan masalah.

Kecerdasan emosional mempengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi masalah yang muncul pada dirinya (Melianawati dkk, 2001). Hal ini berarti bahwa dengan kecerdasan emosional individu dapat mengontrol perilakunya ketika sedang memecahkan masalah. Individu cenderung memecahkan masalah dengan memunculkan pemecahan masalah yang efektif yaitu pemecahan masalah yang tidak merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.

Diterimanya hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berhubungan dengan kecenderungan pemecahan masalah dimana korelasi determinan sebesar 0,338. Hal ini berarti bahwa kecerdasan emosional memberikan sumbangan sebesar 33,80 % terhadap kecenderungan pemecahan masalah dan selebihnya sebesar 66,20 % dipengaruhi oleh faktor lain di luar kecerdasan emosional.

Faktor lain di luar kecerdasan emosional yang mempengaruhi terjadinya pemecahan masalah yaitu inteligensi (Hadi, 1993). Semakin tinggi inteligensi

(15)

maka semakin tinggi efisiensi pemecahan masalah. Zook dan Divesti (Hadi, 1993) menambahkan bahwa tingkat inteligensi berkaitan erat dengan pemecahan masalah. Individu yang memiliki inteligensi tinggi berarti memiliki kecepatan dalam berpikir dan mampu berpikir kritis sehingga memudahkan individu dalam melakukan proses pemecahan masalah diantaranya mengidentifikasi masalah, mencari alternati-alternatif pemecahan masalah, dan menetapkan solusi dari masalah yang sedang dihadapinya.

Faktor lain yang mempengaruhi pemecahan masalah yaitu jenis kelamin (Hadi, 1993). Hasil penelitian yang dilakukan Hadi (1993) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan terhadap efisiensi pemecahan masalah. Perempuan lebih efisien daripada laki-laki dalam hal pemecahan masalah.

Pemecahan masalah juga membutuhkan kreativitas (Jordan dan Porath, 2006). Sejalan dengan itu, Rakhmat (2007) menyatakan bahwa kreativitas dapat memecahkan masalah secara realistis. Hardjito (1994) menambahkan bahwa pemecahan masalah menuntut adanya suatu kreativitas individu untuk mencari cara-cara pemecahan yang dapat mengatasi atau menghilangkan masalah. Individu yang kreatif tidak akan mencari alternatif solusi dari asumsi-asumsi yang sudah ada dan menerimanya begitu saja sebagai suatu yang dijadikan pegangan. Sebaliknya individu tersebut akan lebih berorientasi untuk mengembangkan berbagai alternatif solusi yang dimungkinkan atau bisa dikatakan berorientasi pada hasil bukan pada peraturan yang ada. Dengan demikian, individu akan menemukan beberapa alternatif pemecahan yang andal (Hardjito, 1994).

(16)

Sternberg (1999) mengungkapkan bahwa individu lebih baik jika menggunakan pengetahuan ketika sedang memecahkan masalah yaitu dengan keterampilan dan pengetahuan yang berdasarkan fakta. Adanya pengetahuan akan memudahkan individu untuk menemukan akar permasalahan yang sebenarnya. Jika permasalahannya sudah jelas, maka individu dapat mencari alternatif pemecahan dari permasalahan yang dihadapinya dengan tepat.

Bahaudin (1999) menyatakan perlunya keberanian untuk mengambil resiko dalam pemecahan masalah. Pengambilan resiko diperlukan ketika mencari alternatif-alternatif pemecahan maupun dalam melaksanakan pemecahan yang terpilih untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Setiap alternatif pemecahan tentu memiliki resiko, namun individu harus dapat meminimalisir dampak negatif dari solusi yang dipilihnya. Selain itu, tidak ada individu yang mampu memperkirakan keberhasilan maupun kegagalan suatu tindakan dengan tingkat ketepatan 100 %, namun individu dapat meyakinkan dirinya bahwa keputusan untuk mengambil resiko dan tindakan telah didasarkan pada pengumpulan informasi yang masuk akal dan sudah dianalisis.

Hardjito (1994) mengungkapkan bahwa pemecahan masalah individu dapat dipengaruhi oleh pengalaman di dalam menghadapi masalah. Pengalaman menunjukkan kecenderungan untuk memecahkan berbagai permasalahan dengan menetapkan dan melaksanakan pemecahan yang dipandang paling tepat dan optimal untuk mencapai keberhasilan.

Stein dan Book (2002) menambahkan bahwa naluri individu dalam memecahkan masalah dapat membantu terbentuknya proses pemecahan masalah

(17)

yang baik, namun naluri yang dipergunakan bukanlah naluri yang tidak terkendali melainkan naluri yang logis dan realistis. Selain itu, Stein dan Book (2002) menyatakan bahwa inovasi memberikan suatu penyegaran baru bagi terbentuknya pemecahan masalah yaitu dengan menemukan gagasan atau alternatif baru untuk memecahkan masalah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosional (emotional intelligence) dengan kecenderungan pemecahan masalah (problem solving) pada mahasiswa. Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi kecenderungan pemecahan masalahnya, begitu pula sebaliknya. Jadi hipotesis penelitian diterima.

SARAN

1. Bagi Subjek Penelitian (Mahasiswa)

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memotivasi mahasiswa agar berusaha mengelola emosi negatif menjadi emosi positif dalam menghadapi masalah, sehingga akan diperoleh solusi efektif tanpa menggunakan kekerasan maupun tindakan yang merugikan lainnya. Pada dasarnya masalah merupakan hal wajar dalam kehidupan yang dapat diselesaikan dengan baik. Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa semestinya memiliki kecenderungan pemecahan masalah (problem solving) yang handal agar dapat mewujudkan kemajuan bangsa di era yang semakin kompetitif. Hanya pemecah masalah (problem solver) handal yang

(18)

akan mampu membawa Indonesia untuk terus berkembang dan bersaing dengan bangsa lain di era globalisasi.

2. Bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat luas khususnya orangtua dan pendidik senantiasa memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar memecahkan masalahnya sendiri. Kecenderungan pemecahan masalah dapat berkembang dari kebiasaan dan pengalaman, namun orang tua dan pendidik perlu mengawasi tindakan mahasiswa agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang negatif. Mahasiswa dengan gejolak masa mudanya sering terbawa pada sikap emosional sehingga bukan masalah yang terselesaikan justru masalah akan menjadi semakin rumit bahkan memungkinkan munculnya masalah baru.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti yang tertarik dengan topik yang sama diharapkan menggunakan metode penelitian eksperimen karena metode eksperimen dirasa sebagai metode yang tepat untuk menggali segala informasi dari subjek mengenai kecerdasan emosional dan pemecahan masalah secara praktek. Selain itu, metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur pemecahan masalah berupa analisa kasus yang dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan subjek dalam memecahkan masalah secara nyata. Peneliti juga menghadirkan variabel kontrol yang erat kaitannya dengan pemecahan masalah yaitu inteligensi. Peneliti sebaiknya lebih cermat dalam memilih waktu pengambilan data agar subjek benar-benar dalam kondisi yang siap untuk memberikan respon pada alat ukur penelitian sehingga data yang diperoleh merupakan data yang objektif.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bahaudin, T. 1999. Brainware Management, Generasi Kelima Manajemen Manusia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Bradberry, T. & Greaves, J. Menerapkan EQ (Kecerdasan Emosional) di Tempat Kerja Dan Ruang Keluarga. Yogyakarta: Think.

Goleman, D. 1999. Working with Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hadi, C. 1993. Kesahihan dan Keandalan Efisiensi Pemecahan Masalah Ditinjau dari Pola Komunikasi, Pola Pemecahan Masalah dan Jenis Kelamin.

Anima 33, IX , 48-69.

Hardjito, D. 1994. Perencanaan dengan Pendekatan PIP (Performance Improvement Planning) dan Pemecahan Masalah. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hariwijaya, M. 2005. Tes Kecerdasan Emosional (Tes EQ): Metode Terbaru dalam Penerimaan Pegawai BUMN dan Karyawan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Heppner, P. P., Witty, T. E., & Dixon, W. A. 2004. Problem Solving Appraisal and Human Adjustment: a Review of 20 Years of Research Using the Problem Solving Inventory. The Counseling Psychologist; 32;344. http:tcp.sagepub.com/cgi/content/abstract/32/3/344./ 2/05/08

Jordan, E. A. & Porath, M. J. 2006. Educational Psychology, a Problem-Based Approach. The United States of America: Pearson Education, Inc.

Melianawati, F. X., Prihanto, S., & Tjahoanggoro A. J. 2001. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Kinerja Karyawan. Anima: Indonesian Psychological Journal, 17, 1, 57-62.

Rakhmat, J. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

(20)

Stein, S. J. & Book, H. E. 2002. Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Bandung: Kaifa.

Sternberg, R. J. 1999. Cognitive Psychology, Second Edition. The United States of America: Harcourt Brace College Publishers.

Sugiyono. 2007. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Penerbit Srikandi.

Teguh, M., Bachtiar, M., Allwar, Faqih, A. R., Zainal, E., Najamudin, Y., Purwanto, E., Harahap, Z., Sukirman, Hartono A., & Mujiono, I. 2003.

Latihan Kepemimpinan Islam Tingkat Dasar. Yogyakarta: UII Press.

Walgito, B. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi.

(21)

IDENTITAS PENULIS

Nama : Dian Afriyani

No. Mahasiswa : 04 320 304

Alamat Kos : Jl. Kaliurang Km 14.5 no 6 Lodadi, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta 55584

Alamat Rumah : Jl. Padat Karya no 23, Tanah Periuk, Lubuk Linggau, Sumatera Selatan 31626

Phone : 0852 292 10310

Referensi

Dokumen terkait

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah clustering metagenome, dengan judul Clustering Fragmen Metagenome

Identifying the form of phatic expression on mig33 Internet

materi Fisika di sekolah dengan media video edukasi, yang menggunakan ilmu. multimedia di dalam

TABEL KOMPETENSI DAN RINGKASAN MATERI KULIAH KURIKULUM

pemberdayaan hasil perkembangan IPTEKS dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Dimana proses layanan bimbingan dan konseling tidak lagi terhambat oleh ruang,

yaitu, tari, pantun, dan musik. Pada kesenian Campak, para penari yang terdiri atas penari perempuan disebut “nduk Campak ” dan penari laki-laki disebut “penandak”. Pada

[r]

Jika ada orang lain yang mengklaim bahwa produk multimedia yang didapatkannya adalah miliknya, maka pemegang hak cipta atas karya multimedia tersebut dapat membantahnya