• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan Mendongeng di Rumah Dongeng Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan Mendongeng di Rumah Dongeng Yogyakarta"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ARTIKEL ORISINAL

Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan

Mendongeng di Rumah Dongeng Yogyakarta

Reno Etri Prabowoa dan Rosalia Prismarini Nurdiartib abUniversitas Mercu Buana, Yogyakarta

DOI: https://doi.org/10.21776/ub.tuturlogi.2020.002.01.6

Fairy tale is one of communication activities, which is telling stories using verbal and nonverbal languages such as facial expression, body movement, and parabahasa. It is important that a storyteller in story telling activity can combine the two types of communication. It’s aim is to help the audience to get a better understanding of the message in the story which contained in the fairy tale. To be able to achieve it all, it is important to understand the elements contained in these two types of communication. These are verbal communication and nonverbal communication. This study uses a qualitative approach with descriptive method. So that can see and interact directly with the storyteller, when they are doing storytelling and other activities. The instrument for data collection uses documentation, interview, and direct observation which are then analyzed. The result of the research such as verbal communication in fairy tale is obtained by using spoken language directly, while nonverbal communication in fairy tale includes kinetic, parabahasa, physical appearance, and artifacts. This, greatly influences the delivery of messages in fairy tale.

Keywords: tale, stroryteller, verbal communication, nonverbal communication.

Dongeng merupakan salah satu kegiatan komunikasi, yaitu bercerita dengan menggunakan bahasa verbal lisan dan bahasa nonverbal seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan parabahasa. Penting bagi seorang storyteller dalam kegiatan mendongeng dapat memadukan kedua jenis komunikasi tersebut. Hal ini bertujuan untuk membantu penonton agar lebih memahami pesan cerita yang terdapat di dalam dongeng. Untuk mencapai itu semua, penting memahami unsur-unsur yang terdapat di dalam dua jenis komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, sehingga peneliti dapat melihat dan berinteraksi langsung dengan para storyteller. Instrumen pengambilan data menggunakan dokumentasi, wawancara, dan pengamatan langsung yang kemudian dianalisis. Hasil penelitian yang diperoleh adalah komunikasi verbal di dalam dongeng yaitu dengan menggunakan bahasa lisan secara langsung, sedangkan komunikasi nonverbal di dalam dongeng meliputi kinetik, parabahasa, penampilan fisik, dan artefak. Hal ini sangat memberikan pengaruh bagi penyampaian pesan di dalam dongeng.

Kata Kunci: dongeng, stroryteller, komunikasi verbal, komunikasi nonverbal.

Saat ini budaya dongeng sudah mulai berganti dengan budaya teknologi seperti smart phone. Tidak bisa disalahkan ketika kemajuan teknologi mulai memengaruhi budaya yang kita miliki. Pada dahulu kala ketika sebelum tidur, orang tua pasti akan menceritakan sebuah

(2)

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

78

kisah dongeng sebagai pengantar tidur untuk anaknya. Tetapi sekarang, tidak sedikit orang tua cenderung membiarkan anaknya terlelap dengan smart phone berada di sampingnya. Latar belakang tersebut yang membuat Rumah Dongeng Mentari Yogyakarta membentuk sebuah komunitas untuk membangkitkan budaya mendongeng. Anak-anak dalam usia tumbuh kembang memerlukan edukasi untuk meningkatkan daya imajinasi melalui cerita atau kegiatan mendongeng.

Pada kurun waktu 2016 hingga sekarang, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri banyak diselenggarakan kegiatan dongeng. Mulai dari pelatihan, perlombaan, dan pertunjukan dongeng. Baik di sekolah maupun tempat umum seperti hotel, cafe, ataupun tempat wisata yang berada di daerah Yogyakarta. Seperti pelatihan yang diadakan Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tanggal 21 Oktober 2016 bertajuk “Workshop Mendongeng Cerita Anak” untuk memberikan pembinaan bahasa dan sastra daerah kepada para guru Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) di DIY (Badan Bahasa, 2016).

Selain itu, komunitas Rumah Dongeng Mentari juga banyak menggelar acara mendongeng. Salah satunya saat peringatan Hari Dongeng Internasional yang bertempat di Hotel HOM Platinum Yogyakarta pada tanggal 22 Maret 2018. Dalam acara tersebut, mulai dari anak usia TK, SD, hingga mahasiswa, diajak berimajinasi dan menciptakan dongeng bersama. Proses interaksi saat mendongeng pun turut disaksikan oleh orang tua sang anak (Deni, 2018). Hal ini dapat menjadi bukti bahwa dongeng di Yogyakarta saat ini masih terus dilestarikan. Terdapat beberapa komunitas dongeng lainya di Yogyakarta, seperti Rumah Dongeng Indonesia di Kotagede atau Kampung Dongeng di Baciro. Ada juga komunitas yang fokus pada kisah-kisah hikmah, yaitu Persaudaraan Pencerita Muslim Indonesia (PPMI) di Mantrijeron, Kota Yogyakarta (Aditya, 2017).

Terbentuknya komunitas dongeng di daerah Yogyakarta tentunya melahirkan berbagai macam karakter storyteller. Hal ini juga terjadi pada komunitas Rumah Dongeng Mentari. Banyaknya pendongeng yang ada di komunitas ini tentu saja memiliki cara penyampaian yang beragam. Beragamnya gaya komunikasi yang dilakukan pendongeng membuat penulis ingin mengetahui lebih dalam mengenai cara berkomunikasi storyteller dalam kegiatan mendongeng di Rumah Dongeng Mentari. Kode verbal dan nonverbal dapat ditemukan dalam gaya berkomunikasi pendongeng. Pentingnya menyerasikan kedua bentuk komunikasi itu wajib dilakukan guna memberikan kejelasan makna. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui cara menyampaikan pesan dengan baik, sehingga bahasa dan cerita yang disampaikan dapat ditangkap dan dipahami.

Kajian tentang dongeng telah diteliti dari berbagai aspek. Alfi (2018) melihat sisi komunikasi yang digunakan pendongeng dalam menyampaikan pesan moral melalui media Selaparang TV, yakni komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal digunakan ketika mengisahkan dan menceritakan dongeng-dongeng, sedangkan komunikasi nonverbal digunakan dalam bentuk gambar-gambar ilustrasi dari dongeng yang dibawakan. Proses komunikasi yang terjadi di lapangan adalah komunikasi sekunder di mana pendongeng menyampaikan pesan moral melalui media televisi. Pesan yang disampaikan lebih banyak membahas kisah-kisah Nabi Muhammad SAW. Pesan moral religius di antaranya

(3)

perjuangan harus disertai dengan doa, membantu orang lain, selalu meminta kepada Allah SWT, jangan pernah tamak dan sombong terhadap harta.

Penelitian lain dilakukan dengan metode kunatitatif oleh Azkiya dan Iswinarti (2016). Kegiatan mendongeng merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak. Sebab, dalam mendongeng terjadi peningkatan proses mendapatkan kosa kata baru, mengevaluasi dan memahami informasi baru. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan desain Pretest-Posttest Control Group Design dengan pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Subjek penelitian berjumlah 30 orang siswa/i PAUD/KB Bunda Aini dengan rentang usia 5 sampai 6 tahun. Analisa data menggunakan paired sample t-test dengan hasil yang menunjukkan bahwa mendengarkan dongeng berpengaruh sangat signifikan terhadap kemampuan bahasa pada anak prasekolah, yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,000.

Kemampuan berbahasa diimplementasi dalam komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi nonverbal (nonverbal communiction) adalah semua aspek komunikasi selain kata-kata itu sendiri. Komunikasi nonverbal mencakup bagaimana mengutarakan kata-kata (misalnya, perubahan nada, volume), fitur-fitur lingkungan yang memengaruhi interaksi (misalnya, temperatur, cahaya), objek yang memengaruhi citra personal, dan pola interaksi (misalnya, pakaian, perhiasan, perabotan (Wood, 2013). Komunikasi nonverbal terdiri dari kinetic, yakni posisi tubuh dan gerakan tubuh termasuk di dalamnya gerakan wajah. Selain itu, ada haptic yang merupakan sentuhan fisik dan penampilan fisik. Artefak yakni objek atau benda yang disertakan ketika mengumumkan identitas dan parabahasa, termasuk di dalamnya berguman, terengah-engah, kualitas vocal, dan perubahan nada.

Komunikasi verbal merupakan pesan-pesan lisan yang dikirim melalui suara dan bisa melibatkan simbol-simbol verbal dan nonverbal (Liliweri, 2011). Ada beberapa efektivitas bahasa lisan, di antaranya: Pengucapan, semua unit dalam bahasa harus diucapkan secara jelas, benar, dan tepat. pesan tidak dapat dimengerti jika tanpa artikulasi yang jelas dan tepat meskipun maksud pengucapan ini benar. Kejelasan, berkaitan dengan kepadatan isi dan kelengkapan. Kosakata meliputi perbendaharaan kosakata dalam mengungkapkan sesuatu. Bahasa lisan mempunyai beberapa kelebihan, yakni ketika mengirim pesan mendapat umpan balik langsung dari penerima serta dapat segera diklarifikasi jika komunikator melakukan kesalahan. Dari sisi waktu, pesan verbal dapat ditularkan seketika melalui media tertentu. Komunikasi verbal juga bertujuan untuk mempersuasi dan mengontrol pihak lain.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode dalam penelitian ini sebagaimana yang diungkapkan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2017). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung kondisi fisik dan karakteristik lainya seperti gesture, bahasa, simbolik, yang digunakan saat melakukan kegiatan mendongeng. Wawancara dilakukan dengan Kak Ayu, sebagai salah satu pendiri komunitas Rumah Dongeng Mentari. Kak Bimo, Kak Aris dan Kak Azam diwawancara sebagai storyteller untuk memahami gaya mendongeng mereka. Pengambilan dokumentasi berupa foto saat mendongeng dan data yang relevan terkait komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal yang dilakukan.

(4)

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

80

Hasil dan diskusi

Komunikasi verbal dalam mendongeng

Liliweri (2011) membagi fungsi bahasa menjadi tiga, yaitu descriptive language, expressive langaugae dan directive language. Dalam penelitian ini, descriptive language dalam kegiatan mendongeng para storyteller menggambarkan atau mendeskripsikan isi dalam cerita kepada penonton seperti tokoh, watak, hingga perilaku tokoh tersebut. Dengan demikian, tentu penonton akan mengerti seperti apa gambaran tokoh di dalam dongeng tersebut, dan penonton akan memahami alur cerita dan pesan pada cerita.

Pentingnya mendeskripsikan isi dalam cerita bertujuan agar penonton mampu ikut merasakan menggunakan imajinasi mereka, sehingga penonton juga tidak pasif hanya mendengarkan saja. Akan tetapi, juga ikut aktif dengan imajinasi mereka. Hal ini akan membuat penonton memberikan respon seperti tertawa, tersenyum dan bertepuk tangan, yang menandakan bahwa deskripsi yang dilakukan oleh storyteller dapat di pahami dan di mengerti penonton.

Gambar 1. Ekspresi Penonton dalam acara Joy Circle

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Fungsi bahasa ekspresif dalam dongeng pada saat acara Joy Circle. Joy circle pertama diadakan pada tanggal 15 April 2017 bertempat di Rembug Kopi. Joy Circle, sebuah acara untuk penikmat dongeng/pendengar dongeng, yang memiliki keinginan untuk melatih atau belajar mendongeng. Acara ini juga sebagai wadah berbagi cerita dan dongeng dalam bentuk

open mic, yaitu sebuah pertunjukan secara langsung di mana para penonton atau pendengar boleh tampil di depan dan berbagi cerita.

Joy Circle ini dihadiri berbagai kalangan, mulai dari usia anak-anak, dewasa, dan orang tua. Terlihat bahwa ketika storyteller sedang bercerita disertai dengan nyanyian untuk mengekspresikan perasaan dalam cerita. Tujuannya agar perasaan sampai kepada penonton melalui nyanyian.

(5)

Gambar 2. Kegiatan mendongeng di acara Joy Circle

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bahasa sebagai directive language diucapkan secara langsung dari pendongeng kepada penonton. Setiap pendongeng mengirimkan pesan di dalam cerita melalui perkataan dan gerakan secara langsung kepada penonton dengan media pendukung dan tanpa melalui media pendukung. Sedangkan ceremonial language merujuk pada penggunaan bahasa yang terstruktur saat mendongeng. Pada saat mereka bercerita, tidak ada kata cacian, hinaan, dan kata-kata lain yang sifatnya negatif.

Setiap storyteller sebelum melakukan aktivitas bercerita selalu menyiapkan bahan atau materi yang akan diceritakan demi kelancaran saat mendongeng terlebih dahulu. Ada beberapa langkah dalam bercerita, seperti pemilihan cerita, intonasi, persiapan sebelum masuk kelas, pemunculan tokoh dan peniruan suara (Aziz, 2017). Pemilihan cerita bisa berupa cerita humor, binatang, romantis, misteri, dan sebagainya. Memilih cerita yang sesuai dengan tema acara dan menyesuaikan permintaan dari panitia. Storyteller melihat siapa yang menjadi penontonnya. Hal ini penting agar mereka dapat menguasai isi cerita tersebut, sehingga mudah dalam mendeskripsikan atau menggambarkan cerita kepada penonton.

Storyteller akan melakukan persiapan sebelum masuk kelas atau naik ke atas panggung, ini akan membantu dalam penyampaian cerita dengan mudah. Seperti penguasaan cerita, alat yang dipakai saat akan manggung, serta mental yang baik ketika berhadapan dengan para penonton. Dengan pengusaan cerita yang baik, maka akan dapat menggambarkan berbagai peristiwa di hadapan penonton. Pada acara sayembara Pendongeng Cilik, hampir semua peserta pendongeng cilik menguasai materi cerita yang disampaikanya. Selain itu, sebagian dari mereka ada yang membawa alat pendukung bercerita, seperti boneka, wayang, alat musik, dan sebagainya. Acara ini berlangsung di Gembira Loka Zoo, menghadirkan pendongeng cilik yang sudah melalui jalur seleksi.

(6)

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

82

Gambar 3. Peserta Pendongeng Cilik dengan media wayang

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Intonasi menjadi langkah dasar dalam bercerita karena dapat menghidupkan dongeng. Intonasi terjadi ketika awal mulai cerita dan ketika ada suatu peristiwa di dalam cerita. Pada saat awal dimulai cerita, sang pendongeng sempat mengeraskan suara ketika seorang tokoh dalam cerita sedang memanggil temannya. Selanjutnya terjadi penekanan suara ketika sedang dalam puncak peristiwa. Intonasi ini hadir dalam pemunculan tokoh. Misalnya saat memunculkan tokoh seekor binatang kera, maka akan disertai dengan mimik wajah dan gerakan tubuh yang menggambarkan seekor kera. Penting bagi seorang pendongeng mempelajari terlebih dahulu alur cerita serta tokoh-tokohnya, agar dapat memunculkannya secara hidup.

Dalam mendongeng juga penting adanya penampakan emosi. Penampakan emosi di dalam cerita perlu untuk dilatih dan dipersiapkan. Agar pendongeng dapat mengetahui situasinya saat menunjukkan rasa kasihan, protes, marah atau mengejek. Maka intonasi dan kerut wajah harus menunjukkan hal tersebut. Sebagai contoh, saat menceritakan seorang pangeran muda yang sedang menunjukkan keberanian untuk melawan nenek sihir. Peniruan suara akan semakin mempertegas penampakan emosi. Ada beberapa suara yang bisa ditirukan, seperti suara motor, suara binatang, suara anak kecil, dan suara seorang kakek-kakek. Hal ini bertujuan agar cerita dapat tersampikan dengan jelas dan pendengar pun dapat menghayati cerita tersebut.

Pesan lisan yang dikirim melalui suara harus diucapkan secara jelas, benar, dan tepat. Pesan tidak dapat dimengerti jika tanpa artikulasi yang jelas dan tepat, meskipun maksud pengucapan ini benar. Para storyteller menerangkan bahwa pengucapan secara lisan sangat penting karena hal ini dapat memengaruhi tingkat pemahaman cerita yang disampaikan kepada penonton. Storyteller sebagai seorang yang menyampaikan cerita di dalam sebuah dongeng harus memiliki pengucapan yang jelas, sebaiknya dalam berbicara intonasi dan artikulasi dapat seimbang. Tidak terlalu cepat saat berbicara dan jelas pada saat menyampaikan cerita. Bercerita yang baik yaitu ketika alur cerita, karakter dari tokoh di dalam cerita, dan pesan dalam cerita dapat tersampaikan kepada penonton dengan baik.

Kejelasan di dalam komunikasi verbal pada saat melakukan observasi di acara mendongeng yaitu ketika storyteller sedang bercerita. Kepadatan isi dan kelengkapan bahwa

(7)

setiap pesan sebaiknya singkat namun tak boleh mengabaikan aspek kelengkapan. Dalam mendongeng para storyteller memiliki durasi tersendiri untuk bercerita. Agar waktu dan pesanya bisa sesuai dengan durasi bercerita dan diterima, maka cerita pun dibuat singkat namun jelas. Dalam hal ini, storyteller pun merangkai cerita dengan cara menyingkat alur cerita tanpa mengurangi makna dan pesan didalamnya.

Seorang storyteller dalam menyampaikan dongeng memiliki keberagaman kosakata yang diucapkannya. Keberagaman kosakata ini bertujuan agar penonton tidak bosan untuk mendengarkan dongeng. Bercerita akan membosankan apabila storyteller selalu mengungkapkan sesuatu dengan kata-kata dan kalimat yang sama. Akan tetapi, harus disesuaikan dengan kadar pikir penonton. Jika penontonnya anak-anak, maka kosakata yang digunakan sederhana. Pada saat mendongeng, pemilihan kosakata yang dilakukan oleh

storyteller harus sesuai dengan siapa yang menjadi penonton. Selain itu, memilih kosakata yang baik dan beragam membuat dongeng semakin menarik dan penonton pun akan lebih antusias dalam memperhatikan dongeng tersebut.

Mendongeng juga bertujuan untuk mempersuasi dan mengontrol penonton. Misalnya, ketika bercerita tentang seorang pemuda yang gagah berani dan suka menolong, seorang pendongeng akan memberikan argumen bahwa orang yang suka menolong disukai dan memiliki banyak teman. Mendongeng merupakan kegiatan dengan menggunakan bahasa sebagai salah satu alat untuk menyampaikan pesan dalam dongeng. Agar pesan tersampaikan dengan baik, maka seorang pendongeng harus melihat siapa yang akan menjadi penontonnya. Jika penontonnya anak-anak, maka seorang pendongeng harus menggunakan bahasa yang dimengerti oleh anak, atau mendeskripsikan cerita dengan bahasa yang mudah. Penting bagi pendongeng untuk bisa menguasai penonton, agar lebih mudah dalam membangun pesan melalui dongeng kepada mereka. Dalam hal ini para storyteller harus memiliki kemampuan untuk menarik perhatian dari penonton. Salah satunya melalui ice breaking, yaitu sebuah permainan yang dapat mencairkan suasana di tengah acara. Ketika para penonton mulai kurang fokus, maka seorang storyteller melakukan ice breaking untuk mendapatkan atensi dari penonton.

Gambar 4. Kegiatan mendongeng di Acara Sayembara Pendongeng Cilik

(8)

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

84

Bahasa lisan sangat praktis digunakan dalam melakukan kegiatan yang mengandung unsur komunikasi di dalamnya. Seperti dongeng, misalnya. Dongeng merupakan salah satu kegiatan yang menggunakan bahasa lisan dalam menyampaikan cerita. Kelebihan menggunakan bahasa lisan menurut Liliweri (2011) adalah penyesuaian pesan. Penting bagi seorang storyteller untuk dapat menyesuaikan pesan dengan sedikit menggunakan bahasa daerah agar mendapatkan atensi lebih dari penonton. Dalam penggunaan bahasa lisan juga mudah untuk mengklarifikasi. Sebagai contoh, saat storyteller sedang bercerita, mereka mampu memperjelas dan memberikan pesan-pesan jika ada tokoh yang kurang baik. Mereka dapat langsung mengkomunikasikan bahwa yang dilakukan tokoh tersebut adalah perbuatan yang salah. Hal ini agar segera dipahami oleh penonton.

Komunikasi nonverbal dalam mendongeng

Komunikasi nonverbal dalam bercerita meliputi kinestetik, penampilan fisik, artefak dan parabahasa. Pada dasarnya, dongeng merupakan budaya tutur. Bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan. Bahasa lisan merupakan bagian dari komunikasi verbal. Akan tetapi, untuk menghidupkan suasana cerita kepada penonton dan sebagai salah satu dari fungsi hiburan, maka komunikasi nonverbal digunakan sebagai pendukung dari komunikasi verbal.

Gambar 5. Eskpresi mimik muka ketika bercerita

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Komunikasi nonverbal kinestetik oleh seorang storyteller pada saat bercerita menunjukkan pesan yang beragam. Dimulai dari ekspresi wajah, ekspresi wajah dalam bercerita dipergunakan agar penonton bisa memahami karakter apa yang disampaikan oleh seorang storyteller. Pada umumnya, ekspresi wajah yang dilakukan oleh storyteller mewakili dari para tokoh yang sedang diceritakan dan mengekspresikan ketika tokoh

(9)

tersebut sedang senang, sedih, ataupun marah. Dalam mendongeng, seorang storyteller

memperlihatkan ekspresi wajah setelah bercerita untuk memperkuat bentuk imajinasi dan menghidupkan cerita kepada penonton.

Selain ekspresi wajah, gerakan tubuh juga termasuk dalam komunikasi nonverbal kinetik. Namun, tidak semua dalam mendongeng harus disertai dengan gerakan tubuh. Contoh gerakan tubuh seperti memperagakan seorang tokoh pangeran menaiki kuda. Memperagakan karakter merupakan cara untuk menghidupkan cerita kepada penonton. Hal ini sangat membantu dalam mempermudah penyampaian pesan dalam dongeng. Sesekali juga para storyteller melakukan gerakan untuk berinteraksi dengan penonton, seperti mengacungkan jari jempol, mengeluarkan ekspresi melamun dengan menunjuk ke salah satu penonton.

Penampilan seorang storyteller saat di atas panggung menjadi penting untuk memperlihatkan identitasnya di atas panggung. Meski penampilan fisik tidak terlalu menjadi sorotan utama ketika bercerita, namun penampilan dapat memberikan pengaruh kepada penonton. Apa yang diperhatikan mengenai penampilan membentuk penilaian akan tingkat daya tarik. Setiap storyteller memiliki gaya penampilan masing-masing. Seperti salah satu penampilan storyteller dalam acara pagelaran dongeng Jogja.

Gambar 6. Kegiatan bercerita dengan aksesoris

Sumber: https://www.instagram.com/p/BqHk05HFAMN/

Beberapa storyteller membawa benda (artefak) untuk disertakan saat mendongeng. Seperti alat musik, boneka, dan gambar. Tentu saja hal ini akan membantu storyteller dalam bercerita. Namun, tidak semua storyteller menyertakan benda saat mendongeng. Semua kembali kepada kebutuhan masing-masing para storyteller. Membawa benda seperti boneka, gambar, maupun alat musik, tentunya akan menambah komunikasi nonverbal kepada penonton.

(10)

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

86

Gambar 7. Artefak dalam pertunjukan dongeng

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 8. Properti boneka saat mendongeng

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Di tengah-tengah bercerita, para storyteller sering mengeluarkan komunikasi vokal yang tidak mencakup kata-kata. Seperti bergumam, memperagakan suara alam seperti angin, bunyi-bunyian kendaraan bermotor, dan bunyi-bunyian yang membangun suasana horor. Hal ini dapat membangun suasana di tengah-tengah penonton. Parabahasa dalam bercerita akan dapat membantu dalam berimajinasi oleh para penonton. Hal ini dinilai perlu untuk dilakukan oleh para storyteller guna membangun suasana.

Dalam konteks membangun imajinasi, melalui parabahasa ini penonton akan interaktif untuk membangun imajinasinya. Sebab, para storyteller mampu membangun suasana atau menggambarkan suasana dalam cerita menggunkan parabahasa. Sangat penting dapat

(11)

membangun sebuah suasana dalam cerita, sehingga penonton pun ikut merasakan cerita tersebut. Untuk itu, penting bagi seorang storyteller dituntut bisa memadukan komunikasi verbal dan nonverbal ini.

Komunikasi verbal dan nonverbal di dalam mendongeng perlu untuk dipadu padankan. Karena hal ini mempermudah penonton untuk memperoleh pesan dari cerita tersebut. Selain itu, seorang storyteller sendiri dapat dengan mudah membawakan cerita dan suasana dalam cerita menjadi hidup dengan memadu padankan unsur-unsur yang ada di dalam dua jenis komunikasi.

Beberapa storyteller mampu menggunakan parabahasa dengan baik, serta mampu membangun suasana di dalam dongeng kepada penonton. Selain itu, penulis juga menemukan bahwa ketika tingkat penggunaan parabahasa di dalam kegiatan mendongeng terlalu berlebihan, maka yang terjadi adalah penonton terlalu fokus terhadap parabahasa yang digunakan oleh storyteller. Pada akhirnya, yang diingat oleh penonton bukan pesan dalam cerita, namun kagum akan parabahasa yang digunakan storyteller.

Penutup

Dongeng merupakan sebuah kegiatan bercerita yang memiliki dua jenis komunikasi di dalamnya, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal dalam mendongeng meliputi pengucapan, kejelasan, kosakata dan intonasi. Komunikasi nonverbal

storyteller membuat sebuah cerita menjadi hidup. Elemen nonverbal meliputi konestetik, penampilan fisik, artefak dan parabahasa. Kedua jenis komunikasi dalam mendongeng tersebut dapat memberikan kemudahan bagi penonton untuk dapat berimajinasi dan menerima pesan di dalamnya. Kegiatan mendongeng pada dasarnya adalah komunikasi verbal dengan bahasa lisan secara langsung dari seorang storyteller. Agar ceritanya hidup dan ada unsur entertain di situ, maka didukung dengan komunikasi nonverbal. Jika kedua jenis ini dipadukan, maka komunikasi yang terjadi antara pendongeng dengan penonton akan baik. Sebab, penonton dapat memahami cerita yang disampaikan. Tidak hanya memahami, penonton juga dapat merasakan dengan berimajinasi, sehingga ceritanya masuk di dalam benak para penonton.

Daftar pustaka

Aditya, I (2017). Dongeng untuk Pendidikan Karakter Anak. krjogja.com. Diakses dari https://www.krjogja.com/angkringan/opini/dongeng-untuk-pendidikan-karakter-anak/

Alfi, A, H. (2018). Komunikasi moral religius melalui dingeng pada Selaparang TV. Komunike, X(1), 18-31.

Aziz, A.M.A (2017). Mendidik dengan cerita. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Azkiya, N, R. Iswinarti. (2016). Pengaruh mendengarkan dongeng terhadap kemampuan bahasa pada anak prasekolah. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 04(02), 123-39

Badan Bahasa (2016). Berlatih Menulis Dongeng dan Mendongeng di Balai Bahasa Yogyakarta. Diakses dari http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/node/2150

Deni. (2018). Komunitas Rumah Dongeng Mentari Ajak Anak Mendongeng Bersama.

kumparan.com. Diakses dari https://kumparan.com/tugujogja/komunitas-rumah-dongeng-mentari-ajak-anak-mendongeng-bersama/full

(12)

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

88

Liliweri, A. (2011). Komuniksi serba ada serba makna. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Moleong, L.J. (2017). Metodologi penelitian kualitatif (Edisi revisi). Bandung: Remaja Rosdakarya Wood, J, T. (2013). Komunikasi teori dan praktik.komunikasi dalam kehidupan kita. Jakarta:

Gambar

Gambar 1. Ekspresi Penonton dalam acara Joy Circle
Gambar 2. Kegiatan mendongeng di acara Joy Circle
Gambar 3. Peserta Pendongeng Cilik dengan media wayang
Gambar 4. Kegiatan mendongeng di Acara Sayembara Pendongeng Cilik
+4

Referensi

Dokumen terkait

Desainer grafis merupakan salah satu profesi menggunakan tulisan, ruang, dan gambar dalam berkomunikasi Profesi ini memiliki tugas menyampaikan sebuah informasi dalam bentuk

Diharapkan dalam memberikan perawatan pada bayi atau anak dengan gangguan pada saluran pencernaan obstruksi usus mekanik ini yaitu invaginasi, perawat harus

Siswa mampu mengayunkan lengan ke arah sasaran berlari mengejar bola ke berbagai arah atau posisi dalam permainan pantoker (pantul bola dan kejar) ayunan lengan untuk

Saat ini banyak terdapat berbagai aneka cemilan di kota Palembang, namun dengan keunggulan yang ditawarkan oleh Purple Snack ini diharapkan calon konsumen lebih

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Masyithoh (2017) yang menyatakan variabel bauran pemasaran tempat secara parsial berpengaruh terhadap keputusan pembelian madu

Strategi analogi mengenal adanya konsep target dan rujukan dalam analogi menjadi perbandingan yang menyeluruh antara kedua konsep tersebut dapat memperluas cakrawala

Namun terdapat perbedaan dalam hal pengerahan Tim SAR Tempur dan SAR pada umumnya, dimana perbedaan antara kemampuan dasar Search And Rescue Denmatra Paskhas yang