• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN KETENTUAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNAAN ALAT TANGKAP PUKAT TRAWL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN KETENTUAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNAAN ALAT TANGKAP PUKAT TRAWL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN KETENTUAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNAAN ALAT TANGKAP PUKAT TRAWL

Aris Munandar

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Mukhlis

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Abstrak - Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan alasan tindak pidana penggunaan alat tangkap pukat trawl tidak dilimpahkan ke pengadilan, hambatan dalam penanggulangan tindak pidana penggunaan pukat trawl dan upaya-upaya penanggulangan tindak pidana penggunaan pukat trawl.Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan tindak pidana penggunaan alat tangkap pukat trawltidak dilimpahkan ke pengadilan adalah karena kasusnya diselesaikan oleh Lembaga Adat dan tidak adanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil bidang perikanan di Kabupaten Aceh Barat. Hambatan penanggulangantindak pidana tersebut yaitu faktor kurangnya kesadaran hukumdariparanelayan, sarana dan prasarana tidak memadai, anggaran, keadaan geografis alam. Upaya untuk penanggulangannya yaitu melakukan upaya secara preventif berupasosialisasi, memberikan himbauan, penyuluhan hukum dan pembinaan secara khusus serta upaya represif dengan pemusnahan alat tangkap pukat

trawl.Disarankan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan dan Kepolisian Perairan Kabupaten Aceh Barat untuk

menambahsarana dan prasarana, kepada Panglima Laot agar terus memberikan himbauan kepada para nelayan yang menggunakan pukat trawl, serta para instansi terkait untuk bekerjasama guna tercipta penegakan hukum yang efektif.

Kata Kunci : Tindak Pidana, Pukat Trawl

Abstract - This research aimed to explain the reason for the crime of using trawl not transferred to the court,

the obstacles in tackling criminal offense of using trawl and the efforts in tackling criminal offense of using trawl. The results showed that the reason for the crime of using trawl not transferred to the court is because it is settled by the customary institution and the absence of Civil Servant Investigators in the fisheries sector in Aceh Barat regency. Obstacles in tackling such crime were the lack of legal awareness of the fishermen, inadequate facilities and infrastructure, budgetary issues, and natural geographical circumstances. The preventiveefforts to overcome that problem were providing socialization, providing counseling, and also legal counseling and coaching in particular and repressive effortssuch as destructing the trawl.It is suggested that the Department of Marine and Fisheries and Aquatic Police of Aceh Barat add facilities and infrastructure, Panglima Laot (Sea Commander) continue to provide an appeal to the fishermen in order not to use trawl, as well as relevant institutions continue to work together to create an effective law enforcement.

Keywords : Criminal Acts, Trawl

PENDAHULUAN

Lautan memiliki banyak sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Laut Indonesia berfungsi sebagai sumber pangan terutama protein hewani dalam bentuk ikan dan hewan laut lainnya. Dari laut para nelayan memperoleh penghidupan dengan menangkap ikan, mereka tidak perlu membuat kolam untuk membudidayakan ikan. Cukup bermodalkan pancing, jala, dan kapal maka kegiatan perekonomian dapat dijalankan.

Bagi masyarakat Kabupaten Aceh Barat khususnya yang bertempat tinggal dipesisir pantai. Nelayan merupakan mata pencaharian yang dominan, hasil tangkapan mereka di samping untuk dikosumsi juga untuk dijual. Para nelayanumumnya menggunakan alat tangkap ikan seperti pancing, jala, jaring, dan jugaalat tangkap ilegal seperti pukat trawl.

(2)

Mereka tidak mengetahui adanya larangan penggunaan alat ilegal tersebut, yang dapat merusak terumbu karang dan keberlanjutan sumber daya ikan.

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menyebutkan bahwa:

(1) Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.

(2) Ketentuan mengenai alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan diatur tentang ketentuan pidana yaitu dalam Pasal 85 yang menyebutkan :

Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang menganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 65 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menyebutkan bahwa. ”Pemerintah dapat memberikan tugas kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan di bidang perikanan”

Berdasarkan Keputusan Bupati Aceh Barat Nomor: 418.a Tahun 2014, dibentuklah Tim Terpadu dan Pengawasan Alat Tangkap yang Tidak Ramah Lingkungan (Illegal

Fishing), yang terdiri dari unsur Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Polres, Kodim, Pol

Air, TNI-AL, Dinas Perhubungan dan Satpol PP. Tim inilah yang kemudian melakukan patroli dan berhasil menangkap beberapa nelayan yang menggunakan pukat trawl di perairan Kabupaten Aceh Barat.Tim Terpadu Kabupaten Aceh Barat melakukan penyitaan dan pemusnahan pukat trawl milik nelayan, namun tindakan penyitaan dan pemusnahan tersebut tidak membuat jera para nelayan. Mereka tetap nekat menggunakan pukat trawl sebagai alat untuk menangkap ikan.

Peraturan perundang-undangan di atas menuntut para penegak hukum untuk menindak lanjuti apabila terjadinya tindak pidana penggunaan pukat trawl.

(3)

Dari uraian, di atas diajukan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Mengapa tindak pidana penggunaan alat tangkap pukat trawl tidak dilimpahkan ke pengadilan?

2. Apa yang menjadi hambatan dalam menanggulangi tindak pidana penggunaan alat tangkap pukat trawl?

3. Apa upaya-upaya yang dilakukan dalam menanggani tindak pidana penggunaan alat tangkap pukat trawl?

METODE PENELITIAN

Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Tindak Pidana merupakan tindakan melanggar hukum pidana yang telah dilakukan

dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang hukum pidana telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

2. Alat Penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan. Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian perikanan/ekplorasi perikanan. 3. Pukat Trawl (Pukat Harimau) adalah alat penangkap ikan berbentuk jaring kantong

yang ditarik di belakang kapal pada jarak yang panjang dalam keadaan berjalan menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis demersal lainnya.Pukat ini ada yang dioperasikan di tengah-tengah kolom air (midwater trawl) dan ada pula yang dioperasikan di dasar perairan (bottom trawl). Lokasi yang diambil adalah wilayah hukum Kabupaten Aceh Barat.Adapun populasi dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait diantarnya nelayan, panglima laot, pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat dan anggota Kepolisian Perairan Aceh Barat.

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara Purposive sampling

(kelayakan), dimana dari keseluruhan populasi penelitian akan diambil beberapa orang

sebagai sampel yang diperkirakan dapat mewakili keseluruhan populasi, yang terdiri dari responden dan informan. Untuk itu yang menjadi sampel adalah sabagai berikut:

(4)

a. Pelaku : 2 orang

b. Anggota Kepolisian Air Aceh Barat : 2 orang

c. Pengawai Dinas Kelautan dan Perikanan

Aceh Barat : 2 orang

2. Informan :

a. Direktorat Polisi Air Aceh Barat

b. Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Barat c. Panglima Laot Aceh Barat

Adapun cara pengumpulan data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut :

a. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk memperoleh data primer. Hal ini dilakukan melalui wawancara dengan responden dan informan dengan tujuan untuk memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaran terhadap masalah yang akan diteliti. b. Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan ini dimaksud untuk memperoleh data sekunder. Hal ini dilakukan dengan mempelajari perundang-undangan dan literatur-literatur yang ada hubungannya dengan objek penelitian ini. Sehingga dapat diperoleh teori-teori dan konsep-konsep yang diperlukan dalam pembahasan.

Data yang diperoleh dengan editing, yaitu memeriksa dan meneliti apakah data yang telah diperoleh sudah memenuhi syarat dan mampu dipertanggungjawabkan oleh peneliti.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan maupun data dari hasil penelitian kepustakaan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data lapangan dilakuan dengan menggunakan daftar pertanyaan kemudian dilakukan waawancara dengan responden dan informan. Selanjutnya penyusunan hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptis yaitu berusaha memberikan gabaran secara nyata tentang kenyataan-kenyataan yang ditemukan dalam praktek dengan memaparkan hasil penelitian lapangan yang disertai uraian dasar hukum yang berlaku dan mengaikan dengan data kepustakan, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dan saran dari seluruh hasil penelitian.

(5)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Istilah tindak pidana atau delik berasal dari bahasa latin yaitu delictum, delict (Jerman),delit (Perancis), delict (Belanda). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan yakni sebagai perbuatan yang dapat dikenakan hukum karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.1

Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.2 Dapat juga dikatakan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang melakukan perbuatan tersebut. Jadi, tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana, terjadinya tindak pidana adalah karena adanya perilaku atau perbuatan yang melanggar ketertiban umum terhadap aturan hukum dan perbuatan itu menimbulkan ketidaknyamanan dan ketentraman didalam kehidupan masyarakat. Di dalam hukum pidana juga mengenal azas legalitas, yaitu tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam pidana sebelumya ada ketentuan undang-undang yang mengatur.

Andi Hamzah, ahli hukum Pidana Indonesia,membedakan istilah hukuman dengan pidana, yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah Straf. Istilah hukuman adalah istilah umum yang dipergunakan untuk semua jenis sanksi hukum perdata, adminitratif, disiplin dan pidana. Sedangkan istilah pidana diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukum pidana.3

Illegal Fishing adalah suatu kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan dan melanggar

hukum. Illegal Fishing di perairan Indonesia sering terjadi di wilayah Barat dan Timur. Kegiatan Illegal Fishing yang sering terjadi di perairan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing yang berasal dari beberapa negara tetangga.

Diperkirakan sebagian besar terjadi di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan di perairan kepulauan. Jika dilihat dari jenis alat tangkap ikan yang banyak dioperasikan dalam kegiatan

Illegal Fishing adalah seperti Purse seine dan trawl.

Jenis-Jenis Kegiatan Illegal Fishing yang umum terjadi di wilayah perairan Indonesia adalah :

1

Leden Marpaung, Asas-Teori-Pratik Hulum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, 2005, hlm. 7. 2

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008. Hlm. 54. 3

(6)

1. Penangkapan ikan tanpa izin;

a. Tidak memiliki surat izin perikanan (SIUP)

b. Tidak memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI), dan c. Tidak memiliki surat izin kapal pengangkutan ikan (SIKPI) 2. Memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan;

a. Pelanggaran daerah penangkapan ikan b. Pelanggaran alat tangkap

c. Pelanggaran ketaaatan berpangkalan 3. Pemalsuan/manipulasi dokumen;

a. Pengadaan b. Registrasi c. Perizinan kapal

4. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap ikan terlarang. a. Menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak

b. Mengunakan Alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan kelestarian sumber daya ikan.4

Dari keempat jenis tindak pidana Illegal Fishing tersebut, yang sangat sering terjadi ialah tindak pidana penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang seperti penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak dan pukat trawl. Seperti halnya di Kabupaten Aceh Barat, dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan sangat banyak nelayan yang menggunakan pukat trawl.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa tindak pidana penggunaan alat tangkap pukat trawl tidak dilimpahkan ke pengadilan disebabkan oleh beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kasus sudah diselesaikan oleh Lembaga Adat

Dalam Pasal 13 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat menyebutkan bahwa ada 18 perkara yang dapat diselesaikan secara adat adalah :

4

http://pusatstudisumberdayapesisirlaut.blogspot.co.id/2014/12/illegal-fishing.html, Diakses 06 November 2016,.Pukul 14:00-15:00 WIB

(7)

(1) Sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat meliputi: a. perselisihan dalam rumah tangga;

b. sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh; c. perselisihan antar warga;

d. khalwat meusum;

e. perselisihan tentang hak milik;

f. pencurian dalam keluarga (pencurian ringan); g. perselisihan harta sehareukat;

h. pencurian ringan;

i. pencurian ternak peliharaan;

j. pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan; k. persengketaan di laut;

l. persengketaan di pasar; m. penganiayaan ringan;

n. pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat); o. pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik;

p. pencemaran lingkungan (skala ringan);

q. ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman); dan

r. perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat.

Dari jenis sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat dalam Kanun di atas, bahwa penyelesaian secara Adat hanya bisa dilakukan terhadap tindak pidana ringan (Tipiring). Namun kasus-kasus penggunaan alat tangkap pukat trawl, dalam praktiknya dilakukan penyelesaiannya secara adat (dalam hal ini oleh Lembaga Adat Panglima Laot). Seharusnya penyelesaian terhadap kasus penggunaan alat tangkap pukat trawl tidak dilakukan oleh Lembaga Adat Panglima Laot, karena penyelesaian tindak pidana ini bukanlah kewenangan dari pada Lembaga Adat.

Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Huruf (k) Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, Lembaga Adat Panglima Laot hanya berwenang menyelesaikan permasalahan sengketa/perselisihan yang terjadi dilaut antara para nelayan. Dengan demikian penyelesaian kasus tindak pidana penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat trawloleh Lembaga Adat Panglima Laot tidak akan

(8)

menghilangkan unsur pidana, karena tindak pidana penangkapan ikan dengan pukat trawl merupakan tindak pidana dengan ancaman pidana berat.

2. Alasan tidak adanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan

Kabupaten Aceh Barat tidak memiliki tenaga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) perikanan dalam melakukan penyidikan terkait kasus penggunaan alat tangkap pukat trawl

(Illegal Fishing). Jika dilihat ketentuan Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun

2009 tentang Perikanan,penyidik dari Kepolisian Perairan Kabupaten Aceh Barat, penyidik Perwira TNI-AL dapat melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut, karena mereka juga diberikan wewenang untuk melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana dibidang perikanan.

Penerapan hukum positif didalam tindak pidana penangkapan ikan dengan pukat trawl ini harus ditegakkan dengan baik dan efektif, agar memberikan dampak dan efek jera bagi pelaku. Tidak hanya diselesaikan secara adat demi kepentingan bersama dalam mentaati aturan hukum yang ada di Negara Republik Indonesia.

Hasil penelitian menunjukan bahwa hambatan Tim Terpadu Pengawasan Alat Tangkap yang tidak Ramah Lingkungan (Illegal Fishing) Kabupaten Aceh Barat dalam menanggulangi tindak pidana penangkapan ikan dengan pukat trawl yaitu: faktor sarana dan prasarana yang kurang memadai pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat dan Satuan Polisi Air Kabupaten Aceh Barat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat dan Kepolisian Polisi Perairan Kabupaten Aceh Barat, faktor-faktor yang menjadi hambatan antara lain adalah sebagai berikut :

1. Faktor Kurangnya Kesadaran Hukum dari Para Nelayan 2. Faktor Sarana dan Prasarana yang kurang memadai 3. Faktor Anggaran

4. Faktor Keadaan Geografis Alam

Upaya yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat dan Kepolisian Perairan Aceh Barat, dalam menanggulangi tindak pidana penangkapan ikan dengan pukat trawl yang dilakukan oleh nelayan di Aceh Barat cukup baik, namun pratek

Illegal Fishing dengan menggunakan pukat trawl masih berlangsung, bahkan para nelayan di

kabupaten tersebut seperti tidak menghiraukan ancaman hukuman yang telah ditetapkan di dalam undang-undang.

(9)

Dinas Kelautan dan Perikanan yang berkerja sama dengan Kepolisian Perairan Aceh Barat, masih terkendala dengan sulitnya mengumpulkan nelayan-nelayan di dua kecamatan tersebut dalam menyampaikan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh para nelayan tersebut. Berikut beberapa upaya yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat dan Kepolisian Perairan Aceh Barat dalam menanggulangi tindak pidana Illegal

Fishing dengan menggunakan pukat trawl.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat dalam menanggulangi tindak pidana penangkapan ikan dengan pukat trawl, melakukan beberapa upaya yang dianggap dapat mengurangi penggunaan alat tangkap tersebut sehingga permasalah pukat trawl dapat terselesaikan.

Upaya yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat adalah sebagai berikut :

1. Melakukan Sosialisasi 2. Memberikan Himbauan

3. Pemusnahan Alat Tangkap Pukat Trawl

Upaya Yang Dilakukan Oleh Kepolisian Perairan Kabupaten Aceh Barat adalah sebagai berikut :

1. Usaha Pencegahan secara Preventif 2. Usaha Secara Represif

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

a. Bahwa pelaku melakukan tindak pidana pemalsuan STNKB dikarenakan faktor ekonomi, lingkungan dan faktor tingginya permintaan minat kendaraan bermotor di pasaran tidak sesuai dengan daya beli masyarakat

b. Hambatan dalam proses penyelesaian tindak pidana pemalsuan surat tanda nomor kendaraan bermotor meliputi:

1) Kurangnya Pemahaman Sebagian Masyarakat Terhadap STNKB Palsu 2) Kurangnya Ketelitian Dari Pihak Kepolisian

3) Jaringan Kejahatan

c. Upaya Penyelesaian Terhadap Pelaku Pemalsuan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor:

(10)

1) Penyelesaian secara pre-entif 2) Penyelesaian secara preventif 3) Penyelesaian secara represif

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,

Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Pratik Hulum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika. Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

tidaknya pengaruh kompetensi pedagogik terhadap kemampuan guru mengelola pembelajaran IPS di SMPN Kota Singaraja Uji t perhitungan dibantu dengan IBM SPSS 16 for

dimaksud, namun lebih tepat diklasifikasikan kedalam peraturan kebijakan sebagai perwujudan tertulis dari freies ermessen. Instruksi Gubernur Maluku Nomor 09 Tahun

Se0ia8 ba!an memiliki efisiensi 2ari sera0 o80ik 'ang berbe2a.. Karena ben0uk ba!an

Berdasarkan data hasil pengukuran dan analisis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan nilai resistivitas tanah gambut sebelum dan sesudah diberi limbah cenderung

Tulisan ini menguraikan salah satu sumber biofumigan yang cukup prospektif dan cukup banyak diteliti, yaitu, glukosinolat (GSL), termasuk beberapa aspek berkaitan dengan

To write a unit test of the getEmployeeCount method of EmployeeService , we will need to mock the static method count of the Employee class.. Let's create a file called

Data primer berupa data subjek terma- suk meliputi karakteristik keluarga (nama ibu, usia ibu, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan jumlah anak), karakteristik anak (nama

tantangan ini mari kita implementasikan chillispot yang berfungsi untuk aplikasi otentikasi dan freeradius sebagai manajemen client/user, MySql sebagai database billing,